INFO KOMODITI
FURNITUR
i
Niki Barenda Sari
SANKSI PELANGGARAN
2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada
umum suatu Ciptaan atau hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
ii
Peluang dan Tantangan Produk Furnitur Indonesia
INFO KOMODITI
FURNITUR
EDITOR:
Zamroni Salim, Ph.D
Ernawati Munadi, Ph.D
iii
Niki Barenda Sari
Judul:
Info Komoditi Furnitur
Zamroni Salim, Ph.D dan Ernawati Munadi, Ph.D
Copyright © 2017
Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
All rights reserved
Diterbitkan oleh
Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan
Kementerian Perdagangan Republik Indonesia
iv
Peluang dan Tantangan Produk Furnitur Indonesia
KATA PENGANTAR
Bunga Rampai Info Komoditas Furnitur merupakan satu dari serial Bunga Rampai
Info Komoditi (BRIK) terbitan Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan
(BPPP). Serial Bunga Rampai ini berisi kompilasi singkat data statistik dan analisis
terkait dengan produksi, konsumsi, perdagangan dalam negeri, perdagangan luar
negeri serta peluang dan tantangan pengembangan komoditas tertentu. Dalam
setiap topik yang dibahas tersebut juga disertakan pembahasan secara detil terkait
dengan kebijakan dan isu-isu utama yang dihadapi. Buku ini dibuat dengan harapan
bisa dijadikan sebagai bahan referensi yang mampu memberikan pemahaman yang
komprehensif dari sebuah komoditas. Pemahaman yang komprehensif ini bukan saja
sangat penting bagi sebuah proses pengambilan keputusan kebijakan perdagangan
yang efektif, namun juga bagi pengembangan dan pemahaman dalam rangka
meningkatkan daya saing Indonesia.
Terkait dengan komoditas furnitur, pemahaman yang sangat mendalam terkait
dengan kondisi produksi dan konsumsi furnitur di Indonesia beserta permasalahan-
permasalahan yang dihadapi sangat diperlukan. Pemahaman ini sangat krusial,
khususnya bagi pengambil kebijakan dan masyarakat secara umum dalam menyikapi
pengembangan sektor furnitur di Indonesia. Menarik untuk dicermati misalnya,
Indonesia yang memiliki potensi kekayaan alam untuk produksi furnitur, ternyata baru
mampu berkontribusi sebesar 1% dari total produksi dunia. Angka ini tentu saja sangat
jauh tertinggal dengan Republik Rakyat Tiongkok (RRT), yang nilainya mencapai
41% dari total produksi dunia pada tahun 2015. Peluang di pasar dalam negeri yang
besarpun belum mampu sepenuhnya dimanfaatkan oleh industri furnitur dalam negeri,
sehingga 45% kebutuhan domestik masih mengandalkan pada furnitur impor. Apalagi
saat ini sebagai negara eksportir furnitur, posisi Indonesia semakin jauh dari eksportir
utama. Hal itu karena peringkat Indonesia pada tahun 2015 hanya berada diurutan ke
25, dari sebelumnya urutan ke 5 pada tahun 2000. Peringkat ini jauh di bawah Vietnam
(ke-8) dan Malaysia (ke-17).
Pemahaman yang komprehensif terkait dengan kondisi perdagangan furnitur baik di
pasar dalam negeri maupun pasar internasional serta pemahaman prospek di masa yang
akan datang juga sangat berguna bagi pengambil kebijakan dalam rangka meningkatkan
daya saing furnitur Indonesia di pasar global. Dengan pemahaman yang komprehensif
terkait aspek-aspek tersebut, yang secara mendalam dibahas dalam Bunga Rampai ini,
diharapkan kebijakan yang diambil oleh pemerintah mampu menciptakan iklim usaha
yang kondusif bagi semua stakeholders yang terlibat dalam industri furnitur di Indonesia
serta tidak menimbulkan kerugian bagi pihak-pihak tertentu.
v
Niki Barenda Sari
Oleh karena itu, Bunga Rampai Info Komoditi Furnitur ini diharapkan mampu
memainkan peran penting dalam membantu peneliti, analis kebijakan dan pihak-pihak
lain yang berkepentingan. Dengan pemahaman tersebut, diharapkan analisis serta
kebijakan yang dibuat menjadi lebih efektif dan bernilai strategis. Kebijakan tersebut
selanjutnya dapat mendorong terciptanya iklim usaha yang kondusif sehingga
menguntungkan konsumen dan produsen Indonesia. Kami tentu berharap bahwa
pembaca akan mendapatkan manfaat dari buku ini dan kami juga menyambut setiap
komentar dan saran agar buku ini lebih informatif dan berguna.
vi
Peluang dan Tantangan Produk Furnitur Indonesia
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.............................................................................................v
Daftar Isi...................................................................................................... vii
Daftar Gambar............................................................................................ viii
Daftar Tabel .................................................................................................ix
Indeks .......................................................................................................111
vii
Niki Barenda Sari
DAFTAR GAMBAR
viii
Peluang dan Tantangan Produk Furnitur Indonesia
DAFTAR TABEL
ix
Niki Barenda Sari
x
Furnitur, Produk Berdaya Saing Yang Butuh Perhatian
BAB I
FURNITUR, PRODUK BERDAYA SAING YANG
BUTUH PERHATIAN
Ernawati Munadi
1
Ernawati Munadi
2
Furnitur, Produk Berdaya Saing Yang Butuh Perhatian
3
Ernawati Munadi
4
Furnitur, Produk Berdaya Saing Yang Butuh Perhatian
tersebut tersedia. Kondisi ini pada akhirnya menurunkan saya saing furnitur
Indonesia.
Terkait dengan kebijakan pemerintah, saat ini kebijakan wajib Sistem
Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) dirasa sangat menyulitkan bagi sebagian
pengusaha furnitur. Hal itu karena bukan hanya biaya untuk mendapatkan
sertifikat bagi pengusaha yang sebagian pengusaha kecil terasa besar, namun
juga syarat mengurus dokumen tersebut rumit. Kebijakan ini bahkan dianggap
kontraproduktif untuk mendorong ekspor. Apalagi melihat kenyataan bahwa
tidak ada negara tujuan ekspor produk kayu Indonesia yang mewajibkan
SVLK. Kebijakan SVLK yang diterapkan bukan hanya di hulu, namun juga
di hilir industri furnitur dirasa tidak tepat sasaran. Banyak negara lain yang
juga tidak menerapkan kebijakan SVLK justru nilai ekspornya tumbuh jauh
di atas Indonesia. Uni Eropa dan Australia tidak mewajibkan SVLK sebagai
satu-satunya syarat wajib produk kayu masuk ke wilayahnya. Upaya untuk
menciptakaan ilkim usaha yang kondusif dengan menghilangkan regulasi
yang bersifat menghambat dan menciptakan regulasi yang mendorong
pertumbuhan industri perlu dipikirkan.
Beberapa poin penting tersebut adalah gambaran singkat tentang furnitur
yang dibahas dalam Bunga Rampai Info Komoditi Furnitur. Berbagai poin
penting tersebut selanjutnya dibahas secara lebih mendalam dalam setiap
bab mulai dari Bab II hingga Bab VI. Pembahasan pada Bab II difokuskan
pada pembahasan terkait dengan produksi furnitur beserta kendala yang
dihadapi. Bab III membahas tentang konsumsi furnitur dan dilanjutkan dengan
Bab IV yang secara mendalam membahas tentang perdagangan dalam
negeri furnitur. Bab V mendiskusikan tentang perdagangan luar negeri furnitur
bukan hanya dari sisi Indonesia, namun juga yang terjadi secara umum dalam
perdagangan furnitur dunia. Peluang dan Tantangan pengembangan furnitur
kemudian dibahas di Bab VI dan diakhiri dengan bagian penutup di Bab VII
yang merangkai bab-bab sebelumnya. Buku ini disajikan dengan harapan
semoga tulisan ini dapat memberikan masukan kepada berbagai stakeholder
furnitur di Indonesia dan menambah wawasan pembaca tentang furnitur.
DAFTAR PUSTAKA
Asosiasi Mebel dan Kerajinan Indonesia (AMKRI). (2015). Roadmap Industri
Mebel dan Kerajinan Indonesia “Target Pencapaian Ekspor 5 Milyar
USD”. Jakarta.
5
Ernawati Munadi
Centre for Industrial Studies (CSIL). (2016). World Furniture Market. Diunduh
dari https://www.iffs.com.sg/industry-news/current-status-asias-fur-
niture-production-markets/.
Industri Bisnis. (2015, 19 Januari). Omzet Pasar Furnitur & Kerajinan Dalam
Negeri Rp 10 Triliun Per Tahun. Diunduh tanggal 21 September
2016 dari http://industri.bisnis.com.
Koran Tempo (2017, 6 April). HIMKI dan Kemenperin Cari Solusi Industri Meb-
el. Diunduh tanggal 20 Mei 2017 dari https://bisnis.tempo.co/read/
news/2017/ 04/06/090863081/himki-dan-kemenperin-cari-solusi-in-
dustri-mebel.
6
Produksi Furnitur Indonesia
BAB II
PRODUKSI FURNITUR INDONESIA
Riska Pujiati
2.1 Pendahuluan
Furnitur merupakan terminologi yang dipakai untuk perabotan rumah
tangga yang berfungsi untuk menyimpan barang, sebagai tempat duduk,
tempat tidur, tempat untuk menulis sesuatu berupa meja atau tempat
meletakkan sesuatu di atasnya. Sebagai contoh, furnitur yang berfungsi untuk
menyimpan pada umumnya dilengkapi dengan pintu, laci dan rak, seperti
lemari buku, lemari pakaian, dll. Furnitur biasanya memiliki tekstur dan warna
yang indah yang disebabkan oleh proses akhir yang halus (Bank Indonesia,
2008a).
Industri furnitur merupakan industri yang mencakup pengolahan bahan
baku berupa kayu, rotan, atau bahan baku lainnya yang diproses untuk
meningkatkan nilai tambah dan manfaat yang lebih tinggi menjadi produk
barang jadi furnitur (AMKRI, 2015). Indonesia merupakan salah satu
produsen utama furnitur dunia yang memiliki potensi bahan baku yang besar
dan bervariasi
Produk furnitur Indonesia dikenal memiliki daya saing yang cukup tinggi
di pasar internasional. Daya saing tersebut berupa desain yang unik dan
produk furnitur dengan bahan baku yang khas seperti rotan, bambu, dan kayu
jati dibandingkan furnitur yang diproduksi oleh negara lain. Daerah produksi
furnitur terdapat hampir di seluruh propinsi, dengan konsentrasi produsen
yang cukup tinggi terletak di daerah Jepara, Klaten, Pasuruan, Sidoarjo,
Gresik, Cirebon, Sukoharjo, Surakarta, dan Jabodetabek (AMKRI,2015).
Tulisan dalam bab ini akan membahas gambaran umum produksi
furnitur dunia dan gambaran produksi furnitur Indonesia seperti jenis furnitur
berdasarkan bahan baku, rantai nilai dan produksi furnitur kayu, daerah
sentra industri furnitur, kendala yang dihadapi oleh pelaku usaha dalam
mengembangkan industri furnitur Indonesia, dan kebijakan pemerintah yang
berpengaruh terhadap produksi furnitur Indonesia.
7
Riska Pujiati
namun meningkat tajam bagi kelompok negara maju yaitu sebesar 2,6%
(UNIDO, 2016). Tabel 2.1 berikut ini menggambarkan pertumbuhan industri
furnitur dunia dibandingkan dengan total industri.
Nilai produksi furnitur dunia pada tahun 2015 mencapai USD 406 miliar,
tumbuh sebesar 16% dari USD 350 miliar pada tahun 2009 (CSIL, 2009).
Saat ini negara yang memiliki kontribusi terbesar dalam produksi furnitur
yaitu Tiongkok yang mencapai USD 166 miliar (41%), dimana pada tahun
2009, kontribusi Tiongkok baru mencapai 20% atau sebesar USD 70 miliar.
Produksi furnitur Tiongkok telah tumbuh sebesar 137% selama periode tahun
2009-2015. Selain Tiongkok, tercatat juga produksi furnitur Amerika Serikat
sebesar USD 49 miliar (12%), Jerman (5%), Italia (4%), India (4%), Polandia
(3%), Jepan (2%), Kanada (2%), Korea Selatan (2%), dan proporsi negara
lain mencapai 21%. Indonesia sendiri berkontribusi terhadap produksi furnitur
dunia sebesar USD 2 miliar (2%) (CSIL,2017).
Saat ini telah terjadi pergeseran pusat produksi furnitur dunia. Berdasarkan
data dari CSIL (2016), kontribusi kawasan Asia Pasifik dalam produksi furnitur
dunia mencapai 55%, disusul oleh kawasan Eropa (14%), Amerika (26%), dan
kawasan lain mencapai 5%. Pusat produksi furnitur telah bergeser ke negara-
negara berkembang (emerging countries) termasuk Indonesia. Kondisi ini
berbeda jauh bila dibandingkan dengan tahun 2009, dimana proporsi negara
maju dalam produksi furnitur dunia mencapai 61% (CSIL, 2009). Berikut ini
adalah gambaran proporsi negara produsen furnitur dunia pada tahun 2009
dan 2015 (Gambar 2.1 dan 2.2).
8
Produksi Furnitur Indonesia
9
Riska Pujiati
10
Produksi Furnitur Indonesia
Berikut ini adalah penjelasan untuk jenis-jenis kayu yang digunakan dalam
industri furnitur:
a. Kayu padat
Kayu padat merupakan jenis kayu terkuat yang memiliki sifat tahan lama
dibandingkan dengan kayu olahan sehingga membuat harga jualnya
lebih tinggi dibandingkan furnitur berbahan kayu olahan. Pembuatan
furnitur berbahan baku kayu padat membutuhkan keterampilan khusus
dan pengeringan harus dilakukan secara sempurna untuk mengindari
sifat muai susut kayu. Jenis kayu padat yang biasa dipakai di Indonesia
sebagai bahan furnitur adalah kayu jati, kayu nyatoh, kayu sungkai,
mahoni, pinus, ramin dan cedar.
b. Kayu Lapis
Kayu lapis (plywood) adalah kayu olahan yang dibentuk dari lembaran-
lembaran kayu yang direkatkan dengan cara diberikan tekanan tinggi,
dan memiliki ketebalan dari 3 mm sampai dengan 18 mm.Kayu lapis
banyak digunakan sebagai bahan baku untuk membuat lemari, meja,
tempat tidur dan kitchen set. Sesudah menjadi furnitur, permukaan
kayu lapis biasanya diberikan pelapis tambahan seperti PVC ataupun
melamin. Harga dari kayu lapis pada umumnya lebih murah dari kayu
padat akan tetapi lebih mahal daripada kayu olahan lainnya.
c. Block Board
Block Board adalah potongan–potongan kayu kotak dalam ukuran kecil-
kecil yang dipadatkan menggunakan mesin serta pada kedua sisinya
diberi pelapis venner (irisan kayu tipis) sehingga menyerupai sebuah
papan lembaran.Biasanya block board dibuat dengan menggunakan
kayu lunak sehingga tidak sekuat kayu lapis. Block board dapat
digunakan untuk membuat cabinet, kitchen set atau rak.
d. Medium Density Fibreboard (MDF)
MDF terbuat dari serbuk kayu halus yang direkatkan dengan bahan
kimia resin dan dipadatkan melalui suhu dan tekanan yang tinggi.
MDF lebih ramah lingkungan disebabkan terbuat dari serbuk kayu
sisa perkebunan ataupun bambu. Versi MDF yang lebih kuat dan lebih
padat biasanya dikenal dengan nama High Density Fibreboard (HDF).
MDF mudah dibentuk tetapi lebih berat daripada kayu lapis dan particle
board karena mengandung resin. Jenis finishing yang dapat digunakan
pada MDF sangat bervariasi mulai dari PVC, cat kayu, venner, ataupun
paper laminate.
11
Riska Pujiati
e. Particle Board
Particle board terbuat dari partikel sisa pekerjaan kayu seperti serpihan
kayu, serbuk gergaji dengan direkatkan menggunakan bahan kimia
resin oleh mesin tekanan tinggi dan kemudian dikeringkan. Perbedaan
antara particle board dan MDF adalah bahan yang digunakan untuk
MDF adalah serbuk yang lebih halus dan seragam, sedangkan particle
boad lebih kasar dan tidak beraturan. Particle board memiliki harga
yang paling murah dibandingkan kayu olahan lainnya. Particle board
tidak boleh terkena air karena kekuatannya akan hilang bila basah.
Selain itu apabila menahan beban yang berat maka particle board
dapat melengkung. Permukaan particle board tidak boleh diberikan
cat atau coating karena tekstur yang kasar. Permukaan particle board
biasanya dilapisi dengan lapisan veneer, laminate, atau fancy laminate
yang direkatkan.
Berdasarkan data dari Kementerian Perindustrian/Kemenperin (2017),
industri furnitur berbahan dasar dari kayu memiliki kinerja yang paling
bagus dibandingkan furnitur yang terbuat dari bahan lain. Nilai produksi
furnitur kayu tumbuh sebesar 62,7% selama periode 2010 – 2014. Pada
tahun 2010, nilai produksi furnitur kayu mencapai Rp 10,923 miliar dan
meningkat menjadi Rp 17,779 miliar pada tahun 2014. Seiring peningkatan
nilai produksi, output dan nilai tambah industri furnitur kayu Indonesia
juga mengalami peningkatan masing-masing sebesar 113,2% dan 135,4%
selama periode 2010 – 2014. Gambar 2.3 menunjukkan kinerja industri
furnitur kayu Indonesia pada tahun 2010-2014.
