Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN KASUS

UVEITIS

Pembimbing :

dr. Saptoyo Argo Morosidi, SpM

Disusun oleh :

Hario Surya Susilo

406191017

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA

RSUD CIAWI BOGOR

PERIODE 23 Desember 2019 – 26 Januari 2020

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA

JAKARTA
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Hario Surya Susilo


NIM : 406191017
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Universitas Tarumanagara
Bidang Pendidikan : Program Pendidikan Profesi Dokter
Periode Kepaniteraan Klinik : 23 Desember 2019 – 26 Januari 2020
Judul : Case Report Uveitis
Pembimbing : dr. Saptoyo Argo Morosidi, SpM

Telah diperiksa dan disahkan :

Mengetahui,

Ketua SMF Mata Pembimbing

dr. Saptoyo Argo Morosidi, Sp.M dr. Saptoyo Argo Morosidi, SpM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNTAR


TINJAUAN PUSTAKA

ANATOMI

Uvea atau traktus uvealis merupakan lapisan vaskular di dalam bola mata yang terdiri atas
iris, badan siliar, dan koroid.

Iris merupakan suatu membran datar sebagai lanjutan dari badan siliar ke depan (anterior). Di
bagian tengah iris terdapat lubang yang disebut pupil yang berfungsi untuk mengatur besarnya sinar
yang masuk mata. Pada iris terdapat 2 macam otot yang mengatur besarnya pupil, yaitu :
1. Musculus dilatator yang melebarkan pupil
2. Musculus sfingter yang mengecilkan pupil
Kedua otot tersebut memelihara ketegangan iris sehingga tetap tergelar datar. Dalam keadaan
normal, pupil kanan dan kiri kira-kira sama besarnya, keadaan ini disebut isokoria. Apabila ukuran
pupil kanan dan kiri tidak sama besar, keadaan ini disebut anisokoria.
Badan siliar berbentuk cincin yang terdapat di sebelah dalam dari tempat tepi kornea melekat
di sklera. Badan siliar merupakan bagian uvea yang terletak antara iris dan koroid. Badan siliar
menghasilkan humor akuos. Humor akuos ini yang menentukan tekanan bola mata (tekanan
intraokular = TIO). Humor akuos mengalir melalui kamera okuli posterior ke kamera okuli anterior,
kemudian lewat trabekulum meshwork menuju canalis Schlemm, selanjutnya menuju kanalis kolektor
masuk ke dalam vena episklera untuk kembali ke jantung.
Koroid merupakan bagian uvea yang paling luar, terletak antara retina (di sebelah dalam) dan
sklera (di sebelah luar). Koroid berbentuk mangkuk yang tepi depannya berada di cincin badan siliar.
Koroid adalah jaringan vascular yang terdiri atas anyaman pembuluh darah. Retina tidak menimpali
(overlapping) seluruh koroid, tetapi berhenti beberapa millimeter sebelum badan siliar. Bagian koroid
yang tidak terselubungi retina disebut pars plana.

DEFINISI

Uveitis adalah peradangan atau inflamasi yang terjadi pada lapisan traktus uvealis yang
meliputi peradangan pada iris, korpus siliaris dan koroid yang disebabkan oleh infeksi, trauma,
neoplasia, atau proses autoimun. Struktur yang berdekatan dengan jaringan uvea yang mengalami
inflamasi biasanya juga ikut mengalami inflamasi. Peradangan pada uvea dapat hanya mengenai
bagian depan jaringan uvea atau iris yang disebut iritis. Bila mengenai badan tengah disebut siklitis.
Iritis dengan siklitis disebut iridosiklitis atau disebut juga dengan uveitis anterior dan merupakan
bentuk uveitis tersering. Dan bila mengenai lapisan koroid disebut koroiditis, pada retina disebut
retinitis. Peradangan pada retina dan atau koroid disebut uveitis posterior

KLASIFIKASI

Klasifikasi uveitis dibedakan menjadi empat kelompok utama, yaitu klasifikasi secara
anatomis, klinis, etiologis, dan patologis. Penyakit peradangan traktus uvealis umumnya unilateral,
biasanya terjadi pada oreng dewasa dan usia pertengahan. Pada kebanyakan kasus penyebabnya tidak
diketahui.

1. Klasifikasi Anatomis
a) Uveitis anterior
Merupakan inflamasi yang terjadi terutama pada iris dan korpus siliaris atau disebut juga
dengan iridosiklitis.
b) Uveitis intermediet
Merupakan inflamasi dominan pada pars plana dan retina perifer yang disertai dengan
peradangan vitreous.
c) Uveitis posterior
Merupakan inflamasi yang mengenai retina atau koroid.
d) Panuveitis
Merupakan inflamasi yang mengenai seluruh lapisan uvea.

2. Klasifikasi Klinis
a) Uveitis akut
Uveitis yang berlangsung selama < 6 minggu, onsetnya cepat dan bersifat simptomatik.
b) Uveitis kronik
Uveitis yang berlangsung selama > 6 minggu bahkan sampai berbulan-bulan
atau bertahun-tahun, seringkali onset tidak jelas dan bersifat asimtomatik.

3. Klasifikasi Etiologis
a) Uveitis infeksius
Uveitis yang disebabkan oleh infeksi virus, parasit, dan bakteri
b) Uveitis non-infeksius
Uveitis yang disebabkan oleh kelainan imunologi atau autoimun.

4. Klasifikasi patologis
a) Uveitis non-granulomatosa
Infiltrat dominan limfosit pada koroid
b) Uveitis granulomatosa
Infiltrat dominan sel epiteloid dan sel-sel raksasa multinukleus

UVEITIS ANTERIOR
Menurut klinisnya uveitis anterior dibedakan dalam uveitis anterior akut yaitu uveitis yang
berlangsung selama < 6 minggu, onsetnya cepat dan bersifat simptomatik dan uveitis anterior kronik
uveitis yang berlangsung selama > 6 minggu bahkan sampai berbulan-bulan atau bertahun-tahun,
seringkali onset tidak jelas dan bersifat asimtomatik. Pada kebanyakan kasus penyebabnya tidak
diketahui.
Berdasarkan patologi dapat dibedakan dua jenis besar uveitis: yang non-granulomatosa (lebih
umum) dan granulomatosa. Penyakit peradangan traktus uvealis umumnya unilateral, biasanya terjadi
pada oreng dewasa dan usia pertengahan. Uveitis non-granulomatosa terutama timbul di bagian
anterior traktus uvealis ini, yaitu iris dan korpus siliaris. Terdapat reaksi radang, dengan terlihatnya
infiltrat sel-sel limfosit dan sel plasma dengan jumlah cukup banyak dan sedikit mononuklear. Uveitis
granulomatosa yaitu adanya invasi mikroba aktif ke jaringan oleh bakteri. Dapat mengenai uvea
bagian anterior maupun posterior. Infiltrat dominan sel limfosit, adanya aggregasi makrofag dan sel-
sel raksasa multinukleus. Pada kasus berat dapat terbentuk bekuan fibrin besar atau hipopion di
kamera okuli anterior.

Perbedaan Uveitis granulomatosa dan non-granulomatosa


Non- Granulomatosa Granulomatosa
Onset Akut Tersembunyi
Nyeri Nyata Tidak ada atau ringan
Fotofobia Nyata Ringan
Penglihatan Kabur Sedang Nyata
Merah Sirkumneal Nyata Ringan
Keratic precipitates Putih halus Kelabu besar (“mutton fat”)
Pupil Kecil dan tak teratur Kecil dan tak teratur
Sinekia posterior Kadang-kadang Kadang-kadang
Noduli iris Tidak ada Kadang-kadang
Lokasi Uvea anterior Uvea anterior, posterior,difus
Perjalanan penyakit Akut Kronik
Kekambuhan Sering Kadang-kadang

