TINJAUAN PUSTAKA
Kayu laminasi simetris terdiri dari bahan dan ketebalan yang sama pada
bagian face dan core, sehingga garis atau sumbu netral tepat berada di tengah
(bagian core) dari kayu laminasi. Kayu laminasi asimetris terdiri dari bahan yang
berbeda pada ketiga bagian penyusunnya. Perbedaan jenis dan ketebalan bahan
menyebabkan garis atau sumbu netral tidak tepat berada di tengah kayu laminasi
(dapat terjadi pada bagian core atau back, tergantung dari tebal masing-masing
bahan dan centroid pada kondisi transformed cross section (TCS). Penggunaan
transformed cross section akan mengkonversi berbagai nilai E (modulus
elastisitas), dengan satu nilai E saja. Dalam pengukuran pada kondisi TCS, salah
satu bagian dari lamina dijadikan sebagai referensi dalam melakukan konversi
(pada umumnya bagian atas dari lamina). Adanya TCS menyebabkan
pengurangan lebar pada bagian lamina yang memiliki nilai E lebih kecil dari E
referensi, dan penambahan lebar pada bagian lamina yang memiliki nilai E lebih
besar dari E referensi (Bodig dan Jayne 1982).
terjadi akibat beban dan faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi sifat mekanis.
Sifat mekanis yang diamati dalam penelitian ini adalah modulus elastisitas (MOE)
dan kekuatan lentur/Modulus of Rupture (MOR) (Haygreen et al. 2003)
2.3.1 Modulus Elastisitas (Modulus of Elasticity, MOE)
Tsoumis (1991) menyatakan bahwa elastisitas adalah sifat benda yang
mampu kembali ke kondisi semula dalam bentuk dan ukurannya ketika beban
yang mengenainya dihilangkan. Nilai MOE hanya valid jika yang diambil adalah
nilai batas proporsionalnya saja. MOE tinggi menunjukkan kekakuan bahan yang
tinggi untuk dapat menahan tekanan besar yang dikenakan padanya tanpa
deformasi yang besar. Nilai modulus elastisitas kayu bervariasi antara 25000-
170000 kg/cm2. Nilai modulus elastisitas berbeda pada ketiga arah
pertumbuhannya. Pada arah transversal, modulus elastisitasnya hanya berkisar
3000-6000 kg/cm2, sedangkan perbedaan untuk arah radial dan tangensial tidak
nyata.
2.3.2 Kekuatan Lentur (Modulus of Rupture, MOR)
Kekuatan lentur merupakan ukuran kemampuan benda untuk menahan
beban lentur maksimum sampai benda tersebut mengalami kerusakan yang
permanen (Brown et al. 1952). Tsoumis (1991) menyatakan bahwa bila beban
terjadi di atas batas proporsi, maka deformasinya akan permanen. Nilai dari MOR
bervariasi. Besarnya hasil pengujian kekuatan lentur ini dinyatakan dalam
modulus of rupture (MOR) atau modulus patah. Nilai MOR bervariasi antara 550-
1600 kg/cm2 yang menunjukkan bahwa kekuatan lentur mirip dengan kekuatan
tegangan aksial. Oleh sebab itu MOR bisa digunakan sebagai indeks kekuatan
tegangan aksial, ketika nilai dari besaran akhir tidak tersedia.
2.3.3 Pengujian Lentur
Ada beberapa metode pengujian lentur yang dapat dilakukan yaitu metode
one point loading dan two point loading.
2.3.3.1 Metode One Point Loading
Momen lentur dan gaya geser pada balok dengan beban tunggal di tengah
bentang (metode one point loading) dapat dilihat pada Gambar 1, sedangkan
diagram untuk momen lentur dan gaya gesernya dapat dilihat pada Gambar 2.
6
P
½ L ½ L
Ra L Rb
Pada metode one point loading , seluruh bagian mengalami momen lentur
dan gaya geser secara bersama-sama seperti terlihat pada Gambar 2, sehingga
defleksi yang terjadi merupakan akibat resultan keduanya (Mardikanto et al.
2011). Nilai Modulus Elastisitas sebenarnya (true MOE) tidak dapat diperoleh
dengan metode ini, namun metode ini paling banyak digunakan untuk menguji
spesimen berukuran kecil (contoh uji bebas cacat).
Momen lentur Mx
Gaya geser Vx
L
½ L ½ L
Gambar 2 Diagram momen lentur (Mx) dan gaya geser (Vx) sepanjang bentang
balok dengan beban tunggal di tengah batang.
2P
a Lb a
L
R R
Diagram momen lentur dan gaya geser pada metode two point loading
dapat dilihat pada Gambar 4. Pada metode ini, tidak semua bagian balok lentur
mengalami gaya geser. Bagian di antara dua beban tidak mengalami gaya geser,
sehingga defleksi pada bagian itu murni disebabkan oleh momen lentur. Oleh
karena itu, modulus elastisitas yang sebenarnya dapat ditentukan dengan
mengukur defleksi di antara dua beban.
2P
Momen lentur Mx
Gaya geser Vx
L
a Lb a
Gambar 4 Diagram momen lentur (Mx) dan gaya geser (Vx) pada balok dengan
beban ganda (two points load).
2.4.2 Kerapatan
Menurut Haygreen et al. (2003), berat jenis kayu adalah suatu sifat fisika
kayu yang paling penting. Berat jenis kayu merupakan istilah yang dipakai untuk
menunjukkan perbandingan antara kerapatan kayu dengan kerapatan air.
Kebanyakan sifat mekanis kayu sangat berhubungan dengan berat jenis dan
kerapatan. Kerapatan dan berat jenis digunakan untuk menerangkan massa atau
berat per satuan volume. Ciri-ciri ini umumnya digunakan dalam hubungannya
dengan semua tipe bahan. Kerapatan didefinisikan sebagai massa atau berat per
satuan volume. Sedangkan berat jenis adalah perbandingan kerapatan bahan
dengan kerapatan air (1 g/cm3). Faktor-faktor yang mempengaruhi variasi berat
jenis kayu diantaranya adalah kondisi lingkungan setempat, iklim, letak geografi,
gangguan selama pertumbuhan, serta jenis spesies. Faktor lingkungan setempat
yang dapat mempengaruhi berat jenis diantaranya adalah kelembaban, cahaya
matahari, nutrisi, angin, dan suhu.
9
Tobing (1995) yang diacu dalam Sugiarti (2010) menyatakan bahwa berat
jenis selain digunakan sebagai penduga kekuatan kayu, juga digunakan sebagai
indikator untuk menduga mudah tidaknya suatu kayu dikeringkan. Kayu yang
memiliki BJ tinggi pada umumnya sukar dikeringkan dan mengalami cacat yang
lebih besar dibandingkan kayu yang memiliki berat jenis (BJ) rendah.
styrofoam memiliki sifat insulasi panas dan insulasi akustik yang baik serta
mudah dalam pengaplikasiannya.
Penelitian Martiandi (2010) menyatakan bahwa penambahan styrofoam
pada papan partikel tidak memberikan pengaruh yang signifikan untuk
meningkatkan nilai absorbsi suara bila dibandingkan dengan papan partikel tanpa
styrofoam. Hal ini perlu diteliti lebih lanjut mengingat bahwa karakteristik
styrofoam yang porous memiliki potensi untuk meredam suara. Penelitian
Martiandi (2010) menghasilkan papan komposit campuran kayu afrika dan
styrofoam yang menyerap suara dengan baik pada frekuensi 1250 Hz-1600 Hz,
dimana nilai α mencapai 0,80 dan nilainya terus meningkat sesuai dengan
pertambahan frekuensi. Melihat kecenderungan peningkatan nilai koefisien
absorbsi pada penelitian Martiandi, perlu dilakukan uji absorbsi pada frekuensi
yang lebih tinggi lagi untuk mengetahui nilai koefisien absorbsinya.
2.7.3 Kayu Balsa (Ochroma sp.)
Kayu Balsa merupakan kayu berdiameter besar yang termasuk dalam
kategori kayu cepat tumbuh (fast growing species) dan tingginya bisa mencapai
20-30 m. Pohon balsa merupakan tumbuhan asli dari Brasil, Bolivia Utara sampai
Meksiko Selatan. Kayunya evergreen dan daunnya rontok bila musim panas yang
terlalu lama. Kayu Balsa merupakan hardwood berdasarkan bentuk daunnya,
walaupun kayunya lunak. Kayu balsa sangat lunak dan terang, serta memiliki
permukaan kasar. Kerapatan kering tanur dari kayu balsa berkisar antara 0,04 –
0,34 g/cm3. Kayu balsa juga sering digunakan sebagai core material pada kayu
komposit, contoh : turbin angin, meja tennis yang dibuat dari balsa dengan dilapisi
plywood pada bagian atas dan bawahnya. Kayu balsa juga digunakan sebagai
laminasi pada fiberglass untuk meningkatkan kualitas balsa pada surfboard, deck
dan bagian atas dari boats (Anonim 2009).
Menurut Miller (1999), kayu ini cocok untuk berbagai penggunaan karena
karakteristiknya lunak dan warnanya yang terang. Kayu balsa dikenali
berdasarkan berat kayunya yang sangat ringan dan warna kayu yang pucat
(biasanya putih, kekuning-kuningan, dan terkadang berona kemerah-mudaan,
serta menimbulkan kesan raba beludru). Karena beratnya yang ringan dan
kayunya memiliki pori, balsa sangat efisien sebagai bahan insulasi terhadap panas
13
dan dingin. Kayu balsa juga mempunyai sifat rambatan yang lambat terhadap
suara dan getaran. Penggunaan kayu balsa pada umumnya adalah sebagai alat-alat
penolong, alat pelampung, rakit, bahan penyekat, bantalan, sound modifiers, serta
alat peraga.
2.7.4 Medium Density Fiberboard (MDF)
Menurut Haygreen et al. (2003) MDF merupakan salah satu produk dari
papan serat. Papan serat adalah panel yang dibuat dengan cara mengkonversi kayu
bulat atau serpih kayu menjadi serat melalui proses pulp mekanis kemudian
membentuknya menjadi lembaran papan dengan kempa panas baik dengan wet
process maupun dry process. Maloney (1996) menyatakan bahwa papan serat
berkerapatan sedang (MDF) adalah produk panel kayu yang terbuat dari serat
berlignoselulosa dikombinasikan dengan perekat buatan atau perekat lainnya yang
mempunyai kerapatan 0,50 sampai 0,80 g/cm3.
Haygreen et al. (2003) menyatakan bahwa MDF dapat dibuat dari banyak
material seperti residu kayu (sisa serutan dari mesin planner, serbuk gergaji kayu,
potongan pinggir dari plywood, dan lain sebagainya), namun harus tetap
menambahkan minimal 25 % pulp chip untuk menghasilkan kualitas furnish yang
diinginkan. Limbah pertanian dan semua sumber serat dapat dicampurkan asalkan
interaksi antara bahan mentah dan resin dapat dikontrol (Maloney 1996 dalam
Haygreen et al. 2003). MDF memiliki sifat fisis yang seragam, permukaan halus
dan padat (sehingga memungkinkan untuk dicetak, dicat, dan diberi bahan
pelapis), memiliki sifat penyekrupan yang baik serta memiliki kestabilan dimensi
yang relatif tinggi di bawah perubahan kondisi kelembaban lingkungan (Tsoumis
1991).
MDF digunakan sebagai furniture, kitchen cabinets, dan wall paneling
(dimana dibutuhkan permukaan yang halus, dapat dicetak, dan dilukis namun
kekuatan kayu tidak terlalu diperhitungkan). Bagian tepi dari particleboards
terlalu keropos sehingga memerlukan penanganan lanjutan sedangkan bagian tepi
dari MDF halus sehingga MDF lebih banyak digunakan dalam pembuatan
furniture. MDF memiliki kerapatan yang lebih seragam, dapat diprofil, dapat
diproses menggunakan mesin sama seperti pada kayu solid, serta tidak
memerlukan veneer tambahan untuk menutupi permukaannya. Permukaan MDF
14