30,000
25,000
(Rp Miliar)
20,000
15,000
10,000
5,000
0
Biaya Bahan Baku Nilai Produksi Input Output Nilai Tambah
2010 3,768 10,923 4,366 11,945 7,579
2011 7,840 15,398 8,832 17,258 8,425
2012 6,945 13,061 8,672 14,551 5,878
2013 5,684 12,739 6,770 14,920 8,150
2014 6,179 17,779 7,620 25,461 17,841
12
Produksi Furnitur Indonesia
13
Riska Pujiati
Bambu merupakan salah satu bahan baku furnitur disamping rotan dan
kayu. Penggunaan bambu semakin berkembang disebabkan beberapa hal,
antara lain mudah didapat dan mudah dalam pengerjaannya. Indonesia
merupakan negara yang kaya akan varietas bambu dengan 143 jenis bambu
yang dapat tumbuh. Bambu yang dipakai untuk furnitur antara lain bambu
bitung, bambu mayan, bambu cendani, dan bambu hitam. Furnitur bambu
untuk pasar ekspor menggunakan sistem bongkar pasang (knock down)
sehingga menghemat ruang. Proses produksi yang dilakukan dalam kegiatan
usaha kerajinan mebel bambu hanya memerlukan peralatan yang sederhana
karena lebih banyak memanfaatkan keahlian/keterampilan tangan manusia
untuk menghasilkan produk kerajinan furnitur bambu (Bank Indonesia,
2008c). Pembuatan furnitur bambu dapat digambarkan melalui tahapan
sebagai berikut:
14
Produksi Furnitur Indonesia
15
Riska Pujiati
Industri furnitur berbahan dasar dari rotan dan bambu memiliki kinerja
yang berfluktuasi bila dibandingkan furnitur yang terbuat dari bahan lain. Nilai
produksi furnitur rotan dan bambu paling tinggi sebesar Rp 5.239 miliar pada
tahun 2011 selama periode 2010–2014. Pada tahun 2010, nilai output furnitur
rotan dan bambu mencapai Rp 3.609 miliar dan meningkat menjadi Rp 4.182
miliar pada tahun 2014. Gambar 2.6 menunjukkan kinerja industri furnitur
rotan dan bambu Indonesia selama periode 2010-2014.
16
Produksi Furnitur Indonesia
2010 – 2014. Pada tahun 2010, nilai produksi furnitur logam mencapai
Rp 2.248 miliar dan turun menjadi Rp 1.753 miliar pada tahun 2014. Gambar
2.7 menunjukkan kinerja industri furnitur logam Indonesia selama periode
2010-2014.
17
Riska Pujiati
18
Produksi Furnitur Indonesia
19
Riska Pujiati
Jawa Barat pada umumnya adalah furnitur yang terbuat dari kayu padat
(solid wood), kayu panel, rotan serta bambu. Berdasarkan data dari BPS
(2016), industri furnitur di Kabupaten Indramayu menduduki peringkat
kedua setelah sektor pertambangan dalam hal kontribusi terhadap
Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) daerah. Pada tahun 2014
diketahui ada 300 unit usaha Industri Kecil dan Menengah (IKM) yang
ada di Indramayu dan telah menyerap 1.203 tenaga kerja. Para pengrajin
di Kabupaten Indramayu hanya memasarkan produknya pada taraf lokal
ataupun pesanan individual atau dari daerah lain. Mereka memasarkannya
kepada para tengkulak yang nantinya akan memasarkan produk mereka
ke pasar domestik. Sementara itu, daerah Banten merupakan produsen
furnitur yang terbuat dari kayu padat, kayu panel dan rotan, sedangkan
daerah Jakarta merupakan salah satu sentra industri furnitur dengan hasil
produksinya banyak terbuat dari kayu panel dan kayu padat.
3. Jawa Tengah dan Yogyakarta
Daerah yang menjadi sentra industri furnitur di Jawa Tengah adalah
Jepara, Semarang dan Solo. Furnitur yang dihasilkan biasanya
merupakan furnitur yang terbuat dari kayu padat dan bambu (HIMKI,
2016). Provinsi Jawa Tengah memiliki 374 perusahaan yang bergerak
di bidang furniture dengan 46.786 tenaga kerja. Daerah yang terkenal
akan produksi furnitur adalah Kabupaten Jepara. Pada awalnya, seni ukir
Jepara dirintis pada abad ke 7 (Kerajaan Kalingga) dalam pembuatan
rumah tradisional dan kapal. Industri seni ukir kemudian berkembang
pesat menjadi industri furnitur yang memiliki ciri khas seni ukir jepara pada
abad ke 19. Seiring makin meningkatnya permintaan dari dalam dan luar
negeri, industri ini menjadi sentra industri yang sangat berpengaruh bagi
perkembangan perekonomian wilayah Jepara. Di Jepara, industri kecil
berkelompok dalam suatu sentra pengrajin yang tersebar di beberapa
desa dan kecamatan. Berdasarkan data dari BPS (2015b), pada tahun
2014, industri furnitur mampu memproduksi 3,9 juta buah dengan nilai
produksi sebesar Rp 1,9 miliar dan melibatkan 5.471 unit usaha dan 223
eksportir dengan total tenaga kerja yang terserap sebesar 72 ribu tenaga
kerja. Dengan jumlah produksi yang demikian besar, dibutuhkan bahan
baku yang cukup besar untuk mencukupi produksi tersebut, mencapai
114.727 M3/tahun. Jenis kayu yang digunakan industri furnitur di Jepara
cukup beragam, antara lain kayu Jati, Mahoni, Sono dan Mindi. Sebagian
besar sumber bahan baku berasal dari Perum Perhutani (unit Jawa Barat,
Jawa Tengah dan Jawa Timur) dan sebagian dari hutan/hutan rakyat dari
daerah Sumatra,Sulawesi dan Nusa Tenggara Barat. Daerah produsen
20
Produksi Furnitur Indonesia
21
Riska Pujiati
8. Papua
Meskipun belum terlalu banyak industri furnitur, tetapi daerah Papua
merupakan daerah yang berpotensi menjadi sentra industri terbesar. Saat
ini Papua merupakan sentra industri kerajinan. Daerah Papua memiliki
potensi produksi bahan baku berupa kayu meranti 0,5 juta m3, kayu rimba
campuran 0,3 juta m3, kayumerbau 0,3 juta m3,kayu indah 0,02 juta m3,
dan kayu lainnya 0,5 juta m3 (BPS, 2016).
Sumatera,
Kalimantan
Aceh, Medan, &
Kayu, rotan, dan
Palembang
kerajinan
Kayu, Rotan, dan
Kerajinan
Sulawesi, Palu
Mamuju
Rotan, dan kerajinan
Jawa Tengah (Semarang, Papua
Solo, Jepara) Kerajinan Tradisional
Kayu solid, kayu panel, rotan,
bambu, dan kerajinan Jawa Timur
Kayu solid, kayu
panel, rotan, bambu
Banten, Jawa Barat Cirebon,
Indramayu, Bandung), DKI Jakarta Yogyakarta
Kayu solid, kayu panel, rotan, bambu, Kayu solid, kayu panel, Bali, NTB, NTT
dan kerajinan rotan, bambu, dan Kerajinan
kerajinan
22
Produksi Furnitur Indonesia
bawah Malaysia dan Vietnam. Berdasarkan data dari HIMKI, dari 20 negara
eksportir produk mebel dunia, Indonesia berada di peringkat ke-17.
Pada tahun 2016 tercatat bahwa transaksi ekspor mebel di pasar
internasional mengalami peningkatan sebanyak 9,4%, namun perkembangan
industri furnitur tentu juga tidak lepas dari beberapa faktor yang menjadi
kendala, baik eksternal maupun internal. Beberapa kendala yang muncul
antara lain (AMKRI, 2015):
2.6.1 Permodalan
Industri furnitur membutuhkan modal yang cukup besar. Modal tersebut
diperlukan untuk membiayai berbagai kebutuhan seperti tempat/lokasi usaha,
mesin/alat produksi, tenaga kerja, bahan baku, perizinan serta kebutuhan-
kebutuhan lainnya. Ukuran furnitur yang besar mengakibatkan kebutuhan
tempat usaha yang cukup luas untuk kegiatan produksi, menyimpan bahan
baku maupun untuk tempat penyimpanan sementara produk yang sudah
jadi. Industri furnitur membutuhkan mesin-mesin untuk pengolahan bahan
baku/bahan setengah jadi maupun untuk finishing. Furnitur pada umumnya
merupakan industri padat karya, sehingga industri furnitur membutuhkan
tenaga kerja yang cukup banyak untuk memproduksi furnitur dalam waktu
singkat. Selain itu biaya untuk pengadaan bahan baku merupakan salah satu
faktor biaya utama dalam industri furnitur disamping biaya-biaya lainnya.
Saat ini, produsen furnitur skala kecil mengalami persaingan dengan
pengusaha asing yang memiliki modal yang besar. Salah satu contohnya
yaitu produsen furnitur di Jepara, berdasarkan data dari Pemerintah Kab.
Jepara pada tahun 2014, terjadi peningkatan Penanaman Modal Asing
(PMA) dari Rp 640 miliar menjadi Rp 3,15 triliun pada tahun 2016. Besarnya
PMA yang datang menimbulkan trade off berupa terpinggirkannya pengrajin
lokal yang disebabkan karena para pengusaha asing dengan modal besar
tersebut banyak yang melakukan usaha dari hulu ke hilir. Saat ini, banyak
eksportir furnitur lokal menjadi sub eksportir dari pengusaha asing di Jepara,
sedangkan pengrajin dan pemasok skala kecil menjadi buruh di pabrik industri
asing (Kompas, 2017b)
23
Riska Pujiati
tinggi, dengan dasar suku bunga pinjaman mencapai 11,9% bila dibandingkan
dengan Malaysia yang hanya mencapai 4,5% dan Tiongkok 4,3% (World
Bank, 2017).
24
Produksi Furnitur Indonesia
1. Peraturan Pemerintah Nomor Tata Hutan dan Penyusunan • Pasal 125 ayat (3) bahwa
6 Tahun 2007 jo. Peraturan Rencana Pengelolaan Hutan, serta keberhasilan pengelolaan hutan
Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008. Pemanfaatan Hutan. lestari dicerminkan dari kinerja
pemegang Izin Usaha Pemanfaatan
Hasil Hutan (IUPHH).
• Pasal 100 pemanfaatan hutan
rakyat bertujuan untuk memperoleh
manfaat yang optimal dengan tidak
mengurangi fungsinya.
• Pasal 119 setiap pengangkutan,
penguasaan atau pemilikan hasil
hutan yang berasal dari Hutan
Negara, wajib dilengkapi bersama-
sama dengan dokumen yang
merupakan sahnya hasil hutan.
2. Permenhut Nomor P.38/ Menhut- Standard dan Pedoman Penilaian • Dalam rangka menuju Pengelolaan
II/2009. Kinerja Pengelolaan Hutan Hutan Produksi Lestari (PHPL), serta
Produksi Lestari dan Verifikasi penerapan tata kelola kehutanan,
Legalitas Kayu pada Pemegang Izin pemberantasan penebangan
atau pada Hutan Rakyat. liar dan perdagangannya, perlu
ditetapkan Standard Pedoman
Penilaian Kinerja Pengelolaan
Hutan Produksi Lestari dan
Verifikasi Legalitas Kayu Pada
Pemegang Izin Atau pada Hutan
rakyat, dengan Peraturan Menteri
Kehutanan.
3. Permenhut Nomor P.68/ Menhut- Perubahan Atas Permenhut Nomor • Untuk lebih menjamin kepastian
II/2011. P.38/Menhut-II/2009 Tentang hukum dan usaha.
Standar dan Pedoman Penilaian • Pemegang Ijin Usaha Pemanfaatan
Kinerja Pengelolaan Hutan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman
Produksi Lestari dan Verifikasi Rakyat ( IUPHHK-HTR), Ijin Usaha
Legalitas Kayu pada Pemegang Izin Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-
Atau Pada Hutan Rakyat. Hutan Kemasyarakatan (IUPHHK-
HKm), Ijin Usaha Pemanfaatan
Hasil Hutan Kayu-Hutan Desa
(IUPHHK-HD), Ijin Usaha Industri
Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu
(IUIPHHK) dengan kapasitas
sampai dengan 2.000 m3 per
tahun, Tanda Daftar Industri (TDI),
termasuk industri rumah tangga/
pengrajin dan pedagang ekspor,
atau pemilik hutan rakyat, dapat
mengajukan verifikasi legalitas kayu
(LK) secara kolektif.
25
Riska Pujiati
4. Permendag Nomor 64/M-DAG/ Ketentuan Ekspor Produk Industri • Untuk mendukung hilirisasi industri
PER/10/2012. Kehutanan. kehutanan perlu sumber bahan baku
legal dan dikelola secara lestari.
• Ekspor dapat dilaksanakan oleh
industri yang terdaftar dalam
Eksportir Terdaftar Produk Industri
Kehutanan (ETPIK).
• Dokumen V-Legal wajib untuk panel,
woodworking, bangunan prefabs,
sebagian pulp dan kertas.
5. Permenhut Nomor P.45/ Menhut- Perubahan Kedua atas Permenhut Pemegang IUIPHHK yang
II/2012. Nomor P.38/Menhut-II/2009 mempunyai keterkaitan bahan baku
Tentang Standar dan Pedoman hutan rakyat, wajib memfasilitasi
Penilaian Kinerja Pengelolaan pemilik hutan rakyat untuk
Hutan Produksi Lestari dan memperoleh Sertifikat Legalitas Kayu
Verifikasi Legalitas Kayu pada (S-LK). S-LK tersebut berlaku selama
Pemegang Izin atau pada Hutan 10 tahun dan dilakukan penilikan 24
Rakyat. bulan sekali.
Pemegang IUPHHK-HTR, IUPHHK-
HKm, IUPHHKHD, IUIPHHK hingga
2.000 m3/thn, TDI, Ijin Usaha Industri
(IUI) dengan investasi sampai
Rp500.000.000 di luar tanah dan
bangunan, termasuk industri rumah
tangga/pengrajin dan pedagang
ekspor, mengajukan verifikasi LK
secara kelompok.
• Pelaksanaannya pembiayaan
pendampingan dan verifikasi legalitas
kayu periode ke-1 (anggaran KLHK)
dilakukan secara berkelompok.
• Sertifikat PHPL bagi pemegang Ijin
Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan
Kayu- Hutan Alam/Hutan Tanaman/
Restorasi Ekosistem (IUPHHK-HA/
HT/RE/) pemegang hak pengelolaan
berlaku selama 5 tahun sejak
diterbitkan dan dilakukan penilikan
sekurang-kurangnya 1 tahun sekali.
Sertifikat LK bagi pemegang IUPHHK-
HA/HT/RE/hak pengelolaan,
IUPHHK-HTR/HKM/HD/HTHR/
IPK, IUIPHHK, IUI dengan modal
investasi lebih dari Rp500.000.000
di luar tanah dan bangunan,
pedagang ekspor, hutan rakyat dan
Tempat Penampungan Terdaftar
(TPT) berlaku selama 3 tahun sejak
diterbitkan dan dilakukan penilikan
sekurang-kurangnya 1 tahun sekali.
• Sertifikat LK bagi IUI dengan investasi
sampai dengan Rp500.000.000 di
luar tanah dan bangunan, TDI dan
industri rumah tangga/pengrajin
berlaku 6 tahun dan dilakukan
penilikan sekurang-kurangnya 24
bulan sekali.
26
Produksi Furnitur Indonesia
8. Permenhut Nomor P.43/ Menhut- Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan • Perkembangan kinerja pengelolaan
II/2014. Produksi Lestari dan Verifikasi hutan produksi hutan produksi lestari
Legalitas Kayu pada Pemegang Izin dan verifikasi legalitas kayu, maka
atau pemilik Hutan Rakyat. perlu dilakukan pengaturan kembali
penilaian kinerja pengelolaan hutan
produksi lestari dan verifikasi legalitas
kayu pada pemegang izin atau pada
hutan rakyat.
9. PermenLHK Nomor P.95/ Perubahan atas Permenhut Nomor • Terdapat hambatan bagi industri kecil
Menhut-II/2014. P.43/Menhut-II/2014 dan menengah.
Tentang Penilaian Kinerja Pengelolaan • Pemilik hutan rakyat, IUIPHHK
Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi kapasitas sampai 6.000 m3/tahun,
Legalitas Kayu pada Pemegang Izin Industri Kecil Menengah ( IKM), TPT,
atau pemilik hutan rakyat. Industri Rumah Tangga/Pengrajin
diberikan kesempatan untuk
memperoleh pembinaan dan fasilitasi
pemerintah (ketrampilan teknis,
pembinaan, sertifikasi berkelompok,
pembiayaan sertifikasi dan penilikan
pertama).
• Pemegang ETPIK IKM Mebel yang
belum atau sudah memiliki S-LK
yang bahan baku produk olahannya
belum memiliki S-LK atau Deklarasi
Kesesuaian Pemasok ( DKP), untuk
ekspor menggunakan Deklarasi
Ekspor sampai dengan 31 Desember
2015.
• Deklarasi Ekspor adalah pernyataan
dari IKM pemilik ETPIK bahwa barang
yang diekspor menggunakan sumber
bahan baku yang telah memenuhi
persyaratan legalitas.
10. Permendag Nomor 97/M-DAG/ Perubahan tentang Ketentuan Ekspor • Definisi IKM pemilik ETPIK adalah
PER/12/2014. Produk Industri Kehutanan. industri pemilik Tanda Daftar Industri
(TDI) dan Izin Usaha Industri (IUI) yang
telah mendapat pengakuan sebagai
ETPIK tetapi belum memiliki Sertifikat
Legalitas Kayu (S-LK) dengan batasan
nilai investasi sampai dengan Rp 10
miliar.
• Dokumen V-Legal wajib untuk panel,
woodworking, bangunan prefabs,
sebagian pulp dan kertas serta
furniture dan kerajinan untuk pelaku
usaha besar. Untuk IKM furnitur
menggunakan Deklarasi Ekspor.
11. PermenLHK Perubahan Permenhut Nomor P.13/ • Penetapan ulang standar Biaya
Nomor P.96/Menhut-II/2014. Menhut-II/2013 tentang Standar Biaya Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan
Penilaian Kinerja Produksi Lestari dan Verifikasi
Pengelolaan Hutan Produksi Lestari Legalitas Kayu : industri rumah
dan Verifikasi Legalitas Kayu. tangga/pengrajin, TDI/IUI <500 juta,
IUPHHK<2.000m3, IUPHHK 2.000-
6.000 m3, IUI dan IUPHHK >6.000 m3,
dan TPT.
27
Riska Pujiati
13. Permendag Nomor Perubahan beberapa ketentuan • Dokumen V-Legal wajib untuk
89/M-DAG/PER/10/2015. Permendag RI No. 97/M-DAG/ panel, woodworking, bangunan
PER/12/2014 jo Permendag prefabs, sebagian pulp dan
Nomor 66/M-DAG/PER/8/2015 kertas serta tidak untuk furnitur
tentang Ketentuan Ekspor dan kerajinan.
Produk Industri Kehutanan.
15. Permendag Nomor 25/M-DAG/ Perubahan atas Permendag • Furniture dan kerajinan wajib
PER/4/2016. Nomor 89/M-DAG/PER/10/ dokumen V legal.
2015 tentang Ketentuan Ekspor
Produk Industri Kehutanan.
28
Produksi Furnitur Indonesia
kontrak ini menyebabkan loyalitas yang rendah sehingga tenaga kerja yang
ada tidak memaksimalkan potensinya dalam pengerjaan produk furnitur.
Selain itu, tenaga kerja yang berprofesi sebagai penganyam dan pengukir
kurang diminati karena pekerjaan yang berat dan memiliki pendapatan yang
sama bila menjadi penjaga toko.
29
Riska Pujiati
2.6.10 Desain
Berdasarkan data dari HIMKI, terdapat sekitar 5.000 pengusaha mebel di
Indonesia, dan baru tiga persen yang memiliki merek dagang sendiri. Hal ini
menunjukkan bahwa mayoritas pengusaha mebel dan kerajinan memproduksi
furnitur sesuai dengan desain yang sudah ditentukan (Kompas,2017a). Selain
itu, produk furnitur Indonesia yang dibuat produsen lokal saat ini menghadapi
persaingan dengan furnitur yang diproduksi oleh perusahaan asing yang
memiliki desain yang lebih bervariasi. Saat ini, produk furnitur menjadi bagian
dari gaya hidup, sehingga konsumen cenderung memilih furnitur dengan
desain modern dan minimalis. Inovasi dalam desain produk dapat menjadi
salah satu faktor yang meningkatkan daya saing produk furnitur di pasar
domestik dan internasional.
30
Produksi Furnitur Indonesia
31
Riska Pujiati
1. Peraturan Menteri Perindustrian No. 11/M-IND/ Regulasi ini membantu produsen furnitur dalam
PER/3/2014 Tentang Program Restrukturisasi memperbaharui alat dan mesin produksi.
Mesin Dan/Atau Peralatan Industri Kecil dan Pemerintah memberikan potongan harga sebesar
Industri . 45% bagi industri kecil dan 35% bagi industri
menengah. Program restrukturasi dilakukan
dengan cara memberikan bantuan paling besar
senilai Rp 500 juta rupiah.
2. UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Keberadaan UU ini bertujuan untuk melindungi
hak pekerja, namun di sisi lain, UU ini
memberikan beban bagi pengusaha karena
cenderung menganggap sama kapasitas
keuangan perusahaan dalam memberikan upah
dan tunjangan sehingga kewajiban pemberian
tunjangan bagi karyawan memiliki jumlah dan
presentase yang sama.
3. Peraturan Menteri Keuangan No. 22/ Peraturan ini dibentuk agar pengusaha dengan
PMK.05/2010 MOU – 102/MK/2010 Tentang skala kecil dan menengah mendapatkan
Kredit Usaha Rakyat. permodalan dengan bunga yang ringan. Modal
dapat disalurkan langsung kepada pengusaha
oleh bank pelaksana secara langsung dan tidak
langsung.
4. UU No. 39 Tahun 2009 tentang Kawasan UU ini bertujuan untuk memberikan keringanan
Ekonomi Khusus (KEK). bagi perusahaan yang kegiatannya berada di
kawasan ekonomi khusus sehingga mendapatkan
beberapa manfaat berupa: a. Fasilitas pajak
penghasilan, b. Tambahan fasilitas PPh, dan c.
Impor barang ke KEK bebas PPh impor
5. Peraturan Menteri Perdagangan No. 35/M-DAG/ Kebijakan larangan ekspor rotan mentah memiliki
PER/11/2011 Tentang Ketentuan Ekspor Rotan tujuan untuk mengamankan bahan baku rotan
dan Produk Rotan. dan mengembangkan industri rotan dalam
negeri. Dampak dari penerapan peraturan ini
adalah timbulnya over supply bahan baku rotan
dan kurangnya penyerapan rotan oleh industri
domestik (BPPP Kemendag, 2013).
6. Peraturan Menteri Perdagangan No. 97/M-DAG/ Salah satu tujuan dari peraturan ini adalah untuk
PER/11/2015 Tentang Ketentuan Impor Produk mengatur impor bahan baku furnitur berupa kayu
Kehutanan. non tropis. Produsen furnitur dapat mengimpor
kayu non tropis dengan rekomendasi dari
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
(KLHK).
Sumber: AMKRI (2015) dan Kemendag (2017), diolah
2.9 Penutup
Furnitur Indonesia merupakan produk yang memiliki daya saing yang
cukup tinggi di pasar internasional, hal ini disebabkan oleh Indonesia memiliki
hutan tropis yang di dalamnya terdapat berbagai jenis varietas kayu yang
dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan furnitur. Selain kayu,
produksi furnitur saat ini semakin berkembang dengan penggunaan bahan
lain seperti rotan, bambu, metal dan plastik. Industri furnitur Indonesia memiliki
nilai produksi yang bervariatif dan berfluktuasi selama periode 2010 – 2014.
Daerah produksi furnitur di Indonesia tersebar hampir di semua pulau, namun
32
Produksi Furnitur Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Asosiasi Mebel dan Kerajinan Indonesia (AMKRI). (2015). Roadmap Industri
Mebel dan Kerajinan Indonesia “Target Pencapaian Ekspor 5 Milyar USD”.
Jakarta.
Bank Indonesia. (2008a). Pola Pembiayaan Usaha Kecil (Ppuk) Furnitur Kayu.
Jakarta.
Bank Indonesia. (2008b). Pola Pembiayaan Industri Kerajinan Rotan. Jakarta.
Bank Indonesia. (2008c). Pola Pembiayaan Industri Kerajinan Bambu. Jakarta.
Badan Pusat Statistik (BPS). (2015a). Kabupaten Indramayu Dalam Angka
2015. Diunduh tanggal 18 Oktober 2016 dari https://indramayukab.bps.
go.id.
Badan Pusat Statistik (BPS). (2015b). Kabupaten Jepara Dalam Angka 2015.
Diunduh tanggal 18 Oktober 2016 dari https://jeparakab.bps.go.id/.
Badan Pusat Statistik (BPS). (2015c). Kabupaten Pasuruan Dalam Angka 2015.
Diunduh tanggal 18 Oktober 2016 dari https://pasuruankota.bps.go.id/.
Badan Pusat Statistik (BPS). (2016). Statistik Produksi Kehutanan 2015.
Diunduh tanggal 11 Mei 2017 dari https://www.bps.go.id/website/pdf_
publikasi/Statistik-Produksi-Kehutanan-2015--.pdf.
Bernhardt, T, Pollack, R. (2015). Economic and Social Upgrading Dynamics
in Global Manufacturing Value Chains: A Comparative Analysis. FIW
Working Paper No 150. Diunduh tanggal 6 Juni 2017 dari http://www.
fiw.ac.at/fileadmin/Documents/ Publikationen/Working_Paper/N_150_
BernhardtPollak.pdf.
Centre for Industrial Studies (CSIL). (2016). World Furniture Market. Diunduh
tanggal 6 Juni 2017 dari https://www.iffs.com.sg/industry-news/current-
status-asias-furniture-production-markets/.
Centre for Industrial Studies (CSIL). (2017). World Furniture Outlook on
Global Markets 2017. Diunduh tanggal 13 Juni 2017 dari http://www.
furnitureandfurnishing.com/html/jan17/market-outlook-world-furniture-
outlook-on-global-markets.php.
33
Riska Pujiati
CSIL. (2009). World Furniture Outlook Summary. Diunduh tanggal 07 Juli 2017
dari https://www.csilmilano.com/docs/Outlook_04_09.pdf
Direktorat Jenderal Industri Agro dan Kimia Departemen Perindustrian. (2009).
Roadmap-Furnitur. Diunduh tanggal 3 Oktober 2016 dari rencana.
kemenperin.go.id/index.php/ download/category/1-p?download=2%3Ap
pada 3 Oktober 2016.
EU-Indonesia Trade Cooperation Facility (TCF). (2015). Indonesia Dan Global
Value Chain (GVC). Diunduh tanggal 6 Juni 2017 dari http://www.euind-tcf.
com/id/indonesia-dan-global-value-chain-gvc/.
Ewasechko A.C.(2005). Upgrading the Central Java Wood Furniture Industry: A
Value-Chain Approach. Manila, ILO.
Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI). (2016). 10 Langkah
Meningkatkan Daya Saing Industri Mebel dan Kerajinan di Pasar Global.
Jakarta.
Indrawati, I. (2015). Posisi Pemerintah Indonesia dalam Shifting Perdagangan
Rotan. POLINTER, 1(2). Diunduh dari http://journal.uta45jakarta.ac.id/
index.php/polhi/article/viewFile/307/158.
Kaplinsky, R, Memedovic,O, Morris, M. (2003). The Global Wood Furniture
Value Chain: What Prospects For Upgrading By Developing Countries.
UNIDO. Diunduh tanggal 6 Juni 2017 dari https://www.unido.org/uploads/
tx_templavoila/ Global_wood_furniture_value_chain.pdf.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). (2015). Statistik
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2015. Diunduh tanggal
11 Mei 2017 dari www.menlhk.go.id/downlot.php?file=Statistik_KLHK_
tahun_2015.pdf.
Kementerian Perindustrian. (2017). Data Statistik Industri Furnitur. Jakarta
Kompas. (2017a, 8 Agustus). Inovasi Produk Bisa Jadi Solusi. Jakarta
Kompas. (2017b, 27 Maret). Saat Ukir Jepara Digenggam Asing. Diunduh
tanggal 6 Juni 2017 dari https://www.pressreader.com/indonesia/
kompas/20170327/ 281479276245668.
Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Tentang Perubahan atas
Permendag Nomor 89/M-DAG/PER/10/ 2015 tentang Ketentuan Ekspor
Produk Industri Kehutanan, Permendag No. 25 Tahun 2016.
Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Tentang Ketentuan Impor
Produk Kehutanan, Permendag No. 97 Tahun 2015.
Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Tentang Ketentuan Ekspor
Rotan dan Produk Rotan, Permendag No. 35 Tahun 2011.
34
Produksi Furnitur Indonesia
35
Fitri Tri Budiarti
36
Konsumsi Furnitur
BAB III
KONSUMSI FURNITUR
Fitri Tri Budiarti
3.1 Pendahuluan
Sebagai salah satu kebutuhan bagi setiap rumah tangga, furnitur
menjadikan interior rumah menjadi lebih hidup dan hangat. Industri furnitur
juga sangat penting bagi perekonomian negara karena mampu menyerap
banyak tenaga kerja. Indonesia dikenal dunia sebagai negara penghasil
furnitur dan kerajinan tangan berkualitas tinggi yang dilatarbelakangi tradisi
sejarah yang kuat dalam pengerjaan kerajinan kayu dan kerajinan lainnya
(Tambunan, 2006). Indonesia juga memiliki sumber daya rotan terbesar di
dunia dan jenis kayu lainnya yang digunakan sebagai bahan pembuatan
furnitur.
Melimpahnya sumber daya dan sifatnya yang padat karya membuat
industri furnitur di Indonesia dipandang sebagai industri yang mempunyai
kontribusi penting bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Konsumsi domestik
furnitur Indonesia mencapai Rp 9 triliun pada tahun 2013. Namun, persaingan
semakin ketat seiring dengan meningkatnya impor furnitur dari Republik
Rakyat Tiongkok (RRT) pasca implementasi ASEAN–China Free Trade
Agreement (ACFTA). Konsumen menengah saat ini mempunyai pilihan lebih
luas lagi dengan masuknya Informa dan ACE Hardware pada tahun 2004
serta masuknya IKEA, raksasa furnitur Swedia pada 18 September 2014.
Masuknya perusahaan-perusahaan tersebut telah menggeser preferensi
furnitur dan selera konsumen dari furnitur tradisonal ukir kayu ke produk yang
menawarkan fungsi, kenyamanan, desain minimalis yang lebih besar dan
tidak mewakili investasi jangka panjang, sehingga memungkinkan mereka
untuk memperbarui dekorasi rumah mereka secara berkala (Global Business
Guide Indonesia, 2016).
Potensi furnitur di Indonesia menjadikan komoditi ini menjadi magnet bagi
investor asing untuk bisa memperluas pasarnya di Indonesia seiring dengan
peningkatan konsumsi furnitur setiap tahunnya. Hal ini menjadi tantangan bagi
produsen domestik untuk dapat tetap mempertahankan pangsanya dan tetap
menjadi pilihan konsumen di dalam negeri, juga untuk dapat mempertahankan
atau bahkan meningkatkan pasarnya di luar negeri.
Tulisan dalam Bab III ini akan membahas mengenai konsumsi furnitur,
yang mencakup konsumsi furnitur dunia, perkembangan konsumsi furnitur
dunia, konsumsi furnitur dalam negeri, distribusi nilai tambah furnitur, dan
37
Fitri Tri Budiarti
Negara Berpendapatan Tinggi 82% 80% 78% 75% 72% 68% 61% 59% 56% 53%
Negara Berpendapatan Rendah/Menengah 18% 20% 22% 25% 28% 32% 39% 41% 44% 47%
1
Menurut Sabaruddin (2015) dalam tulisan Penguatan Diplomasi Ekonomi Indonesia Mendesain Clustering Tujuan Pasar
Ekspor Indonesia: Pasar Tradisional vs Pasar Non-Tradisional, pasar tradisional merupakan negara mitra dagang Indonesia
yang dinilai telah memiliki hubungan kerjasama ekonomi yang kuat dan menjadi tujuan pasar ekspor Indonesia sejak lama
seperti Amerika Serikat (AS), Jepang, dan negara-negara kawasan Eropa Barat .
2
Konsumsi dalam hal ini merupakan apparentconsumption,dimana nilainya dihitung berdasarkan produksi dikurangi ekspor
dan ditambah impor. Nilai konsumsi dinyatakan dengan harga produksi, tidak termasuk ritel mark-up.
38
Konsumsi Furnitur
negara berpendapatan tinggi konsumsi per kapita furnitur berada pada kisaran
USD 193. Di seluruh dunia konsumsi per kapita furnitur memiliki rata-rata
USD 73,7 per tahun. Kesenjangan antara kedua kelompok masih lebar, akan
tetapi menyusut dari tahun ke tahun (Center for European Policy Studies,
2014). Proyeksi konsumsi furnitur pada 70 negara3 (yang dikelompokkan
berdasarkan kawasan) adalah sebagai berikut:
Amerika Selatan
Amerika Utara
3
Jerman, Yunani, Irlandia, Italia, Belanda, Portugal, Spanyol, Swedia, Inggris, Bulgaria, Kroasia, Siprus, Republik Ceko,
Estonia, Hungaria, Latvia, Lithuania, Malta, Polandia, Romania, Slovakia, Slovenia plus Norwegia, Swis dan Islandia (30
negara).
Eropa Timur dan Tengah di luar Uni Eropa& Rusia: Bosnia Herzegovina, Rusia, Serbia, Turki, dan Ukraina (5 negara). Asia
dan Pasifik: RRT, Hong Kong, India, Indonesia, Jepang, Kazakhstan, Malaysia, Filipina, Singapura, Korea Selatan, Taiwan,
Thailand, Vietnam, Australia, Selandia Baru (15 negara).
Timur Tengah dan Afrika: Algeria, Bahrain, Mesir, Israel, Libanon, Kuwait, Moroko, Oman, Qatar, Arab Saudi, Uni Emirat
Arab, dan Afrika Selatan (12 negara).
Amerika Utara: Kanada, Meksiko, Amerika Serikat (3 negara).
Amerika Selatan: Argentina, Brasil, Chile, Kolombia, Venezuela (5 negara)
39
Fitri Tri Budiarti
Gambar 3.3 menggambarkan tren konsumsi per kapita furnitur selama satu
dekade terakhir. Gambar tersebut memperlihatkan pesatnya pertumbuhan
konsumsi per kapita furnitur pada negara-negara berpenghasilan menengah/
rendah bila dibandingkan negara-negara berpenghasilan tinggi dalam kurun
waktu 10 tahun terakhir, sebagai dampak dari peningkatan disposable income
dan terbukanya akses pasar di negara-negara berkembang untuk produk
furnitur dunia. Hal ini menunjukkan bahwa negara berkembang merupakan
pasar potensial bagi industri furnitur seiring dengan meningkatnya pendapatan
di negara-negara berkembang dan kebutuhan akan furnitur baik di segmen
residensial, maupun di segmen bisnis seperti hotel, perkantoran, restoran,
dan sebagainya.
40
Konsumsi Furnitur
4 Disampaikan oleh Au Bintoro (Presiden Direktur PT. Cahaya Sakti Multi Intraco) selaku produsen Olympic Furnitur dalam
FGD FGD Bunga Rampai Info Komoditi (BRIK) Furnitur pada tanggal 20 April 2017 di Badan Pengkajian dan Pengemban-
gan Perdagangan (BPPP), Kementerian Perdagangan.
41
Fitri Tri Budiarti
industri furnitur yang mencapai USD 440 miliar (tahun 2013), dibandingkan
dengan Brazil, Vietnam dan Polandia yang masing-masing mencapai 2%-nya,
apalagi RRT yang mampu menyumbang 31% produksi mebel dunia di tahun
2011. Namun demikian, industri furnitur di Indonesia mengalami kemajuan
yang signifikan beberapa tahun
42
Konsumsi Furnitur
540.000,00
528.176,10
530.000,00
520.000,00
508.925,50 509.068,20
510.000,00
498.626,30
500.000,00
490.000,00 486.537,60 484.843,40
480.000,00
470.000,00
460.000,00
2011 2012 2013 2014 2015 2016
43
Fitri Tri Budiarti
44
Konsumsi Furnitur
45
Fitri Tri Budiarti
46
Konsumsi Furnitur
5
Disampaikan pada FGD Bunga Rampai Info Komoditi (BRIK) Furnitur pada tanggal 20 April 2017 di Badan Pengkajian dan
Pengembangan Perdagangan (BPPP), Kementerian Perdagangan.
6
Disampaikan pada FGD Bunga Rampai Info Komoditi (BRIK) Furnitur pada tanggal 20 April 2017 di Badan Pengkajian dan
Pengembangan Perdagangan (BPPP), Kementerian Perdagangan.
47
Fitri Tri Budiarti
Tabel 3.4 Distribusi Nilai Tambah dalam setiap Tahapan Rantai Nilai
Tabel 3.4 menunjukkan bahwa nilai tambah kayu semakin tinggi di hilir
rantai distribusi. Petani mendapatkan nilai tambah paling sedikit, yaitu sebesar
6,5%, sedangkan nilai tambah terbesar dinikmati industri mebel besar dengan
persentase 58,2%. Adapun industri mebel kecil dan menengah memperoleh
nilai tambah yang juga tidak besar, sehingga dikuatirkan dapat mempengaruhi
kelangsungan industri tersebut dikarenakan insentif yang diterima tergolong kecil.
Rendahnya nilai tambah yang diterima oleh petani antara lain disebabkan
tidak adanya keseimbangan informasi mengenai pasar kayu, penjualan
dalam bentuk pohon berdiri membuat harga pohon lebih rendah dan petani
yang bersifat subsisten. Para pembuat mebel setengah jadi umumnya
menghasilkan produk berdasarkan spesifikasi yang diinginkan oleh pembeli,
yaitu industri mebel besar atau pengecer, dimana seringkali harga jualnyapun
lebih dikendalikan oleh pembeli tersebut. Hal ini disebabkan terjadinya
informasi yang asimetris mengenai informasi pasar sehingga para aktor yang
mendapatkan lebih banyak informasi cenderung mendapatkan lebih banyak
keuntungan (Kementerian Kehutanan, 2010).
48
Konsumsi Furnitur
49
Fitri Tri Budiarti
3.7 Penutup
Furnitur merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia
karena industri furnitur mampu menyerap banyak tenaga kerja. Indonesia juga
memiliki sumber daya yang melimpah dan berkualitas baik sebagai bahan
baku furnitur. Kemampuan pengrajin furnitur Indonesia dalam membuat
furnitur berkualitas tinggi membuat furnitur Indonesia banyak diminati, baik
domestik maupun internasional.
Industri furnitur menghadapi tantangan untuk dapat bertahan dengan
semakin ketatnya persaingan seiring dengan meningkatnya impor furnitur,
seperti dari RRT dan swedia dengan masuknya IKEA, Informa, Zara Home,
JYSK, dan lainnya. Furnitur impor membuat konsumen menengah saat
ini mempunyai pilihan yang lebih luas dan menggeser selera konsumen
dari furnitur tradisonal ukir kayu kepada produk yang menawarkan fungsi,
kenyamanan, desain minimalis dan tidak mewakili investasi jangka panjang,
sehingga memungkinkan mereka untuk memperbarui dekorasi rumah mereka
secara berkala.
Merek furnitur lokal masih memiliki pangsa yang cukup besar di pasar
domestik, sedangkan merek luar negeri (impor) masih jauh tertinggal. Akan
tetapi, kehadiran mereka membuka prespektif baru bagi konsumen dalam
hal memilih furnitur. Pertumbuhan penjualan furnitur impor meningkat setiap
tahunnya. Hal ini menjadi tantangan bagi produsen dalam negeri untuk
semakin meningkatkan inovasi dalam memasarkan furnitur agar dapat
mempertahankan bahkan meningkatkan pangsanya.
Berbagai tantangan lain yang dihadapi industri ini diantaranya regulasi
yang menghambat berkembangnya industri furnitur di Indonesia; infrastruktur
yang belum memadai; kendala dalam logistik; dan biaya energi yang masih
tinggi. Tidak seimbangnya distribusi nilai tambah juga menjadi tantangan
bagi industri ini dimana petani, pedagang, industri kayu kecil/menengah,
industri mebel kecil/menegah mendapatkan porsi nilai tambah relatif kecil dari
keseluruhan pelaku yang terlibat. Keuntungan terbesar didapat oleh industri
mebel besar. Hal ini dikuatirkan dapat mempengaruhi kelangsungan industri
tersebut dikarenakan insentif yang diterima para pelaku usaha tersebut
tergolong kecil.
Hadirnya produk furnitur impor membuat konsumen mempunyai lebih
banyak pilihan untuk kebutuhan furniturnya. Pesatnya perkembangan
teknologi saat ini juga mampu mengubah perilaku konsumen dalam membeli
50
Konsumsi Furnitur
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. (2015). Statistik Industri Besar dan Sedang. Diunduh
8 September 2016 dari https://www.bps.go.id/linkTableDinamis/view/
id/896.
Centre for European Policy Studies. (2014). The EU Furniture Market Situation
and a Possible Furniture Products Initiative. Final Report.
Centre for Industrial Studies.Brussels.
EU Business Avenues in South East Asia. (2016). Market Opportunity in
ASEAN.Contemporary European Design.
Euromonitor Internasional. (2016). Home Furnishings in Indonesia. Diunduh
9 Mei 2017 dari http://www.portal.euromonitor.com/portal/analysis/tab.
Furniture & Furnishing Export International. World Furniture Outlook
on Global Markets. Diunduh tanggal 8 Mei 2017 dari http://www.
furnitureandfurnishing.com/html/jan17/market-outlook-world-furniture-
outlook-on-global-markets.php.
Focus Group Discussion (FGD), Kementerian Perdagangan (20 April, 2017).
Tantangan dan Kendala Industri dan Perdagangan Produk Furnitur
Indonesia.
Global Business Guide Indonesia. (2013). Indonesia’s Furniture & Homeware
Sector. Diunduh tanggal 7 September 2016 dari http://www.gbgindonesia.
com/en/manufacturing/article/2012/indonesia_s_furniture_and_
homeware_sector.php.
Industri Bisnis. (2015, 19 Januari). Omzet Pasar Furnitur & Kerajinan Dalam
Negeri Rp10 Triliun Per Tahun. Diunduh tanggal 21 September
2016 dari http://industri.bisnis.com.
51
Fitri Tri Budiarti
52
Perdagangan Furnitur di Dalam Negeri
BAB IV
PERDAGANGAN FURNITUR DI DALAM NEGERI
Dian Dwi Laksani
4.1 Pendahuluan
Prospek pasar furnitur dalam negeri Indonesia memiliki potensi dan peluang
yang besar, mengingat makin bertumbuhnya bisnis perhotelan, restoran,
perumahan termasuk bangunan-bangunan komersial lainnya. Selain itu,
industri pariwisata di Indonesia yang tengah berkembang memicu investasi
di sektor perhotelan juga ikut tumbuh. Jumlah penduduk yang mencapai 258
juta jiwa (Factbook, 2017) dan perekonomian Indonesia yang makin membaik
membuat sejumlah produsen furnitur dalam negeri mulai membangun pasar
dalam negeri. Sebagai contoh produsen furnitur asal Klaten, Jawa Tengah,
Otazen, mulai tahun 2016 akan fokus menggarap pasar dalam negeri.
Sebelumnya produsen ini hanya fokus ke pasar luar negeri seperti Karibia
dan Eropa. Saat ini sudah 6% dari produknya dipasarkan ke dalam negeri
(Casedemont, 2016). Produsen furnitur dalam negeri lain yaitu Melody
Furnitur, yang awalnya fokus pada pasar luar negeri dengan perbandingan
mencapai 90% berbanding 10%. Namun, selama empat tahun belakangan,
mulai fokus menggarap pasar lokal dengan perbandingan ekspor dan lokal
antara 50:50 dari total produksi (Pratikno, 2016).
Permintaan akan produk furnitur di dalam negeri tiap tahun terus
mengalami peningkatan. Dalam lima tahun terakhir pasar domestik Indonesia
besarnya berkali lipat, sama seperti kendaraan bermotor. Pertumbuhan ini
karena banyak perumahan dan properti lain yang dibangun, dan setiap yang
dibangun butuh mebel dan kerajinan. Pasar dalam negeri sangat besar,
terutama pasar untuk perusahaan, Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Ada sekitar 34 Kementerian, 500
Kabupaten dan 119 BUMN di Indonesia yang membutuhkan permebelan
untuk perkantoran mereka. Namun sayangnya, permintaan yang tinggi ini
tidak mampu diisi seluruhnya dari produk furnitur dalam negeri (Sobur, 2016).
Walaupun data peta perdagangan dalam negeri belum ada dan BPS belum
memiliki datanya, namun Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia
(HIMKI, 2016) mencatat potensi pasar dalam negeri sekitar Rp 10 triliun dalam
setahun. Pada tahun 2015, 45% atau setara dengan Rp 4,5 triliun hingga Rp
5 triliun pasar domestik diambil oleh produk dari negara lain.
Pertumbuhan produk furnitur impor bisa mencapai 10%-15% per tahun
sehingga jika terus dibiarkan pasar dalam negeri bisa diambil oleh produk
impor. Salah satu pemain di pasar lokal Indonesia, yaitu Republik Rakyat
53
Dian Dwi Laksani
Tiongkok (RRT). Impor RRT untuk produk furnitur naik sebesar 17% pada
periode 2011-2014, tetapi di tahun 2015 impor RRT turun sebesar 4%
(Trademap, 2016). Produk furnitur RRT diproduksi dengan biaya yang rendah
dan efisien, sehingga harga yang ditawarkan kepada konsumen juga relatif
murah dengan pilihan produk yang beragam, tetapi produk-produk RRT yang
masuk ke Indonesia adalah produk pasar kelas bawah yang mudah rusak
dan banyak mengandung toksin racun (Tjahyono, 2011). Selain itu, dengan
hadirnya retail peralatan rumah tangga seperti IKEA (Swedia) dan Informa
(Swiss) juga merebut pasar domestik Indonesia.
Dilihat dari segi bahan baku, perdagangan furnitur Indonesia masih
didominasi oleh bahan baku kayu (65,6%), rotan (12%), plastik (2,7%),
metal (2,45), bamboo (0,1%), panel dan lain-lain (17,15%) (Kementerian
Perindustrian, 2011). Mengenai pasar dalam negeri, tidak tersedia data
nasional yang bisa digunakan, tetapi HIMKI menaksir bahwa penjualan dalam
negeri itu berkisar 25% penjualan ekspor, bernilai seluruhnya USD 450 juta
dolar.
Furnitur dalam negeri umumnya memiliki rancang-bangun tradisional,
dan dapat dikelompokkan sebagai kamar tidur (30%), ruang tamu (30%),
dapur (20%) dan lemari barang, seperti lemari buku, lemari pajang, dan
lemari baju (20%). Semua produk ini biasanya dibuat di bengkel-bengkel
kecil dan dijual langsung ke konsumen, atau untuk pesanan besar melalui
perantara. Kemudahan dalam mencari sumber kayu dan bahan lain dalam
jumlah kecil, kecilnya biaya penanaman modal untuk permesinan (kurang
dari USD 1000 dolar pada kebanyakan kasus) dan ketersediaan buruh tidak
mahir namun dapat dilatih, semuanya menjadi penggerak utama model
produser/penjual skala kecil. Satu kecenderungan penting di pasar dalam
negeri adalah meningkatnya furnitur impor, khususnya lewat kehadiran pasar
raya (hypermarket, superstore) yang membeli langsung dari pengimpor skala
besar atau pabrikan asing (ASMINDO, 2007).
Nilai pasar furnitur dalam negeri mencapai Rp 9 triliun pada tahun
2013 (Global Business Guide Indonesia, 2015), didominasi oleh merek-
merek furnitur lokal Indonesia, tetapi penjualan produk furnitur dari RRT
meningkat setelah adanya perjanjian kerjasama ASEAN-China FTA yang
telah menciptakan persaingan harga yang ketat. Masuknya toko furnitur
asal Swedia yaitu IKEA pada tahun 2014 juga mengancam produk lokal
Indonesia, konsumen Indonesia beralih dari mebel ukir tradisional menjadi
membeli produk furnitur yang menawarkan fungsi, kenyamanan dan desain
minimalis yang dapat diperbaharui secara teratur dan selalu mengikuti tren
terbaru. Produsen furnitur lokal harus mengembangkan produk dan desain
54
Perdagangan Furnitur di Dalam Negeri
serta bergerak dalam rantai nilai perdagangan agar dapat bersaing dengan
produk impor.
Dalam Bab IV ini akan dibahas lebih mendalam pola pemasaran dan
distribusi industri furnitur, perkembangan industri furnitur di dalam negeri serta
strategi dan kebijakan pemerintah terkait perdagangan dalam negeri furnitur.
55
Dian Dwi Laksani
56
Perdagangan Furnitur di Dalam Negeri
Gambar 4.2 Top Brand Index pangsa pasar Furnitur Knock Down.
Sumber: Top Brand Index (2015)
57
Dian Dwi Laksani
58
Perdagangan Furnitur di Dalam Negeri
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa jumlah penjual dan pembeli banyak, produk
terdiferensiasi, terdapat halangan memasuki pasar, terdapat integrasi vertikal
dan terdapat bidang usaha lain yang dilakukan pengusaha mebel sehingga
struktur pasar disebut pasar persaingan monopolistik. Sedangkan untuk perilaku
(conduct) industri menurut penelitian Zainuri, et.al dapat dilihat dari aktivitas
(product pricing, product strategy, research & innovation dan advertising),
hasil penelitian yaitu industri furnitur skala kecil dan menengah berada pada
kriteria lemah, sebab kurang dari 50% pelaku (pengusaha) melakukan aktivitas
tersebut. Komponen terakhir dari SCP yaitu kinerja (performance) dapat dilihat
dari aspek profitabilitas, vallue added dan efisiensi. Kinerja industri skala
besar yang diukur dengan rasio profitabilitas, R/C, nilai tambah dan efisiensi
hasilnya adalah baik, tingkat daya saing industri kecil dan menengah rendah
(kurang dari 50%) sedangkan untuk yang berskala besar tinggi (lebih dari 50%).
Strategi untuk meningkatkan industri furnitur dalam penelitian ini yaitu prioritas
daya saing perlu diberikan untuk usaha kecil dan menengah terutama aspek
produksi dan distribusi. Aspek distribusi meliputi promosi penjualan, insentif
pajak dan penguatan pasar sementara aspek produksi memerlukan pinjaman
modal dengan suku bunga rendah, ketersediaan bahan baku dan peraturan
pemerintah yang mudah dan tidak rumit.
59
Dian Dwi Laksani
Berdasarkan data Ketua Kelompok Perajin Ukir dan Mebel di Jepara, omset 250
pengrajin kecil turun dalam beberapa tahun terakhir. Omset berkisar sebesar
Rp 5 juta-Rp 20 juta per pekan turun dibandingkan tahun 2008 berkisar sebesar
Rp 5 juta-15 juta per hari atau mencapai Rp 100 juta per pekan. Berdasarkan
data HIMKI Jepara, pada tahun 2010 jumlah industri furnitur mencapai 5000
usaha, saat ini hanya 700-1200 unit usaha kecil, menengah ataupun besar.
Hal yang sama juga dijelaskan oleh Ketua Umum Koperasi Industri Kerajinan
Mebel DKI Jakarta, Ade Firman. Permasalahan yang dihadapi oleh industri
furnitur di Indonesia yaitu sulitnya menembus aturan-aturan dan regulasi dari
pemerintah seperti perbankan, permodalan yang tersendat-sendat dalam
mendapatkan (Kredit Usaha Rakyat) KUR serta suku bunga pinjaman yang
tinggi. Selain itu juga dalam hal pengadaan bahan baku yang masih sulit.
60
Perdagangan Furnitur di Dalam Negeri
61
Dian Dwi Laksani
62
Perdagangan Furnitur di Dalam Negeri
4.6 Penutup
Prospek pasar furnitur dalam negeri Indonesia memiliki potensi dan peluang
yang besar, mengingat makin bertumbuhnya bisnis perhotelan, restoran,
perumahan termasuk bangunan-bangunan komersial lainnya. Permintaan
produk furnitur di dalam negeri tiap tahun terus mengalami peningkatan.
Namun, permintaan yang tinggi ini tidak mampu diisi seluruhnya dari produk
furnitur dalam negeri. Salah satu pemain di pasar lokal Indonesia yaitu RRT.
Selain itu, dengan hadirnya ritel modern peralatan rumah tangga seperti IKEA
(Swedia) dan Informa (Swiss) juga merebut pasar domestik Indonesia.
63
Dian Dwi Laksani
DAFTAR PUSTAKA
Asosiasi Mebel Indonesia (ASMINDO). (2007). Indonesian Furniture Directory
2007.
Casedemont, David. (2016). CEO Otazen Furnitur. Hasil wawancara pada
Trade Expo Indonesia. Jakarta
Direktur Bina Usaha Hutan Alam Kementerian Kehutanan dalam Syafriani,
Yunida et.al. 2015. Jurnal usu.ac.id
Direktorat Jenderal Industri Agro dan Kimia Departemen Perindustrian (2011).
Roadmap-Furnitur. Diunduh tanggal 3 Oktober 2016 dari rencana.
kemenperin.go.id/index.php/download/category/1-p?download=2% 3Ap.
Ewasechko AC. (2005). Upgrading the Central Java Wood Furniture Industry:
A Value-Chain Approach. Manila, ILO.
Factbook. (2017). Data Penduduk Indonesia. Diunduh tanggal 24 Februari
2017 dari http://www.cia.gov.
Focus Group Discussion (FGD), Kementerian Perdagangan (20 April, 2017).
Tantangan dan Kendala Industri dan Perdagangan Produk Furnitur
Indonesia.
Gunawan, Eddy. (2013). Memperkuat Merk dengan Tiga Jurus Pamungkas.
Diunduh tanggal 20 Oktober 2016 dari www.marketing.co.id.
Global Business Guide Indonesia. (2017). Indonesia’s Furniture Sector: Sitting
Comfortably. Diunduh tanggal 10 Januari 2017 dari www.gbgindonesia.
com.
HIMKI. (2016). Hasil wawancara pada Trade Expo Indonesia, Jakarta
Kementerian Kehutanan. (2013). Statistik Kehutanan Indonesia. Kementerian
Kehutanan. Jakarta
Kementerian Perindustrian. (2013). Statistik Industri. Kementerian
Perindustrian. Diunduh tanggal 3 Oktober 2016 dari www.kemenperin.
go.id/Laporan-Kinerja-Kementerian-Perindustrian-Tahun-2015.
64
Perdagangan Furnitur di Dalam Negeri
65
Foto: Piter (2010).
66
BAB V
PERDAGANGAN LUAR NEGERI FURNITUR
Selfi Menanti
5.1 Pendahuluan
Indonesia dikenal sebagai salah satu negara eksportir utama furnitur di
dunia karena memiliki bahan baku yang berlimpah. Produk furnitur termasuk
dalam empat komoditas ekspor utama Indonesia diluar migas bersama
dengan minyak sawit, tekstil dan karet (Purnomo,et. al.,2011). Industri furnitur
adalah industri yang mengolah bahan baku atau bahan setengah jadi dari
kayu, rotan, dan bahan baku alami lainnya menjadi produk barang jadi.
Industri furnitur tersebar hampir di seluruh propinsi, dengan sentra-sentra
yang cukup besar terletak di Jepara, Cirebon, Sukoharjo, Surakarta, Klaten,
Pasuruan, Gresik, Sidoarjo, Jabodetabek dan lain-lain (Daniel Dimas, 2013).
Indonesia Produk furnitur yang paling banyak diminati baik domestik maupun
internasional adalah furnitur berbahan baku kayu dan rotan, walaupun tidak
menutup kemungkinan permintaan ekspor furnitur dari bahan baku plastik
dan metal.
Pada tahun 2016 nilai perdagangan atau peluang ekspor furnitur dan
kerajinan dunia mencapai USD 131 miliar, namun peranan Indonesia dalam
mengisi pangsa pasar dunia baru ±1,2 %, dimana ekspor Indonesia tahun
2016 sebesar USD 1,6 miliar. Eksportir terbesar furnitur adalah Republik
Rakyat Tiongkok (RRT), diikuti Jerman, Italia, Amerika Serikat, dan Polandia
(Sobur, 2016). Penurunan peringkat Indonesia dalam ekspor furnitur ke dunia
menggambarkan bahwa dalam industri ini tidak hanya menyimpan potensi,
akan tetapi juga tengah menghadapi berbagai permasalahan dan tantangan
yang berdampak pada penurunan ekspor furnitur Indonesia dalam kurun
waktu 15 tahun terakhir.
Dalam bab ini yang dibahas adalah Kinerja Ekspor Impor Furnitur
dan Produk Olahannya, Ekspor Furnitur Indonesia berdasarkan Propinsi,
Ekspor Impor Furnitur Indonesia dan ASEAN, Peta Perdagangan Furnitur
Internasional, Daya Saing Furnitur Indonesia, Kebijakan Terkait Furnitur dan
Kendala Ekspor Furnitur.
67
ekspor rata-rata yaitu sebesar USD 1,9 miliar, namun sempat jatuh di tahun
2009 sebesar USD 1,7 miliar atau menurun sebesar 14,07% dengan neraca
sebesar 11,83%. Hal ini disebabkan karena pada bulan september 2008
terjadi krisis keuangan global (Kompas, 2013). Pada tahun 2010 pernah
terjadi peningkatan yang cukup signifikan dengan angka USD 2,02 miliar atau
meningkat sebesar 18,13%. Hal ini juga berkontribusi positif terhadap neraca
perdagangan yaitu sebesar USD 1,69 miliar atau meningkat sebesar 13,42%
dari tahun sebelumnya. Namun pada tahun 2011 nilai ekspor furnitur menurun
kembali menjadi USD 1,8 miliar. Kondisi ini disebabkan akibat perekonomian
di Eropa dan Amerika yang merupakan pasar utama furnitur sedang tidak
bagus (Kompas, 2013).
Bila dilihat berdasarkan Gambar 5.2, yang paling tinggi nilai ekspornya
adalah furnitur dan bagiannya (tidak termasuk kursi dan medis, bedah,
gigi atau hewan) (HS 9403), dimana nilai ekspor pada tahun 2011 sebesar
USD 1,16 juta dan meningkat lagi sebesar USD 1,25 juta di tahun 2014.
Peningkatan ini di sebabkan oleh pemintaan dunia yang semakin meningkat.
Disusul setelahnya adalah produk Kursi (dapat atau tidak dapat dikonversi ke
tempat tidur dan bagian-bagiannya (tidak termasuk medis) (HS 9401) dengan
nilai ekspor adalah USD 518,18 ribu, produk Kasur (tidak termasuk interior
musim semi untuk kursi), dan Tempat Tidur dan perabotan yang serupa (HS
9404) sebesar USD 43,8 ribu.
68
Gambar 5.2 Ekspor Furnitur Indonesia Berdasarkan Jenis Produk.
Sumber: Trademap (2016), diolah
Impor furnitur Indonesia dari dunia berdasarkan jenis produk jika dilihat dari
Gambar 5.3, yaitu Kursi (HS 9401) mengalami fluktuasi periode tahun 2011
sampai dengan 2015. Bila dilihat angkanya, tahun 2011 sebesar USD 167,52
juta, meningkat ditahun 2013 yaitu USD 231,42 juta tetapi terjadi penurunan
di tahun 2015. Hal ini juga terjadi pada nilai impor Furnitur dan bagiannya
(HS 9403), dimana tahun 2011 sebesar USD 115,96 juta, naik di tahun 2013
sebesar USD 146,39 juta, dan anjlok di tahun 2015 USD 134,88 juta.
69
Ekspor furnitur dengan bahan baku kayu mengalami peningkatan dari tahun
2011 sampai dengan tahun 2015. Berdasarkan Gambar 5.4, pada tahun 2012
nilai ekspornya USD 1,1 miliar atau 18% dan meningkat di tahun 2015 menjadi
USD 1,3 miliar atau naik 22%. Sementara untuk rotan, sejak diberlakukannya
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 35/M-DAG/PER/11/2011, maka ekspor
rotan jenis rotan mentah, rotan asalan, rotan W/S dan rotan setengah jadi
dilarang untuk di ekspor. Hal ini dilakukan agar pesaing industri furnitur Indonesia
khususnya rotan dan bambu tidak berkembang dengan pesat (Yudi Satria, 2014).
Namun ternyata, walaupun kebijakan ini diterapkan, industri furnitur rotan tidak
terlalu berkembang karena daerah penghasil rotan dan daerah industri furnitur
rotan tidak berdekatan. Hal ini dapat dilihat dari hasil ekspor rotan dan bambu
yang berfluktuasi. Pada tahun 2011 nilai ekspor rotan sebesar USD 199,81 juta,
meningkat di tahun 2013 menjadi USD 220,02 juta, namun nilai ekspor anjlok di
tahun 2015 sebesar USD 104,92 juta. Dengan demikian, walaupun harga rotan
mentah naik, namun tidak berpengaruh terhadap nilai ekspor rotan dan bambu
periode 2011-2015.
Sementara itu, nilai ekspor furnitur metal walaupun cukup besar di tahun
2011 sebesar USD 316,81 juta, namun terus menurun selama 4 tahun
menjadi USD 107,08 juta tahun 2015 atau sebesar -66,20%. Berbanding
terbalik, furnitur plastik justru meningkat dari tahun 2011 sebesar USD 24,21
juta menjadi USD 26,78 juta di tahun 2015 atau naik sebesar 10,63%. Bahan
baku ekspor furnitur Indonesia selama ini masih didominasi kayu, metal, rotan
dan bambu, plastik, dan bahan lainnya.
70
bahan baku menjadi hasil akhir atau furnitur untuk diekspor karena dibutuhkan
keterampilan khusus dan skill serta kemampuan dan kemauan yang tinggi.
Ada daerah-daerah tertentu yang sudah dari dulu mampu menghasilkan
furnitur dengan model dan corak yang unik dan disukai oleh para importir
dan ini karena adanya budaya turun temurun dan warisan dari orang tua atau
nenek moyang.
Kabupaten Jepara adalah salah satu kabupaten di provinsi Jawa Tengah
yang memiliki sejarah yang cukup panjang dalam industri furniturnya. Seni
Ukir Jepara sendiri telah dirintis sejak abad ke 7 (Kerajaan Kalingga) dalam
pembuatan rumah tradisional dan kapal. Industri seni ukir berkembang pesat
menjadi industri furnitur yang berciri khas seni ukir jepara pada abad ke 19.
Seiring makin meningkatnya permintaan dari dalam dan luar negeri, industri
ini menjadi sentra industri yang sangat berpengaruh bagi perkembangan
perekonomian wilayah Jepara. Di Jepara, industri kecil berkelompok dalam
suatu sentra pengrajin yang tersebar di beberapa desa dan kecamatan.
Pada tahun 2004, industri furnitur mampu menyerap investasi sebesar 159
miliar dengan total produksi sebesar 787 miliar, dengan melibatkan 3,776 unit
usaha dan 408 eksportir. Dengan total tenaga kerja yang terserap sebesar
60 ribu tenaga kerja. Sepanjang tahun 2015, nilai ekspor ke Amerika Serikat
mencapai USD 26,9 juta. Amerika Serikat menjadi satu-satunya negara di
benua Amerika yang masuk ke dalam 10 besar negara tujuan ekspor furnitur
Jepara. Selain itu, tujuan utama ekspor furnitur Jepara adalah lima negara
Eropa, yaitu Inggris (USD 15,3 juta), Belgia (USD 13,9 juta), Belanda (USD
13 juta), Jerman (USD 8,4 juta), dan Prancis (USD 8 juta). Empat negara lain
adalah Korsel (USD 14,6 juta), Australia (USD 11,9 juta), Taiwan (USD 7,1
juta), dan RRT (USD 6,1 juta) (Bisnis.com, 2016).
71
Jawa Tengah adalah salah satu propinsi di Indonesia yang melakukan
ekspor dengan nilai yang paling tinggi dibandingkan dengan propinsi lain. Hal
ini dikarenakan propinsi ini memiliki bahan baku kayu dan juga sumber daya
manusia yang terampil. Nilai ekspor Jawa Tengah di tahun 2015 adalah USD
510,80 juta. Urutan berikutnya adalah Jawa Timur (USD 540,80 juta), DKI
Jakarta (USD 416 juta), Sumatera Utara (USD 41,20 juta), dan Kepulauan
Riau (USD 18,4 juta). Sisanya sebesar 1% atau sebesar USD 10,63 juta.
72
Gambar 5.6 menunjukkan ekspor Indonesia ke negara ASEAN yang paling
tinggi adalah ke Malaysia sebesar USD 41,4 juta pada tahun 2011 dengan
pangsa pasar sebesar 53%, namun sempat turun menjadi USD 31,8 juta atau
sebesar 39% pada tahun 2014 dan mengalami kenaikan kembali sebesar
USD 39 juta di tahun 2015. Ekspor ke Singapura sebesar USD 24,1 juta
dengan pangsa pasar 31% pada tahun 2011 dan terus mengalami kenaikan
pada tahun 2015 sebesar USD 26,8 juta, diikuti Thailand sebesar USD 13,7
juta pada tahun 2015, Vietnam USD 4,4 juta, Filipina USD 2,4 juta, Brunei
Darussalam sebesar USD 430 ribu, Kamboja USD 2,5 juta dan Laos USD
8,9 ribu.
73
2,8 juta. Berdasarkan data tersebut juga terlihat Indonesia tidak mengimpor
dari Kamboja dan Laos. Data juga menunjukkan impor negara-negara ASEAN
untuk Indonesia trennya semakin menurun.
74
Dari sisi impor dunia, Amerika Serikat adalah salah satu negara importir
furnitur dari dunia yang berada di urutan pertama dengan pangsa ekspor tahun
2015 sebesar 45% atau senilai USD 61,16 miliar, diikuti Jerman sebesar
14% atau senilai USD 19 miliar, Inggris sebesar 8% atau senilai USD 11,45
miliar, Perancis dan Kanada dengan nilai sebesar 7% atau setara USD 9,60
miliar dan USD 9,74 miliar, Jepang sebesar 6% atau senilai USD 7,50 miliar,
Belanda 4% atau sebesar USD 5,68 miliar, Swiss, Australia dan Spanyol
masing-masing sebesar 3% atau sebesar USD 4,07 miliar, USD 4,38 miliar
dan USD 4,07 miliar (Trademap, 2016).
75
Gambar 5.10 Negara Tujuan Ekspor Furnitur Indonesia, 2015.
Sumber: Trademap (2016), diolah
Furnitur Kayu
9403300000 Furnitur kayu dari 7.021.307 11.541.569 12.477.474 13.164.122 10.702.869 12.814.033 3,61
jenis yang di gunakan
di kantor
9403400000 Furnitur kayu dari jenis 14.036.402 20.577.435 21.792.631 21.605.421 16.083.491 15.241.130 4,30
yang di gunakan di
dapur
9403500000 Furnitur kayu dari jenis 57.679.041 62.886.261 58.721.256 52.557.614 45.756.195 44.436.959 12,54
yang di gunakan
di kamar tidur
9403601000 Perabotan kayu lainnya 0 14.181.973 2.118.324 165.359 1.862.699 7.825 0,00
9403609000 Perabotan kayu lainnya 0 283.736.363 283.276.531 299.791.715 289.761.206 260.821.911 73,58
selain kursi
76
Rotan
9403810010 Kamar tidur, ruang 6237.026 10.523.719 9.071.196 7.801.875 6.212.944 5.672.790 1,60
makan set rotan
9403810020 Set kamar tidur dan 0 1.390.025 851.890 565.940 590.439 709.695 0,20
ruang makan dari
bahan lainnya
9403810030 Furnitur plas dari jenis 624.629 83.953 58.198 112.054 17.201 19.384 0,05
yang di gunakan dalam
taman
9403810090 Perabotan lainnya 13.373.246 552.474 242.258 465.779 265.234 208.744 0,06
dari bambu atau rotan
Metal
9403100000 Furnitur logam dari jenis
yang digunakan di kantor 817.089 926.644 1.088.853 934.296 1.032.870 909.884 0,26
9403209000 Furnitur logam lainnya 0 7.747.509 6.715.076 5.510.332 3.372.871 3.866.910 1,09
Plastik
9403701000 Perabotan plastik 0 62.352 25.016 13.326 32.452 4.469 0,00
untuk alat bantu bayi
berjalan
9403702000 Furnitur plastik untuk 0 6.064 7.650 141 350 66 0,00
lemari asap
9403709000 Furnitur plastik lainnya 0 6.222.767 5.174.340 6.367.040 3.790.443 3.523.251 0,99
9403909000 Bagian lain dari furnitur 0 4.581.612 2.059.386 2.303.832 5.143.162 6.229.993 1,76
77
Furnitur rotan
940151 Kursi dari bambu atau rotan 60.123 63.517 59.314
940159 Kursi tebu, osier, atau bahan yang serupa (berurut bambu atau rotan) 76.19 71.091 39.313
Furnitur kedokteran
940210 Furnitur kedokteran, dokter gigi, cukur atau serupa kursi dan bagiannya, 0.059 0.024 0.013
940290 Furnitur kedokteran, bedah, perawatan gigi atau kedokteran hewan 0.608 0.61 0.59
Furnitur lainnya
940110 Kursi pesawat 0 0.032 0.137
940120 Kursi kendaraan bermotor 1.294 0.945 0.059
940130 Kursi putar dan dapat di atur ketinggian 0 0.008 0
940140 Kursi selain kursi taman atau peralatan kemah 0.038 0.033 0.001
940150 Kursi dari tebu, osier, bambu, atau bahan yang serupa 0 0 0
Jika dilihat berdasarkan Tabel 5.2, produk furnitur Indonesia yang berdaya
saing atau bernilai ≥ 1 di pasar dunia pada tahun 2013 adalah furnitur dari
bahan kayu dan furnitur rotan. Furnitur dari bahan kayu meliputi furnitur kayu
(HS 9403.60), kursi dengan bingkai kayu (HS 9401.69),Kursi dengan bingkai
kayu kain (HS 9401.61) dan furnitur rotan yaitu kursi dari bambu atau rotan
(HS 9401.51), Kursi tebu osier atau bahan yang serupa (berurut bambu atau
rotan) (HS 9401.59).
Produk furnitur Indonesia yang berdaya saing di pasar global dengan nilai
indeks yang paling besar di tahun 2013 adalah furnitur rotan HS 9401.59 (Kursi
dari bambu atau rotan)d engan nilai indeks 76,19. Namun nilai indeksnya
menurun di tahun 2015 sebesar 39,313. Begitu juga dengan HS 9401.51
(Kursi dari bambu atau rotan) ditahun 2013 nilai indeks 60,123, menurun
ditahun 2015 sebesar 59.314. Sementara itu, produk furnitur kayu Indonesia
yang berdaya saing di pasar global adalah HS 9401.69 (Kursi dengan bingkai
kayu) dengan nilai indeks 6.595 pada tahun 2013 dan meningkat menjadi
sebesar 11.062 pada tahun 2015. Peningkatan yang sama juga terjadi pada
HS9401.61(Kursi dengan bingkai kayu, kain nes).
78
Tabel 5.3 Daya Saing Produk Furnitur RRT di Dunia
Produk RCA
Kode 2013 2014 2015
HS Total 1 1 1
Furnitur kayu
940360 Furnitur kayu 0.168 0.199 0.172
940169 Kursi dengan rangka kayu 0.175 0.225 0.174
940330 Furnitur kantor kayu 0.335 0.439 0.382
940340 Furnitur dapur kayu 0.276 0.293 0.268
940350 Furnitur kamar tidur kayu 0.158 0.178 0.117
940161 Kursi dengan rangka kayu 0.177 0.199 0.172
Furnitur rotan
940151 Kursi dari bambu atau rotan 0.123 0.232 0.283
940159 Kursi tebu, dll, di luar kursi bamboo-rotan 0.073 0.118 0.493
Furnitur metal, plastik dan lain-lain
940171 Kursi dengan rangka logam, di lapis, diluar HS 9402 0.166 0.188 0.207
940179 Kursi dengan rangka logam lainnya 0.172 0.338 0.268
940180 Kursi lainnya di luar HS 9402 0.625 0.711 0.641
940190 Bagian dari kursi di luar HS 9402 0.322 0.431 0.578
940310 Furnitur kantor dari logam 1.572 1.908 1.842
940320 Furnitur logam 0.537 0.694 0.594
940370 Furnitur plastik 0.881 0.966 0.849
940380 Furnitur berbahan lain termasuk bamboo dan lainnya 0 0 0
940389 Furnitur dari batang tumbuhan tak bercabang (bukan dari bamboo dan rotan) 0.192 0.153 0.21
940390 Bagian furnitur 0.323 0.434 0.407
Furnitur kedokteran
940210 Furnitur kedokteran, dokter gigi, cukur atau serupa kursi dan bagiannya, 0.482 0.579 0.388
940290 Furnitur kedokteran, bedah, perawatan gigi atau kedokteran hewan 1.363 1.645 1.374
Furnitur lainnya
940110 Kursi Pesawat 14.848 16.629 16.335
940120 Kursi kendaraan bermotor 1.5 1.676 1.208
940130 Kursi putar dan dapat di atur ketinggian 0.408 0.428 0.455
940140 Kursi selain kursi taman atau peralatan kemah 0.062 0.072 0.0985
940150 Kursi dari tebu, osier, bambu, atau bahan yang serupa 0 0 0
Produk furnitur RRT di pasar internasional yang berdaya saing atau ≥ 1 jika
di lihat berdasarkan tabel 5.3 diatas adalah jenis produk furnitur lainnya HS
940110 (kursi pesawat), dimana terjadi peningkatan dari tahun 2013 dengan
nilai indeks 14,848, meningkat lagi menjadi 16,69 pada tahun 2014 dan
sempat menurun di tahun 2015 menjadi 16,335 namun masih tetap unggul
bila di bandingkan dengan tahun 2013.
Berdasarkan perhitungan RCA ini kita bisa melihat bahwa indonesia
memiliki daya saing yang tinggi dari produk furnitur berbahan baku kayu dan
rotan di pasar internasional. Sementara itu, nilai indeksnya rendah pada produk
furnitur berbahan baku plastik, metal, dan furnitur lainnya. Jika dibandingkan
dengan RRT, Indonesia lebih unggul karena RRT memiliki nilai indeks yang
rendah di hampir semua produk furnitur. Hanya satu yang memiliki nilai indeks
tinggi di RRT yaitu furnitur lainnya HS 940110 (seats aircraft/kursi pesawat).
79
5.7 Kebijakan Legalitas Kayu untuk Perdagangan Furnitur
Perusakan hutan masih terus berlangsung hingga kini. Selama kurun waktu
15 tahun terakhir kerusakan hutan dunia mencapai 148 juta hektar, dimana
Indonesia di posisi ke dua setelah Brazil dengan kerusakan hutan sebesar 28
juta hektar (Antara News, 2015). Hal ini membuat kayu dan hasil olahannya
tidak mau di terima oleh negara-negara di dunia, oleh karena itu pemerintah
merancang satu sistem yaitu Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) atau
Timber Legality Assurance Standard (TLAS). SVLK adalah Sistem yang di
terapkan oleh pemerintah untuk memastikan keberlanjutan hutan indonesia
melalui perdagangan produk kayu secara legal dan mencegah terjadinya
penebangan liar (illegal logging), SVLK ini di kembangkan untuk mendorong
implementasi peraturan pemerintah yang berlaku terkait perdagangan dan
peredaran hasil hutan di Indonesia, di mana SVLK mulai berlaku sesuai
dengan penjelasan dalam pasal 20 Peraturan Menteri Kehutanan No. 38/
menhut-II 2009 peraturan ini berlaku pada saat diundangkan 12 Juni 2009
dan mulai dilaksanakan pada tanggal 1 September 2009.
Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) merupakan sistem pelacakan
yang disusun secara multistakeholder untuk memastikan legalitas sumber
kayu yang beredar dan diperdagangkan di Indonesia. Manfaat SVLK yaitu
membangun suatu alat verifikasi legalitas yang kredibel, efisien dan adil
sebagai salah satu upaya mengatasi persoalan pembalakan liar, SVLK
juga memberikan kepastian bagi pasar di Eropa, Amerika, Jepang, dan
negara-negara tetangga bahwa kayu dan produk kayu yang di produksi oleh
Indonesia merupakan produk yang legal dan berasal dari sumber yang legal,
menjadikan SVLK sebagai satu-satunya sistem legalitas untuk kayu yang
berlaku di Indonesia, karena selama ini di mata dunia khususnya negara-
negara Uni Eropa tidak mau menerima kayu Indonesia. Peraturan Menteri
Kehutanan tersebut kemudian dijabarkan lagi dalam Peraturan Dirjen Bina
Produksi Kehutanan Nomor: P.6/VI-Set/ 2009 tentang Standard dan Pedoman
Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas
Kayu pada Pemegang Izin atau Hak Hutan.
SVLK harus dikembangkan guna mendorong implementasi peraturan
pemerintah yang berlaku terkait perdagangan dan peredaran hasil hutan yang
legal di Indonesia. SVLK memberantas illegal logging dan meningkatkan
daya saing produk serta meningkatkan penerimaan produk Indonesia di pasar
luar negeri. Secara umum, Peraturan Menteri Perdagangan No. 12/M-DAG/
PER/2/2017 berisi tentang pengelompokan produk yang wajib menggunakan
dokumen V-Legal, dimana semua kelompok jenis olahan kayu telah diwajibkan
menggunakan dokumen V-Legal. Penerbitan V-Legal merupakan hak bagi
80
semua pelaku usaha yang telah memiliki Sertifikat Legalitas Kayu (SLK).
Indonesia memasuki babak baru, konsistensi pemerintah Indonesia dalam
membangun dan menerapkan sertifikasi legal untuk semua produk kayu.
Implikasi dari kebijakan ini adalah semua pelaku usaha kayu wajib memiliki
sertifikat Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK).
Forest Law Enforcement, Governance, and Trade (FLEGT) merupakan
kebijakan Uni Eropa terhadap masalah pembalakan liar dan perdagangan
produk hasil hutan yang terjadi secara global. Indonesia merupakan negara
pertama yang memiliki lisensi FLEGT. Dimana setelah melalui proses selama
sembilan tahun dan akhirnya berlaku pada tahun 2016 bulan November,
dengan sertifikasi ini produk kayu Indonesia tidak perlu lagi mengikuti uji
kelayakan yang ketat yang di terapkan oleh Uni Eropa dan hal ini di perkirakan
akan meningkatkan ekspor produk kayu Indonesia ke negara-negara Uni
Eropa.
Peraturan Menteri Perdagangan No. 64/M-DAG/PER/10/2012 tentang
ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan mengalami perubahan
beberapa kali diantaranya Peraturan Menteri Perdagangan No. 81/M-DAG/
PER/12/2013, Peraturan Menteri Perdagangan No. 97/M-DAG/PER/12/2014
tentang ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan, Peraturan Menteri
Perdagangan No. 66/M-DAG/PER/8/2015, Peraturan Menteri Perdagangan
No. 84/M-DAG/PER/12/2016 dan di lakukan perubahan lagi dengan Peraturan
Menteri Perdagangan No. 12/M-DAG/PER/2/2017 tentang ketentuan ekspor
produk industri kehutanan. Setelah di berlakukannya Peraturan Menteri
Perdagangan ini volume ekspor produk industri kehutanan ke Uni Eropa pada
tahun 2016 mencapai USD 868.850 juta, sementara pada periode januari
hingga mei 2017, nilai lisensi FLEGT yang sudah di terbitkan mencapai USD
590.562 juta atau lebih dari separuh pencapaian ekspor tahun lalu dan hal ini
akan berpengaruh pada peningkatan ekspor furnitur.
81
berpengaruh terhadap biaya trasportasi pada saat pengiriman barang ekspor
dan pengiriman biaya bahan baku dari daerah terbilang mahal, adanya
ketergantungan terhadap tingkat perekonomian dunia dan juga tingginya
biaya bunga bank bagi mereka yang mau berinvestasi di Indonesia, dimana
bunga bank dalam negeri mencapai 12% sedangkan di Malaysia hanya 5%.
Banyaknya regulasi yang dinilai menghambat ekspor furnitur juga dikeluhkan
oleh pengusaha dari berbagai daerah. Selain itu hingga saat ini belum ada
pusat penyedia perlengkapan furnitur.
Kebijakan yang menghambat lainnya antara lain persoalan perizinan. Saat
ini para pengusaha furnitur resah sebab lokasi produksi mereka tidak lagi masuk
dalam kawasan industri sehingga pengusaha kesulitan ketika ingin memenuhi
persyaratan sertifikasi kualifikasi ekspor. Salah satu syarat kualifikasi ekspor
dimulai dari izin penggunaan lahan, dan karena izin mendirikan bangunan
dalam penggunaan lahan sulit, maka pengurusan sertifikasi ekspor seperti
sertifikat verifikasi legal kayu (SVLK) juga terhambat. Akibatnya, mereka akan
mengalami hambatan dalam melakukan ekspor. Dampaknya, kinerja ekspor
mebel dan kerajinan tahun 2016 menjadi stagnan (okezone.com, 2016).
5.9 Penutup
Indonesia harusnya menjadi negara pengekspor furnitur terbesar karena
memiliki hutan yang luas dengan kekayaan ragam kayu dan rotan serta serat
alam sehingga Indonesia berpotensi menghasilkan desain yang unik. Tenaga
kerja furnitur Indonesia mulai dari yang terampil hingga tidak terampil tersedia
dan tergolong sangat murah jika dibandingkan dengan tenaga kerja sejenis di
negara lain. Hal ini memungkinkan furnitur Indonesia juga bisa bersaing dalam
harga. Namun, produk furnitur Indonesia di pasar Internasional, nampaknya
belum terlalu menonjol. RRT, Jerman, Italia, dan Amerika Serikat masih
menjadi pemasok utama produk furnitur di dunia selama lima tahun terakhir.
Sistem Verifikasi Legalitas kayu (SVLK) harus di kembangkan guna
mendukung peraturan pemerintah yang berlaku terkait perdagangan dan
peredaran hasil hutan yang legal di Indonesia. Adanya lisensi Forest Law
Enforcement Governance and Trade Voluntary Partnership Agreement
(FLEGT-VPA) yang dikeluarkan oleh Uni Eropa di Brussels, Belgia pada 28
November 2016, mendorong agar keunggulan komparatif produk kayu asal
Indonesia bisa dimanfaatkan untuk meraih pasar yang lebih besar di Uni
Eropa.
Para pengrajin dan pengusaha juga harus melihat selera konsumen dari
segi desain dan harga. Selain itu dibutuhkan inovasi, teknologi yang canggih
serta kreativitas dan bahan yang digunakan. Industri furnitur memerlukan
82
perhatian khusus dari pemerintah, diantaranya dengan penurunan suku bunga
kredit menjadi single digit, bantuan alat-alat produksi secara merata sehingga
menopang terjadinya proses produksi yang lebih cepat dan efisien sehingga
indonesia dapat bersaing dengan negara-negara lainnya. Pemerintah juga
harus membuka pasar-pasar ekspor baru tujuan ekspor furnitur sebagai pasar
alternatif yang berada di kawasan Amerika Latin, Afrika dan Eropa Timur.
DAFTAR PUSTAKA
Antaranews (2015). Kerusakan hutan Indonesia nomor dua di dunia. Di unduh
pada 19 Juni 2017 melalui http://www.antaranews.com/berita/495645/
kerusakan-hutan indonesia-nomor-dua-di-dunia
Asosiasi Mebel dan Kerajinan Indonesia (2015). Road Map Industri Mebel
dan Kerajinan Indonesia. Diambil pada buku Road Map Industri Mebel
dan Kerajinan Indonesia Target pencapaian Ekspor 5 Milyar USD.
Bisnis. (2016). Hebat, Mebel Ukir Jepara Andalan Ekspor ke Amerika.
Diunduh pada 27 April 2017 melalui http://industri.bisnis.com/read/
20160223/87/521885/hebat-mebel-ukir-jepara-andalan-ekspor-ke-
amerika
Daniel Dimas (2013). Bab 1 pendahuluan 1.1 Latar Belakang Industri
Furnitur. Di unduh pada 16 September 2016 melalui http://e-journal.uayj.
ac.id/4450/2/1EP17948.pdf. http://indonesia-product.com/forum/index.
php?topic=2278.0
ETD UGM (2012). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia.
Di unduh pada 30 Mei 2017 melalui etd.repository.ugm.ac.id/
downloadfile/97927/.../S1-2016-318738-Chapter1.pdf
Detik finance (2014). Mengurai Penyebab Kalahnya Ekspor Produk Kayu RI
dari China. Diunduh pada 19 Juni 2017 melalui https://finance.detik.com/
industri/2522487/mengurai-penyebab-kalahnya-ekspor-produk-kayu-ri-
dari-china
Jusufkalla.info (2016). Pesaingan Industri Furnitur Semakin Ketat, harus
lebih kreatif. Diunduh pada 28 oktober 2016 melalui http:// jusufkalla.
info/archives/2016/03/11/persaingan-industri-furnitur-ketat-harus-lebih-
kreatif.
Kementerian Perdagangan (2017). Permendag No 12/M-DAG/PER/2/2017.
Di unduh pada 19 juni 2017 http://peraturan.bcperak.net/peraturan-
menteri-perdagangan-nomor-12m-dagper22017.
83
Kementerian Perindustrian (2012a).Laporan Kinerja Sektor Industri dan
Kinerja Kementerian Perindustrian. Di unduh pada 18 November melalui
https://www.google.com/search?q=Laporan+Kinerja+Sektor+Industri+d
an+Kinerja+Kementerian+Perindustrian+Tahun+2012.+Kementerian+P
erindustrian.&ie=utf-8&oe=utf-8&client=firefox-b-ab.
Kementerian Perindustrian. (2015b). Industri Mebel Optimis Kuasai ASEAN.
Di unduh pada 16 mei 2017 melalui http://www.kemenperin.go.id/
artikel/9642/Industri-Mebel-Optimis-Kuasai-ASEAN
Kementerian Perindustrian. (2017c). Kondisi Industri Furnitur di Indonesia.
Hasil Pembahasan Info Komoditi Furnitur. Jakarta
Kementerian perindustrian (2016d). Ekspor Furnitur dan Kerajinan Dibidik
US$ 2,8 Miliar. Di unduh pada 15 Juni 2017 http://www.kemenperin.go.id/
artikel/14771/Ekspor-Furnitur-dan-Kerajinan-Dibidik-US$-2,8-Miliar
Kompas. (2017a). Industri Mebel Terpuruk. Di unduh pada 7 juni 2017 melalui
https://kompas.id/baca/utama/2017/03/27/industri-mebel-terpuruk/
Kompas. (2017b). Positif, Dampak Lisensi Legalitas Kayu ke Uni Eropa. Di
unduh pada 7 juni 2017 melalui https://kompas.id/baca/nusantara/.../
positif-dampak-lisensi-legalitas-kayu-ke-uni-eropa.
Kompas. (2017c). Produk kayu Indonesia Berlisensi tiba di London. Di
unduh pada 13 Februari 2017 melalui http://bisniskeuangan.kompas.
com/read/2017/01/17/180000626/produk.kayu.indonesia.berlisensi.tiba.
di.london.
Kompas. (2013d). Ekspor Furnitur 2012 Membaik. Di unduh pada 15 Juni 2017
melalui http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/03/11/13272139/
Ekspor.Furnitur.2012.Membaik
MuriaNewsCom. (2014). Ekspor Mebel Terjun ke Urutan 18. Di unduh pada
17 Mei 2017 melalui http://www.murianews.com/2014/08/23/5825/
ekspor-mebel-terjun-ke-urutan-18.html Indonesia bisnis.Potensi Bisnis
Furnitur di Indonesia (2012). Di unduh pada 28 November melalui http://
indonesia-product.com/forum/index.php?topic=2278.0
Okezone. (2016). Pertumbuhan Ekspor Mebel masih Stagnan. Di
unduh pada 15 April melalui http://economy.okezone.com/
read/2016/08/26/320/1473607/pertumbuhan-ekspor-mebel-masih-
stagnan
Republika (2015a). Ini sejumlah kendala Ekspor Furnitur Indonesia. Di unduh
pada 21 Maret 2017 melalui http://www.republika.co.id/ berita/ekonomi/
makro/15/03/17/ nlcpzr-ini-sejumlah-kendala-ekspor-furniturindonesia
84
Republika (2017b). Di Hadapan Presiden, HIMKI Keluhkan Hambatan Ekspor
Furnitur . Di unduh pada 23 Maret melalui http://www.republika.co.id/
berita/ekonomi/makro/17/03/11/omngg6415-di-hadapan-presiden-himki-
keluhkan-hambatan-ekspor-furnitur
Sindonews (2016) Dapat Lisensi FLEGT Produk Kayu Indonesia Makin di
Minati Uni Eropa. Di unduh pada 3 Maret 2017 melalui https://ekbis.
sindonews.com/read/1159254/34/dapat-lisensi-flegt-produk-kayu-
indonesia-makin-diminati-uni-eropa-1480439143
Sofiana, Yunida.(2011). Analisis Strategi Peningkatan Produksi Mebel di
Sentra Industri Kayu. Diunduh pada 23 Maret melalui http://research-
dashboard.binus.ac.id/uploads/paper/document/publication/Proceeding/
H u m a n i o r a / Vo l . % 2 0 2 % 2 0 N o . % 2 0 1 % 2 0 A p r i l % 2 0 2 0 11 / 0 1 % 2 0
-20Yunida%20Sofiana%20-%20OK.pdf
Trade Map. (2016a). Data Ekspor dan Impor data Dunia. Di unduh tanggal 7
September 2016 melalui http://www.trademap.org
Trade Map (2017b). Data Negara tujuan Ekspor Indonesia. di unduh tanggal
19 Juni 2017 melalui http://www.trademap.org
Yudi Satria (2014). Jurnal Dampak Kebijakan Larangan Ekspor Rotan Mentah
Terhadap Industri Furnitur Rotan Indonesia 2011-2012. Diunduh pada
7 Juni 2017 melalui https://jom.unri.ac.id/index.php/JOMFSIP/article/
viewFile/2439/2375
85
Niki Barenda Sari
BAB VI
PELUANG DAN TANTANGAN PRODUK FURNITUR
INDONESIA
Niki Barenda Sari
6.1 Pendahuluan
Produk furnitur Indonesia dapat dikatakan sebagai sektor andalan bagi
Indonesia, baik sebagai penghasil devisa negara maupun sebagai penyerap
tenaga kerja. Sebagai penghasil devisa negara, ekspor furnitur termasuk
dalam 20 besar dalam deretan industri penyumbang devisa negara pada
tahun 2015 (BPS, 2016). Salah satu faktor pendukungnya adalah karena
mudahnya memperoleh bahan baku. Indonesia memiliki kekayaan alam yang
berlimpah, seperti kayu dan rotan yang digunakan sebagai bahan baku utama
furnitur. Indonesia termasuk negara penghasil kayu dan rotan terbesar di
dunia. Dengan posisi tersebut, Indonesia mampu memproduksi produk kayu
dan turunannya, termasuk furnitur.
Sebagai penyerap tenaga kerja, dapat dikatakan bahwa industri furnitur
memberikan kontribusi cukup signifikan bagi penyediaan lapangan pekerjaan di
sektor industri. Dilihat dari jumlah tenaga kerja berdasarkan lapangan pekerjaan
utama, sektor industri secara keseluruhan menyerap 13,3% tenaga kerja
nasional atau mencapai 15,3 juta orang. Industri furnitur merupakan industri
padat karya yang berkontribusi menciptakan lapangan pekerjaan bagi 500
ribu tenaga kerja dan 2,5 juta tenaga kerja tidak langsung atau sebesar 19,6%
dari total tenaga kerja sektor industri. Selain itu, Asosiasi Mebel dan Kerajinan
Indonesia (AMKRI) mencatat setiap pertumbuhan ekspor USD 1 miliar dapat
menyerap 400.000-500.000 tenaga kerja (AMKRI, 2015). Artinya, penyerapan
tenaga kerja di sektor industri manufaktur masih terus dapat didorong dengan
menguatkan peran ekspor.
Namun demikian, posisi produk furnitur Indonesia di pasar internasional
nampaknya belum terlalu menonjol. RRT, Jerman, Italia, Polandia, dan
Amerika Serikat masih menjadi pemasok utama produk furnitur di dunia selama
lima tahun terakhir, sementara Indonesia menempati urutan ke-19, bergerak
turun dari posisi ke-17 pada tahun 2013. Tentu ke depannya, sektor furnitur
Indonesia perlu dimaksimalkan dengan mengentaskan berbagai masalah dan
hambatan yang terjadi sehingga sektor ini bisa menjadi alternatif penopang
ekspor non migas kita di tengah lesunya perkembangan ekspor produk utama
di pasar internasional. Peluang untuk meningkatkan ekspor furnitur pun masih
terbuka lebar. Kebutuhan dunia terhadap furnitur cenderung meningkat dari
86
Peluang dan Tantangan Produk Furnitur Indonesia
tahun ke tahun, hal ini menandakan peluang pasar yang cukup besar di pasar
internasional. Selain itu, pasar domestik juga tidak kalah penting. Masuknya
berbagai produk furnitur asing di Indonesia menjadi pemicu bagi industri
furnitur dalam negeri untuk meningkatkan daya saing dan mempertahankan
pasar domestik.
Dalam bab ini selanjutnya dibahas lebih detail mengenai peluang
pengembangan furnitur dan peningkatan ekspor furnitur yang dapat
dimanfaatkan oleh para stakeholder terkait. Selain itu, juga diulas mengenai
berbagai permasalahan dan tantangan dalam pengembangan furnitur, serta
kebijakan terkait furnitur yang memiliki pengaruh, baik dalam pengembangan
furnitur maupun dalam upaya peningkatan ekspor furnitur di masa yang akan
datang.
87
Niki Barenda Sari
88
Peluang dan Tantangan Produk Furnitur Indonesia
89
Niki Barenda Sari
impor tempat tidur kayu lebih tinggi dan ini mengindikasikan bahwa disamping
kualitas, harga sangatlah menentukan tingkat permintaan impor tempat tidur
kayu. Produk furnitur Indonesia, khususnya tempat tidur kayu, perlu menaruh
perhatian lebih pada strategi harga agar dapat merebut pangsa pasar di
Amerika Serikat. Selain tempat tidur kayu, berdasarkan hasil analisis tren
industri furnitur di Amerika Serikat pada tahun 2015, memang pertumbuhan
permintaan furnitur didorong oleh pertumbuhan permintaan produk furnitur
untuk kamar tidur dan ruang tamu. Berdasarkan International Sleep Products
Association dalam CIT (2015a), penjualan kasur pada bulan Juli 2015 tumbuh
4,2% dibanding tahun lalu. Hal ini dipicu antara lain karena munculnya
teknologi baru dan pemain baru di pasar tersebut.
Namun demikian, kita perlu mewaspadai pesaing utama yakni RRT. Masih
berdasarkan hasil penelitian yang sama (Wan, Sun dan Grebner, 2010),
tingkat elastisitas impor tempat tidur kayu asal RRT sangat rendah atau
inelastis. Permintaan impor tempat tidur kayu asal RRT tidak lagi bergantung
pada harga, inilah yang menyebabkan permintaan impor asal RRT tetap tinggi
meskipun telah dikenakan BMAD.
Hasil analisis tren industri furnitur di Amerika Serikat tahun 2015
menunjukkan bahwa kondisi ekonomi RRT baru-baru ini dapat memberikan
pengaruh baik bagi RRT sebagai pemasok produk furnitur di Amerika Serikat,
dan sebaliknya dapat membahayakan posisi Indonesia dan Vietnam sebagai
pemasok. Akibat pelemahan nilai tukarnya, produk furnitur RRT menjadi
jauh lebih kompetitif dibanding produk furnitur asal Indonesia dan Vietnam.
Padahal, beberapa pabrik furnitur di Amerika Serikat telah mengalihkan
sumber pasokannya dari RRT ke pemasok asal Indonesia dan Vietnam.
Dengan kembali masuknya produk furnitur asal RRT yang lebih murah,
di satu sisi memberi keuntungan bagi konsumen Amerika Serikat karena
mendapatkan pasokan yang lebih kompetitif. Namun demikian, keadaan ini
justru memberi tekanan bagi produk furnitur Indonesia untuk bersaing dengan
lebih ketat dan mempertahankan pangsa pasarnya (CIT, 2015b).
6.2.2 Indonesia Perlu Melirik Pasar Furnitur di Uni Emirat Arab dan Arab
Saudi
Permintaan ekspor furnitur Indonesia dari mitra utama seperti Jepang,
Perancis, Belanda dan Jerman tengah mengalami kelesuan dalam lima tahun
terakhir yang tercermin dari turunnya permintaan furnitur Indonesia di masing-
masing negara tersebut sebesar -9,6%, -2,8%, 4,7%, dan 4,1% (Trademap,
2016b). Bukan hanya dari Indonesia, permintaan furnitur secara umum di
negara tersebut juga mengalami penurunan yang cukup signifikan pada tahun
90
Peluang dan Tantangan Produk Furnitur Indonesia
91
Niki Barenda Sari
yang kini lebih mengarah pada belanja untuk produk-produk yang berkaitan
dengan rumah, seperti dapur dan kamar mandi. Masyarakat UEA lebih
memilih untuk berinvestasi dengan membeli produk-produk berkualitas tinggi
sehingga tahan lama. Selera pasar furnitur di UEA juga sangat beragam
karena karakteristik demografi UEA yang terdiri dari sekitar 170 kebangsaan.
Hal ini membuka peluang yang besar bagi furnitur Indonesia yang memiliki ciri
khas tersendiri untuk mengisi kebutuhan pasar furnitur di UEA.
Selain untuk memenuhi kebutuhan domestik, permintaan furnitur yang
tinggi juga disebabkan oleh peran UEA sebagai hub bisnis di kawasan
Timur Tengah. Kegiatan re-ekspor, sebagaimana di negara hub lainnya,
menjadi salah satu kegiatan utama bagi perekonomian UEA. Impor furnitur
yang tinggi, tidak serta merta diserap sepenuhnya oleh konsumsi domestik
melainkan diekspor kembali ke negara lainnya. Ekspor furnitur UEA, yang
tercatat sebagai penghasil devisa yang cukup besar bagi perekonomian UEA,
nilainya mencapai USD 215,7 juta pada tahun 2015. Namun nilai ini jauh
lebih kecil dibanding ekspor tahun sebelumnya yang mencapai USD 395,2
juta, turun 45,4% atau turun 14,3% selama lima tahun terakhir. Pasar ekspor
utama produk furnitur UEA adalah Qatar, Oman, Arab Saudi, Iran, Irak dan
Libya (Trademap, 2016c).
Sebagai negara importir sekaligus eksportir utama furnitur dan produk
kayu di kawasan arab, UEA berpotensi menjadi hub bisnis furnitur di kawasan
Timur Tengah dan Afrika. Namun, jika dilihat dari kinerja ekspornya tahun
2015 yang mengalami penurunan drastis sementara impornya tumbuh pesat,
disinyalir kegiatan re-ekspor beralih ke penyerapan impor furnitur di dalam
negeri.
Indonesia bisa memanfaatkan peluang ini untuk mengembangkan produk
furniturnya ke pasar UEA. Hingga saat ini, posisi Indonesia sebagai pemasok
furnitur di UAE masih sebesar 2% dari total impor furnitur UEA pada tahun
2014 atau menempati urutan ke-10. Sementara UEA sendiri juga belum
menjadi pasar utama bagi ekspor furnitur Indonesia dan menempati urutan
ke 17 atau nilainya baru mencapai 1,0% dari total ekspor furnitur Indonesia
(Trademap, 2016b).
Selain UEA, pasar ekspor lainnya yang sedang bergeliat adalah Arab
Saudi. Permintaan impor furnitur Arab Saudi terus tumbuh pada level 10,9%
selama 2011-2015, merupakan pertumbuhan yang tinggi bila dibandingkan
dengan negara—negara lain yang justru memperlihatkan pelemahan. Tak
heran jika permintaan furnitur Arab Saudi diprediksi akan tumbuh 11% selama
2017-2022 (Decofair, 2017).
92
Peluang dan Tantangan Produk Furnitur Indonesia
Industri furnitur telah menjadi industri yang paling bergairah dan paling
cepat pertumbuhannya di kawasan. Pertumbuhan real-estate dan peningkatan
permintaan properti perumahan, serta peningkatan investasi di sektor
pariwisata, pendidikan, dan kesehatan seiring dengan inisiasi pemerintah
untuk membangun infrastruktur sosial-ekonomi, menjadikan pasar furnitur di
Arab Saudi semakin terbuka lebar (Decofair, 2017).
Proyeksi permintaan furnitur yang tinggi di Arab Saudi tersebut memberi
angin segar bagi industri furnitur Indonesia untuk mengespansi eskpor ke
negara alternatif ini. Sama seperti UEA, Arab Saudi bukanlah negara utama
tujuan ekspor furnitur Indonesia. Pada tahun 2015, ekspor furnitur Indonesia
ke Arab Saudi baru mencapai USD 9,5 juta, menempati urutan ke 21 dari total
ekspor furnitur. Capaian ekspor yang jauh lebih tinggi dibandingkan ekspor
furnitur ke Arab Saudi tahun-tahun sebelumnya yang berada di kisaran USD
4-5 juta berhasil mendongkrak tren pertumbuhan ekspor ke Arab Saudi dalam
lima tahun terakhir tumbuh 12,0% (Trademap, 2016b).
Sejalan dengan hal tersebut, Indonesia juga belum menjadi pemasok
utama furnitur di Arab Saudi. Negara RRT, Italia, Amerika Serikat, Turki, dan
Mesir merupakan pemasok utama yang berkontribusi 68,2% terhadap impor
furnitur Arab Saudi. Kinerja impor furnitur asal negara tersebut sangat baik
dalam lima tahun terakhir. Kecuali impor asal Amerika Serikat yang mengalami
penurunan 14,6% di tahun 2015, impor asal negara lainnya meningkat
signifikan terutama dari Italia dan Turki yang naik masing-masing 26,1% dan
54,2% dibanding tahun sebelumnya. Impor furnitur asal Indonesia juga masih
tumbuh tinggi dalam lima tahun terakhir pada level 19,1%, dan bahkan pada
tahun 2015 meningkat tajam 53,4% dibanding tahun sebelumnya (Trademap,
2016d). Hal ini menjadi peluang bagi Indonesia untuk terus mengembangkan
dan meningkatkan ekspor furnitur ke Arab Saudi dan mengambil pangsa
pasar dari negara pemasok lainnya.
6.2.3 Meskipun Lesu, Peluang Pasar Furnitur di Eropa Masih Ada Harapan
Sebagaimana disebutkan sebelumnya, bahwa ekspor furnitur Indonesia
ke beberapa negara tujuan utama sedang mengalami penurunan diantaranya
adalah negara-negara di Eropa. Sembilan dari dua puluh negara tujuan
utama ekspor furnitur merupakan negara Eropa, yaitu Perancis, Inggris,
Belanda, Belgia, Italia, Spanyol, Swedia, Denmark, dan Rusia. Hanya
ke empat diantara negara Eropa tersebut yang kinerja ekspor furnitur kita
masih menunjukkan pertumbuhan positif yaitu Inggris, Swedia, Denmark,
dan Rusia masing-masing tumbuh 1,3%, 3,9%, 11,3%, dan 0,2%, sementara
selebihnya menunjukkan tren negatif selama lima tahun terakhir (Trademap,
93
Niki Barenda Sari
94
Peluang dan Tantangan Produk Furnitur Indonesia
95
Niki Barenda Sari
dikuasai oleh satu produsen lokal terbesar (Olympic dari PT Cahaya Sakti
Multi Intraco (CASMI)). Dilihat dari Top Brand Index (TBI), kategori furnitur
knock down didominasi oleh merek Olympic (67%) di tahun 2015, diikuti oleh
merek Ligna (11,2%) di posisi kedua. Dalam 10 terakhir, kategori furnitur
knock down memang dikuasai oleh Olympic dengan indeks di atas 50%, dan
mencapai puncak indeksnya pada tahun 2011 yang mencapai 80,4% (Top
Brand Award, 2015). Masuknya produsen asing asal Swedia IKEA, yang
juga berada pada kategori furnitur knock down menjadi perhatian tersendiri
bagi produsen lokal seperti Olympic dan Ligna. Oleh karena itu, produsen
lokal perlu menyiapkan strategi untuk bisa tetap mempertahankan pangsa
pasarnya dalam menghadapi pesaing baru.
96
Peluang dan Tantangan Produk Furnitur Indonesia
97
Niki Barenda Sari
98
Peluang dan Tantangan Produk Furnitur Indonesia
sumber daya manusia dan investasi mesin produksi. Sementara itu, industri
furnitur Malaysia sangat beriorientasi ekspor-mencapai 85% dari total
produksinya. Ekspor furnitur Malaysia mencapai USD 2,3 miliar di tahun 2015,
terbesar kedua setelah Vietnam. Terdapat sekitar 3600 perusahaan furnitur di
Malaysia dan banyak diantaranya yang telah mengembangkan value chain-
nya dari produksi furnitur ready-to-assemble (RTA) menjadi original-designed
(ODM) untuk pasar ekspor. Pesaing lainnya adalah Thailand, ekspornya
mencapai USD 976 juta di tahun 2015. Industri furnitur di Thailand relatif besar
dengan jumlah perusahaan mencapai 5000 dan tenaga kerja yang mencapai
1 juta orang, namun industri ini masih didominasi oleh UKM (Ratnasingam
dan Ioras, 2014).
Berkaitan dengan persaingan industri furnitur tersebut, pada akhir 2015,
negara-negara ASEAN telah menerapkan konsep Masyarakat Ekonomi
ASEAN yang salah satu pilarnya adalah menjadi pasar tunggal dan basis
produksi. Berkaitan dengan hal tersebut, terdapat 12 Integrasi sektor
Prioritas (Priority Integration Sectors/PIS) yang dianggap strategis untuk
diliberalisasikan menuju pasar tunggal dan berbasis produksi. Produk berbasis
kayu menjadi salah satu sektor prioritas dimana Indonesia terpilih menjadi
koordinator. Beberapa langkah kebijakan yang akan dijalankan sebagaimana
dinyatakan dalam ASEAN Framework Agreement for The Integration of
Priority Sectors (2004) antara lain meningkatkan kerjasama dalam produksi
kayu, melakukan joint-marketing, meningkatkan investasi industri berbasis
kayu dan tanaman hutan, serta mengembangkan sumber daya manusia.
Sebelum penerapan MEA, pada tahun 2013 telah dilakukan penguatan
kerjasama, terutama di bidang pemasaran dan investasi di antara pengusaha
furnitur ASEAN yang tergabung dalam asosiasi ASEAN Furnitur Industries
Council (AFIC). Dalam pertemuan AFIC tersebut, fokus utama penguatan
adalah untuk saling memperkuat pasar-pasar furnitur di antara negara-negara
Asean agar bisa saling mengisi pangsa pasar yang semakin terbuka lebar.
Sebagaimana dimaklumi oleh masing-masing negara, bahwa lawan utama
dalam bisnis furnitur saat ini adalah bukan sesama negara ASEAN, melainkan
negara lain seperti RRT yang memiliki daya saing tinggi dengan kemampuan
produksinya dalam jumlah besar dan harga yang kompetitif.
99
Niki Barenda Sari
furnitur berubah menjadi produk multifungsi dan hemat ruang, sesuai dengan
gaya hidup perkotaan yang dinamis. Furnitur dengan desain ramah lingkungan
juga menjadi tren masa kini. Hal ini akan menciptakan tren permintaan baru
yang perlu diikuti oleh industri furnitur kita.
Konsumen furnitur, dewasa ini lebih memilih membeli furnitur dan barang
lainnya melalui e-commerce. Konsumen yang didominasi oleh generasi
milenial identik dengan perkembangan teknologi dan internet. Perilaku
berbelanja pun akan semakin mengarah pada bentuk transaksi melalui
e-commerce.
Gambar 6.4 di bawah menunjukkan proyeksi pendapatan yang diterima
e-commerce di dunia dalam memenuhi kebutuhan konsumen dibeberapa
segmen produk termasuk furnitur di dalamnya. Pada tahun 2016, furnitur dan
perlengkapan rumah memiliki kontribusi sebesar USD 199 juta dari total USD
1.179 juta dan diprediksi meningkat menjadi USD 342,8 juta pada tahun 2021.
Gambar tersebut juga menunjukkan proyeksi pertumbuhan permintaan furnitur
secara online sebesar 11,5% per tahun, sedangkan proyeksi pertumbuhan
e-commerce secara keseluruhan sebesar 12,3% per tahun .
100
Peluang dan Tantangan Produk Furnitur Indonesia
101
Niki Barenda Sari
6.4 Penutup
Dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan peran industri
manufaktur sebagai penghasil devisa dan penyerap tenaga kerja, beberapa
peluang perlu dapat dimanfaatkan dengan optimal serta diantisipasi
tantangan-tantangannya.
Peluang furnitur di pasar internasional masih sangat menjanjikan, terutama
di beberapa negara non tradisional seperti Arab Saudi dan Uni Emirat Arab.
Rencana pembangunan real-estate dan pengembangan pariwisata yang pesat
selama 2 dekade ke depan di kedua negara tersebut berpotensi meningkatkan
permintaan furnitur. Selain itu, Amerika Serikat sebagai pasar utama furnitur
Indonesia tetap perlu dipertahankan mengingat masih tingginya proyeksi
permintaan furnitur dan meningkatnya sektor perumahan. Sementara di Uni
Eropa, meskipun permintaan furnitur menunjukkan sedikit kelesuan, dengan
didukung oleh kebijakan SVLK maka ekspor furnitur Indonesia berpotensi
dapat meningkatkan akses ekspor di pasar tersebut.
Di dalam negeri, peluang furnitur kontemporer (high-end), furnitur kulit,
dan furnitur bergaya Eropa klasik sangat tinggi mengingat perkembangan
konsumen kelas menengah dan industri desain interior. Meningkatnya industri
properti juga turut menyumbang andil dalam pasar furnitur di dalam negeri.
Sementara itu, industri furnitur menghadapi beberapa tantangan antara
lain mengembangkan inovasi dan teknologi dalam meningkatkan daya
saing, menghadapi pasar tunggal dan basis produksi dalam MEA, serta
mengakomodasi metode penjualan e-commerce yang semakin pesat.
Tantangan tersebut seyogyanya tidak dinilai sebagai hambatan namun justru
sebagai pemacu dalam bersaing baik di pasar internasional maupun di pasar
domestik. Jika tantangan tersebut dapat dihadapi dengan baik, maka dapat
menjadi modal utama bagi industri furnitur untuk dapat mengambil peluang-
peluang yang ada.
102
Peluang dan Tantangan Produk Furnitur Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Abu Dhabi Urban Planning Council (2007). Plan Abu Dhabi 2030 Urban
Structure Framework Plan. Diunduh tanggal 23 September 2016 dari
http://www.upc.gov.ae/abu-dhabi-2030/capital-2030.aspx?lang=en-US
AMKRI (2015). Roadmap Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia.
ASEAN (2004). Asean Framework Agreement for the Integration of Priority
Sectors.
Bisnis (2013). Masyarakat Ekonomi Asean: Jelang AEC, Industri Mebel
Perkuat Kerjasama. Diunduh tanggal 29 Oktober 2016 dari http://www.
bisnis.com/masyarakat-ekonomi-asean-jelang-aec-industri-mebel-
perkuat-kerjasama.
BPS (2016). Realisasi Ekspor Indonesia Periode Tahun 2015.
CIT (2015a). Sleeping Beauty Needs a New Mattress. Diunduh tanggal 27
September 2016 dari http://www.cit.com/blog/sleeping-beauty-needs-
new-mattress/.
CIT (2015b). Furniture Industry Outlook: Growth in Sector Continues to Outpace
U.S. Economy. Diunduh tanggal 27 September 2016 melalui http://www.
cit.com/thought-leadership/furniture-industry-trends-analysis-2015/.
Decofair (2017, Juni). Saudi Arabia Furniture Industry’s Consumption is
Forecasted to Grow at A Rate of 11% during the Period of 2017-
2022. Diunduh tanggal 20 Juni 2017 dari http://www.decofair.com/en/
news/395.
Global Business Guide Indonesia (2013). Indonesia’s Furniture & Homeware
Sector. Diunduh tanggal 30 Oktober 2016 dari http://www.gbgindonesia.
com/en/manufacturing/article/2012/indonesia_s_furniture_and_
homeware_sector. Php.
Global Business Guide Indonesia (2013). Accupunto Internasional. Diunduh
tanggal 30 Oktober 2016 dari http://www.gbgindonesia.com/en/
manufacturing /directory/ accupunto_international/interview.php.
HIMKI (2016). 10 Langkah Meningkatkan Daya Saing Industri Mebel dan
Kerajinan di Pasar Global. Makalah: Disajikan pada Acara Rapat Informal
Pengurus DPP dan DPD-DPD HIMKI pada tanggal 11 Oktober 2016.
Kementerian Perindustrian (2016). Menperin: SVLK Pacu Ekspor Furnitur
ke Uni Eropa. Diunduh tanggal 25 September 2016 dari http://www.
kemenperin.go.id/artikel/15246/Menperin:-SVLK-Pacu-Ekspor-Furnitur-
ke-Uni-Eropa.
Kompas (2012). IKEA Masuk, Persaingan Pasar Mebel Makin Sengit. Diunduh
tanggal 27 September 2016 melalui http://bisniskeuangan.kompas.com/
read/2012/03/29/08003136/IKEA.Masuk..Persaingan.Pasar.Mebel.
Makin.Sengit
103
Niki Barenda Sari
104
Inovasi Dalam Produksi dan Pemasaran Produk Furnitur Indonesia
BAB VII
INOVASI DALAM PRODUKSI DAN PEMASARAN
PRODUK FURNITUR INDONESIA
Zamroni Salim
105
Zamroni Salim
RRT adalah karena ada dukungan dari pemerintah dalam bentuk regulasi,
pengembangan teknologi, pengembangan dunia usaha, termasuk dukungan
pembentukan sentra perdagangan furnitur (HKTDC Research, 2016; Yang
et al., 2012). Sebagai contoh sentra industri dan pemasaran furnitur di RRT
adalah di Provinsi Guangdong di kota Dongguan yang memiliki showroom
furnitur dengan panjang 5 km, sentra furnitur di kota Foshan dan Sunte
(Detik, 2016 dan FGD BRIK Kemendag, 2017)
Seperti diuraikan dalam Bab V mengenai perdagangan luar negeri,
Indonesia masih belum bisa memanfaatkan ASEAN sebagai pasar yang
menjanjikan. Data yang disajikan dalam Bab V (BPS, 2016) menjelaskan
bahwa ekspor Indonesia ke negara ASEAN lainnya hanya sebesar USD 87,55
juta dibandingkan ekspor ke negara non-ASEAN sebesar USD 1,7 milyar di
tahun 2015. Memang terjadi stagnasi dalam pertumbuhan ekspor produk
furnitur seperti diurakan dengan data statistik (dalam bab V). Hal ini juga diakui
oleh sejumlah pelaku bisnis furnitur di Indonesia seperti ritel modern IKEA dan
produsen Olympic yang mengatakan bahwa dalam dua tahun terakhir ada
kelesuan dalam bisnis furnitur Indonesia termasuk ekspor.10
Pada sisi permintaan furnitur di pasar dunia, juga terjadi pergeseran. Seperti
diuraikan dalam Bab III, pasar furnitur dunia berkembang yang didorong oleh
berbagai faktor global penurunan tarif (melalui berbagai skema misalnya FTA,
ekspansi dari global value chain yang melibatkan distributor besar, perbaikan
dalam infrastruktur dan logistik peningkatan permintaan pada produk furnitur
dengan harga murah.
106
Inovasi Dalam Produksi dan Pemasaran Produk Furnitur Indonesia
107
Zamroni Salim
Di sisi lain dalam kaitannya dengan inovasi produksi adalah desain produk
itu sendiri. Sebenarnya, produk furnitur Indonesia mempunyai keunggulan
dalam sisi desain yang unik (seperti diuraikan dalam Bab III), namun desain
unik tersebut belum didukung dengan adanya efisiensi dalam produksi dan
pembaruan teknologi dalam produksi. Akibat dari kealfaan dukungan ini
menyebabkan harga jual produk menjadi mahal. Bila dalam era sebelum
internet, konsumen tidak melakukan perubahan selera terhadap produk baru
dengan cepat, tetapi dengan adanya dukungan teknologi informasi sekarang,
perubahan selera konsumen lebih cepat. Perubahan selera ini juga harus
diikuti dengan inovasi dalam produksi.
Dalam sebuah acara Focus Group Discussion (FGD) di Kementerian
Perdagangan dengan mengundang praktisi bisnis furnitur di Indonesia dan
juga ritel modern, dikatakan bahwa pada awalnya konsumen Indonesia
tidak menuntut adanya perubahan desain yang cepat, akan tetapi sekarang
ini mereka menuntut perubahan desain yang cepat, bahkan kurang satu
tahun desain tersebut sudah berubah. Perubahan ini juga harus diikuti oleh
perubahan desain produksi. Perubahan desain produksi juga memerlukan
kreativitas dan inovasi dari bahan yang digunakannya.
Dalam hal penjualan, produsen furnitur di Indonesia harus bisa
memanfaatkan teknologi yang ada sekaligus mampu memanfaatkan
perubahan pola/cara beli konsumen yang mulai menggunakan cara belanja
online (online shopping), seperti diuraikan dalam Bab IV). Dalam hal ini,
produsen/pemasar furnitur dituntut untuk tidak hanya mengandalkan penjualan
dengan metode tradisional (dengan membuka showroom/outlet), membuka
gerai pada supermarket besar tetapi juga membuka showroom/outlet online.
Penjualan online ini bisa dilakukan dengan membuat situs sendiri ditambah
dengan menyewa atau mengiklankan produk pada e-commerce yang sudah
ada (terkenal di mata publik) seperti Tokopedia, Bukalapak, OLX dan lainnya;
baik e-commerce lokal maupun internasional. Ada interaksi yang lebih
dengan menggunakan jalur online diantaranya yaitu baik produsen maupun
konsumen mempunyai kesempatan yang lebih untuk melihat produk yang
beredar. Sementara itu, bagi produsen juga bisa memantau produk apa yang
menjadi andalan pesaingnya.
Berbagai langkah bisa dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam
mendukung tumbuh kembangnya industri dan perdagangan furnitur di
Indonesia. Ada sejumlah hal yang harus diperhatikan, diantaranya adalah
(FGD Kemendag, 2017) dengan membentuk sentra pemasaran furnitur.
Sentra pemasaran ini tidak hanya menjual atau memamerkan produk furnitur
tertentu/berbahan tertentu, tetapi menampilkan seluruh jenis furnitur yang
108
Inovasi Dalam Produksi dan Pemasaran Produk Furnitur Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
AMKRI (2015). Roadmap Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia.
Badan Pusat Statistik. (2016). Ekspor Impor Indonesia. BPS: Jakarta
Detik (2016, 25 Maret). 200 Pengusaha Mebel dari China Ingin Relokasi
Pabrik ke RI. Diunduh tanggal 5 Mei 207 dari https://finance.detik.com/
berita-ekonomi-bisnis/3173156/200-pengusaha-mebel-dari-china-ingin-
relokasi-pabrik-ke-ri.
Technavio (2016). Global Furniture Market 2016-2020. Diunduh tanggal 15
September 2016 dari http://www.technavio.com/report/global-general-
retail-goods-and-services-furniture-market.
Trademap. (2016). Data Ekspor dan Impor data Dunia http://www.trademap.
org. Di akses tanggal 7 September 2016.
109
Zamroni Salim
110
Bunga Rampai Info Komoditi Furnitur
INDEKS
G
A
Global Value Chain (GVC), 30, 34
ACE Hardware, 37, 107
ASEAN–China Free Trade Agreement
H
(ACFTA), 37
High Density Fibreboard (HDF), 11
ASEAN Economic Community (AEC), 43
Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan
ASEAN Framework Agreement for The
Indonesia (HIMKI), 6, 22, 34, 41, 43,
Integration of Priority Sectors, 99
65, 87
Asosiasi Mebel Indonesia (ASMINDO), 54,
Hutan Tanaman Rakyat (HTR), 10
55, 64, 81, 87
Hutan Kemasyarakatan (HKm), 10
Asosiasi Mebel dan Kerajinan Indonesia
Hutan Desa (HD), 10
(AMKRI), 1, 5, 22, 33, 86, 87, 107
I
B
IKEA, 37, 43, 44, 45, 47, 49, 50, 54, 57, 63,
block board, 10, 11
96, 97, 98, 101, 103, 106, 107
illegal logging, 24, 25, 28, 80, 97
C
Informa, 37, 48, 49, 50, 54, 61, 63, 102,
Cluster, 38, 41, 52, 62, 110
103, 107, 108
Colllege Product Furniture, 61
J
D
JYSK, 44, 49, 50
design center, 61
due diligence, 94
K
knock down, 14, 57, 58, 65, 95, 96, 104
E
E-commerce, 4, 6, 49, 51, 94, 95, 99, 100,
L
101, 102, 104, 108
Ligna, 57, 58, 96
F
Forest Law Enforcement, Governance, and
M
Trade (FLEGT), 81
Malaysian Furniture Council (MFC), 88
Forest Law Enforcement Governance and
medium density fibreboard (mdf), 10, 11
Trade Voluntary Partnership Agreement
Melody Furnitur, 53, 65
(FLEGT-VPA), 82
multi store retailer, 30
free on board (FOB), 46
111
Bunga Rampai Info Komoditi Furnitur
O S
Olympic, 41, 44, 47, 49, 57, 58, 96, 106 Sawmill, 31
one store retailer, 30 Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK), 5,
Otazen, 53, 64 25, 41, 63, 80, 81, 82, 94, 106
solid wood, 10, 20, 55
P specialized medium buyer, 30
particle board, 10-12 stainless Steel, 16
Pendapatan Domestik Regional Bruto
(PDRB), 20 T
Plywood, 10, 11 Timber Legality Assurance Standard
(TLAS), 80
R Top Brand Index, 57, 58, 65, 96
Revealed Comparative Advantage (RCA),
77 V
Rotan Mentah, 13, 32, 70, 85 Vinoti, 49
Rotan Asalan, 13, 70 Vivere, 49
Rotan Natural Washed & Sulphured (W/S),
13 Z
Rotan Poles, 13 Zara Home, 44, 49, 50
112
Bunga Rampai Info Komoditi Furnitur
Zamroni Salim
Zamroni Salim adalah peneliti pada Pusat Penelitian Ekonomi (P2E),
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sejak 1998. Zamroni memperoleh
gelar S1 Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan dari Fakultas Ekonomi
Universitas Airlangga, Surabaya; Gelar S2 diperoleh dari Massey University,
New Zealand untuk bidang perdagangan internasional, tahun 2003; dan
Gelar PhD diperoleh dari the Graduate School of International Development
(GSID), Nagoya University, Jepang tahun 2009 dalam bidang international
economic and development. Area penelitian yang menjadi bidang kajian
adalah regionalism, economic integration and development, ASEAN and East
Asian Studies. Aktif sebagai anggota Dewan Editor di beberapa jurnal ilmiah
seperti Indonesia Economic and Business Studies (RIEBS) dan Buletin Ilmiah
Litbang Perdagangan (BILP) Kementerian Perdagangan. Zamroni Salim juga
merupakan peneliti senior pada the Habibie Center (THC) sejak 2009. Selain
melakukan penelitian, yang bersangkutan juga menjadi tenaga pengajar
di Department of International Relations, President University, Cikarang
Indonesia.
Ernawati Munadi
Ernawati Munadi adalah ahli ekonomi internasional dengan pengalaman
lebih dari 10 tahun baik di tingkat lokal, maupun nasional sebagai Konsultan,
Dosen dan Peneliti. Ernawati memulai karir profesionalnya sebagai Konsultan
sejak tahun 2006, ketika bergabung dengan Proyek Bantuan Perdagangan
Indonesia (ITAP) di bawah naungan USAID sebagai ahli di bidang Ekonomi
Perdagangan. Sejak itu penulis bekerja sebagai konsultan di berbagai proyek
yang dibiayai oleh organisasi internasional seperti Bank Dunia, AusAid,
USAID, dan Uni Eropa. Hingga kini masih aktif menjadi dosen di Universitas
Wijaya Kusuma. Penelitian yang menjadi keahliannya adalah regionalism,
modeling dalam pasar komoditi serta perijinan perdagangan (trade license)
dan kebijakan bukan tarif (non-tariff measures) yang telah ditekuninya dalam 7
tahun terakhir. Tulisannya telah banyak diterbitkan diberbagai jurnal penelitian
baik nasional maupun internasional. Ernawati memperoleh gelar S1 di bidang
Agronomi Pertanian dari Universitas Wijaya Kusuma, Surabaya; gelar Master
di bidang Ekonomi Pertanian dari Institut Pertanian Bogor, Indonesia pada
tahun 1997; dan gelar Ph.D di bidang Ekonomi Internasional dari Universitas
Putra Malaysia pada tahun 2004.
113
Bunga Rampai Info Komoditi Furnitur
Riska Pujiati
Riska Pujiati adalah Analis Kebijakan pada Pusat Kebijakan Perdagangan
Dalam Negeri, Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan
(BPPP), Kementerian Perdagangan sejak tahun 2014. Riska memperoleh
gelar S1 Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (IESP), Fakultas
Ekonomi, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2010. Gelar Master of Science
in Sustainable International Agriculture area of specialitation International
Agribusiness and Rural Development Economics didapatkan dari program
double degree antara Institut Pertanian Bogor dan University of Goettingen,
Jerman pada tahun 2014. Saat ini penulis menekuni penelitian di bidang
perdagangan dalam negeri dengan fokus perlindungan konsumen dan tertib
niaga serta spesialis bagi komoditas beras. Area lain yang menjadi minat
penelitiannya adalah international trade, sustainable development, and
evidence based policy making.
114
Bunga Rampai Info Komoditi Furnitur
Selfi Menanti
Selfi Menanti adalah Analis Kebijakan pada Pusat Pengkajian Perdagangan
Dalam Negeri, Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan (BPPP),
Kementerian Perdagangan sejak tahun 2015. Selfi memperoleh gelar S1
Jurusan Ilmu Ekonomi dan Study Pembangunan (IESP) dari Sekolah Tinggi
Ilmu Ekonomi(STIE) Port Numbay Jayapura pada tahun 2006. Saat ini Selfi
menekuni analisis di bidang pelaku dan jasa perdagangan.
115