Apa yang kita kenal dengan teori sistem dewasa ini lebih luas daripada apa yang
dikenal oleh banyak orang, yakni teori sistem Talcott Parson. Banyak pemikir memberikan
kontribusi dari berbagai disiplin dalam mengembangkan teori sistem ini. Salah satunya
adalah Niklas Luhmann.
Pada tahun 1984 terbit buku Luhmann yangberjudul Soziale Systeme. Grundria einer
allgemeinen Theorie (Sistem-sistem Sosial. Garis Besar sebuah Teori Umum). Salah satu
hal penting dari teori sistem Luhmann adalah bahwa ia tidak hana memberi perhatian
pada sosiologi dalam arti membahas interaksi dan struktur sosial, melainkan juga bahasa
dan kesadaran. Oleh karena itu, meski tidak secara eksplisit, teori sistem Luhmann juga
menanggapi berbagai arah dalam filsafat kontemporer.
1
B. Melampaui Teori Sistem Parsons
Kebaruan Luhmann hanya dapat dipahami jika teorinya ditatapkan pada teori
sistem Parsons. Seberapa jauhkah Luhmann berbeda dari gurunya? Untuk nenjawabnya
kita perlu memahami inti teori sistem Parsons. Dalam sosiologi ada sebuah pertanyaan
mendasar sejak abad ke-17 : bagaimanakah tatanan sosial itu mungkin? Pertanyaan inilah
yang disebut sebagai Hobbesian problem of order. Jawab Parsons berciri voluntaristis :
tatanan sosial bukanlah sebuah tatanan koersif dan juga bukan produk transaksi para aktor
strategis yang egosentris (baca: aktor rasional yang egois) tetapi hasil konsensus nilai-nilai
yang melibatkan tiga komponen sekaligus yakni masyarakat, kebudayaan, dan kepribadian.
Kebudayaan merupakan pola nilai dan norma dominan yang menstrukturkan /
membentuk kerangka proses-proses tindakan sosial. Teori sistem itu disebut dengan “teori
sistem struktural fungsional”. Struktur memungkinkan bertahannya bangunan sosial /
masyarakat degan fungsi-fungsi yang terdiferensiasi di dalamnya.
Persoalan dasar Parson adalah bagaimana mempertahankan sistem sosial yang
disokong oleh asumsi-asumsi stabilitas sistem sehingga Parsons dianggap membenarkan
status quo masyarakat. Konflik dan perubahan sosial luput dari perhatiannya. Persis di
sinilah Luhmann mengambil kelemahan sebagai titik tolaknya. Ia tidak meninggalkan
teori sistem tetapi memegang teguh sebagai paradigma sosiologinya. Yang
dilakukan kemudian adalah merumuskan kembali teori sistem dan menguniversalkannya
tanpa mengklaim kebenaran absolut. Bila teori sistem Parsons disebut ‘struktural
fungsional’ maka teori sistem Luhmann disebut ‘teori sistem fungsional-struktural’ karena
analisis fungsional mendapat prioritas atas analisis struktural.
Ada tiga perubahan yang dilakukan Luhmann mengatasi kelemahan Parsons.
Pertama, ia merespon kompleksitas kehidupan dalam masyarakat majemuk dewasa ini
dengan menjauhkan teori sistem dari ide konsensus atas nilai-nilai bersama. Sistem-sistem
sosial tidak didefinisikan berdasarkan pola nilai dan norma melainkan berdasarkan
interaksi sosial. Sistem sosial terbentuk dimana pun dan kapan pun ada interaksi sosial
yang membedakan diri dari lingkungan di luarnya. Artinya, segala macam tindakan yang
tidak relevan dengan sebuah sistem sosial tertentu disebut dengan lingkungan (Umwelt).
Pokok ini berbeda dengan Parsons yang mengabaikan persoalan batas antara luar dan dalam
sistem. Ini berarti bahwa pada masyarakat modern yang semakin kompleks kita tidak lagi
bicara tentang satu-satunya sistem sosial, melainkan banyak sistem sosial yang tidak
terbilang jumlahnya.
Kedua, Luhmann tidak setuju dengan Parsons dalam konsep tentang
keberlangsungan sistem sosial. Bagi Parsons, sistem sosial ambruk atau lenyap jika fungsi-
fungsi sistemis tertentu terganggu. Artinya, Parsons menganggap bahwa fungsi-fungsi itu
berhubungan secara sebab-akibat, seolah-olah sistem sosial sama dengan mesin-mesin
mekanistis. Buat Luhmann tidak demikian karena sistem-sistem sosial memiliki
kemungkinan untuk mengganti fungsi-fungsi yang rusak dengan fungsi-fungsi alternatif
sehingga sistem tetap berlangsung terus. Jadi fungsi-fungsi sistem tidak berhubungan secara
kausal dengan kinerja sistem melainkan berhubungan secara ekuivalen. Fungsi yang
terganggu akan diganti fungsi lain yang ekuivalen / setara untuk solusi problem dalam
sistem itu.
