Anda di halaman 1dari 15

5

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Penyakit


2.1.1 Definisi
Pneumonia adalah salah satu penyakit peradangan akut perekim paru yang
biasanya dari suatu infeksi saluran pernafasan bawah akut (ISNBA). Dengan
gejala batuk da disertai dengan sesak nafas yang disebabkan agen infeksius seperti
virus, bakteri, mycoplasma (fungi) dan aspirasi subtansi asing, berupa radang
paru-paru yang disertai eksudari dan konsilidasi dan dapat dilihat melalui
gambaran radiologis (Nanda Nic-Noc, 2015: 65).
Pneumonia paling umum digunakan untuk menunjukkan infeksi saluran
napas bawah yang bisa disebabkan oleh virus, bakteri, jamur protozoa, atau
parasit dan yang bisa didapat dari komunitas, perawatan di rumah atau di rumah
sakit (Brashers, 2007: 101).
Pneumonia merupakan infeksi akut pada jaringan paru oleh
mikroorganisme, merupakan infeksi saluran napas bagian bawah yang sebagian
besar disebabkan oleh bakteri yang terjadi secara primer atau sekunder setelah
infeksi virus (Corwin, 2009: 541).
2.1.2 Etiologi
Menurut Nanda Nic-Noc (2015: 65) penyebaran infeksi terjadi melalui
droplet dan sering disebabkan oleh streptoccus pneumonia, melalui selang infus
oleh staphylococcus aureus sedangkan pada pemakaian ventilator oleh p.
aeruginosa dan enterobacter. Dan masa kini terjadi karena perubahan keadaan
pasien seperti kekebalan tubuh dan penyakit kronis dan polusi lingkungan. Setelah
masuk ke paru-paru organisme bermultiplikasi dan, jika telah berhasil
mengalahkan mekanisme pertahanan paru, terjadi pneumonia. Selain diatas
penyebab terjadinya pneumonia sesuai penggolongannya yaitu:
1) Bakteri: diplococcus pneumonia, pneumococcus, streptokokus hemolyticus,
streptokoccus aureus, hemophilus influinzae, mycobacterium tuberkolusis,
bacillus friedlander.

5
6

2) Virus: respiratory syncytial virus, adeno virus, v. Sitomegalitik, v. Influenza.


3) Jamur: histoplasma capsulatum, crytococcus neuroformans, blastomyces
dermatitides, coccidodies immitis, aspergillus species, candida albicans.
4) Aspirasi: makanan, korosene (bensin, minyak tanah), cairan amnion dan benda
asing.
Klasifikasi berdasarkan anatomi. (IKA FKUI):
1) Pneumonia lobaris, melibatkan seluruh atau satu bagian besar dari satu atau
lebih lobus paru. Bila kedua paru terkena, maka dikenal sebagai pneumonia
bilateral atau “ganda”.
2) Penumonia lobularis (bronkopneumonia) terjadi pada ujung akhir bronkiolus,
yang tersumbat oleh eksudat mukopurulen untuk membentuk bercak
konsolidasi dalam lobus yang berada didekatnya, disebut juga pneumonia
loburalis.
3) Pneumonia interstitial (bronkiolitis) proses iflamasi yang terjadi di dalam
dinding alveolar (interstisium) dan jaringan peribronkial serta interlobural.
Klasifikasi Pneumonia berdasarkan inang dan lingkungan:
1) Pneumonia komunitas, Dijumpai pada H. Influenza pada pasien perokok,
pathogen atipikal pada lansia, gram negative pada pasien dari rumah jompo,
dengan adanya PPOK, penyakit penyerta kardiopolmonal/jamak, atau paska
terapi antibiotika spectrum luas.
2) Pneumonia nosokomial, tergantung pada 3 faktor yaitu: tingkat bert sakit,
adanya resiko untukjenis pathogen tertentu, dan masa menjelang timbul onset
pneumonia.
3) Pneumonia aspirasi, disebabkan oleh infeksi kuman, pneumonitis kimia akibat
aspirasi bahan tosik, akibat aspirasi cairan inert misalnya cairan makanan atau
lambung edema paru, dan obstruksi mekanik simple oleh bahan padat.
4) Pneumonia pada gangguan imun, terjadi karena akibat proses penyakit dan
akibat terapi. Penyebab infeksi dapat disebabkan oleh kuman pathogen atau
mikroorganisme yang biasanya nonvirulen, berupa bakteri, protozoa, parasit,
virus, jamur dan cacing.

