Anda di halaman 1dari 4

Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan, kemampuan peserta didik dalam menyelasaikan

soal HOTS masih tergolong rendah. Permatasari (2017) dalam penelitiannya menemukan bahwa rata-
rata kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta didik pada tiap indikator adalah 0,38 untuk C4
(menganalisis), 0,26 untuk C5 ( mengevaluasi), dan 0,21 untuk C6 (Mencipta). Terdapat 68,24% peserta
didik memiliki keterampilan berpikir tingkat tinggi dalam analisis, 3,53% peserta didik memiliki
keterampilan berpikir tingkat tinggi dalam mengevaluasi, dan 0% peserta didik memiliki keterampilan
berpikir tingkat tinggi dalam penciptaan (Budiarti, 2017). Selain itu Kurniati (2016) dalam penelitiannya
menemukan 18 peserta didik mamp

https://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/index.php/inovasi-pendidikan-fisika/article/view/24140/22067

1. BRAIN BASED LEARNING Oleh : Rika Afritasari


2. 2. What is Brain based Learning? • Menurut Jensen (2008) Brain Based Learning
merupakan pembelajaran yang diselaraskan dengan cara otak yang didesain secara
alamiah untuk belajar. • Menurut Sapa’at (2009) sebuah konsep untuk menciptakan
pembelajaran yang berorientasi pada upaya pemberdayaan potensi otak siswa.
Pembelajaran berbasis Brain Based Learning merupakan aktivitas keseluruhan dari kedua
belahan otak secara simultan yang menghasilkan pengalaman belajar yang bermakna dan
koneksi otak yang permanen.
3. 3. Brain based Learning (BBL) BBL mewajibkan guru memahami tentang bagaimana otak
bekerja sehingga guru dapat mendesain pembelajaran yang dapat memaksimalkan
penggunaan otak siswa saat belajar (Duman 2006)
4. 4. Who and When BBL was developed? BBL bermula dari penelitian neurophysiology
tentang bagaimana otak bekerja (Davis 2004).
5. 5. Why Brain Based Learning? • BBL menawarkan sebuah konsep untuk menciptakan
pembelajaran dengan berorientasi pada upaya pemberdayaan potensi otak siswa • BBL
mengemukakan pendidikan yang menggunakan sistem pembelajaran yang mengutamakan
kemajuan otak
6. 6. Standar pembelajaran BBL 1. Pengalaman yang berdampak pada struktur otak. 2. Proses
pembelajaran dapat membantu otak dalam menyalurkan rangsangan ke dalam memori
jangka panjang. 3. pengaruh lingkungan, seperti rasa aman, emosi, kegembiraan baru,
humor, musik, pilihan, gerak badan, dan hands on activity memiliki kontribusi dalam
meningkatkan kesiapan siswa dalam belajar dan meningkatkan ingatan siswa Schiller &
Willis (2008)
7. 7. 5 Sistem Cara Berpikir Sistem pembelajaran emosional Sistem pembelajaran sosial
Sistem pembelajaran kognitif Sistem pembelajaran fisik Sistem pembelajaran reflektif
8. 8. 1.Hasil riset (Sorkresno 2007) menunjukkan bahwa efektivitas belajar sangat ditentukan
oleh suasana emosi. Bagian otak yang sangat berperan dalam mempengaruhi seseorang
adalah system limbic, sehingga bagian ini sering disebut otak emosi. 2.Sistem pembelajaran
sosial adalah hasrat untuk menjadi bagian dari kelompok, untuk dihormati,dan untuk
menikmati perhatian dari orang lain. Jika sitem emosional bersifat pribadi, berpusat pada diri
dan internal, makka sistem sosial berfokus pada interaksi dengan orang lain atau
pengalaman interpersonal. 3.Sistem pembelajaran kognitif adalah sistem pemrosesan
informasi pada otak. 4.Sistem pembelajaran fisik otak mengubah hasrat, visi, dan niat
menjadi tindakan, karena sistem operasi ini didorong untuk melakukan sesuatu.
5.Pemebelajaran reflektif merupakan merupakan sistem yang memantau dan mengatur
aktivitas semua sistem otak yang lainnya.
9. 9. 5 sistem cara berpikir Jika guru memahami bagaimana sistem pembelajaran primer
(emosional, sosial, kognitif, fisik, reflektif) berfungsi, maka mengajar akan lebih efektif dan
merasakan kegembiraan lebih besar dalam mengajar (Given 2007).
10. 10. Tahap-tahap BBL Pra pemaparan Tahap persiapan Tahap inisiasi dan akuisisi Tahap
elaborasi Tahap inkubasi Verifikasi dan pengecekan keyakinan Perayaan dan integrasi
11. 11. 12 PRINSIP BBL 1) Otak adalah prosesor paralel. 2) Belajar melibatkan seluruh alat
tubuh. 3) Pencarian makna adalah bawaan. 4) Pencarian makna terjadi melalui pembuatan
pola. 5) Emosi sangat penting untuk pembuatan pola 6) Setiap otak memproses keseluruhan
dari bagian-bagian secara serentak. 7) Belajar melibatkan baik pemusatan perhatian
maupun persepsi sekeliling. 8) Belajar melibatkan baik proses sadar maupun tidak sadar. 9)
Manusia memiliki (paling sedikit) dua jenis sistem memori, yaitu spasial dan hafalan. 10)
Otak mengerti dan mengingat paling baik ketika fakta-fakta dan keterampilan tertanam
dalam memori secara alami. 11) Pembelajaran ditingkatkan oleh tantangan dan dihambat
oleh ancaman. 12) Setiap otak adalah unik.
12. 12. Implikasi BBL orchestrated immersion relaxed allertness active processing
13. 13. “Peran utama pendidik adalah memahami riset otak secukupnya untuk membantu siswa
berkembang menjadi ”diri” mereka yang terbaik. Sebagai pendidik, kita bisa mengandalkan
kelima sistem pembelajaran neurobiologis untuk menyusun kerangka pendidikan dengan
baik, sehingga perencanaan pembelajaran dan penerapannya terasa menyenangkan”
(Given, 2007)
14. 14. Kelebihan • Fokus pada cara otak belajar dan bekerja • Melatih siswa untuk tidak terlalu
bergantung pada guru • menambah kepercayaan diri dalam kemampuan berpikir siswa •
Menghindari pemforsiran terhadap kerja otak • dapat membantu anak untuk merespon orang
lain • memberdayakan siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar Kelemahan •
Tenaga pendidik belum sepenuhnya memahami teori bbl • Memerlukan waktu yang tidak
sedikit • Memerlukan fasilitas yang memadai
15. 15. Daftar Pustaka • Sapa’at A. 2007. “Brain Based Learning”. Tersedia pada:
http://matematika. upi.edu/artikel/brain_based.html • Schiller P. & C. A. Willis. 2008. “Using
Brain-Based Teaching Strategies to Creat Supportive Early Childhood Environment That
Address Learning”. Beyond the Journal (young children on the web), Edisi Juli 2008 (hlm. 1-
6). • Given B K. 2007. Brain Based Teaching (Merancang Kegiatan Belajar-Mengajar yang
melibatkan Otak Emosional, Sosial, Kognitif, Kinestetis, dan Reflektif). Bandung: Kaifa •
Jensen E. 2008. Pembelajaran Berbasis Kemampuan Otak: Cara Baru dalam Pengajaran
dan Pelatihan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
16. 16. Daftar Pustaka • Artikel penerapan pembelajaran yang bisa di akses di link:
http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_cont
ent&view=article&id=320:penerapan-pembelajaran- kemampuan-
otakmatematika&catid=42:ebuletin&Itemid=215 • Model pembelajaran brain based learning
pada link: http://www.mediafunia.com/2014/07/brain-based-learning- bbl.html diakses pada
hari Rabu,5 Oktober 2016 • Artikel dalam website :
https://orinaru.wordpress.com/2012/09/20/penerapan- pendekatan-brain-based-learning-bbl-
dalam- pembelajaran-matematika-di-sekolah-dasar/
eistimewaaan terhebat manusia jika dibandingkan dengan makhluk lainnya terletak pada kemampuan berpikirnya

sebagai manusia berbudaya.

Namun alangkah malangnya ketika potensi otak kita sebagai modalitas utama untuk berpikir tidak diberdayakan

secara optimal. Bahkan sekolah yang idealnya diharapkan berperan sebagai komunitas untuk memberdayakan

kemampuan berpikir siswa pun kadang kurang memperhatikan fakta pentingnya penggunaan otak dalam proses

pembelajaran.

Pada tahun 1970, Paul McClean mulai memperkenalkan konsep Triune Theory yang mengacu pada proses evolusi

tiga bagian otak manusia. Dalam hipotesisnya, McClean menyatakan bahwa otak manusia terdiri dari tiga bagian

penting— otak besar (neokorteks), otak tengah (sistem limbik), dan otak kecil (otak reptil)—dengan fungsi masing-

masing yang khas dan unik.Otak besar (neokorteks) memiliki fungsi utama untuk berbahasa, berpikir, belajar,

memecahkan masalah, merencanakan, dan mencipta. Kemudian, otak tengah (sistem limbik) berfungsi untuk

interaksi sosial, emosional, dan ingatan jangka panjang. Otak kecil (otak reptil) sendiri menjalani fungsi untuk

bereaksi, naluriah, mengulang, mempertahankan diri, dan ritualis.

Triune Theory merupakan sebuah temuan penting yang harus direspons secara positif oleh dunia pendidikan,

terutama dalam kaitannya untuk mengembangkan sebuah strategi pembelajaran yang berbasis otak dan

memberdayakan seluruh potensi diri siswa.Kecenderungan umum yang hadir di ruang kelas sekolah kita adalah

terjadinya pembelajaran tradisional yang relatif hanya memfungsikan otak kecil semata, di mana proses

pembelajaran yang terjadi bersifat teacher centered dengan menjadikan siswa sebagai objek pembelajaran dengan

aktivitas utamanya untuk menghafal materi pelajaran, mengerjakan tugas dari guru, menerima hukuman jika

melakukan kesalahan, dan kurang mendapatkan penghargaan terhadap hasil kerjanya.

Situasi pembelajaran seperti ini jika terus dipertahankan akan membawa dampak yang buruk bagi siswa, di mana
kondisi ini akan memunculkan sikap kegagalan dan mempertahankan diri. Siswa akan merasa apa yang mereka

kerjakan bukan merupakan apa yang mereka inginkan. Jika terjadi sesuatu di luar keinginan siswa, maka dia akan

berusaha untuk berbohong atau menutupi apa yang mereka rasakan dan alami dalam kegiatan pembelajaran. Kondisi

ini jelas merupakan sebuah hal yang kontraproduktif terhadap terciptanya kegiatan pembelajaran yang bermakna

bagi siswa.

Brain based learning menawarkan sebuah konsep untuk menciptakan pembelajaran dengan berorientasi pada upaya

pemberdayaan potensi otak siswa. Tiga strategi utama yang dapat dikembangkan dalam implementasi brain based

learning. Pertama, menciptakan lingkungan belajar yang menantang kemampuan berpikir siswa.Dalam setiap

kegiatan pembelajaran, sering-seringlah guru memberikan soal-soal materi pelajaran yang memfasilitasi kemampuan

berpikir siswa dari mulai tahap pengetahuan (knowledge) sampai tahap evaluasi menurut tahapan berpikir
berdasarkan Taxonomy Bloom. Soal-soal pelajaran dikemas seatraktif dan semenarik mungkin—misal, melalui teka-
teki, simulasi games, dsb—agar siswa dapat terbiasa untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya dalam konteks

pemberdayaan potensi otak siswa.

Kedua, menciptakan lingkungan pembelajaran yang menyenangkan. Hindarilah situasi pembelajaran yang membuat

siswa merasa tidak nyaman dan tidak senang terlibat di dalamnya. Lakukan pembelajaran di luar kelas pada saat-saat

tertentu, iringi kegiatan pembelajaran dengan musik yang didesain secara tepat sesuai kebutuhan di kelas, lakukan

kegiatan pembelajaran dengan diskusi kelompok yang diselingi dengan permainan-permainan menarik, dan upaya-

upaya lainnya yang mengeliminasi rasa tidak nyaman pada diri siswa. Howard Gardner—dalam Buku Quantum

Learning karya De Porter, Bobbi, & Mike Hernacki—menyatakan bahwa seseorang akan belajar dengan segenap

kemampuan apabila dia menyukai apa yang dia pelajari dan dia akan merasa senang terlibat di dalamnya.

Ketiga, menciptakan situasi pembelajaran yang aktif dan bermakna bagi siswa (active learning). Siswa sebagai

pembelajar dirangsang melalui kegiatan pembelajaran untuk dapat membangun pengetahuan mereka melalui proses

belajar aktif yang mereka lakukan sendiri. Bangun situasi pembelajaran yang memungkinkan seluruh anggota badan

siswa beraktivitas secara optimal, misal mata siswa digunakan untuk membaca dan mengamati, tangan siswa

bergerak untuk menulis, kaki siswa bergerak untuk mengikuti permainan dalam pembelajaran, mulut siswa aktif

bertanya dan berdiskusi, dan aktivitas produktif anggota badan lainnya. Merujuk pada konsep konstruktivisme

pendidikan, keberhasilan belajar siswa ditentukan oleh seberapa mampu mereka membangun pengetahuan dan

pemahaman tentang suatu materi pelajaran berdasarkan pengalaman belajar yang mereka alami sendiri.

Pembelajaran merupakan proses sederhana yang harus mereka lakukan dan alami sendiri untuk membangun

pengetahuan dan kebermaknaan belajar yang kelak akan mereka dapatkan.Apakah mungkin brain based learning

dapat dipraktikkan dan dikembangkan di ruang kelas sekolah kita? Kemauan dan kemampuan guru untuk

mereformasi pengembangan-pengembangan baru dunia pendidikan di tataran praktis adalah kunci sukses

meningkatnya kualitas pembelajaran melalui brain based learning. Tanpa itu semua, mimpi kali yee… (***) (AsySa)

Opini Padang Ekspress, Selasa 10 Juli 2007

Anda mungkin juga menyukai