Anda di halaman 1dari 5

Mengenal Teori Sistem Umum Niklas Luhmann

Apa yang kita kenal dengan teori sistem dewasa ini lebih luas daripada apa yang
dikenal oleh banyak orang, yakni teori sistem Talcott Parson. Banyak pemikir memberikan
kontribusi dari berbagai disiplin dalam mengembangkan teori sistem ini. Salah satunya
adalah Niklas Luhmann.
Pada tahun 1984 terbit buku Luhmann yangberjudul Soziale Systeme. Grundria einer
allgemeinen Theorie (Sistem-sistem Sosial. Garis Besar sebuah Teori Umum). Salah satu
hal penting dari teori sistem Luhmann adalah bahwa ia tidak hana memberi perhatian
pada sosiologi dalam arti membahas interaksi dan struktur sosial, melainkan juga bahasa
dan kesadaran. Oleh karena itu, meski tidak secara eksplisit, teori sistem Luhmann juga
menanggapi berbagai arah dalam filsafat kontemporer.

A. Teori Sistem pada Umumnya


Untuk menjelaskan apa itu teori sistem maka pertama-tama perlu dipahami
konsep sistem. Jika kita mulai dengan awal, awal itu tentulah suatu chaos, suatu keadaan
tidak terdiferensiasi seperti yang kita kenal dengan kisah penciptaan kehidupan oleh Allah.
Untuk menciptakan dunia, kita harus mulai dengan diferensiasi. Diferensiasi terjadi bila
beberapa unsur dalam chaos itu disusun dengan cara tertentu (Yunani: to systeme). Sistem
dapat didefinisikan sebagai : “keseluruhan dalam arti kesatuan yang lebih daripada
sekedar jumlah bagian-bagiannya…suatu jumlah unsur-unsur dan juga hubungan-
hubungan di antara mereka satu sama lain” Untuk membentuk suatu keseluruhan yang
teratur, di dalamnya terjadilah seleksi, relasi dan kontrol atas unsur- unsur pembentuknya.
Pengertian umum tentang sistem ini sudah menjadi pemikiran dalam tradisi filsafat
Barat yang sudah banyak diketahui. Mulai dari abad ke-17 oleh Thomas Hobbes dalam
Leviathan, sampai filsafat idealis Jerman seperti Fichte, Schelling, dan Hegel. Tetapi kita
belum bisa menyebut pemikiran para tokoh itu sebagai teori sistem meski potensi teoritis ke
arah sana sudah ditemukan dalam pemikiran mereka. Berarti teori sistem lahir bukan dari
filsafat melainkan dari sains. Perkembangan yang berasal dari biologi di tahun 30-an untuk
keluar dari cengkeraman fisika pandangan dunia ala Newton. Jika dalam fisika, gejala
diisolasi sebagai sesuatu yang tunggal di dalam laboratorium, lalu diuniversalkan hasil-
hasilnya. Metode isolasi dan atomisasi itu tidak mungkin dilakukan pada gejala kehidupan
yang jadi bisnis biologi. Bioolgi mengambil rute metode yang berbeda : makhluk hidup
tidak diteliti sebagai gejala tunggal, melainkan sebagai jejaring gejala yang berhubungan
satu sama lain. Biologi mulai memikirkan organisme sebagai sistem. Biologi mengkritik
fisika bahwa gejala-gejala yang diteliti tidak dapat diisolasi satu sama lain. Dalam sosiologi,
kita kenal dua nama besar yang mempengaruhi riset-riset sosial pada abad berikutnya yakni
Max Weber dan Eile Durkheim. Dari sosiologi Durkheim inilah berkembang cara berpikir
teori sistem dalam sosiologi di tahun 1930-an yang dikembangkan oleh guru Luhmann,
yakni Talcott Parsons.

1
B. Melampaui Teori Sistem Parsons
Kebaruan Luhmann hanya dapat dipahami jika teorinya ditatapkan pada teori
sistem Parsons. Seberapa jauhkah Luhmann berbeda dari gurunya? Untuk nenjawabnya
kita perlu memahami inti teori sistem Parsons. Dalam sosiologi ada sebuah pertanyaan
mendasar sejak abad ke-17 : bagaimanakah tatanan sosial itu mungkin? Pertanyaan inilah
yang disebut sebagai Hobbesian problem of order. Jawab Parsons berciri voluntaristis :
tatanan sosial bukanlah sebuah tatanan koersif dan juga bukan produk transaksi para aktor
strategis yang egosentris (baca: aktor rasional yang egois) tetapi hasil konsensus nilai-nilai
yang melibatkan tiga komponen sekaligus yakni masyarakat, kebudayaan, dan kepribadian.
Kebudayaan merupakan pola nilai dan norma dominan yang menstrukturkan /
membentuk kerangka proses-proses tindakan sosial. Teori sistem itu disebut dengan “teori
sistem struktural fungsional”. Struktur memungkinkan bertahannya bangunan sosial /
masyarakat degan fungsi-fungsi yang terdiferensiasi di dalamnya.
Persoalan dasar Parson adalah bagaimana mempertahankan sistem sosial yang
disokong oleh asumsi-asumsi stabilitas sistem sehingga Parsons dianggap membenarkan
status quo masyarakat. Konflik dan perubahan sosial luput dari perhatiannya. Persis di
sinilah Luhmann mengambil kelemahan sebagai titik tolaknya. Ia tidak meninggalkan
teori sistem tetapi memegang teguh sebagai paradigma sosiologinya. Yang
dilakukan kemudian adalah merumuskan kembali teori sistem dan menguniversalkannya
tanpa mengklaim kebenaran absolut. Bila teori sistem Parsons disebut ‘struktural
fungsional’ maka teori sistem Luhmann disebut ‘teori sistem fungsional-struktural’ karena
analisis fungsional mendapat prioritas atas analisis struktural.
Ada tiga perubahan yang dilakukan Luhmann mengatasi kelemahan Parsons.
Pertama, ia merespon kompleksitas kehidupan dalam masyarakat majemuk dewasa ini
dengan menjauhkan teori sistem dari ide konsensus atas nilai-nilai bersama. Sistem-sistem
sosial tidak didefinisikan berdasarkan pola nilai dan norma melainkan berdasarkan
interaksi sosial. Sistem sosial terbentuk dimana pun dan kapan pun ada interaksi sosial
yang membedakan diri dari lingkungan di luarnya. Artinya, segala macam tindakan yang
tidak relevan dengan sebuah sistem sosial tertentu disebut dengan lingkungan (Umwelt).
Pokok ini berbeda dengan Parsons yang mengabaikan persoalan batas antara luar dan dalam
sistem. Ini berarti bahwa pada masyarakat modern yang semakin kompleks kita tidak lagi
bicara tentang satu-satunya sistem sosial, melainkan banyak sistem sosial yang tidak
terbilang jumlahnya.
Kedua, Luhmann tidak setuju dengan Parsons dalam konsep tentang
keberlangsungan sistem sosial. Bagi Parsons, sistem sosial ambruk atau lenyap jika fungsi-
fungsi sistemis tertentu terganggu. Artinya, Parsons menganggap bahwa fungsi-fungsi itu
berhubungan secara sebab-akibat, seolah-olah sistem sosial sama dengan mesin-mesin
mekanistis. Buat Luhmann tidak demikian karena sistem-sistem sosial memiliki
kemungkinan untuk mengganti fungsi-fungsi yang rusak dengan fungsi-fungsi alternatif
sehingga sistem tetap berlangsung terus. Jadi fungsi-fungsi sistem tidak berhubungan secara
kausal dengan kinerja sistem melainkan berhubungan secara ekuivalen. Fungsi yang
terganggu akan diganti fungsi lain yang ekuivalen / setara untuk solusi problem dalam
sistem itu.

2
Ketiga, Luhmann tidak memandang pemeliharaan sistem sosial sebagai tujuan
analitis yang tertinggi dalam teori sistem. Di sini ada dua asumsi yang berbeda : bagi
Parsons, kesatuan sosial tertinggi adalah sistem sosial, di luarnya tidak apa-apa. Bagi
Luhmann, kesatuan sosial tertinggi bukanlah sistem tetapi dunia (Welt). Dunia bukanlah
sistem karena dunia itu totalitas dari yang ada, dan tidak ada sesuatupun di luarnya. Dunia
juga bukan lingkungan (Umwelt) sistem karena lingkungan terjadi hanya jika ada batas
luar dan dalam, sementara semua hal ada hanya di dalam dunia. Dengan kata lain, sistem-
sistem dan lingkungan-lingkungan yang mengitarinya berada di dalam dunia. Dunia
merupakan kesatuan sistem dan lingkungan. Dengan dunia sebagai satuan terakhir yg
mencakup sistem-sistem dan lingkungan-lingkungan, teori Luhmann mampu menjelaskan
dinamika, konflik dan perubahan yang berlangsung di dalam sistem-sistem sosial.

C. Kebaruan Teori Sistem Luhmann


Untuk mengenali kebaruan teori sistem Luhmann harus dijelaskan bagaimana
perkembangan yang tejadi di dalam konsep-konsep dasar teori sistem umum yang
mempengaruhi Luhmann. Menurut Luhmann, ada perkembangan teori sistem umum
melalui tiga tahap. Pertama, teori sistem berfokus pada penjelasan hubungan antara
keseluruhan dan bagian-bagian. Keseluruhan itu dipikirkan sebagai sesuatu yang tertutup
yang melampaui jumlah bagian-bagian, dan itulah juga yang dipikirkan sebagai sistem.
Kedua, teori sistem mengambil cara pandang baru : alih-alih hubungan antara
keseluruhan dan bagian-bagian kini dipakai distingsi antar sistem dan lingkungan
sebagai perspektif baru. Sistem tidak lagi dilihat sebagai susunan tertutup, melainkan
terbuka, karena terjadi proses pertukaran antara sistem dan lingkungannya. Tahap ketiga,
muncul paradigma ‘autopoiesis’ sebagai hasil pemikiran ahli biologi dan neurofisiologi asal
Chile, Humberto R.Maturana dan Francisco J. Varela. Berikut adalah penjelasan singkat
tentang paradigma teori sistem yang mendapat daya penjelasnya dari konsep
‘autopoiesis’.

D. Autopoiesis, Sistem dan Lingkungan


Kata ‘autopoiesis’ berasal dari kata Yunani autos (sendiri) dan poiein
(membuat), maka artinya ‘menciptakan diri’, ‘menghasilkan diri’, atau ’organisasi diri’. Ide
itu terentang sejak metafisika Aristoteles, Leibniz tentang monade, hingga Kant sebagai
sistem teologis alam. Makhluk hidup adalah suatu sistem autopoiesis, yakni bahwa sistem
ini hidup dan menghasilkan serta mempertahankan dirinya dengan menciptakan komponen-
komponennya sendiri. Tujuan sistem ini adalah dirinya sendiri, maka disebut berciri ‘self
referential’. “Hidup”, demikian Luhmann, “tak lain daripada sebuah metafor bagi apa
yang disebut autopoiesis”.
Berbeda dari mahkluk hidup, mesin AC tidak menghasilkan diri mereka, yakni dibuat
manusia dan memilik tujuan di luar diri mereka yakni pengaturan udara atau gerak. Sistem-
sistem mekanistis itu berciri allopoietis. Luhmann melakukan terobosan dengan
mengadopsi konsep autopoiesis itu sebagai ciri-ciri sistem sosial. Bahkan menurutnya,
kesadaran atau sistem psikis adalah juga sistem autopoiesis. Jika dikatakan bahwa

