Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

PRE EKLAMSIA PADA IBU HAMIL

A. Pengertian
Preeklamsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil,
bersalin dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan proteinuria tetapi tidak
menunjukkan tanda-tanda kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya,
sedangkan gejalanya biasanya muncul setelah kehamilan berumur 28 minggu atau
lebih (Rustam Muctar, 1998).
Preeklamsia adalah sekumpulan gejala yang secara spesifik hanya muncul
selama kehamilan dengan usia lebih dari 20 minggu (Helen Varney, 2007).
Preeklamsia adalah sekumpulan gejala yaitu hipertensi, edema dan
proteinuria yang timbul pada wanita hamil dengan usia kehamilan lebih dari 20
minggu, pada ibu bersalin dan nifas.

B. Etiologi
Etiologi penyakit ini belum diketahui dengan pasti. Carpenito (1997:1042)
menerangkan bahwa, faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya preeklamsia
sebagai berikut :
1. Usia ibu hamil kurang dari 21 tahun.
2. Usia ibu hamil lebih dari 35 tahun.
3. Mempunyai riwayat penyakit pembuluh ginjal.
4. Diabetes melitus.
5. Penyakit pembuluh darah.
6. Kehamilan kembar.
7. Mola hidatidosa.
8. Penyakit hipertensi kronik.
9. Riwayat keluarga dengan hiperetensi sebagai pengaruh kehamilan.

C. Faktor predisposisi
Penyebab pre eklamsia belum diketahui secara pasti, penyakit ini masih
disebut Disease of theory (Sudhaberata, 2001). Namun demikian, perhatian harus
ditunjukan terutama pada penderita yang mempunyai faktor predisposisi terhadap
pre eklamsia. Menurut Wiknjosastro (2008) fraktor predisposisi/risiko tersebut
antara lain:

1
1. Usia/umur: primigravida dengan usia dibawah 20 tahun dan semua ibu
dengan usia diatas 35 tahun dianggap lebih rentan.
2. Paritas: primigravida memiliki insideni hipertensi hampir dua kali lipat.
3. Faktor keturunan (genetic): bukti adanya pewarisan secara genetik paling
mungkin disebabkan oleh turunan resesif.
4. Status sosial ekonomi: pre eklamsia dan eklamsia lebih umum ditemui pada
kelompok sosial ekonomi rendah.
5. Komplikasi obstetrik: kehamilan kembar, kehamilan mola atau hidrops
fetalis.
6. Riwayat penyakit yang sudah ada sebelumnya: Hipertensi, Diabetes Melitus,
penyakit ginjal, System Lupus Erytematosus (SLE), sindrom antifosfolipid
antibody.

D. Patofisiologi
Pada beberapa wanita hamil, terjadi peningkatan sensitifitas vaskuler
terhadap angiotensin II. Peningkatan ini menyebabkan hipertensi dan kerusakan
vaskuler, akibatnya akan terjadi vasospasme. Vasospasme menurunkan diameter
pembuluh darah ke semua organ, fungsi fungsi organ seperti plasenta, ginjal, hati
dan otak menurun sampai 40-60 %. Gangguan plasenta menimbulkan degenerasi
pada plasenta dan kemungkinan terjadi IUGR dan IUFD pada fetus. Aktivitas
uterus dan sensitivitas terhadap oksitosin meningkat.
Penurunan perfusi ginjal menurunkan GFR dan menimbulkan perubahan
glomerolus, protein keluar melalui urin, asam urat menurun, garam dan air di
tahan, tekanan osmotik plasma menurun, cairan keluar dari intravaskuler,
menyebabkan hemokonsentrasi. Peningkatan viskositas darah dan edema jaringan
berat dan peningkatan hematokrit. Pada preeklamsia berat terjadi penurunan
volume darah, edema berat dan berat badan naik dengan cepat.
Penurunan perfusi hati menimbulkan gangguan fungsi hati, edema hepar dan
hemoragik sub-kapsular menyebabkan ibu hamil mengalami nyeri epigastrium
atau nyeri pada kuadran atas. Ruptur hepar jarang terjadi tetapi merupakan
komplikasi yang hebat dari PIH, enzim enzim hati seperti SGOT dan SGPT
meningkat. Vasospasme arteriola dan penurunan aliran darah ke retina
menimbulkan symptom visual seperti skotoma (blind spot) dan pandangan kabur.

2
Patologi yang sama menimbulkan edema cerebral dan hemoragik serta
peningkatan iritabilitas susunan saraf pusat (sakit kepala, hiperfleksia, klonus
pergelangan kaki dan kejang serta perubahan efek). Pulmonari edema
dihubungkan dengan edema umum yang berat, komplikasi ini biasanya
disebabkan oleh dekompensasi kordis kiri.

E. Tanda dan Gejala


Menurut Trijatmo (2005), gejala subjektif pada preeklamsia yaitu :
1. Sakit kepala di daerah frontal, skotoma, diplopia.
2. Penglihatan kabur.
3. Nyeri di daerah epigastrium.
4. Mual atau muntah-muntah.
5. Tekanan darah akan meningkat lebih tinggi.
6. Edema dan proteinuria bertambah meningkat.
Selain gejala subjektif preeklamsia di atas, tanda dan gejala preeklamsia
ringan diantaranya:
1. Kenaikan tekanan darah sistolik 140 mmHg sampai kurang dari 160
mmHg; diastolik 90 mmHg sampai kurang dari 110 mmHg.
2. Proteinuria : didapatkannya protein di dalam pemeriksaan urin (air seni).
3. Edema (penimbunan cairan) pada betis, perut, punggung, wajah atau
tangan.
Sedangkan tanda dan gejala pada preeklamsia berat diantaranya :
1. Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg.
2. Tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg.
3. Peningkatan kadar enzim hati dan atau ikterus (kuning).
4. Trombosit < 100.000/mm3.
5. Oliguria (jumlah air seni < 400 ml/24 jam).
6. Proteinuria (protein dalam air seni > 3 g/L).
7. Nyeri ulu hati.
8. Gangguan penglihatan atau nyeri kepala bagian depan yang berat.
9. Perdarahan di retina (bagian mata).
10. Edema (penimbunan cairan) pada paru.
11. Koma.

F. Pemeriksaan penunjang
1. Uji Diagnostik Dasar.
a. Pengukuran tekanan darah.
b. Analisi protein dalam urine.

3
c. Pemeriksaan edema.
d. Pengukuran tinggi fundus uteri.
e. Pemeriksaan funduskopik.
2. Uji Laboratorium.
a. Evaluasi hematologik (hematokrit, jumlah trombosit, morfologi
eritrosit pada sediaan darah tepi).
b. Pemeriksaan fungsi hati (bilirubin, protein serum, aspartat
aminotranferase).
c. Pemeriksaan fungsi ginjal (ureum dan kreatinin).
3. Uji Untuk Meramalkan Hipertensi.
a. Roll-over test.
b. Pemberian infus angiotensin II.

G. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Sirkulasi
Peningkatan tekanan darah menetap melebihi nilai dasar setelah
20minggu kehamilan. Riwayat hipertensi kronis, nadi mungkin menurun,
dapat mengalami memar spontan, perdarahan lama, atau epistaksis
(trombositopenia).

b. Eliminasi
Fungsi ginjal mungkin menurun (kurang dari 400ml/24jam) atau
tidak ada.
c. Makanan/cairan
Mual, muntah. Penambahan berat badan 2+1b [0,9072kg] atau lebih
dalam 1minggu, 6 1b [2,72kg] atau lebih/bulan (tergantung pada lamnya
gestasi). Malnutrisi (kelebihan atau kurang berat badan 20% atau lebih
besar), masukan protein/kalori kurang. Edema mungkin ada, dari ringan
sampai berat/umum dan dapat meliputi wajah, ekstrimitas dan sistim
organ. Diabetes melitus.

4
d. Neurosensori
Pusing, sakit kepala frontal. Diplopia, penglihatan kabur.
Hiperefleksia. Kacau mental-tonik, kemudian fase tonik-klonik, diikuti
dengan periode kehilangan kesadaran. Pemeriksaan funduskopi dapat
menunjukkan edema atau spasme vaskuler.
e. Nyeri/ketidaknyamanan
Nyeri epigastrik (region kuadran atas kanan [KkaA]).
f. Penapasan
Pernapasan mungkin kurang dari 14x/menit. Krekels mungkin ada.
g. Keamanan
h. Ketidaksesuaian Rh mungkin ada.
i. Seksualitas
Primmigravida, gestassi multipel, hidramnion, mola hidratidosa,
hidrops fetalis (Antigen-antibodi Rh). Gerakan bayi mungkin berkurang.
Tanda-tanda abrupsi plasenta mungkin ada..
j. Penyuluhan/pembelajaran
Remaja (di bawah usia 15 tahun) dan primigravida lansia (usia 35
tahun atau lebih) berisiko tinggi. Riwayat keluarga hipertensi karena
kehamilan (HKK).
2. Pemeriksaan Diagnostik
a. Tes presor supine (tes rollever) : dapat digunakan untuk memeriksa
klien-klien berisiko terhadap HKK, antara gestasi minggu ke 28-32,
meskipun keakuratan diragukan; peningkatan 20-30 mmHg pada
tekanan sistolik atau 15-20mmHg pada tekanan diastol menandakan
tes positif.
b. Tekanan arteri rerata (MAP) : 90 mmHg pada trimester ke 2
mmenandakan HKK.
c. Hematokrit (Ht) : Meningkat pada perpindahan cairan, atau penurunan
pada sindrom HELLP (hemolisis, peningkatana enzim hepar, hitung
trombosit rendah).
d. Hemoglobin (Hb) : Rendah bila terjadi hemolisis (sindrom HELLP).
e. Smear perifer : Distensi sel – sel darah atau skistosit pada sindrom
HELLP atau hemolisis intravaskuler.

5
f. Hitung trombosit serum : Kurang dari 100.000/mm 3 pada koagulasi
intravaskuler diseminata (KID) atau pada sindrom HELLP, seperti
perekatan trombosit pada kolagen yang dilepaskan dari pembuluh
darah yang rusak.
g. Kadar kreatinin serum : Meningkat.
h. AST (SGOT), laktat dehidrogenase (LDH), dan kadar bilirubin serum
(terutama yang tidak langsung) : Meningkat pada sindrom HELLP
dengan masalah hepar.
i. Kadar asam urat : Setinggi 7 mg/100mL, bila masalah ginjal berat.
j. Masa protrombin (PT), masa tromboplastin parsial (PTT), masa
pembekuan : Memanjang, penurunan fibrinogen, produk spilt fibrin
(FSP) dan produk degradasi fibrin (FDP) positif bila terjadi
koagulopati.
k. Berat jenis urin : Meningkat menunjukkan perpindahan
cairan/dehidrasi vaskuler.
l. Proteinuria : Dengan menggunakan dipstik pengukuran 1+ ke 2+
(sedang), 3+ ke 4+ (berat), atau lebih dari 5 gr/ l dalam 24 jam.
m. Kadar estriol urin/plasma : Menurun menandakan penurunan fungsi
plasenta. (Estriol tidak bermanfaat sebagai prediktor dari profil biofisik
[BPP] karena kesenjangan waktu antara masalah janin dan hasil tes).
n. Kadar laktogen plasenta manusia : Kurang dari 4 mEq/ml
menunjukkan fungsi plasenta abnormal (tidak sering dilakukan pada
skrining HKK).
o. Ultrasonografi : Pada gestasi minggu ke 20 sampai ke 26 dan diulang
6–10 minggu kemudian, menentukan usia gestasi dan mendeteksi
retardasi pertumbuhan intrauterus (IUGR).
p. Tes cairan amniotik (rasio lesitin terhadap sfingomielin [L/S],
fosfatidilgliserol [pg], kadar fosfatidilklolin tersaturasi) :
menggambarkan maturitas paru janin.
q. BPP (biophysical profile), termasuk volume cairan amniotik, ”fetal
tone”, pergerakan pernapasan janin (FBM), pergerakan janin dan
denyut jantung janin reaktif/tes nonstres : menentukan
kesejahteraan/risiko janin.
r. Tes stres kontraksi (CST) : Mengkaji respon janin terhadap stres
kontraksi uterus.

6
H. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
1. Kekurangan volume cairan (kegagalan regulasi) berhubungan dengan
kehilangan protein plasma, penurunan tekanan osmotik koloid plasma
menyertai perpindahan cairan dari kompartemen vaskuler.
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan hipovolemia/penurunan
aliran balik vena, peningkatan tahanan vaskuler sistemik.
3. Perubahan perfusi jaringan, uteroplasenta berhubungan dengan
hipovolemia ibu, interupsi aliran darah (vasospasme progresif dari arteri
spiral).
4. Nyeri akut berhubungan dengan menghebatnya aktivitas uterus,
ketidaknyamanan berkenaan dengan hipertensi atau infus oksitosin;
hipoksia miometrik (abrupsio plasenta) dan ansietas.
5. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi; transmisi/pengaruh buruk
interpersonal, ancama kematian.
6. Resiko tinggi terhadap kerusakan pertukaran gas janin berhubungan
dengan perubahan alliran darah, vasospasme dan/atau kontraksi uterus
yang lama

I. Rencana asuhan keperawatan (kriteria hasil, intervensi dan rasional)


1. Kekurangan volume cairan (kegagalan regulasi) berhubungan dengan
kehilangan protein plasma, penurunan tekanan osmotik koloid plasma
menyertai perpindahan cairan dari kompartemen vaskuler.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam
diharapkan volume cairan dapat terpenuhi.
Kriteria Hasil :
a) Mengungkapkan pemahaman tentang
kebutuhan akan pemantauan yang ketat dari berat badan, TD, protein
urine, dan edema.
b) Berpartisipasi dalam regimen teraupetik
dan pemantauan sesuai indikasi.
c) Menunjukkan hematokrit dalam batas
normal dan edema fisiologis tanpa adanya tanda piting.
Intervensi :
a) Timbang berat badan klien secara rutin. Anjurkan klien untuk
memantau berat badan di rumah antara waktu kunjungan.

7
Rasional : Penambahan BB bermakna dan tiba-tiba (misal : lebih
dari 1,5 kg/bln dalam trimester ke-2 atau lebih dari
0,5kg/minggu pada trimester ke tiga) menunjukkan
retensi cairan. Gerakan cairan dari vaskuler ke ruang
interstisial mengakibatkan edema.
b) Bedakan edema kehamilan yang patologis dan fisiologis, pantau lokasi
dan derajat pitting.
Rasional : Adanya edema pitting pada wajah, tangan, kaki, area skral
atau dinding abdomen, atau edema yang tidak hilang
setelah 12 jam tirah baring.

c) Perhatikan perubahan pada kadar Ht/Hb


Rasional : Mengidentifikasi derajat hemokonsentrasi yang disebabkan
oleh perpindahan cairan. Bila Ht kurang dari 3x kadar Hb
terjadi hemokonsentrasi.
d) Kaji ulang masukan diet dari protein dan
kalori. Berikan informasi sesuai kebutuhan.
Rasional : Insiden hipovolemia dan hipoperfusi pranatal dapt
diturunkan dengan nutrisi yang adekuat, ketidakadekuatan
protein/kalori meningkatkan resiko pembentukan edema.
e) Pantau masukan dan haluaran.
Perhatikan warna urin, dan ukur berat jenis sesuai indikasi.
Rasional : Haluaran urin adalah indikator sensitif dari sirkulasi volume
darah. Oliguria menandakan hipovolemi berat dan ada
masalh pada ginjal.
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan hipovolemia/penurunan
aliran balik vena, peningkatan tahanan vaskuler sistemik.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keerawatan selama 1x24 jam
diharapkan curah jantung klien kembali normal.
Kriteria Hasil :
a) Melaporkan tidak adanya atau menurunnya kejadian dipsnea.
b) Mengubah tingkat aktifitas sesuai kondisi.

8
c) Tetap normotensif selama sisa kehamilan.
Intervensi :
a) Pantau TD dan nadi
Rasional :Tidak menunjukkan respon kardiovaskuler normal pada
kehamilan (hipertrofi ventrikel kiri, peningkatan volume
plasma, relaksasi vaskuler dengan penurunan tahanan
perifer).
b) Lakukan tirah baring pada klien dengan posisi miring kiri.
Rasional : Meningkatkan aliran balik vena, curah jantung, dan perfusi
ginjal/plasenta.

c) Berikan obat antihipertensi.


Rasional : Obat antihipertensi bekerja secara langsung pada arteriol
untuk meningkatkan relaksasi otot polos kardiovaskuler dan
membantu meningkatkan suplai darah ke serebrum, ginjal,
uterus, dan plasenta.
3. Perubahan perfusi jaringan, uteroplasenta berhubungan dengan
hipovolemia ibu, interupsi aliran darah (vasospasme progresif dari arteri
spiral).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam
diharapkan perfusi jaringan kembali membaik.
Kriteria Hasil :
a) Mendemonstrasikan reaktivitas SSP normal.
b) Tidak ada penurunan frekuensi jantung pada CST/OCT (contraction
stress test/oxytocin challenge test).
Intervensi :
a) Identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi aktifitas janin.
Rasional : Merokok, penggunaan obat, kadar glukosa serum, bunyi
lingkungan, waktu dalam sehari dan siklus tidur bangun
dari janin dapat meningkat atau menurunkan gerakan janin.
b) Tinjau ulang tanda-tanda abrupsi plasenta (mis: perdarahan vagina,
nyeri tekan uterus, nyeri abdomen, dan penurunan aktivitas janin).
Rasional : Pengenalan dan intervensi dini meningkatkan kemungkinan
hasil yang positif.

9
c) Evaluasi pertumbyhan janin, ukur kemajuan pertumbyhan fundus tiap
kunjungan.
Rasional : Penurunan fungsi plasenta dapat menyertai hipertensi.
Strees intra uterus kronis dan insufisiensi uteroplasenta
menurunkan jumlah kontribusi janin pada penumpukan
cairan
d) Bantu dengan mengkaji ukuran plasenta dengan menggunakan
ultrasonografi.
Rasional : Penurunan fungsi dan ukuran plasenta dihubungkan pada
hipertensi kehamilan.
4. Nyeri akut berhubungan dengan menghebatnya aktivitas uterus,
ketidaknyamanan berkenaan dengan hipertensi atau infus oksitosin;
hipoksia miometrik (abrupsio plasenta) dan ansietas.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam
diharapkan nyeri klien hilang/terkontrol.
Kriteria Hasil :
a) Klien tidak merasakan nyeri lagi.
b) Klien tampak rilek.
c) Kontraksi uterus efektif.
Intervensi :
a) Kaji sumber dan sifat nyeri/ketidaknyamanan.
Rasional : Membantu dalam menentukan respons keperawatan yang
tepat. Tingkatkan ketidaknyamanan berkenaan dengan
aktivitas uterus dapat lebih intensif pada klien dengan
hipertensi.
b) Tinjau/anjurkan penggunaan teknik relaksasi dan pernapasan
terkontrol.
Rasional : Klien mungkin tidak menyelesaikan/berpartisipasi dalam
kelas kelahiran anak, atau stress dari situasi dapat
menggangu kemampuannya untuk mengingat/melakukan
aktivitas ini.
c) Diskusikan ketersediaan anestesi dan analgesik.
Rasional : Pengetahuan memampukan klien membuat pilihan
berdasarkan informasi dan mempertahankan rasa terkontrol.

10
d) Kurangi/hentikan infus oksitosin pada adanya respons uterus atau
penurunan relaksasi diantara kontraksi.
Rasional : Membantu mengakhiri respon hipersensitif. Kontraksi
tetanik dapat menyebabkan ruptur uterus.
5. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi; transmisi/pengaruh buruk
interpersonal, ancama kematian.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x30 menit
ansietas klien teratasi.
Kriteria Hasil : Klien mau mengungkapkan perasaannya secara terbuka.
Intervensi :
a) Kaji sumber dan tingkat ansietas klien/pasangan.
Rasional : Semua klien mengalami persalinan dan kelahiran dengan
derajat tertentu dari ansietas, yang menjadi lebih tinggi
pada situasi berisiko tinggi. Ansietas ini secara langsung
berhubungan denagan rasa takut karena ketidaktahuan
karena perkiraan hasil akhir bagi klin dan janin kurang.
b) Anjurkan pengungkapan perasaan, berikan dukungan emosi yang
cepat.
Rasional : Membantu klien/pasanangan dalam ngidentifikasi masalah
khusus dan membantu menghilangkan ansietas.
c) Informasikan klien bahwa dokter anak akn datang pada saat kelahiran,
bila mungkin kenalkan klien pada dokter anak sebelum kelahiran.
Rasional : Menjamin klien/pasangan bahwa pada kelahiran, bayi akan
ada dalam penanganan kompeten dan menerima perawatan
yang tepat.
6. Resiko tinggi terhadap kerusakan pertukaran gas janin berhubungan dengan
perubahan alliran darah, vasospasme dan/atau kontraksi uterus yang lama.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan kepeerawatan selama 3x24 jam
diharapkan tidak mengalami kerusakan pertukaran gas pada
janin.
Kriteria Hasil :
a) Bebas dari deselerasi lambat.

11
b) Memanifestasikan variabilitas yang baik.
c) Mendemonstrasikan frekuensi jantung dasar
Intervensi :
a) Kaji denyut jantung janin, perhatikan perubahan periodik (akselerasi
dan deselerasi) dan pola variabilitas jangka pendek dan jangka
panjang. Laporkan penurunan variabilitas dan deselerasi lambat bila
ada.
Rasional : Deselerasi lambat atau berulang yang disertai dengan
penurunan variabilitas atau takikardia kemudian
bradikardia dapat menandakan insufisiensi uteroplasenta
atau potensial pelemahan/kematian janin.
b) Tinggikan kaki klien, berikan oksigen melalui kanul nasal pada 10-
12L/mnt.
Rasional : Meningkatkan aliran balik vena, volume darah sirkulasi dan
ketersediaan oksigen untuk ambilan janin.
c) Siapkan untuk kelahiran vagina atau kelahiran sesaria tergantung pada
status janin dan dilatasi servikal.
Rasional : Intervensi mungkin perlu untuk mencegah pelemahan
janin/neonatal karena afiksia.

J. Discharge Planning
Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala preeklamsia
berat selama perawatan maka perawatan dibagi menjadi :
1. Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi ditambah
pengobatan medisinal.
2. Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah
pengobatan medisinal.
Pengobatan medisinal pasien preeklamsia berat yaitu :
1. Segera masuk rumah sakit.
2. Tirah baring miring ke satu sisi. Tanda vital diperiksa setiap 30 menit,
refleks patella setiap jam.
3. Infus dextrose 5% dimana setiap 1 liter diselingi dengan infus RL (60-
125cc/jam) 500 cc.
4. Antasida
5. Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.
6. Pemberian obat anti kejang : magnesium sulfat

12
7. Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru, payah
jantung kongestif atau edema anasarka. Diberikan furosemid injeksi 40
mg/im.
8. Antihipertensi diberikan bila :
a. Desakan darah sistolis lebih 180 mmHg, diastolis lebih 110 mmHg atau
MAP lebih 125 mmHg. Sasaran pengobatan adalah tekanan diastolis
kurang 105 mmHg (bukan kurang 90 mmHg) karena akan menurunkan
perfusi plasenta.
Dosis antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada umumnya.
b. Bila dibutuhkan penurunan tekanan darah secepatnya, dapat diberikan
obat-obat antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu), catapres injeksi.
Dosis yang biasa dipakai 5 ampul dalam 500 cc cairan infus atau press
disesuaikan dengan tekanan darah.
c. Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan tablet
antihipertensi secara sublingual diulang selang 1 jam, maksimal 4-5 kali.
Bersama dengan awal pemberian sublingual maka obat yang sama mulai
diberikan secara oral.
9. Kardiotonika
Indikasinya bila ada tanda-tanda menjurus payah jantung, diberikan
digitalisasi cepat dengan cedilanid D.
Pemberian Magnesium Sulfat. Cara pemberian magnesium sulfat :
a. Dosis awal sekitar 4 gr MgSO4 IV (20% dalam 20 cc) selama 1 gr/menit
kemasan 20% dalam 25 cc larutan MgSO4 (dalam 3-5 menit). Diikuti
segera 4 gr di bokong kiri dan 4 gr di bokong kanan (40% dalam 10 cc)
dengan jarum no 21 panjang 3,7 cm. Untuk mengurangi nyeri dapat
diberikan 1 cc xylocain 2% yang tidak mengandung adrenalin pada
suntikan IM.
b. Dosis ulangan : diberikan 4 gram intramuskuler 40% setelah 6 jam
pemberian dosis awal lalu dosis ulangan diberikan 4 gram IM setiap 6
jam dimana pemberian MgSO4 tidak melebihi 2-3 hari.

c. Syarat-syarat pemberian MgSO4.


d. Tersedia antidotum MgSO4 yaitu calcium gluconas 10%, 1 gram (10%
dalam 10 cc) diberikan intravenous dalam 3 menit.
a) Refleks patella positif kuat.
b) Frekuensi pernapasan lebih 16 kali per menit.

13
c) Produksi urin lebih 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5
cc/kgBB/jam).
d) Magnesium dihentikan bila :
(1) Ada tanda-tanda keracunan yaitu kelemahan otot, hipotensi,
refleks fisiologis menurun, fungsi jantung terganggu, depresi
SSP, kelumpuhan dan selanjutnya dapat menyebabkan kematian
karena kelumpuhan otot-otot pernapasan karena ada serum 10 U
magnesium pada dosis adekuat adalah 4-7 mEq/liter. Refleks
fisiologis menghilang pada kadar 8-10 mEq/liter. Kadar 12-15
mEq terjadi kelumpuhan otot-otot pernapasan dan lebih 15
mEq/liter terjadi kematian jantung.
(2) Bila timbul tanda-tanda keracunan magnesium sulfat, hentikan
pemberian magnesium sulfat.
(3) Berikan calcium gluconase 10% 1 gram (10% dalam 10 cc).
(a) secara IV dalam waktu 3 menit.
(b) Berikan oksigen.
(c) Lakukan pernapasan buatan.
(4) Magnesium sulfat dihentikan juga bila setelah 4 jam pasca
persalinan sudah terjadi perbaikan (normotensif).
Pengobatan Obstetrik:
a. Cara terminasi kehamilan yang belum inpartu, yaitu :
1. Induksi persalinan : tetesan oksitosin dengan syarat nilai
Bishop 5 atau lebih dan dengan fetal heart monitoring.
2. Seksio sesaria bila :
a) Fetal assesment jelek
b) Syarat tetesan oksitosin tidak dipenuhi (nilai Bishop
kurang dari 5) atau adanya kontraindikasi tetesan
oksitosin.
c) 12 jam setelah dimulainya tetesan oksitosin belum
masuk fase aktif.
d) Pada primigravida lebih diarahkan untuk dilakukan
terminasi dengan seksio sesaria.
b. Cara terminasi kehamilan yang sudah inpartu
 Kala I
1. Fase laten : 6 jam belum masuk fase aktif maka
dilakukan seksio sesaria.
2. Fase aktif : Amniotomi dan bila 6 jam setelah
amniotomi belum terjadi pembukaan lengkap maka

14
dilakukan seksio sesaria (bila perlu dilakukan tetesan
oksitosin).
 Kala II
Pada persalinan per vaginam maka kala II diselesaikan
dengan partus buatan. Amniotomi dan tetesan oksitosin
dilakukan sekurang-kurangnya 3 menit setelah pemberian
pengobatan medisinal. Pada kehamilan 32 minggu atau
kurang; bila keadaan memungkinkan, terminasi ditunda 2
kali 24 jam untuk memberikan kortikosteroid.
c. Perawatan Konservatif
1. Indikasi : Bila kehamilan preterm kurang 37 minggu tanpa
disertai tanda-tanda inpending eklampsia dengan keadaan
janin baik.
2. Pengobatan medisinal : Sama dengan perawatan medisinal
pada pengelolaan aktif. Hanya loading dose MgSO4 tidak
diberikan intravenous, cukup intramuskuler saja dimana 4
gram pada bokong kiri dan 4 gram pada bokong kanan.

3. Pengobatan obstetri :
a. Selama perawatan konservatif : observasi dan evaluasi
sama seperti perawatan aktif hanya disini tidak
dilakukan terminasi.
b. MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mempunyai tanda-
tanda pre eklampsia ringan, selambat-lambatnya
dalam 24 jam.
c. Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka
dianggap pengobatan medisinal gagal dan harus
diterminasi.
d. Bila sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan maka
diberi lebih dahulu MgSO4 20% 2 gram intravenous.
4. Penderita dipulangkan bila :
a. Penderita kembali ke gejala-gejala/tanda-tanda
preeklamsia ringan dan telah dirawat selama 3 hari.
b. Bila selama 3 hari tetap berada dalam keadaan
preeklamsia ringan : penderita dapat dipulangkan dan

15
dirawat sebagai pre eklampsia ringan (diperkirakan
lama perawatan 1-2 minggu).

DAFTAR PUSTAKA

Anik & Yulianingsih 2009, Asuhan kegawatdaruratan dalam Kebidanan, Trans


Info Media, Jakarta.
Doengoes, Marilynn E 2001, Rencana Perawatan Maternal/Bayi : Pedoman
untuk Perencanaan dan Dokumentasi Perawatan Klien, edk 2, EGC,
Jakarta.
Saifuddin, Abdul B 2002, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiharjo, Jakarta.
Mochtar, Rustam 1998, Sinopsi Obstetri, EGC, Jakarta.
http://one.indoskripsi.com/node/9081,dilihat pada 16 April 2010
Prawirohardjo, Sarwono 2009, Ilmu Kebidanan Cetakan ke 2, edk 4, Bina
Pustaka, Jakarta.

16

Anda mungkin juga menyukai