Anda di halaman 1dari 81

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN FRAKTUR

A. Pengertian:

Fraktur adalah terputusnya keutuhan tulang, umumnya akibat trauma tenaga fisik ( Price
,1995).
Fraktur digolongkan sesuai jenis dan arah garis fraktur.
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya,fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat
diabsorbsinya ( Smelter & Bare 2002) .

B. Patofisiologis :

C. Komplikasi fraktur
1. Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi
yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring
2. Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi dengan
kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.
3. Nonunion, patah tulang yang tidak menyambung kembali.
4. Compartment syndroma adalah suatu keadaan peningkatan takanan yang berlebihan
di dalam satu ruangan yang disebabkan perdarahan masif pada suatu tempat.
5. Syok
6. Fat embalism syndroma, tetesan lemak masuk ke dalam pembuluh darah. Faktor
resiko terjadinya emboli lemakada fraktur meningkat pada laki-laki usia 20-40 tahun,
usia 70 sam pai 80 fraktur tahun.
7. Tromboembolic complicastion, trombo vena dalam sering terjadi pada individu
yang imobiil dalm waktu yang lama karena trauma atau ketidak mampuan lazimnya
komplikasi pada perbedaan ekstremitas bawah atau trauma komplikasi paling fatal
bila terjadi pada bedah ortopedil
8. Infeksi
9. Avascular necrosis, pada umumnya berkaitan dengan aseptika atau necrosis iskemia.
10. Refleks symphathethic dysthropy, hal ini disebabkan oleh hiperaktif sistem saraf
simpatik abnormal syndroma ini belum banyak dimengerti. Mungkin karena nyeri,
perubahan tropik dan vasomotor instability.
D. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

No Diagnosa Tujuan Intervensi


1 Nyeri akut b/d Setelah dilakukan asuhan Manajemen nyeri :
1. Agen injuri fisik. keperawatan 1. Kaji nyeri secara
2. Fraktur. …. jam tingkat kenyamanan komprehensif termasuk
pasien meningkat, tingkat nyeri lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi,
terkontrol dg keriteria
kualitas dan faktor
hasil : presipitasi.
1. Pasien mengeluh nyeri
2. Observasi reaksi
berkurang nonverbal dari ketidak
dengan sekala 2-3. nyamanan.
2. Ekspresi wajah tenang. 3. Gunakan teknik
3. Klien dapat istirahat dan tidur. komunikasi terapeutik
untuk mengetahui
pengalaman nyeri klien
sebelumnya.
4. Kontrol faktor
lingkungan yang
mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan,
kebisingan.
5. Kurangi faktor
presipitasi nyeri.
6. Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologis/non
farmakologis).
7. Ajarkan teknik non
farmakologis (relaksasi,
distraksi dll) untuk
mengetasi nyeri.
8. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri.
9. Evaluasi tindakan
pengurang nyeri/kontrol
nyeri.
10. Kolaborasi dengan
dokter bila ada komplain
tentang pemberian
analgetik tidak berhasil.

Administrasi analgetik :.
1. Cek program pemberian
analgetik; jenis, dosis,
dan frekuensi.
2. Cek riwayat alergi.
3. Tentukan analgetik
pilihan, rute pemberian
dan dosis optimal.
4. Monitor TTV.
5. Berikan analgetik tepat
waktu terutama saat
nyeri muncul.
6. Evaluasi efektifitas
analgetik, tanda dan
gejala efek samping.

2 Resiko terhadap cidera Setelah dilakukan asuhan 1. Memberikan posisi yang


b/d keperawatan …jam terjadi nyaman untuk pasien
1. Kerusakan peningkatan status keselamatan 2. Berikan posisi yang
neuromuskuler. aman untuk pasien
injuri fisik dengan kriteria hasil
2. Tekanan dan disus. dengan meningkatkan
: obsevasi pasien, beri
1. Bebas dari cidera. pengaman tempat tidur.
2. Pencegahan cidera. 3. Periksa sirkulasi periper
dan status neurologi.
4. Menilai ROM pasien
5. Menilai integritas kulit
pasien.
6. Libatkan banyak orang
dalam memidahkan
pasien, atur posisi
3 Sindrom defisit self Setelah dilakukan asuhan Bantuan perawatan diri
care b/d keperawatan … jam kebutuhan 1. Monitor kemampuan
1. Kelemahan. ADLs terpenuhi dengan pasien terhadap
2. Fraktur perawatan diri
keriteria hasil:
2. Monitor kebutuhan akan
1. Pasien dapat melakukan personal hygiene,
aktivitas sehari-hari. berpakaian, toileting dan
2. Kebersihan diri pasien makan.
terpenuhi 3. Beri bantuan sampai
pasien mempunyai
kemapuan untuk
merawat diri.
4. Bantu pasien dalam
memenuhi
kebutuhannya.
5. Anjurkan pasien untuk
melakukan aktivitas
sehari-hari sesuai
kemampuannya.
6. Pertahankan aktivitas
perawatan diri secara
rutin.

4 Risiko infeksi b/d Setelah dilakukan asuhan Konrol infeksi :


1. Imunitas tubuh keperawatan … jam tidak 1. Bersihkan lingkungan
primer menurun. terdapat faktor risiko infeksi setelah dipakai pasien
2. Prosedur invasive. dan infeksi terdeteksi dengang lain.
3. Fraktur 2. Batasi pengunjung bila
criteria hasil :
perlu.
1. Tidak ada tanda-tanda 3. Intruksikan kepada
infeksi. pengunjung untuk
2. Angka lekosit normal. mencuci tangan saat
berkunjung dan
sesudahnya.
4. Gunakan sabun anti
miroba untuk mencuci
tangan.
5. Lakukan cuci tangan
sebelum dan sesudah
tindakan keperawatan.
6. Gunakan baju dan
sarung tangan sebagai
alat pelindung.
7. Pertahankan lingkungan
yang aseptik selama
pemasangan alat.
8. Lakukan perawatan luka,
dainage, dresing infus
dan dan kateter setiap
hari.
9. Tingkatkan intake nutrisi
dan cairan.
10. Berikan antibiotik sesuai
program.
11. Jelaskan tanda gejala
infeksi dan anjurkan
untuk segera lapor
petugas

Proteksi terhadap infeks


1. Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan
lokal.
2. Monitor hitung
granulosit dan WBC.
3. Monitor kerentanan
terhadap infeksi.
4. Pertahankan teknik
aseptik untuk setiap
tindakan.
5. Inspeksi kulit dan
mebran mukosa terhadap
kemerahan, panas,
drainase.
6. Inspeksi kondisi luka,
insisi bedah.
7. Ambil kultur, dan
laporkan bila hasil
positip jika perlu.
8. Dorong istirahat yang
cukup.
9. Dorong peningkatan
mobilitas dan latihan
sesuai indikasi.
5 Kerusakan mobilitas Setelah dilakukan asuhan Terapi ambulasi
fisik berhubungan keperawatan … jam terjadi 1. Kaji kemampuan pasien
dengan patah tulang. peningkatan ambulasi : Tingkat dalam melakukan
mobilisasi, Perawtan diri ambulasi.
2. Kolaborasi dengan
dengan keriteria hasil :
fisioterapi untuk
1. Peningkatan aktivitas fisik perencanaan ambulasi.
3. Latih pasien ROM pasif-
aktif sesuai kemampuan.
4. Ajarkan pasien
berpindah tempat secara
bertahap.
5. Evaluasi pasien dalam
kemampuan ambulasi.

Pendidikan kesehatan
1. Edukasi pada pasien dan
keluarga pentingnya
ambulasi dini.
2. Edukasi pada pasien dan
keluarga tahap ambulasi.
3. Berikan reinforcement
positip atas usaha yang
dilakukan pasien.
6 Kurang pengetahuan Setelah dilakukan askep …. Pendidikan kesehatan :
tentang penyakit dan Jam pengetahuan pasien proses penyakit
perawatannya meningkat dg KH: 1. Kaji pengetahuan pasien.
berhubungan dengan 1. Pasien dapat 2. Jelaskan proses
1. Kurang paparan mengungkapkan kembali yg terjadinya penyakit,
terhadap dijelaskan. tanda gejala serta
informasi. 2. Pasien kooperatif saat komplikasi yang
2. Keterbatasan dilakukan tindakan mungkin terjadi.
kognitif 3. Berikan informasi pada
keluarga tentang
perkembangan pasien.
4. Berikan informasi pada
pasien dan keluarga
tentang tindakan yang
akan dilakukan.
5. Diskusikan pilihan
terapi.
6. Berikan penjelasan
tentang pentingnya
ambulasi dini.
7. Jelaskan komplikasi
kronik yang mungkin
akan muncul
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN APENDIKSITIS

A. Pengertian
Apendiksitis adalah peradangan dari apendiks dan merupakan penyebab abdomen
akut yang paling sering (Mansjoer,2000).
Apendiksitis adalah radang apendiks, suatu tambahan seperti kantung yang tak
berfungsi terletak pada bagian inferior dari sekum. Penyebab yang paling umum dari
apendisitis adalah abstruksi lumen oleh feses yang akhirnya merusak suplai aliran
darah dan mengikis mukosa menyebabkan inflamasi (Wilson & Goldman, 1989).
Apendiksitis merupakan penyakit prototip yang berlanjut melalui peradangan,
obstruksi dan iskemia di dalam jangka waktu bervariasi (Sabiston, 1995).
Apendiksitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah
kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat
(Smeltzer, 2001).

B. Patofisiologi
C. RENCANA KEPERAWATAN
PRE OPERASI
DIAGNOSA
NO KEPERAW NOC NIC RASIONAL
ATAN
1. Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan 1.1 Kaji tingkat nyeri, 1.1 Untuk mengetahui sejauh mana tingkat nyeri dan
berhubungan keperawatan, diharapkan lokasi dan merupakan indiaktor secara dini untuk dapat
dengan agen nyeri pasien berkurang karasteristik nyeri. memberikan tindakan selanjutnya.
injuri biologi dengan kriteria hasil: 1.2 Jelaskan pada pasien 1.2 Informasi yang tepat dapat menurunkan tingkat
(distensi 1. Pasien mampu tentang penyebab kecemasan pasien dan menambah pengetahuan pasien
jaringan mengontrol nyeri (tahu nyeri. tentang nyeri.
intestinal penyebab nyeri, 1.3 Ajarkan tehnik 1.3 Napas dalam dapat menghirup O2 secara adequate
oleh mampu menggunakan untuk pernafasan sehingga otot-otot menjadi relaksasi sehingga dapat
inflamasi) tehnik nonfarmakologi diafragmatik lambat mengurangi rasa nyeri.
untuk mengurangi / napas dalam.
nyeri, mencari 1.4 Berikan aktivitas 1.4 Meningkatkan relaksasi dan dapat meningkatkan
bantuan). hiburan (ngobrol kemampuan kooping.
2. Melaporkan bahwa dengan anggota
nyeri berkurang dengan keluarga).
menggunakan 1.5 Observasi tanda-
manajemen nyeri. tanda vital. 1.5 Deteksi dini terhadap perkembangan kesehatan pasien
3. Tanda vital dalam 1.6 Kolaborasi dengan
rentang norma. tim medis dalam 1.6 Sebagai profilaksis untuk dapat menghilangkan rasa
4. TD (systole 110- pemberian analgetik nyeri.
130mmHg, diastole 70-
90mmHg), HR(60-
100x/menit), RR (16-
24x/menit), suhu (36,5-
37,50C).
5. Klien tampak rileks
mampu tidur/istirahat
2. Perubahan Setelah dilakukan asuhan 1. Pastikan kebiasaan membantu dalam pembentukan jadwal irigasi efektif
pola keperawatan, diharapkan defekasi klien dan gaya
eliminasi konstipasi klien teratasi hidup sebelumnya. kembalinya fungsi gastriintestinal mungkin terlambat oleh
(konstipasi) dengan kriteria hasil: 2. Auskultasi bising usus inflamasi intra peritonial
berhubungan BAB 1-2 kali/hari masukan adekuat dan serat, makanan kasar memberikan
dengan Feses lunak bentuk dan cairan adalah faktor penting dalam menentukan
penurunan Bising usus 5-30 konsistensi feses.
peritaltik. kali/menit 3. Tinjau ulang pola diet dan makanan yang tinggi serat dapat memperlancar pencernaan
jumlah / tipe masukan sehingga tidak terjadi konstipasi.
cairan.
obat pelunak feses dapat melunakkan feses sehingga tidak
terjadi konstipasi.

4. Berikan makanan tinggi


serat.

5. Berikan obat sesuai


indikasi, contoh : pelunak
feses
3. Kekurangan Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor tanda-tanda vital Tanda yang membantu mengidentifikasikan fluktuasi
volume keperawatan diharapkan volume intravaskuler.
cairan keseimbangan cairan dapat Indicator keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi seluler.
berhubungan dipertahankan dengan
2. Kaji membrane mukosa,
dengan mual kriteria hasil: kaji tugor kulit dan Penurunan haluaran urin pekat dengan peningkatan berat
muntah. kelembaban membrane pengisian kapiler. jenis diduga dehidrasi/kebutuhan peningkatan cairan.
mukosa 3. Awasi masukan dan Indicator kembalinya peristaltic, kesiapan untuk
turgor kulit baik haluaran, catat warna pemasukan per oral.
Haluaran urin adekuat: urine/konsentrasi, berat Dehidrasi mengakibatkan bibir dan mulut kering dan
1 cc/kg BB/jam jenis. pecah-pecah
Tanda-tanda vital
dalam batas normal 4. Auskultasi bising usus, Selang NG biasanya dimasukkan pada praoperasi dan
TD (systole 110- catat kelancaran flatus, dipertahankan pada fase segera pascaoperasi untuk
130mmHg, diastole 70- gerakan usus. dekompresi usus, meningkatkan istirahat usus, mencegah
90mmHg), HR(60-5. Berikan perawatan mulut mentah.
100x/menit), RR (16- sering dengan perhatian Peritoneum bereaksi terhadap iritasi/infeksi dengan
24x/menit), suhu (36,5- khusus pada perlindungan menghasilkan sejumlah besar cairan yang dapat
37,50C) bibir. menurunkan volume sirkulasi darah, mengakibatkan
6. Pertahankan penghisapan hipovolemia. Dehidrasi dapat terjadi ketidakseimbangan
gaster/usus. elektrolit

7.Kolaborasi pemberian
cairan IV dan elektrolit
4. Cemas Setelah dilakukan asuhan
1. Evaluasi tingkat ansietas, ketakutan dapat terjadi karena nyeri hebat, penting pada
berhubungan keperawatan, diharapkan catat verbal dan non verbal prosedur diagnostik dan pembedahan.
dengan akan kecemasab klien pasien. dapat meringankan ansietas terutama ketika pemeriksaan
dilaksanakan berkurang dengan kriteria tersebut melibatkan pembedahan.
operasi. hasil: membatasi kelemahan, menghemat energi dan
Melaporkan ansietas
2. Jelaskan dan persiapkan meningkatkan kemampuan koping.
menurun sampai tingkat untuk tindakan prosedur Mengurangi kecemasan klien
teratasi sebelum dilakukan
Tampak rileks
3. Jadwalkan istirahat
adekuat dan periode
menghentikan tidur.

4. Anjurkan keluarga untuk


menemani disamping klien

POST OPERASI
DIAGNOSA
NO NOC NIC RASIONAL
KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji skala nyeri Berguna dalam pengawasan dan keefesien obat,
agen injuri fisik (luka insisi keperawatan, diharapkan lokasi, kemajuan penyembuhan,perubahan dan karakteristik
post operasi appenditomi). nyeri berkurang dengan karakteristik dan nyeri.
kriteria hasil: laporkan deteksi dini terhadap perkembangan kesehatan pasien.
Melaporkan nyeri perubahan nyeri Menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah
berkurang dengan tepat. dengan posisi terlentang.
Klien tampak rileks Meningkatkan kormolisasi fungsi organ.
Dapat tidur dengan tepat2. Monitor tanda- meningkatkan relaksasi.
Tanda-tanda vital dalam tanda vital Menghilangkan nyeri.
batas normal
TD (systole 110-130mmHg,
diastole 70-90mmHg), 3. Pertahankan
HR(60-100x/menit), RR istirahat dengan
(16-24x/menit), suhu (36,5- posisi semi
37,50C) powler.