6
7

2.1.3 Manifestasi Klinis


1) Demam, sering tampak sebagai tanda infeksi yang pertama. Paling sering
terjadi pada usia 6 bulan – 3 tahun dengan suhu mencapai 39,5-40,5 bahkan
dengan infeksi ringan. Mungkin malas dan peka rangsang atau terkadang
euphoria dan lebih aktif dari normal, beberapa anak bicara dengan kecepatan
yang tidak biasa.
2) Meningismus, yaitu tanda-tanda mengingeal tanpa infeksi meninges. Terjadi
dengan awitan demam yang tiba-tiba dengan disertai sakit kepala, nyeri dan
kekakuan pada punggung dan leher, adanya tanda kernig dan brudzinski, dan
akan berkurang saat suhu turun,
3) Anoreksia, merupakan hal yang umum disertai dengan penyakit masa kanak-
kanak. Seringkali merupakan bukti awal dari penyakit. Menetap sampai
derajat yang lebioh besar atau lebih sedikit melalui tahap demam dari
penyakit, seringkali memanjang sampai tahap pemulihan.
4) Muntah, anak kecil mudah muntah bersamaan dengan penyakit yang
merupakan petunjuk untuk awitan infeksi. Biasanya berlangsung singkat,
tetapi dpat mementap selama sakit.
5) Diare, biasanya ringan, diare sementara tetapi dapat menjadi berat. Sering
menyertai infeksi pernafasan. Khususnya karena virus.
6) Nyeri abdomen, merupakan keluhan umum. Kadang tidak bisa dibedakan dari
nyeri apendiksitis.
7) Sumbatan nasal, pasase nasal kecil dari bayi mudah tersumbat oleh
pembengklakan mukosa dan eksudasi, dapat mempengaruhi pernafasan dan
menyusu pada bayi.
8) Keluhan nasal, sering menyertai infeksi pernafasan. Mungkin encer dan
sedikit (rinorea) atau kental dan purulen, bergantung pada tipe dan atau tahap
infeksi.
9) Batuk, merupakan gambaran umum dari penyakit pernafasan. Dapat menjadi
bukti hanya selama fase akut.
10) Bunyi pernafasan, seperti batuk, mengi, mengorok. Auskultasi terdengar
mengi, krekels.

7
8

2.1.4 Patofisiologi
Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari anak
sampai usia lanjut. Pecandu alcohol, pasien pasca operasi, orang-orang dengan
gangguan penyakit pernapasan, sedang terinfeksi virus atau menurun kekebalan
tubuhnya, adalah yang paling berisiko. Sebenarnya bakteri pneumonia itu ada dan
hidup normal pada tenggorokan yang sehat. Pada saat pertahanan tubuh menurun,
misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan malnutrisi, bakteri pneumonia akan
dengan cepat berkembang biak dan merusak organ paru-paru. Kerusakan jaringan
paru setelah kolonisasi suatu mikroorganisme paru banyak disebabkan oleh reaksi
imun dan peradangan yang dilakukan oleh pejamu.Selain itu, toksin-toksin yang
dikeluarkan oleh bakteri pada pneumonia bakterialis dapat secara langsung
merusak sel-sel system pernapasan bawah.Pneumonia bakterialis menimbulkan
respon imun dan peradangan yang paling mencolok. Jika terjadi infeksi, sebagian
jaringan dari lobus paru-paru, ataupun seluruh lobus, bahkan sebagian besar dari
lima lobus paru-paru (tiga di paru-paru kanan, dan dua di paru-paru kiri) menjadi
terisi cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh
tubuh melalui peredaran darah.Bakteri pneumokokus adalah kuman yang paling
umum sebagai penyebab pneumonia (Sipahutar, 2007).
Proses pneumonia mempengaruhi ventilasi. Setelah agen penyebab
mencapai alveoli, reaksi inflamasi akan terjadi dan mengakibatkan ektravasasi
cairan serosa ke dalam alveoli. Adanya eksudat tersebut memberikan media bagi
pertumbuhan bakteri.Membran kapiler alveoli menjadi tersumbat sehingga
menghambat aliran oksigen ke dalam perialveolar kapiler di bagian paru yang
terkena dan akhirnya terjadi hipoksemia (Engram 1998).
Setelah mencapai alveoli, maka pneumokokus menimbulkan respon yang
khas terdiri dari empat tahap yang berurutan (Price, 1995: 711):
1) Kongesti (24 jam pertama) : Merupakan stadium pertama, eksudat yang kaya
protein keluar masuk ke dalam alveolar melalui pembuluh darah yang
berdilatasi dan bocor, disertai kongesti vena. Paru menjadi berat, edematosa
dan berwarna merah.
2) Hepatisasi merah (48 jam berikutnya) : Terjadi pada stadium kedua, yang
berakhir setelah beberapa hari. Ditemukan akumulasi yang masif dalam ruang

