Anda di halaman 1dari 27

PRESENTASI KASUS

Hypertensive Heart Disease

Disusun oleh:
Elva Kumalasari 1206206890
Nur Aryani 120620634

Pembimbing:
Dr. dr. Hananto Andriantoro, SpJP (K)

MODUL PRAKTIK KLINIK KARDIOLOGI DAN VASKULAR


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
MARET 2017

BAB I
ILUSTRASI KASUS

1.1ILUSTRASI KASUS I
1.1.1 Identitas
Nama : Ny. RS
Usia : 57 tahun
Tanggal lahir : 3 Januari 1960
Agama : Islam
Tanggal masuk : 9 Maret 20177
Unit : Rawat Inap Lt.3
BB/TB : 56 kg /160 cm
BMI : 21.87

1.1.2 Anamnesis
1.1.2.1 Keluhan Utama
Sesak yang memberat sejak 2 hari SMRS
1.1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan sesak yang memberat sejak 2 hari SMRS.
Pasien mulai merasakan sesak sejak 1 bulan yang lalu Sesak dirasakan
memberat saat beraktivitas dan hilang saat istirahat. Pasien tidur dengan
dua bantal, sering terbangun di malam hari karena sesak. Nyeri dada
disangkal, dada terkadang dirasakan berdebar-debar, pasien juga sering
merasakan cepat lelah. terdapat batuk berdahak dengan dahak berwarna
putih kental. Terdapat demam 2 hari SMRS. Pasien mengaku kaki bengkak
sejak 5 hari yang lalu. Pasien sempat berobat jalan ke RS kebun jeruk
karena sesak. Setelah berobat sesak berkurang dan kaki bengkak hilang.
Keluhan mual dan muntah disangkal, keluhan buang air kecil disangkal.
Riwayat stroke disangkal, mulut mencong dan bicara pelo disangkal.
Pandangan kabur disangkal. Penurunan berat badan disangkal. Pasien

2
riwayat hipertensi sejak 10 tahun lalu, telah berobat namun obat tidak
diminum teratur. Riwayat diabetes disangkal. Pasien telah dilakukan
pemeriksaan rontgen, EKG, echo, dan pemeriksaan sputum BTA 3x. Pasien
menyatakan pada pemeriksaan dahak ditemukan jamur
1.1.2.3 Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit jantung, paru, ginjal, hati, sebelumnya disangkal
1.1.2.4 Riwayat Keluarga
Riwayat penyakit jantung pada keluarga disangkal, riwayat hipertensi
pada keluarga disangkal
1.1.3 Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital
TD : 145/75
Nadi : 90 x/menit
Napas : 20x/menit
Suhu : 37 C
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Leher : JVP 5-2, KGB tidak membesar, tiroid tidak membesar
Jantung :
Inspeksi : Ictus kordis terlihat pada sela iga ke 5 linea aksilaris anterior.
Palpasi : Ictus kordis teraba pada sela iga ke 5 linea aksilaris anterior
Perkusi :
Batas jantung kanan : linea parasternalis kanan sela iga ke 2
Batas jantung kiri : linea aksilaris anterior sela iga ke 5
Pinggang jantung : linea midklavikularis sela iga ke 3
Auskultasi : S1-S2 reguler, gallop (-), murmur(-)
3
Paru : Vesikular seluruh lapang paru, Ronki basah kasar di kedua
basal paru, wh -/- RR 20x/menit
Abdomen : perut datar, supel, hepar tidak teraba, lien tidak teraba, bising
usus (+)
Ekstremitas : Akral hangat, pitting edema +/+, pulsasi arteri poplitea,
femoralis, tibialis, dan dorsalis pedis teraba kuat

1.1.4 Elektrokardiogram
Tanggal 11 Maret 2017

Irama sinus, HR 99 x/menit, axis normoaxis, PR interval 0.12 s, QRS 0.08 s, LVH positif, ST
depresi pada V4-V5, LVH +
1.1.5 Foto Toraks

4
CTR 52%, sudut kostofrenikus kiri tumpul, efusi pleura -), apeks downward, hilus membesar,
pinggang jantung mendatar, gambaran infiltrat di basal paru kanan dan kiri

1.1.6 Laboratorium
10 Maret 2017
Hb 12,4
Ht 36,5
Trombosit 327.000
Leukosit 9750
Diff.count 0,2/0/0/79.8/10/7/9.3
NT pro BNP 2307
Ur 51,7
BUN 24
Kreatinin 0,62
GDS 138
Na 136

5
K 3.39
Cl 95
Mg 1.89
CRP 2

14 Maret 2017
OGTT GDP 104
GD2jamPP 196

16 Maret 2017
Hb 10,6
Leukosit 4320
Diff count 0.2/1.9/0/42.4/36.1/19.4
Ht 31,3
Eritrosit 4,06
Trombosit 326
MCV 77,1
MCH 26,1
MCHC 33,9

1.1.7 Pemeriksaan Penunjang Lain (Echocardiography)


13 Maret 2017
Dimensi ruang jantung dalam batas normal, LVH positif, konsentrik remodelling positif,
kontraktilitas LV global cukup, EF 54% (simpson)
Kontraktilitas LV normal TAPSE 2,4 cm
Analisa segmental: Hipokinetik mid inferoseptal hingga apikal, segmen lain normokinetik
Katup aorta : 3 cuspis, kalsifikasi negatif, AR negatif
Katup mitral : dalam batas normal
Katup trikuspid : TR mild TR Vmax 2,6 m/s, TVG 27 mmHg
Katup Pulmonal : dalam batas normal, PVAccT 112 ms

6
Doppler : E/A 1,06, peak E velocity 66,1 c m/s, median E’ 6,91 cm/s,
E/Average E’ 7,95, peak A velocity 62,1 cm/s, lateral E’ 9,74 cm/s
Other: LAVI 17,3 ml/m2, LVMI 55,2 g/m2, RWT 0,45

Kesimpulan Echo
 Fungsi sistolik LV cukup EF 53%
 Consentric remodelling
 Hipokinetik mid infero septal, hingga apikal, segmen lain normokinetik
 Fungsi sistolik RV normal
 TR mild, low probability of pH
 Disfungsi diastolik grade I, normal LAP

1.1.8 Diagnosis Kerja


1.1.9 Tatalaksana

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penyakit Jantung Hipertensi

2.2.1 Definisi

Penyakit jantung hipertensi / Hypertensive heart disease merupakan terminologi pada kasus penyakit
jantung seperti LVH, coronary artery disease, cardiac arrhythmia, dan gagal jantung kronik yang
disebabkan oleh adanya peningkatan baik secara langsung maupun tidak langsung dari peningkatan
tekanan darah secara kronis.1 Secara langsung peningkatan tekanan darah dapat menimbulkan perubahan
struktur dari otot jantung dan pembuluh darah koroner. Perubahan ini dapat menimbulkan hipertrofi
ventrikel kiri dan dapat pula terjadi penyakit jantung koroner akibat tersumbatnya arteri coroner serta
komplikasi lain seperti gagal jantung. Komplikasi pada jantung merupakan target kerusakan utama organ
pada kasus hipertensi, namun terdapat pula komplikasi pada organ tubuh lain seperti pada otak, pembuluh
darah, dan ginjal.2

Berikut merupakan target kerusakan organ yang dapat terjadi pada hipertensi 3:

Tabel 1. Target kerusakan organ akibat hipertensi kronis3

8
2.2.2 Epidemiologi

Menurut data Riskesdas Indonesia, data prevalensi hipertensi berdasarkan jenis kelamin menunjukkan
bahwa baik pada tahun 2007 maupun 2013 menunjukkan bahwa prevalensi hipertensi perempuan lebih
tinggi dibanding laki-laki.4

Gambar 1. Prevalensi Hipertensi Berdasarkan jenis kelamin

Data riskesdas Indonesia pada tahun 2013 menunjukkan bahwa penderita hipertensi yang berusia
di atas 18 tahun adalah 26,5% (25,8% + 0,7%). Dari 26,5% penderita hipertensi tersebut
sejumlah 0,7% populasi yang saat ini memiliki tekanan darah normal namun mendapatkan
pengobatan antihipertensi. Prevalensi hipertensi di Indonesia tertinggi di Bangka Belitung
(30,9%), diikuti Kalimantan Selatan (30,8%), Kalimantan Timur (29,6%) dan Jawa Barat
(29,4%).

9
Tabel 2. Prevalensi Hipertensi pada usia ≥18 tahun

Pada populasi orang tua, 68% kasus gagal jantung berhubungan dengan hipertensi. 1 HHD merupakan
penyebab pertama pada kematian yang berhubungan dengan tekanan darah tinggi. Berikut merupakan
tabel prevalensi congestive heart failure menurut ras dan gender usia 25-74 tahun di Amerika Serikat dari
tahun 1971-1974 hingga 1999-2000.

10
Gambar 2. Prevalensi gagal jantung kongestif sesuai gender dan ras; usia 25-74 tahun; 1971-1974 sampai 1999-
2000

Gambar 3. Prevalensi Penyakit Jantung Koroner Umur ≥!5 tahun

11
2.2.3 Klasifikasi

Menurut The Eight Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and
Treatment of High Blood Pressure, Tekanan darah dapat dapat diklasifikasikan menjadi 4, yaitu normal,
prehipertensi, hipertensi stage 1 dan hipertensi stage 2. Prehipertensi tidak terasuk ke dalam kategori
penyakit namun dipakai untuk mengidentifikasi individu dengan risiko tinggi mengembangkan hipertensi,
sehingga dapat menjadi petunjuk bagi tenaga kesehatan dan pasien dalam pencegahan penyakit. Semua
pasien pada kategori hipertensi 1 dan 2 harus mendapatkan pengobatan, Goal pengobatan pada pasien
beruasia 60 tahun atau lebih tanpa diabeter atau ckd adalah <150/90 mmHg, sedangkan pada pasien usia
kurang dari 60 tahun dengan diabetes dan/atau dengan CKD adalah <140/90.

Tabel 3. Klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa

Risiko penyakit kardiovaskular dapat terjadi pada pasien dengan hipertensi. Semakin tinggi tekanan
darah, maka akan semakin tinggi pula risiko serangan jantung, gagal jantung, stroke, dan penyakit ginjal.

Beberapa faktor risiko lain yang dapat memengaruhi terjadinya coronary heart disease untuk 10 tahun ke
depan pada pasien dengan systolic blood pressure tinggi dijelaskan pada diagram berikut:

12
Gambar 4. Risiko 10 tahun coronary heart disease dari tekanan darah sistolik dan faktor risiko lainnya

2.2.4 Etiologi

Penyebab dari hypertensive heart disease adalah peningkatan tekanan darah secara kronik. Namun,
penyebab dari peningkatan tekanan darah dapat beragam. 90% kasus hipertensi merupakan kasus
hipertensi esensial dan 10% sisanya merupakan penyebab sekunder.1

Pasien dengan hipertensi biasanya memiliki silent ischemia dan infark miokardium yang tidak terdeteksi.
Dan pasien dengan infark miokardial akut seringkali memiliki preexisting hypertension yang dapat luput
dari deteksi. Pasien dengan acute coronary syndrome juga dapat memberikan hasil tekanan darah yang
inakurat karena tekanan darah meningkat karena terinduksi nyeri.

Pada EKG, LVH dengan strain merupakan tanda gagal jantung new onset dan kematian gagal jantung.
Ekokardiografi dapat mendeteksi LVH dibandingkan EKG. LVH yang terdeteksi secara EKG dapat
ditemukan pada 5-10% pasien dengan hipertensi, sedangkan LVH ekokardiografik dditemukan pada 30%
orang dewasa dengan hipertensi dan hingga 90% pada pasien dengan hipertensi tidak terkontrol. 2

13
Etiologi dari HHD kompleks meliputi faktor hemodinamik, struktural, neuroendokrin, selular, dan
molekular. Faktor-faktor ini berperan penting dalam menyebabkan hipertensi. Namun, peningkatan dari
tekanan darah itu sendiri dapat memodulasi faktor-faktor ini. 1

Peningkatan tekanan darah menyebabkan perubahan pada struktur kardiak dan fungsinya dalam 2 cara,
yaitu secara langsung dengan peningkatan afterload, dan secara tidak langsung, melalui perubahan
neurohormonal dan vaskular. 1

Left ventricular hypertrophy

Pada pasien dengan hipertensi, 15-20% mengembangkan LVH. LVH merupakan peningkatan massa pada
ventrikel kiri. Hal ini merupakan respons myosit dari beragam stimuli yang disebabkan karenan
peningkatan tekanan darah. Hipertrofi myosit dapat terjadi sebagai respons kompensasi dari peningkatan
afterload. Stimuli mekanik dan neurohorminal yang menyertai hipertensi dapat menyebabkan aktivasi
pertumbuhan sel myocardial sehingga terjadi LVH. Selain itu, aktivasi sistem renin angiotensin melalui
reseptor ATI dan ATII menyebabkan pertumbuhan interstisial dan komponen matriks sel. Secara umum
perkembangan LVH memiliki karakteristik hipertrofi miosit dan ketidakseimbangan antara miosit dan
interstisium struktur skeletal miokardial

Pola LVH mencakup LVH konsentrik dan LVH eksentrik. LVH konsentrik adalah peningkatan ketebalan
dan massa ventrikel kiri disertai dengan peningkatan tekanan diastolik dan volume ventrikel kiri. Hal ini
merupakan pertanda prognosis yang buruk. Pada LVH eksentrik ketebalan ventrikel kiri tidak bertambah
secara merata namun pada beberapa tempat tertentu seperti pada septum.

Awalnya LVH merupakan peran protektif jantung sebagai respon peningkatan dinding jantung untuk
menjaga cardiac output, namun seiring berjalannya waktu LVH dapat menyebabkan disfungsi miokardial
sistolik dan diastolik.

Left atrial abnormalities

Perubahan struktur dan fungsi atrium kiri cukup umum pada pasien dengan hipertensi. Peningkatan
afterload pada atrium kiri yang disebabkan oleh peningkatan tekanan end diastolik pada ventrikel kiri
menyebabkan kerusakan pada atrium kiri sehingga memengaruhi ukuran, ketebalan, dan fungsi atrium
kiri

Selain itu perubahan struktur pada atrium kiri juga menyebabkan pasien rentan mengalami atrial
fibrillation

Valvular disease

14
Hipertensi kronis dan berat dapat menyebabkan dilatasi rootaorta, sehingga menimbulkan insufisiensi
aorta. Beberapa kasus insufisiensi aorta yang secara hemodinamik insignifikan dapat ditemukan pada
pasien dengan hipertensi tidak terkontrol. Peningkatan akut tekanan darah dapat memperparah
insufisiensi aorta

Heart failure

Gagal jantung merupakan komplikasi yang umum terjadi pada peningkatan pembuluh darah secara
kronik. Pasien dengan gagal jantung dapat digolongkan kepada klasifikasi berikut:

Tabel 4. Klasifikasi Gagal Jantung

Miokardial Infark

Perkembangan dan progresi dari arteriosclerosis, hallmark dari coronary artery disease, dieksaserbasi
pada pasien dengan peningkatan tekanan darah kronik. Disfungsi endotel dari tegangan geser (shear
stress) yang disebabkan oleh hipertensi akan menyebabkan impairment dari sintesis dan pelepasan
vasodilator nitric oxide. Penurunan level nitric oxide ini akan menyebabkan perkembangan dan
akselerasi dari arteriosclerosis dan pembentukan plak.

15
Cardiac Arrhythmia

Aritmia jantung seringkali terdapat pada pasien dengan hipertensi yang mencakup atrial fibrillation,
premature ventricular contractions (PVCs), dan ventricular tachycardia. Beberapa mekanisme yang
berperan dalam pathogenesis aritmia mencakup alterasi struktur dan metabolisme selular, miokardium
yang inhomogen, perfusi tidak adekuat, fibrosis miokardium, dan fluktuasi afterload.

2.2.6 Patofisiologi Penyakit Jantung Hipertensi

Patofisiologi dari penyakit jantung hipertensi adalah hal komplek yang dapat melibatkan
banyak faktor yang saling mempengaruhi, yaitu hemodinamik, struktural, neuroendokrin, seluler,
dan faktor molekuler. Di satu sisi, faktor-faktor ini memegang peranan dalam perkembangan
hipertensi dan komplikasinya, di sisi lain peningkatan tekanan darah itu sendiri dapat
memodulasi faktor-faktor tersebut.1

Terdapat dua alasan mengenai penurunan fungsi ginjal pada orang-orang dengan
hipertensi kronik. 1) bagian mikrovaskular dan tubulointersisial ginjal mengalami kerusakan
(seperti pada orang diabetes) sehingga ekskresi natrium tidak berjalan dengan semestinya. 2)
kelainan ekskresi disebabkan oleh kelainan dalam faktor hormonal.5

Komplikasi organ yang terjadi pada hipertensi kronis dapat terjadi sebagai akibat dari (1)
peningkatan beban jantung dan (2) kerusakan arteri sebagai akibat dari peningkatan tekanan
(melemahnya dinding pembuluh) dan percepatan proses atherosklerosis. 5,6

Pada jantung, efek yang ditimbulkan oleh hipertensi sangat terkait dengan peningkatan dari
afterload dan percepatan pembentukan aterosklerosis pada arteri koroner. Peningkatan dari
afterload jantung akan meningkatkan tekanan pada dinding jantung. Untuk mengkompensasi hal
ini, otot jantung (terutama ventrikel kiri) akan melakukan hipertrofi.5,6

A. Progresi Hipertensi menjadi Penyakit Jantung Hipertensi


Hipertensi yang terjadi dapat menyebabkan beberapa kelainan organ, salah
satunya adalah jantung. Kelainan jantung yang terjadi antara lain hipertrofi ventrikel kiri.
Hipertrofi ventrikel adalah hipertrofi konsentrik dimana peningkatan massa dinding
ventrikel terjadi tanpa adanya pelebara ruangan ventrikel. Ini merupakan kompensasi
normal yang terjadi di dalam tubuh. Akibat terjadinya peningkatan tekanan darah secara

