Anda di halaman 1dari 28

TUGAS

Keperawatan Komunitas
ASKEP INDIVDU DENGAN TUBERKULOSIS (TBC)

DISUSUN OLEH

1. FITRI LESTARI
2. HARTATIK
3. IIN YULIANTI
4. ISTIQOMAH
5. ITA RAHMA WIDURI
6. JOKO SUSILO
7. SERA FAHLEVI DWI SURYAWAN
8. SLAMET
9. SRI HARTATIK
10. SRIYATUN
11. TOTOK SUPRIADI

PRODI S1 KEPERAWATAN
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT. Karena atas berkat rahmat-Nya
kami dapat menyelesaikan tugas ini tepat pada waktunya. Tak lupa pula kami mengucapkan
terima kasih kepada dosen Mata Kuliah Keperawatan Komunitas yang telah memberikan
tugas ini kepada kami sebagai upaya untuk menjadikan kami manusia yang berilmu dan
berpengetahuan.
Keberhasilan kami dalam menyelesaikan makalah ini tentunya tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak. Untuk itu, kami menyampaikan terima kasih pada semua pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan
masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki, untuk itu, kami mengharapkan saran yang
membangun demi kesempurnaan makalah ini, sehingga dapat bermanfaat bagi siapapun yang
membacanya.

Madiun, 16 Desember 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat kuat
sehingga memerlukan waktu lama untuk mengobatinya. Bakteri ini lebih sering menginfeksi
organ paru-paru dibandingkan bagian lain tubuh manusia.
Tuberkulosis adalah salah satu dari sepuluh penyakit yang menyebabkan
angka kematian terbesar di dunia. Pada tahun 2015 jumlah penderita TB baru di seluruh
dunia sekitar 10,4 juta yaitu laki – laki 5,9 juta, perempuan 3,5 juta dan anak – anak 1,0 juta.
Diperkirakan 1.8 juta meninggal antara lain 1,4 juta akibat TB dan 0,4 juta akibat TB dengan
HIV (WHO, 2016).
TB adalah masalah kesehatan dunia, WHO melaporkan sejak dahulu dan
faktanya menurut estimasi WHO prevalensi TB setiap tahun selalu meningkat. Epidemiologi
TB di Indonesia, walaupun prevalensinya menunjukkan penurunan yang signifikan survey
epidemiologi tahun 1980 – 2004 secara nasional telah mencapai target yang sudah ditetapkan
tahun 2015 yaitu 221 per 100.000 penduduk dan WHO memprediksikan kurang lebih
690.000 tau 289/1000 terdapat penderita TB di Indonesia. TB merupakan penyebab kematian
kedua setelah stroke pada usia 15 tahun ke atas dan penyebab kematian pada bayi dan balita
(Nizar, 2017).
Saat ini setiap menit muncul satu penderita baru TBC paru, dan setiap dua
menit muncul satu penderita baru TBC paru yang menular. Bahkan setiap empat menit sekali
satu orang meninggal akibat TBC di Indonesia. Sehingga kita harus waspada sejak dini &
mendapatkan informasi lengkap tentang penyakit TBC.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian dari TBC?
2. Bagaimana penyebab penyakit TBC?
3. Bagaimana cara Penularan TBC?
4. Bagaimana diagnosis TBC?
5. Bagaimana gejala penyakit TBC?
6. Bagaimana pencegahan penyakit TBC?
7. Bagaimana pengobatan penyakit TBC
8. Asuhan keperawatan individu dengan TBC
C. Tujuan
Adapun tujuan penulisannya adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengertian dari TBC.
2. Untuk mengetahui penyebab penyakit TBC.
3. Untuk mengetahui cara Penularan TBC.
4. Untuk mengetahui diagnosis TBC.
5. Untuk mengetahui gejala penyakit TBC.
6. Untuk mengetahui cara pencegahan penyakit TBC
7. Untuk mengetahui pengobata penyakit TBC
8. Untuk mengetahui asuhan kepeawatan individu dengan TBC.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Tuberkulosis (TBC)


Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman TB ( M.
tuberculosis ) sebagian besar menyerang paru tetapi juga dapat menyerang organ
tubuh lainnya (Kementerian Kesehatan RI, 2009). Tuberkulosis adalah penyakit infeksius
terutama menyerang parenkim paru.
TB paru adalah suatu penyakit yang menular yang disebabkan oleh bacil
Mycobacterium tuberculosis yang merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan bagian
bawah. Sebagian besar bakteri M. tuberculosis masuk ke dalam jaringan paru melalui airbone
infection dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai focus primer (Wijaya &
Putri, 2013).
TB Paru adalah salah satu penyakit penyakit menular yang disebabkan infeksi
bakteri M. tuberculosis yang sebagian besar menyerang paru – paru. Kuman ini
termasuk basil gram positif, berbentuk batang, dinding sel mengandung komplek
lipida glikolipida serta lilin (wax) yang sulit ditembus zat kimia. (Bina Kefarmasian
dan Alat Kesehatan, 2005).
Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman M.
tuberculosis atau dikenal sebagai Bakteri Tahan Asam ( BTA ).Untuk pemeriksaan
bakterologis yang bisa mengidentifikasi kuman M. tuberculosis menjadi sarana yang
diagnosis yang ideal untuk TB (Kementerian Kesehatan RI, 2014)
Tuberkulosis adalah salah satu penyakit menular yang menjadi perhatian di
dunia. Dengan berbagai upaya pengendalian yang telah dilakukan, insidens dan
kematian akibat turberkulosis sudah menurun. Pada tahun 2014 tuberkulosis
diperkirakan menyerang 9,6 juta orang dan menyebabkan kematian 1,2 juta jiwa.
India, Indonesia dan China merupakan negara dengan penderita tuberkulosis
terbesar di dunia (Kementerian Kesehatan RI, 2016).
Tuberkulosis adalah salah satu dari sepuluh penyakit yang menyebabkan
angka kematian terbesar di dunia. Pada tahun 2015 jumlah penderita TB baru di seluruh
dunia sekitar 10,4 juta yaitu laki – laki 5,9 juta, perempuan 3,5 juta dan anak – anak 1,0 juta.
Diperkirakan 1.8 juta meninggal antara lain 1,4 juta akibat TB dan 0,4 juta akibat TB dengan
HIV (WHO, 2016).
TB adalah masalah kesehatan dunia, WHO melaporkan sejak dahulu dan
faktanya menurut estimasi WHO prevalensi TB setiap tahun selalu meningkat.
Epidemiologi TB di Indonesia, walaupun prevalensinya menunjukkan penurunan yang
signifikan survey epidemiologi tahun 1980 – 2004 secara nasional telah mencapai target yang
sudah ditetapkan tahun 2015 yaitu 221 per 100.000 penduduk dan WHO memprediksikan
kurang lebih 690.000 tau 289/1000 terdapat penderita TB di Indonesia. TB merupakan
penyebab kematian kedua setelah stroke pada usia 15 tahun ke atas dan penyebab kematian
pada bayi dan balita (Nizar, 2017)

B. Penyebab TBC
Agen infeksius utama, M. tuberculosis adalah batang aerobic tahan asam yang
tumbuh dengan lambat dan sensitive terhadap panas dan sinar matahari. M. bovis
dan M. avium adalah kejadian yang jarang yang berkaitan dengan terjadinya infeksi
tuberkulosis (Wijaya & Putri, 2013).
M. tuberculosis berbentuk batang berwarna merah dengan ukuran panjang 1-
10 mikron, dan lebar 0,2- 0,6 mikron. Kuman mempunyai sifat tahan asam tehadap
pewarnaan metode Ziehl Neelsen. Tahan terhadap suhu rendah dan dapat
mempertahankan hidup dalam jangka waktu lama bersifat dorment ( tidur dan tidak
berkembang ) pada suhu 4o C sampai – 70 ℃. Kuman bersifat sangat peka terhadap
panas, sinar matahari dan sinar ultraviolet. Jika terpapar langsung dengan sinar
ultraviolet, sebagain besar kuman akan mati dalam waktu beberapa menit. Kuman
dalam dahak pada suhu antara 30 – 70 oC akan mati dalam waktu kurang lebih 1
minggu (Kementerian Kesehatan RI, 2014).
M. tuberculosis terkandung di dalam droplet ketika penderita TB batuk,
bersin atau berbicara. Droplet akan meninggalkan organisme yang cukup kecil
untuk terdeposit di dalam alveoli ketika dihirup. Ketika berada di dalam alveoli,
sistem imun akan merespon dengan mengeluarkan sitokin dan limfokin yang
menstimulasi monosit dan makrofag. M. tuberculosis mulai berkembang biak di
dalam makrofag. Dari beberapa makrofag. Beberapa dari makrofag tersebut
meningkatkan kemampuan untuk membunuh organisme, sedangkan yang lainnya
dapat dibunuh oleh basil. Setelah 1 – 2 bulan pasca paparan, di paru – paru terlihat
lesi patogenik yang disebabkan oleh infeksi (Brooks et al., 2010).
1. TB Primer
TB primer adalah penyakit TB yang timbul dalam 5 tahun pertama setelah
terjadinya infeksi bakteri M. tuberculosis untuk pertama kalinya ( infeksi primer ).
TB pada anak – anak umumnya adalah TB primer. Pada seseorang yang belum
pernah kemasukan bakteri M. tuberculosis, tes tuberkulin negatif karena sistem
imun seluler belum mengenal bakteri M. tuberculosis. Bila orang ini terinfeksi M.
tuberculosis segera difagositosis oleh makrofag, bakteri M. tuberculosis tidak akan
mati sedangkan makrofagnya dapat mati. Dengan demikian bakteri ini dapat
berkembang biak secara leluasa selama 2 minggu pertama di alveolus paru dengan
kecepatan 1 bakteri menjadi 2 bakteri setiap 20 jam. Setelah 2 minggu bakteri
bertambah menjadi 100.000. sel - sel limfosit akan berkenalan dengan M. tuberculosis untuk
pertama kalinya dan akan menjadi limfosit T yang tersensitisasi dan mengeluarkan berbagai
jenis limfokin. Beberapa jenis limfokin akan merangsang limfosit dan makrofag untuk
membunuh M. tuberculosis. Disamping itu juga terbentuk limfokin lain yaitu Skin
Reactivity Factor ( SRF ) yang menyebabkan timbulnya reaksi hipersensivitas tipe lambat
pada kulit berupa indurasi dengan diameter 10 mm atau lebih dikenal sebagai reaksi
tuberculin ( tes Mantoux ). Adanya konversi reaksi tuberculin dari negatif menjadi positif
belum tentu menjadi indikator bahwa sudah ada kekebalan. Makrofag tidak selamanya
dapat membedakan kawan atau lawan sehingga menimbulkan kerusakan jaringan dalam
bentuk nekrosis/ pengkejuan dan disusul dengan likuifaks/ pencairan. Pada tahap ini bentuk
patologi TB ditemukan dalam proporsi yang tidak sama yaitu berupa tuberkel – tuberkel
yang berupa pengkejuan di tengah ( sentral ) yang dikelilingi oleh sel – sel epiteloid (
berasal dari sel – sel makrofag ) dan sel – sel limposit. M. tuberculosis dapat musnah
dengan perlahan atau tetap berkembang biak di dalam makrofag, tetap tinggal selama
bertahun – tahun sampai puluhan tahun.
Dalam waktu kurang dari 1 jam setelah masuk ke dalam alveoli, sebagian M.
tuberculosis akan terangkut oleh aliran limfa ke dalam kelenjar – kelenjar limfa
regional dan sebagian ikut masuk ke dalam aliran darah dan tersebar ke organ lain.
Perubahan seperti ini dialami oleh kelenjar – kelenjar limfa serta organ yang sempat
dihinggapi M. tuberculosis. Kombinasi tuberkel dalam paru dan limfadenitis
regional disebut kompleks primer.
2. TB Sekunder
TB sekunder adalah penyakit TB yang baru timbul setelah lewat 5 tahun sejak
terjadi infeksi primer. Bila sistem pertahanan tubuh melemah M. tuberculosis yang
sedang tidur dapat aktif kembali disebut reinfeksi endogen. Dapat pula terjadi super
infeksi M. tuberculosis dari luar disebut reinfeksi eksogen. TB pada orang dewasa
adalah TB sekunder karena reinfeksi endogen (Danusantoso, 2012).

C. Cara Penularan TBC


Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri
Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk, dan pada anak-
anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa. Bakteri ini bila sering
masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan berkembangbiak menjadi banyak (terutama
pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat menyebar melalui pembuluh
darah atau kelenjar getah bening.
Oleh sebab itulah infeksi TBC dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh
seperti paru-paru, otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-
lain, meskipun demikian organ tubuh yang paling sering terkena yaitu paru-
paru. Saat Mikobakterium tuberkulosa berhasil menginfeksi paru-paru, maka dengan segera
akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular (bulat). Biasanya melalui
serangkaian reaksi imunologis bakteri TBC ini akan berusaha dihambat melalui pembentukan
dinding di sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru.
Mekanisme pembentukan dinding itu membuat jaringan di sekitarnya
menjadi jaringan parut dan bakteri TBC akan menjadi dormant (istirahat). Bentuk-bentuk
dormant inilah yang sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada pemeriksaan fotorontgen.

D. Diagnosis TB Paru
Diagnosis TB secara teoritis berdasarkan atas
a. Anamnesa
Anamnesa suspek TB dengan keluhan umum ( malaise, anorexia, berat badan
turun, cepat lelah ), keluhan karena infeksi kronik ( keringat pada malam hari), keluhan
karena ada proses patologis di paru ( batuk lebih dari 2 minggu, batuk bercampur darah,
sesak nafas, demam dan nyeri dada )
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan memeriksa fungsi pernafasan
antara lain frekuensi pernafasan, jumlah dan warna dahak, frekuensi batuk serta
pengkajian nyeri dada. Pengkajian paru – paru terhadap konslidasi dengan
mengevaluasi bunyi nafas, fremitus serta hasil pemeriksaan perkusi. Kesiapan
emosional pasien dan persepsi tentang tuberculosis perlu dikaji (Humaira, 2013).
c. Tes Tuberkulin
Tes ini bertujuan untuk memeriksa kemampuan reaksi hipersensivitas tipe
lambat yang mencerminkan potensi sistem imun seseorang khususnya terhadap M.
tuberculosis. Pada seseorang belum terinfeksi M. tuberculosis, sistem imunitas
seluler tentunya belum terangsang untuk melawan M. tuberculosis maka tes
tuberkulin hasilnya negatif. Sebaliknya bila seseorang pernah terinfeksi M.
tuberculosis dalam keadaan normal sistem imun ini sudah terangsang secara efektif
3 – 8 minggu setelah infeksi primer dan tes tuberkulin menjadi positif.
d. Foto Rontgen Paru
Foto rontgen paru memegang peranan penting karena berdasar letak, bentuk,
luas dan konsistensi kelainan dapat diduga adanya lesi TB. Foto rontgen paru dapat
menggambarkan secara objektif kelainan anatomic paru dan kelainan – kelainan
bervariasi mulai dari bintik kapur, garis fibrotic, bercak infiltrate, penarikan trakea,
kavitas. Kelainan ini dapat berdiri sendiri atau ditemukan bersama – sama.
e. Pemeriksaan Serologi
Berbeda dengan tes tuberkulin, tes serologi menilai Sistem Imunitas Humoral
( SIH ) khususnya kemampuan produksi antibodi dari kelas IgG terhadap sebuah
antigen dalam M. tuberculosis. Bila seseorang belum pernah terinfeksi M.
tuberculosis, SIH- nya belum diaktifkan maka tes serologi negatif. Sebaliknya bila
seseorang sudah pernah terinfeksi M. tuberculosis, SIH- nya sudah membentuk IgG
tertentu sehingga hasil tes akan positif.
f. Pemeriksaan Bakteriologi
Pemeriksaan bakteriologi meliputi pemeriksaan dahak, sekret bronkus dan
bahan aspirasi cairan pleura. Pemeriksaan dahak antara lain pemeriksaan
mikroskopis, kultur dan tes resistensi. Tentunya nilai tertinggi pemeriksaan dahak
adalah hasil kultur yang positif, yakni yang tumbuh adalah M. tuberculosis yang
sesungguhnya. Namun kultur ini tidak dapat dilakukan di semua laboratorium di
Indonesia dan pemeriksaan ini cukup mahal dan memakan waktu yang lama sekitar
3 minggu. Oleh sebab itu pemeriksaan dahak secara mikroskopis sudah dianggap
cukup untuk menentukan diagnosis TB dan sudah dibenarkan pemberian
pengobatan dalam rangka penyembuhan penderita TB (Danusantoso, 2012)
Dalam upaya pengendalian TB secara nasional maka diagnosis TB paru untuk
orang dewasa ditegakkan terlebih dahulu dengan pemeriksaan bakteriologis yaitu
pemeriksaan mikroskopis langsung, biakan dan tes cepat. Apabila pemeriksaan
secara bakterilogis negatif maka penegakkan diagnosis TB dengan pemeriksaan
foto toraks. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan
foto toraks saja karena foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang spesifik. Pada TB
paru dan tidak dibenarkan mendiagnosis TB dengan tes tuberkulin saja.
Untuk kepentingan diagnosis dengan cara pemeriksaan dahak secara mikroskopis
langsung dari penderita TB dengan contoh uji dahak SPS ( sewaktu – pagi –
sewaktu ) (Kementerian Kesehatan RI, 2014).
Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari yaitu
sewaktu, pagi dan sewaktu. Diagnosis TB paru pada orang dewasa ditegakkan
dengan penemuan kuman TB ( BTA ). Pada program TB nasional dengan
penemuan kuman TB pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis merupakan
diagnosis yang utama. Pemeriksaan lain yaitu pemeriksaan rontgen ( foto toraks ),
biakan dan uji kepekaaan yang digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang
sesuai dengan indikasinya. Tidak dibenarkan mendiagnosis dengan pemeriksaan
foto toraks saja karena foto toraks tidak selalu menggambarkan khas pada paru TB.
Gambaran kelainan foto toraks tidak selalu menunjukkan aktivitas penyakit
(Kementerian Kesehatan RI, 2009)
Dahak adalah bahan yang infeksius, saat mengeluarkan dahak aerosol/
percikan dapat menulari orang yang ada di sekitarnya, oleh karena tempat untuk
mengeluarkan dahak harus dibuat secara khusus dan jauh dari kerumunanan orang.
Saat berdahak harus memperhatikan arah angin agar droplet tidak mengenai
petugas. Tempat untuk pengumpulan dahak harus di ruangan terbuka dan mendapat
sinar matahari langsung atau ventilasi baik, untuk mengurangi kemungkinan
penularan akibat percikan yang infeksius dan harus dilengkapi dengan prosedur
mengeluarkan dahak, tempat cuci tangan dengan air mengalir dan sabun. Jangan
mengeluarkan dahak di ruangan tertutup dengan ventilasi buruk contoh kamar kecil, ruangan
kerja ( ruang pendaftaran, ruang obat,ruang laboratorium), ruang tunggu
dan ruang umun lainnya (Kementerian Kesehatan RI, 2012).
Persiapan penderita pengumpulan contoh uji dahak : penderita diberitahu
bahwa contoh uji dahak sangat penting untuk menentukan status penyakitnya. Oleh
karena itu anjuran pemeriksaan dahak SPS untuk penderita baru dan SP untuk
penderita dalam pemantuan pengobatan harus dipenuhi. Dahak yang dikeluarkan
berasal dari saluran nafas bagian bawah, berupa lendir berwarna kuning kehijauan
( mukopurulen) sebelumnya harus berkumur terlebih dahulu. Jika kesulitan
berdahak penderita harus olahraga ringan atau diberi obat ekspektoran untuk
merangsang pengeluaran dahak dan diminum pada malam hari sebelumnya.
Penderita saat mengeluarkan dahak harus sesuai dengan prosedur mengeluarkan
dahak dan berhati – hati kemudian mencuci tangan (Kementerian Kesehatan RI,
2012).
Persiapan alat dianjurkan wadah / pot dahak yang sekali pakai dan harus selalu
bersih, tidak mudah pecah, tidak mudah bocor dengan mulut yang lebar, transparan,
bertutup ulir. Setiap wadah harus diberi label pada badannya bukan tutupnya. Label
yang drekatkan sebelum pengumpulan dahak. Data meliputi tanggal pengambilan
dahak, nama penderita, nomor register laboratorium (Fujiki, 2007).
Petugas menjelaskan petunjuk / prosedur mengeluarkan dahak pada penderita
antara lain : sisa- sisa makanan dibersihkan dengan cara berkumur dengan air, jika
memakai gigi palsu, dilepaskan sebelum berkumur, tarik nafas dalam 2 sampai 3
kali dan setiap kali nafas dihembuskan dengan kuat, tutup pot dibuka dan
didekatkan ke mulut, berdahak dengan kuat dan dimasukkan ke dalam pot dahak, dahak
dimasukkan pada pot harus hati – hati agar tidak mengkontaminasi bagian
luar pot. Jika bagian luar pot terkontaminasi, basuh dengan kertas kecil dan kertas
kecil dimasukkan dalam pot dahak, segera tutup pot dengan rapat dengan cara tutup
pot diputar, penderita harus mencuci tangan dengan air dan sabun, bila perlu hal di
atas perlu diulangi sampai mendapatkan dahak yang berkualitas baik dengan
volume yang cukup, jika dahak sulit dikeluarkan lakukan olahraga ringan atau
malam hari sebelum tidur minum banyak air/ 1 tablet gliseril guayakolat 200 mg,
pot berisi dahak diserahkan kepada petugas laboratorium dengan menempatkan pot
dahak di tempat yang telah disediakan (Kementerian Kesehatan RI, 2012)..
Dahak mengandung partikel solid atau purulen yang dbatukkan keluar dari
dalam paru – paru. Cegah dahak menjadi encer ( mukokoloid) karena diletakkan
pada suhu ruang dalam waktu lama. Biasanya dahak yang mengandung darah lebih
sedikit kuman tuberkulosis karena darah bersentuhan dengan luka hanya sebentar
sebelum dihentikan. Air liur dan lendir hidung bukan spesimen yang baik untuk
diperiksa (Fujiki, 2007).
Pemeriksaan dahak bertujuan untuk menegakkan diagnosis, menilai
keberhasilan pengobatan dan untuk menentukan potensi penularan. Pemeriksaan
dahak dengan mengumpulkan 3 contoh uji dahak yang dikumpulkan 2 hari
kunjungan yaitu dahak sewaktu,dahak pagi dan dahak sewaktu ( SPS).
a. Dahak sewaktu ( S ) adalah dahak yang dikeluarkan oleh penderita suspek
TB saat pertama berkunjung ke fasyankes. Pada saat pulang, penderita
membawa pot pagi untuk mengeluarkan dahak pagi ( P ) setelah bangun
tidur.
b. Dahak pagi ( P ) adalah dahak yang dikeluarkan di rumah setelah bangun
tidur kemudian pot dibawa dan diserahkan kepada petugas laboratorium
fasyankes
c. Dahak sewaktu ( S ) adalah dahak yang dikeluarkan setelah penderita
menyerahkan dahak pagi kepada petugas laboratorium (Kementerian
Kesehatan RI, 2014)

Tabel 1. Interpretasi hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis


Apa yang dilihat Apa yang dilaporkan
Tidak ditemukan BTA
minimal 100 lapang BTA negative
pandang
Tuliskan jumlah BTA yang
1-9 BTA dalam 100 lapang
ditemukan/
pandang
100 lapang pandang
10- 99 BTA dalam 100
1+
lapang pandang
1-10 BTA dalam 1 lapang
pandang,
2+
periksa minimal 50 lapang
pandang
Lebih dari 10 BTA dalam 1
lapang
pandang, periksa minimal 3+
20 lapang
pandang
Skema pelaporan ini mengacu pada skala International union Against Tuberculosis and Lung
Diseases ( IUATLD) dan World Health Organization (WHO) (Kementerian Kesehatan RI,
2012).
E. Gejala penyakit TBC
Suspek TB paru adalah seseorang yang mempunyai keluhan atau gejala
klinis TB. Gejala suspek TB paru yaitu batuk berdahak selama 2 minggu atau lebih,
batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan dahak bercampur darah, batuk darah,
sesak nafas, bedan lemas, turunnya nafsu makan, berat badan menurun, malaise,
berkeringat pada malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih satu bulan.
Terduga TB/ suspek TB paru adalah seseorang yang mempunyai gejala klinis atau
keluhan yang mendukung TB paru (Kementerian Kesehatan RI, 2014).
Orang yang pernah kontak dengan penderita TB paru yaitu semua orang yang
tinggal serumah dengan penderita TB paru atau semua orang yang bertempat
tinggal yang berada dalam diameter 10 rumah dari penderita TB paru sekitar rumah
penderita TB paru (Kementerian Kesehatan RI, 2014).
Gejala TB paru yang sering ditemukan adalah :
1. Demam
Suhu tubuh bisa mencapai 40 – 41 0 C, serangan demam hilang dan timbul.
Keadaan ini sangat mempengaruhi daya tahan tubuh sehingga banyak kuman TB yang
masuk ke dalam tubuh
2. Batuk/ batuk darah
Batuk terjadi sebab ada iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk
membuang produk- produk radang. Batuk baru ada setelah terjadi peradangan paru
– paru setelah batuk berminggu- minggu. Sifat batuk dimulai dari batuk kering lalu
timbul peradangan hingga produktif ( menghasilkan sputum). Keadaan lanjut yang
terjadi adalah batuk darah karena pembuluh darah pecah pada kalvitas dan ulkus
dinding bronkus
3. Sesak nafas
Pada penyakit ringan belum dirasakan sesak nafas namun akan ditemukan
pada penyakit lebih lanjut yaitu pada infiltrasinya sudah meliputi setengah paru.
4. Nyeri dada
Nyeri dada ini timbul karena infiltrasi radang sudah sampai ke pleura hingga
menyebabkan pleuritis. Terjadi gesekan antara dua pleura saat inspirasi atau
aspirasi.
5. Malaise
Gejala ini sering ditemukan berupa anoretsia, berat badan menurun, sakit
kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam pada malam hari. Gejala malaise
semakin lama semakin berat dan terjadi hilang timbul tidak teratur (Humaira, 2013).

F. Cara Pencegahan TBC


Cara-cara pencegahan TBC sebagai berikut;
1. Saat batuk seharusnya menutupi mulutnya, dan apabila batuk lebih dari 3 minggu,
merasa sakit di dada dan kesukaran bernafas segera dibawa kepuskesmas atau ke
rumah sakit.
2. Saat batuk memalingkan muka agar tidak mengenai orang lain.
3. Membuang ludah di tempat yang tertutup, dan apabila ludahnya bercampur darah
segera dibawa kepuskesmas atau ke rumah sakit.
4. Mencuci peralatan makan dan minum sampai bersih setelah digunakan oleh
penderita.
5. Bayi yang baru lahir dan anak-anak kecil harus diimunisasi dengan vaksin BCG.
Karena vaksin tersebut akan memberikan perlindungan yang amat bagus.

G. Pengobatan TBC
1. Jenis Obat
o Isoniasid
o Rifampicin
o Pirasinamid
o Streptomicin
2. Prinsip Obat
Obat TB diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis, dalam jumlah cukup
dan dosis tepat selama 6-8 bulan,supaya semua kuman dapat dibunuh. Dosis tahap
intensif dan dosis tahap lanjutan ditelan dalam dosis tunggal,sebaiknya pada saat perut
kosong. Apabila paduan obat yangdigunakan tidak adekuat, kuman TB akan
berkembangmenjadi kuman kebal. Pengobatan TB diberikan dalan 2 Tahap yaitu:
a. Tahap intensif
Pada tahap intensif penderita mendapat obat (minum obat) setiap hari selama 2
bulan.
b. Tahap lanjutan
Pada tahap lanjutan penderita mendapat obat (minum obat) tiga kali seminggu
selama 4bulan.
3. Efek Samping Obat
Beberapa efek samping yang mungkin muncul akibat mengkonsumsi obat TB
bervariasi mulai dari ringan hingga berat. Efek samping ringan dapat berupa
berubahnya warna urine menjadi kemerahan yang diakibatkan oleh rifampisin.
Efek samping lainnya dapat berupa nyeri sendi, tidak ada nafsu makan, mual,
kesemutan dan rasa terbakar di hati, gatal dan kemerahan dikulit gangguan
keseimbangan hingga kekuningan (ikterus). Jika pasien merasakan hal-hal tersebut,
pasien harus segera berkonsultasi dengan dokter untuk memperoleh penanganan lebih
lanjut, fase lanjutan. Dalam beberapa kasus pengobatan bisa berlangsung hingga
delapan bulan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dengan demikian, bahwa penyakit tuberculosis (TBC) itu disebabkan karena adanya
bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Oleh karena itu untuk mencegah penularan penyakit ini
sebaiknya harus menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Tuberkulosis juga penyakit yang
harus benar-benar segera ditangani dengan cepat.
B. Saran
Saran yang paling tepat untuk mencegah penyakit tuberkulosis adalah
Meningkatkan daya tahan tubuh dengan makanan bergizi. TBC adalah penyakit yang dapat
disembuhkan, untuk mencapai hal tersebut penderita dituntut untuk minum obat secara benar
sesuai yang dianjurkan oleh dokter serta teratur untuk memeriksakan diri ke
klinik/puskesmas.
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN TUBERKULOSIS/TBC
A. Asuhan Keperawatan
Dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan metode proses keperawatan yang dalam
pelaksanaannya dibagi menjadi 4 tahap yaitu : Pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi. (H. Lismidar, 1990, IX)
1. Pengkajian
Pengkajian adalah komponen kunci dan pondasi proses keperawatan, pengkajian terbagi
dalam tiga tahap yaitu, pengumpulan data, analisa data dan diagnosa keperawatan. (H.
Lismidar, 1990. Hal 1)
a. Pengumpulan data
Dalam pengumpulan data ada urutan – urutan kegiatan yang dilakukan yaitu :
1. Identitas klien
Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin, tempat tinggal
(alamat), pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi menengah kebawah dan
satitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah
punya riwayat kontak dengan penderita TB patu yang lain. (dr. Hendrawan
Nodesul, 1996. Hal 1)
2. Riwayat penyakit sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang di
rasakan saat ini. Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat malam,
nafsu makan menurun dan suhu badan meningkat mendorong penderita untuk
mencari pengonbatan.
3. Riwayat penyakit dahulu
Keadaan atau penyakit – penyakit yang pernah diderita oleh penderita yang
mungkin sehubungan dengan tuberkulosis paru antara lain ISPA efusi pleura serta
tuberkulosis paru yang kembali aktif.
4. Riwayat penyakit keluarga
Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang menderita
penyakit tersebut sehingga sehingga diteruskan penularannya.
5. Riwayat psikososial
Pada penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan sanitasi
kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya
riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis paru yang lain (dr. Hendrawan
Nodesul, 1996).
6. Pola fungsi kesehatan
A. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat.
Pada klien dengan TB paru biasanya tinggal didaerah yang berdesak –
desakan, kurang cahaya matahari, kurang ventilasi udara dan tinggal
dirumah yang sumpek. (dr. Hendrawan Nodesul, 1996)
B. Pola nutrisi dan metabolic
Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia, nafsu makan
menurun. (Marilyn. E. Doenges, 1999)
C. Pola eliminasi
Klien TB paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam miksi
maupun defekasi
D. Pola aktivitas dan latihan
Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan menganggu
aktivitas. (Marilyn. E. Doegoes, 1999)
E. Pola tidur dan istirahat
Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita TB paru
mengakibatkan terganggunya kenyamanan tidur dan istirahat. (Marilyn. E.
Doenges, 1999)
F. Pola hubungan dan peran
Klien dengan TB paru akan mengalami perasaan asolasi karena penyakit
menular. (Marilyn. E. Doenges, 1999)
G. Pola sensori dan kognitif
Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan, dan
pendengaran) tidak ada gangguan.
H. Pola persepsi dan konsep diri
Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan emosi dan rasa
kawatir klien tentang penyakitnya. (Marilyn. E. Doenges, 1999)
I. Pola reproduksi dan seksual
Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual akan berubah
karena kelemahan dan nyeri dada.
J. Pola penanggulangan stress
Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan mengakibatkan
stress pada penderita yang bisa mengkibatkan penolakan terhadap
pengobatan. (dr. Hendrawan Nodesul, 1996. Hal 23)
K. Pola tata nilai dan kepercayaan
Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan terganggunya
aktifitas ibadah klien.
7. Pemeriksaan fisik
Berdasarkan sistem – sistem tubuh
a. Sistem integument
Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit menurun
b. Sistem pernapasan
Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai
inspeksi : adanya tanda – tanda penarikan paru, diafragma, pergerakan napas yang
tertinggal, suara napas melemah. (Purnawan Junadi DKK, th 1982, hal 213)
Palpasi : Fremitus suara meningkat. (Hood Alsogaff, 1995. Hal 80)
Perkusi : Suara ketok redup. (Soeparman, DR. Dr. 1998. Hal 718)
Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah, kasar dan yang
nyaring. (Purnawan. J. dkk, 1982, DR. Dr. Soeparman, 1998. Hal 718.
c. Sistem pengindraan
Pada klien TB paru untuk pengindraan tidak ada kelainan
d. Sistem kordiovaskuler
Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 syang mengeras. (DR.Dr.
Soeparman, 1998. Hal 718)
e. Sistem gastrointestinal
Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun. (DR.Dr. Soeparman,
1998. Hal 718)
f. Sistem musculoskeletal
Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan keadaan sehari
– hari yang kurang meyenangkan. (Hood Al Sagaff, 1995. Hal 87)
g. Sistem neurologis
Kesadaran penderita yaitu komposments dengan GCS : 456
h. Sistem genetalia
Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia

8. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Radiologi
Tuberkulosis paru mempunyai gambaran patologis, manifestasi dini berupa
suatu koplek kelenjar getah bening parenkim dan lesi resi TB biasanya
terdapat di apeks dan segmen posterior lobus atas paru – paru atau pada
segmen superior lobus bawah. (Dr. dr. Soeparman. 1998). Hal 719
b. Pemeriksaan laboratorium
1. Darah
Adanya kurang darah, ada sel – sel darah putting yang meningkatkan serta
laju endap darah meningkat terjadi pada proses aktif. (Head Al Sagaff.
1995. Hal 91)
2. Sputum
Ditemukan adanya Basil tahan Asam (BTA) pada sputum yang terdapat
pada penderita tuberkulosis paru yang biasanya diambil pada pagi hari.
(DR. Dr. Soeparman dkk, 1998. Hal 719, Barbara. T. long. Long. Hal 447,
th 1996)
3. Test Tuberkulosis
Test tuberkulosis memberikan bukti apakah orang yang dites telah
mengalami infeksi atau belum. Tes menggunakan dua jenis bahan yang
diberikan yaitu : Old tuberkulosis (OT) dan Purifled Protein Derivative
(PPD) yang diberikan dengan sebuah jarum pendek (1/2 inci) no 24 – 26,
dengan cara mecubit daerah lengan atas dalam 0,1 yang mempunyai
kekuatan dosis 0,0001 mg/dosis atau 5 tuberkulosis unit (5 TU). Reaksi
dianggap bermakna jika diameter 10 mm atau lebih reaksi antara 5 – 9
mm dianggap meragukan dan harus di ulang lagi. Hasil akan diketahui
selama 48 – 72 jam tuberkulosis disuntikkan. (DR. Dr. Soeparman, 1998,
hal 721, Sylvia. A. price, 1995, hal 755, Barbara. C. long, 1996, hal 446)
b. Analisa data
Data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisa untuk menentukan masalah klien.
Masalah klien yang timbul yaitu, sesak napas, batuk, nyeri dada, nafsu makan
menurun, aktivitas, lemas, potensial, penularan, gangguan tidur, gangguan harga diri.
c. Diagnosa keperawatn
Tahap akhir dari perkajian adalah merumuskan Diagnosa keperawatan. Diagnosa
keperawatan merupakan suatu pernyataan yang jelas tentang masalah kesehatan klien
yang dapat diatas dengan tindakan keperawatan (H. Lismidar, 1990, 12)
Dari analisa data diatas yang ada dapat dirumuskan diagnosa keperawatan pada klien
dengan tuberkulosis paru komplikasi haemaptoe sebagai berikut :
1. Ketidakefektifan pola pernapasan sehubungan dengan sekresi mukopurulen dan
kurangnya upaya batuk (Marilyn E. Doenges, 1999
2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang sehubungan dengan
keletihan, anorerksia atau dispnea. (Marilyn. E. Doenges, 1999)
3. Potensial terhadap transmisi infeksi yang sehubungan dengan kurangnya
pengetahuan tentang resiko potongan. (Marilyn. E. Doenges, 1999)
4. Kurang pengetahuan yang sehubungan dengan kurangnya informasi tentang
proses penyakit dan penatalaksanaan perawatan dirumah.
5. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubugan dengan sekret kental,
kelemahan dan upaya untuk batuk. (Marilyn. E. Doenges, 1999)
6. Potensial terjadinya kerusakan pertukaran gas sehubungan dengan penurunan
permukaan efektif proses dan kerusakan membran alveolar – kapiler. (Marilyn. E.
Doenges, 1999)
7. Ganggguan pemenuhan kebutuhan tidur sehubungan daerah sesak napas dan nyeri
dada. (lynda, J. Carpenito, 1998)
2. Perencaaan
Setelah mengumpulkan data, mengelompokan dan menentukan Diagnosa keperawatan,
maka tahap selanjutnya adalah menyusun perencaan. Dalam tahap perencanaan ini
meliputi 3 menentukan prioritas Diagnosa keperawatan, menentukan tujuan
merencanakan tindakan keperawatan.
Dan Diagnosa keperawatan diatas dapat disusun rencana keperawatan sebagai berikut
a. Diagnosa keperawatan pertama : ketidakefektifan pola pernapasan yang sehubungan
dengan sekresi mukopurulen dan kurangnya upaya batuk.
1. Tujuan : pola nafas efektif
2. Kriteria hasil :
- klien mempertahankan pola pernafasan yang efektif
- frekwensi irama dan kedalaman pernafasan normal (RR 16 – 20 kali/menit)
- dipsnea berkurang
3. Rencana tindakan
a. Kaji kualitas dan kedalaman pernapasan, penggunaan otot aksesori
pernapasan : catat setiap peruhan
b. Kaji kualitas spotum : warna, bau, knsistensi
c. Auskultasi bunyi napas setiap 4 jam
d. Baringan klien untuk mengoptimalkan pernapasan : posisi semi fowler tinggi.
e. Bantu dan ajakan klien berbalik posisi, batuk dan napas dalam setiap 2 jam
sampai 4 jam.
f. Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat – obatan
4. Rasional
a. Mengetahui penurunan bunyi napas karena adanya secret
b. Mengetahui perubahan yang terjadi untuk memudahkan pengobatan
selanjutnya.
c. Mengetahui sendiri mungkin perubahan pada bunyi napas
d. Membantu mengembangkan secara maksimal
e. Batuk dan napas dalam yang tetap dapat mendorong sekret laluar
f. Mencegah kekeringan mukosa membran, mengurangi kekentalan sekret dan
memperbesar ukuran lumen trakeobroncial
b. Diagnosa keperawatan kedua : perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang
sehubungan dengan anoreksia, keletihan atau dispnea.
1. Tujuan : terjadi peningkatan nafsu makan, berat badan yang stabil dan bebas
tanda malnutrisi
2. Kriteria hasil
- Klien dapat mempertahankan status malnutrisi yang adekuat
- Berat badan stabil dalam batas yang normal
3. Rencana tindakan
a. Mencatat status nutrisi klien, turgor kulit, berat badan, integritas mukosa oral,
riwayat mual / muntah atau diare.
b. Pastikan pola diet biasa klien yang disukai atau tidak
c. Mengkaji masukan dan pengeluaran dan berat badan secara periodic
d. Berikan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernafasan
e. Dorong makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan
karbohidrat.
f. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menetukan komposisi diet.
4. Rasional
a. Berguna dalam mendefenisikan derajat / wasnya masalah dan pilihan
indervensi yang tepat.
b. Membantu dalam mengidentifukasi kebutuhan / kekuatan khusus.
Pertimbangan keinginan individu dapat memperbaiki masakan diet.
c. Berguna dalam mengukur keepektifan nutrisi dan dukungan cairan
d. Menurunkan rasa tidak enak karena sisa sputun atau obat untuk pengobatan
respirasi yang merangsang pusat muntah.
e. Memaksimalkan masukan nutrisi tanpa kelemahan yang tak perlu / legaster.
f. Memberikan bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi adekuat untuk
kebutuhan metabolik dan diet.
C. Diagnosa keperawatan ketiga : potensial terhadap tranmisi infeksi yang sehubungan
dengan kurangnya pengtahuan tentang resiko patogen.
1. Tujuan : klien mengalami penurunan potensi untuk menularkan penyakit seperti
yang ditunjukkan oleh kegagalan kontak klien untuk mengubah tes kulit positif.
2. Kriteria hasil :
klien mengalami penurunan potensi menularkan penyakit yang ditunjukkan oleh
kegagalan kontak klien.
3. Rencana tindakan.
a. Identifikasi orang lain yang berisiko. Contah anggota rumah, sahabat
b. Anjurkan klien untuk batuk / bersin dan mengeluarkan pada tisu dan hindari
meludah serta tehnik mencuci tangan yang tepat.
c. Kaji tindakan. Kontrol infeksi sementara, contoh masker atau isolasi
pernafasan.
d. Identifikasi faktor resiko individu terhadap pengatifan berulang tuberkulasis.
e. Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat
f. Kolaborasi dan melaporkan ke tim dokter dan Depertemen Kesehatan lokal.
4. Rasional
a. Orang yang terpajan ini perlu program terapi obat intuk mencegah penyebaran
infeksi
b. Perilaku yang diperlukan untuk mencegah penyebaran infeksi
c. Dapat membantu menurunkan rasa terisolasi klien dengan membuang stigma
sosial sehubungan dengan penyakit menular
d. Pengetahuan tentang faktor ini membantu klien untuk mengubah pola hidup
dan menghindari insiden eksaserbasi
e. Periode singkat berakhir 2 sampai 3 hari setelah kemoterapi awal, tetapi pada
adanya rongga atau penyakit luas, sedang resiko penyebaran infeksi dapat
berlanjut sampai 3 bulan
f. Membantu mengidentifikasi lembaga yang dapat dihubungi untuk
menurunkan penyebaran infeksi
D. Diagnosa keperawatan keempat : kurangnya pengetahuan yang berhungan dengan
kuranganya impormasi tentang proses penyakit dan penatalaksanaan perawatan di
rumah.
1. Tujuan : klien mengetahui pengetahuan imformasi tentang penyakitnya
2. Kriteria hasil :
Klien memperlihatkan peningkatan tingkah pengetahuan mengenai
perawatan diri
3. Rencana tindakan
a. Kaji kemampuan klien untuk belajar mengetahui masalah, kelemahan,
lingkungan, media yang terbaik bagi klien.
b. Identifikasi gejala yang harus dilaporkan keperawatan, contoh
hemoptisis, nyeri dada, demam, kesulitan bernafas.
c. Jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan dan
alasan pengobatan lama,kaji potensial interaksi dengan obat lain.
d. Kaji potensial efek samping pengobatan dan pemecahan masalah.
e. Dorong klien atau orang terdekat untuk menyatakan takut atau
masalah, jawab pertanyaan secara nyata.
f. Berikan intruksi dan imformasi tertulis khusus pada klien untuk
rujukan contoh jadwal obat.
g. Evaluasi kerja pada pengecoran logam / tambang gunung, semburan
pasir.
4. Rasional
a. Belajar tergantung pada emosi dan kesiapan fisik dan ditingkatkan
pada tahapan individu.
b. Dapat menunjukkan kemajuan atau pengaktifan ulang penyakit atau
efek obat yang memerlukan evaluasi lanjut.
c. Meningkatkan kerjasama dalam program pengobatan dan mencegah
penghentian obat sesuai perbaikan kondisi klien.
d. Mencegah dan menurunkan ketidaknyamanan sehubungan dengan
terapi dan meningkatkan kerjasama dalam program.
e. Memberikan kesempatan untuk memperbaiki kesalahan konsepsi /
peningkatan ansietas.
f. Informasi tertulis menurunkan hambatan klien untuk mengingat
sejumlah besar informasi. Pengulangan penguatkan belajar.
g. Terpajan pada debu silikon berlebihan dapat meningkatkan resiko
silikosis, yang dapat secara nagatif mempengaruhi fungsi pernafasan.

E. Diagnosa keperawatan kelima : ketidakefektifan jalan nafas yang sehubungan dengan


sekret kental, kelemahan dan upaya untuk batuk.
1. Tujuan : jalan nafas efektif
2. Kriteria hasil
- klien dapat mengeluarkan sekret tanpa bantuan
- klien dapat mempertahankan jalan nafas
- pernafasan klien normal (16 – 20 kali per menit)
3. Rencana tindakan :
a. Kaji fungsi pernafasan seperti, bunyi nafas, kecepatan, irama, dan kedalaman
penggunaan otot aksesori
b. Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa / batuk efektif.
c. Berikan klien posisi semi atau fowler tinggi, bantu klien untuk batuk dan
latihan untuk nafas dalam.
d. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea.
e. Pertahanan masukan cairan seditnya 2500 ml / hari, kecuali ada
kontraindikasi.
f. Lembabkan udara respirasi.
g. Berikan obat-obatan sesuai indikasi : agen mukolitik, bronkodilator , dan
kortikosteroid.
4. Rasional.
a. Penurunan bunyi nafas dapat menunjukan atelektasis, ronkhi, mengi menunjukkan
akumulasi sekret / ketidakmampuan untuk membersihkan jalan nafas yang dapat
menimbulkan penggunaan otot aksesori pernafasan dan peningkatan kerja
penafasan.
b. Pengeluaran sulit jika sekret sangat tebal sputum berdarah kental diakbatkan oleh
kerusakan paru atau luka brongkial dan dapat memerlukan evaluasi lanjut.
c. Posisi membatu memaksimalkan ekspansi paru dan men urunkan upaya
pernapasan. Ventilasi maksimal meningkatkan gerakan sekret kedalam jalan napas
bebas untuk dilakukan.
d. Mencegah obstruksi /aspirasi penghisapan dapat diperlukan bila klien tak mampu
mengeluaran sekret.
e. Pemasukan tinggi cairan membantu untuk mengecerkan sekret membuatnya
mudah dilakukan.
f. Mencegah pengeringan mambran mukosa, membantu pengenceran sekret.
g. Menurunkan kekentalan dan perlengketan paru, meningkatkan ukuran kemen
percabangan trakeobronkial berguna padu adanya keterlibatan luas dengan
hipoksemia.
F. Diagnosa keperawatan keenam : potensial terjadinya kerusakan pertukaran gas
sehubungan dengan penurunan permukaan efektif paru dan kerusakan membran
alveolar – kapiler.
1. Tujuan : Pertukaran gas berlangsung normal
2. Kreteria hasil
- Melaporkan tak adanya / penurunan dyspnea
- Klien menunjukan tidak ada gejala distres pernapasan
- Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan adekuat dengan GDA
dalam rentang normal
3. Rencana tindakan
a. Kaji dispnea, takipnea, menurunya bunyi napas, peningkatan upaya pernapasan
terbatasnya ekspansi dinding dada
b. Evaluasi perubahan pada tingkat kesadaran, catat sionosis perubahan warna kulit,
termasuk membran mukosa
c. Tujukkan / dorong bernapas bibir selama ekshalasi
d. Tngkatkan tirah bang / batasi aktivitas dan bantu aktivitas perawatan diri sesuai
keperluan
e. Awasi segi GDA / nadi oksimetri
f. Berikan oksigen tambahan yang sesuai
4. Rasional
a. TB paru menyebabkan efek luas dari bagian kecil bronko pneumonia sampai
inflamasidifus luas. Efek pernapasan dapat dari ringan sampai dispnea berat
sampai distress pernapasan
b. Akumulasi sekret . pengaruh jalan napas dapat menganggu oksigenasi organ
vital dan jarigan
c. Membuat, sehingga tahanan melawan udara luar, untuk mencegah kolaps
membantu menyebabkan udara melalui paru dan menghilangkan atau
menurtunkan napas pendek
d. Menurunkan konsumsi oksigen selama periode menurunan pernapasan dapat
menurunkan beratnya gejala
e. Penurunan kandungan oksigen (PaO2) dan atau saturasi atau peningkatan
PaCO2 menunjukan kebutuhan untuk intervensi / perubahan program terapi
f. Alat dalam memperbaiki hipoksemia yang dapat terjadi sekunder terhadap
penurunan ventilasi atau menurunya permukaan alveolar paru.
H. Diagnosa keperawatn ketujuh : Gangguan pemenuhan tidur dan istirahat sehubungan
dengan sesak napas dan nyeri dada.
1. Tujuan : kebutuhan tidur terpenuhi
2. Kriteria hasil :
- memahami faktor yang menyebabkan gangguan tidur
- Dapat menangani penyebab tidur yang tidak adekuat
- Tanda – tanda kurang tidur dan istirahat tidak ada
3. Rencana tindakan
a. kaji kebiasaan tidur penderita sebelum sakit dan saat sakit
b. Observasi efek abot – obatan yang dapat di derita klien
c. Mengawasi aktivitas kebiasaan penderita
d. Anjurkan klien untuk relaksasi pada waktu akan tidur.
e. Ciptakan suasana dan lingkungan yang nyaman
4. Rasional
a. Untuk mengetahui sejauh mana gangguan tidur penderita
b. Gangguan psikis dapat terjadi bila dapat menggunakan kartifosteroid temasuk
perubahan mood dan uisomnia
c. Untuk mengetahui apa penyebab gangguan tidur penderita
d. Memudahkan klien untuk bisa tidur
e. Lingkungan dan siasana yang nyaman akan mempermudah penderita untuk
tidur.
3. Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan ini, fase pelaksanaan terdiri dari berbagai kegiatan yaitu
a. Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan konsulidasi
b. Keterampilan interpersonal, intelektual, tehnical, dilakukan dengan cermat dan
efisien pada situasi yang tepat
c. Keamanan fisik dan psikologia dilindungi
d. Dokumentasi intervensi dan respon klien ( Budi Anna keliat, SKP, th 1994, hal 13)
4. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan. Semua tahap proses
keperawatan (Diagnosa, tujuan untervensi) harus di evaluasi, dengan melibatkan klien,
perawatan dan anggota tim kesehatan lainnya dan bertujuan untuk menilai apakah tujuan
dalam perencanaan keperawatan tercapai atau tidak untuk melakukan perkajian ulang
jika tindakan belum hasil. Ada tiga alternatif yang dipakai perawat dalam menilai suatu
tindakan berhasil atau tidak dan sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai
dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan rencana yang ditentukan, adapu alternatif
tersebut adalah :
a. Tujuan tercapai
b. Tujuan tercapai sebagian
c. Tujuan tidak tercapai (Budi Anna Keliat, SKP, th 1994, hal 69

Anda mungkin juga menyukai