8
9

alveolar, bersama-sama dengan limfosit dan magkrofag. Banyak sel darah


merah juga dikeluarkan dari kapiler yang meregang. Pleura yang menutupi
diselimuti eksudat fibrinosa, paru-paru tampak berwarna kemerahan, padat
tanpa mengandung udara, disertai konsistensi mirip hati yang masih segar dan
bergranula (hepatisasi = seperti hepar).
3) Hepatisasi kelabu (3-8 hari) : Pada stadium ketiga menunjukkan akumulasi
fibrin yang berlanjut disertai penghancuran sel darah putih dan sel darah
merah. Paru-paru tampak kelabu coklat dan padat karena leukosit dan fibrin
mengalami konsolidasi di dalam alveoli yang terserang.
4) Resolusi (8-11 hari) : Pada stadium keempat ini, eksudat mengalami lisis dan
direabsorbsi oleh makrofag dan pencernaan kotoran inflamasi, dengan
mempertahankan arsitektur dinding alveolus di bawahnya, sehingga jaringan
kembali pada strukturnya semula (Underwood, 2000: 392).

9
10

2.1.5 WOC

10
11

2.1.6 Komplikasi
1) Demam menetap/kambuhan akibat alergi obat.
2) Atelektasis (pengembangan paru yang tidak sempurna) terjadi karena
obstruksi bronkus oleh penumukan sekresi.
3) Efusi pleura (terjadi pengumpulan cairan di rongga pleura).
4) Empiema (efusi pleura yang berisi nanah).
5) Delirium terjadi karena hipoksia.
6) Super infeksi terjadi karena pemberian dosis antibiotic yang besar. Ex:
penisilin
7) Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
8) Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
9) Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut Nanda Nic-Noc (2015: 68) antara lain:
1) Sinar X: mengidentifikasi distributor struktural (misal: lobar, bronchail); dapat
juga menyatakan abses).
2) Biopsi paru: untuk menetapkan diagnosis.
3) Pemeriksaan serologi: membantu dalam membedakan diagnosis organisme
khusus.
4) Pemeriksaan gram/kultur, sputum darah: untuk dapat mengidentifikasi semua
orgaisme yang ada.
5) Pemeriksaan fungsi paru: untuk mengetahui paru-pru, menetapkan luas berat
penyakit dan membantu diagnosis keadaan.

11
12

2.1.8 Penatalaksanaan Medis


Menurut Nanda Nic-Noc (2015: 68) kepada penderita yang penyakitnya tidak
terlalu berat, bisa diberikan antibiotic per-oral dan tetap tinggal di rumah.
Penderita yang lebih tua dan penderita dengan sesak nafas atau dengan penyakit
jantung atau penyakit paru lainnya, harus dirawat dan antibiotic diberikan melalui
infus. Mungkin perlu diberikan oksigen tambahan, cairan intervena dan alat bantu
nafas mekanik.Kebanyakan penderita akan memberikan respon terhadap
pengobatan dan keadaannya membaik dalam waktu 2 minggu. Penatalaksanaan
umum yang dapat diberikan antara lain:
1) Oksigen 1-2L/menit.
2) IVFD dekstrose 10%:NACl 0,9% = 3:1, + KCl 10 mEq/500 ml cairan. Jumlah
cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu, dan status hidrasi.
3) Jika sesak tidak terlalu berat, dapat dimulai makanan eternal bertahap melalui
selang nasogastrik dengan feeding drip.
4) Jika sekresi lender berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal
dan beta agonis untuk memperbaiki transport mukosilier. Koreksi gangguan
kesimbangan asam basa dan elektrolit.
Penatalaksanaan untuk pneumonia bergantung pada penyebab, antibiotik
diberikan sesuai hasil kultur.
Untuk kasus pneumonia community based:
1) Ampasilin 100mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian.
2) Kloramfenikol 75mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian.
Untuk kasus pneumonia hospital based:
1) Sefatoksim 100mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian.
2) Amikasin 10-15mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian.

12
13

2.2 Manajemen Keperawatan


2.2.1 Pengkajian
1) Identitas: nama, usia, jenis kelamin, tempat/tanggal lahir, dan alamat.
2) Keluhan Utama: nyeri dada akibat batuk.
3) Riwayat Kesehatan: riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu dan
riwayat penyakit keluarga.
4) Aktivitas/istirahat:
(1) Gejala: kelemahan, kelelahan, insomnia.
(2) Tanda: letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas.
5) Sirkulasi:
(1) Gejala: riwayat adanya.
(2) Tanda: takikardia, penampilan kemerahan, atau pucat.
6) Makanan/cairan:
(1) Gejala: kehilangan nafsu makan, mual, muntah, riwayat diabetes mellitus
(2) Tanda: sistensi abdomen, kulit kering dengan turgor buruk, penampilan
kakeksia (malnutrisi).
7) Neurosensori:
(1) Gejala: sakit kepala daerah frontal (influenza).
(2) Tanda: perusakan mental (bingung).
8) Nyeri/kenyamanan:
(1) Gejala: sakit kepala, nyeri dada (meningkat oleh batuk), imralgia,
artralgia.
(2) Tanda: melindungi area yang sakit (tidur pada sisi yang sakit untuk
membatasi gerakan) .
9) Pernafasan:
(1) Gejala: adanya riwayat ISK kronis, takipnea (sesak nafas), dispnea.
(2) Tanda: sputum merah muda.
10) Keamanan:
(1) Gejala: riwayat gangguan sistem imun misal: AIDS, penggunaan steroid,
demam.
(2) Tanda: berkeringat, menggigil berulang, gemetar.

13
14

11) Penyuluhan/pembelajaran:
(1) Gejala: riwayat mengalami pembedahan, penggunaan alkohol kronis.
(2) Tanda: DRG menunjukkan rerata lama dirawat 6-8 hari.
2.2.2 Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi: perlu diperhatikan adanya takipnea dispne, sianosis sirkumoral,
pernapasan cuping hidung, distensi abdomen, batuk semula nonproduktif
menjadi produktif, serta nyeri dada pada waktu menarik napas.Batasan
takipnea pada anak berusia 12 bulan – 5 tahun adalah 40 kali / menit atau
lebih.Perlu diperhatikan adanya tarikan dinding dada ke dalam pada fase
inspirasi. Pada pneumonia berat, tarikan dinding dada kedalam akan tampak
jelas.
2) Palpasi: suara redup pada sisi yang sakit, hati mungkin membesar, fremitus
raba mungkin meningkat pada sisi yang sakit, dan nadi mungkin mengalami
peningkatan atau tachycardia.
3) Perkusi: suara redup pada sisi yang sakit.
4) Auskultasi: auskultasi sederhana dapat dilakukan dengan cara mendekatkan
telinga ke hidung/mulut anak. Pada anak yang pneumonia akan terdengar
stridor. Sementara dengan stetoskop, akan terdengar suara napas berkurang,
ronkhi halus pada sisi yang sakit, dan ronkhi basah pada masa resolusi.
Pernapasan bronchial, egotomi, bronkofoni, kadang terdengar bising gesek
pleura (Mansjoer,2000).
2.2.3 Diagnosa Keperawatan
1) Bersihan jalan nafas tak efektif b.d inflamasi trachea bronchial, pembentukan
edema, ditandai dengan dipsnea dan adanya secret.
2) Nyeri (akut) berhubungan dengan inflamasi parenkim paru, batuk menetap.
3) Resiko tinggi terhadap nutrisi kurang dari kebutuhan b.d peningkatan
kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi.
4) Kekurangan volume cairan b.d intake oral tidak adekuat, takipnea, demam.
5) Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan persediaan dan kebutuhan oksigen
dalam tubuh manusia