PATOFISIOLOGI
Badan siliar berfungsi sebagai pembentuk cairan bilik mata (humor aqueus) yang memberi
makanan kepada lensa dan kornea. Dengan adanya peradangan di iris dan badan siliar, maka
timbullah hiperemi yang aktif, pembuluh darah melebar, pembentukan cairan bertambah, sehingga
dapat menyebabkan glaukoma sekunder. Selain oleh cairan bilik mata, dinding pembuluh darah dapat
juga dilalui oleh sel darah putih, sel darah merah, dan eksudat yang akan mengakibatkan tekanan
osmose cairan bilik mata bertambah dan dapat mengakibatkan glaukoma.
Cairan dengan lain-lainya ini, dari bilik mata belakang melalui celah antar lensa iris, dan
pupil ke kamera okuli anterior. Di kamera okuli anterior, oleh karena iris banyak mengandung
pembuluh darah, maka suhunya meningkat dan berat jenis cairan berkurang, sehingga cairan akan
bergerak ke atas.
Di daerah kornea karena tidak mengandung pembuluh darah, suhu menurun dan berat jenis
cairan bertambah, sehingga di sini cairan akan bergerak ke bawah. Sambil turun sel-sel radang dan
fibrin dapat melekat pada endotel kornea, membentuk keratik presipitat yang dari depan tampak
sebagai segitiga dengan endapan yang makin ke bawah semakin besar. Di sudut kamera okuli anterior
cairan melalui trabekula masuk ke dalam kanalis Schlemn untuk menuju ke pembuluh darah
episklera. Bila keluar masuknya cairan ini masih seimbang maka tekanan mata akan berada pada
batas normal 15-20 mmHg. Sel radang dan fibrin dapat pula menyumbat sudut kamera okuli anterior,
sehingga alirannya terhambat dan terjadilah glaukoma sekunder. Galukoma juga bisa terjadi akibat
trabekula yang meradang atau sakit (Wijana,1993)
Elemen darah dapat berkumpuk di kamera okuli anterior dan timbullah hifema (bila banyak
mengandung sel darah merah) dan hipopion (yang terkumpul banyak mengandung sel darah
putihnya). Elemen-elemen radang yang mengandung fibrin yang menempel pada pupil dapat juga
mengalami organisasi, sehingga melekatkan ujung iris pada lensa. Perlekatan ini disebut sinekia
posterior. Bila seluruh iris menempel pada lensa, disebut seklusio pupil sehingga cairan yang dari
kamera okuli posterior tidak dapat melalui pupil untuk masuk ke kamera okuli anterior, iris terdorong
ke depan, disebut iris bombe dan menyebabkan sudut kamera okuli anterior menyempit, dan
timbullah glaukoma sekunder.
Perlekatan-perlekatan iris pada lens menyebabkan bentuk pupil tidak teratur. Pupil dapat pula
diisi oleh sel-sel radang yang menyebabkan organisasi jaringan dan terjadi oklusi pupil. Peradangan
badan siliar dapat pula menyebabkan kekeruhan pada badan kaca, yang tampak seperti kekeruhan
karena debu. Dengan adanya peradangan ini maka metabolisme pada lensa terganggu dan dapat
mengakibatkan katarak. Pada kasus yang sudah lanjut, kekeruhan badan kaca pun dapat
mengakibatkan organisasi jaringan yang tampak sebagai membrana yang terdiri dari jaringan ikat
dengan neurovaskularisasi dari retina yang disebut retinitis proloferans. Pada kasus yang lebih lanjut
lagi dapat mengakibatkan ablasi retina.

GEJALA KLINIS dan PEMERIKSAAN FISIK


Keluhan pasien dengan uveitis anterior adalah mata sakit, mata merah, fotofobia, penglihatan
turun ringan dengan mata berair. Keluhan sukar melihat dekat pada pasien uveitis dapat terjadi akibat
ikut meradangnya otot-otot akomodasi. Pupil kecil akibat peradangan otot sfingter pupil dan
terdapatnya edema iris. Pada proses akut dapat terjadi miopisi akibat rangsangan badan siliar dan
edema lensa. Pada pemeriksaan slit lamp dapat terlihat flare di bilik mata depan dan bila terjadi
inflamasi berat dapat terlihat hifema atau hipopion. Pada uveitis non-granulomatosa dapat terlihat
presipitat halus pada dataran belakang kornea. Pada uveitis granulomatosa dapat terlihat presipitat
besar atau mutton fat noduli Koeppe (penimbunan sel pada tepi pupil) atau noduli Busacca
(penimbunan sel pada permukaan iris).
UVEITIS INTERMEDIATE
Uveitis intermediate disebut juga siklitis, uveitis perifer atau pars planitis adalah peradangan
intraokular terbanyak kedua. Tanda uveitis intermediet yang terpenting yaitu adanya peradangan
vitreus. Uveitis intermediet biasanya bilateral dan cenderung mengenai pasien remaja akhir atau
dewasa muda. Pria lebih banyak yang terkena dibandingkan wanita. Gejala- gejala yang khas meliputi
floaters dan penglihatan kabur. Nyeri, fotofobia dan mata merah biasanya tidak ada atau hanya
sedikit. Temuan pemeriksaan yang menyolok adalah vitritis seringkali disertai dengan kondensat
vitreus yang melayang bebas seperti bola salju (snowballs) atau menyelimuti pars plana dan corpus
ciliare seperti gundukan salju (snow-banking). Peradangan bilik mata depan minimal tetapi jika
sangat jelas peradangan ini lebih tepat disebut panuveitis. Penyebab uveitis intermediate tidak
diketahui pada sebagian besar pasien, tetapi sarkoidosis dan multipel sklerosis berperan pada 10-20%
kasus. Komplikasi uveitis intermediate yang tersering adalah edema makula kistoid, vaskulitis retina
dan neovaskularisasi pada diskus optikus.

UVEITIS POSTERIOR
Uveitis posterior adalah peradangan yang mengenai uvea bagian posterior yang meliputi
retinitis, koroiditis, vaskulitis retina dan papilitis yang bisa terjadi sendiri-sendiri atau secara
bersamaan. Gejala yang timbul adalah floaters, kehilangan lapang pandang atau scotoma, penurunan
tajam penglihatan. Sedangkan pada koroiditis aktif pada makula atau papillomacular bundle
menyebabkan kehilangan penglihatan sentral dan dapat terjadi ablasio retina.

PENATALAKSANAAN
Tujuan terapi uveitis adalah mencegah komplikasi yang mengancam penglihatan,
menghilangkan keluhan pasien, dan jika mungkin mengobati penyebabnya. Ada empat kelompok obat
yang digunakan dalam terapi uveitis, yaitu midriatikum, steroid, sitotoksik, dan siklosporin.
Sedangkan uveitis akibat infeksi harus diterapi dengan antibakteri atau antivirus yang sesuai.
a. Kortikosteroid topikal, periokuler, sistemik (oral, subtenon, intravitreal) dan sikloplegia
b. Pemberian antiinflamasi non steroid
c. Pemberian obat jenis sitotoksik seperti ankylating agent (siklofosfamid, klorambusil),
antimetabolit (azatrioprin, metotrexat) dan sel T supresor (siklosporin)
d. Terapi operatif untuk evaluasi diagnostik (parasentesis, vitreus tap dan biopsi korioretinal
untuk menyingkirkan kemungkinan neoplasma atau proses infeksi) bila diperlukan.
e. Terapi untuk memperbaiki dan mengatasi komplikasi seperti katarak, mengontrol
glaukoma dan vitrektomi.
f. Midriatikum berfungsi untuk memberikan kenyamanan pada pasien, mencegah
pembentukan sinekia posterior, dan menghancurkan sinekia. Memberikan kenyamanan
dengan mengurangi spasme muskulus siliaris dan sfingter pupil dengan menggunakan
atropin. Atropin tidak diberikan lebih dari 1-2 minggu.
g. Steroid topikal hanya digunakan pada uveitis anterior dengan pemberian steroid kuat,
seperti dexametason, betametason, dan prednisolon. Komplikasi pemakaian steroid adalah
glaukoma, posterior subcapsular cataract, komplikasi kornea, dan efek samping sistemik