16
kronis, terjadi peningkatan kerja jantung akibat tahanan perifer yang terlalu tinggi
(afterload meningkat). Sehingga jantung mengalami kompensasi dengan cara
meningkatkan kekuatan otot jantung terutama pada ventrikel kiri yang berdampak pada
membesarnya massa otot (hipertrofi ventrikel kiri). Jika tekanan darah sistemik sudah
tidak mampu dikompensasi dengan baik, terjadi insufisiensi ventrikel kiri sehingga tidak
mampu optimal dalam memompa darah ke seluruh tubuh yang disebut disfungsi sistolik.
Hal ini dapat berujung pada gagal jantung kiri.5,6
Ventrikel kiri yang mengalami hipertrofi akan mengalami kekakuan. Akibatnya
pada saat darah akan mengisi ventriel kiri dibutuhkan tekanan yang besar. Tekanan pada
atrium yang besar dapat menghambat aliran balik dari paru yang menyebabkan terjadinya
kongesti pulmonal. Kondisi ini disebut disfungsi diastolik.8
Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan heaving pada saat palpasi. Heaving
merupakan tanda-tanda meningkatnya massa otot sehingga kontraksinya menyebabkan
getaran yang teraba di permukaan kulit. Selain itu dapat ditemukan suara jantung
tambahan yaitu S4 atau atrial gallop yang terjadi akibat atrium melakukan kontraksi
yang cukup kuat untuk melakukan pengisian darah di ventrikel saat fase diastol.7
Kelainan jantung lain yang terjadi adalah penyakit jantung koroner akibat
tersumbatnya aliran koroner sehingga tidak mencukupi kebutuhan dari otot jantung
sehingga terjadi iskemia jaringan dan dapat berujung terjadinya infark miokard.
Mekanisme yang mendasari terjadinya kelainan ini adalah:7
1. Beban kerja jantung yang meningkat akibat tingginya resistensi perifer. Akibatnya
jantung membutuhkan lebih banyak oksigen untuk melakukan sistol
2. Akibat disfungsi endotel arteri yang terjadi sehingga memudahkan terbentuknya plak
aterosklerosis. Akibatnya suplai darah ke jantung menjadi berkurang

17
Gambar 1 - Pengaruh hipertensi pada berbagai organ

B. Hipertrofi Jantung Kiri, Disfungsi Diastolik, dan Disfungsi Sistolik

Normalnya, peningkatan afterload pada hipertensi akan dikompensasi oleh jantung dengan cara
hipertrofi konsentrik. Hipertrofi konsentrik merupakan hipertrofi jantung berupa penambahan
massa otot tanpa disertai dilatasi atau pembesaran ruangan. Selain hipertrofi konsentrik dikenal
pula hipertrofi eksentrik. Hipertrofi eksentrik merupakan mekanisme kompensasi hipertrofi
otot disertai dilatasi ruangan ventrikel yang sering ditemui pada hipertensi yang disertai dengan
peningkatan volume sirkulasi seperti yang ditemu pada aldosteronisme.5,6

Pada kondisi yang hipertrofik, ventrikel kiri akan bersifat lebih kaku. Kekakuan ventrikel dapat
menyebabkan disfungsi diastolik karena untuk mengisi ventrikel diperlukan tekanan yang lebih
tinggi. Disfungsi diastolik dapat bermanifestasi sebagai kongesti pulmoner. Selain itu, gejala
fisik yang dapat ditemui antara lain heaving pada palpasi dada disertai terdengarnya bunyi
jantung S4 pada auskultasi. Hipertrofi ventrikel kiri merupakan prediktor terbaik dalam penyakit
jantung hipertensi. Semakin parah derajat hipertrofi ventrikel kiri, risiko gagal jantung, angina,
aritmia, infark miokard, dan sudden death juga semakin tinggi.5,6

Meskipun awalnya hipertrofi ventrikel kiri dapat mengkompensasi, lama-kelamaan jika


hipertensi sistemik terus terjadi, peningkatan massa ventrikel kiri tidak dapat mengimbangi

18
tekanan pada dinding karena meningkatnya tekanan. Hal ini menyebabkan kontraktilitas
ventrikel kiri turun dan terjadi disfungsi diastolik. Disfungsi sistolik juga terjadi akibat kelainan
arteri koroner dan iskemi miokard.5,6

C. Kelainan Atrium Kiri

Walaupun sering tidak terduga, abnormalitas atrium kiri umu terjadi pada pasien dengan
hipertensi. Abnormalitas atrium kiri ini meliputi perubahan struktural dan fungsi. Hipertensi akan
meningkatkan volume diastolik akhir (end diastolic volume/ EDV) di ventrikel kiri sehingga
atrium kiri pun akan mengalami perubahan fungsi dan peningkatan ukuran. Peningkatan ukutan
atrium kiri tanpa disertai gangguan katup atau disfungsi sistolik biasanya menunjukkan
hipertensi yang sudah berlangsung lma/ kronis dan berhubungan dengan derajat keparahan
disfungsi diastolik ventrikel kiri. Perubahan struktur atrium ini menjadi faktor predisposisi
terjadinya atrial fibrilasi pada pasien-pasien tersebut. Atrial fibrilasi, dengan hilangnya distribusi
atrium pada disfungsi diastolik, dapat memperbesar kemungkinan terjadinya gagal jantung.med

D. Gangguan Katup

Meskipun penyakit katup tidak menyebabkan penyakit jantung hipertensi, hipertensi


kronik dan berat daat menyebabkan dilatasi cincin katup aorta, yang menyebabka terjadinya
insufisiensi aorta signifikan. Beberapa derajat perubahan perdarahan secara signifikan aorta
sering ditemukan pada pasien dengan hipertensi yang tidak terkontrol. Peningkatan tekanan
darah yang akut dapat menetukan derajat insufisiensi aorta, yang akan kembali ke dasar bila
tekanan darah terkontrol secara lebih baik. Selain menyebabkan regurgitasi aorta, hipertensi juga
dapat mempercepat proses sklerosis aorta dan menyebabkan regurgitasi mitral.med

E. Gagal Jantung

Tahap akhir dari penyakit jantung hipertensi adalah gagal jantung. Jantung tidka mampu
melawan tahanan perifer yang terlalu tinggi sehingga darah tidak dapat dipompa dengan baik ke
seluruh tubuh. Mekanisme yang mendasari terjadinya gagal jantung menurut AHA adalah7:

1. Jalur langsung hipertensi yang menyebabkan hipertrofi konsentrik ventrikel kiri. Tahap
ini jantung masuh memompa dnegan baik walaupun tidak seperti normal (fraksi ejeksi
masih baik). Hipertrofi ini dapat mengalami transisi (dengan interval infark miokard atau

19
tidak) yang ditandai dengan fraksi ejeksi yang berkurang. Kedua kondisi ini dapat
berkembang lagi menjadi gagal jantung yang menimbulkan gejala apabila tidak hipertensi
terus tidak terkontrol.
2. Jalur langsung hipertensi yang akan berkembang ke arah gagal jantung kongesti akibat
adanya volume berlebih di dalam ventrikel (volume overload) baik disertai interval
infark miokard maupun tidak. Kondisi ini ditandai dengan fraksi ejeksi yang berkurang
dan dapat menimbulkan gejala-gejala gagal jantung.

Gambar 2. Mekanisme hipertensi menjadi gagal jantung.

Pada gagal jantung umumnya terjadi penurunan jumlah darah yang dipompa ke seluruh
tubuh atau cardiac output. Cardiac output dipengaruhi oleh jumlah volume yang
diejeksikan(Stroke Volume) setiap kali kontraksi dan frekuensi denyut jantung (Heart Rate).
Jumlah darah yang dipompa tidak pernah 100% melainkan meninggalkan sebagian darah di
ventrikel kiri yang disebut sebagai end systolic volume. Stroke volume merupakan jumlah
darah pada fase akhir diastolik dikurang jumlah darah pada fase sistolik. Sementara itu EF
adalah perbandingan jumlah darah yang dipompa (SV) dibandingkan dengan jumlah darah
yang tersisa di dalam jantung pasca sistol (ESV). Pada gagal jantung kongesti nilai EF dapat
turun hingga 55%, namun apabila hipertrofi ventrikel yang terjadi masih bersifat konsentrik
maka EF tidak mengalami penurunan.7

20
F. Iskemia Otot Jantung
Pada pasien hipertensi dapat timbul iskemia miokard yang bermanifestasi sebagai nyeri
dada/angina pektoris. Hal ini dikarenakan hipertensi menyebabkan peningkatan tekanan di
ventrikel kiri dan transmural, peningkatan beban kerja yang mengakibatkan hipertrofi ventrikel
kiri. Suplai oksigen yang tidak sanggup memenuhi kebutuhan otot jantung yang membesar akan
menyebabkan nyeri dada. Hal ini diperparah jika terdapat penyulit seperti aterosklerosis.1
G. Komplikasi Hipertensi pada Organ luar Jantung
Komplikasi organ luar selain jantung yang banyak meyebabkan kematian adalah pada
sistem vaskular otak. Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko mayor terjadinya stroke.
Adanya mikroaneurisma yang diinduksi oleh hipertensi kronis di pembuluh darah otak. Selain
itu, lepasnya plak aterosklerosis dipembuluh darah yang berukuran lebih besar dan dapat
menyumbat pembuluh darah kecil di otak. Tekanan darah yang tinggi menyebabkan lapisan
pembuluh darah dan membentuk aneurisma. Aneurisma yang sering terjadi adalah aneurisma
abdominal. Kondisi lain yang membahayakan nyawa adalah diseksi aorta. Akibat dari tekanan
darah yang tinggi menyebabkan proses degenrasi tunika media menjadi lebih cepat dan dapat
terjadi robekan. Robekan tersebut dapat menyebabkan ekstravasasi darah masuk ke bagian
tersebut dna menekan kedua arah dari aorta. Hal ini akan menyebabkan obstruksi dari cabang
utama aorta seperti arteri koroner atau arteri karotis. Selain itu, hipertensi kronis dapat
menyebabkan kerusakan organ lain yaitu ginjal. Akibat dari hipertensi kronis dapat
menyebabkan kerusakan pembuluh darah ginjal menebal dan terdapat infiltrat hyalin pada
penampakan histologi.5,6

2.2.7 Manifestasi Klinis

Proses kerusakan jantung akibat hipertensi bersifat asimptomatik. Pasien hanya ditemukan
memilki tekanan darah tinggi. Kemudian pada tahap selanjutnya manifestasi klinis akan sesuai
dengan kerusakan organ.1

 Keluhan akibat peninggian tekanan darah ( berdebar-debar, pusing, rasa melayang)


 Keluhan penyakit jantung hipertensi mudah lelah, sesak napas, nyeri dada, bengkak pada
kedua tungkai dan perut, atau masalah vaskular hipertensi pandangan kabur, epistaksis,
hematuria
 Keluhan akibat penyakit dasar hipertensi sekunder, polidisi, poliuri, dan kelemahan otot

21
(hiperaldosteronisme), peningkatan berat bedan ( sindrom cushing, dsb)

2.2.9 Diagnosis

Pemeriksaan fisik harus dilakukan dengan sistematis dan mencakup seluruh target kerusakan
organ. Pengukuran tekanan darah pada tangan kiri dan kanan saat tidur dan berdiri.

Pemeriksaan funduskopi.
Palpasi dan auskultasi arterikarotis untuk menilai stenosis atau oklusi.
Pemeriksaan jantung untuk mencari pembesaran jantung ditujukan untuk menilai adanya tanda-
tanda gagal jantung. Bunyi jantung S2 yang meningkat akibat kerasnya penutupan katup aorta.
Kadang ditemukan mumur diastolik akibat regurgitasi aorta. Bunyi S4 (gallop atrial atau
presistolik) dapat ditemukan akibat dari peninggian tekanan atrium kiri. Sedangkan sedangkan
bunyi S3 (gallop ventrikel atau protodiastolik) ditemukan bila tekanan akhir sistolik ventrikel kiri
meningkat akibat dilatasi ventrikel kiri. Bila S3 dan S4 ditemukan bersama disebut summation
gallop.
Pemeriksaan paru : Apakah ada suara napas tambahan seperti ronki basah atau kering.
Pemeriksaan perut ditujukan untuk mencari aneurisma, pembesaran hati, limpa, ginjal dan asites.
Asukultasi bising sekitar kiri dan kanan umbilikus (renal artery stenosis).
Pemeriksaan pulsasi pada arteri radialis, arteri femoralis dan arteri dorsalis pedis.
Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium awal :

 Urinalisis : protein, leukosit, eritrosit dan silinder


 Hemoglobin/hematokrit
 Elektrolit darah: kalium
 Ureum/kreatinin
 Gula darah puasa
 Total kolesterol
 Elektrokardigrafi : menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri
 Foto toraks
 Ekokardiografi  dapat menemukan hipertrofi ventrikel kiri lebih dini dan lebih spesifik

2.2.10 Tatalaksana

2.3. Tatalaksana Penyakit Jantung Hipertensi

22
2.3.1. Tatalaksana Non Farmakologis

Secara umum, tata laksana dari penyakit jantung hipertensi dimulai dari edukasi kepada pasien. Edukasi
hipertensi secara umum mengacu pada pengaturan gaya hidup sebagai inti dari tata laksana non
farmakologis. Secara umum pasien dapat harus diedukasi mengenai penurunan berat badan, aktivitas
fisik, pengaturan diet, dan menghentikan kebiasaan merokok. Penurunan berat badan penting karena
setiap 10 kg penurunan berat badan dapat menurunkan tekanan sistolik sekitar 5-20 mmHg.Aktivitas fisik
dapat membantu menurunkan tekanan darah lebih efektif. Aktivitas fisik yang dianjurkan adalah seperti
berjalan kaki, jogging, atau bersepeda. Dapat juga dilakukan program diet seperti DASH (Dietary
Approaches to Stop Hypertension). Pasien juga harus mengurangi intake sodium kurang dari 6 gram
garam setiap harinya. .

Tabel 5. Modifikasi gaya hidup untuk prevensi dan penanganan hipertensi

2.3.2. Tatalaksana Farmakologis


Terdapat 3 strategi dalam tatalaksana farmakologis untuk pasien dengan hipertensi dalam JNC 8, yakni 3:
A. Penggunaan 1 obat dimaksimalkan dosisnya sebelum penambahan obat kedua
B. Penggunaan 1 obat yang kemudian ditambahkan obat kedua sebelum dosis maksimum dari obat
awal tercapai.

23
C. Menggunakan 2 obat dalam waktu bersamaan baik secara 2 tablet yang terpisah atau kombinasi
Algoritma tata laksana adalah sebagai berikut 3:

24
Gambar 5 – Algoritma tatalaksana pada hipertensi menurut JNC 83
BAB III

PEMBAHASAN

3.1. Daftar masalah

1. HHF EF 50%
2. Hipertensi tidak terkontrol
3. CAP

3.2 Pengkajian
1. HHF EF 53%

Pada anamnesis, pasien mengaku sesak nafas yang memburuk jika beraktivitas, sesak berkurang
ketika pasien beristirahat. Pasien biasa tidur menggunakan 2 bantal dan sering terbangun saat
malam hari karena sesak. Pada pasien terdapat tanda-tanda gagal jantung seperti adanya
othopneu, DOE, PND dan pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya edema pada tungkai. Pasien
juga kadang merasa berdebar-debar dan cepat lelah.

Faktor risiko pada pasien ini adalah adanya riwayat hipertensi sejak 10 tahun yang lalu dan tidak
rutin kontrol ke dokter. Pada pemeriksaan EKG ditemukan adanya tanda pembesaran ventrikel
kiri. Hipertrofi ventrikel kiri berhubungan dengan peningkatan resistensi vaskuler akibat
hipertensi yang diderita pasien, sehingga beban kerja jantung meningkat.

Pada echokrdiografi ditemukan pembesaran dan hipertrofi LV dan EF 53%. Pada hipertrofi,
jantung dapat memompa darah dengan kekuatan lebih namun lama kelamaan menjadi lebih
kaku. Dilatasi dari otot jantung akan menyebabkan penurunan kemampuan maksimal dari otot
jantung.Pada pemeriksaan foto toraks, jantung kesan kardiomegali.

Terapi gagal jantung kongestif dengan ejection fraction normal diantaranya modifikasi gaya
hidup, yang terdiri dari membatasi konsumsi sodium, membatasi asupan cairan, exercise. Pada
pasien gagal jatung dengan LVEF normal dapat diberikan terapi diuretik utuk mengatasi retensi
cairan. Farmakoterapi yang diberikan yaitu losartane 150 mg/ hari karena dapat menyebabkan
regresi hipertrofi ventrikel kiri dan memperbaiki fungsi diastolik.

25
2. Hipertensi grade I

Pada anamnesis didapatkan bahwa pasien didiagnosis hipertensi sejak 10 tahun yang lalu, pasien
tidak rutin meminum obat. Pada hasil pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah pasien 145/75
mmHg. Pada EKG ditemukan adaya hipertrofi ventrikel kiri.

Berdasarkan kriteria JNC VII, tekanan darah sistolik dalam rentang 140-159 mmHg
diklasifikasikan dalam hipertensi grade I. Tata laksana yang diberikan pada pasien adalah
pemberian diuretik golongan tiazid atau ACE inhibitor, ARB, atau CCB diberikan baik secara
monoterapi maupun kombinasi. Pada pasien ini dapat diberikan furosemide peroral dan captopril
peroral. Pada pasien juga dapat diberikan tata laksana non farmakologis berupa Edukasi
pengaturan gaya hidup mengenai penurunan berat badan, aktivitas fisik, pengaturan diet (DASH
diet, diet rendah garam<2,4g), dan menghentikan kebiasaan merokok.

3. Community Acquired Pneumonia

Paa anamnesis pasien didapatkan bahwa pasien memiliki batuk berdahak dengan produksi
sputum putih, pasien juga memiliki riwayat demam dan sesak yang mulai timbul sejak 2 hari
SMRS. Dari hasil pemeriksaan fisik ditemukan adanya ronki basah kasar pada paru kanan dan
kiri. Pada foto toraks ditemukan bahwa terdapat gambaran infiltrat di basal paru kanan dan kiri.
Rencana terapi pada pasien ini dapat diberikan ceftriaxone 1x2 gram IV

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Riaz K. Hypertensive Heart Disease. Medscape. Taken from :


http://emedicine.medscape.com/article/162449-overview#a2 (taken: Mar 2018; updated :
Dec 2014)
2. Lee CT, Williams GH, Lilly LS. Hypertension. In: Pathophysiology of Heart Disease.
Editor: Lilly LS. 5th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2011. p. 224, 301-
323.
3. James PA, Oparil S, Carter BL, Cushman WC, et al. 2014 Evidence-Based Guideline for
the Management of High Blood Pressure in Adults: Report From the Panel Members
Appointed to the Eighth Joint National Committee 8. JAMA. 2014;311(5):507-20.
4. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI Tahun 2013.
Riset Kesehatan Dasar 2013. P 88-9
5. Lee CT, Williams GH, Lilly LS. Hypertension. In: Pathophysiology of Heart Disease.
Editor: Lilly LS. 5th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2011. p. 224, 301-
323.
6. Bonow RO, Mann DL, Zipes DP, Libby P. Braunwald’s Heart Disease, A Textbook of
Cardiovascular Medicine. 9th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2012. chap.45.
7. Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5thed. Philadelphia : Lippincott Williams &
Wilkins; 2011.
8. World Health Organization. Raised blood pressure: Situation and Trends [internet].
Diakses pada 17 Maret 2017. Diunduh dari:
http://www.who.int/gho/ncd/risk_factors/blood_pressure_prevalence_text/en/

27

Anda mungkin juga menyukai