Anda di halaman 1dari 11

TEKNOLOGI PEMBUATAN VIRGIN COCONUT OIL (VCO) DENGAN METODE

SENTRIFUGASI

Oleh:
Yanto Surdianto, Nana Sutrisna dan Adetiya Rachman
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat

ABSTRAK

Tanaman kelapa (Cocos nucifera) merupakan salah satu komoditas unggulan


tanaman perkebunan dan memiliki areal terluas di Jawa Barat. Sebagian besar
merupakan perkebunan rakyat dan menjadi sumber pendapatan utama petani, namun
kontribusi terhadap pendapatan petani masih rendah. Hal ini antara lain disebabkan
oleh: 1) rendahnya produktivitas usahatani; 2) menurunnya nilai tukar komoditas
kelapa/kopra terhadap komoditas kebutuhan petani dan 3) rendahnya harga di tingkat
petani serta 4) belum diterapkan sepenuhnya usaha diversifikasi produk. Hingga saat
ini, pemanfaatan kelapa sebagian besar masih pada tingkat primer, yaitu dalam bentuk
butiran atau diolah menjadi kopra. Pengolahan produk hilirnya belum banyak
dilakukan seperti Virgin Coconut Oil (VCO), padahal produk olahan tersebut
memberikan nilai tambah sehingga berpotensi meningkatkan pendapatan petani.
Teknologi pembuatan VCO telah banyak dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Barat kemudian mengembangkan
teknologi pembuatan VCO berskala kecil menggunakan putaran mekanis atau
sentrifugasi. Pemilihan teknologi tersebut disesuaikan dengan kemampuan modal
petani agar diadopsi. Kegiatan dilaksanakan di Desa Langgensari, Kecamatan
Langgensari, Kota Banjar. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa teknologi pembuatan
VCO dengan teknik sentrifugasi merupakan teknologi tepat guna yang sederhana serta
dapat diterapkan di tingkat petani dengan rendemen 20 – 27% dari berat daging buah
kelapa. Secara ekonomis usaha pengolahan VCO menghasilkan B/C sebesar 2,92
dan telah mampu meningkatkan harga kelapa dari Rp.300,-/butir menjadi Rp.800,-
/butir.

Kata Kunci: Virgin Coconut Oil, Sentrifugasi

ABSTRACT

Coconut (Cocos nucifera) is one of the leading commodity crops and has the
largest area in West Java. Most of coconut plants are belonging to smallholders and
become as a major income of farmers, but the contribution from the plants to the
income of farmers are still low. This is partly due to: 1) low farm productivity, 2)
decrease in the exchange rate of coconut / copra to the commodity needs of farmers
and 3) lower prices at the farm level, and 4) diversification of products have not been
fully implemented. Until now, the large use of coconut is still on the primary level, which
is in the form of grain or it processed into copra. Downstream processing of the product
i.e. Virgin Coconut Oil (VCO) has not been much done. The process can adds value
and potentially increasing the income of farmers. VCO manufacturing technology has
been widely developed by the Agency for Agricultural Research. Assessment Institute
for Agricultural Technology (BPTP) West Java technology subsequently developed
small-scale manufacturing of a VCO using mechanical spin or centrifugation. The
selection of technology was tailored to the capital ability of farmers to adopt the
technology. Activities carried out in the village Langgensari, District Langgensari,
Banjar. The results of the study showed that VCO processing technology with

296
centrifugation technique was an appropriate technology, simple and can be applied at
the farm level with yield 20 -27% from coconut meat. VCO processing has B/C about 2,
92 and have been able to increase the price of coconut from Rp.300, -/pcs to Rp.800, -
/pcs.

Keywords: Virgin Coconut Oil, Centrifugation

PENDAHULUAN

Tanaman kelapa (Cocos nucifera) merupakan salah satu komoditas unggulan


tanaman perkebunan di Jawa Barat dan sekaligus sebagai areal perkebunan terluas
dibandingkan dengan tanaman perkebunan lainnya, yang mencapai 191.052 ha dan
98 % di antaranya merupakan perkebunan rakyat yang diusahakan di kebun atau
pekarangan rumah (BPS Jawa Barat, 2010). Komoditas kelapa nasional pernah
mengalami kejayaan dengan hasil utamanya kopra pada`periode tahun 1960-1970 dan
menjadi andalan pendapatan para petani. Namun demikian, peranan kelapa sebagai
bahan baku minyak goreng, saat ini makin tenggelam dan tergeser oleh hadirnya
komoditi kelapa sawit. Para petani kelapa pada umumnya tidak mampu memenuhi
kebutuhan hidup yang layak, dan menurut hasil penelitian, sekitar 60% dari mereka
tergolong miskin (Prakosa, 2003). Menurut Bavappa et. al (1995) melaporkan bahwa
proporsi pendapatan petani kelapa di Indonesia sangat kecil, hanya 20% dari total
pendapatan dalam satu tahun. Di samping itu, produktivitas kelapa dewasa ini hanya
mencapai rata-rata 1-1.4 ton kopra per/ha/tahun, jauh lebih rendah dari potensi
produktivitas yang dimilikinya yaitu sebesar 2,5 ton kopra per hektar (Supadi dan
Nurmanaf, 2006).
Tiga faktor utama yang menyebabkan rendahnya pendapatan petani kelapa
adalah: (1) rendahnya produktivitas usahatani, (2) menurunnya nilai tukar komoditas
kelapa/kopra terhadap komoditas kebutuhan petani dan (3) rendahnya harga di tingkat
petani (Sondakh, 1993). Di samping ke tiga faktor tersebut, pemanfaatan hasil samping
belum banyak dilakukan oleh petani, sehingga nilai tambah dari usaha tani belum
diperoleh secara optimal. Padahal banyak produk hasil olahan dari kelapa yang
berpotensi dalam memberikan nilai tambah yang tinggi, maupun dalam menciptakan
lapangan pekerjaan. Hanya sebagian kecil petani yang telah memanfaatkan hasil
samping seperti sabut dan tempurung (Brotosunaryo 2003; Jamaludin 2003; Nogoseno
2003).

297
Daya saing produk kelapa pada saat ini tidak lagi terletak pada produk
primernya yakni kopra seperti selama ini banyak diusahakan secara tradisional. Akhir-
akhir ini telah berkembang pula minyak kelapa virgin (Virgin coconut oil) yang
merupakan makanan suplemen dan juga obat. VCO diakui sebagai minyak paling
sehat yang berdasarkan pada beberapa penelitian memiliki khasiat antara lain: (1)
Senjata baru melawan penyakit jantung koroner; (2) Pelawan bakteri dan virus alami
yang sangat mengagumkan; (3) Menurunkan berat badan; (4) Menghaluskan kulit; (5)
Mencegah berbagai penyakit degeneratif, termasuk kanker dan (5) Meningkatkan
kualitas kesehatan. Minyak kelapa murni (VCO) juga diyakini memiliki sejumlah khasiat
untuk menjaga kesehatan manusia. Ini karena kandungan asam lemaknya cukup
tinggi. Disamping itu, sebagai Asam Lemak Rantai Sedang (MCFA) berfungsi
meningkatkan metabolisme dalam tubuh sehingga dapat menambah energi dan dapat
mengontrol berat badan (http://toko.baliwae.com, 2006).
Pemilihan produk yang dihasilkan tergantung pada prospek produk kelapa
secara nasional, regional dan internasional, tersedianya teknologi pengolahan dalam
skala kecil dan menengah, serta kemampuan petani mengadopsi teknologi pengolahan
tersebut. Oleh karena itu diperlukan teknologi pengolahan kelapa tepat guna yang
dapat meningkatkan pendapatan petani dengan lembaga yang memfasilitasi terhadap
aspek produksi, modal, dan pasar. Menurut Saragih (2002) teknologi tepat guna
adalah inovasi teknologi yang memenuhi kriteria: (a) secara teknis teknologi dapat
diterapkan oleh pengguna, (b) secara ekonomi memberi nilai tambah dan insentif yang
memadai, (c) secara sosial budaya dapat diterima oleh pengguna, dan (d) teknologi
ramah lingkungan.
Salah satu teknologi unggulan yang sudah dihasilkan Badan Litbang Pertanian,
yaitu, teknologi pembuatan minyak kelapa virgin (Virgin Coconut Oil) dengan teknik
sentrifugasi. Prinsip teknologi ini adalah memisahkan air dengan minyak melalu
pembentukan emulsi. Emulsi minyak terjadi karena proses gravitasi dan putaran
santan. Proses pembuatan Virgin coconut oil (VCO) sama sekali tidak menggunakan
zat kimia organis dan pelarut minyak. Dari proses seperti ini, rasa minyak yang
dihasilkan lembut dengan bau khas kelapa yang unik. Jika membeku, warna minyak
kelapa ini putih murni, sedangkan jika cair, VCO tidak berwarna (bening).
Inovasi teknologi ini diharapkan dapat diterapkan di tingkat daerah/petani
pengolah kelapa, sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan.
Selain itu, inovasi teknologi yang dirancang diarahkan untuk mendukung peningkatan
efisiensi usaha dan daya saing produk dalam pengembangan agribisnis di pedesaan.

298
Tujuan pengkajian ini adalah mengetahui keragaan teknis dan ekonomis
teknologi pengolahan VCO dengan menggunakan putaran mekanis atau sentrifugasi.

BAHAN DAN METODE

Lokasi dan Waktu Pengkajian


Pengkajian dilaksanakan di Kelompok Tani Muji Lestari Desa Langgensari,
Kecamatan Langgensari, Kota Banjar. Pelaksanaan pengkajian bulan Mei s.d.
November Tahun 2010.

Bahan dan Alat

Bahan dan alat yang diperlukan pada pengkajian ini adalah: daging buah
kelapa tua, paket peralatan pengolah VCO (mesin pemarut, kain saring, wadah
stainless, pengepres santan manual, timbangan, kompor, corong plastik, mixer, kertas
saring dan pengemasan (botol plastik, mesin penutup botol dan penyegel botol).

Pembuatan VCO dengan Metode Sentrifugasi

Teknologi pembuatan VCO menggunakan putaran mekanis atau sentrifugasi.


Proses sentrifugasi tidak memerlukan energi yang besar dan prosesnya sederhana.
Prinsip teknologi ini adalah memisahkan air dengan minyak melalu pembentukan
emulsi. Emulsi minyak terjadi karena proses gravitasi dan putaran santan.
Pembuatan VCO dengan metode sentrifugasi harus menggunakan bahan baku
kelapa yang benar-benar tua, dicirikan semua kulit telah berwarna cokelat tua. Selain
itu, untuk meningkatkan rendemen maka buah kelapa setelah dipanen disimpan
dahulu pada tempat teduh selama 2-4 minggu (Cahyana, 2005).

Tahapan proses pembuatan VCO dengan teknik sentrifugasi adalah sebagai


berikut:
a. Penyiapan bahan baku kelapa tua
b. Pengupasan sabut dan tempurung kelapa
c. Pengupasan kulit daging kelapa, dilakukan agar VCO yang dihasilkan berwarna
bening. Kulit kelapa sebenarnya banyak mengandung zat alfa tokoferol (vitamin
E), karoten dan asam laurat. Kandungan karoten pada kulit daging buah kelapa
menyebabkan warna kuning pada minyak yang dihasilkan. Image VCO yang
terlanjur bening membuat warna kuning tidak menarik bagi konsumen, sehingga
kulit daging buah kelapa dibuang

299
d. Pencucian, daging buah kelapa tua yang telah dipisahkan dari kulitnya, dicuci
dengan air bersih yang telah dimasak/dididihkan.
e. Pemarutan, daging buah kelapa yang sudah dicuci kemudian diparut dengan
mesin parut dan ditampung dalam wadah stainless
f. Pembuatan Santan, dilakukan dengan mencampur ampas dengan air (air : ampas
= 2 : 1) untuk selanjutnya diperas dengan alat pengepres santan yang terbuat dari
stainless.
g. Pemisahan santan prima/kanil, dilakukan dengan mendiamkan santan selama 30-
40 menit. Setelah 40 menit santan prima/kanil akan membentuk lapisan di atas
air, kemudian dipisahkan dengan membuang air di bawahnya melalui wadah
berkeran. Pemisahan berguna untuk mempercepat proses pengadukan, dan
mengumpulkan protein dalam santan prima/kanil
h. Sentrifugasi/pengadukan
Santan prima disentrifugasi selama 30-40 menit dengan putaran min 500 rpm
sehingga terbentuk emulsi minyak dan diperoleh minyak mentah. Minyak mentah
tersebut kemudian diproses lebih lanjut untuk menghilangkan air di minyak melalui
penyaringan.
i. Pendiaman selama 12 jam, Pediaman bertujuan untuk memberi waktu bagi
gumpalan protein terpisah dari air dan minyak. Selama pendiaman, molekul
protein akan bergabung satu sama lain dan memisahkan diri dari minyak dan air.
Protein berperan sebagai zat pengikat minyak dengan air dalam santan
j. Pemisahan Minyak, minyak akan mengendap di atas lapisan protein/blando dan
air. Minyak berada pada lapisan atas karena berat jenisnya lebih kecil dari protein
dan air
k. Penyaringan, dilakukan dengan menggunakan kertas saring whatman kasar
dengan 5 kali penyaringan yang disusun bertingkat. Penyaringan berfungsi untuk
menyaring partikel-partikel protein terbawa pada saat pemisahan minyak. Kertas
saring juga menurunkan kadar air pada VCO yang dihasilkan.
l. Pengemasan, minyak virgin (VCO) ditampung dalam wadah stainless, kemudian
dikemas dalam botol dan disegel.
Proses pembuatan VCO dalam bentuk diagram alir dapat dilihat pada Gambar

300
Kelapa Tua

Pemarutan

Pengepresan

Santan

Pendiaman 40 menit

Pemisahan kanil

Pengadukan/Sentrifugasi

Pengadukan/Sentrifugasi

Pendiaman 12 jam

Pemisahan Minyak

Penyaringan

Penyaringan

Pengemasan

VCO

Gambar 1. Diagram Alir Proses Pembuatan VCO dengan Metode Sentrifugasi

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keragaan Teknis
Hasil pengkajian menunjukkan bahwa metode
sentrifugasi memiliki keunggulan yaitu waktu pemrosesan
cepat, relatif mudah dan sederhana serta menghasilkan
VCO yang bermutu tinggi. Duryanto (2005) menyatakan
bahwa dengan menggunakan mesin sentrifuse maka
emulsi dalam santan dapat terpecah. Kualitas VCO yang dihasilkan relatif baik
dibandingkan dengan syarat mutu APCC. Kualitas minyak akan berpengaruh

301
terhadap kemampuannya untuk disimpan dan penggunaannya sewaktu dipakai.
Adapun kualitas VCO tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Analisis Kimia VCO Hasil Pengkajian


Jenis Analisi (type Hasil Analisis (%)
Nama of analysis)
No Periode I Periode II Standar
Sample
APCC
1 VCO Asam lemak 4.11 2.70 Maks 0.2
Asam kaplirat 4.21 4.62 4.6-10
Asam laurat 47.04 46.17 45.01 – 53.2
Asam miristat 16.11 16.11 16.8 - 21
Asam Palmitat 9.21 10.01 7.5 – 10.2
Asam Stearat 10.01 3.96 2.0 – 4.0
Asam Oleat 7.20 7.20 5 - 10
Asam Linoleat 0.25 2.10 1 - 2.5
Kadar Air 0.21 0.21 0.1-0.5
FFA (asam lemak
0.53 0.53 < 0.
bebas)
α-Tocoferol 0.09 0.09 -
Analisis dilakukan di Laboratorium Pengujian BBPP Pasca Panen Pertanian, Bogor.

Pada table 1 terlihat bahwa minyak VCO yang dihasilkan memiliki kandungan
asam laurat yang memenuhi standar mutu APCC yaitu sebesar 46.17 – 47.04%.
Kandungan asam laurat yang merupakan asam lemak yang dominan memiliki khasiat
yang sama dengan air susu ibu, jika dikonsumsi dapat berubah menjadi monolaurin
yang dapat berfungsi sebagai suplemen pencegah penyakit degeneratif dan penyakit
yang disebabkan karena virus dan bakteri.
Demikian pula, minyak VCO yang dihasilkan memiliki kandungan asam lemak
bebas (Free Fatty Acid = FFA) yang memenuhi standar mutu APCC yaitu sebesar
0.53%.
Asam lemak bebas (Free Fatty Acid = FFA) pada minyak merupakan indikator
terjadinya ketengikan dalam minyak. Semakin besar nilai FFA maka minyak tersebut
kurang baik untuk dimakan secara langsung karena berpotensi menjadi karsiogenik.
Asam lemak bebas dihasilkan dari perubahan senyawa peroksida yang berasal dari
proses oksidasi (akibat interaksi minyak tidak jenuh dengan oksigen) dan proses
hidrolisis (akibat keberadaan air dalam minyak). Pada VCO, mutunya juga tergantung
nilai kadar asam lemak.
Kadar air mempengaruhi mutu minyak kelapa. Adanya sejumlah air dalam
minyak dapat menyebabkan terjadinya proses hidrolisis sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya kerusakan minyak. Proses ekstraksi minyak ternyata

302
mempengaruhi nilai kadar air di minyak dan selama penyimpanan cenderung
meningkat yang disebabkan reaksi oksidasi yang terjadi pada asam lemak tidak jenuh
yang terdapat dalam minyak selama penyimpanan (Ketaren, 1986). Hasil analisis
menunjukkan bahwa VCO yang dihasilkan mengandung kadar air yang masih
diperbolehkan dalam standar APCC yaitu sebesar 0.21%.
Berdasarkan analisis mutu minyak pada Tabel 1 diperoleh kesimpulan bahwa
teknologi pengolahan minyak kelapa dengan menggunakan metode sentrifugasi dapat
menghasilkan minyak untuk dikonsumsi langsung (VCO).

Keragaan Ekonomi
Hasil pengkajian menunjukkan bahwa, teknologi pembuatan VCO dengan
metode sentrifugasi merupakan teknologi tepat guna yang sederhana dan dapat
diadopsi oleh petani. Teknologi tersebut selain mudah dilakukan, alat-alat yang
digunakanpun harganya relatif murah dan terjangkau oleh masyarakat khusunya petani
kelapa di pedesaan.
Hasil pengkajian menunjukkan bahwa untuk menghasilkan 1 liter VCO
dibutuhkan kelapa sekitar 12-16 butir (Tabel 2) atau dari 3,6 – 4,8 kg daging buah
kelapa sehingga rendemen yang dihasilkan sebesar 20 – 27% dari berat daging buah
kelapa. Sementara itu, hasil penelitian Cahyana (2005), untuk memperoleh 1 liter VCO
diperlukan bahan baku kelapa sebanyak 10 - 15 butir.

Tabel 2. Produksi VCO di kelompok tani Muji Lestari, Desa Langensari, Kecamatan
Langensari, Kota Banjar, Tahun 2011.
Jumlah kelapa VCO yang dihasilkan
No Asal kelapa*)
(butir) (liter) (botol)
1 30 Anggota kelompok 2 20 (100 cc)
2 100 Anggota kelompok 6 60 (100 cc)
3 100 Anggota kelompok 5 33 (150 cc)
4 100 Anggota kelompok 6,5 43 (150 cc)
5 80 Anggota kelompok 6,6 44 (150 cc)
Jml 410 26,1
Keteragan: *) kelapa dibeli kelompok dari anggota dengan harga Rp. 800,-/butir
*) penjualan masih terbatas pada konsumen sekitar pengkajian

Rendemen VCO sangat ditentukan oleh kualitas daging buah kelapa. Semakin
baik mutu kelapa yang digunakan, kualitas VCO yang dihasilkan juga akan semakin
baik, di samping juga rendemennya semakin tinggi, demikian sebaliknya.

303
Keragaan Ekonomi

Pembuatan VCO tersebut saat ini telah menjadi salah satu usaha bersama
kelompoktani “Muji Lestari” yang melibatkan/dikelola oleh 6 orang petani. Hal yang
cukup menggembirakan dari pengkajian ini adalah bahwa teknologi pembuatan VCO
dapat meningkatkan harga jual kelapa di tingkat petani dari yang semula sebesar Rp
300,-/butir menjadi Rp 800-850,-/butir. Bahan baku berupa kelapa butiran saat ini
masih diutamakan dari anggota kelompoktani Muji Lestari.
Sebagai contoh analisis finansial, dihitung dari data sebelumnya, yaitu untuk
menghasilkan 2 liter VCO dibutuhkan kelapa sebanyak 30 butir (Tabel 2). Keragaan
usaha pembuatan VCO secara rinci disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Biaya Produksi Pengolahan VCO di kelompok tani Muji Lestari, Desa
Langensari, Kecamatan Langensari, Kota Banjar. 2010
Harga Satuan
No Uraian Volume Satuan Biaya (Rp)
(Rp)
A. Biaya Produksi
1 Kelapa 30 butir 800,- 24.000,-
2 Botol 20 botol 500,- 10.000,-
3 Label 20 lembar/botol 100,- 2.000,-
4 Kertas saring 5 lembar 400,- 2.000,-
4 Tenaga kerja*) 1 orang 13.000,- 13.000,-
51.000,-
B. Hasil VCO 20 Botol (100 10.000,- 200.000,-
cc)
C. Pendapatan (B-A) 149.000,-
BC Ratio 2,92
Keterangan : *) Biaya tenaga kerja untuk setiap produksi masih sama

Tabel 3 menunjukkan bahwa pembuatan VCO dengan metode sentrifugasi


sangat menguntungkan. Meskipun harga kelapa butiran di tingkat petani telah dinaikan
dari Rp. 300,- menjadi Rp. 800,- ternyata pembuatan VCO dengan metode sentrifugasi
masih memberikan keuntungan sebesar Rp. 149.000,- dengan BC ratio sebesar 2,92.
Pengolahan produk kelapa menjadi VCO meningkatkan nilai tambah sebesar Rp
125.000 /30 butir kelapa atau sebesar Rp 41.667,-/butir kelapa.

304
KESIMPULAN DAN SARAN

1. Teknologi pengolahan minyak kelapa dengan menggunakan metode sentrifugasi


dapat menghasilkan minyak kelapa murni (VCO) untuk dikonsumsi langsung sesuai
standard APCC.
2. Untuk menghasilkan 1 liter VCO dengan metode sentrifugasi dibutuhkan kelapa
sekitar 12-16 butir.
3. Teknologi pembuatan VCO (Virgin Coconut Oil) dengan metode sentrifugasi
merupakan teknologi tepat guna yang sederhana serta dapat diterapkan di tingkat
petani.
4. Pengolahan VCO dengan metode sentrifugasi sangat menguntungkan, telah
mampu meningkatkan harga kelapa di KT. Muji Lestari, Desa Langensari, Kota
Banjar dari Rp.300,-/butir menjadi Rp.800-/butir dan meningkatkan nilai tambah
sebesar Rp. 41.667,-/butir kelapa.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik Propinsi Jawa Barat. 2010. Jawa Barat Dalam Angka.

Bavappa, K.V.A, S.N Darwis, and D.D.Tarigans. 1995. Coconut Production and
Produc-tivity in Indonesia. Asian and Facific Co-conut Community 80 p.

Brotosunaryo, O.A.S. 2003. Pemberdayaan petani kelapa. hlm. 10-16. Prosiding


Konferensi Nasional Kelapa V, Tembilahan, 22-24 Oktober 2002. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Bogor.Jamaludin 2003; Nogoseno
2003).

Destika Cahyana, 2005. VCO Nutrisi Pelengkap Bukan Obat. Trubus. Volume 433.
Desember.

Duryanto. 2005. Pembuatan VCO dengan Metode Sentrifugasi. Kajian Ilmu Teknologi
Industri Pertanian. http://ariefebrianto.blogspot.com/2010/10/. Diakses 20
Februari 2011.

http://toko.baliwae.com. 2006. Virgin Coconut Oil. diakses 20 Februari 2011.

Jamaludin. 2003. Keberhasilan dan kegagalan agribisnis kelapa di bidang on farm.


Prosiding Konferensi Nasional Kelapa V. Tembilahan, 22−24 Oktober 2002.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Bogor. hlm. 97−100.

305
Ketaren S., 1986. Teknologi Minyak Lemak. Universitas Indonesia-Press (UI-Press),
Jakarta.

Nogoseno. 2003. Informasi perkelapaan. hlm. 8-21. Prosiding Hari Perkelapaan


Keempat Tahun 2002, Bandung, 20-22 September 2002. Direktorat Jenderal
Perkebunan, Jakarta.

Prakosa, M. 2003. Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan Perkelapaan


Indonesia. . Prosiding. Hari Perkelapaan Keempat Tahun 2002. Bandung, 20-22
September 2002.

Saragih, B. 2002. Peranan teknologi tepat guna dalam pengembangan sistem


agribisnis kerakyatan dan berkelanjutan. Analisis kebijaksaan: Pendekatan
pembangunan dan kebijaksanaan pengembangan agribisnis dalam Lay A. dan
H. Novarianto. Arang Briket Kelapa Sebagai Sumber Energi Terbarukan.
Konferensi Nasional Kelapa VI. Gorontalo, 16-18 Mei 2006. Badang Litbang
Pertanian. Bogor.

Sondakh, L. 1993. Produksi Kelapa Dalam Proses Transformasi Struktural Ekonomi


Nasional. Prosiding KNK III, Yokyakarta 20-23 Juli 1993.

Supadi dan A.R.Nurmanaf. 2006. Pemberdayaan Petani Kelapa Dalam Upaya


Peningkatan Pendapatan. Jurnal Litbang Pertanian, 25(1), 2006.

306

Anda mungkin juga menyukai