14
15

2.2.4 Intervensi Keperawatan


1) Diagnosa 1
(1) Tujuan: jalan nafas efektif.
(2) Kriteria hasil: batuk efektif, nafas normal, bunyi nafas bersih dan tidak ada
tanda-tanda sianosis.
(3) Intervensi:
1. Kaji frekuensi/kedalaman pernafasan dan gerakan dada.
R: takipnea, pernafasan dangkal dan gerakan dada tak simetris sering
terjadi karena ketidaknyamanan.
2. Auskultasi area paru, catat area penuruan 1 kali ada aliran udara dan
bunyi nafas.
R: penurunan aliran darah terjdai pada area konsolidasi dengan cairan.
3. Lakukan suction sesuai indikasi.
R: merangsang batuk atau membersihkan jalan nafas suara mekanik
pada faktor yang tidak mampu melakukan karenan batuk efektif atau
penurunan kesadaran.
4. Berikan cairan oral.
R: cairan (khususnya yang hangat) memobilisasi dan mengeluarkan
secret.
5. Ajarkan teknik batuk efektif.
R: batuk adalah mekanisme pembersihan jalan nafas alami untuk
mempertahan jalan nafas pasien.
6. Kolaborasi dengan dokter dan tim medis lainnya untuk pemberian obat
sesuai indikasi.
R: alat untuk menurunkan spasme bronkus dengan mobilisasi sekret,
analgetik diberikan untuk memperbaiki batuk dengan menurunkan
ketidaknyamanan tetapi harus digunakan secara hati-hati, karena dapat
menurunkan upaya batuk/menekan pernafasan.

15
16

2) Diagnosa 2
(1) Tujuan: nyeri yang dirasakan berkurang.
(2) Kriteria hasil: nyeri berkurang dalam rentang 1-3 (skala ringan) dan pasien
tidak meringis.
(3) Intervensi:
1. Tentukan karakteristik nyeri, misal kejang, konstan ditusuk.
R: nyeri dada biasanya ada dalam seberapa derajat pada pneumonia,
juga dapat timbul karena pneumonia seperti perikarditis dan
endokarditis.
2. Pantau tanda-tanda vital.
R: untuk mengetahui status perkembangan pasien.
3. Berikan tindakan nyaman pijatan punggung, perubahan posisi, musik
tenang.
R: tindakan non analgesik diberikan dengan sentuhan lembut dapat
menghilangkan ketidaknyamanan dan memperbesar efek derajat
analgesik.
4. Kolaborasi dengan dokter dan tim medis lainnya dalam pemberiaan
obat sesuai indikasi.
R: obat dapat digunakan untuk menekan batuk non produktif atau
menurunkan mukosa berlebihan meningkat kenyamanan istirahat
umum.
3) Diagnosa 3
(1) Tujuan: nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dapat teratasi.
(2) Kriteria hasil: adanya peningkatan nafsu makan, pertahankan peningkatan
BB.
(3) Intervensi:
1. Identifikasi faktor yang menimbulkan mual/muntah, misalnya adanya
sputum dan nyeri.
R: pilihan intervensi tergantung pada penyebab masalah.
2. Berikan makan porsi kecil dan sering termasuk makanan kering (roti
panggang) makanan yang menarik oleh pasien.

16
17

R: tindakan ini dapat meningkatkan masukan meskipun nafsu makan


mungkin lambat untuk kembali.
3. Evaluasi status nutrisi umum, ukur berat badan dasar.
R: adanya kondisi kronis keterbatasan ruangan dapat menimbulkan
malnutrisi, rendahnya tahan terhadap inflamasi/lambatnya respon
terhadap terapi.
4) Diagnosa 4
(1) Tujuan: kekurangan volume cairan tidak terjadi.
(2) Kriteria hasil: pasien menunjukkan keseimbangan cairan dibuktikan
dengan parameter individual yang tepat misalnya membran mukosa
lembab, turgor kulit baik, tanda vital stabil.
(3) Intervensi:
1. Kaji perubahan tanda vital contoh peningkatan suhu demam
memanjang, takikardia.
R: suhu demam meningkat laju metabolik dan kehilangan cairan untuk
evaporasi.
2. Kaji turgor kulit, kelembapan membran mukosa (bibir dan lidah).
R: indikator langsung keadekuatan volume cairan, meskipun membran
mukosa mulut mungkin kering karena nafas mulut dan O2 tambahan.
3. Catat laporan mual/muntah.
R: gejala ini menurunkan masukan oral.
4. Kolaborasi dengan dokter dan tim medis lainnya dalam pemberian
obat sesuai indikasi.
R: pada adanya penurunan masukan banyak kehilangan penggunaan
dapat memperbaiki/mencegah kekurangan.
5. Tekanan cairan 2400 ml/hari atau sesuai kondisi individual.
R: pemenuhan kebutuhan dasar cairan menurunkan resiko dehidrasi.

17
18

5) Diagnosa 5
(1) Tujuan: pasien dapat melakukan aktivitas secara normal sehari-hari.
(2) Kriteria hasil: pasien dapat melakukan ADL secara mandiri.
(3) Intervensi:
1. Monitor frekuensi nadi dan frekuensi napas sebelum dan sesudah
aktivitas.
R: untuk mengidentifikasi kamajuan yang dicapai atau penyimpangan
dari sasaran yang diharapkan.
2. Tunda aktivitas jika frekuensi nadi dan frekuensi napas meningkat
secara cepat dan klien mengeluh sesak napas dan kelelahan, tingkatan
aktivitas secara bertahap untuk meningkatkan toleransi.
R: gejala-gejala tersebut merupakan tanda adanya intoleransi aktivitas.
3. Beri pasien istirahat tanpa diganggu diantara berbagai aktivitas.
R: untuk menyimpan energi
4. Pertahankan terapi oksigen selama aktivitas, lakukan tindakan
pencegahan terhadap komplikasi akibat imobilisasi, jika klien
dianjurkan tirah baring lama.
R: aktivitas fisik meningkatkan kebutuhan oksigen dan sistem tubuh
akan berusaha menyesuaikannya. Keseluruhan sistem berlangsung
dalam tempo yang lebih lambat saat tidak ada aktivitas fisik (tirah
baring). Tindakan perawatan yang spesifik dapat meminimalkan
komplikasi dari imobilisasi.

18
19

2.2.5 Implementasi Keperawatan


Implementasi merupakan pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat
terhadap pasien. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan
rencana keperawatan diantaranya:
Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi;
ketrampilan interpersonal, teknikal dan intelektual dilakukan dengan cermat dan
efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologis klien dilindungi
serta dokumentasi intervensi dan respon pasien.
Pada tahap implementasi ini merupakan aplikasi secara kongkrit dari
rencana intervensi yang telah dibuat untuk mengatasi masalah kesehatan dan
perawatan yang muncul pada pasien.
2.2.6 Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan
evaluasi ini adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi
keperawatan dengan tujuan yang diharapkan dalam perencanaan.
1) Berhasil: prilaku klien sesuai pernyatan tujuan dalam waktu atau tanggal yang
ditetapkan di tujuan.
2) Tercapai sebagian: klien menunujukan prilaku tetapi tidak sebaik yang
ditentukan dalam pernyataan tujuan.
3) Belum tercapai: klien tidak mampu sama sekali menunjukkan prilaku yang
diharapakan sesuai dengan pernyataan tujuan.

19

Anda mungkin juga menyukai