DIAGNOSIS BANDING
Penting untuk menentukan apakah lesi yang terjadi akibat inflamasi, tumor, proses vaskuler,
atau proses degenerasi. Meksipun flare dan sel di COA merupakan tanda utama uveitis, tapi bukan
merupakan suatu tanda diagnostik pasti uveitis karena proses nekrotik atau metastasis neoplasma juga
dapat menyebabkan proses inflamasi. Debris seluler vitreus juga dapat terjadi akibat proses
degeneratif seperti retinitis pigmentosa atau retinal detachment. Beberapa kelainan yang sering di
kelirukan dengan uveitis antara lain :
 Konjungtivitis dibedakan dengan adanya sekret dan kemerahan pada konjungtiva
 Keratitis di bedakan dengan adanya pewarnaan atau defek pada epitel atau adanya
penebalan atau infiltrat pada stroma
 Glaukoma akut sudut tertutup ditandai dengan peningkatan tekanan intra okular, kekeruhan
dan edema kornea dan sudut bilik mata depan yang sempit.

KOMPLIKASI
Komplikasi terpeting yaitu terjadinya peningkatan tekanan intraokuler (TIO) akut yang terjadi
sekunder akibat blok pupil (sinekia posterior), inflamasi, atau penggunaan kortikosteroid topikal.
Katarak juga dapat terjadi akibat pemakaian kortikosteroid. Penggunaan siklopegik dapan
mengganggu akomodasi pada pasien yang berusia diatas 45 tahun. Peningkatan TIO dapat
menyebabkan atrofi nervus optikus dan kehilangan penglihatan permanen. Komplikasi lain meliputi
corneal band-shape keratopathy, katarak, pengerutan permukaan makula, edema diskus optikus dan
makula, edema kornea, dan retinal detachment.
PROGNOSIS

Prognosis uveitis tergantung pada banyak hal diantaranya derajat keparahan, lokasi, dan
penyebab peradangan. Secara umum, peradangan yang berat perlu waktu lebih lama untuk sembuh
serta lebih sering menyebabkan kerusakan intraokular dan kehilangan penglihatan dibandingkan
dengan peradangan ringan atau sedang. Selain itu uveitis anterior cenderung lebih cepat merespon
pengobatan dibandingkan dengan uveitis intermediet, posterior atau panuveitis. Umumnya kasus
uveitis anterior prognosisnya baik bila di diagnosis lebih awal dan diberi pengobatan yang tepat.
Prognosis visual pada iritis kebanyakan pulih dengan baik tanpa adanya katarak, glaukoma dan uveitis
posterior. Keterlibatan retina, koroid atau nervus optikus cenderung memberi prognosis yang lebih
buruk.
DAFTAR PUSTAKA

1. Bowling, Brad. Kanski’s Clinical Opthalmology 8th ed. Elsevier. 2016.


2. Artini Widya. Buku ajar oftalmologi. 1st ed. Jakarta: FKUI; 2017.
3. Eva P, Cunningham E. Vaughan & Asbury’s general ophtalmology. 18th ed.
California: Lange; 2011.
4. Ilyas, H. Sidarta, prof, dr. 2005. Ilmu Penyakit Mata Edisi 3 (hl 6-10, 172-174, 199).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai