Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN SECTIO CAESAREA

DI RUANGAN NIFAS LONTARA 4 BAWAH BELAKANG

RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR

Disusun Oleh :

Nama : OKTAVIANI DJAFAR

Nim : 17.050

Ci Lahan Ci Institusi

(......………………………….) (……………....……………..)

AKADEMI KEPERAWATAN MAKASSAR

YAYASAN PENDIDIKAN MAKASSAR

2019

KONSEP DASAR MEDIS PADA SECTIO CAESAREA


A. Pengertian Sectio Caesarea
Sektio secaria merupakan prosedur operatif, yang di lakukan di bawah
anestesia sehingga janin, plasentadan ketuban di lahirkan melalui insisi dinding
abdomendan uterus. Prosedurini biasanya di lakukan setelah viabilitas tercapai
( mis, usia kehamilan lebih dari 24 minggu ).(Buku Ajar bidan,Myles,edisi
14.2011.hal:567).
Sectio sesarea adalah pengeluaran janin melalui insisi abdomen. Teknik ini
digunakan jika kondisi ibu menimbulkan distres pada janin atau jika telah terjadi
distres janin. Sebagian kelainan yang sering memicu tindakan ini adalah malposisi
janin, plasenta previa, diabetes ibu, dan disproporsi sefalopelvis janin dan ibu. Sectio
sesarea dapat merupakan prosedur elektif atau darurat .Untuk sectio caesarea
biasanya dilakukan anestesi spinal atau epidural.(Buku pre operatif .arif
muttaqin.2008.hal:507).
Sectio caesarea adalah melahirkan janin melalui insisi pada dinding abdomen
(laparotomi)dan dinding uterus (histerotomi).Definisi ini tidak mencakup pengeluaran
janin dari rongga abdomen pada kasus rupture uteri atau pada kasus kehamilan
abdomen. (obstetri williams,2006).
Kesimpulan dari ketiga pengertian diatas yaitu, Sectio caesarea adalah
pengeluaran janin melalui insisi dinding abdomen. Teknik ini digunakan jika kondisi
ibu menimbulkan distres pada janin atau jika telah terjadi distres janin. Sebagian
kelainan yang sering memicu tindakan ini adalah malposisi janin, plasenta previa,
diabetes ibu, dan disproporsi sefalopelvis janin dan ibu.

B. Etiologi
Indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri iminen, perdarahan
antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal distres
dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio caesarea diatas
dapat diuraikan beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut:

1. CPD (Chepalo Pelvik Disproportion)


Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak
sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat
melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa
tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui
oleh janin ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan
kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses
persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis
tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan ukuran-ukuran
bidang panggul menjadi abnormal.

2. PEB (Pre-Eklamsi Berat)


Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung
disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah
perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian
maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa
dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut
menjadi eklamsi. Preeklamsia adalah kelainan multiorgan spesifik pada kehamilan
yang ditandai dengan adanya hipertensi, edema dan proteinuria tetapi tidak
menunjukkan tanda-tanda kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya, adapun
gejalanya biasanya muncul setelah kehamilan berumur 20 minggu (Obgynacea,
2009). Preeklamsia adalah timbulanya hipertensi disertai proteinuria dan edema
akibat kehamilan setelah usia 20 minggu atau segera setelah persalinan (Mansjoer,
2006) Preeklamsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan
disertai dengan proteinuria, penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ketiga
dalam kehamilan, atau segera setelah persalinan. ( Prawirohardjo, 2008).

3. KPD (Ketuban Pecah Dini)


Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban
pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu.

4. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena
kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada
kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau
salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.
5. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak
memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan
lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.

6. Kelainan Letak Janin


a. Kelainan pada letak kepala
1). Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba
UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya
bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar panggul.
2). Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak
paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %.
3). Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi terendah
dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya dengan
sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau letak belakang kepala.
b. Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang
dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri.
Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi
bokong kaki, sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi
kaki

C. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan / hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya plasenta
previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture
uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks, dan
malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan
pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan
menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah
intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan
menyebabkan pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri pasien secara
mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan
perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain
itu, dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding
abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh
darah, dan saraf - saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang
pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri
akut). Setelah proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan
menimbulkan luka post op, yang bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan
masalah risiko infeksi.

D. Pemeriksaan Penunjang
a. Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari kadar pra
operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan.
b. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
c. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
d. Urinalisis / kultur urine
e. Pemeriksaan elektrolit

E. Komplikasi
a. Infeksi Puerperalis
Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa hari
dalam masa nifas atau dapat juga bersifat berat, misalnya peritonitis, sepsis
dan lain-lain. Infeksi post operasi terjadi apabila sebelum pembedahan sudah
ada gejala -gejala infeksi intrapartum atau ada faktor - faktor yang merupakan
predisposisi terhadap kelainan itu (partus lama khususnya setelah ketuban
pecah, tindakan vaginal sebelumnya). Bahaya infeksi dapat diperkecil dengan
pemberian antibiotika, tetapi tidak dapat dihilangkan sama sekali, terutama SC
klasik dalam hal ini lebih berbahaya daripada SC transperitonealis profunda.
b. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang
arteria uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri
c. Komplikasi - komplikasi lain seperti :
1). Luka kandung kemih
2). Embolisme paru – paru

F. Klasifikasi Sectio Caesarea


a. Insisi Vertikal
Insisi vertical garis tengah infraumbilikus adalah insisi yang palin cepat
dibuat.Insisi ini harus cukup panjang agar janin dapat lahir tanpa kesulitan.Oleh
karenanya, panjang harus sesuai dengan taksiran ukuran janin
b. Insisi Transversal/Lintang
Kulit dan jaringan subkutan disayat dengan menggunakan insisi transversal
rendah sedikit melengkung.Insisi kulit transversal jelas memiliki keunggulan
kosmetik .walaupun sebagian orang beranggapan bahwa insisi ini lebih kuat dan
kecil kemungkinannya terlepas ,insisi ini juga memiliki kekurangan,pada sebagian
wanita pemajanan uterus yang hamil dan apendiksnya tidak sebaik pada insisi
vertical.
c. Insisi Uterus
Suatu insisi vertical kedalamkorpus uterus diatassegmenbawah uterus dan
mencapai fundus uterus namun tindakan ini sudah jarang digunakan saat ini.
d. Seksio sesarea ekstra peritoneum
Tujuan operasi adalah untuk membuka uterus secara ekstra peritoneum
dengan melakukan diseksi melalui ruang retzius dan kemudian disepanjang salah
satu dan di belakang kandung kemih untuk mencapai segmen bawah uterus.
e. Seksio sesarea postmortem
Kadang-kadang seksio sesarea dilakukan pada seorang wanita yang baru
meninggal atau yang diperkirakan tidak lama lagi akan meninggal.

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA SECTIO CAESAREA


A. Pengkajian
a. Identitas klien dan penanggung
b. Keluhan utama klien saat ini
c. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi klien multipara
d. Riwayat penyakit keluarga
e. Keadaan klien meliputi :
1) Sirkulasi
Hipertensi dan pendarahan vagina yang mungkin terjadi. Kemungkinan
kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 mL
2) Integritas ego
Dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi sebagai tanda kegagalan
dan atau refleksi negatif pada kemampuan sebagai wanita.Menunjukkan
labilitas emosional dari kegembiraan, ketakutan, menarik diri, atau
kecemasan.
3). Makanan dan cairan
Abdomen lunak dengan tidak ada distensi (diet ditentukan).
4). Neurosensori
Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi spinalepidural.
5). Nyeri / ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh nyeri dari berbagai sumber karena trauma bedah,
distensi kandung kemih , efek - efek anesthesia, nyeri tekan uterus
mungkin ada.

6). Pernapasan
Bunyi paru - paru vesikuler dan terdengar jelas.
7). Keamanan
Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda / kering dan utuh.
8). Seksualitas
Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus.Aliran lokhea sedang.

B. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan analisa dapat dirinci diagnosa keperawatannya sebagai berikut:
a. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik.
b. Risiko tinggi infeksi
c. Kurang pengetahuan tentang perawatan post operasi SC.
d. Nyeri berhubungan dengan diskontinuitas jaringan.
e. Gangguan mobilisasi fisik

C. Intervensi Keperawatan
Dx 1 Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik
Tujuan: Perawatan diri terpenuhi
Kriteria Hasil: Kulit bersih, Rambut bersih, kuku pendek dan bersih.

Intervensi Rasionalisasi
1. Beri penyuluhan tentang
pentingnya perawatan diri Meningkatkan pemahaman klien
2. Ajarkan pada keluarga cara
merawat anggota keluarga yang
sakit Agar keluarga memahami
3. Bantu Klien untuk mandi. Memfasilitasi klien untuk mandi
4. Tanyakan pada klien untuk
penggunaan shampoo dan sabun
mandi. Agar klien mampu memilih

Dx 2 Risiko tinggi infeksi


Tujuan: Tidak terjadi infeksi
Kriteria Hasil: Tidak ada tanda – tanda infeksi seperti: rubor, color, dolor
dan function laesa

Intervensi Rasionalisasi
1. Observasi tanda - tanda vital Mengetahui kesenjangan yang terjadi
2. Ganti balutan sesuai indikasi Menghindari berkembangnya kuman
Untuk membunuh kuman penyebab
3. Kolaborasi pemberian antibiotika infeksi
4. Anjurkan klien untuk
menghabiskan nutrisi yang Nutrisi membantu proses
disediakan penyembuhan
Dx 3 Kurang pengetahuan tentang perawatan post operasi SC.
Tujuan: Klien memahami perawatan post operasi SC
Kriteria Hasil: Mampu menyebutkan cara perawatan diri.

Intervensi Rasionalisasi
1. Ajarkan cara merawat luka Agar klien memahami cara merawat
operasi. luka operasi.
2. Ajarkan cara mengompres Agar klien memahami cara
daerah luka operasi mengompres daerah luka operasi
3. Ajarkan teknik distraksi untuk Untuk mengalihkan perhatian
mengurangi nyeri
4. Kolaborasi pemberian analgetik Mengurangi nyeri

Dx 4 Nyeri berhubungan dengan diskontinuitas jaringan.


Tujuan: Nyeri berkurang
Kriteria Hasil: Tidak menunjukkan wajah nyeri, skala nyeri 0

Intervensi Rasionalisasi
1. Observasi tanda - tanda vital Mengetahui kesenjangan yang terjadi
Untuk mengalihkan rangsang nyeri
2. Ajarkan teknik distraksi
3. Kolaborasi pemberian analgetik Mengurangi nyeri
4. Beri kompres hangat pada
daerah perut Memberikan rasa nyaman

Dx 5 Gangguan mobilisasi fisik


Tujuan: Mobilisasi fisik terpenuhi
Kriteria Hasil: Klien mampu melaksanakan kegiatan secara mandiri

Intervensi Rasionalisasi
1. Bantu klien untuk duduk Untuk melatih
2. Ajarkan klien tentang pentingnya
mobilisasi Agar klien mengerti
3. Beri pendidikan kesehatan Meningkatkan pengetahuan klien
tentang pentingnya mobilisasi tentang mobilisasi

D. Implementasi
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan
yang telah disusun pada tahap perencanaan. Pada saat akan dilaksanakan tindakan
keperawatan, perawat melakukan kontrak dengan klien dengan menjelaskan apa
yang akan dikerjakan serta peran serta klien yang diharapkan
Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan
yang spesifik dimana dimulai setelah rencana tindakan yang disusun dan dirujukan
pada perawat untuk membantu klien untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

F. Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan pada klien. (Keliat, 2008). Evaluasi dilakukan terus-menerus pada
respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi
dapat dibagi dua, yaitu : evaluasi proses atau formatif dilakukan setiap selesai
melaksanakan tindakan, evaluasi hasil atau sumatif membandingkan respon klien
pada tujuan umum dan khusus yang telah ditentukan. Evaluasi dapat dilakukan
dengan melakukan pendekatan SOAP sebagai pola pikir.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, M.E. 2001, Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta : EGC

Errol norwiz,2011,anatomi dan fisiologi obstetric dan ginekologi,

Gary,F C,2006,Williams obstetric edisi 21,Jakarta : EGC

Myles textbook for midwives,2011,Buku ajar bidan Edisi :14,Jakarta :EGC

Muttaqin,A dan Kumala sari,2008,Buku pre operatif, Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai