LAPORAN PENDAHULUAN SECTIO CAESAREA Vdya
LAPORAN PENDAHULUAN SECTIO CAESAREA Vdya
Disusun Oleh :
Nim : 17.050
Ci Lahan Ci Institusi
(......………………………….) (……………....……………..)
2019
B. Etiologi
Indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri iminen, perdarahan
antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal distres
dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio caesarea diatas
dapat diuraikan beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut:
4. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena
kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada
kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau
salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.
5. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak
memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan
lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
C. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan / hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya plasenta
previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture
uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks, dan
malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan
pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan
menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah
intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan
menyebabkan pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri pasien secara
mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan
perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain
itu, dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding
abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh
darah, dan saraf - saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang
pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri
akut). Setelah proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan
menimbulkan luka post op, yang bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan
masalah risiko infeksi.
D. Pemeriksaan Penunjang
a. Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari kadar pra
operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan.
b. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
c. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
d. Urinalisis / kultur urine
e. Pemeriksaan elektrolit
E. Komplikasi
a. Infeksi Puerperalis
Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa hari
dalam masa nifas atau dapat juga bersifat berat, misalnya peritonitis, sepsis
dan lain-lain. Infeksi post operasi terjadi apabila sebelum pembedahan sudah
ada gejala -gejala infeksi intrapartum atau ada faktor - faktor yang merupakan
predisposisi terhadap kelainan itu (partus lama khususnya setelah ketuban
pecah, tindakan vaginal sebelumnya). Bahaya infeksi dapat diperkecil dengan
pemberian antibiotika, tetapi tidak dapat dihilangkan sama sekali, terutama SC
klasik dalam hal ini lebih berbahaya daripada SC transperitonealis profunda.
b. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang
arteria uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri
c. Komplikasi - komplikasi lain seperti :
1). Luka kandung kemih
2). Embolisme paru – paru
6). Pernapasan
Bunyi paru - paru vesikuler dan terdengar jelas.
7). Keamanan
Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda / kering dan utuh.
8). Seksualitas
Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus.Aliran lokhea sedang.
B. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan analisa dapat dirinci diagnosa keperawatannya sebagai berikut:
a. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik.
b. Risiko tinggi infeksi
c. Kurang pengetahuan tentang perawatan post operasi SC.
d. Nyeri berhubungan dengan diskontinuitas jaringan.
e. Gangguan mobilisasi fisik
C. Intervensi Keperawatan
Dx 1 Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik
Tujuan: Perawatan diri terpenuhi
Kriteria Hasil: Kulit bersih, Rambut bersih, kuku pendek dan bersih.
Intervensi Rasionalisasi
1. Beri penyuluhan tentang
pentingnya perawatan diri Meningkatkan pemahaman klien
2. Ajarkan pada keluarga cara
merawat anggota keluarga yang
sakit Agar keluarga memahami
3. Bantu Klien untuk mandi. Memfasilitasi klien untuk mandi
4. Tanyakan pada klien untuk
penggunaan shampoo dan sabun
mandi. Agar klien mampu memilih
Intervensi Rasionalisasi
1. Observasi tanda - tanda vital Mengetahui kesenjangan yang terjadi
2. Ganti balutan sesuai indikasi Menghindari berkembangnya kuman
Untuk membunuh kuman penyebab
3. Kolaborasi pemberian antibiotika infeksi
4. Anjurkan klien untuk
menghabiskan nutrisi yang Nutrisi membantu proses
disediakan penyembuhan
Dx 3 Kurang pengetahuan tentang perawatan post operasi SC.
Tujuan: Klien memahami perawatan post operasi SC
Kriteria Hasil: Mampu menyebutkan cara perawatan diri.
Intervensi Rasionalisasi
1. Ajarkan cara merawat luka Agar klien memahami cara merawat
operasi. luka operasi.
2. Ajarkan cara mengompres Agar klien memahami cara
daerah luka operasi mengompres daerah luka operasi
3. Ajarkan teknik distraksi untuk Untuk mengalihkan perhatian
mengurangi nyeri
4. Kolaborasi pemberian analgetik Mengurangi nyeri
Intervensi Rasionalisasi
1. Observasi tanda - tanda vital Mengetahui kesenjangan yang terjadi
Untuk mengalihkan rangsang nyeri
2. Ajarkan teknik distraksi
3. Kolaborasi pemberian analgetik Mengurangi nyeri
4. Beri kompres hangat pada
daerah perut Memberikan rasa nyaman
Intervensi Rasionalisasi
1. Bantu klien untuk duduk Untuk melatih
2. Ajarkan klien tentang pentingnya
mobilisasi Agar klien mengerti
3. Beri pendidikan kesehatan Meningkatkan pengetahuan klien
tentang pentingnya mobilisasi tentang mobilisasi
D. Implementasi
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan
yang telah disusun pada tahap perencanaan. Pada saat akan dilaksanakan tindakan
keperawatan, perawat melakukan kontrak dengan klien dengan menjelaskan apa
yang akan dikerjakan serta peran serta klien yang diharapkan
Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan
yang spesifik dimana dimulai setelah rencana tindakan yang disusun dan dirujukan
pada perawat untuk membantu klien untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
F. Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan pada klien. (Keliat, 2008). Evaluasi dilakukan terus-menerus pada
respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi
dapat dibagi dua, yaitu : evaluasi proses atau formatif dilakukan setiap selesai
melaksanakan tindakan, evaluasi hasil atau sumatif membandingkan respon klien
pada tujuan umum dan khusus yang telah ditentukan. Evaluasi dapat dilakukan
dengan melakukan pendekatan SOAP sebagai pola pikir.
DAFTAR PUSTAKA