Asuhan Keperawatan Fraktur Dengan Nanda Bedah
Asuhan Keperawatan Fraktur Dengan Nanda Bedah
A. Pengertian:
Fraktur adalah terputusnya keutuhan tulang, umumnya akibat trauma tenaga fisik ( Price
,1995).
Fraktur digolongkan sesuai jenis dan arah garis fraktur.
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya,fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat
diabsorbsinya ( Smelter & Bare 2002) .
B. Patofisiologis :
C. Komplikasi fraktur
1. Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi
yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring
2. Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi dengan
kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.
3. Nonunion, patah tulang yang tidak menyambung kembali.
4. Compartment syndroma adalah suatu keadaan peningkatan takanan yang berlebihan
di dalam satu ruangan yang disebabkan perdarahan masif pada suatu tempat.
5. Syok
6. Fat embalism syndroma, tetesan lemak masuk ke dalam pembuluh darah. Faktor
resiko terjadinya emboli lemakada fraktur meningkat pada laki-laki usia 20-40 tahun,
usia 70 sam pai 80 fraktur tahun.
7. Tromboembolic complicastion, trombo vena dalam sering terjadi pada individu
yang imobiil dalm waktu yang lama karena trauma atau ketidak mampuan lazimnya
komplikasi pada perbedaan ekstremitas bawah atau trauma komplikasi paling fatal
bila terjadi pada bedah ortopedil
8. Infeksi
9. Avascular necrosis, pada umumnya berkaitan dengan aseptika atau necrosis iskemia.
10. Refleks symphathethic dysthropy, hal ini disebabkan oleh hiperaktif sistem saraf
simpatik abnormal syndroma ini belum banyak dimengerti. Mungkin karena nyeri,
perubahan tropik dan vasomotor instability.
D. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Administrasi analgetik :.
1. Cek program pemberian
analgetik; jenis, dosis,
dan frekuensi.
2. Cek riwayat alergi.
3. Tentukan analgetik
pilihan, rute pemberian
dan dosis optimal.
4. Monitor TTV.
5. Berikan analgetik tepat
waktu terutama saat
nyeri muncul.
6. Evaluasi efektifitas
analgetik, tanda dan
gejala efek samping.
Pendidikan kesehatan
1. Edukasi pada pasien dan
keluarga pentingnya
ambulasi dini.
2. Edukasi pada pasien dan
keluarga tahap ambulasi.
3. Berikan reinforcement
positip atas usaha yang
dilakukan pasien.
6 Kurang pengetahuan Setelah dilakukan askep …. Pendidikan kesehatan :
tentang penyakit dan Jam pengetahuan pasien proses penyakit
perawatannya meningkat dg KH: 1. Kaji pengetahuan pasien.
berhubungan dengan 1. Pasien dapat 2. Jelaskan proses
1. Kurang paparan mengungkapkan kembali yg terjadinya penyakit,
terhadap dijelaskan. tanda gejala serta
informasi. 2. Pasien kooperatif saat komplikasi yang
2. Keterbatasan dilakukan tindakan mungkin terjadi.
kognitif 3. Berikan informasi pada
keluarga tentang
perkembangan pasien.
4. Berikan informasi pada
pasien dan keluarga
tentang tindakan yang
akan dilakukan.
5. Diskusikan pilihan
terapi.
6. Berikan penjelasan
tentang pentingnya
ambulasi dini.
7. Jelaskan komplikasi
kronik yang mungkin
akan muncul
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN APENDIKSITIS
A. Pengertian
Apendiksitis adalah peradangan dari apendiks dan merupakan penyebab abdomen
akut yang paling sering (Mansjoer,2000).
Apendiksitis adalah radang apendiks, suatu tambahan seperti kantung yang tak
berfungsi terletak pada bagian inferior dari sekum. Penyebab yang paling umum dari
apendisitis adalah abstruksi lumen oleh feses yang akhirnya merusak suplai aliran
darah dan mengikis mukosa menyebabkan inflamasi (Wilson & Goldman, 1989).
Apendiksitis merupakan penyakit prototip yang berlanjut melalui peradangan,
obstruksi dan iskemia di dalam jangka waktu bervariasi (Sabiston, 1995).
Apendiksitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah
kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat
(Smeltzer, 2001).
B. Patofisiologi
C. RENCANA KEPERAWATAN
PRE OPERASI
DIAGNOSA
NO KEPERAW NOC NIC RASIONAL
ATAN
1. Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan 1.1 Kaji tingkat nyeri, 1.1 Untuk mengetahui sejauh mana tingkat nyeri dan
berhubungan keperawatan, diharapkan lokasi dan merupakan indiaktor secara dini untuk dapat
dengan agen nyeri pasien berkurang karasteristik nyeri. memberikan tindakan selanjutnya.
injuri biologi dengan kriteria hasil: 1.2 Jelaskan pada pasien 1.2 Informasi yang tepat dapat menurunkan tingkat
(distensi 1. Pasien mampu tentang penyebab kecemasan pasien dan menambah pengetahuan pasien
jaringan mengontrol nyeri (tahu nyeri. tentang nyeri.
intestinal penyebab nyeri, 1.3 Ajarkan tehnik 1.3 Napas dalam dapat menghirup O2 secara adequate
oleh mampu menggunakan untuk pernafasan sehingga otot-otot menjadi relaksasi sehingga dapat
inflamasi) tehnik nonfarmakologi diafragmatik lambat mengurangi rasa nyeri.
untuk mengurangi / napas dalam.
nyeri, mencari 1.4 Berikan aktivitas 1.4 Meningkatkan relaksasi dan dapat meningkatkan
bantuan). hiburan (ngobrol kemampuan kooping.
2. Melaporkan bahwa dengan anggota
nyeri berkurang dengan keluarga).
menggunakan 1.5 Observasi tanda-
manajemen nyeri. tanda vital. 1.5 Deteksi dini terhadap perkembangan kesehatan pasien
3. Tanda vital dalam 1.6 Kolaborasi dengan
rentang norma. tim medis dalam 1.6 Sebagai profilaksis untuk dapat menghilangkan rasa
4. TD (systole 110- pemberian analgetik nyeri.
130mmHg, diastole 70-
90mmHg), HR(60-
100x/menit), RR (16-
24x/menit), suhu (36,5-
37,50C).
5. Klien tampak rileks
mampu tidur/istirahat
2. Perubahan Setelah dilakukan asuhan 1. Pastikan kebiasaan membantu dalam pembentukan jadwal irigasi efektif
pola keperawatan, diharapkan defekasi klien dan gaya
eliminasi konstipasi klien teratasi hidup sebelumnya. kembalinya fungsi gastriintestinal mungkin terlambat oleh
(konstipasi) dengan kriteria hasil: 2. Auskultasi bising usus inflamasi intra peritonial
berhubungan BAB 1-2 kali/hari masukan adekuat dan serat, makanan kasar memberikan
dengan Feses lunak bentuk dan cairan adalah faktor penting dalam menentukan
penurunan Bising usus 5-30 konsistensi feses.
peritaltik. kali/menit 3. Tinjau ulang pola diet dan makanan yang tinggi serat dapat memperlancar pencernaan
jumlah / tipe masukan sehingga tidak terjadi konstipasi.
cairan.
obat pelunak feses dapat melunakkan feses sehingga tidak
terjadi konstipasi.
7.Kolaborasi pemberian
cairan IV dan elektrolit
4. Cemas Setelah dilakukan asuhan
1. Evaluasi tingkat ansietas, ketakutan dapat terjadi karena nyeri hebat, penting pada
berhubungan keperawatan, diharapkan catat verbal dan non verbal prosedur diagnostik dan pembedahan.
dengan akan kecemasab klien pasien. dapat meringankan ansietas terutama ketika pemeriksaan
dilaksanakan berkurang dengan kriteria tersebut melibatkan pembedahan.
operasi. hasil: membatasi kelemahan, menghemat energi dan
Melaporkan ansietas
2. Jelaskan dan persiapkan meningkatkan kemampuan koping.
menurun sampai tingkat untuk tindakan prosedur Mengurangi kecemasan klien
teratasi sebelum dilakukan
Tampak rileks
3. Jadwalkan istirahat
adekuat dan periode
menghentikan tidur.
POST OPERASI
DIAGNOSA
NO NOC NIC RASIONAL
KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji skala nyeri Berguna dalam pengawasan dan keefesien obat,
agen injuri fisik (luka insisi keperawatan, diharapkan lokasi, kemajuan penyembuhan,perubahan dan karakteristik
post operasi appenditomi). nyeri berkurang dengan karakteristik dan nyeri.
kriteria hasil: laporkan deteksi dini terhadap perkembangan kesehatan pasien.
Melaporkan nyeri perubahan nyeri Menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah
berkurang dengan tepat. dengan posisi terlentang.
Klien tampak rileks Meningkatkan kormolisasi fungsi organ.
Dapat tidur dengan tepat2. Monitor tanda- meningkatkan relaksasi.
Tanda-tanda vital dalam tanda vital Menghilangkan nyeri.
batas normal
TD (systole 110-130mmHg,
diastole 70-90mmHg), 3. Pertahankan
HR(60-100x/menit), RR istirahat dengan
(16-24x/menit), suhu (36,5- posisi semi
37,50C) powler.
4. Dorong
ambulasi dini.
5. Berikan
aktivitas
hiburan.
6. Kolborasi tim
dokter dalam
pemberian
analgetika.
2. Resiko infeksi berhubungan Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji adanya Dugaan adanya infeksi
dengan tindakan invasif (insisi keperawatan diharapkan tanda-tanda
post pembedahan). infeksi dapat diatasi dengan infeksi pada area Dugaan adanya infeksi/terjadinya sepsis, abses,
kriteria hasil: insisi peritonitis
Klien bebas dari tanda-
2. Monitor tanda- mencegah transmisi penyakit virus ke orang lain.
tanda infeksi tanda vital.
Menunjukkan Perhatikan mencegah meluas dan membatasi penyebaran
kemampuan untuk demam, organisme infektif / kontaminasi silang.
mencegah timbulnya infeksi menggigil, menurunkan resiko terpajan.
Nilai leukosit (4,5- berkeringat,
11ribu/ul) perubahan terapi ditunjukkan pada bakteri anaerob dan hasil
mental aerob gra negatif.
3. Lakukan teknik
isolasi untuk
infeksi enterik,
termasuk cuci
tangan efektif.
4. Pertahankan
teknik aseptik
ketat pada
perawatan luka
insisi / terbuka,
bersihkan
dengan betadine.
5. Awasi / batasi
pengunjung dan
siap kebutuhan.
6. Kolaborasi tim
medis dalam
pemberian
antibiotik
3. Defisit self care berhubungan Setelah dilakukan asuhan 1. Mandikan Agar badan menjadi segar, melancarkan peredaran
dengan nyeri. keperawatan diharapkan pasien setiap darah dan meningkatkan kesehatan.
kebersihan klien dapt hari sampai
dipertahankan dengan klien mampu
kriteria hasil: melaksanakan Untuk melindungi klien dari kuman dan
klien bebas dari bau sendiri serta cuci meningkatkan rasa nyaman
badan rambut dan Agar klien dan keluarga dapat termotivasi untuk
klien tampak bersih potong kuku menjaga personal hygiene.
ADLs klien dapat klien. Agar klien merasa tersanjung dan lebih kooperatif
mandiri atau dengan
2. Ganti pakaian dalam kebersihan
bantuan yang kotor Agar keterampilan dapat diterapkan
dengan yang
bersih. Klien merasa nyaman dengan tenun yang bersih serta
mencegah terjadinya infeksi.
3. Berikan Hynege
Edukasi pada
klien dan
keluarganya
tentang
pentingnya
kebersihan diri.
4. Berikan pujian
pada klien
tentang
kebersihannya.
5. Bimbing
keluarga klien
memandikan /
menyeka pasien
6. Bersihkan dan
atur posisi serta
tempat tidur
klien.
4. Kurang pengetahuan tentang Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji ulang Memberikan informasi pada pasien untuk
kondisi prognosis dan keperawatan diharapkan pembatasan merencanakan kembali rutinitas biasa tanpa
kebutuhan pengobatan b.d pengetahuan bertambah aktivitas menimbulkan masalah.
kurang informasi. dengan kriteria hasil: pascaoperasi Membantu kembali ke fungsi usus semula mencegah
menyatakan pemahaman ngejan saat defekasi
proses penyakit, pengobatan
dan 2. Anjuran Pemahaman meningkatkan kerja sama dengan terapi,
berpartisipasi dalam menggunakan meningkatkan penyembuhan
program pengobatan laksatif/pelembe
k feses ringan
bila perlu dan Upaya intervensi menurunkan resiko komplikasi
hindari enema lambatnya penyembuhan peritonitis.
3. Diskusikan
perawatan insisi,
termasuk
mengamati
balutan,
pembatasan
mandi, dan
kembali ke
dokter untuk
mengangkat
jahitan/pengikat
4. Identifikasi
gejala yang
memerlukan
evaluasi medic,
contoh
peningkatan
nyeri
edema/eritema
luka, adanya
drainase, demam
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN CEDERA KEPALA
A. PENGERTIAN
Cedera kepala adalah serangkainan kejadian patofisiologik yang terjadi setelah
trauma kepala ,yang dapat melibatkan kulit kepala ,tulang dan jaringan otak atau
kombinasinya (Standar Pelayanan Mendis ,RS DR Sardjito)
Cendera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada
kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas .(Mansjoer
Arif ,dkk ,2000)
B. ETIOLOGI
1. Kecelakaan lalu lintas
2 Kecelakaan kerja
3. Trauma pada olah raga
4. Kejatuhan benda
5. Luka tembak
C. KLASIFIKASI
Berat ringannya cedera kepala bukan didasarkan berat ringannya gejala yang muncul setelah
cedera kepala. Ada beberapa klasifikasi yang dipakai dalam menentukan derajat cedera
kepaka. Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagi aspek ,secara praktis dikenal 3
deskripsi klasifikasi yaitu berdasarkan
Berdasarkan mekanisme, cedera kepala dibagi atas cedera kepala tumpul dan cedera kepala
tembus. Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan mobil-motor, jatuh
atau pukulan benda tumpul. Cedera kepala tembus disebabkan oleh peluru atau tusukan.
Adanya penetrasi selaput durameter menentukan apakah suatu cedera termasuk cedera
tembus atau cedera tumpul.
2. Beratnya Cedera
Glascow coma scale ( GCS) digunakan untuk menilai secara kuantitatif kelainan
neurologis dan dipakai secara umum dalam deskripsi beratnya penderita cedera kepala
a. Cedera Kepala Ringan (CKR).
GCS 13– 15, dapat terjadi kehilangan kesadaran ( pingsan ) kurang dari 30 menit atau
mengalami amnesia retrograde. Tidak ada fraktur tengkorak, tidak ada kontusio cerebral
maupun hematoma
b. Cedera Kepala Sedang ( CKS)
GCS 9 –12, kehilangan kesadaran atau amnesia retrograd lebih dari 30
menit tetapi kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur tengkorak.
c. Cedera Kepala Berat (CKB)
GCS lebih kecil atau sama dengan 8, kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih
dari 24 jam. Dapat mengalami kontusio cerebral, laserasi atau hematoma intracranial.
Skala Koma Glasgow
No RESPON NILAI
1 Membuka Mata :
Spontan 4
Terhadap rangsangan suara 3
Terhadap nyeri 2
Tidak ada 1
2 Verbal :
Orientasi baik 5
Orientasi terganggu 4
Kata-kata tidak jelas 3
Suara tidak jelas 2
Tidak ada respon 1
3 Motorik :
Mampu bergerak 6
Melokalisasi nyeri 5
Fleksi menarik 4
Fleksi abnormal 3
Ekstensi 2
Tidak ada respon 1
Total 3-15
3. Morfologi Cedera
Secara Morfologi cedera kepala dibagi atas :
a. Fraktur kranium
Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dan dapat terbentuk garis atau
bintang dan dapat pula terbuka atau tertutup. Fraktur dasar tengkorak biasanya merupakan
pemeriksaan CT Scan untuk memperjelas garis frakturnya. Adanya tanda-tanda klinis fraktur
dasar tengkorak menjadikan petunjuk kecurigaan untuk melakukan pemeriksaan lebih rinci.
Tanda-tanda tersebut antara lain :
* Ekimosis periorbital ( Raccoon eye sign)
* Ekimosis retro aurikuler (Battle`sign )
* Kebocoran CSS ( rhonorrea, ottorhea) dan
* Parese nervus facialis ( N VII )
Sebagai patokan umum bila terdapat fraktur tulang yang menekan ke dalam, lebih tebal dari
tulang kalvaria, biasanya memeerlukan tindakan pembedahan.
b. Lesi Intrakranial
Lesi ini diklasifikasikan dalam lesi local dan lesi difus, walaupun kedua jenis lesi sering
terjadi bersamaan.
Termasuk lesi lesi local ;
Perdarahan Epidural
Perdarahan Subdural
Kontusio (perdarahan intra cerebral)
Cedera otak difus umumnya menunjukkan gambaran CT Scan yang normal, namun keadaan
klinis neurologis penderita sangat buruk bahkan dapat dalam keadaan koma. Berdasarkan
pada dalamnya koma dan lamanya koma, maka cedera otak difus dikelompokkan menurut
kontusio ringan, kontusio klasik, dan Cedera Aksona Difus ( CAD).
1) Perdarahan Epidural
Hematoma epidural terletak diantara dura dan calvaria. Umumnya terjadi pada regon
temporal atau temporopariental akibat pecahnya arteri meningea media ( Sudiharto 1998).
Manifestasi klinik berupa gangguan kesadaran sebentar dan dengan bekas gejala (interval
lucid) beberapa jam. Keadaan ini disusul oleh gangguan kesadaran progresif disertai
kelainan neurologist unilateral. Kemudian gejala neurology timbul secara progresif berupa
pupil anisokor, hemiparese, papil edema dan gejala herniasi transcentorial.
Perdarahan epidural difossa posterior dengan perdarahan berasal dari sinus lateral, jika
terjadi dioksiput akan menimbulkan gangguan kesadaran, nyeri kepala, muntah ataksia
serebral dan paresis nervi kranialis. Cirri perdarahan epidural berbentuk bikonveks atau
menyerupai lensa cembung
2) Perdarahan subdural
Perdarahan subdural lebih sering terjadi daripada perdarahan epidural( kira-kira 30 % dari
cedera kepala berat). Perdarahan ini sering terjadi akibat robeknya vena-vena jembatan yang
terletak antara kortek cerebri dan sinus venous tempat vena tadi bermuara, namun dapat
terjadi juga akibat laserasi pembuluh arteri pada permukaan otak. Perdarahan subdural
biasanya menutupi seluruh permukaan hemisfer otak dan kerusakan otak dibawahnya lebih
berat dan prognosisnya jauh lebih buruk daripada perdarahan epidural.
3) Kontusio dan perdarahan intracerebral
Kontusio cerebral sangat sering terjadi di frontal dan lobus temporal, walau terjadi juga pada
setiap bagian otak, termasuk batang otak dan cerebellum. Kontusio cerebri dapat saja terjadi
dalam waktu beberapa hari atau jam mengalami evolusi membentuk perdarahan
intracerebral. Apabila lesi meluas dan terjadi penyimpangan neurologist lebih lanjut
4) Cedera Difus
Cedera otak difus merupakan kelanjutan kerusakan otak akibat akselerasi dan deselerasi, dan
ini merupakan bentuk yang lebih sering terjadi pada cedera kepala.
Komosio Cerebro ringan akibat cedera dimana kesadaran tetap tidak terganggu, namun
terjadi disfungsi neurologist yang bersifat sementara dalam berbagai derajat. Cedera ini
sering terjadi, namun karena ringan sering kali tidak diperhatikan, bentuk yang paling ringan
dari kontusio ini adalah keadaan bingung dan disorientasi tanpa amnesia retrograd, amnesia
integrad ( keadaan amnesia pada peristiwa sebelum dan sesudah cedera) Komusio cedera
klasik adalah cedera yang mengakibatkan menurunya atau hilangnya kesadaran. Keadaan ini
selalu disertai dengan amnesia pasca trauma dan lamanya amnesia ini merupakan ukuran
beratnya cedera. Hilangnya kesadaran biasanya berlangsung beberapa waktu lamanya dan
reversible. Dalam definisi klasik penderita ini akan sadar kembali dalam waktu kurang dari 6
jam. Banyak penderita dengan komosio cerebri klasik pulih kembali tanpa cacat neurologist,
namun pada beberapa penderita dapat timbul deficit neurogis untuk beberapa waktu. Defisit
neurologist itu misalnya : kesulitan mengingat, pusing ,mual, amnesia dan depresi serta
gejala lainnya. Gejala-gejala ini dikenal sebagai sindroma pasca komosio yang dapat cukup
berat. Cedera Aksonal difus ( Diffuse Axonal Injuri,DAI) adalah dimana penderita
mengalami coma pasca cedera yang berlangsung lama dan tidak diakibatkan oleh suatu lesi
masa atau serangan iskemi. Biasanya penderita dalam keadaan koma yang dalam dan tetap
koma selama beberapa waktu, penderita sering menunjukkan gejala dekortikasi atau
deserebasi dan bila pulih sering tetap dalam keadaan cacat berat, itupun bila bertahan hidup.
Penderita sering menunjukkan gejala disfungsi otonom seperti hipotensi, hiperhidrosis dan
hiperpireksia dan dulu diduga akibat cedera batang otak primer.
D. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinik dari cedera kepala tergantung dari berat ringannya cedera kepala.
Perubahan kesadaran adalah merupakan indicator yang paling sensitive yang dapat dilihat
dengan penggunaan GCS ( Glascow Coma Scale) dan adanya peningkatan tekanan TIK yang
mempunyai trias Klasik seperti : nyeri kepala karena regangan dura dan pembuluh darah;
papil edema yang disebabkan oleh tekanan dan pembengkakan diskus optikus; muntah
seringkali proyektil.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium
X-Ray, foto tengkorak 3 posisi
CT scan
Foto cervical bila ada tanda-tanda fraktur cervical
Aeteriografi
F. KOMPLIKASI
a. Perdarahan intra cranial
- Epidural
- Subdural
- Sub arachnoid
- Intraventrikuler
Malformasi faskuler
- Fstula karotiko-kavernosa
- Fistula cairan cerebrospinal
- Epilepsi
- Parese saraf cranial
- Meningitis atau abses otak
- Sinrom pasca trauma
b. Tindakan :
- infeksi
- Perdarahan ulang
- Edema cerebri
- Pembengkakan otak
G. PENATALAKSANAAN
Administrasi analgetik :.
Cek program pemberian analgetik;
jenis, dosis, dan frekuensi.
Cek riwayat alergi.
Tentukan analgetik pilihan, rute
pemberian dan dosis optimal.
Monitor TV
Berikan analgetik tepat waktu
terutama saat nyeri muncul.
Evaluasi efektifitas analgetik, tanda
gejala dan efek samping.
2 Risiko infeksi b/d Setelah dilakukan Konrol infeksi :
imunitas tubuh asuhan Bersihkan lingkungan setelah
primer menurun, keperawatan … dipakai pasien lain.
prosedur invasive, jam tidak Batasi pengunjung bila perlu.
adanya luka terdapat faktor Intruksikan kepada pengunjung
risiko infeksi dg untuk mencuci tangan saat berkunjung
KH: dan sesudahnya.
Tdk ada tanda- Gunakan sabun anti miroba untuk
tanda infeksi mencuci tangan.
AL normal Lakukan cuci tangan sebelum dan
V/S dbn sesudah tindakan keperawatan.
Gunakan baju dan sarung tangan
sebagai alat pelindung.
Pertahankan lingkungan yang
aseptik selama pemasangan alat.
Lakukan perawatan luka, dainage,
dresing infus dan dan kateter setiap
hari.
Monitor Nutrisi
Monitor BB jika memungkinkan
Monitor respon klien terhadap
situasi yang mengharuskan klien
makan.
Jadwalkan pengobatan dan tindakan
tidak bersamaan dengan waktu klien
makan.
Monitor adanya mual muntah.
Monitor adanya gangguan dalam
input makanan misalnya perdarahan,
bengkak dsb.
Monitor intake nutrisi dan kalori.
Monitor kadar energi, kelemahan
dan kelelahan.
4 PK: Setelah dilakukan Pantau tanda gejala peningkatan
PeningkatanTIK asuhan TIK ( kaji GCS, TV, respon pupil,,
keperawatan … muntah, sakit kepala, letargi, gelisah,
jam perawat akan nafas keras, gerakan tak bertujuan,
mengatasi dan perubahan mental)
mengurangi Atur posisi tidur klien dengan
episode dari tempat tidur bagian kepala lebuh tinggi
peningkatan TIK (30-40 derajat) kecuali
dikontraindikasikan.
Hindari massage, fleksi / rotasi
leher berlebihan, stimulasi anal dengan
jari, mengejan, perubahan posisi yang
cepat
Ajarkan klien untuk ekspirasi
selama perubahan posisi.
berika lingkungan yang tenang dan
tingkatkan istirahat
Pantau V/S
Pantau AGD
Kolaborasi dengan dokter untuk
terapinya
pantau status hidrasi
5 Kurang Setelah dilakukan Pendidikan kesehatan : proses
pengetahuan askep …. Jam penyakit
tentang penyakit pengetahuan klien Kaji pengetahuan klien.
dan perawatannya meningkat dg KH: Jelaskan proses terjadinya penyakit,
b/d kurang paparan Klien dapat tanda gejala serta komplikasi yang
terhadap informasi, mengungkapkan mungkin terjadi
keterbatan kognitif kembali yg Berikan informasi pada keluarga
dijelaskan. tentang perkembangan klien.
Klien kooperatif Berikan informasi pada klien dan
saat dilakukan keluarga tentang tindakan yang akan
tindakan dilakukan.
diskusikan pilihan terapi
Berikan penjelasan tentang
pentingnya tirah baring
jelaskan komplikasi kronik yang
mungkin akan muncul bila klien tidak
patuh
6 Sindrom defisit self Setelah dilakukan Bantuan perawatan diri
care b/d askep … jam klien Monitor kemampuan pasien terhadap
kelemahan, dan keluarga dapat perawatan diri yang mandiri
penyakitnya merawat diri : Monitor kebutuhan akan personal
dengan kritria : hygiene, berpakaian, toileting dan
kebutuhan klien makan, berhias
sehari-hari Beri bantuan sampai klien
terpenuhi (makan, mempunyai kemapuan untuk merawat
berpakaian, diri
toileting, berhias, Bantu klien dalam memenuhi
hygiene, oral kebutuhannya sehari-hari.
higiene) Anjurkan klien untuk melakukan
klien bersih dan aktivitas sehari-hari sesuai
tidak bau. kemampuannya
Pertahankan aktivitas perawatan diri
secara rutin
dorong untuk melakukan secara
mandiri tapi beri bantuan ketika klien
tidak mampu melakukannya.
Berikan reinforcement positif atas
usaha yang dilakukan.
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN LUKA BAKAR
A. DEFINISI
Luka bakar adalah suatu luka yang disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber
panas kepada tubuh.
Luka baker adalah injury pada jaingan yang disebabkan oleh panas (thermal), kimia,
elektrik dan radiasi
B. ETIOLOGI
Luka bakar dapat disebabkan oleh panas, sinar ultraviolet, sinar X, radiasi nuklir, listrik,
bahan kimia, abrasi mekanik. Luka bakar yang disebabkan oleh panas api, uap atau cairan
yang dapat membakar merupakan hal yang lasim dijumpai dari luka bakar yang parah.
Pedoman lain tentang pengukuran luas luka bakar dengan menggunakan rule of nine yaitu :
ala 9 %
b. Badan ; thorak & abdomen anterior 18 %, posterior 18 %
c. Genital 1 %
d. Ekstremitas atas masing-masing 9 %
e. Ekstremitas bawah masing-masing 18 %
3. Usia
Luka bakar yang bagaimanapun dalam dan luasnya menyebabkan kematian yang lebih tinggi
pada anak – anak di bawah usia 2 tahun dan di atas usia 60 tahun. Kematian pada anak –
anak disebabkan oleh sistem imun yang belum sempurna, pada orang dewasa sering kali
terdapat penyakit sampingan yang dapat memperparahnya.
4. Penyakit sampingan
DM, payah jantung kongesti, sakit paru-paru dan pengobatan kronis dengan obat-obatan
yang menekan kekebalan adalah beberapa penyakit sampingan yang dapat berpengaruh
negatif terhadap kondisi luka bakar.
5. Lokasi luka bakar
Lokasi juga merupakan salah satu penentu keparahan dari luka bakar, misalnya luka bakar
pada tangan yang dapat meninggalkan bekas dan menyebabkan kontraktur yang dapt
menyebabkan tidak bisa digunakan seperti semula kecuali dengan pengobatan khusus sedini
mungkin, bahkan kondisi luka bakar yang tidak parah pada kedua tangan dapat
menyebabkan penderita tidak dapat merawat sendiri lukanya sehingga harus dirawat di
rumah sakit.
6. Luka sampingan
Luka pada sistem pernapasan, muskuloskeletal, kepala, dan trauma yang lainnya dapat
memperparah kondisi luka bakar.
7. Jenis luka bakar
Penderita luka bakar karena bahan tertentu seringkali harus ditangani secara khusus,
misalnya karen bahan-bahan kimia, listrik dsb mungkin tampak ringan tetapi seringkali
ternyata mengenai struktur yang lebih dalam sehingga semakin sulit ditangani.
E. KOMPLIKASI
distress pernafasan
gagal ginjal
kontraktur
sepsis
F. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nasfas tidak efektif b.d edema & efek inhalasi asap.
2. Gangguan pertukaran gas b.d keracunan karbon monoksida, inhalasi asap & destruksi
saluran nafas atas.
3. Nyeri akut b.d cedera jaringan.
4. Kekurangan volume cairan b.d peningkatan permeabilitas kapiler dan kehilangan cairan
akibat evaporasi dari luka bakar.
5. Hipertermia b.d peningkatan metabolisme
6. Ketidakseimbangan nutrisis kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan
ingesti/digesti/absorbsi makanan.
7. Risiko infeksi b.d peningkatan paparan dan penurunan sistem imune
8. Cemas b.d ketakutan dan dampak emosional.
9. Kerusakan mobilitas fisik b.d luka bakar,nyeri.
10. Sindrom defisit self care b.d kelemahan, nyeri.
11. PK: Anemia.
12. PK: Gagal ginjal akut.
13. PK; Ketidakseimbangan elektrolit
14. PK: Sepsis
15. Kerusakan integritas jaringan d.b mekanikal (luka bakar)
RENPRA COMBUSTIO
Airway Suction
Tentukan kebutuhan suction
melalui oral atau tracheal
Auskultasi suara nafas sebelum
dan sesudah suction
Informasikan pada keluarga
tentang suction
Masukan slang jalan afas melalui
hidung untuk memudahkan suction
Bila menggunakan oksigen tinggi
(100% O2) gunakan ventilator atau
rescution manual.
Gunakan peralatan steril, sekali
pakai untuk melakukan prosedur
tracheal suction.
Monitor status O2 pasien dan
status hemodinamik sebelum,
selama, san sesudah suction.
Suction oropharing setelah
dilakukan suction trachea.
Bersihkan daerah atau area stoma
trachea setelah dilakukan suction
trachea.
Hentikan tracheal suction dan
berikan O2 jika pasien bradicardia.
Catat type dan jumlah sekresi
dengan segera
Administrasi analgetik :.
Cek program pemberian
analogetik; jenis, dosis, dan
frekuensi.
Cek riwayat alergi..
Tentukan analgetik pilihan, rute
pemberian dan dosis optimal.
Monitor TV
Berikan analgetik tepat waktu
terutama saat nyeri muncul &
Evaluasi gejala efek sampingnya.
Nutritional terapi
kaji kebutuhan untuk pemasangan
NGT
berikan makanan melalui NGT k/p
berikan lingkungan yang nyaman
dan tenang untuk mendukung
makan
monitor penurunan dan peningkatan
BB
monitor intake kalori dan gizi
Proteksi infeksi.
Monitor tanda dan gejala infeksi.
Monitor WBC.
Anjurkan istirahat.
Ajari anggota keluarga cara-cara
menghindari infeksi dan tanda-tanda
dan gejala infeksi.
Batasi jumlah pengunjung.
Tingkatkan masukan gizi dan cairan
yang cukup
Pendidikan kesehatan
Edukasi pada pasien dan
keluarga pentingnya ambulasi dini
Edukasi pada pasien dan
keluarga tahap ambulasi
Berikan reinforcement positip
pada pasien.
I. PENGERTIAN
Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah penonjolan diskus inter vertabralis dengan
piotusi dan nukleus kedalam kanalis spinalis pumbalis mengakibatkan penekanan pada
radiks atau cauda equina.
HNP adalah suatu penekanan pada suatu serabut saraf spinal akibat dari herniasi dan
nucleus hingga annulus, salah satu bagian posterior atau lateral (Barbara C.Long, 1996).
V. PATOFISIOLOGI
Daerah lumbal adalah daerah yang paling sering mengalami hernisasi pulposus,
kandungan air diskus berkurang bersamaan dengan bertambahnya usia. Selain itu serabut
menjadi kotor dan mengalami hialisasi yang membantu perubahan yang mengakibatkan
herniasi nukleus purpolus melalui anulus dengan menekan akar – akar syaraf spinal. Pada
umumnya harniassi paling besar kemungkinan terjadi di bagian koluma yang lebih mobil ke
yang kurang mobil (Perbatasan Lumbo Sakralis dan Servikotoralis) (Sylvia,1991, hal.249).
Sebagian besar dari HNP terjadi pada lumbal antara VL 4 sampai L 5, atau L5 sampai
S1. arah herniasi yang paling sering adalah posterolateral. Karena radiks saraf pada daerah
lumbal miring kebawah sewaktu berjalan keluar melalui foramena neuralis, maka herniasi
discus antara L 5 dan S 1.
Perubahan degeneratif pada nukleus pulpolus disebabkan oleh pengurangan kadar
protein yang berdampak pada peningkatan kadar cairan sehingga tekanan intra distal
meningkat, menyebabkan ruptur pada anulus dengan stres yang relatif kecil.
Sedang M. Istiadi (1986) mengatakan adanya trauma baik secara langsung atau tidak
langsung pada diskus inter vertebralis akan menyebabkan komprensi hebat dan transaksi
nukleus pulposus (HNP). Nukleus yang tertekan hebat akan mencari jalan keluar, dan
melalui robekan anulus tebrosus mendorong ligamentum longitudinal terjadilah herniasi.
1. Laboraturium
1) Daerah rutin
2) Cairan cerebrospimal
V. KOMPLIKASI
1. RU
2. Infeksi luka
3. Kerusakan penanaman tulang setelah fusi spinal.
RENPRA HNP
Administrasi analgetik :.
· Cek program pemberian
analgetik; jenis, dosis, dan
frekuensi.
· Cek riwayat alergi.
· Tentukan analgetik pilihan, rute
pemberian dan dosis optimal.
· Monitor TV
· Berikan analgetik tepat waktu
terutama saat nyeri muncul.
· Evaluasi efektifitas analgetik,
tanda dan gejala efek samping.
Pendidikan kesehatan
· Edukasi pada pasien dan keluarga
pentingnya ambulasi dini
· Edukasi pada pasien dan keluarga
tahap ambulasi
· Berikan reinforcement positip
atas usaha yang dilakukan pasien.
A. Pengertian
Hemorroid adalah bagian vena yang berdilatasi dalam kanal anal. Hemorroid
adalah pelebaran pembuluh darah/flexus vena. Hemorroid sangat umum terjadi. Pada usia
50-an, 50% individu mengalami berbagai tipe hemorroid berdasarkan luasnya vena yang
terkena. Kehamilan diketahui mengawali atau memperberat adanya hemorroid.
B. Etiologi
1. Kelainan organis
- Serosis hepatic
2. Idiopatik, predisposisi:
- Anatomi: tak ada katup pada vena porta sehingga darah mudah kembali, tekanan di
plexus hemorrhoid akan meningkat.
- Obisitas
C. Klasifikasi
1. Hemorroid interna:
- Berasal dari plexus vena hemnhoidalis superior dan medius
- Terletak diatas linea dentate atau 2/3 atas dari saluran anus.
2. Hemorroid externa:
D.Patofisiologi
Hemorrhoid interna:
Sumbatan aliran darah system porta menyebabkan timbulnya hipertensi portal dan terbentuk
kolateral pada vena hemorroidalis superior dan medius.
Hemorrid eksterna:
E. Manifestasi klinis
Hemorrhoid menyebabkan rasa gatal dan nyeri, dan sering menyebabkan perdarahan
berwarna merah terang pada saat defekasi. Hemorroid eksterna dihubungkan dengan nyeri
hebat akibat inflamasi dan edema yang disebabkan oleh trombosis. Trombosis adalah
pembekuan darah dalam hemorroid. Ini dapat menimbulkan iskemia pada area tersebut dan
nekrosis. Hemorroid internal tidak selalu menimbulkan nyeri sampai hemorroid ini
membesar dan menimbulkan perdarahan atau prolaps.
1. Bab berdarah, biasanya berupa darah segar yang menetes pada akhir defekasi
2. Prolaps:
5. Nyeri
Penatalaksanaan
Hemorroid interna diterapi sesuai dengan gradenya. Tetapi hemorroid eksterna selalu
dengan operasi. Konservatif indikasi untuk grade 1-2, < 6 jam, belum terbentuk trombus.
Operatif indikasi untuk grade 3-4, perdarahan dan nyeri.
- Higiene personal yang baik dan menghindari mengejan berlebihan selama defekasi.
- Diet tinggi serat yang mengandung buah dan sekam, bila gagal dibantu dengan
menggunakan laksatif yang berfungsi mengabsorbsi air saat melewati usus.
- Tindakan untuk mengurangi pembesaran dengan cara: rendam duduk dengan salep,
supositoria yang mengandung anestesi, astringen (witch hazel) dan tirah baring.
- Foto koagulasi infra merah, diatermi bipolar, terapi laser adalah tehnik terbaru untuk
melekatkan mukosa ke otot yang mendasarinya
Adalah prosedur ligasi pita karet. Hemorrhoid dilihat melalui anosop, dan bagian proksimal
diatas garis mukokutan dipegang dengan alat. Pita karet kecil kemudian diselipkan diatas
hemorrhoid. Bagian distal jaringan pada pita karet menjadi nekrotik setelah beberapa hari
danm dilepas. Terjadi fibrosis yang mengakibatkan mukosa anal bawah turun dan melekat
pada otot dasar. Meskipun tindakan ini memuaskan beberapa pasien, namun pasien lain
merasakan tindakan ini menyebabkan nyeri dan mengakibatkan hemorroid sekunder dan
infeksi perianal.
§ Hemoroidektomi kriosirurgi
Adalah metode untuk menghambat hemorroid dengan cara membekukan jaringan hemorroid
selama waktu tertentu sampai timbul nekrosis. Meskipun hal ini kurang menimbulkan nyeri,
prosedur ini tidak digunakan dengan luas karena menyebabkan keluarnya rabas yang berbau
angat menyengat dan luka yang ditimbulkan lama sembuh.
Digunakan dalam mengeksisi hemorroid eksternal. Tindakan ini cepat dan kurang
menimbulkan nyeri. Hemoragi dan abses jarang menjadi komplikasi pada periode paska
operatif.
§ Metode pengobatan hemorroid tidak efektif untuk vena trombosis luas, yang harus
diatasi dengan bedah lebih luas.
§ Hemorroidektomi atau eksisi bedah, dapat dilakukan untuk mengangkat semua jaringan
sisa yang terlibat dalam proses ini. Selma pembedahan, sfingter rektal biasanya didilatasi
secara digital dan hemorroid diangkat dengan klem dan kauter atau dengan ligasi dan
kemudian dieksisi. Setelah prosedur operasi selesai, selang kecil dimaukkan melalui sfingter
untuk memungkinkan keluarnya flatus dan darah; penempatan Gelfoan atau kasa Oxigel
dapat diberikan diatas luka kanal
Pemeriksaan penunjang:
§ Anoskopi
Komplikasi
Prognosa
§ Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasive, insisi post pembedahan, imunitas
tubuh primer menurun
§ PK: Perdarahan
§ Kurang pengetahuan tentang Ca Rekti dan pilihan pengobatan berhubungan dengan kurang
paparan sumber informasi
RENPRA HEMOROID
Administrasi analgetik :.
· Cek program pemberian analogetik;
jenis, dosis, dan frekuensi.
· Cek riwayat alergi.
· Tentukan analgetik pilihan, rute
pemberian dan dosis optimal.
· Monitor V/S
· Berikan analgetik tepat waktu
terutama saat nyeri muncul.
· Evaluasi efektifitas analgetik, tanda
dan gejala efek samping.
A. PENGERTIAN
Kanker payudara merupakan penyakit keganasan yang paling banyak menyerang wanita.
Penyakit ini disebabkan karena terjadinya pembelahan sel-sel tubuh secara tidak teratur
sehingga pertumbuhan sel tidak dapat dikendalikan dan akan tumbuh menjaadi benjolan
tumor (kanker). Apabila tumor ini tidak diambil , dikhawatirkan akan masuk dan menyebar
ke dalam jaringan yang sehat. Ada kemungkinan sel-sel tersebut melepaskan diri dan
menyebar ke seluruh tubuh. Kanker payudara umumnya menyerang wanita kelompok umur
40-70 tahun, tetapi resiko terus meningkat dengan tajam dan cepat sesuai dengan
pertumbahan usia. Kanker payudara jarang terjadi pada usia dibawah 30 tahun.
B. ETIOLOGI
Sebab keganasan pada payudara masih belum jelas, tetpi ada beberapa faktor yang
berkaitan erat dengan munculnya keganasan payudara yaitu: virus, faktor lingkungan , faktor
hormonl dan familial;
C. PATOFISIOLOGI PENYAKIT
Untuk dapat menegakkan dignosa kanker dengan baik, terutama untuk melakukan
pengobatan yang tepat, diperlukan pengetahuan tentang proses terjadinya kanker dan
perubahan strukturnya. Tumor/neoplasma merupakan kelompok sel yang berubah dengan
ciri : proliferasi yang berlebihan dan tak berguna, yang tak mengikuti pengaruh jaringan
sekitarnya. Proliferasi abnormal sel kanker akan menggangu fungsi jaringan normal dengan
menginfiltrasi dan memasukinya dengan cara menyebarkan anak sebar ke organ-organ yang
jauh. Di dalam sel tersebut telah terjadi perubahan secara biokimiawi terutama dalam
intinya. Hampir semua tumor ganas tumbuh dari suatu sel yang mengalami transformasi
maligna dan berubah menjadi sekelompok sel ganas diantara sel normal.
Terjadi perubahan jaringan menjadi lesi “pre concerous” yang bisa ditemukan di serviks
uteri, rongga mulut, paru, saluran cerna, kulit dn akhirnya juga di payudara.
Sel menjadi ganas, berkembang biak dan menginfiltrasi melalui membran sel ke jaringan
sekitarnya dan ke pembuluh darah sera limfa
Tanda – tandanya :
1. Terdapat massa utuh kenyal, biasa di kwadran atas bagian dalam, dibawah ketiak
bentuknya tak beraturan dan terfiksasi
2. Nyeri di daerah massa
3. Perubahan bentuk dan besar payudara, Adanya lekukan ke dalam, tarikan dan
refraksi pada areola mammae
4. Edema dengan “peant d’ orange (keriput seperti kulit jeruk)
5. Pengelupasan papilla mammae
TUMOR SIZE ( T )
METASTASE JAUH ( M )
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan labortorium meliputi:
Ø LED
Ø Pemeriksaan sitologis
a. Non invasive;
Ø Mamografi
Ø Ro thorak
Ø USG
Ø MRI
Ø PET
b. Invasif
Ø Biopsi, ada 2 macam tindakan menggunakan jarum dan 2 macam tindakan pembedahan
Ø Dengn aspirasi jarum halus , sifat massa dibedakan antar kistik atau padat
Ø Dilakukan dengan perlengkapan stereotactic biopsy mamografi untuk memandu jarum pada
massa
Ø Incisi biopsy
Ø Eksisi biopsy
Hasil biopsi dapat digunakan selama 36 jam untuk dilakukan pemeriksaan histologik secara
froxen section
F. KOMPLIKASI
Metastase ke jaringan sekitar mellui saluran limfe (limfogen) ke paru,pleura, tulang
dan hati.
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Ada 2 macam yaitu kuratif (pembedahan) dan paliatif (non pembedahan). Penanganan
kuratif dengan pembedahan yang dilakukan secara mastektomi parsial, mastektomi total,
mastektomi radikal, tergantung dari luas, besar dan penyebaran kanker. Penanganan non
pembedahan dengan penyinaran, kemoterapi dan terapi hormonal.
Hal yang perlu dikaji pada pasien dengan kanker payudara adalah reaksi pasien
terhadap diagnosis dan kemampuannya untuk mengatasi situasi tersebut. Pertanyaan yang
berhubungan mencakup hal-hal berikut:
§ Apakah ada pasangan, anggota keluarga atau teman untuk membantunya dalam membuat
pilihan pengobatan?
J. CARA PENCEGAHAN
Memberikan ASIpada bayi secara berkala akan mengurangi tingkat hormone tersebut.
Sedangkan kanker payudara berkaitan dengan hormone estrogen.
4. Cari tahu apakah ada sejarah kanker payudara pada keluarga. Menurut penelitian 10 %
dari semua kasus kanker payudara adalah factor gen.
7. Olah raga teratur. Penelitian menunjukkan bahwa semakin kurang berolah raga, semakin
tinggi tingkat estrogen dalam tubuh.
8. Kurangi makanan berlemak. Gaya hidup barat tertentu nampaknya dapat meningkatkan
risiko penyakit.
9. Usia > 50 th lakukan srening payudara teratur. 80% Kanker payudara terjadi pada usia >
50 th
10. Rileks / hindari stress berat. Menurunkan tingkat stress akan menguntungkan untuk semua
kesehatan secara menyeluruh termasuk risiko kanker payudara.
2. Risiko infeksi b/d imunitas tubuh primer menurun, prosedur invasive, penyakit
3. PK: Perdarahan
4. Cemas b.d status kesehatan
Administrasi analgetik :.
· Cek program pemberian analogetik;
jenis, dosis, dan frekuensi.
· Cek riwayat alergi.
· Monitor V/S
· Berikan analgetik tepat waktu
terutama saat nyeri muncul.
· Evaluasi efektifitas analgetik, tanda
dan gejala efek samping.
A. Pengertian
Mansjoer (2000) menyatakan “Vulnus Laseratum merupakan luka terbuka yang terdiri
dari akibat kekerasan tumpul yang kuat sehingga melampaui elastisitas kulit atau otot”.
Vulnus Laseratum ( luka robek ) adallah luka yang terjadi akibat kekerasan benda tumpul
, robekan jaringan sering diikuti kerusakan alat di dalam seperti patah tulang.
B. Etiologi
Luka dapat disebabkan oleh berbagai hal, yaitu:
1) Trauma mekanis yang disebabkan karena tergesek, terpotong, terbentur dan terjepit.
2) Trauma elektris dan penyebab cidera karena listrik dan petir.
3) Trauma termis, disebabkan oleh panas dan dingin.
4) Truma kimia, disebabkan oleh zat kimia yang bersifat asam dan basa serta zat iritif dan
berbagai korosif lainnya.
C. Patofisiologi
Vulnus laserrratum terjadi akibat kekerasan benda tumpul, goresan, jatuh, kecelakaan
sehingga kontuinitas jaringan terputus. Pada umumnya respon tubuh terhadap trauma akan
terjadi proses peradangan atau inflamasi.reaksi peradangan akan terjadi apabila jaringan
terputus.dalam keadaan ini ada peluang besar timbulnya infeksi yang sangat hebat.
Penyebabnya cepat yang di sebabkan oleh mikroorganisme yang biasanya tidak berbahaya.
Reaksi peradangan itu sebenarnya adalah peristiwa yang di koordinasikan dengan baik yang
dinamis dan kontinyu untuk menimbulkan reaksi peradangan maka jaringan harus hidup dan
harus di mikrosekulasi fungsional. Jika jaringan yang nekrosis luas maka reaksi peradangan
tak di temukan di tengah jaringan yang hidup dengan sirkulasi yang utuh terjadi pada tepinya
antara jaringan mati dan hidup.
Nyeri timbul karena kulit mengalami luka infeksi sehingga terjadi kerusakan
jaringan.sek-sel yang rusak akan membentuk zat kimia sehingga akan menurunkan ambang
stimulus terhadap reseptormekano sensitif dan hernosenssitif. Apabila nyeri di atas hal ini
dapat mengakibatkan gangguan rasa nyaman nyeri yang berlanjut istirahat atau tidur
terganggu dan terjadi ketertiban gerak.
D. Manifestasi Klinis
Menurut Mansjoer (2000) manifestasi klinis vulnus laceratum adalah sebagai berikut :
1. Luka tidak teratur
2. Jaringan rusak
3. Bengkak
4. Pendarahan
5. Akar rambut tampak hancur atau tercabut bila kekerasanya di daerah rambut
6. Tampak lecet atau memer di setiap luka.
E. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan diagnostik yang perlu di lakukan terutama jenis darah lengkap.tujuanya
untuk mengetahui tentang infeksi yang terjadi.pemeriksaannya melalui laboratorium.
2. Sel-sel darah putih.leukosit dapat terjadi kecenderungan dengan kehilangan sel pada lesi
luka dan respon terhadap proses infeksi.
3. Hitung darah lengkap.hematokrit mungkin tinggi atau lengkap.
4. Laju endap darah (LED) menunjukkan karakteristik infeksi.
5. Gula darah random memberikan petunjuk terhadap penyakit deabetus melitus
F. Penatalaksanaan
Dalam manajemen perawatan luka ada beberapa tahap yang dilakukan yaitu evaluasi
luka, tindakan antiseptik, pembersihan luka, penjahitan luka, penutupan luka, pembalutan,
pemberian antiboitik dan pengangkatan jahitan.
1. Evaluasi luka meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik (lokasi dan eksplorasi).
2. Tindakan Antiseptik, prinsipnya untuk mensucihamakan kulit. Untuk melakukan
pencucian/pembersihan luka biasanya digunakan cairan atau larutan antiseptik seperti:
a. Alkohol, sifatnya bakterisida kuat dan cepat (efektif).
b. Halogen dan senyawanya
c. Oksidansia
d. Logam berat dan garamnya
e. Asam borat, sebagai bakteriostatik lemah (konsentrasi 3%).
f. Derivat fenol
g. Basa ammonium kuartener, disebut juga etakridin (rivanol), merupakan turunan aridin
dan berupa serbuk berwarna kuning dam konsentrasi 0,1%. Kegunaannya sebagai antiseptik
borok bernanah, kompres dan irigasi luka terinfeksi (Mansjoer, 2000:390).
Dalam proses pencucian/pembersihan luka yang perlu diperhatikan adalah pemilihan
cairan pencuci dan teknik pencucian luka. Penggunaan cairan pencuci yang tidak tepat akan
menghambat pertumbuhan jaringan sehingga memperlama waktu rawat dan biaya
perawatan. Pemelihan cairan dalam pencucian luka harus cairan yang efektif dan aman
terhadap luka. Pembersihan Luka
Tujuan dilakukannya pembersihan luka adalah meninangkatkan, memperbaiki dan
mempercepat proses penyembuhan luka; menghindari terjadinya infeksi; membuang
jaringan nekrosis dan debris (InETNA, 2004:16).
Beberapa langkah yang harus diperhatikan dalam pembersihan luka yaitu :
a. Irigasi dengan sebanyak-banyaknya dengan tujuan untuk membuang jaringan mati dan
benda asing.
b. Hilangkan semua benda asing dan eksisi semua jaringan mati.
c. Berikan antiseptik
d. Bila diperlukan tindakan ini dapat dilakukan dengan pemberian anastesi lokal
e. Bila perlu lakukan penutupan luka (Mansjoer,2000: 398;400)
3. Penjahitan luka
Luka bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi serta berumur kurang dari 8 jam
boleh dijahit primer, sedangkan luka yang terkontaminasi berat dan atau tidak berbatas tegas
sebaiknya dibiarkan sembuh persekundam atau pertertiam.
4. Penutupan Luka
Penutupan luka adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang baik pada luka
sehingga proses penyembuhan berlangsung optimal.
5. Pembalutan
Pertimbangan dalam menutup dan membalut luka sangat tergantung pada kondisi luka.
Pembalutan berfungsi sebagai pelindung terhadap penguapan, infeksi, mengupayakan
lingkungan yang baik bagi luka dalam proses penyembuhan, sebagai fiksasi dan efek
penekanan yang mencegah berkumpulnya rembesan darah yang menyebabkan hematom.
6. Pemberian Antibiotik
Prinsipnya pada luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik dan pada luka
terkontaminasi atau kotor maka perlu diberikan antibiotik.
7. Pengangkatan Jahitan
Jahitan diangkat bila fungsinya sudah tidak diperlukan lagi. Waktu pengangkatan
jahitan tergantung dari berbagai faktor seperti, lokasi pengangkatan luka, usia, kesehatan,
sikap penderita dan adanya infeksi (Mansjoer,2000:398 ; Walton, 1990:44).
Carpenito L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Pediatrik Klinis. (terjemahan) Edisi 6.
EGC: Jakarta.
Chada, P.V. 1993. Catatan Kuliah Ilmu Forensik & Teknologi (Terjemahan). Widya Medika:
Jakarta.
Doenges, M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien (Terjemahan). Edisi EGC: Jakarta.
Guyton & Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran (Terjemahan). Edisi 9. EGC: Jakarta
Mansjoer,A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Medika Auskulapius FKUI:
Jakarta.
Nanda. 2006. Panduan Diagnosa Keperawatan. Prima Medika: Jakarta.
Willson.J.M. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 7. EGC: Jakarta.
Tucker.S.M. 1998. Standar Keperawatan Pasien Proses Keperawatan Diagnosa dan Evaluasi
(Terjemahan). Volume 2. Edisi 2. EGC: Jakarta.
DAFTAR PUSTAKA