Anda di halaman 1dari 9

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM PRIMA MEDIKA

NOMOR: 053/PERDIR/RSPM/I/2018

TENTANG
KEBIJAKAN PELAYANAN SASARAN KESELAMATAN PASIEN
DI RUMAH SAKIT UMUM PRIMA MEDIKA

DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM PRIMA MEDIKA,

Menimbang :
a. bahwa untuk meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit Umum Prima Medika
dalam upaya meningkatkan keselamatan pasien (patient safety) maka diperlukan
penyelenggaraan pelayanan sasaran keselamatan pasien yang baik di lingkungan
Rumah Sakit Umum Prima Medika;
b. bahwa agar penyelenggaraan pelayanan sasaran keselamatan pasien di Rumah
Sakit Umum Prima Medika tersebut pada diktum a dapat berjalan dengan baik
maka perlu adanya Kebijakan tentang Pelayanan Sasaran Keselamatan Pasien
sebagai landasan bagi penyelenggaraan seluruh pelayanan di lingkungan RSU
Prima Medika;
c. bahwa sehubungan dengan hal tersebut pada diktum a dan b diatas perlu ditetapkan
Kebijakan tentang Pelayanan Sasaran Keselamatan Pasien Rumah Sakit Umum
Prima Medika dengan Peraturan Direktur Rumah Sakit Umum Prima Medika;

Mengingat :
1. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan;
2. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah
Sakit;
3. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 147/MENKES/PER/I/2010 Tentang
Perijinan Rumah Sakit;
4. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 012/MENKES/PER/I/2012 Tentang
Akreditasi;
5. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 11 Tahun 2017 Tentang Keselamatan
Pasien;
6. SK Kepala Dinas Kesehatan No: 445/4421/DIKES/VII/2017 /Dikes tentang Ijin
Operasional Rumah Sakit;
7. Surat Keputusan Direktur PT Surya Prima Cipta Nomor : 002/SK/PTSPC/VII/2016
Tentang Penunjukan Direktur RSU Prima Medika;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :

KESATU : PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM PRIMA MEDIKA


TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN SASARAN KESELAMATAN
PASIEN DI RUMAH SAKIT UMUM PRIMA MEDIKA;
KEDUA : Kebijakan Pelayanan Sasaran Keselamatan Pasien Rumah Sakit Umum
Prima Medika sebagaimana terlampir dalam Keputusan ini;
KETIGA : Evaluasi dan pengawasan pelaksanaannya oleh Ketua Tim Keselamatan
Pasien dengan melibatkan semua Kepala Bidang yang terkait sesuai
dengan tugas dan fungsinya;
KEEMPAT : Menarik dan tidak memberlakukan lagi Peraturan Direktur No
053/PERDIR/RSPM/I/2015 tentang Kebijakan Sasaran Keselamatan
Pasien yang terbit tahun 2015;
KELIMA : Peraturan Direktur ini berlaku sejak tanggal ditetapkannya dan apabila
dikemudian hari terdapat kekurangan atau kekeliruan, akan diadakan
perubahan sebagaimana mestinya

Ditetapkan di : Denpasar
Pada tanggal, : 05 Januari 2018
Direktur Rumah Sakit Umum. Prima Medika

dr. Putu Dian Ekawati, MPH


NIK. 307176
Lampiran:
Peraturan Direktur Rumah Sakit Umum Prima Medika
Nomor : 053/PERDIR/RSPM/I/2018
Tanggal : 5 Januari 2018
Tentang :

KEBIJAKAN PELAYANAN SASARAN KESELAMATAN PASIEN


DI RUMAH SAKIT UMUM PRIMA MEDIKA

I. IDENTIFIKASI PASIEN

1. Identifikasi pasien dengan benar dilakukan terhadap seluruh pasien di RSU Prima Medika,
baik di unit rawat jalan, rawat inap, UGD, ruang operasi, ruang bersalin, radiologi,
laboratorium, maupun di ruang hemodialisa
2. Identifikasi pasien dilakukan dengan menggunakan gelang identitas pasien, yang berisi tiga
identitas pasien, yaitu : nama, tanggal lahir, dan nomor rekam medis pasien
3. Petugas melakukan identifikasi pasien menggunakan minimal dua dari tiga identitas di atas,
dan tidak boleh identifikasi dengan nomor kamar pasien atau lokasi pasien dirawat
4. Gelang identitas dipasang pada setiap pasien rawat inap, one day care, pasien yang dilakukan
tindakan/prosedur invasif seperti hemodialisa, tindakan operasi, radiologi invasif, kemoterapi
dan tindakan invasif yang menggunakan sedasi
5. Pasien laki-laki memakai gelang identitas warna biru, pasien perempuan memakai gelang
identitas warna merah muda. Sedangkam gelang warna merah dipakai sebagai penanda
alergi, gelang kuning sebagai penanda risiko jatuh, dan gelang ungu sebagai penanda Do Not
Resucitate (DNR).
6. Pasien yang melahirkan menggunakan dua gelang identitas, yaitu gelang merah muda yang
mencantumkan identitas pasien tersebut, dan gelang warna biru atau merah muda (sesuai
jenis kelamin bayinya) yang mencantumkan identitas bayi.
7. Pada gelang identitas pasien, nama pasien harus ditulis lengkap sesuai dengan e-KTP, bila
tidak ada, gunakan kartu identitas lainnya, bila tidak ada semuanya minta kepada pasien atau
keluarganya untuk menulis pada formulir identitas yang disediakan rumah sakit dengan huruf
kapital pada kotak-kotak huruf yang disediakan, nama tidak boleh disingkat, tidak boleh
salah tulis walau satu huruf.
8. Pemasangan gelang identitas pasien dilakukan oleh perawat pada saat pasien masuk UGD,
atau oleh perawat yang pertama kali menangani pasien.
9. Gelang dipasang di tangan yang dominan, bila tidak memungkinkan maka dipasang pada
tangan lainnya. Lakukan pemasangan pada kaki bila pada tangan tidak memungkinkan, atau
dipasang di pakaian apabila di tangan dan kaki tidak memungkinkan juga dan pasien alergi
dengan gelang. Hal ini harus dicatat di rekam medis pasien.
10. Identitas pada gelang identitas pasien harus dicetak, tulisan tangan hanya boleh bila printer
sedang rusak dan harus segera diganti bila printer berfungsi kembali.
11. Identifikasi dilakukan dengan cara verbal (menanyakan/mengkonfirmasi nama pasien) dan
visual (melihat gelang pasien)
12. Semua pasien harus diidentifikasi secara benar sebelum pemberian obat, pemberian
darah/produk darah, pemberian cairan intravena, pengambilan sample darah, urin atau
spesimen lainnya untuk pemeriksaan klinis, pemberian diet, sebelum dilakukan prosedur
radiologi diagnostik, hemodialisa, dan saat identifikasi terhadap pasien koma
13. Bila dalam satu ruang terdapat pasien dengan nama sama, maka pada sampul rekam medik,
resep obat dan semua formulir permintaan penunjang harus diberi tanda “HATI-HATI
PASIEN DENGAN NAMA SAMA/MIRIP”
14. Gelang identitas hanya boleh dilepas pada saat pasien pulang atau keluar dari rumah sakit
oleh perawat yang memulangkan pasien tersebut.

II. PENINGKATAN KOMUNIKASI YANG EFEKTIF

1. Komunikasi yang efektif dilakukan antar profesional pemberi asuhan (PPA), seperti antara
staf medis dengan staf medis yang lain, antara staf medis dengan staf keperawatan, atau
dengan staf klinis lainnya
2. Komunikasi efektif dilakukan saat pertukaran shift, antar berbagai tingkat layanan di dalam
rumah sakit, seperti jika pasien dipindah dari unit intensif ke unit perawatan atau dari UGD
ke kamar operasi dan dari unit rawat inap ke unit layanan diagnostik atau unit tindakan
seperti radiologi atau unit fisioterapi
3. Komunikasi antar profesional pemberi asuhan harus dilakukan secara efektif baik secara
langsung maupun melalui telepon atau aplikasi pengirim pesan (seperti whatsapp atau SMS)
4. Pada saat menerima perintah lisan/lisan lewat telepon menggunakan teknik “TBK”
(Tulis,Baca,Konfirmasi) dengan cara: penerima perintah menulis lengkap perintahnya
(Tulis/Write back), membaca ulang (Baca/Read back) dan melakukan konfirmasi
(Konfirmasi/Repeat back)
5. Tulisan disebut lengkap bila terdiri dari tanggal, jam, isi perintah, nama penerima perintah
dan tanda tangan, nama pemberi perintah dan tanda tangan (pada kesempatan berikutnya,
dalam waktu 1x24 jam)
6. Baca ulang dengan jelas, bila perintah mengandung nama obat NORUM/LASA (Look Alike
Sound Alike), maka nama obat LASA harus dieja satu persatu hurufnya.
7. Di unit pelayanan harus tersedia daftar obat Look Alike Sound Alike
8. Konfirmasi lisan dan tertulis, konfirmasi lisan : sesaat setelah pemberi perintah mendengar
pembacaan dan memberikan pernyataan kebenaran pembacaan secara lisan, misal “ya sudah
benar”.Konfirmasi tertulis : dengan tanda tangan pemberi perintah,yang harus diminta pada
kesempatan kunjungan berikutnya
9. Pada saat melakukan pelaporan, pelaporan hasil pemeriksaan kritis dan serah terima pasien
menggunakan teknik “SBAR” dengan cara menyampaikan : Situation, Background,
Assessment dan Recommendation.
10. Hasil pemeriksaan kritis harus segera dilaporkan ke DPJP dalam waktu kurang dari 30 menit
untuk mencegah keterlambatan penatalaksanaan pasien dengan hasil kritis

III. PENINGKATAN KEAMANAN OBAT YANG PERLU DIWASPADAI


(HIGH ALERT MEDICATION)

A. Penanganan Obat High Alert


1. Setiap unit pelayanan obat harus ada daftar obat High Alert, LASA, Elektrolit Konsentrat
serta panduan penatalaksanaan obat High Alert.
2. Elektrolit Konsentrat tidak disimpan di unit perawatan, kecuali di Unit Farmasi, Unit
Gudang Farmasi, Depo Farmasi, UGD, Ruang Operasi, Ruang Bersalin dan Ruang
Intensif.
3. Setiap staf klinis terkait harus mengetahui penatalaksaan obat High Alert.
4. Obat High Alert harus tersimpan terpisah, akses terbatas, diberi label jelas.
5. Instruksi lisan obat High Alert hanya boleh dalam keaadaan emergency, atau nama obat
harus dieja perhuruf (khusus LASA)
6. Sebelum menyuntikkan obat High Alert harus melakukan cek 6 Benar dan dilanjutkan
dengan double check (dicek oleh perawat lain untuk memastikan tidak ada kesalahan
obat)

B. Penyimpanan Obat High Alert di Unit Farmasi


1. Stiker High Alert ditempelkan pada setiap dos obat High Alert
2. Stiker high alert ditempel pada setiap ampul obat High Alert yang akan diserahkan pada
perawat
3. Obat High Alert disimpan terpisah dengan obat lain (dalam konteiner/ rak khusus)
4. Obat sitostatika disimpan secara terpisah dari obat lain.
5. Obat narkotika disimpan secara terpisah dalam lemari terkunci double, double pintu.
Setiap pengeluaran harus diketahui oleh penanggung jawabnya dan dicatat, setiap ganti
shift harus tercatat dalam buku serah terima lengkap dengan jumlahnya dan
ditandatangani.
6. Obat High Alert dalam infus: cek selalu ketepatan dan kecepatan pompa infus, tempel
stiker label, nama obat pada botol infus, dan isi dengan catatan sesuai dengan ketentuan.

IV. KEPASTIAN TEPAT LOKASI, TEPAT PROSEDUR, TEPAT PASIEN OPERASI

A. Penandaan Lokasi Operasi.


1. Penandaan dilakukan pada semua kasus termasuk sisi lateral (laterality), multipel struktur
(jari tangan, jari kaki, lesi) atau multiple level (tulang belakang)
2. Beberapa prosedur yang tidak memerlukan penandaan :
a. Kasus organ tunggal (misalnya operasi jantung, operasi Caesar)
b. Kasus intervensi seperti kateterisasi jantung
c. Prosedur yang melibatkan bayi prematur,di mana penandaan akan menyebabkan tato
yang permanen
3. Perlu melibatkan pasien dan atau keluarga
4. Penandaan tersebut menggunakan spidol permanen dengan tanda centang ( √ ) pada lokasi
yang akan dilakukan pembedahan / insisi
5. Tidak mudah luntur terkena air/alkohol/betadine..
6. Mudah dikenali.
7. Digunakan secara konsisten di Rumah Sakit
8. Dibuat oleh dokter operator / orang yang akan melakukan tindakan
9. Dilaksanakan saat pasien terjaga dan sadar jika memungkinkan, dan harus terlihat sampai
saat akan disayat.
10. Penandaan dapat dilakukan mulai dari klinik rawat jalan, UGD, rawat inap sampai saat
sebelum pasien dilakukan pembiusan lokal atau induksi pada pasien dengan anestesi umum

B. Verifikasi Praoperatif
Proses verifikasi Pra-operatif meliputi:
1. Verifikasi lokasi operasi, prosedur operasi, dan pasien yang benar
2. Semua dokumen, foto (imaging), hasil pemeriksaan yang relevan tersedia, diberi label,
dan dipampangkan dengan baik.
3. Verifikasi ketersediaan peralatan khusus dan/atau inplant yang dibutuhkan.
4. Proses verifikasi ini dicatat dalam ceklist operasi yang tersedia. Proses verifikasi ini juga
berlaku di ruang tindakan rawat inap, ruang tindakan bedah rawat jalan, UGD dan
poliklinik gigi.

C. Proses sign-in, time-out dan sign-out


1. Proses sign-in, time-out dan sign-out dilakukan sebelum operasi atau tindakan invasif
yang menggunakan tindakan sedasi ringan atau dalam, dilakukan di kamar operasi atau di
ruang di mana tindakan invasif dilakukan
2. Menggunakan form check list “Keselamatan Pasien Operasi” yang mencakup :
a. Sign In, dilakukan sebelum tindakan induksi dan tim dinyatakan siap, dipimpin oleh
dr anastesi, dilakukan di ruang persiapan, minimal dihadiri oleh dokter anastesi dan
perawat
b. Time Out, dilakukan sebelum insisi area operasi, dipimpin oleh dokter operator,
dilakukan di kamar operasi, dihadiri oleh tim bedah
c. Sign Out, adalah kegiatan yang dilakukan sebelum dilakukan tindakan penutupan
luka operasi, dipimpin oleh dokter operator, dilakukan di kamar operasi, dihadiri oleh
tim bedah
3. Proses sign-in, time-out dan sign-out juga dilakukan sebelum operasi atau tindakan
invasif yang dilakukan di luar kamar operasi (di UGD, ICU, radiologi, endoskopi, ruang
bersalin), termasuk pada prosedur gigi

V. PENGURANGAN RISIKO INFEKSI TERKAIT PELAYANAN KESEHATAN

1. Menerapkan Program Hand Hygiene yang efektif


2. Menerapkan Five Moments for Hand Hygiene (lima saat melakukan cuci tangan ):
1) Sebelum kontak dengan pasien
2) Sebelum melakukan tindakan asepsis
3) Setelah kontak dengan pasien
4) Setelah kontak dengan cairan tubuh pasien
5) Setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien
3. Penggantian alat-alat invasif : infus tiap 3 hari, Dawer Catheter dan NGT tiap 2 minggu,
CVC, CVP dan ETT tiap 2 minggu atau segera bila ada tanda tanda infeksi.
4. Pelabelan tanggal kedaluarsa alat steril :
Setiap kemasan bahan/alat steril harus ada informasi sebagai petunjuk bahwa bahan / alat
tersebut melalui proses sterilisasi, tanggal sterilisasi dan tanggal kedaluarsa.

VI. PENGURANGAN RISIKO CEDERA PASIEN AKIBAT JATUH

1. Asesmen awal risiko jatuh harus dilakukan terhadap semua pasien di rumah sakit sejak
pasien datang.
2. Asesmen risiko jatuh pasien rawat jalan dilakukan menggunakan “Get Up and Go Test”
3. Asesmen risiko jatuh pasien rawat inap untuk dewasa menggunakan skala Morse
4. Asesmen risiko jatuh pasien rawat inap untuk anak menggunakan skala Humpty Dumpty
5. Pasien yang masuk kategori risiko jatuh “sedang” atau “tinggi” pada skala Morse dan
kategori “tinggi” pada skala Humpty Dumpty, dipakaikan gelang warna kuning
6. Perawat melakukan asesmen ulang dari pasien rawat inap yang berisiko jatuh “sedang”
atau “tinggi”
7. Bila hasil asesmen risiko jatuh “sedang” atau “tinggi” maka petugas atau perawat
melakukan langkah-langkah pencegahan pasien cedera akibat jatuh
8. Lambang risiko jatuh dipasang pada pintu kamar pasien,dan pada bed pasien jika pasien
lebih dari satu dalam satu kamar, untuk pasien berisiko jatuh “sedang” atau“tinggi”
9. Untuk neonatus dikategorikan semua berisiko jatuh,tapi tidak perlu memakai gelang
kuning
10. Skrining awal risiko jatuh pasien rawat jalan dilakukan oleh satpam di area kedatangan
pasien pertama kali, sebelum menuju ke tempat pendaftaran di poliklinik atau area
penerimaan pasien gawat darurat
11. Pasien rawat jalan yang berisiko tinggi jatuh, dipasang pita kuning pada lengan pasien,
sebagai penanda risiko jatuh
12. Pengkajian pasien risiko jatuh di dalam ruang perawatan dilakukan secara
berkesinambungan setiap shift jaga, segera setelah pasien jatuh, bila ada perubahan
kondisi dan pada pasien yang mendapat obat sedasi

Ditetapkan di : Denpasar
Pada tanggal, : 05 Januari 2018
Direktur Rumah Sakit Umum. Prima Medika

dr. Putu Dian Ekawati, MPH


NIK. 307176

Anda mungkin juga menyukai