3
sistem-sistem sosial itu autopoiesis bukan berarti bahwa sistem-sistem sosial seperti
birokrasi, partai politik, pemerintah, agama, perusahaan, dst tidak membutuhkan apa-apa
dari lingkungannya dan mencukupi diri mereka sendiri. Ciri autopoiesis berarti bahwa
sistem-sistem sosial menghasilkan keutuhan mereka sendiri dan komponen-komponen yang
menghasilkann keutuhan itu. Sistem sosial juga merupakan reduksi atas kompleksitas
lingkungannya, suatu negentropi, maka selalu terjadi interaksi antara sistem ini dan
lingkungannya. “Setiap perubahan suatu sistem adalah perubahan lingkungan sistem-
sistem lainnya; setiap pertumbuhan kompleksitas di suatu tempat akan memperbesar
kompleksitas lingkungan untuk sistem-sistem lainnya”.
Pembangunan perkantoran di suatu wilayah misalnya, adalah eskalasi kompleksitas
lingkungan bagi perumahan yang sudah ada lebih dahulu di tempat itu. Dalama rti ini,
sistem autopoiesis yang mengacu pada dirinya sendiri dan tertutup juga terbuka terhadap
lingkungannya. Ketertutupan atau mungkin lebih tepat ‘keutuhan’ sistem ini merupakan
prasyarat bagi keterbukaannya. Konsep ontologis tentang otonomi dan relasi berlaku di sini:
makin otonom, yakni makin integral sebuah sistem autopoiesis, makin mampu juga ia
berrelasi dengan lingkungannya, yakni sistem-sistem lain.
Bila sistem adalah reduksi kompleksitas, sebagaimana rak buku adalah pengurangan
kerumitan buku-buku yang terserat dengan cara menyusun dan mengelompokkannya,
kompleksitas itu sendiri adalah lingkungan (Umwelt) sistem. Batas segala kompleksitas
yang mungkin disebut “dunia” (Welt). Jadi dunia bukanlah segala hal yang busuk di luar
kelompok sendiri seperti misalnya kekafiran, juga bukan semua hal yang bukan
kesadaran atau bukan subjek, seperti dalam epitemologi modern, melainkan mengacu pada
fenomenologi horison final yang menyatukan sistem-sistem dan lingkungan- lingkungan.
“Kita menjelaskan konsep tentang dunia sebagai sebuah konsep untuk kesatuan perbedaan
antara sistem dan lingkungan dan memakai konsep itu sebagai konsep akhir, konsep
yang bebas dari perbedaan-perbedaan lebih lanjut”
Jika demikian, dunia tidak hanya terdiri atas satu pusat, melainkan atas banyak pusat,
karena ada banyak sistem di dalam batas horison final ini. Sekarang, tentang kompleksitas
Luhmann menjelaskan sistem bisa bisa kompleks, tetapi pasti tidak lebih kompleks dari
lingkungannya. Termasuk ke dalam lingkungan itu adalah sistem-sistem lain. Agar sebua
sistem bisa mereduksi kompleksitas lingkungan yang kompleks, ia juga harus memiliki
kompleksitas internal, namun ia tidak boleh lebih kompleks daripada lingkungannya agar ia
dapat membedakan dirinya dengan lingkungannya. Psikopatologi (kegilaan) diterangkan
dalam teori sistem sebagai sebuah sistem psikis yang tidak dapat membedakan dirinya
dengan lingkungannya, karena kompleksitas internalnya (kesadaran) melebihi atau
sekurangnya sama dengan kompleksitas lingkungannya.

4
Tugas. 2

SISTEM SOSIAL INDONESIA


“Teori Sistem Luhman”

Oleh:

FATMAWATI (G2G11 8 020)

PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL


KONSENTRASI PENDIDIKAN SOSIOLOGI
P A S C A S A R J A N A
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2019

Anda mungkin juga menyukai