Anda di halaman 1dari 27

BAB I

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. DA
Umur : 46 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Pegawai Swasta
No. RM : 004851
Alamat : Jl. Apel gg. Apel Dalam No. 8
Tanggal masuk RS : 24 November 2019
Tanggal pemeriksaan : 24 November 2019
Ruang Perawatan : IGD

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Pasien datang dengan keluhan nyeri pada lengan atas sebelah kanan dan tidak bisa
digerakkan.

Riwayat penyakit sekarang :


Pasien datang dengan keluhan nyeri dan tidak bisa digerakan pada lengan kanan atas
sejak ± jam 4.00 PM SMRS. Pasien sedang mengendarai motor dengan membawa barang
kira-kira 4 buah kardus yang diletakan di depan dan dibelakang tempat duduk motor,
karena beban yang terlalu berat pasien menjadi sulit untuk membelokan kearah kanan dan
kiri, dan kardus yang berada di depan pasien menghalangi pandangan pasien untuk
mengendarai motor. Kemudian pasien menabrak batu dan terjatuh ke arah jurang yang
berada disisi kiri pasien, setelah itu pasien di tolong oleh orang sekitar dan di reposisi
oleh salah satu warga yang mengaku sebagai ahli tulang, karena merasa sudah lebih baik,

1
pasien pulang kerumah dan setibanya di rumah lengan kanan atas pasien semakin nyeri
dan tidak dapat digerakkan, kemudian pasien dibawa ke RSUD SSMA. pusing (-) mual
(-) muntah (-) pingsan (-).

Riwayat penyakit terdahulu :

Tidak ada.

Riwayat penyakit lainya:

Riwayat hipertensi : Disangkal

Riwayat DM : Disangkal

Riwayat Trauma: Disangkal

Riwayat Pembedahan: Disangkal

Riwayat Alergi obat : Disangkal

Riwayat Pengobatan: Disangkal

III. PEMERIKSAAN PASIEN

Primary survey

A : Clear

B : RR 24 x/ menit

C : ND 80x/menit, TD 110/70

D : GCS 15, cm, pupil isokor, Suhu 36,8 C

2
Secondary Survey

L : Deformitas (+), perdarahan (-) hiperemis (-) perubahan warna kulit (-) Shortening (-)
angulasi (-)

F : Nyeri tekan (+) krepitasi (+)

M : ROM (+)

Pemeriksaan Head To Toe:

Kepala :normocephali
Mata :Konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-
Leher : Tidak ada deviasi trakhea, tidak ada pembesaran KGB, tidak ada pembesaran
kelenjar tiroid. JVP 5-2 cmH2O
Jantung : Iktus kordis tidak terlihat, tidak teraba. Bunyi jantung 1 dan 2 normal, tidak ada
murmur, tidak ada gallop
Paru-paru :
Inspeksi : Gerakan dada statis dan dinamis simetris, tidak ada deformitas, tidak ada
venektasi
Palpasi : Ekspansi dan fremitus kedua lapang paru simetris, tidak ada nyeri tekan,
tidak ada emfisema subkutis
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, tidak ada wheezing, terdapat rhonki basah halus di
basal paru kiri
Abdomen : Abdomen supel, tidak ada nyeri tekan. Hepar, lien, dan ginjal tidak teraba.
Kulit : Prespirasi normal, turgor kulit kembali normal
Ekstremitas : Lengan kanan deformitas(+), nyeri(+), tidak dapat digerakkan, tidak ada clubbing
finger, tidak ada edema.

3
Status lokalis

OS. Humerus Dextra

Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium

DARAH LENGKAP

- Leukosit : 13,03
- Eritrosit : 4,10
- Hemoglobin : 12,6
- Hematokrit : 36,50
- Trombosit: 234

INDEX ERITROSIT

- MCV : 89,1
- MCH : 30,7
- MCHC : 34,5
- RDW-CV : 12,2

HITUNG JENIS LEKOSIT

- Basofil : 0,10
- Neutrofil : 88,00
- Limfosit : 8,90
- Monosit : 2,80
- Eosinofil : 0,20

GOLONGAN DARAH+RHESUS

- Golongan darah ABO : B


- Rhesus Faktor : Positif

4
HEMOSTASIS

- Masa Pendarahan (BT): 2’ 00”


- Masa Pembekuan (CT): 9’ 00”

KIMIA KLINIK

Gula Darah

- Glukosa Darah Sewaktu: 154

Faal Hati

- AST (SGOT) : 18
- ALT (SGPT) : 15

Faal Ginjal

- Ureum : 12,5
- Kreatinin : 0,63

IMUNOSEROLOGI

Anti HIV

- Anti HIV Reagen 1 ONCOBROPE : Non Reaktif

5
2. EKG

6
3. FOTO RONTGEN

Rontgen a/r clavicula sampai shoulder dextra

7
IV. RESUME

Pasien datang dengan keluhan nyeri dan tidak bisa digerakan pada lengan kanan atas
sejak ± jam 4.00 PM SMRS. Pasien sedang mengendarai motor dengan membawa barang
kira-kira 4 buah kardus yang diletakan di depan dan dibelakang tempat duduk motor,
karena beban yang terlalu berat pasien menjadi sulit untuk membelokan kearah kanan dan
kiri, dan kardus yang berada di depan pasien menghalangi pandangan pasien untuk
mengendarai motor. Kemudian pasien menabrak batu dan terjatuh ke arah jurang yang
berada disisi kiri pasien, setelah itu pasien di tolong oleh orang sekitar dan di reposisi
oleh salah satu warga yang mengaku sebagai ahli tulang, karena merasa sudah lebih baik,
pasien pulang kerumah dan setibanya di rumah lengan kanan atas pasien semakin nyeri
dan tidak dapat digerakkan, kemudian pasien dibawa ke RSUD SSMA. pusing (-) mual
(-) muntah (-) pingsan (-). Sebelumnya pasien tidak ada keluhan seperti ini dan tidak ada
penyakit lainya.

V. DIAGNOSA KERJA

Closed fraktur humerus 1/3 proksimal dextra

VI. TERAPI

 Imobilisasi fraktur
 Pro konsul dr. Andika Dwiputra Djaja Sp.OT
 Isi Konsul:
- Rawat Inap
- Persiapkan operasi tanggal 25-11-2019
- IVFD RL 500cc + Inj. Tramadol 100mg + Inj. Ketorolac 30mg + Inj.
Ondancentron 4mg -> 20tpm.

VII. PROGNOSA

1. Quo ad vitam : ad bonam

2. Quo ad functionam : ad bonam

8
3. Quo ad sanationam : ad bonam

FOLLOW UP PASIEN
25-11-2019
1. S: Post Operasi, Nyeri tangan kanan(+), tangan terasa kesemutan(+)
O: KU: baik, CM E4 V5 M6
TTV: TD: 110/80mmHg, HR: 20x/menit, RR: 18x/menit, Temp: 36,2 C
A: Close Fraktur Proksimal Humerus Dextra
P: IVFD RL 500 cc 20tpm, Inj.Ketorolac 30mg, Inj. Tramadol 100mg, Inj. Ondancentron
8mg

26-11-2019
1. S: Keluhan nyeri bahu kanan
O: Sadar hemodinamik stabil
St lokalis deformitas shoulder dx NVD normal
A: Close Fraktur Proksimal Humerus Dextra
P: Pro ORIF
Saran ORIF di fasilitas yang memadai(sudarso atau antonius)

27-11-2019
1. S: Keluhan nyeri bahu kanan
O: Sadar hemodinamik stabil
St lokalis stqa
A: Close Fraktur Proksimal Humerus Dextra
P: Terapi ganti oral -> meloxicam 1x15mg

9
TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Fraktur Humerus


2.2.1 Anatomi
Humerus (arm bone) merupakan tulang terpanjang dan terbesar dari ekstremitas superior.
Tulang tersebut bersendi pada bagian proksimal dengan skapula dan pada bagian distal bersendi
pada siku lengan dengan dua tulang, ulna dan radius.
Ujung proksimal humerus memiliki bentuk kepala bulat (caput humeri) yang bersendi
dengan kavitas glenoidalis dari scapula untuk membentuk articulatio gleno-humeri. Pada bagian
distal dari caput humeri terdapat collum anatomicum yang terlihat sebagai sebuah lekukan oblik.
Tuberculum majus merupakan sebuah proyeksi lateral pada bagian distal dari collum
anatomicum. Tuberculum majus merupakan penanda tulang bagian paling lateral yang teraba
pada regio bahu. Antara tuberculum majus dan tuberculum minus terdapat sebuah lekukan yang
disebut sebagai sulcus intertubercularis. Collum chirurgicum merupakan suatu penyempitan
humerus pada bagian distal dari kedua tuberculum, dimana caput humeri perlahan berubah
menjadi corpus humeri. Bagian tersebut dinamakan collum chirurgicum karena fraktur sering
terjadi pada bagian ini.
Corpus humeri merupakan bagian humerus yang berbentuk seperti silinder pada ujung
proksimalnya, tetapi berubah secara perlahan menjadi berbentuk segitiga hingga akhirnya
menipis dan melebar pada ujung distalnya. Pada bagian lateralnya, yakni di pertengahan corpus
humeri, terdapat daerah berbentuk huruf V dan kasar yang disebut sebagai tuberositas deltoidea.
Daerah ini berperan sebagai titik perlekatan tendon musculus deltoideus.Beberapa bagian yang
khas merupakan penanda yang terletak pada bagian distal dari humerus.
Capitulum humeri merupakan suatu struktur seperti tombol bundar pada sisi lateral
humerus, yang bersendi dengan caput radii. Fossa radialis merupakan suatu depresi anterior di
atas capitulum humeri, yang bersendi dengan caput radii ketika lengan difleksikan. Trochlea
humeri, yang berada pada sisi medial dari capitulum humeri, bersendi dengan ulna. Fossa
coronoidea merupakan suatu depresi anterior yang menerima processus coronoideus ulna ketika
lengan difleksikan. Fossa olecrani merupakan suatu depresi posterior yang besar yang menerima
olecranon ulna ketika lengan diekstensikan. Epicondylus medialis dan epicondylus lateralis
merupakan suatu proyeksi kasar pada sisi medial dan lateral dari ujung distal humerus, tempat

10
kebanyakan tendon otot-otot lengan menempel. Nervus ulnaris, suatu saraf yang dapat membuat
seseorang merasa sangat nyeri ketika siku lengannya terbentur, dapat dipalpasi menggunakan jari
tangan pada permukaan kulit di atas area posterior dari epicondylus medialis.

Gambar 2.1. Anatomi Humerus

Gambar 2.2. Tampilan Saraf di Sekitar Humerus

11
Gambar 2.3. Tampilan Aliran Darah di Sekitar Humerus

Di bagian posterior tengah humerus, melintas nervus radialis yang melingkari periosteum
diafisis humerus dari proksimal ke distal dan mudah mengalami cedera akibat patah tulang
humerus bagian tengah. Secara klinis, pada cedera nervus radialis didapati ketidakmampuan
melakukan ekstensi pergelangan tangan sehingga pasien tidak mampu melakukan fleksi jari
secara efektif dan tidak dapat menggenggam.

12
Gambar 2.4. Nervus Radialis dan Otot-Otot yang Disarafinya

13
2.2.2. Defenisi
Fraktur humerus adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisial
baik yang bersifat total maupun parsial pada tulang humerus
2.2.3. Etiologi
Kebanyakan fraktur dapat saja terjadi karena kegagalan tulang humerus menahan tekanan
terutama tekanan membengkok, memutar, dan tarikan.
Trauma dapat bersifat:
1. Langsung
Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada
daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat kominutif dan jaringan lunak
ikut mengalami kerusakan.
2. Tidak langsung
Trauma tidak langsung terjadi apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh
dari daerah fraktur.

Tekanan pada tulang dapat berupa:


1. Tekanan berputar yang menyebabkan fraktur bersifat oblik atau spiral
2. Tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur transversal
3. Tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkan fraktur impaksi, dislokasi,
atau fraktur dislokasi
4. Kompresi vertikal yang dapat menyebabkan fraktur kominutif atau memecah
5. Trauma oleh karena remuk
6. Trauma karena tarikan pada ligament atau tendon akan menarik sebagian tulang

14
2.2.4 Epidemiologi
Di Amerika Serikat, fraktur diafisis humerus terjadi sebanyak 1,2% kasus dari seluruh
kejadian fraktur, dan fraktur proksimal humerus terjadi sebanyak 5,7% kasus dari seluruh
fraktur. Sedangkan kejadian fraktur distal humerus terjadi sebanyak 0,0057% kasus dari seluruh
fraktur.Walaupun berdasarkan data tersebut fraktur distal humerus merupakan yang paling jarang
terjadi, tetapi telah terjadi peningkatan jumlah kasus, terutama pada wanitu tua dengan
osteoporosis.
Fraktur proksimal humerus sering terjadi pada usia dewasa tua dengan umur rata-rata
64,5 tahun. Sedangkan fraktur proksimal humerus merupakan fraktur ketiga yang paling sering
terjadi setelah fraktur pelvis dan fraktur distal radius. Fraktur diafisis humerus lebih sering pada
usia yang sedikit lebih muda yaitu pada usia rata-rata 54,8 tahun.

2.2.5 Klasifikasi
Fraktur humerus dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Fraktur Proximal Humerus
2. Fraktur Shaft Humerus
3. Fraktur Distal Humerus

2.2.5.1 Fraktur Proksimal Humerus


Pada fraktur jenis ini, insidensinya meningkat pada usia yg lebih tua yang terkait dengan
osteoporosis. Perbandingan wanita dan pria adalah 2:1.
Mekanisme trauma pada orang dewasa tua biasa dihubungkan dengan kerapuhan tulang
(osteoporosis). Pada pasien dewasa muda, fraktur ini dapat terjadi karena high-energy trauma,
contohnya kecelakaan lalu lintas sepeda motor. Mekanisme yang jarang terjadi antara lain
peningkatan abduksi bahu, trauma langsung, kejang, proses patologis: malignansi.
Gejala klinis pada fraktur ini adalah nyeri, bengkak, nyeri tekan, nyeri pada saat
digerakkan, dan dapat teraba krepitasi. Ekimosis dapat terlihat dinding dada dan pinggang
setelah terjadi cedera. Hal ini harus dibedakan dengan cedera toraks.

Menurut Neer, proksimal humerus dibentuk oleh 4 segmen tulang:

15
1. Caput/kepala humerus
2. Tuberkulum mayor
3. Tuberkulum minor
4. Diafisis atau shaft

Klasifikasi menurut Neer, antara lain:


1. One-part fracture : tidak ada pergeseran fragmen, namun terlihat garis fraktu
2. Two-part fracture :
 anatomic neck
 surgical neck
 Tuberculum mayor
 Tuberculum minor
3. Three-part fracture :
 Surgical neck dengan tuberkulum mayor
 Surgical neck dengan tuberkulum minus
4. Four-part fracture
5. Fracture-dislocation
6. Articular surface fracture

16
2.2.5.2 Fraktur Shaft Humerus
Fraktur ini adalah fraktur yang sering terjadi. 60% kasus adalah fraktur sepertiga tengah
diafisis, 30% fraktur sepertiga proximal diafisis dan 10% sepertiga distal diafisis. Mekanisme
terjadinya trauma dapat secara langsung maupun tidak langsung.
Gejala klinis pada jenis fraktur ini adalah nyeri, bengkak, deformitas, dan dapat terjadi
pemendekan tulang pada tangan yang fraktur. Pemeriksaan neurovaskuler adalah penting dengan
memperhatikan fungsi nervus radialis. Pada kasus yang sangat bengkak, pemeriksaan
neurovaskuler serial diindikasikan untuk mengenali tanda-tanda dari sindroma kompartemen.
Pada pemeriksaan fisik terdapat krepitasi pada manipulasi lembut.
Deskripsi klasifikasi fraktur shaft humerus :
a. Fraktur terbuka atau tertutup

17
b. Lokasi : sepertiga proksimal, sepertiga tengah, sepertiga distal
c. Derajat : dengan pergeseran atau tanpa pergeseran
d. Karakter : transversal, oblique, spiral, segmental, komunitif
e. Kondisi intrinsik dari tulang
f. Ekstensi articular

2.2.5.3.Fraktur DistalHumerus
Fraktur ini jarang terjadi pada dewasa. Kejadiannya hanya sekitar 2% untuk semua
kejadian fraktur dan hanya sepertiga bagian dari seluruh kejadian fraktur humerus.
Mekanisme cedera untuk fraktur ini dapat terjadi karena trauma langsung atau trauma
tidak langsung. Trauma langsung contohnya adalah apabila terjatuh atau terpeleset dengan posisi
siku tangan menopang tubuh atau bisa juga karena siku tangan terbentur atau dipukul benda
tumpul. Trauma tidak langsung apabila jatuh dalam posisi tangan menopang tubuh namun posisi
siku dalam posisi tetap lurus. Hal ini biasa terjadi pada orang dewasa usia pertengahan atau
wanita usia tua.
Gejala klinis dari fraktur ini antara lain pada daerah siku dapat terlihat bengkak,
kemerahan, nyeri, kaku sendi dan biasanya pasien akan mengeluhkan siku lengannya seperti
akan lepas. Kemudian dari perabaan (palpasi) terdapat nyeri tekan, krepitasi, dan neurovaskuler
dalam batas normal.
1. Suprakondiler Fraktur
Fraktur suprakondilus merupakan salah satu jenis fraktur yang mengenai daerah siku,
dan sering ditemukan pada anak-anak. Fraktur suprakondilus adalah fraktur yang mengenai
humerus bagian distal di atas kedua kondilus. Pada fraktur jenis ini dapat dibedakan menjadi
fraktur supracondilus extension type (pergeseran posterior) dan flexion type (pergeseran
anterior) berdasarkan pada bergesernya fragmen distal dari humerus. Jenis fleksi adalah jenis
yang jarang terjadi. Jenis ekstensi terjadi karena trauma langsung pada humerus distal
melalui benturan pada siku dan lengan bawah dalam posisi supinasi dan dengan siku dalam
posisi ekstensi dengan tangan yang terfiksasi. Fragmen distal humerus akan terdislokasi ke
arah posterior terhadap humerus.
Fraktur humerus suprakondiler jenis fleksi pada anak biasanya terjadi akibat jatuh
pada telapak tangan dan lengan bawah dalam posisi pronasi dan siku dalam posisi sedikit

18
fleksi. Pada pemeriksaan klinis didapati siku yang bengkak dengan sudut jinjing yang
berubah. Didapati tanda fraktur dan pada foto rontgen didapati fraktur humerus suprakondiler
dengan fragmen distal yang terdislokasi ke posterior.
Gambaran klinis, setelah jatuh anak merasa nyeri dan siku mengalami
pembengkakan, deformitas pada siku biasanya jelas serta kontur tulang abnormal. Nadi perlu
diraba dan sirkulasi perlu diperiksa, serta tangan harus diperiksa untuk mencari ada tidaknya
bukti cedera saraf dan gangguan vaskularisasi, sehingga bila tidak diterapi secara cepat dapat
terjadi: "acute volksman ischaemic" dengan tanda-tanda: pulseless; pale; pain; paresa;
paralysis.
Pada lesi saraf radialis didapati ketidakmampuan untuk ekstensi ibu jari dan ekstensi
jari lain pada sendi metacarpofalangeal. Juga didapati gangguan sensorik pada bagian dorsal
serta metacarpal I. Pada lesi saraf ulnaris didapati ketidakmampuan untuk melakukan
gerakan abduksi dan adduksi jari. Gangguan sensorik didapati pada bagian volar jari V. Pada
lesi saraf medianus didapati ketidakmampuan untuk gerakan oposisi ibu jari dengan jari lain.
Sering didapati lesi pada sebagian saraf medianus, yaitu lesi pada cabangnya yang disebut
saraf interoseus anterior. Di sini didapati ketidakmampuan jari I dan II untuk melakukan
fleksi.
2. Transkondiler Fraktur
Biasanya terjadi pada pasien usia tua dengan tulang osteopenik.
3. Interkondiler Fraktur
Pada dewasa, jenis fraktur ini adalah tipe paling sering diantara tipe fraktur humerus distal
yang lain.
Klasifikasi menurut Riseborough and Radin:
Tipe I : fraktur tanpa adanya pergeseran dan hanya ada berupa garis fraktur
Tipe II : terjadi sedikit pergeseran dengan tidak ada rotasi antara fragmen kondilus
Tipe III : pergeseran dengan rotasi
Tipe IV : fraktur komunitif berat dari permukaan artikular
4. Kondiler Fraktur
 Medial Condyler Physeal Fractures
Fraktur jenis ini biasanya terjadi pada umur 8 sampai 14 tahun.

19
2.2.6 Diagnosis
2.2.6.1 Anamnesis
Ada beberapa hal yang menyebabkan penderita datang untuk minta pertolongan:
1) Sakit/nyeri
Sifat dari sakit/nyeri:
- Lokasi setempat/meluas/menjalar
- Ada trauma riwayat trauma tau tidak
- Sejak kapan dan apa sudah mendapat pertolongan
- Bagaimana sifatnya: pegal/seperti ditusuk-tusuk/rasa panas/ditarik-tarik, terus-menerus
atau hanya waktu bergerak/istirahat dan seterusnya
- Apa yang memperberat/mengurangi nyeri
- Nyeri sepanjang waktu atau pada malam hari
- Apakah keluhan ini untuk pertama kali atau sering hilang timbul
2) Kelainan bentuk/pembengkokan
- Angulasi/rotasi/discrepancy (pemendekan/selisih panjang)
- Benjolan atau karena ada pembengkakan
3) Kekakuan/kelemahan
Kekakuan:
Pada umumnya mengenai persendian. Apakah hanya kaku, atau disertai nyeri, sehingga
pergerakan terganggu?
Kelemahan:
Apakah yang dimaksud instability atau kekakuan otot menurun/melemah/kelumpuhan
Dari hasil anamnesis baik secara aktif oleh penderita maupun pasif (ditanya oleh pemeriksa;
yang tentunya atas dasar pengetahuan mengenai gejala penyakit) dipikirkan kemungkinan
yang diderita oleh pasien, sehingga apa yang didapat pada anamnesis dapat dicocokkan pada
pemeriksaan fisik kemudian.

2.2.6.2 Pemeriksaan Fisik


Dibagi menjadi dua yaitu (1) pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan (2) pemeriksaan setempat (status lokalis).
1. Gambaran umum:

20
Perlu menyebutkan:
a. Keadaan Umum (K.U): baik/buruk, yang dicatat adalah tanda-tanda vital yaitu:
- Kesadaran penderita; apatis, sopor, koma, gelisah
- Kesakitan
- Tanda vital seperti tekanan darah, nadi, pernapasan, dan suhu
b. Kemudian secara sistematik diperiksa dari kepala, leher, dada (toraks), perut (abdomen:
hepar, lien) kelenjar getah bening, serta kelamin
c. Ekstremitas atas dan bawah serta punggung (tulang belakang)

2. Pemeriksaan lokal:
Harus dipertimbangkan keadaan proksimal serta bagian distal dari anggota terutama
mengenai status neuro vaskuler. Pada pemeriksaan orthopaedi/muskuloskeletal yang penting
adalah:
a. Look (inspeksi)
- Bandingkan dengan bagian yang sehat
- Perhatikan posisi anggota gerak
- Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan fraktur tertutup
atau terbuka
- Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam samapai beberapa hari
- Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan kependekan
b. Feel (palpasi)
Pada waktu mau meraba, terlebih dulu posisi penderita diperbaiki agar dimulai dari posisi
netral/posisi anatomi. Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan
informasi dua arah, baik si pemeriksa maupun si pasien, karena itu perlu selalu
diperhatikan wajah si pasien atau menanyakan perasaan si pasien.
Hal-hal yang perlu diperhatikan:
- Temperatur setempat yang meningkat
- Nyeri tekan, nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan oleh kerusakan
jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang
- Krepitasi

21
- Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri radialis, arteri
dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan anggota gerak yang terkena. Refilling
(pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada bagian distal daerah trauma, temperatur
kulit.
- Pengukuran tugkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui adanya perbedaan
panjang tungkai
c. Move (pergerakan terutama mengenai lingkup gerak)
Setelah memeriksa feel pemeriksaan diteruskan dengan menggerakkan anggota gerak dan
dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan.
Pada anak periksalah bagian yang tidak sakit dulu, selaiam untuk mendapatkan kooperasi
anak pada waktu pemeriksaan, juga untuk mengetahui gerakan normal si penderita.
Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar kita dapat berkomunikasi dengan sejawat lain
dan evaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya.
Apabila terdapat fraktur tentunya akan terdapat gerakan abnormal di daerah fraktur
(kecuali pada incomplete fracture).
Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat gerakan dari setiap arah pergerakan mulai
dari titik 0 (posisi netral) atau dengan ukuran metrik.
Pencatatan ini penting untuk mengetahui apakah ada gangguan gerak.
Kekakuan sendi disebut ankilosis dan hal ini dapat disebabkan oleh faktor intra artikuler
atau ekstra artickuler.
- Intra artikuler: Kelainan/kerusakan dari tulang rawan yang menyebabkan kerusakan
tulang subkondral; juga didapat oleh karena kelainan ligament dan kapsul (simpai) sendi
- Ekstra artikuler: oleh karena otot atau kulit
Pergerakan yang perlu dilihat adalah gerakan aktif (penderita sendiri disuruh
menggerakkan) dan pasif (dilakukan oleh pemeriksa).
Selain pemeriksaan penting untuk mengetahui gangguan gerak, hal ini juga penting untuk
melihat kemajuan/kemunduran pengobatan.
Selain diperiksa pada posisi duduk dan berbaring juga perlu dilihat waktu berdiri dan
jalan. Jalan perlu dinilai untuk mengetahui apakah pincang disebabkan karena instability,
nyeri, discrepancy, fixed deformity.
Anggota gerak atas:

22
- Sendi bahu: merupakan sendi yang bergerak seperti bumi (global joint); ada beberapa
sendi yang mempengaruhi gerak sendi bahu yaitu: gerak tulang belakang, gerak sendi
sternoklavikula, gerak sendi akromioklavikula, gerak sendi gleno humeral, gerak sendi
scapula torakal (floating joint).
Karena gerakan tersebut sukar diisolasi satu persatu, maka sebaiknya gerakan
diperiksa bersamaan kanan dan kiri; pemeriksa berdiri di belakang pasien, kecuali
untuk eksorotasi atau bila penderita berbaring, maka pemeriksa ada di samping
pasien.
- Sendi siku:
Gerak fleksi ekstensi adalah gerakan ulna humeral (olecranon terhadap humerus).
Gerak pronasi dan supinasi adalah gerakan dari antebrachii dan memiliki sumbu ulna;
hal ini diperiksa pada posisi siku 90˚ untuk menghindari gerak rotasi dari sendi bahu.
- Sendi pergelangan tangan:
Pada dasarnya merupakan gerak dari radio karpalia dan posisi netral adalah pada
posisi pronasi, dimana jari tengah merupakan sumbu dari antebrachii. Diperiksa
gerakan ekstensi-fleksi dan juga radial dan ulnar deviasi.
- Jari tangan:
Ibu jari merupakan bagian yang penting karena mempunyai gerakan aposisi terhadap
jari-jari lainnya selain abduksi dan adduksi, ekstensi, dan fleksi.
Jari-jari lainnya hamper sama, MCP (Meta Carpal Phalangeal Joint) merupakan
sendi pelana dan deviasi radier atau ulnar dicatat tersendiri, sedangkan PIP (Proximal
Inter Phalanx) dan DIP (Distal Inter Phalanx) hanya diukur fleksi dan ekstensi.

2.2.6.3 Pemeriksaan Radiologis:


Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai adanya fraktur. Walaupun
demikian pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi serta ekstensi
fraktur. Untuk menghindarkan nyeri serta kerusakan jaringan lunak selanjutnya, maka sebaiknya
kita mempergunakan bidai yang bersifat radiolusen untuk imobilisasi sementara sebelum
dilakukan pemeriksaan radiologis.

Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan beberapa prinsip dua:

23
1. Dua posisi proyeksi; dilakukan sekurang-kurangnya yaitu pada antero-posterior dan lateral
2. Dua sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, di proximal dan distal sendi yang
mengalami fraktur
3. Dua anggota gerak. Pada anak-anak sebaiknya dilakukan foto pada kedua anggota gerak
terutama pada fraktur epifisis
4. Dua trauma, pada trauma yang hebat sering menyebabkan fraktur pada dua daerah tulang.
Misalnya pada fraktur kalkaneus atau femur, maka perlu dilakukan foto pada panggul dan
tulang belakang
5. Dua kali dilakukan foto. Pada fraktur tertentu misalnya fraktur tulang skafoid foto pertama
biasanya tidak jelas sehingga biasanya diperlukan foto berikutnya 10-14 hari kemudian.
Umumnya dengan foto polos kita dapat mendiagnosis fraktur, tetapi perlu dinyatakan
apakah fraktur terbuka/tertutup, tulang mana yang terkena dan lokalisasinya, apakah sendi juga
mengalami fraktur serta bentuk fraktur itu sendiri.

2.2.6.4 Pemeriksaan Laboratorium


Pemeriksaan laboratorium meliputi:
1. Pemeriksaan darah rutin untuk mengenai keadaan umum, infeksi akut/menahun
2. atas indikasi tertentu: diperlukan pemeriksaan kimia darah, reaksi imunologi, fungsi
hati/ginjal
3. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan sensitivity test

2.2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan secara umum:
1. Bila terjadi trauma, dilakukan primary survey terlebih dahulu.
2. Sebelum penderita diangkut, pasang bidai untuk mengurangi nyeri, mencegah
(bertambahnya) kerusakan jaringan lunak dan makin buruknya kedudukan fraktur. Bila tidak
terdapat bahan untuk bidai, maka bila lesi di anggota gerak bagian atas untuk sementara
anggota yang sakit dibebatkan ke badan penderita
Pilihan adalah terapi konservatif atau operatif. Pilihan harus mengingat tujuan
pengobatan fraktur yaitu mengembalikan fungsi tulang yang patah dalam jangka waktu sesingkat
mungkin.

24
1. Fraktur proksimal humeri
Pada fraktur impaksi tidak diperlukan tindakan reposisi. Lengan yang cedera diistirahatkan
dengan memakai gendongan (sling) selama 6 minggu. Selama waktu itu penderita dilatih
untuk menggerakkan sendi bahu berputar sambil membongkokkan badan meniru gerakan
bandul (pendulum exercise). Hal ini dimaksudkan untuk mencegah kekakuan sendi.
Pada penderita dewasa bila terjadi dislokasi abduksi dilakukan reposisi dan dimobilisasi
dengan gips spica, posisi lengan dalam abduksi (shoulder spica).
2. Fraktur shaft humeri
Pada fraktur humerus dengan garis patah transversal, apabila terjadi dislokasi kedua
fragmennya dapat dilakukan reposisi tertutup dalam narkose. Bila kedudukn sudah cukup
baik, dilakukan imobilisasi dengan gips berupa U slab (sugar tong splint). Immobilisasi
dipertahankan selama 6 minggu.
Teknik pemasangan gips yang lain yaitu dengan hanging cast. hanging cast terutama dipakai
pada pnderita yang dapat berjalan dengan posisi fragmen distal dan proksimal terjadi
contractionum (pemendekan).
Apabila pada fraktur humerus ini disertai komplikasi cedera n.Radialis, harus dilakukan open
reduksi dan internal fiksasi dengan plate-screw untuk humerus disertai eksplorasi n. Radialis.
Bila ditemukan n. Radialis putus (neurotmesis) dilakukan penyambungan kembali dengan
teknik bedah mikro. Kalau ditemukan hanya neuropraksia atau aksonotmesis cukup dengan
konservatif akan baik kembali dalam waktu beberapa minggu hingga 3 bulan.
3. Fraktur suprakondiler humeri
Jika pembengkakan tak hebat dapat dilakukan reposisi dalam narkose umum. Setelah
tereposisi, posisi siku dibuat fleksi diteruskan sampai a.Radialis mulai tak teraba. Kemudian
diekstensi siku sedikit untuk memastikan a.Radialis teraba lagi. Dalam posisi fleksi maksimal
ini dilakukan imobilisasi dengan gips spal. Posisi fleksi maksimal dipindahkan karena
penting untuk menegangkan otot trisep yang berfungsi sebagai internal splint.
Kalau dalam pengontrolan dengan radiologi hasilnya sangat baik gips dapat dipertahankan
dalam waktu 3-6 minggu. Kalau dalam pengontrolan pasca reposisi ditemukan tanda
Volkmann’s iskaemik secepatnya posisi siku diletakkan dalam ekstensi, untuk
immobilisasinya diganti dengan skin traksi dengan sistem Dunlop.

25
Pada penderita dewasa kebanyakan patah di daerah suprakondiler garis patahnya berbentuk T
atau Y, yang membelah sendi untuk menanggulangi hal ini lebih baik dilakukan tindakan
operasi dengan pemasangan internal fiksasi.
4. Fraktur transkondiler humeri
Terapi konservatif diindikasikan pada fraktur dengan dislokasi minimal atau tanpa dislokasi.
Tindakan yang paling baik dengan melakukan operasi reposisi terbuka dan dipasang fiksasi
interna dengan plate-screw.
5. Fraktur interkondiler humeri
Bila dilakukan tindakan konservatif berupa reposisi dengan immobilisasi dengan gips
sirkuler akan timbul komplikasi berupa kekakuan sendi (ankilosis). Untuk mengatasi hal
tersebut dilakukan tindakan operasi reduksi dengan pemasangan internal fiksasi dengan
plate-screw.
6. Fraktur kondilus lateral & medial humeri
Jika frakturnya tertutup dapat dilakukan reposisi tertutup, kemudian dilakukan imbolisasi
dengan gips sirkular. Bila hasilnya kurang baik, perlu dilakukan tindakan operasi reposisi
terbuka dan dipasang fiksasi interna dengan plate-screw. Kalau lukanya terbuka dilakukan
debridement dan dilakukan fiksasi luar.

2.2.8 Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat terjadi:
1. Kekakuan sendi bahu (ankilosis). Lesi pada n.Sirkumfleksi aksilaris menyebabkan paralisis
m.Deltoid.
2. Apabila pada fraktur medial humerus disertai komplikasi cedera n.Radialis, harus dilakukan
operasi reduksi dan internal fiksasi dengan plate screw untuk humerus disertai eksplorasi
n.Radialis.
3. Sindroma kompartemen yang biasa disebut dalam 5 P (Pain, Pallor, Pulselesness,
Paraesthesia, Paralysis), terjepitnya a. Brakhialis yang akan menyebabkan nekrosis otot-otot
dan saraf.
4. Mal union cubiti varus (carrying angle berubah) dimana siku berbentuk O, secara fungis
baik, tapi kosmetik kurang baik. Perlu dilakukan koreksi dengan operasi meluruskan siku
dengan teknik French osteotomy.

26
DAFTAR PUSTAKA

Rasjad, C., dkk. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta: EGC, 2010, Bab 42; Sistem
Muskuloskeletal.
Rasjad, C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: PT. Yarsif Watampone, 2007, Bab. 14;
Trauma.

27

Anda mungkin juga menyukai