4. Dorong
ambulasi dini.

5. Berikan
aktivitas
hiburan.
6. Kolborasi tim
dokter dalam
pemberian
analgetika.
2. Resiko infeksi berhubungan Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji adanya Dugaan adanya infeksi
dengan tindakan invasif (insisi keperawatan diharapkan tanda-tanda
post pembedahan). infeksi dapat diatasi dengan infeksi pada area Dugaan adanya infeksi/terjadinya sepsis, abses,
kriteria hasil: insisi peritonitis
Klien bebas dari tanda-
2. Monitor tanda- mencegah transmisi penyakit virus ke orang lain.
tanda infeksi tanda vital.
Menunjukkan Perhatikan mencegah meluas dan membatasi penyebaran
kemampuan untuk demam, organisme infektif / kontaminasi silang.
mencegah timbulnya infeksi menggigil, menurunkan resiko terpajan.
Nilai leukosit (4,5- berkeringat,
11ribu/ul) perubahan terapi ditunjukkan pada bakteri anaerob dan hasil
mental aerob gra negatif.
3. Lakukan teknik
isolasi untuk
infeksi enterik,
termasuk cuci
tangan efektif.
4. Pertahankan
teknik aseptik
ketat pada
perawatan luka
insisi / terbuka,
bersihkan
dengan betadine.
5. Awasi / batasi
pengunjung dan
siap kebutuhan.
6. Kolaborasi tim
medis dalam
pemberian
antibiotik
3. Defisit self care berhubungan Setelah dilakukan asuhan 1. Mandikan Agar badan menjadi segar, melancarkan peredaran
dengan nyeri. keperawatan diharapkan pasien setiap darah dan meningkatkan kesehatan.
kebersihan klien dapt hari sampai
dipertahankan dengan klien mampu
kriteria hasil: melaksanakan Untuk melindungi klien dari kuman dan
klien bebas dari bau sendiri serta cuci meningkatkan rasa nyaman
badan rambut dan Agar klien dan keluarga dapat termotivasi untuk
klien tampak bersih potong kuku menjaga personal hygiene.
ADLs klien dapat klien. Agar klien merasa tersanjung dan lebih kooperatif
mandiri atau dengan
2. Ganti pakaian dalam kebersihan
bantuan yang kotor Agar keterampilan dapat diterapkan
dengan yang
bersih. Klien merasa nyaman dengan tenun yang bersih serta
mencegah terjadinya infeksi.
3. Berikan Hynege
Edukasi pada
klien dan
keluarganya
tentang
pentingnya
kebersihan diri.
4. Berikan pujian
pada klien
tentang
kebersihannya.

5. Bimbing
keluarga klien
memandikan /
menyeka pasien
6. Bersihkan dan
atur posisi serta
tempat tidur
klien.
4. Kurang pengetahuan tentang Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji ulang Memberikan informasi pada pasien untuk
kondisi prognosis dan keperawatan diharapkan pembatasan merencanakan kembali rutinitas biasa tanpa
kebutuhan pengobatan b.d pengetahuan bertambah aktivitas menimbulkan masalah.
kurang informasi. dengan kriteria hasil: pascaoperasi Membantu kembali ke fungsi usus semula mencegah
menyatakan pemahaman ngejan saat defekasi
proses penyakit, pengobatan
dan 2. Anjuran Pemahaman meningkatkan kerja sama dengan terapi,
berpartisipasi dalam menggunakan meningkatkan penyembuhan
program pengobatan laksatif/pelembe
k feses ringan
bila perlu dan Upaya intervensi menurunkan resiko komplikasi
hindari enema lambatnya penyembuhan peritonitis.
3. Diskusikan
perawatan insisi,
termasuk
mengamati
balutan,
pembatasan
mandi, dan
kembali ke
dokter untuk
mengangkat
jahitan/pengikat
4. Identifikasi
gejala yang
memerlukan
evaluasi medic,
contoh
peningkatan
nyeri
edema/eritema
luka, adanya
drainase, demam
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN CEDERA KEPALA

A. PENGERTIAN
Cedera kepala adalah serangkainan kejadian patofisiologik yang terjadi setelah
trauma kepala ,yang dapat melibatkan kulit kepala ,tulang dan jaringan otak atau
kombinasinya (Standar Pelayanan Mendis ,RS DR Sardjito)
Cendera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada
kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas .(Mansjoer
Arif ,dkk ,2000)

B. ETIOLOGI
1. Kecelakaan lalu lintas
2 Kecelakaan kerja
3. Trauma pada olah raga
4. Kejatuhan benda
5. Luka tembak

C. KLASIFIKASI
Berat ringannya cedera kepala bukan didasarkan berat ringannya gejala yang muncul setelah
cedera kepala. Ada beberapa klasifikasi yang dipakai dalam menentukan derajat cedera
kepaka. Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagi aspek ,secara praktis dikenal 3
deskripsi klasifikasi yaitu berdasarkan

1. Mekanisme Cedera kepala

Berdasarkan mekanisme, cedera kepala dibagi atas cedera kepala tumpul dan cedera kepala
tembus. Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan mobil-motor, jatuh
atau pukulan benda tumpul. Cedera kepala tembus disebabkan oleh peluru atau tusukan.
Adanya penetrasi selaput durameter menentukan apakah suatu cedera termasuk cedera
tembus atau cedera tumpul.

2. Beratnya Cedera

Glascow coma scale ( GCS) digunakan untuk menilai secara kuantitatif kelainan
neurologis dan dipakai secara umum dalam deskripsi beratnya penderita cedera kepala
a. Cedera Kepala Ringan (CKR).
GCS 13– 15, dapat terjadi kehilangan kesadaran ( pingsan ) kurang dari 30 menit atau
mengalami amnesia retrograde. Tidak ada fraktur tengkorak, tidak ada kontusio cerebral
maupun hematoma
b. Cedera Kepala Sedang ( CKS)
GCS 9 –12, kehilangan kesadaran atau amnesia retrograd lebih dari 30
menit tetapi kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur tengkorak.
c. Cedera Kepala Berat (CKB)
GCS lebih kecil atau sama dengan 8, kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih
dari 24 jam. Dapat mengalami kontusio cerebral, laserasi atau hematoma intracranial.
Skala Koma Glasgow
No RESPON NILAI
1 Membuka Mata :
Spontan 4
Terhadap rangsangan suara 3
Terhadap nyeri 2
Tidak ada 1
2 Verbal :
Orientasi baik 5
Orientasi terganggu 4
Kata-kata tidak jelas 3
Suara tidak jelas 2
Tidak ada respon 1
3 Motorik :
Mampu bergerak 6
Melokalisasi nyeri 5
Fleksi menarik 4
Fleksi abnormal 3
Ekstensi 2
Tidak ada respon 1
Total 3-15

3. Morfologi Cedera
Secara Morfologi cedera kepala dibagi atas :
a. Fraktur kranium
Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dan dapat terbentuk garis atau
bintang dan dapat pula terbuka atau tertutup. Fraktur dasar tengkorak biasanya merupakan
pemeriksaan CT Scan untuk memperjelas garis frakturnya. Adanya tanda-tanda klinis fraktur
dasar tengkorak menjadikan petunjuk kecurigaan untuk melakukan pemeriksaan lebih rinci.
Tanda-tanda tersebut antara lain :
* Ekimosis periorbital ( Raccoon eye sign)
* Ekimosis retro aurikuler (Battle`sign )
* Kebocoran CSS ( rhonorrea, ottorhea) dan
* Parese nervus facialis ( N VII )
Sebagai patokan umum bila terdapat fraktur tulang yang menekan ke dalam, lebih tebal dari
tulang kalvaria, biasanya memeerlukan tindakan pembedahan.
b. Lesi Intrakranial
Lesi ini diklasifikasikan dalam lesi local dan lesi difus, walaupun kedua jenis lesi sering
terjadi bersamaan.
Termasuk lesi lesi local ;
Perdarahan Epidural
Perdarahan Subdural
Kontusio (perdarahan intra cerebral)
Cedera otak difus umumnya menunjukkan gambaran CT Scan yang normal, namun keadaan
klinis neurologis penderita sangat buruk bahkan dapat dalam keadaan koma. Berdasarkan
pada dalamnya koma dan lamanya koma, maka cedera otak difus dikelompokkan menurut
kontusio ringan, kontusio klasik, dan Cedera Aksona Difus ( CAD).
1) Perdarahan Epidural
Hematoma epidural terletak diantara dura dan calvaria. Umumnya terjadi pada regon
temporal atau temporopariental akibat pecahnya arteri meningea media ( Sudiharto 1998).
Manifestasi klinik berupa gangguan kesadaran sebentar dan dengan bekas gejala (interval
lucid) beberapa jam. Keadaan ini disusul oleh gangguan kesadaran progresif disertai
kelainan neurologist unilateral. Kemudian gejala neurology timbul secara progresif berupa
pupil anisokor, hemiparese, papil edema dan gejala herniasi transcentorial.
Perdarahan epidural difossa posterior dengan perdarahan berasal dari sinus lateral, jika
terjadi dioksiput akan menimbulkan gangguan kesadaran, nyeri kepala, muntah ataksia
serebral dan paresis nervi kranialis. Cirri perdarahan epidural berbentuk bikonveks atau
menyerupai lensa cembung
2) Perdarahan subdural
Perdarahan subdural lebih sering terjadi daripada perdarahan epidural( kira-kira 30 % dari
cedera kepala berat). Perdarahan ini sering terjadi akibat robeknya vena-vena jembatan yang
terletak antara kortek cerebri dan sinus venous tempat vena tadi bermuara, namun dapat
terjadi juga akibat laserasi pembuluh arteri pada permukaan otak. Perdarahan subdural
biasanya menutupi seluruh permukaan hemisfer otak dan kerusakan otak dibawahnya lebih
berat dan prognosisnya jauh lebih buruk daripada perdarahan epidural.
3) Kontusio dan perdarahan intracerebral
Kontusio cerebral sangat sering terjadi di frontal dan lobus temporal, walau terjadi juga pada
setiap bagian otak, termasuk batang otak dan cerebellum. Kontusio cerebri dapat saja terjadi
dalam waktu beberapa hari atau jam mengalami evolusi membentuk perdarahan
intracerebral. Apabila lesi meluas dan terjadi penyimpangan neurologist lebih lanjut
4) Cedera Difus
Cedera otak difus merupakan kelanjutan kerusakan otak akibat akselerasi dan deselerasi, dan
ini merupakan bentuk yang lebih sering terjadi pada cedera kepala.
Komosio Cerebro ringan akibat cedera dimana kesadaran tetap tidak terganggu, namun
terjadi disfungsi neurologist yang bersifat sementara dalam berbagai derajat. Cedera ini
sering terjadi, namun karena ringan sering kali tidak diperhatikan, bentuk yang paling ringan
dari kontusio ini adalah keadaan bingung dan disorientasi tanpa amnesia retrograd, amnesia
integrad ( keadaan amnesia pada peristiwa sebelum dan sesudah cedera) Komusio cedera
klasik adalah cedera yang mengakibatkan menurunya atau hilangnya kesadaran. Keadaan ini
selalu disertai dengan amnesia pasca trauma dan lamanya amnesia ini merupakan ukuran
beratnya cedera. Hilangnya kesadaran biasanya berlangsung beberapa waktu lamanya dan
reversible. Dalam definisi klasik penderita ini akan sadar kembali dalam waktu kurang dari 6
jam. Banyak penderita dengan komosio cerebri klasik pulih kembali tanpa cacat neurologist,
namun pada beberapa penderita dapat timbul deficit neurogis untuk beberapa waktu. Defisit
neurologist itu misalnya : kesulitan mengingat, pusing ,mual, amnesia dan depresi serta
gejala lainnya. Gejala-gejala ini dikenal sebagai sindroma pasca komosio yang dapat cukup
berat. Cedera Aksonal difus ( Diffuse Axonal Injuri,DAI) adalah dimana penderita
mengalami coma pasca cedera yang berlangsung lama dan tidak diakibatkan oleh suatu lesi
masa atau serangan iskemi. Biasanya penderita dalam keadaan koma yang dalam dan tetap
koma selama beberapa waktu, penderita sering menunjukkan gejala dekortikasi atau
deserebasi dan bila pulih sering tetap dalam keadaan cacat berat, itupun bila bertahan hidup.
Penderita sering menunjukkan gejala disfungsi otonom seperti hipotensi, hiperhidrosis dan
hiperpireksia dan dulu diduga akibat cedera batang otak primer.

D. PATOFISIOLOGI CEDERA KEPALA


Akibat dari trauma/ cedera kepala akan mengakibatkan fragmentasi jaringan dan kontusio
atau akan mengakibatkan cedera jaringan otak sehingga menyebabkan sawar darah otak
(SDO) rusak yang dapat menyebabkan vasodilatasi dan eksudasi cairan sehingga timbul
edema. Edema menyebabkan peningkatan TIK ( Tekanan Intra Kranial ), yang pada
gilirannya akan menurunkan aliran darah otak (ADO), iskemia, hipoksia, asidosis (
penurunan PH dan peningkatan PCO2) dan kerusakan sawar darah otak lebih lanjut. Siklus
ini akan berlanjut hingga terjadi kematian sel dan edema. Bila digambarkan adalah sebagai
berikut :

D. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinik dari cedera kepala tergantung dari berat ringannya cedera kepala.
Perubahan kesadaran adalah merupakan indicator yang paling sensitive yang dapat dilihat
dengan penggunaan GCS ( Glascow Coma Scale) dan adanya peningkatan tekanan TIK yang
mempunyai trias Klasik seperti : nyeri kepala karena regangan dura dan pembuluh darah;
papil edema yang disebabkan oleh tekanan dan pembengkakan diskus optikus; muntah
seringkali proyektil.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium
X-Ray, foto tengkorak 3 posisi
CT scan
Foto cervical bila ada tanda-tanda fraktur cervical
Aeteriografi

F. KOMPLIKASI
a. Perdarahan intra cranial
- Epidural
- Subdural
- Sub arachnoid
- Intraventrikuler
Malformasi faskuler
- Fstula karotiko-kavernosa
- Fistula cairan cerebrospinal
- Epilepsi
- Parese saraf cranial
- Meningitis atau abses otak
- Sinrom pasca trauma
b. Tindakan :
- infeksi
- Perdarahan ulang
- Edema cerebri
- Pembengkakan otak

G. PENATALAKSANAAN

1. Tindakan terhadap peningkatan TIK

a. Pemantauan TIK dengan ketat.


b. Oksigenasi adekuat
c. Pemberian manitol
d. Penggunaan steroid
e. Peninggatan tempat tidur pada bagian kepala
f. Bedah neuro

2. Tindakan pendukung lain


a. Dukung ventilasi
b. Pencegahan kejang
c. Pemeliharaan cairan, elektrolit dan keseimbangan nutrisi.
d. Terapi antikonvulsan
e. CPZ untuk menenangkan pasien
f. NGT

I. PENATALAKSANAAN TRAUMA KEPALA YANG MEMERLUKAN TINDAKAN


BEDAH SARAF :
Penatalaksanaan trauma kepala yang memerlukan tindakan bedah saraf, merupakan proses
yang terdiri dari serangkaian tahapan yang saling berkaitan satu sama lain dalam mengambil
keputusan dalam melakukan tindakan pembedahan antara lain adalah sebagai berkut :
1. Tahap I :
a. Penilaian awal pertolongan pertama, dengan memprioritaskan penilaian yaitu :
Airway : Jalan Nafas
- Membebaskan jalan dari sumbatan lendir, muntahan, benda asing
- Bila perlu dipasang endotrakeal
Breathing : Pernafasan
- Bila pola pernafasan terganggu dilakukan nafas buatan atau ventilasi dengan respirator.
Cirkulation : Peredaran darah
- Mengalami hipovolemik syok
- Infus dengan cairan kristaloid
- Ringer lactat, Nacl 0,9%, D5% ,),45 salin
Periksa adanya kemungkinan adanya perdarahan
Tentukan hal berikut : lamanya tak sadar, lamanya amnesia post trauma, sebab cedera, nyeri
kepala, muntah.
Pemeriksaan fisik umum dan neurologist.
Monitor EKG.
b. Diagnosis dari pemeriksaan laborat dan foto penunjang telah dijelaskan didepan.
c. Indikasi konsul bedah saraf :
Coma berlangsung > 6 jam.
Penurunan kesadaran ( gg neurologos progresif)
Adanya tanda-tanda neurologist fokal, sudah ada sejak terjadi cedera kepala.
Kejang lokal atau umum post trauma.
Perdarahan intra cranial.
2. Tahap II : Observasi perjalanan klinis dan perawatan suportif.
3. Tahap III :
a. Indikasi pembedahan
Perlukaan pada kulit kepala.
Fraktur tulang kepala
Hematoma intracranial.
Kontusio jaringan otak yang mempunyai diameter > 1 cm dan atau laserasi otak
Subdural higroma
Kebocoran cairan serebrospinal.
b. Kontra indikasi
Adanya tanda renjatan / shock, bukan karena trauma tapi karena sebab lain missal : rupture
alat viscera ( rupture hepar, lien, ginjal), fraktur berat pada ekstremitas.
Trauma kepala dengan pupil sudah dilatasi maksimal dan reaksi cahaya negative, denyut nadi
dan respirasi irregular.
c. Tujuan pembedahan
Mengeluarkan bekuan darah dan jaringan otak yang nekrose
Mengangkat tulang yang menekan jaringan otak
Mengurangi tekanan intracranial
Mengontrol perdarahan
Menutup / memperbaiki durameter yang rusak
Menutup defek pada kulit kepala untuk mencegah infeksi atau kepentingan kosmetik.
d. Pesiapan pembedahan
Mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas
Pasang infuse
Observasi tanda-tanda vital
Pemeriksaan laboratorium
Pemberian antibiotic profilaksi
Pasang NGT, DC
Therapy untuk menurunkan TIK, dan anti konvulsan
4. Tahap IV :
a. Pembedahan spesifik
Debridemen
Kraniotomi yang cukup luas
- EDH bila CT Scan menunjukkan lesi yang jelas, bila < 1,5 – 1 cm belum perlu operasi
- SDH akut diperlukan craniotomy luas.
- Hematom intra serebral dan kontusio serebri dengan efek massa yang jelas.
- Intra ventrikuler hematoma 9 kraniotomi – aspirasi hematoma, bila timbul tanda-tanda
hidrosepalus dilakukan vpshunt)
- Pada laserasi otak
- Pada fraktur kepala terbuka dan fraktur yang menekan tertutup
b. Evaluasi komplikasi yang perlu diperhatikan
Perdarahan ulang
Kebocoran cairan otak
Infekso pada luka atau sepsis
Timbulnya edea cerebri
Timbulnya edema pulmonum neurogenik, akibat peningkatan TIK
Nyeri kepala setelah penderita sadar
Konvulsi

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL :


1. Nyeri akut b. d agen injuri fisik
2. Resiko infeksi b.d trauma, tindakan invasife, immunosupresif, kerusakan jaringan
3. Ketidak seimbangan nutrisi kurang kebutuhan tubuh b. d ketidakmampuan pemasukan
makanan atau mencerna makanan dan atau mengabsorbsi zat-zat gizi karena faktor biologis.
4. PK : Peningkatan TIK
5. Kurang pengetahuan keluarga tentang penyakit dan perawatannya b/d kurang paparan
terhadap informasi, keterbatasan kognitif
6. Sindrom defisit self care b/d kelemahan, penyakitnya

RENPRA TRAUMA KEPALA

No Diagnosa Tujuan Intervensi


1 Nyeri akut b/d agen Setelah dilakukan Manajemen nyeri :
injuri fisik Asuhan Kaji nyeri secara komprehensif
keperawatan …. termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
jam tingkat frekuensi, kualitas dan faktor
kenyamanan klien presipitasi.
meningkat dg KH: Observasi reaksi nonverbal dari
Klien ketidak nyamanan.
melaporkan nyeri Gunakan teknik komunikasi
berkurang dg scala terapeutik untuk mengetahui
2-3 pengalaman nyeri klien sebelumnya.
Ekspresi wajah Kontrol faktor lingkungan yang
tenang mempengaruhi nyeri seperti suhu
klien dapat ruangan, pencahayaan, kebisingan.
istirahat dan tidur Kurangi faktor presipitasi nyeri.
v/s dbn Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologis/non farmakologis).
Ajarkan teknik non farmakologis
(relaksasi, distraksi dll) untuk
mengetasi nyeri..
Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri.
Evaluasi tindakan pengurang
nyeri/kontrol nyeri.
Kolaborasi dengan dokter bila ada
komplain tentang pemberian analgetik
tidak berhasil.

Administrasi analgetik :.
Cek program pemberian analgetik;
jenis, dosis, dan frekuensi.
Cek riwayat alergi.
Tentukan analgetik pilihan, rute
pemberian dan dosis optimal.
Monitor TV
Berikan analgetik tepat waktu
terutama saat nyeri muncul.
Evaluasi efektifitas analgetik, tanda
gejala dan efek samping.
2 Risiko infeksi b/d Setelah dilakukan Konrol infeksi :
imunitas tubuh asuhan Bersihkan lingkungan setelah
primer menurun, keperawatan … dipakai pasien lain.
prosedur invasive, jam tidak Batasi pengunjung bila perlu.
adanya luka terdapat faktor Intruksikan kepada pengunjung
risiko infeksi dg untuk mencuci tangan saat berkunjung
KH: dan sesudahnya.
Tdk ada tanda- Gunakan sabun anti miroba untuk
tanda infeksi mencuci tangan.
AL normal Lakukan cuci tangan sebelum dan
V/S dbn sesudah tindakan keperawatan.
Gunakan baju dan sarung tangan
sebagai alat pelindung.
Pertahankan lingkungan yang
aseptik selama pemasangan alat.
Lakukan perawatan luka, dainage,
dresing infus dan dan kateter setiap
hari.

Tingkatkan intake nutrisi dan


cairan
berikan antibiotik sesuai program.
Proteksi terhadap infeksi
Monitor tanda dan gejala infeksi
sistemik dan lokal.
Monitor hitung granulosit dan
WBC.
Monitor kerentanan terhadap
infeksi.
Pertahankan teknik aseptik untuk
setiap tindakan.
Inspeksi kulit dan mebran mukosa
terhadap kemerahan, panas, drainase.
Inspeksi kondisi luka, insisi bedah.
Ambil kultur, dan laporkan bila
hasil positip jika perlu
Dorong masukan nutrisi dan cairan
yang adekuat.
Anjurkan istirahat yang cukup.
Anjurkan dan ajarkan mobilitas dan
latihan.
Instruksikan klien untuk minum
antibiotik sesuai program.
Ajarkan keluarga/klien tentang
tanda dan gejala infeksi.
Laporkan kecurigaan infeksi.
3 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi
nutrisi kurang dari asuhan Kaji adanya alergi makanan.
kebutuhan tubuh keperawatan … Kaji makanan yang disukai oleh
b/d intake nutrisi jam klien klien.
inadekuat k/ faktor menunjukan status Kolaborasi team gizi untuk
biologis nutrisi adekuat penyediaan nutrisi terpilih sesuai
dengan KH: dengan kebutuhan klien.
BB stabil, Anjurkan klien untuk meningkatkan
nilai asupan nutrisinya.
laboratorium Yakinkan diet yang dikonsumsi
terkait normal, mengandung cukup serat untuk
tingkat energi mencegah konstipasi.
adekuat, Monitor jumlah nutrisi dan
masukan nutrisi kandungan kalori.
adekuat Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi.

Monitor Nutrisi
Monitor BB jika memungkinkan
Monitor respon klien terhadap
situasi yang mengharuskan klien
makan.
Jadwalkan pengobatan dan tindakan
tidak bersamaan dengan waktu klien
makan.
Monitor adanya mual muntah.
Monitor adanya gangguan dalam
input makanan misalnya perdarahan,
bengkak dsb.
Monitor intake nutrisi dan kalori.
Monitor kadar energi, kelemahan
dan kelelahan.
4 PK: Setelah dilakukan Pantau tanda gejala peningkatan
PeningkatanTIK asuhan TIK ( kaji GCS, TV, respon pupil,,
keperawatan … muntah, sakit kepala, letargi, gelisah,
jam perawat akan nafas keras, gerakan tak bertujuan,
mengatasi dan perubahan mental)
mengurangi Atur posisi tidur klien dengan
episode dari tempat tidur bagian kepala lebuh tinggi
peningkatan TIK (30-40 derajat) kecuali
dikontraindikasikan.
Hindari massage, fleksi / rotasi
leher berlebihan, stimulasi anal dengan
jari, mengejan, perubahan posisi yang
cepat
Ajarkan klien untuk ekspirasi
selama perubahan posisi.
berika lingkungan yang tenang dan
tingkatkan istirahat
Pantau V/S
Pantau AGD
Kolaborasi dengan dokter untuk
terapinya
pantau status hidrasi
5 Kurang Setelah dilakukan Pendidikan kesehatan : proses
pengetahuan askep …. Jam penyakit
tentang penyakit pengetahuan klien Kaji pengetahuan klien.
dan perawatannya meningkat dg KH: Jelaskan proses terjadinya penyakit,
b/d kurang paparan Klien dapat tanda gejala serta komplikasi yang
terhadap informasi, mengungkapkan mungkin terjadi
keterbatan kognitif kembali yg Berikan informasi pada keluarga
dijelaskan. tentang perkembangan klien.
Klien kooperatif Berikan informasi pada klien dan
saat dilakukan keluarga tentang tindakan yang akan
tindakan dilakukan.
diskusikan pilihan terapi
Berikan penjelasan tentang
pentingnya tirah baring
jelaskan komplikasi kronik yang
mungkin akan muncul bila klien tidak
patuh
6 Sindrom defisit self Setelah dilakukan Bantuan perawatan diri
care b/d askep … jam klien Monitor kemampuan pasien terhadap
kelemahan, dan keluarga dapat perawatan diri yang mandiri
penyakitnya merawat diri : Monitor kebutuhan akan personal
dengan kritria : hygiene, berpakaian, toileting dan
kebutuhan klien makan, berhias
sehari-hari Beri bantuan sampai klien
terpenuhi (makan, mempunyai kemapuan untuk merawat
berpakaian, diri
toileting, berhias, Bantu klien dalam memenuhi
hygiene, oral kebutuhannya sehari-hari.
higiene) Anjurkan klien untuk melakukan
klien bersih dan aktivitas sehari-hari sesuai
tidak bau. kemampuannya
Pertahankan aktivitas perawatan diri
secara rutin
dorong untuk melakukan secara
mandiri tapi beri bantuan ketika klien
tidak mampu melakukannya.
Berikan reinforcement positif atas
usaha yang dilakukan.
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN LUKA BAKAR

A. DEFINISI
Luka bakar adalah suatu luka yang disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber
panas kepada tubuh.
Luka baker adalah injury pada jaingan yang disebabkan oleh panas (thermal), kimia,
elektrik dan radiasi

B. ETIOLOGI
Luka bakar dapat disebabkan oleh panas, sinar ultraviolet, sinar X, radiasi nuklir, listrik,
bahan kimia, abrasi mekanik. Luka bakar yang disebabkan oleh panas api, uap atau cairan
yang dapat membakar merupakan hal yang lasim dijumpai dari luka bakar yang parah.

C. TANDA DAN GEJALA SERTA KLASIFIKASI LUKA BAKAR


Dalam menentukan parahnya luka bakar biasanya dilakukan berdasarkan kaidah :
1. Kedalaman luka
Dalamnya luka bakar secara bermakna menentukan penyembuhannya, berdasarkan
kedalaman lukanya luka bakar diklasifikasinkan sebagai berikut :
a. Luka bakar derajat satu.
Hanya mengenai lapisan epidermis dan biasanya disebabkan oleh sinar matahari atau
tersiram air mendidih dalam waktu yang singkat, kerusakan jaringan pada luka bakar ini
hanya minimal, rasa sakit merupakan gejala yang menonjol, kulit yang terbakar berwarna
kemerah-merahan dan mungkin terdapat oedema ringan. Efek sistemik jarang sekali terjadi,
rasa nyeri/sakit makin terasa dalam 48-72 jam dan penyembuhan akan terjadi dalam waktu
sekitar 5 – 10 hari.
b. Luka bakar derajat dua.
Mengenai semua bagian epitel dan sebagian korium, luka bakar ini ditandai oleh warna
merah yang melepuh, luka bakar derajat dua superfisisal biasanya sembuh dengan
menimbulkan parut yang minimal dalam 10 – 14 hari kecuali kalau luka tersebut tercemar.
Luka bakar yang meluas ke dalam bagian korium dan lapisan mati yang meliputinya,
menyerupai luka bakar derajat tiga kecuali biasanya luka itu berwarna merah dan menjadi
putih bilaman disentuh. Penyembuhan terjadi dengan regenerasi epitel kelenjar keringan dan
folikel, proses ini lamanya 25 – 35 hari, parut yang nyata sering ditemukan. Luka bakar
derajat dua yang dalam tebalnya meliputi seluruh tebal kulit bilaman terjadi peradangan,
kehilangann cairan dan efek metabolik adalah sama seperti pada luka bakar derajat tiga.
c. Luka bakar derajat tiga
Ditandai oleh suatu permukaan yang kering, liat dan kenyal yang biasanya berwarna coklat,
coklat kemerah-merahan atau hitam, walaupun luka ini dapat berwarna putih. Luka-luka ini
anestetik karena reseptor rasa sakit telah hilang, bila kita menekan luka itu maka luka tidak
akan menjadi putih atau pecah dan melentur kembali karena jaringan mati dan pembuluh
darah terkena trombose.
2. Luas permukaan
Besarnya suatu luka bakar biasanya dinyatakan sebagai prosentase dari seluruh permukaan
tubuh dan diperhitungkan dari tabel yang menurut umur :
Area Usia
0 1 5 10 15 Dewasa
A= Separuh kepala 9½ 8½ 6½ 5½ 4½ 3½
B=Separuh dari sebelahpaha 2¾ 3 1/4 4 4½ 4½ 4¾
C=Separuh dari sebelah kaki 2½ 2½ 2 3/4 3 3 1/4 3½

Pedoman lain tentang pengukuran luas luka bakar dengan menggunakan rule of nine yaitu :
ala 9 %
b. Badan ; thorak & abdomen anterior 18 %, posterior 18 %
c. Genital 1 %
d. Ekstremitas atas masing-masing 9 %
e. Ekstremitas bawah masing-masing 18 %
3. Usia
Luka bakar yang bagaimanapun dalam dan luasnya menyebabkan kematian yang lebih tinggi
pada anak – anak di bawah usia 2 tahun dan di atas usia 60 tahun. Kematian pada anak –
anak disebabkan oleh sistem imun yang belum sempurna, pada orang dewasa sering kali
terdapat penyakit sampingan yang dapat memperparahnya.
4. Penyakit sampingan
DM, payah jantung kongesti, sakit paru-paru dan pengobatan kronis dengan obat-obatan
yang menekan kekebalan adalah beberapa penyakit sampingan yang dapat berpengaruh
negatif terhadap kondisi luka bakar.
5. Lokasi luka bakar
Lokasi juga merupakan salah satu penentu keparahan dari luka bakar, misalnya luka bakar
pada tangan yang dapat meninggalkan bekas dan menyebabkan kontraktur yang dapt
menyebabkan tidak bisa digunakan seperti semula kecuali dengan pengobatan khusus sedini
mungkin, bahkan kondisi luka bakar yang tidak parah pada kedua tangan dapat
menyebabkan penderita tidak dapat merawat sendiri lukanya sehingga harus dirawat di
rumah sakit.
6. Luka sampingan
Luka pada sistem pernapasan, muskuloskeletal, kepala, dan trauma yang lainnya dapat
memperparah kondisi luka bakar.
7. Jenis luka bakar
Penderita luka bakar karena bahan tertentu seringkali harus ditangani secara khusus,
misalnya karen bahan-bahan kimia, listrik dsb mungkin tampak ringan tetapi seringkali
ternyata mengenai struktur yang lebih dalam sehingga semakin sulit ditangani.

D. RESPON SISTEMIK TERHADAP LUKA BAKAR


1. SISTEM KARDIOVASKULAR
a. Penurunan cardiak output karena kehilangan cairan;tekanan darah menurun, hal ini
merupakan awitan syok. Hal ini terjadi karena saraf simpatis akan melepaskan kotekolamin
yang meningkatkan resistensi perifer (vasokonstriksi) dan peningkatan frekuensi nadi
sehingga terjadi penurunan cardiak output.
b. Kebocoran cairan terbesar terjadi dalam 24 – 36 jam pertama sesudah luka bakar dan
mencapai puncak dalam waktu 6 – 8 jam. Pada luka bakar < 30 % efeknya lokal, dimana
akan terjadi oedema/lepuh pada area lokal, oedema bertambah berat bila terjadi pada daerah
sirkumferensial, bisa terjadi iskemia pada derah distal sehingga timbul kompartemen
sindrom. Bila luka bakar > 30 % efeknya sistemik. Pada luka bakar yang parah akan
mengalami oedema masif.
2. EFEK PADA CAIRAN DAN ELEKTROLIT
a. Volume darah mendadak turun, terjadi kehilangan cairan lewat evaporasi, hal ini dapat
mencapai 3 – 5 liter dalam 24 jam sebelum permukaan kulit ditutup.
b. Hyponatremia; sering terjadi dalam minggu pertama fase akut karena air berpindah dari
interstisial ke dalam vaskuler.
c. Hypolkalemia, segera setelah luka bakar sebagai akibat destruksi sel masif, kondisi ini
dapat terjadi kemudian denghan berpindahnya cairan dan tidak memadainya asupan cairan.
d. Anemia, karena penghancuran sel darah merah, HMT meningkat karena kehilangan
plasma.
e. Trombositopenia dan masa pembekuan memanjang.
3. RESPON PULMONAL
a. Hyperventilasi dapat terjadi karena pada luka bakar berat terjadi hipermetabolik dan
respon lokal sehingga konsumsi oksigen meningkat dua kali lipat.
b. Cedera saluran nafas atas dan cedera inflamasi di bawah glotis dan keracunan CO2 serta
defek restriktif.
4. RESPON GASTROINTESTINAL
Terjadi ileus paralitik ditandai dengan berkurangnya peristaltik usus dan bising usus; terjadi
distensi lambung dan nausea serta muntah, kondisi ini perlu dekompresi dengan pemasangan
NGT, ulkus curling yaitu stess fisiologis yang masif menyebabkan perdarahan dengan
gejala: darah dalam feses, muntah seperti kopi atau fomitus berdarah, hal ini menunjukan
lesi lambung/duodenum.
5. RESPON SISTEMIK LAINNYA
a. Terjadi perubahan fungsional karena menurunnya volume darah, Hb dan mioglobin
menyumbat tubulus renal, hal ini bisa menyebabkan nekrosis akut tubuler dan gagal ginjal
akut.
b. Perubahan pertahanann imunologis tubuh; kehinlangan integritas kulit, perubahan kadar Ig
serta komplemen serum, gagngguan fungsi netrofil, lomfositopenia, resiko tinggi sepsis.
c. Hypotermia, terjadi pada jam pertama setelah luka bakar karena hilangnya kulit, kemudian
hipermetabolisme menyebabkan hipertermia kendati tidak terjadi infeksi

F. PERAWATAN DI TEMPAT KEJADIAN


1. Fase resusitasi
a. Perawatan awal di tempat kejadian
Mematikan api
Mendinginkan luka bakar
Melepaskan benda penghalang
Menutup luka bakar
Mengirigasi luka kimia
Tindakan kegawatdaruratan : ABC
Pencegahan shok
b. Pemindahan ke unit RS
Penatalaksanaan shok
Penggantian cairan (NHI consensus) : 2 – 4 ml/BB/% luka bakar, ½ nya diberikan dalam 8
jam pertama, ½ lagi dalam 16 jam berikutnya
2. Fase akut/intermediate
a. Perawatan luka umum
Pembersihan luka
Terapi antibiotik lokal
Ganti balutan
Perawatan luka tertutup/tidak tertutup
Hidroterapi
b. Debridemen
Debridemen alami, yaitu jaringan mati yang akan memisahkan diri secara spontan dari
jaringan di bawahnya.
Debridemen mekanis yaitu dengan penggunaan gunting dan forcep untuki memisahkan,
mengangkat jaringan yang mati.
Dengan tindakan bedah yaitu dengan eksisi primer seluruh tebal kulit atau dengan mengupas
kulit yang terbakar secara bertahap hingga mengenai jaringan yang masih viabel.
c. Graft pada luka bakar
Biasanya dilakukan bila re-epitelisasi spontan tidak mungkin terjadi :
Autograft : dari kulit penderita sendiri.
Homograft : kulit dari manusia yang masih hidup/ atau baru saja meninggal (balutan
biologis).
Heterograft : kulit berasal dari hewan, biasanya babi (balutan biologis).
d. Balutan luka biosintetik dan sintetik
Bio-brane/sufratulle, Kulit artifisial
e. Penatalaksanaan nyeri
f. Dukungan nutrisi
g. Fisioterapi/mobilisasi
3. Fase rehabilitasi : Perawatan lanjut di rumah.

E. KOMPLIKASI
distress pernafasan
gagal ginjal
kontraktur
sepsis

F. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nasfas tidak efektif b.d edema & efek inhalasi asap.
2. Gangguan pertukaran gas b.d keracunan karbon monoksida, inhalasi asap & destruksi
saluran nafas atas.
3. Nyeri akut b.d cedera jaringan.
4. Kekurangan volume cairan b.d peningkatan permeabilitas kapiler dan kehilangan cairan
akibat evaporasi dari luka bakar.
5. Hipertermia b.d peningkatan metabolisme
6. Ketidakseimbangan nutrisis kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan
ingesti/digesti/absorbsi makanan.
7. Risiko infeksi b.d peningkatan paparan dan penurunan sistem imune
8. Cemas b.d ketakutan dan dampak emosional.
9. Kerusakan mobilitas fisik b.d luka bakar,nyeri.
10. Sindrom defisit self care b.d kelemahan, nyeri.
11. PK: Anemia.
12. PK: Gagal ginjal akut.
13. PK; Ketidakseimbangan elektrolit
14. PK: Sepsis
15. Kerusakan integritas jaringan d.b mekanikal (luka bakar)

RENPRA COMBUSTIO

No Diagnosa Tujuan Intervensi


1 Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan Airway manajemenn
tidak efektif b/d askep … jam Status Bebaskan jalan nafas dengan
banyaknya scret respirasi: terjadi posisi leher ekstensi jika
mucus kepatenan jalan memungkinkan.
nafas dg KH:Pasien Posisikan pasien untuk
tidak sesak nafas, memaksimalkan ventilasi
auskultasi suara paru Identifikasi pasien secara actual
bersih, tanda atau potensial untuk membebaskan
vital dbn. jalan nafas.
Pasang ET jika memeungkinkan
Lakukan terapi dada jika
memungkinkan
Keluarkan lendir dengan suction
Asukultasi suara nafas
Lakukan suction melalui ET
Atur posisi untuk mengurangi
dyspnea
Monitor respirasi dan status
oksigen jika memungkinkan

Airway Suction
Tentukan kebutuhan suction
melalui oral atau tracheal
Auskultasi suara nafas sebelum
dan sesudah suction
Informasikan pada keluarga
tentang suction
Masukan slang jalan afas melalui
hidung untuk memudahkan suction
Bila menggunakan oksigen tinggi
(100% O2) gunakan ventilator atau
rescution manual.
Gunakan peralatan steril, sekali
pakai untuk melakukan prosedur
tracheal suction.
Monitor status O2 pasien dan
status hemodinamik sebelum,
selama, san sesudah suction.
Suction oropharing setelah
dilakukan suction trachea.
Bersihkan daerah atau area stoma
trachea setelah dilakukan suction
trachea.
Hentikan tracheal suction dan
berikan O2 jika pasien bradicardia.
Catat type dan jumlah sekresi
dengan segera

2 Gangguan Setelah dilakukan Airway Manajemen


pertukaran gas askep … jam Status Bebaskan jalan nafas
berhubungan dengan pernafasan Dorong bernafas dalam lama dan
perubahan membran seimabang antara tahan batuk
kapiler - alveolar kosentrasi udara Atur kelembaban udara yang
dalam darah arteri sesuai
dg KH: Atur posisi untuk mengurangi
Menunjukkan dispneu
peningkatan Monitor frekuensi nafas b/d
Ventilasi dan penyesuaian oksigen
oksigen cukup
AGD dbn Monitor Respirasi
Monitor kecepatan,irama,
kedalaman dan upaya bernafas
Catat pergerakan dada, lihat
kesimetrisan dada, menggunakan
alat bantu dan retraksi otot
intercosta
Monitoring pernafasan hidung,
adanya ngorok
Monitor pola nafas, bradipneu,
takipneu, hiperventilasi, resirasi
kusmaul dll
Palpasi kesamaan ekspansi paru
Perkusi dada anterior dan
posterior dari kedua paru
Monitor kelelahan otot diafragma
Auskultasi suara nafas, catat area
penurunan dan atau ketidakadanya
ventilasi dan bunyi nafas
Monitor kegelisahan, cemas dan
marah
Catat karakteristik batuk dan
lamanya
Monitor sekresi pernafasan
Monitor dispneu dan kejadian
perkembangan dan perburukan
Lakukan perawatan terapi
nebulasi bila perlu
Tempatkan pasien kesamping
untuk mencegah aspirasi

Manajemen asam Basa


Kirim pemeriksaan laborat
keseimbangan asam basa ( missal
AGD,urin dan tingkatan serum)
Monitor AGD selama PH rendah
Posisikan pasien untuk perfusi
ventilasi yang optimum
Pertahankan kebersihan jalan
udara (suction dan terapi dada)
Monitor pola respiorasi
Monitor kerja pernafsan
(kecepatan pernafasan)

3 Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri :


berhubungan dengan Asuhan keperawatan Lakukan pegkajian nyeri secara
agen injury: fisik …. jam tingkat komprehensif termasuk lokasi,
kenyamanan klien karakteristik, durasi, frekuensi,
meningkat dg KH: kualitas dan faktor presipitasi.
Klien Observasi reaksi nonverbal dari
melaporkan nyeri ketidak nyamanan.
berkurang dg scala Gunakan teknik komunikasi
2-3 terapeutik untuk mengetahui
Ekspresi wajah pengalaman nyeri klien sebelumnya.
tenang Kontrol faktor lingkungan yang
klien dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu
istirahat dan tidur ruangan, pencahayaan, kebisingan.
v/s dbn Kurangi faktor presipitasi nyeri.
Pilih dan lakukan penanganan
nyeri (farmakologis/non
farmakologis)..
Ajarkan teknik non farmakologis
(relaksasi, distraksi dll) untuk
mengetasi nyeri..
Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri.
Evaluasi tindakan pengurang
nyeri/kontrol nyeri.
Kolaborasi dengan dokter bila
ada komplain tentang pemberian
analgetik tidak berhasil.

Administrasi analgetik :.
Cek program pemberian
analogetik; jenis, dosis, dan
frekuensi.
Cek riwayat alergi..
Tentukan analgetik pilihan, rute
pemberian dan dosis optimal.
Monitor TV
Berikan analgetik tepat waktu
terutama saat nyeri muncul &
Evaluasi gejala efek sampingnya.

4 Deficit volume Setelah dilakukan Manajemen cairan


cairan b/d askep .. jam terjadi Monotor diare, muntah
peningkatan peningkatan Awasi tanda-tanda hipovolemik
permeabilitas keseimbangan (oliguri, abd. Pain, bingung)
kapiler dan cairan dg KH: Monitor balance cairan
kehilangan cairan Urine 30 ml/jam Monitor pemberian cairan
akibat evaporasi dari V/S dbn parenteral
luka bakar Kulit lembab dan Monitor BB jika terjadi
tidak ada tanda- penurunan BB drastis
tanda dehidrasi Monitor td dehidrasi
Monitor v/s
Berikan cairan peroral sesuai
kebutuhan
Anjurkan pada keluarga agar
tetap memberikan ASI dan makanan
yang lunak
Kolaborasi u/ pemberian
terapinya

5 Hypertermi b/d Setelah dilakukan Termoregulasi


proses infeksi tindakan Pantau suhu klien (derajat dan
keperawatan pola) perhatikan menggigil/diaforsis
selama….x 24 jam Pantau suhu lingkungan,
menujukan batasi/tambahkan linen tempat tidur
temperatur dalan sesuai indikasi
batas normal Berikan kompres hangat hindari
dengan kriteria: penggunaan akohol
- Bebas dari Berikan minum sesuai kebutuhan
kedinginan Kolaborasi untuk pemberian
- Suhu tubuh stabil antipiretik
36-37 C Anjurkan menggunakan pakaian
tipis menyerap keringat.
Hindari selimut tebal

6 Ketidak seimbangan Setelah dilakukan Managemen nutrisi


nutrisi kurang dari askep .. jam terjadi Kaji pola makan klien
kebutuhan tubuh peningkatan status Kaji kebiasaan makan klien dan
b/d ketidak nutrisi dg KH: makanan kesukaannya
mampuan Mengkonsumsi Anjurkan pada keluarga untuk
pemasukan b.d nutrisi yang adekuat. meningkatkan intake nutrisi dan
faktor biologis Identifikasi cairan
kebutuhan nutrisi. kelaborasi dengan ahli gizi
Bebas dari tanda tentang kebutuhan kalori dan tipe
malnutrisi. makanan yang dibutuhkan
tingkatkan intake protein, zat
besi dan vit c
monitor intake nutrisi dan kalori
Monitor pemberian masukan
cairan lewat parenteral.

Nutritional terapi
kaji kebutuhan untuk pemasangan
NGT
berikan makanan melalui NGT k/p
berikan lingkungan yang nyaman
dan tenang untuk mendukung
makan
monitor penurunan dan peningkatan
BB
monitor intake kalori dan gizi

7 Risiko infeksi b/d Setelah dilakukan Kontrol infeksi.


penurunan imunitas askep … jam infeksi Batasi pengunjung.
tubuh, prosedur terkontrol, status Bersihkan lingkungan pasien secara
invasive imun adekuat dg benar setiap setelah digunakan
KH: pasien.
Bebas dari tanda Cuci tangan sebelum dan sesudah
dangejala infeksi. merawat pasien, dan ajari cuci
Keluarga tahu tangan yang benar.
tanda-tanda infeksi. Pastikan teknik perawatan luka
Angka leukosit yang sesuai jika ada.
normal. Tingkatkan masukkan gizi yang
cukup.
Tingkatkan masukan cairan yang
cukup.
Anjurkan istirahat.
Berikan therapi antibiotik yang
sesuai, dan anjurkan untuk minum
sesuai aturan.
Ajari keluarga cara
menghindari infeksi serta tentang
tanda dan gejala infeksi dan segera
untuk melaporkan keperawat
kesehatan.
Pastikan penanganan aseptic semua
daerah IV (intra vena).

Proteksi infeksi.
Monitor tanda dan gejala infeksi.
Monitor WBC.
Anjurkan istirahat.
Ajari anggota keluarga cara-cara
menghindari infeksi dan tanda-tanda
dan gejala infeksi.
Batasi jumlah pengunjung.
Tingkatkan masukan gizi dan cairan
yang cukup

8 Cemas berhubungan Setelah dilakukan Pengurangan kecemasan


dengan krisis askep … jam Bina hubungan saling percaya.
situasional, kecemasan Kaji kecemasan keluarga dan
hospitalisasi terkontrol dg KH: identifikasi kecemasan pada
ekspresi wajah keluarga.
tenang , anak / Jelaskan semua prosedur pada
keluarga mau keluarga.
bekerjasama dalam Kaji tingkat pengetahuan dan
tindakan askep. persepsi pasien dari stress
situasional.
Berikan informasi factual tentang
diagnosa dan program tindakan.
Temani keluarga pasien untuk
mengurangi ketakutan dan
memberikan keamanan.
Anjurkan keluarga untuk
mendampingi pasien.
Berikan sesuatu objek sebagai
sesuatu simbol untuk mengurang
kecemasan orangtua.
Dengarkan keluhan keluarga.
Ciptakan lingkungan yang
nyaman.
Alihkan perhatian keluarga untuk
mnegurangi kecemasan keluarga.
Bantu keluarga dalam
mengambil keputusan.
Instruksikan keluarga untuk
melakukan teknik relaksasi.

9 Kerusakan mobilitas Setelah dilakukan Terapi ambulasi


fisik berhubungan askep…. jam tjd Kaji kemampuan pasien dalam
dengan patah tulang peningkatan melakukan ambulasi
Ambulasi :Tingkat Kolaborasi dg fisioterapi untuk
mobilisasi, perencanaan ambulasi
Perawtan diri Dg Latih pasien ROM pasif-aktif
KH : sesuai kemampuan
Peningkatan Ajarkan pasien berpindah tempat
aktivitas fisik secara bertahap
Evaluasi pasien dalam
kemampuan ambulasi

Pendidikan kesehatan
Edukasi pada pasien dan
keluarga pentingnya ambulasi dini
Edukasi pada pasien dan
keluarga tahap ambulasi
Berikan reinforcement positip
pada pasien.

10 PK: Setelah dilakukan Monitor tanda-tanda anemia


Anemia askep ..... jam Observasi keadaan umum klien
perawat dapat Anjurkan untuk meningkatkan
meminimalkan asupan nutrisi klien yg bergizi
terjadinya Kolaborasi untuk pemeberian
komplikasi anemia : terapi initravena dan tranfusi darah
Hb >/= 10 gr/dl. Kolaborasi kontrol Hb, HMT,
Konjungtiva tdk Retic, status Fe
anemis
Kulit tidak pucat
hangat
11 PK: Insuf Renal Setelah dilakukan Pantau tanda dan gejala insuf
askep ... jam renal ( peningkatan TD, urine <30
Perawat akan cc/jam, peningkatan BJ urine,
menangani atau peningkatan natrium urine, BUN
mengurangi Creat, kalium, pospat dan amonia,
komplikasi dari edema).
insuf renal Timbang BB jika memungkinkan
Catat balance cairan
Sesuaikan pemasukan cairan
setiap hari = cairan yang keluar +
300 – 500 ml/hr
Berikan dorongan untuk
pembatasan masukan cairan yang
ketat : 800-1000 cc/24 jam. Atau
haluaran urin / 24 jam + 500cc
Kolaborasi dengan ahli gizi
dalam pemberian diet, rendah
natrium (2-4g/hr)
pantau tanda dan gejala asidosis
metabolik ( pernafasan dangkal
cepat, sakit kepala, mual muntah, Ph
rendah, letargi)
Kolaborasi dengan timkes lain
dalam therapinya
Pantau perdarahan, anemia,
hipoalbuminemia
Kolaborasi untuk hemodialisis
12 PK; Setelah dilakukan Pantau td hipokalemia (poli uri,
Ketidakseimbangan askep … jam hipotensi, ileus, penurunan tingkat
elektrolit perawat akan kesadaran,kelemahan, mual,
mengurangi episode muntah, anoreksia, reflek tendon
ketidakseimbangan melemah)
elektrolit Dorong klien u/ meningkatkan
intake nutrisi yang kaya kalium
Kolaborasi u/ koreksi kalium
secara parenteral
Pantau cairan IV

13 PK: Sepsis Setelah dilakukan Pantau tanda dan gejala


askep … jam septikemia ( s>38 / <36, N:>
perawat akan 90X/mnt, R: >20 x/mnt)
menangani / Pantau lansia terhadap perubahan
memantau mental, kelemahan, hipotermi dan
komplikasi : anoreksia.
septikemia Kolaborasi dalam pemberian
therapi antiinfeksi
Pantau dan berikan oxigen
Pantau intake nutrisinya

14 Kerusakan integritas Setelah dilakukan Wound Care :


jaringan d.b askep .. jam, Kaji area luka dan tentukan
mekanikal (luka integritas jaringan penyebabnya
bakar) membaik dengan Tentukan ukuran kedalaman luka
kriteria hasil : Monitor area luka minimal sehari
melaporkan sekali thd perubahan warna,
penurunan sensasi kemerahan, peningkatan suhu, nyeri
atau nyeri pada area dan tanda-tanda infeksi
kerusakan jaringan/ Monitor kondisi sekitar luka,
luka monitor praktek klien dalam peran
serta merawat luka, jenis
mendemonstrasikan sabun/pembersih yang digunakan,
pemahaman rencana suhu air, frekuensi membersihkan
tindakan untuk kulit/ area luka dan sekitar luka
perawatan jaringan Anjurkan klien untuk tidak
dan pencegahan membasahi area luka dan sekitar
injuri luka
keadaan luka
membaik Minimalkan paparan terhadap
(kering)dan kulit (area luka dan sekitarnya)
peningkatan jaringan Buat rencana mobilisassi
granulasi bertahap: miring kanan/kiri, ½
duduk, duduk, berdiri dan berjalan,
gunakan alat bantu jika perlu
Gunakan lotion untuk
kelembabkan kulit
Dorong intake protein adekuat
Anjurkan ibu untuk menghindari
cedera, menghindar dari benda
berbahaya, menghindar penekanan
terhadap area luka menghindar
batuk, mengejan terlalu kuat
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN HERNIA NUKLEUS PULPOSUS (HNP)

I. PENGERTIAN
Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah penonjolan diskus inter vertabralis dengan
piotusi dan nukleus kedalam kanalis spinalis pumbalis mengakibatkan penekanan pada
radiks atau cauda equina.
HNP adalah suatu penekanan pada suatu serabut saraf spinal akibat dari herniasi dan
nucleus hingga annulus, salah satu bagian posterior atau lateral (Barbara C.Long, 1996).

II. ANATOMI FISIOLOGI


Medula spinalis merupakan jaringan saraf berbentuk kolum vertical tang terbenteng
dari dasar otak, keluar dari rongga kranium melalui foramen occipital magnum, masuk
kekanalis sampai setinggi segmen lumbal-2. medulla spinalis terdiri dari 31 pasang saraf
spinalis (kiri dan kanan) yang terdiri atas :
1. 8 pasang saraf cervical.
2. 15 pasang saraf thorakal.
3. 5 pasang saraf lumbal
4. 5 pasang saraf sacral
5. 1 pasang saraf cogsigeal.
Penampang melintang medulla spinalis memperlihatkan bagian bagian yaitu substansia
grisea (badan kelabu) dan substansia alba. Substansia grisea mengelilingi kanalis centralis
sehingga membentuk kolumna dorsalis, kolumna lateralis dan kolumna ventralis. Kolumna
ini menyerupai tanduk yang disebut conv. Substansia alba mengandung saraf myelin
(akson).
Kolumna vertebralis tersusun atas seperangkat sendi antar korpus vertebra yang
berdekatan, sendi antar arkus vertebra, sendi kortovertebralis, dan sendi sakroiliaka.
Ligamentum longitudinal dan discus intervertebralis menghubungkan korpus vertebra yang
berdekatan
Diantara korpus vertebra mulai dari cervikalis kedua sampai vertebra sakralis terdapat
discus intervertebralis. Discus discus ini membentuk sendi fobrokartilago yang lentur antara
dua vertebra. Discus intervertebralis terdiri dari dua bagian pokok : nucleus pulposus di
tengah dan annulus fibrosus disekelilingnya. Discus dipisahkan dari tulang yang diatas dan
dibawanya oleh lempengan tulang rawan yang tipis.
Nucleus pulposus adalah bagian tengah discus yang bersifat semigetalin, nucleus ini
mengandung berkas-berkas kolagen, sel jaringan penyambung dan sel-sel tulang rawan. Juga
berperan penting dalam pertukaran cairan antar discus dan pembuluh-pembuluh kapiler.
III. ETIOLOGI

1. Trauma, hiperfleksia, injuri pada vertebra.


2. Spinal stenosis.
3. Ketidakstabilan vertebra karena salah posisi, mengangkat, dll.
4. Pembentukan osteophyte.
5. Degenerasi dan degidrasi dari kandungan tulang rawan annulus dan nucleus
mengakibatkan berkurangnya elastisitas sehingga mengakibatkan herniasi dari
nucleus hingga annulus.

IV. TANDA DAN GEJALA


Tanda dan gejala :
1. Mati rasa, gatal dan penurunan pergerakan satu atau dua ekstremitas.
2. Nyeri tulang belakang
3. Kelemahan satu atau lebih ekstremitas
4. Kehilangan control dari anus dan atau kandung kemih sebagian atau lengkap.
Gejala Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah adanya nyeri di daerah diskus yang
mengalami herniasasi didikuti dengan gejala pada daerah yang diinorvasi oleh radika
spinalis yang terkena oleh diskus yang mengalami herniasasi yang berupa pengobatan nyeri
kedaerah tersebut, matu rasa, kelayuan, maupun tindakan-tindakan yang bersifat protektif.
Hal lain yang perlu diketahui adalah nyeri pada hernia nukleus pulposus ini diperberat
dengan meningkatkan tekanan cairan intraspinal (membungkuk, mengangkat, mengejan,
batuk, bersin, juga ketegangan atau spasme otot), akan berkurang jika tirah baring.

V. PATOFISIOLOGI
Daerah lumbal adalah daerah yang paling sering mengalami hernisasi pulposus,
kandungan air diskus berkurang bersamaan dengan bertambahnya usia. Selain itu serabut
menjadi kotor dan mengalami hialisasi yang membantu perubahan yang mengakibatkan
herniasi nukleus purpolus melalui anulus dengan menekan akar – akar syaraf spinal. Pada
umumnya harniassi paling besar kemungkinan terjadi di bagian koluma yang lebih mobil ke
yang kurang mobil (Perbatasan Lumbo Sakralis dan Servikotoralis) (Sylvia,1991, hal.249).
Sebagian besar dari HNP terjadi pada lumbal antara VL 4 sampai L 5, atau L5 sampai
S1. arah herniasi yang paling sering adalah posterolateral. Karena radiks saraf pada daerah
lumbal miring kebawah sewaktu berjalan keluar melalui foramena neuralis, maka herniasi
discus antara L 5 dan S 1.
Perubahan degeneratif pada nukleus pulpolus disebabkan oleh pengurangan kadar
protein yang berdampak pada peningkatan kadar cairan sehingga tekanan intra distal
meningkat, menyebabkan ruptur pada anulus dengan stres yang relatif kecil.
Sedang M. Istiadi (1986) mengatakan adanya trauma baik secara langsung atau tidak
langsung pada diskus inter vertebralis akan menyebabkan komprensi hebat dan transaksi
nukleus pulposus (HNP). Nukleus yang tertekan hebat akan mencari jalan keluar, dan
melalui robekan anulus tebrosus mendorong ligamentum longitudinal terjadilah herniasi.

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Laboraturium

1) Daerah rutin
2) Cairan cerebrospimal

2. Foto polos lumbosakral dapat memperlihatkan penyempitan pada keeping sendi


3. CT scan lumbosakral : dapat memperlihatkan letak disk protusion.
4. MRI ; dapat memperlihatkan perubahan tulang dan jaringan lunak divertebra serta
herniasi.
5. Myelogram : dapat menunjukkan lokasi lesi untuk menegaska pemeriksaan fisik
sebelum pembedahan
6. Elektromyografi : dapat menunjukkan lokasi lesi meliputi bagian akar saraf spinal.
7. Epidural venogram : menunjukkan lokasi herniasi.
8. Lumbal functur : untuk mengetahui kondisi infeksi dan kondisi cairan serebro spinal.

V. KOMPLIKASI

1. RU
2. Infeksi luka
3. Kerusakan penanaman tulang setelah fusi spinal.

VI. PENATALAKSANAAN MDIK


1. Konservatif bila tidak dijumpai defisit neurologik :
a. Tidur selama 1 – 2 mg diatas kasur yang keras
b. Exercise digunakan untuk mengurangi tekanan atau kompresi saraf.
c. Terapi obat-obatan : muscle relaxant, nonsteroid, anti inflamasi drug dan analgetik.
d. Terapi panas dingin.
e. Imobilisasi atau brancing, dengan menggunakan lumbosacral brace atau korset
f. Terapi diet untuk mengurangi BB.
g. Traksi lumbal, mungkin menolong, tetapi biasanya residis

h. Transcutaneus Elektrical Nerve Stimulation (TENS).


2. Pembedahan
1. Laminectomy hanya dilakukan pada penderita yang mengalami nyeri menetap dan tidak
dapat diatasi, terjadi gejala pada kedua sisi tubuh dan adanya gangguan neurology utama
seperti inkontinensia usus dan kandung kemih serta foot droop.
2. Laminectomy adalah suatu tindakan pembedahan atau pengeluaran atau pemotongan
lamina tulang belakang dan biasanya dilakukan untuk memperbaiki luka pada spinal.
3. Laminectomy adalah pengangkaan sebagian dari discus lamina (Barbara C. Long, 1996).
4. Laminectomy adalah memperbaiki satu atau lebih lamina vertebra, osteophytis, dan
herniated nucleus pulposus.

VII. DIAGNOSA KEPERAWATAN :


1. Nyeri akut b/d agen injuri fisik
2. Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan neuromuskulair, ketidaknyamanan.
3. Kurang pengetahuan penyakit dan perawatannya b/d kurang paparan terhadap informasi,
terbatasnya kognitif
4. Sindrom defisit self care b/d kelemahan, nyeri, gangguan musculoskeletal
5. Cemas b/d krisis situasional

RENPRA HNP

No Diagnosa Tujuan Intervensi


1 Nyeri akut b/d Setelah dilakukan askep Manajemen nyeri :
agen injuri fisik …. jam tingkat· Kaji nyeri secara komprehensif
kenyamanan klien termasuk lokasi, karakteristik,
meningkat, tingkat durasi, frekuensi, kualitas dan
nyeri terkontrol dg KH: faktor presipitasi.
· Klien melaporkan· Observasi reaksi nonverbal dari
nyeri berkurang dg scala ketidak nyamanan.
2-3 · Gunakan teknik komunikasi
· Ekspresi wajah tenang terapeutik untuk mengetahui
· klien dapat istirahat pengalaman nyeri klien
dan tidur sebelumnya.
· v/s dbn · Kontrol faktor lingkungan yang
mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan.
· Kurangi faktor presipitasi nyeri.
· Pilih dan lakukan penanganan
nyeri (farmakologis/non
farmakologis).
· Ajarkan teknik non farmakologis
(relaksasi, distraksi dll) untuk
mengetasi nyeri..
· Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri.
· Evaluasi tindakan pengurang
nyeri/kontrol nyeri.
· Kolaborasi dengan dokter bila
ada komplain tentang pemberian
analgetik tidak berhasil.

Administrasi analgetik :.
· Cek program pemberian
analgetik; jenis, dosis, dan
frekuensi.
· Cek riwayat alergi.
· Tentukan analgetik pilihan, rute
pemberian dan dosis optimal.
· Monitor TV
· Berikan analgetik tepat waktu
terutama saat nyeri muncul.
· Evaluasi efektifitas analgetik,
tanda dan gejala efek samping.

2 Kerusakan Setelah dilakukan askep Terapi ambulasi


mobilitas fisik … jam terjadi· Kaji kemampuan pasien dalam
b/d kerusakan peningkatan Ambulasi melakukan ambulasi
neuromuskulair, :Tingkat mobilisasi,· Kolaborasi dg fisioterapi untuk
ketidaknyamanan Perawtan diri Dg KH : perencanaan ambulasi
· Peningkatan aktivitas· Latih pasien ROM pasif-aktif
fisik sesuai kemampuan
· Ajarkan pasien berpindah tempat
secara bertahap
· Evaluasi pasien dalam
kemampuan ambulasi

Pendidikan kesehatan
· Edukasi pada pasien dan keluarga
pentingnya ambulasi dini
· Edukasi pada pasien dan keluarga
tahap ambulasi
· Berikan reinforcement positip
atas usaha yang dilakukan pasien.

3 Kurang Setelah dilakukan askep Pendidikan kesehatan : proses


pengetahuan …. jam pengetahuan penyakit
tentang penyakit, klien dan keluarga· Kaji pengetahuan klien.
perawatan dan meningkat dg KH: · Jelaskan proses terjadinya
pengobatannya · Mengetahui penyakit, tanda gejala serta
b/d kurang penyakitnya komplikasi yang mungkin terjadi
paparan · Mampu mejelaskan· Berikan informasi pada keluarga
informasi, kembali penyebab, tanda tentang perkembangan klien.
terbatasnya dan gejala, komplikasi· Berikan informasi pada klien dan
kognitif dan cara pencegahannya keluarga tentang tindakan yang
· Klien dan keluarga akan dilakukan.
kooperatif saat dilakukan· Diskusikan pilihan terapi
tindakan · Berikan penjelasan tentang
pentingnya ambulasi dini
· Jelaskan komplikasi kronik yang
mungkin akan muncul

4 Sindrom defisit Setelah dilakukan akep Bantuan perawatan diri


self care b/d … jam kebutuhan ADLs· Monitor kemampuan pasien
kelemahan, terpenuhi dg KH: terhadap perawatan diri
nyeri, gg · Pasien dapat melakukan· Monitor kebutuhan akan personal
neuromuskulair aktivitas sehari-hari. hygiene, berpakaian, toileting dan
· Kebersihan diri pasien makan
terpenuhi · Beri bantuan sampai pasien
mempunyai kemapuan untuk
merawat diri
· Bantu pasien dalam memenuhi
kebutuhannya.
· Anjurkan pasien untuk
melakukan aktivitas sehari-hari
sesuai kemampuannya
· Pertahankan aktivitas perawatan
diri secara rutin
5 Cemas b/d krisis Setelah dilakukan askep Penurunan kecemasan :
situasional : …. jam klien dapat· Bina hubungan saling percaya
tindakan mengontrol cemas dengan klien / keluarga
operasinya dengan KH: · Kaji tingka kecemasan klien.
· secara verbal dapat· Tenangkan klien dan dengarkan
mendemonstrasikan keluhan klien dengan atensi
teknik menurunkan· Jelaskan semua prosedur
cemas. tindakan kepada klien setiap akan
· Mencari informasi yang melakukan tindakan
dapat menurunkan· Dampongi klien dan ajak
cemas berkomunikasi terapeutik
· Menggunakan teknik· Berikan kesempatan pada klien
relaksasi untuk untuk mengungkapkan
menurunkan cemas perasaannya.
· Menerima status· Ajarkan teknik relaksasi
kesehatan. · Bantu klien untuk
mengungkapkan hal-hal yang
membuat cemas.

ASUHAN KEPERAWATAN HEMOROID DENGAN NANDA, NOC, NIC

A. Pengertian
Hemorroid adalah bagian vena yang berdilatasi dalam kanal anal. Hemorroid
adalah pelebaran pembuluh darah/flexus vena. Hemorroid sangat umum terjadi. Pada usia
50-an, 50% individu mengalami berbagai tipe hemorroid berdasarkan luasnya vena yang
terkena. Kehamilan diketahui mengawali atau memperberat adanya hemorroid.

B. Etiologi

1. Kelainan organis

- Serosis hepatic

- Trombosis vena porta

- Tumor intra-abdominal, terutama pelvis

2. Idiopatik, predisposisi:

- Herediter: kelemahan pembuluh darah

- Anatomi: tak ada katup pada vena porta sehingga darah mudah kembali, tekanan di
plexus hemorrhoid akan meningkat.

- Gravitasi: banyak berdiri

- Tekanan intra abdominal yang meningkat: batuk kronis, mengejan.

- Tonus spinter ani lemah

- Obstipasi atau konstipasi kronis

- Obisitas

- Diit rendah serat

Pada wanita hamil faktor yang mempengaruhi timbulnya hemorrhoid adalah:

- Tumor intra abdomen menyebabkan gangguan aliran vena daerah pelvis.

- Kelemahan pembuluh darah waktu hamil kerena pengaruh hormon

- Mengedan selama partus.

C. Klasifikasi

1. Hemorroid interna:
- Berasal dari plexus vena hemnhoidalis superior dan medius

- Terletak diatas linea dentate atau 2/3 atas dari saluran anus.

- Permukaannya mukosa (epitel thorax)

- Tiga posisi utama: jam 3, jam 7, jam 11

2. Hemorroid externa:

- Berasal dari plexus hemorroidalis inferior

- Terletak 1/3 bawah saluran anus

- Permukaannya kulit (epitel gepeng/squamous)

D.Patofisiologi

Hemorrhoid interna:

Sumbatan aliran darah system porta menyebabkan timbulnya hipertensi portal dan terbentuk
kolateral pada vena hemorroidalis superior dan medius.

Hemorrid eksterna:

Robeknya vena hemorroidalis inferior membentuk hematoma di kulit yang berwarna


kebiruan, kenyal-keras,dan nyeri.

E. Manifestasi klinis

Hemorrhoid menyebabkan rasa gatal dan nyeri, dan sering menyebabkan perdarahan
berwarna merah terang pada saat defekasi. Hemorroid eksterna dihubungkan dengan nyeri
hebat akibat inflamasi dan edema yang disebabkan oleh trombosis. Trombosis adalah
pembekuan darah dalam hemorroid. Ini dapat menimbulkan iskemia pada area tersebut dan
nekrosis. Hemorroid internal tidak selalu menimbulkan nyeri sampai hemorroid ini
membesar dan menimbulkan perdarahan atau prolaps.

Tanda dan gejala:

1. Bab berdarah, biasanya berupa darah segar yang menetes pada akhir defekasi

2. Prolaps:

- Grade I : prolaps (-), perdarahan (+)

- Grade II : prolaps (+), masuk spontan


- Grade III : prolaps (+), masuk dengan manipul

- Grade IV : prolaps (+), inkarserata

3. BAB berlendir, timbul karena iritasi mukosa rectum.

4. pruritus ani sampai dermatitis, proctitis

5. Nyeri

Penatalaksanaan

Hemorroid interna diterapi sesuai dengan gradenya. Tetapi hemorroid eksterna selalu
dengan operasi. Konservatif indikasi untuk grade 1-2, < 6 jam, belum terbentuk trombus.
Operatif indikasi untuk grade 3-4, perdarahan dan nyeri.

§ Gejala hemorroid dan ketidaknyamanan dapat dihilangkan dengan:

- Higiene personal yang baik dan menghindari mengejan berlebihan selama defekasi.

- Diet tinggi serat yang mengandung buah dan sekam, bila gagal dibantu dengan
menggunakan laksatif yang berfungsi mengabsorbsi air saat melewati usus.

- Tindakan untuk mengurangi pembesaran dengan cara: rendam duduk dengan salep,
supositoria yang mengandung anestesi, astringen (witch hazel) dan tirah baring.

§ Beberapa tindakan nonoperatif untuk hemorroid:

- Foto koagulasi infra merah, diatermi bipolar, terapi laser adalah tehnik terbaru untuk
melekatkan mukosa ke otot yang mendasarinya

- Injeksi larutan sklerosan efektif untuk hemorrhoid yang berukuran kecil.

§ Tindakan bedah konservatif hemorrhoid internal

Adalah prosedur ligasi pita karet. Hemorrhoid dilihat melalui anosop, dan bagian proksimal
diatas garis mukokutan dipegang dengan alat. Pita karet kecil kemudian diselipkan diatas
hemorrhoid. Bagian distal jaringan pada pita karet menjadi nekrotik setelah beberapa hari
danm dilepas. Terjadi fibrosis yang mengakibatkan mukosa anal bawah turun dan melekat
pada otot dasar. Meskipun tindakan ini memuaskan beberapa pasien, namun pasien lain
merasakan tindakan ini menyebabkan nyeri dan mengakibatkan hemorroid sekunder dan
infeksi perianal.

§ Hemoroidektomi kriosirurgi
Adalah metode untuk menghambat hemorroid dengan cara membekukan jaringan hemorroid
selama waktu tertentu sampai timbul nekrosis. Meskipun hal ini kurang menimbulkan nyeri,
prosedur ini tidak digunakan dengan luas karena menyebabkan keluarnya rabas yang berbau
angat menyengat dan luka yang ditimbulkan lama sembuh.

§ Laser Nd: YAG

Digunakan dalam mengeksisi hemorroid eksternal. Tindakan ini cepat dan kurang
menimbulkan nyeri. Hemoragi dan abses jarang menjadi komplikasi pada periode paska
operatif.

§ Metode pengobatan hemorroid tidak efektif untuk vena trombosis luas, yang harus
diatasi dengan bedah lebih luas.

§ Hemorroidektomi atau eksisi bedah, dapat dilakukan untuk mengangkat semua jaringan
sisa yang terlibat dalam proses ini. Selma pembedahan, sfingter rektal biasanya didilatasi
secara digital dan hemorroid diangkat dengan klem dan kauter atau dengan ligasi dan
kemudian dieksisi. Setelah prosedur operasi selesai, selang kecil dimaukkan melalui sfingter
untuk memungkinkan keluarnya flatus dan darah; penempatan Gelfoan atau kasa Oxigel
dapat diberikan diatas luka kanal

Pemeriksaan penunjang:

§ Anoskopi

§ Pemeriksaan feses: untuk mengetahui occult-bleding

Komplikasi

1. Anemia, jarang terjadi


2. trombosis akut pada prolaps hemorroid

Prognosa

Hemorroidektomi tampaknya lebih efektif danpermanen, tetapi mempunyai kerugian


kompliksi post operasi.

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul :


§ Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (insisi pembedahan)

§ Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasive, insisi post pembedahan, imunitas
tubuh primer menurun

§ PK: Perdarahan

§ Kurang pengetahuan tentang Ca Rekti dan pilihan pengobatan berhubungan dengan kurang
paparan sumber informasi

§ Sindrom defisit self care b/d kelemahan, penyakitnya, nyeri

§ Resiko konstipasi berhubungan dengan obstruksi post pembedahan

RENPRA HEMOROID

No Diagnosa Tujuan Intervensi


1 Nyeri Akut b/d agen Setelah dilakukan Manajemen nyeri :
injuri fisik (insisi askep …. jam · Kaji nyeri secara komprehensif
pembedahan) tingkat termasuk lokasi, karakteristik,
kenyamanan klien durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
meningkat, nyeri presipitasi.
terkontrol dengan · Observasi reaksi nonverbal dari
KH: ketidak nyamanan.
· klien melaporkan · Gunakan teknik komunikasi
nyeri berkurang, terapeutik untuk mengetahui
skala nyeri 2-3 pengalaman nyeri klien sebelumnya.
· Ekspresi wajah · Berikan lingkungan yang tenang
tenang & dapat · Kurangi faktor presipitasi nyeri.
istirahat, tidur. · Ajarkan teknik non farmakologis
· v/s dbn (TD (relaksasi, distraksi dll) untuk
120/80 mmHg, N: mengetasi nyeri.
60-100 x/mnt, RR: · Berikan analgetik untuk mengurangi
16-20x/mnt). nyeri.
· Evaluasi tindakan pengurang
nyeri/kontrol nyeri.
· Kolaborasi dengan dokter bila ada
komplain tentang pemberian
analgetik tidak berhasil.
· Monitor penerimaan klien tentang
manajemen nyeri.

Administrasi analgetik :.
· Cek program pemberian analogetik;
jenis, dosis, dan frekuensi.
· Cek riwayat alergi.
· Tentukan analgetik pilihan, rute
pemberian dan dosis optimal.
· Monitor V/S
· Berikan analgetik tepat waktu
terutama saat nyeri muncul.
· Evaluasi efektifitas analgetik, tanda
dan gejala efek samping.

2 Risiko infeksi b/d Setelah dilakukan Konrol infeksi :


adanya luka operasi, askep …. jam tidak · Bersihkan lingkungan setelah
imunitas tubuh terdapat faktor dipakai pasien lain.
menurun, prosedur risiko infeksi dg · Batasi pengunjung bila perlu.
invasive KH: · Anjurkan keluarga untuk cuci
· bebas dari gejala tangan sebelum dan setelah kontak
infeksi, dengan klien.
· angka lekosit · Gunakan sabun anti microba untuk
normal (4-11.000) mencuci tangan.
· V/S dbn · Lakukan cuci tangan sebelum dan
sesudah tindakan keperawatan.
· Gunakan baju dan sarung tangan
sebagai alat pelindung.
· Pertahankan lingkungan yang
aseptik selama pemasangan alat.
· Lakukan perawatan luka dan
dresing infus,DC setiap hari.

· Tingkatkan intake nutrisi. Dan


cairan yang adekuat
· berikan antibiotik sesuai program.

Proteksi terhadap infeksi


· Monitor tanda dan gejala infeksi
sistemik dan lokal.
· Monitor hitung granulosit dan
WBC.
· Monitor kerentanan terhadap
infeksi.
· Pertahankan teknik aseptik untuk
setiap tindakan.
· Inspeksi kulit dan mebran mukosa
terhadap kemerahan, panas, drainase.
· Inspeksi keadaan luka dan
sekitarnya
· Ambil kultur jika perlu
· Dorong klien untuk intake nutrisi
dan cairan yang adekuat.
· Dorong istirahat yang cukup.
· Monitor perubahan tingkat energi.
· Dorong klien untuk meningkatkan
mobilitas dan latihan.
· Instruksikan klien untuk minum
antibiotik sesuai program.
· Ajarkan keluarga/klien tentang
tanda dan gejala infeksi.
· Laporkan kecurigaan infeksi.

3 Kurang pengetahuan Setelah dilakukan Teaching : Dissease Process


ttng penyakit, askep .... jam, · Kaji tingkat pengetahuan klien dan
perawata,pengobatan pengetahuan klien keluarga tentang proses penyakit
Nya b/d kurang meningkat. Dg KH:· Jelaskan tentang patofisiologi
paparan terhadap · Klien/klg mampu penyakit, tanda dan gejala serta
informasi, menjelaskan penyebabnya
keterbatasan kognitif kembali apa yang · Sediakan informasi tentang kondisi
dijelaskan klien
· Klien /klg · Berikan informasi tentang
kooperative saat perkembangan klien
dilakukan tindakan · Diskusikan perubahan gaya hidup
yang mungkin diperlukan untuk
mencegah komplikasi di masa yang
akan datang dan atau kontrol proses
penyakit
· Diskusikan tentang pilihan tentang
terapi atau pengobatan
· Jelaskan alasan dilaksanakannya
tindakan atau terapi
· Dorong klien untuk menggali
pilihan-pilihan atau memperoleh
alternatif pilihan
· Gambarkan komplikasi yang
mungkin terjadi
· Anjurkan klien untuk mencegah
efek samping dari penyakit
· Gali sumber-sumber atau
dukungan yang ada
· Anjurkan klien untuk melaporkan
tanda dan gejala yang muncul pada
petugas kesehatan

4 Sindrom defisit self Setelah dilakukan Bantuan perawatan diri


care b/d kelemahan, asuhan · Monitor kemampuan pasien
nyeri, penyakitnya keperawatan …. terhadap perawatan diri
jam klien mampu · Monitor kebutuhan akan personal
Perawatan diri hygiene, berpakaian, toileting dan
dengan indicator makan
· Pasien dapat· Beri bantuan sampai klien
melakukan mempunyai kemapuan untuk
aktivitas sehari-hari merawat diri
(makan, · Bantu klien dalam memenuhi
berpakaian, kebutuhan sehari-hari.
kebersihan, · Anjurkan klien untuk melakukan
toileting, ambulasi) aktivitas sehari-hari sesuai
· Kebersihan diri kemampuannya
pasien terpenuhi · Pertahankan aktivitas perawatan
diri secara rutin
· Evaluasi kemampuan klien dalam
memenuhi kebutuhan sehari-hari.
· Berikan reinforcement positip atas
usaha yang dilakukan dalam
melakukan perawatan sehari hari.

5 PK: Perdarahan Setelah dilakukan · Pantau tanda dan gejala perdarahan


askep …. jam post operasi
perawat akan · Monitor V/S
menangani atau · Pantau laborat Hb, HMT. AT
mengurangi · kolaborasi untuk tranfusi bila
komplikasi dari terjadi perdarahan (hb < 10 gr%)
pada perdarahan · Kolaborasi dengan dokter untuk
dan klien terapinya
mengalami · Pantau daerah yang dilakukan
peningkatan Hb/> operasi
10 gr %
6 Resiko konstipasi Konstipation atau impaction
berhubungan dengan Setelah dilakukan management
obstruksi post perawatan selama Aktifitas:
pembedahan .... jam pasien· Monitor tanda dan gejala
tidak mengalami konstipasi
konstipasi · Monitor pergerakan usus,
Dg KH:: frekuensi, konsistensi
Pasien mampu: · Anjurkan pada pasien untuk makan
· B.A.B lembek buah-buahan yang mengandung
· Ps menyatakan serat tinggi
B.A.B lembek dan· Anjurkan an ajarkan mobilisasi
mampu mengontrol bertahap
B.A.B · Anjurkan pada klien untuk
· Mempertahankan meningkatkan intake nutrisi dan
pola eliminasi usus cairan dan berikan education
tanpa ilius pentingnya nutrisi u/ kesembuhan
lukanya
· Evaluasi intake makanan dan
minuman
· Kolaborasi medis untuk terapinya
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN KANKER PAYUDARA (CA MAMAE)

A. PENGERTIAN
Kanker payudara merupakan penyakit keganasan yang paling banyak menyerang wanita.
Penyakit ini disebabkan karena terjadinya pembelahan sel-sel tubuh secara tidak teratur
sehingga pertumbuhan sel tidak dapat dikendalikan dan akan tumbuh menjaadi benjolan
tumor (kanker). Apabila tumor ini tidak diambil , dikhawatirkan akan masuk dan menyebar
ke dalam jaringan yang sehat. Ada kemungkinan sel-sel tersebut melepaskan diri dan
menyebar ke seluruh tubuh. Kanker payudara umumnya menyerang wanita kelompok umur
40-70 tahun, tetapi resiko terus meningkat dengan tajam dan cepat sesuai dengan
pertumbahan usia. Kanker payudara jarang terjadi pada usia dibawah 30 tahun.

B. ETIOLOGI
Sebab keganasan pada payudara masih belum jelas, tetpi ada beberapa faktor yang
berkaitan erat dengan munculnya keganasan payudara yaitu: virus, faktor lingkungan , faktor
hormonl dan familial;

1. Wanita resiko tinggi dari pada pria (99:1)


2. Usia: resiko tertinggi pada usia diatas 30 tahun
3. Riwayat keluarga: ada riwayat keluarga Ca Mammae pada ibu/saudara perempuan
4. Riwayat meastrual:

Ø early menarche (sebelum 12 thun)


Ø Late menopouse (setelah 50 th)

5. Riwayat kesehatan: Pernah mengalami/ sedang menderita otipical hiperplasia atau


benign proliverative yang lain pada biopsy payudara, Ca. endometrial.
6. Menikah tapi tidak melahirkan anak
7. Riwayat reproduksi: melahirkan anak pertama diatas 35 tahun.
8. Tidak menyusui
9. Menggunakan obat kontrasepsi oral yang lama, penggunaan therapy estrogen
10. Mengalami trauma berulang kali pada payudara
11. Terapi radiasi; terpapar dari lingkungan yang terpapar karsinogen
12. Obesitas
13. Life style: diet tinggi lemak, mengkomsumsi alcohol (minum 2x sehari), merokok.
14. Stres hebat.

C. PATOFISIOLOGI PENYAKIT
Untuk dapat menegakkan dignosa kanker dengan baik, terutama untuk melakukan
pengobatan yang tepat, diperlukan pengetahuan tentang proses terjadinya kanker dan
perubahan strukturnya. Tumor/neoplasma merupakan kelompok sel yang berubah dengan
ciri : proliferasi yang berlebihan dan tak berguna, yang tak mengikuti pengaruh jaringan
sekitarnya. Proliferasi abnormal sel kanker akan menggangu fungsi jaringan normal dengan
menginfiltrasi dan memasukinya dengan cara menyebarkan anak sebar ke organ-organ yang
jauh. Di dalam sel tersebut telah terjadi perubahan secara biokimiawi terutama dalam
intinya. Hampir semua tumor ganas tumbuh dari suatu sel yang mengalami transformasi
maligna dan berubah menjadi sekelompok sel ganas diantara sel normal.

Proses jangka panjang terjadinya kanker ada 4 fase, yaitu:

1. Fase induksi 15 – 30 tahun

Kontak dengan bahan karsinogen membutuhkan waktu bertahun-tahun sampai dapat


merubah jaringan displasia menjadi tumor ganas.

2. Fase insitu: 5 – 10 tahun

Terjadi perubahan jaringan menjadi lesi “pre concerous” yang bisa ditemukan di serviks
uteri, rongga mulut, paru, saluran cerna, kulit dn akhirnya juga di payudara.

3. Fase invasi: 1 – 5 tahun

Sel menjadi ganas, berkembang biak dan menginfiltrasi melalui membran sel ke jaringan
sekitarnya dan ke pembuluh darah sera limfa

4. Fase desiminasi: 1 - 5 tahun

Terjadi penyebaran ke tempat lain


D. TANDA DAN GEJALA
Penemuan dini kanker payudara masih sulit ditemukan, kebanyakan ditemukan jika sudah
teraba oleh pasien.

Tanda – tandanya :

1. Terdapat massa utuh kenyal, biasa di kwadran atas bagian dalam, dibawah ketiak
bentuknya tak beraturan dan terfiksasi
2. Nyeri di daerah massa
3. Perubahan bentuk dan besar payudara, Adanya lekukan ke dalam, tarikan dan
refraksi pada areola mammae
4. Edema dengan “peant d’ orange (keriput seperti kulit jeruk)
5. Pengelupasan papilla mammae

6. Adanya kerusakan dan retraksi pada area puting,


7. Keluar cairan abnormal dari putting susu berupa nanah, darah, cairan encer padahal
ibu tidak sedang hamil / menyusui.
8. Ditemukan lessi pada pemeriksaan mamografi

Penentuan Ukuran Tumor, Penyebaran Berdasarkan Kategori T, N, M

TUMOR SIZE ( T )

1. Tx: Tak ada tumor


2. To: Tak dapat ditunjukkan adanya tumor primer
3. T1: Tumor dengan diameter , kurang dari 2 cm
4. T2: Tumor dengan diameter 2 – 5 cm
5. T3: Tumor dengan diameter lebih dari 5
6. T4: Tumor tanpa memandang ukurannya telah menunjukkan perluasan secara
langsung ke dinding thorak atau kulit

REGIONAL LIMPHO NODUS ( N )

1. Nx Kelenjar ketiak tak teraba


2. No: Tak ada metastase kelenjar ketiak homolateral
3. N1: Metastase ke kelenjar ketiak homolateral tapi masih bisa digerakkan
4. N2: Metastase ke kelenjar ketiak homolateral, melekat terfiksasi satu sama lain atau
jaringan sekitrnya
5. N3: Metastase ke kelenjar homolateral suprklavikuler/ infraklavikuler atau odem
lengan

METASTASE JAUH ( M )

1. Mo: Tak ada metastase jauh


2. M1: Metastase jauh termasuk perluasan ke dalam kulit di luar payudara

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan labortorium meliputi:

Ø Morfologi sel darah

Ø LED

Ø Test fal marker (CEA) dalam serum/plasma

Ø Pemeriksaan sitologis

2. Test diagnostik lain:

a. Non invasive;
Ø Mamografi

Ø Ro thorak

Ø USG

Ø MRI

Ø PET

b. Invasif

Ø Biopsi, ada 2 macam tindakan menggunakan jarum dan 2 macam tindakan pembedahan

Ø Aspirasi biopsy (FNAB)

Ø Dengn aspirasi jarum halus , sifat massa dibedakan antar kistik atau padat

Ø True cut / Care biopsy

Ø Dilakukan dengan perlengkapan stereotactic biopsy mamografi untuk memandu jarum pada
massa
Ø Incisi biopsy

Ø Eksisi biopsy

Hasil biopsi dapat digunakan selama 36 jam untuk dilakukan pemeriksaan histologik secara
froxen section

F. KOMPLIKASI
Metastase ke jaringan sekitar mellui saluran limfe (limfogen) ke paru,pleura, tulang
dan hati.

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Ada 2 macam yaitu kuratif (pembedahan) dan paliatif (non pembedahan). Penanganan
kuratif dengan pembedahan yang dilakukan secara mastektomi parsial, mastektomi total,
mastektomi radikal, tergantung dari luas, besar dan penyebaran kanker. Penanganan non
pembedahan dengan penyinaran, kemoterapi dan terapi hormonal.

H. PROSES KEPERAWATAN PASIEN KANKER PAYUDARA (CA MAMAE)


PENGKAJIAN

Hal yang perlu dikaji pada pasien dengan kanker payudara adalah reaksi pasien
terhadap diagnosis dan kemampuannya untuk mengatasi situasi tersebut. Pertanyaan yang
berhubungan mencakup hal-hal berikut:

§ Bagaimana pasien berespon terhadap diagnosis?

§ Mekanisme koping apa yang pasien temukan paling membantu?

§ Dukungan psikologis atau emosional apa yang digunakan?

§ Apakah ada pasangan, anggota keluarga atau teman untuk membantunya dalam membuat
pilihan pengobatan?

§ Bagian informasi mana yang paling penting yang pasien butuhkan?

§ Apakah pasien mengalami ketidaknyamanan?


§ Kurang pengetahuan tentang kanker payudara dan pilihan pengobatan berhubungan dengan
kurang paparan sumber informasi

§ Koping tidak efektif berhubungan dengan krisis situasional atau maturasional

J. CARA PENCEGAHAN

1. Kesadaran SADARI dilakukan setiap bulan.

2. Berikan ASI pada Bayi.

Memberikan ASIpada bayi secara berkala akan mengurangi tingkat hormone tersebut.
Sedangkan kanker payudara berkaitan dengan hormone estrogen.

3. jika menenmukan gumpalan / benjolan pada payudara segera kedokter.

4. Cari tahu apakah ada sejarah kanker payudara pada keluarga. Menurut penelitian 10 %
dari semua kasus kanker payudara adalah factor gen.

5. Perhatikan konsumsi alcohol. Dalam penelitian menyebutkan alcohol meningkatkan


estrogen.

6. perhatikan BB, obesitas meningkatkan risiko kanker payudara.

7. Olah raga teratur. Penelitian menunjukkan bahwa semakin kurang berolah raga, semakin
tinggi tingkat estrogen dalam tubuh.

8. Kurangi makanan berlemak. Gaya hidup barat tertentu nampaknya dapat meningkatkan
risiko penyakit.

9. Usia > 50 th lakukan srening payudara teratur. 80% Kanker payudara terjadi pada usia >
50 th

10. Rileks / hindari stress berat. Menurunkan tingkat stress akan menguntungkan untuk semua
kesehatan secara menyeluruh termasuk risiko kanker payudara.

K. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul:

1. Nyeri akut / kronis b/d agen injuri fisik

2. Risiko infeksi b/d imunitas tubuh primer menurun, prosedur invasive, penyakit

3. PK: Perdarahan
4. Cemas b.d status kesehatan

5. Deficite Knolage b.d Kurang paparan sumber informasi

6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d faktor psikologis

7. Sindrom deficite self care b.d nyeri, kelemahan

RENPRA KANKER PAYUDARA

No Diagnosa Tujuan Intervensi


1 Nyeri Akut b/d Setelah dilakukan Manajemen nyeri :
agen injuri fisik askep …. jam · Kaji nyeri secara komprehensif
tingkat termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
kenyamanan klien frekuensi, kualitas dan faktor
meningkat, nyeri presipitasi.
terkontrol dengan · Observasi reaksi nonverbal dari
KH: ketidak nyamanan.
· klien melaporkan · Gunakan teknik komunikasi
nyeri berkurang, terapeutik untuk mengetahui
skala nyeri 2-3 pengalaman nyeri klien sebelumnya.
· Ekspresi wajah · Berikan lingkungan yang tenang
tenang & dapat · Ajarkan teknik non farmakologis
istirahat, tidur. (relaksasi, distraksi dll) untuk
· v/s dbn (TD mengetasi nyeri.
120/80 mmHg, N: · Berikan analgetik untuk mengurangi
60-100 x/mnt, RR: nyeri.
16-20x/mnt). · Evaluasi tindakan pengurang
nyeri/kontrol nyeri.
· Monitor penerimaan klien tentang
manajemen nyeri.

Administrasi analgetik :.
· Cek program pemberian analogetik;
jenis, dosis, dan frekuensi.
· Cek riwayat alergi.
· Monitor V/S
· Berikan analgetik tepat waktu
terutama saat nyeri muncul.
· Evaluasi efektifitas analgetik, tanda
dan gejala efek samping.

2 Risiko infeksi b/d Setelah dilakukan Konrol infeksi :


adanya luka askep …. jam tidak· Bersihkan lingkungan setelah
operasi, imunitas terdapat faktor dipakai pasien lain.
tubuh menurun, risiko infeksi dg· Batasi pengunjung bila perlu dan
prosedur invasive KH: anjurkan u/ istirahat yang cukup
· bebas dari gejala· Anjurkan keluarga untuk cuci tangan
infeksi, sebelum dan setelah kontak dengan
· angka lekosit klien.
normal (4-11.000) · Gunakan sabun anti microba untuk
· V/S dbn mencuci tangan.
· Lakukan cuci tangan sebelum dan
sesudah tindakan keperawatan.
· Gunakan baju dan sarung tangan
sebagai alat pelindung.
· Pertahankan lingkungan yang aseptik
selama pemasangan alat.
· Lakukan perawatan luka dan dresing
infus,DC setiap hari.
· Tingkatkan intake nutrisi. Dan cairan
yang adekuat
· berikan antibiotik sesuai program.

Proteksi terhadap infeksi


· Monitor tanda dan gejala infeksi
sistemik dan lokal.
· Monitor hitung granulosit dan WBC.
· Monitor kerentanan terhadap infeksi.
· Pertahankan teknik aseptik untuk
setiap tindakan.
· Inspeksi kulit dan mebran mukosa
terhadap kemerahan, panas, drainase.
· Inspeksi keadaan luka dan sekitarnya
· Monitor perubahan tingkat energi.
· Dorong klien untuk meningkatkan
mobilitas dan latihan.
· Instruksikan klien untuk minum
antibiotik sesuai program.
· Ajarkan keluarga/klien tentang tanda
dan gejala infeksi.dan melaporkan
kecurigaan infeksi.

3 PK: Perdarahan setelah dilakukan· Pantau tanda dan gejala perdarahan


perawatan ….. jam pada luka / luka post operasi.
perawat akan· Monitor V/S
mengurangi · Pantau laborat Hb, HMT. AT
komplikasi dari· kolaborasi untuk tranfusi bila
perdarahan dg KH: terjadi perdarahan (hb < 10 gr%)
· perdarahan· Kelola terpi sesuai order
berkurang. · Pantau daerah yang dilakukan
· HB > /= 10 gr % operasi
· Lakukan perawatan luka dengan
hati-hati dengan menekan daerah luka
dengan kassa steril dan tutuplah
dengan tehnik aseptic basah-basah /
kering-kering sesuai indikasi
· Pantau keadaan umum secara klinis

4 Cemas b.d status setelah dilakukan Penurunan kecemasan


kesehatan perawatan selama· Bina Hub. Saling percaya
….. jam cemas ps· Libatkan keluarga dalam
terkontrol dg KH : memberikan dukungan / suport mental
· Ps Mengungkapkan dan spiritual
cemas berkurang · Jelaskan semua Prosedur tindakan
· Dapat tidur dan yang akan dilakukan
rileks · Hargai pengetahuan ps tentang
· Pasien kooperatif penyakitnya
saat dilakukan· Bantu ps untuk mengefektifkan
tindakan sumber support
· Berikan reinfocement untuk
menggunakan Sumber Coping yang
efektif
5 Deficite Knolage setelah diberikan Teaching : Dissease Process
tentang penyakit penjelasan selama· Kaji tingkat pengetahuan klien dan
dan perawatannya …. X pengetahuan keluarga tentang proses penyakit
b.d Kurang paparan klien dan keluarga· Jelaskan tentang patofisiologi
thdp sumber meningkat dg KH: penyakit, tanda dan gejala serta
informasi, · ps mengerti proses penyebabnya
terbatasnya penyakitnya dan· Sediakan informasi tentang kondisi
kognitif Program prwtn klien
serta Th/ yg· Berikan informasi tentang
diberikan dg: perkembangan klien
· Ps mampu:· Diskusikan perubahan gaya hidup
Menjelaskan yang mungkin diperlukan untuk
kembali tentang apa mencegah komplikasi di masa yang
yang dijelaskan akan datang dan atau kontrol proses
· Pasien / keluarga penyakit
kooperatif · Diskusikan tentang pilihan tentang
terapi atau pengobatan
· Jelaskan alasan dilaksanakannya
tindakan atau terapi
· Gambarkan komplikasi yang
mungkin terjadi
· Anjurkan klien untuk mencegah
efek samping dari penyakit
· Gali sumber-sumber atau dukungan
yang ada
· Anjurkan klien untuk melaporkan
tanda dan gejala yang muncul pada
petugas kesehatan
6 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi
nutrisi kurang dari asuhan keperawatan· Kaji adanya alergi makanan.
kebutuhan tubuh … jam klien· Kaji makanan yang disukai oleh
b.d faktor menunjukan status klien.
psikologis nutrisi adekuat· Kolaborasi team gizi untuk
dengan KH: penyediaan nutrisi TKTP
· BB stabil · Anjurkan klien untuk meningkatkan
· tingkat energi asupan nutrisi TKTP dan banyak
adekuat mengandung vitamin C
· masukan nutrisi· Yakinkan diet yang dikonsumsi
adekuat mengandung cukup serat untuk
mencegah konstipasi.
· Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori.
· Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi.
Monitor Nutrisi
· Monitor BB jika memungkinkan
· Monitor respon klien terhadap
situasi yang mengharuskan klien
makan.
· Jadwalkan pengobatan dan tindakan
tidak bersamaan dengan waktu klien
makan.
· Monitor adanya mual muntah.
· Kolaborasi untuk pemberian terapi
sesuai order
· Monitor adanya gangguan dalam
input makanan misalnya perdarahan,
bengkak dsb.
· Monitor intake nutrisi dan kalori.
· Monitor kadar energi, kelemahan
dan kelelahan.

7 Sindrom defisit self Setelah dilakukan Bantuan perawatan diri


care b/d askep … jam klien · Monitor kemampuan pasien terhadap
kelemahan, dan keluarga dapat perawatan diri yang mandiri
penyakitnya merawat diri : · Monitor kebutuhan akan personal
activity daily hygiene, berpakaian, toileting dan
living (adl) dengan makan, berhias
kritria : · Beri bantuan sampai klien
· kebutuhan klien mempunyai kemapuan untuk merawat
sehari-hari diri
terpenuhi (makan, · Bantu klien dalam memenuhi
berpakaian, kebutuhannya sehari-hari.
toileting, berhias, · Anjurkan klien untuk melakukan
hygiene, oral aktivitas sehari-hari sesuai
higiene) kemampuannya
· klien bersih dan · Pertahankan aktivitas perawatan diri
tidak bau. secara rutin
· dorong untuk melakukan secara
mandiri tapi beri bantuan ketika klien
tidak mampu melakukannya.
· Berikan reinforcement positif atas
usaha yang dilakukan.
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN VULNUS LACERATUM

A. Pengertian
Mansjoer (2000) menyatakan “Vulnus Laseratum merupakan luka terbuka yang terdiri
dari akibat kekerasan tumpul yang kuat sehingga melampaui elastisitas kulit atau otot”.
Vulnus Laseratum ( luka robek ) adallah luka yang terjadi akibat kekerasan benda tumpul
, robekan jaringan sering diikuti kerusakan alat di dalam seperti patah tulang.

B. Etiologi
Luka dapat disebabkan oleh berbagai hal, yaitu:
1) Trauma mekanis yang disebabkan karena tergesek, terpotong, terbentur dan terjepit.
2) Trauma elektris dan penyebab cidera karena listrik dan petir.
3) Trauma termis, disebabkan oleh panas dan dingin.
4) Truma kimia, disebabkan oleh zat kimia yang bersifat asam dan basa serta zat iritif dan
berbagai korosif lainnya.

C. Patofisiologi
Vulnus laserrratum terjadi akibat kekerasan benda tumpul, goresan, jatuh, kecelakaan
sehingga kontuinitas jaringan terputus. Pada umumnya respon tubuh terhadap trauma akan
terjadi proses peradangan atau inflamasi.reaksi peradangan akan terjadi apabila jaringan
terputus.dalam keadaan ini ada peluang besar timbulnya infeksi yang sangat hebat.
Penyebabnya cepat yang di sebabkan oleh mikroorganisme yang biasanya tidak berbahaya.
Reaksi peradangan itu sebenarnya adalah peristiwa yang di koordinasikan dengan baik yang
dinamis dan kontinyu untuk menimbulkan reaksi peradangan maka jaringan harus hidup dan
harus di mikrosekulasi fungsional. Jika jaringan yang nekrosis luas maka reaksi peradangan
tak di temukan di tengah jaringan yang hidup dengan sirkulasi yang utuh terjadi pada tepinya
antara jaringan mati dan hidup.
Nyeri timbul karena kulit mengalami luka infeksi sehingga terjadi kerusakan
jaringan.sek-sel yang rusak akan membentuk zat kimia sehingga akan menurunkan ambang
stimulus terhadap reseptormekano sensitif dan hernosenssitif. Apabila nyeri di atas hal ini
dapat mengakibatkan gangguan rasa nyaman nyeri yang berlanjut istirahat atau tidur
terganggu dan terjadi ketertiban gerak.
D. Manifestasi Klinis
Menurut Mansjoer (2000) manifestasi klinis vulnus laceratum adalah sebagai berikut :
1. Luka tidak teratur
2. Jaringan rusak
3. Bengkak
4. Pendarahan
5. Akar rambut tampak hancur atau tercabut bila kekerasanya di daerah rambut
6. Tampak lecet atau memer di setiap luka.

E. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan diagnostik yang perlu di lakukan terutama jenis darah lengkap.tujuanya
untuk mengetahui tentang infeksi yang terjadi.pemeriksaannya melalui laboratorium.
2. Sel-sel darah putih.leukosit dapat terjadi kecenderungan dengan kehilangan sel pada lesi
luka dan respon terhadap proses infeksi.
3. Hitung darah lengkap.hematokrit mungkin tinggi atau lengkap.
4. Laju endap darah (LED) menunjukkan karakteristik infeksi.
5. Gula darah random memberikan petunjuk terhadap penyakit deabetus melitus

F. Penatalaksanaan
Dalam manajemen perawatan luka ada beberapa tahap yang dilakukan yaitu evaluasi
luka, tindakan antiseptik, pembersihan luka, penjahitan luka, penutupan luka, pembalutan,
pemberian antiboitik dan pengangkatan jahitan.
1. Evaluasi luka meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik (lokasi dan eksplorasi).
2. Tindakan Antiseptik, prinsipnya untuk mensucihamakan kulit. Untuk melakukan
pencucian/pembersihan luka biasanya digunakan cairan atau larutan antiseptik seperti:
a. Alkohol, sifatnya bakterisida kuat dan cepat (efektif).
b. Halogen dan senyawanya
c. Oksidansia
d. Logam berat dan garamnya
e. Asam borat, sebagai bakteriostatik lemah (konsentrasi 3%).
f. Derivat fenol
g. Basa ammonium kuartener, disebut juga etakridin (rivanol), merupakan turunan aridin
dan berupa serbuk berwarna kuning dam konsentrasi 0,1%. Kegunaannya sebagai antiseptik
borok bernanah, kompres dan irigasi luka terinfeksi (Mansjoer, 2000:390).
Dalam proses pencucian/pembersihan luka yang perlu diperhatikan adalah pemilihan
cairan pencuci dan teknik pencucian luka. Penggunaan cairan pencuci yang tidak tepat akan
menghambat pertumbuhan jaringan sehingga memperlama waktu rawat dan biaya
perawatan. Pemelihan cairan dalam pencucian luka harus cairan yang efektif dan aman
terhadap luka. Pembersihan Luka
Tujuan dilakukannya pembersihan luka adalah meninangkatkan, memperbaiki dan
mempercepat proses penyembuhan luka; menghindari terjadinya infeksi; membuang
jaringan nekrosis dan debris (InETNA, 2004:16).
Beberapa langkah yang harus diperhatikan dalam pembersihan luka yaitu :
a. Irigasi dengan sebanyak-banyaknya dengan tujuan untuk membuang jaringan mati dan
benda asing.
b. Hilangkan semua benda asing dan eksisi semua jaringan mati.
c. Berikan antiseptik
d. Bila diperlukan tindakan ini dapat dilakukan dengan pemberian anastesi lokal
e. Bila perlu lakukan penutupan luka (Mansjoer,2000: 398;400)
3. Penjahitan luka
Luka bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi serta berumur kurang dari 8 jam
boleh dijahit primer, sedangkan luka yang terkontaminasi berat dan atau tidak berbatas tegas
sebaiknya dibiarkan sembuh persekundam atau pertertiam.
4. Penutupan Luka
Penutupan luka adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang baik pada luka
sehingga proses penyembuhan berlangsung optimal.
5. Pembalutan
Pertimbangan dalam menutup dan membalut luka sangat tergantung pada kondisi luka.
Pembalutan berfungsi sebagai pelindung terhadap penguapan, infeksi, mengupayakan
lingkungan yang baik bagi luka dalam proses penyembuhan, sebagai fiksasi dan efek
penekanan yang mencegah berkumpulnya rembesan darah yang menyebabkan hematom.
6. Pemberian Antibiotik
Prinsipnya pada luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik dan pada luka
terkontaminasi atau kotor maka perlu diberikan antibiotik.
7. Pengangkatan Jahitan
Jahitan diangkat bila fungsinya sudah tidak diperlukan lagi. Waktu pengangkatan
jahitan tergantung dari berbagai faktor seperti, lokasi pengangkatan luka, usia, kesehatan,
sikap penderita dan adanya infeksi (Mansjoer,2000:398 ; Walton, 1990:44).

G. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Doenges (2000, p.217) menyatakan bahwa untuk mengkaji pasien dengan vulnus laseratum
di perlukan data-data sebagai berikut:
· Aktifitas atau istirahat
Gejala : merasa lemah, lelah.
Tanda : perubahan kesadaran, penurunan kekuatan tahanan keterbatasaan rentang gerak,
perubahan aktifitas.
· Sirkulasi
Gejala : perubahan tekanan darah atau normal.
Tanda : perubahan frekwensi jantung takikardi atau bradikardi.
· integritas ego
Gejala : perubahan tingkah laku dan kepribadian.
Tanda : ketakutan, cemas, gelisah.
· Eliminasi
Gejala : konstipasi, retensi urin.
Tanda : belum buang air besar selama 2 hari.
· Neurosensori
Gejala : vertigo, tinitus, baal pada ekstremitas, kesemutan, nyeri.
Tanda : sangat sensitif terhadap sentuhan dan gerakan, pusing, nyeri pada daerah cidera ,
kemerah-merahan.
· Nyeri / kenyamanan
Gejala : nyeri pada daerah luka bila di sentuh atau di tekan.
Tanda : wajah meringis, respon menarik pada rangsang nyeri yang hebat, gelisah, tidak bisa
tidur.
· Kulit
Gejala : nyeri, panas.
Tanda : pada luka warna kemerahan , bau, edema.
2. Diagnosa Keperawatan
· Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis, fisik.
· Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan factor mekanik
· Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan
3. Rencana Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Intervensi
Keperawatan
1 Nyeri akut NOC : NIC :
Berhubungan o Pain Level, o Lakukan pengkajian nyeri
dengan: Ageno pain control, secara komprehensif
injuri (biologi,o comfort level termasuk lokasi,
kimia,fisik, karakteristik, durasi,
psikologis), Setelah dilakukan frekuensi, kualitas dan
kerusakan jaringan tindakan keperawatan faktor presipitasi
DS: selama ….Pasien tidako Observasi reaksi non
o Laporan secara mengalami nyeri, verbal dari
verbal dengan kriteria hasil: ketidaknyamanan
DO: o Mampu mengontrolo Bantu pasien dan
o Posisi untuk nyeri (tahu penyebab keluarga untuk mencari
menahan nyeri nyeri, mampu dan menemukan
o Tingkah laku menggunakan tehnik dukungan
berhati-hati nonfarmakologi untuko Kontrol lingkungan yang
o Gangguan tidur mengurangi nyeri,dapat mempengaruhi
(mata sayu, tampak mencari bantuan) nyeri seperti suhu
capek, sulit atauo Melaporkan bahwa ruangan, pencahayaan
gerakan kacau, nyeri berkurang dan kebisingan
menyeringai) dengan menggunakano Kurangi faktor presipitasi
o Terfokus pada diri manajemen nyeri nyeri
sendiri o Mampu mengenalio Kaji tipe dan sumber
o Fokus menyempit nyeri (skala,nyeri untuk menentukan
(penurunan intensitas, frekuensi intervensi
persepsi waktu, dan tanda nyeri) o Ajarkan tentang teknik
kerusakan proseso Menyatakan rasanon farmakologi: napas
berpikir, penurunan nyaman setelah nyeri dala, relaksasi, distraksi,
interaksi dengan berkurang kompres hangat/ dingin
orang dano Tanda vital dalamo Berikan analgetik untuk
lingkungan) rentang normal mengurangi nyeri:……...
o Tingkah lakuo Tidak mengalamio Tingkatkan istirahat
distraksi, contoh : gangguan tidur oBerikan informasi tentang
jalan-jalan, nyeri seperti penyebab
menemui orang nyeri, berapa lama nyeri
lain dan/atau akan berkurang dan
aktivitas, aktivitas antisipasi
berulang-ulang) ketidaknyamanan dari
o Respon autonom prosedur
(seperti o Monitor vital sign
diaphoresis, sebelum dan sesudah
perubahan tekanan pemberian analgesik
darah, perubahan pertama kali
nafas, nadi dan
dilatasi pupil)
o Perubahan
autonomic dalam
tonus otot
(mungkin dalam
rentang dari lemah
ke kaku)
o Tingkah laku
ekspresif (contoh :
gelisah, merintih,
menangis,
waspada, iritabel,
nafas
panjang/berkeluh
kesah)
o Perubahan dalam
nafsu makan dan
minum
2 Kerusakan NOC NIC
integritas kulit o Tissue Integrity : Skin Pressure Management
berhubungan and Mucouso Anjurkan pasien untuk
dengan: Membranes Wound menggunakan pakaian
Eksternal : Healing : primer dan yang longgar
o Hipertermia atau sekunder o Hindari kerutan pada
hipotermia tempat tidur
o Substansi kimia Setelah dilakukano Jaga kebersihan kulit agar
o Kelembaban tindakan keperawatan tetap bersih dan kering
o Faktor mekanik selama…..kerusakan o Mobilisasi pasien (ubah
(misalnya: alat integritas kulit pasien posisi pasien) setiap dua
yang teratasi dengan jam sekali
dapatmenimbulkan kriteria hasil: o Monitor kulit akan
luka, tekanan,o Integritas kulit yang adanya kemerahan
restraint) baik bisao Oleskan lotion atau
o Immobilitas fisik dipertahankan minyak/baby oil pada
o Radiasi (sensasi, elastisitas, derah yang tertekan
o Usia yang ekstrim temperatur, hidrasi,o Monitor aktivitas dan
o Kelembaban kulit pigmentasi) mobilisasi pasien
o Obat-obatanInternalo Tidak ada luka/lesio Monitor status nutrisi
: pada kulit pasien
o Perubahan statuso Perfusi jaringan baik o Memandikan pasien
metabolik o Menunjukkan dengan sabun dan air
o Tonjolan tulang pemahaman dalam hangat
o Defisit imunologi proses perbaikano Kaji lingkungan dan
o Berhubungan kulitdan mencegah peralatan yang
dengandengan terjadinya sedera menyebabkan tekanan
perkembangan berulang o Observasi luka : lokasi,
o Perubahan sensasi o Mampu melindungi dimensi, kedalaman luka,
o Perubahan status kulit dan karakteristik, warna
nutrisi (obesitas, mempertahankan cairan, granulasi,
kekurusan) kelembaban kulit dan jaringan nekrotik, tanda-
o Perubahan status perawatan alami tanda infeksi lokal,
cairan o Menunjukkan formasi traktus
o Perubahan terjadinya proseso Ajarkan pada keluarga
pigmentasi penyembuhan luka tentang luka dan
o Perubahan sirkulasi perawatan luka
o Perubahan turgor o Kolaborasi ahli gizi
(elastisitas kulit) pemberian diae TKTP,
DO: vitamin
o Gangguan pada o Cegah kontaminasi feses
bagian tubuh dan urin
o Kerusakan lapisan o Lakukan tehnik
kulit (dermis) perawatan luka dengan
o Gangguan steril
permukaan kulit o Berikan posisi yang
(epidermis) mengurangi tekanan pada
luka

3 Intoleransi NOC : NIC :


aktivitas o Self Care: ADLs o Observasi adanya
Berhubungan o Toleransiaktivitas pembatasan klien dalam
dengan : o Konservasi eneergi melakukan aktivitas
o Tirah Baring atau o Kaji adanya faktor yang
imobilisasi Setelah dilakukan menyebabkan kelelahan
o Kelemahan tindakan keperawatano Monitor nutrisi dan
menyeluruh selama …. Pasien sumber energi yang
o Ketidakseimbangan bertoleransi terhadap adekuat
antara suplei aktivitas dengano Monitor pasien akan
oksigen dengan Kriteria Hasil : adanya kelelahan fisik
kebutuhan o Berpartisipasi dalam dan emosi secara
o Gaya hidup yang aktivitas fisik tanpa berlebihan
dipertahankan. disertai peningkatano Monitor respon
DS: tekanan darah, nadi kardivaskuler terhadap
o Melaporkan secara dan RR aktivitas (takikardi,
verbal adanyao Mampu melakukan disritmia, sesak nafas,
kelelahan atau aktivitas sehari hari diaporesis, pucat,
kelemahan. (ADLs) secara perubahan hemodinamik)
o Adanya dyspneu mandiri o Monitor pola tidur dan
atau o Keseimbangan lamanya tidur/istirahat
ketidaknyamanan aktivitas dan istirahat pasien
saat beraktivitas o Kolaborasikan dengan
DO : Tenaga Rehabilitasi
o Respon abnormal Medik dalam
dari tekanan darah merencanakan progran
atau nadi terhadap terapi yang tepat
aktifitas o Bantu klien untuk
o Perubahan ECG: mengidentifikasi
aritmia, iskemia aktivitas yang mampu
dilakukan
o Bantu untuk memilih
aktivitas konsisten yang
sesuai dengan
kemampuan fisik,
psikologi dan sosial
o Bantu untuk
mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber
yang diperlukan untuk
aktivitas yang diinginkan
o Bantu untuk mendpatkan
alat bantuan aktivitas
seperti kursi roda, krek
o Bantu untuk
mengidentifikasi
aktivitas yang disukai
o Bantu klien untuk
membuat jadwal latihan
diwaktu luang
o Bantu pasien/keluarga
untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas
o Sediakan penguatan
positif bagi yang aktif
beraktivitas
o Bantu pasien untuk
mengembangkan
motivasi diri dan
penguatan
o Monitor respon fisik,
emosi, sosial dan
spiritual
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Pediatrik Klinis. (terjemahan) Edisi 6.
EGC: Jakarta.
Chada, P.V. 1993. Catatan Kuliah Ilmu Forensik & Teknologi (Terjemahan). Widya Medika:
Jakarta.
Doenges, M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien (Terjemahan). Edisi EGC: Jakarta.
Guyton & Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran (Terjemahan). Edisi 9. EGC: Jakarta
Mansjoer,A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Medika Auskulapius FKUI:
Jakarta.
Nanda. 2006. Panduan Diagnosa Keperawatan. Prima Medika: Jakarta.
Willson.J.M. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 7. EGC: Jakarta.
Tucker.S.M. 1998. Standar Keperawatan Pasien Proses Keperawatan Diagnosa dan Evaluasi
(Terjemahan). Volume 2. Edisi 2. EGC: Jakarta.

DAFTAR PUSTAKA

Elizabeth, J, Corwin. (2009). Biku saku Fatofisiologi, EGC, Jakarta.


Fatma. (2010). Askep Appendicitis. Diakses http://fatmazdnrs.blogspot.com/2010/08/askep-
appendicitis.html pada tanggal 09 Mei 2012.
Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA
Intervention Project, Mosby.
Mansjoer, A. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius FKUI
Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second Edition, IOWA
Intervention Project, Mosby.
NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.
Nuzulul. (2009). Askep Appendicitis. Diakses http://nuzulul.fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-
35840-Kep%20Pencernaan Askep%20Apendisitis.html tanggal 09 Mei 2012.
Smeltzer, Bare (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner & suddart. Edisi 8.
Volume 2. Jakarta, EGC

Anda mungkin juga menyukai