2
Ketiga, Luhmann tidak memandang pemeliharaan sistem sosial sebagai tujuan
analitis yang tertinggi dalam teori sistem. Di sini ada dua asumsi yang berbeda : bagi
Parsons, kesatuan sosial tertinggi adalah sistem sosial, di luarnya tidak apa-apa. Bagi
Luhmann, kesatuan sosial tertinggi bukanlah sistem tetapi dunia (Welt). Dunia bukanlah
sistem karena dunia itu totalitas dari yang ada, dan tidak ada sesuatupun di luarnya. Dunia
juga bukan lingkungan (Umwelt) sistem karena lingkungan terjadi hanya jika ada batas
luar dan dalam, sementara semua hal ada hanya di dalam dunia. Dengan kata lain, sistem-
sistem dan lingkungan-lingkungan yang mengitarinya berada di dalam dunia. Dunia
merupakan kesatuan sistem dan lingkungan. Dengan dunia sebagai satuan terakhir yg
mencakup sistem-sistem dan lingkungan-lingkungan, teori Luhmann mampu menjelaskan
dinamika, konflik dan perubahan yang berlangsung di dalam sistem-sistem sosial.
3
sistem-sistem sosial itu autopoiesis bukan berarti bahwa sistem-sistem sosial seperti
birokrasi, partai politik, pemerintah, agama, perusahaan, dst tidak membutuhkan apa-apa
dari lingkungannya dan mencukupi diri mereka sendiri. Ciri autopoiesis berarti bahwa
sistem-sistem sosial menghasilkan keutuhan mereka sendiri dan komponen-komponen yang
menghasilkann keutuhan itu. Sistem sosial juga merupakan reduksi atas kompleksitas
lingkungannya, suatu negentropi, maka selalu terjadi interaksi antara sistem ini dan
lingkungannya. “Setiap perubahan suatu sistem adalah perubahan lingkungan sistem-
sistem lainnya; setiap pertumbuhan kompleksitas di suatu tempat akan memperbesar
kompleksitas lingkungan untuk sistem-sistem lainnya”.
Pembangunan perkantoran di suatu wilayah misalnya, adalah eskalasi kompleksitas
lingkungan bagi perumahan yang sudah ada lebih dahulu di tempat itu. Dalama rti ini,
sistem autopoiesis yang mengacu pada dirinya sendiri dan tertutup juga terbuka terhadap
lingkungannya. Ketertutupan atau mungkin lebih tepat ‘keutuhan’ sistem ini merupakan
prasyarat bagi keterbukaannya. Konsep ontologis tentang otonomi dan relasi berlaku di sini:
makin otonom, yakni makin integral sebuah sistem autopoiesis, makin mampu juga ia
berrelasi dengan lingkungannya, yakni sistem-sistem lain.
Bila sistem adalah reduksi kompleksitas, sebagaimana rak buku adalah pengurangan
kerumitan buku-buku yang terserat dengan cara menyusun dan mengelompokkannya,
kompleksitas itu sendiri adalah lingkungan (Umwelt) sistem. Batas segala kompleksitas
yang mungkin disebut “dunia” (Welt). Jadi dunia bukanlah segala hal yang busuk di luar
kelompok sendiri seperti misalnya kekafiran, juga bukan semua hal yang bukan
kesadaran atau bukan subjek, seperti dalam epitemologi modern, melainkan mengacu pada
fenomenologi horison final yang menyatukan sistem-sistem dan lingkungan- lingkungan.
“Kita menjelaskan konsep tentang dunia sebagai sebuah konsep untuk kesatuan perbedaan
antara sistem dan lingkungan dan memakai konsep itu sebagai konsep akhir, konsep
yang bebas dari perbedaan-perbedaan lebih lanjut”
Jika demikian, dunia tidak hanya terdiri atas satu pusat, melainkan atas banyak pusat,
karena ada banyak sistem di dalam batas horison final ini. Sekarang, tentang kompleksitas
Luhmann menjelaskan sistem bisa bisa kompleks, tetapi pasti tidak lebih kompleks dari
lingkungannya. Termasuk ke dalam lingkungan itu adalah sistem-sistem lain. Agar sebua
sistem bisa mereduksi kompleksitas lingkungan yang kompleks, ia juga harus memiliki
kompleksitas internal, namun ia tidak boleh lebih kompleks daripada lingkungannya agar ia
dapat membedakan dirinya dengan lingkungannya. Psikopatologi (kegilaan) diterangkan
dalam teori sistem sebagai sebuah sistem psikis yang tidak dapat membedakan dirinya
dengan lingkungannya, karena kompleksitas internalnya (kesadaran) melebihi atau
sekurangnya sama dengan kompleksitas lingkungannya.
4
Tugas. 2
Oleh: