Anda di halaman 1dari 75

i

ii
KATA PENGANTAR
Perkawinan pada usia anak merupakan masalah yang sangat
serius karena mengandung berbagai risiko dari berbagai aspek, seperti
kesehatan, psikologi, dan sosiologi. Adapun usia pernikahan wajar
menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN) adalah 21 tahun untuk perempuan dan 25 tahun untuk laki-
laki. Sehingga mereka yang melakukan perkawinan di bawah usia 18
tahun adalah pernikahan tidak wajar karena usia belum matang, organ
intim dan reproduksi sedang berkembang serta mental yang masih
belum stabil.
Saat ini Kota Palu, sebagai ibukota Provinsi Sulawesi Tengah
sedang mempersiapkan diri untuk menjadi kota layak anak. Untuk itu
penelitian ini penting dilakukan sebagai bahan analisis untuk
merumuskan kebijakan agar tepat sasaran. Publikasi ini diharapkan
dapat digunakan oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak Provinsi Sulawesi Tengah dan seluruh Organisasi
Perangkat Daerah terkait lainnya sebagai data pendukung penyusunan
berbagai macam kebijakan dan program dalam menjawab tantangan
bagi peningkatan kesejahteraan anak di Provinsi Sulawesi Tengah.
Penghargaan dan ucapan terima kasih kami sampaikan kepada
semua pihak yang teal membantu melaksanakan penelitian ini. Kritik
dan saran dari semua pihak sangat diharapkan untuk penyempurnaan
penelitian ini di masa mendatang.

Palu, November 2019


Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Provinsi Sulawesi Tengah

Ihsan Basir, SH, LL

iii
DAFTAR ISI
Daftar Grafik ........................................................................................... v
Daftar Tabel .......................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................... 17
1.2.1 Rumusan Masalah Umum ................................................................. 17
1.2.2 Rumusan Masalah Khusus ................................................................ 17
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................. 18
1.3.1 Tujuan Umum ................................................................................... 18
1.3.2 Tujuan Khusus .................................................................................. 18
1.4. Manfaat Penelitian .............................................................................. 19
1.4.1 Manfaat Bagi Peneliti ....................................................................... 19
1.4.2 Bagi Masyarakat ............................................................................... 19
1.4.3 Bagi Dinas Terkait ............................................................................ 19
1.5. Ruang Lingkup Penelitian ................................................................... 19
1.5.1 Lingkup Tempat ................................................................................ 19
1.5.2 Lingkup Waktu ................................................................................. 19
1.6. Metodologi.......................................................................................... 20
1.6.1 Tipe Penelitian .................................................................................. 20
1.6.2 Teknik Pengumpulan Data ................................................................ 20
1.7 Keterbatasan Penelitian ...................................................................... 24
BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI ............................................. 27
2.1 Letak Geografis ................................................................................... 27
2.2 Informasi Umum Kependudukan ......................................................... 30
2.2.1 Keadaan Penduduk ........................................................................... 30
2.2.2 Kepadatan Penduduk ........................................................................ 34

iv
2.2.3 Rasio Jenis Kelamin ...................................................................... 35
2.2.4 Keadaan Pendidikan ...................................................................... 36
2.2.5 Kesehatan ...................................................................................... 39
BAB III FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PERKAWINAN ANAK DI PROVINSI SULAWESI TENGAH ........ 45
3.1 Kesehatan Reproduksi ......................................................................... 48
3.2 Pendidikan ........................................................................................... 50
3.3 Pendapatan Ekonomi ........................................................................... 53
3.4 Sikap dan Perilaku ............................................................................... 55
3.5 Pola Asuh Orangtua ............................................................................. 57
3.6 Budaya dan Lingkungan Sekitar .......................................................... 60
BAB IV PENUTUP .............................................................................. 63
4.1 Rekomendasi ....................................................................................... 63
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 66

Daftar Grafik

v
Grafik 1 Trend Jumlah Penduduk provinsi Sulawesi Tengah Tahun
2012-2017……………………………………………….29
Grafik 2 Jumlah Penduduk Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Sulawesi
Tengah Tahun 2017……………………………………..30
Grafik 3 Piramida Penduduk Sulawesi Tengah Tahun 2017……….31
Grafik 4 Pendapatan Penduduk Per KM 2 Menurut Kab/ Kota Provinsi
Sulawesi Tengah Tahun 2017…………………………….32
Grafik 5 Rasio Jenis Kematian Menurut Kelompok Umur
Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2017…………………...33
Grafik 6 Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun Ke atas yang Sudah
Melek Huruf Kabupaten/kota Tahun 2017……………….35
Grafik 7 Persentase Penduduk Umur 15 Tahun Keatas Menurut
Kepemilikan Ijazah/STTB Tertinggi yang dimiliki Tahun
2017……………………………………………………….36
Grafik 8 Trend Angka Kematian Ibu Provinsi Sulawesi Tengah Tahun
2013-2017…………………………………………………38
Grafik 9 Trend Jumlah Kematian Ibu Provinsi Sulteng
Tahun 2017………………………………………………..39
Grafik 10 Persentase Kematian Ibu Berdasarkan Penyebab
Tahun 2017………………………………………………..40
Grafik 11 Persentase Kematian Ibu Berdasarkan Umur
Tahun 2017………………………………………………..41

vi
Daftar Tabel

Tabel 1 Sebaran Perkawinan Anak di Sulawesi Tengah……………….4


Tabel 2 Undang-undang Terkait Batasan Usia Anak…………………..5
Tabel 3 Jumlah Responden……………………………………………19
Tabel 4 Kriteria Responden………………………………………….. 20

vii
viii
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


The Convention on the Rights of The Child (Konvensi Hak-hak
Anak) mendefinisikan anak sebagai setiap manusia yang berusia di
bawah 18 tahun (delapan belas) tahun sehingga perkawinan
(perkawinan) yang dilakukan oleh seseorang yang belum mencapai usia
18 tahun tersebut secara internasional dikategorikan sebagai perkawinan
anak.
Dalam hukum internasional, perkawinan anak ditetapkan
sebagai salah satu bentuk kekerasan terhadap perempuan dan
merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia khususnya
sebagaimana tercantum dalam pasal 16 (2) pada Deklarasi Universal
Hak-hak Asasi Manusia yang dengan tegas menyatakan bahwa
―perkawinan hanya dapat dilaksanakan berdasarkan pilihan bebas dan
persetujuan penuh oleh kedua mempelai.‖
Masalah perkawinan anak juga mendapat perhatian khusus
dalam target kelima SDGs (Sustainable Development Goals) yang
bertujuan ―mencapai kesetaraan gender dan memberdayaan semua
perempuan dan anak perempuan‖ dengan salah satu targetnya adalah
menghapus segala bentuk praktik yang berbahaya seperti perkawinan
anak dan perkawinan paksa serta sunat perempuan.‖

Laporan Penelitian Perkawinan Anak Usia Dini diKota Palu 1


Studi The Council Foreign Relations (CFR) menyebutkan bahwa
fenomena perkawinan anak banyak ditemukan di berbagai belahan
dunia seperti Asia Selatan (46,90%), Sub Sahara Afrika (37,30%),
Amerika Latin (29%), Asia Timur dan Pasifik (17,60%), Timur Tengah
dan Afrika Utara (Vogelstein, 2013). Indonesia termasuk negara dengan
persentase perkawinan anak tinggi di dunia (rangking 37) dan tertinggi
kedua di ASEAN setelah Kamboja. Data-data ini memperlihatkan
betapa seriusnya masalah perkawinan anak karena praktik perkawinan
anak di usia yang masih sangat muda (10 – 15 tahun) bahkan melebihi
angka 10 persen, yang berarti anak perempuan usia sekolah dasar
sampai sekolah menengah pertama sudah dikawinkan. Angka
perkawinan di usia 16 – 18 tahun lebih menguatirkan lagi karena
meskipun usia 16 – 18 tahun tergolong usia yang sudah lebih besar dari
angka 10 – 15 tahun, usia tersebut masih tergolong usia anak. Ada
implikasi yang sangat serius dari terlaksananya perkawinan sebelum
usia 18 tahun.
Data yang dikumpulkan oleh sebuah organisasi non-profit yang
memperjuangkan hak-hak anak perempuan untuk tidak dinikahkan pada
usia anak, yaitu ―Girls Not Brides‖ mendapati bahwa anak perempuan
lebih terpapar dalam praktik perkawinan anak (perkawinan yang terjadi
di bawah usia 18 tahun). Berdasarkan data tersebut, terungkap bahwa
anak perempuan Indonesia 7,5 kali lebih rentan untuk menjadi korban
perkawinan anak dibandingkan anak laki-laki. UNICEF Annual Report

Laporan Penelitian Perkawinan Anak Usia Dini diKota Palu 2


2014 melaporkan dari jumlah total 85 juta anak Indonesia, satu dari
enam (1:6) anak perempuan Indonesia dinikahkan sebelum usia 18
tahun. World Fertility Policies juga menunjukkan data yang sama
bahwa di Indonesia tercatat 11,13 persen perempuan menikah di usia 10
– 15 tahun dan 32,10 persen di usia 16 – 18 tahun (Data Susenas, 2012).
Adapun data SDKI 2012 menyebutkan persentase yang menikah
di bawah usia 20 tahun sebesar 13 persen dengan median usia
perkawinan 20,1 tahun dan median usia kawin pertama di pedesaan
lebih rendah yaitu 19,7 (Kemenkes, 2013). Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2010 memaparkan bahwa 5 provinsi di Indonesia
dengan angka perkawinan anak paling tinggi untuk rentang usia 15 – 18
tahun adalah Kalimantan Tengah (52,1%), Jawa Barat (50,2%),
Kalimantan Selatan (48,4%), Bangka Belitung (47,9%), dan Sulawesi
Tengah (46,3%). Selain itu, sebesar 41,90 persen usia nikah pertama
berada pada kelompok usia 15-19 tahun dan pada kelompok usia 10—
14 tahun sebesar 4,8 persen telah menikah. Riset tersebut juga
menemukan bahwa provinsi dengan persentase perkawinan anak
(kurang dari 15 tahun) tertinggi di Indonesia adalah Kalimantan Selatan
(9 %), Jawa Barat (7,5 %), dan Banten (6,5%).
Sulawesi Tengah menjadi salah satu daerah penyumbang
pernikahan anak tertinggi di Indonesia meski Usia Kawin Pertama
(UKP) rata-rata Sulteng per SDKI 2017 sudah bergerak naik jadi 20,1
tahun dari SDKI 2012 yaitu 19,78 tahun. Data Survei Sosial Ekonomi

Laporan Penelitian Perkawinan Anak Usia Dini diKota Palu 3


Nasional (Susenas) Tahun 2015 menyebutkan bahwa Provinsi Sulawesi
Tengah termasuk lima besar dengan persentase 31,91 persen. Presentase
terbesar terdapat di Kabupaten Banggai Laut 15,83 persen, Banggai
Kepulauan 15,73 persen, Kabupaten Sigi 13,77 persen, Tojo Una-una
12,84 persen dan Kota Palu 6,90 persen. Sementara data BPS tahun
2016 memperlihatkan bahwa penyumbang tertinggi adalah Kabupaten
Tojo Una-una sebesar 23 persen dan Parigi Moutong 22 persen.

Tabel 1
Sebaran Perkawinan Anak di Sulawesi Tengah

No Kabupaten/Kota Presentase
1 Banggai Laut 15,83
2 Banggai Kepulauan 15,73
3 Sigi 13,77
4 Tojo Una-una 12,84
5 Palu 6,90

Bencana yang menimpa tiga daerah di Sulawesi Tengah, Kota


Palu, Sigi dan Donggala (Pasigala), selain menimbulkan korban jiwa,
juga ikut melahirkan masalah-masalah baru termasuk pernikahan dini,
pelecehan anak dan perempuan di kalangan penyintas, baik yang
mendiami huntara maupun shelter tenda pengungsian. Dinas
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Provinsi

Laporan Penelitian Perkawinan Anak Usia Dini diKota Palu 4


Sulawesi Tengah (Sulteng) menyebut, Pasca bencana alam gempa bumi
tsunami dan likuefaksi yang terjadi 28 September 2018, angka
pernikahan anak dibawah umur mengalami peningkatan di Pasigala.
Menurunkan angka kemiskinan di Sulawesi Tengah menjadi
salah satu yang diprioritaskan OPD. Persoalan kemiskinan Sulteng
masih memprihatinkan walau berhasil turun 0,32 persen, dari 14,01
persen (Maret 2018) menjadi 13,69 persen (September 2018).
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Sulteng masih lebih
rendah dari nasional, meski trennya naik tiap tahun yaitu dari 67,47
tahun 2016 menjadi 68,11 tahun 2017. Sementara IPM nasional di
tahun yang sama tercatat 70,81 poin. Pemerintah kabupaten dan kota se-
Provinsi Sulteng mengsinergikan program melalui Forum Organisasi
Perangkat Daerah (OPD) Provinsi Sulteng mengusung tema
‗‘Membangun kembali Sulawesi Tengah melalui penguatan mutu modal
manusia dan infrastruktur‘‘.
Dengan forum OPD, diharapkan unsur perangkat kerja provinsi,
kabupaten dan kota dapat menyinergikan usulan program atau kegiatan
tahun 2020 berbasis kinerja, tepat perencanaan dan penganggaran serta
jelas sasaran. Sasaran yang dimaksud ialah menumbuhkan ekonomi 6
sampai 7 persen, inflasi 3,5 sampai 4,5 persen, PDRB perkapita 53
sampai 54 juta, indeks gini pada kisaran 0,3 sampai 0,325, menurunkan
penduduk miskin sebesar 87 sampai 86,4 persen, tingkat pengangguran

Laporan Penelitian Perkawinan Anak Usia Dini diKota Palu 5


4 sampai 3,3 persen dan meningkatkan IPM pada angka 68,5 sampai
69,5.
Selain itu, maraknya kasus perkawinan anak di lokasi-lokasi
pengungsian warga Palu terdampak bencana alam gempa bumi, tsunami
dan likuifaksi September lalu menimbulkan keprihatinan banyak
organisasi perempuan. Diduga hal ini karena faktor ekonomi. Dari
sepuluh kasus perkawinan anak yang terjadi dalam rentang Oktober
2018 hingga Mei 2019 tersebut diketahui enam diantaranya menikah
dengan pasangan yang juga masih usia anak, dan satu di antaranya
menikah dengan pria di atas usia 40 tahun. Sedangkan tiga lainnya
menikah dengan pasangan berusia 18-20 tahun.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
(DP3A) Kota Palu, mengatakan sejauh ini pihaknya baru mengetahui
ada tigabelas kasus perkawinan anak yang dilaporkan. Ia pun menilai
faktor beban ekonomi yang dialami oleh orang tua yang sulit
mendapatkan pekerjaan bisa mempengaruhi terhadap terjadinya
perkawinan anak di lokasi-lokasi pengungsian. Ia mengakui kondisi
lingkungan di lokasi pengungsian baik di Huntara maupun tenda-tenda
yang ada jauh berbeda dengan situasi ketika mereka masih tinggal di
rumah sebelum bencana. Di lokasi pengungsian para orang tua
mengalami kesulitan untuk mengontrol pergaulan anak-anak mereka.
Irmayanti mendorong pemerintah Kota Palu untuk mempercepat
pembangunan hunian tetap yang jauh lebih layak untuk ditinggali

Laporan Penelitian Perkawinan Anak Usia Dini diKota Palu 6


ketimbang tenda-tenda pengungsian, maupun hunian sementara
(huntara). Hunian tetap (Huntap) menurutnya dapat memberikan tempat
tinggal yang lebih aman serta, nyaman bagi perempuan dan anak-anak.
Hingga Mei 2019 data Pemerintah Kota Palu menyebutkan setidaknya
masih terdapat 10.000 kepala keluarga atau 40.136 jiwa yang masih
berada di lokasi-lokasi pengungsian. Dari jumlah itu, baru 4.558 KK
yang sudah tertampung oleh Hunian Sementara (Huntara) yang
dibangun oleh pemerintah dan LSM, sedangkan sisanya sebanyak 6.655
KK masih tinggal di tenda-tenda pengungsian.
Banyak alasan berlangsungnya perkawinan anak, yang utama
adalah kerangka regulasi. Undang-Undang nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan menyebutkan bahwa usia menikah untuk calon pengantin
perempuan adalah 16 tahun dan calon pengantin laki-laki adalah 19
tahun. Ada hal yang tidak konsisten terkait batasan usia anak dan
definisi anak pada berbagai peraturan perundang-undangan lainnya di
Indonesia, seperti tampak pada tabel di bawah ini.

Tabel 2
Undang-undang Terkait Batasan Usia Anak

Batasan
No Sumber Pasal Keterangan
Usia
Anak yang belum dewasa apabila
Pasal
1 KUHP 16 tahun seseorang tersebut belum berumur
45
16 tahun

Laporan Penelitian Perkawinan Anak Usia Dini diKota Palu 7


Seorang belum dapat dikatakan
Pasal
dewasa jika orang tersebut umurnya
KUHPer 330
2 21 tahun belum genap 21 tahun, kecuali
data ayat
seseorang tersebut telah menikah
(1)
sebelum umur 21 tahun
Batas umur anak yang mampu
Kompila
Pasal berdiri sendiri atau dewasa adalah 21
si
98 tahun, sepanjang anak tersebut tidak
3 Hukum 21 tahun
ayat bercatat fisik maupun mental atau
Islam
(1) belum pernah melangsungkan
(KHI)
perkawinan
Seorang pria diizinkan kawin
UU No. (dianggap sudah dewasa dan layak
1 tahun untuk kawin) sesudah mencapai
Pasal
1974 umur 19 (Sembilan belas) tahun dan
4 7 ayat 18 tahun
tentang pihak wanita yang sudah mencapai
1
Perkawi umur 16 (enam belas) tahun.
nan Penyimpangan terhadap hal ini
hanya dapat dimintakan dispensasi.
Kepres Anak adalah seseorang yang belum
No. 36 berusia 18 (delapan belas) tahun,
5 18 tahun
tahun termasuk anak yang masih dalam
1990 kandungan

Laporan Penelitian Perkawinan Anak Usia Dini diKota Palu 8


(ratifika
si
Konven
si Hak
Anak)
UU No.
12 tahun
Pasal
1995 Anak pidana, anak negara, dan anak
1
6 tentang 18 tahun sipil di LAPAS anak paling lama
angka
Pemasy hingga usia 18 tahun
8
arakata
n
Anak adalah setiap manusia yang
UU No.
Pasal berusia dibawah 18 (delapan belas)
39 tahun
1 tahun dan belum menikah, termasuk
7 1999 18 tahun
angka anak yang masih dalam kandungan
tentang
5 apabila hal tersebut adalah demi
HAM
kepentingannya
UU No.
40 tahun Pasal
8 2004 41 23 tahun
tentang ayat 6
Sistem

Laporan Penelitian Perkawinan Anak Usia Dini diKota Palu 9


Jamina
n Sosial
Nasiona
l
UU No.
Warga Negara Indonesia adalah
12 tahun
anak yang lahir diluar perkawinan
2006
yang sah dari seorang ibu warga
tentang
Pasal negara asing yang diakui oleh
Kewarg
4 seorang ayah Warga Negara
9 anegara 18 tahun
huruf Indonesia sebagai anaknya dan
an
h pengakuan itu dilakukan sebelum
Republi
anak tersebut berumur 18
k
(delapan belas) tahun atau belum
Indonesi
kawin.
a
UU No.
23 tahun
2006
Pasal
tentang (kewajiban memiliki Kartu Tanda
10 63 17 tahun
Adminis Penduduk)
ayat 1
trasi
Kepend
udukan

Laporan Penelitian Perkawinan Anak Usia Dini diKota Palu 10


UU RI
No. 21
tahun
2007
tentang Pasal Anak adalah seseorang yang belum
Pember 1 berusia 18 (delapan belas) tahun,
11 18 tahun
antasan angka termasuk anak yang masih dalam
tindak 5 kandungan
pidana
perdaga
ngan
orang
UU No.
44 tahun Pasal
2008 1 Anak adalah seseorang yang belum
12 18 tahun
tentang angka berusia 18 (delapan belas) tahun
Pornogr 4
afi
UU No. Persyaratan permohonan Surat Ijin
22 tahun Mengemudi (SIM) perseorangan,
Pasal
13 2009 17 tahun usia 17 tahun untuk SIM A, C, dan
81
tentang D ; 20 tahun untuk SIM B1; 21
Lalu tahun untuk SIM B2.

Laporan Penelitian Perkawinan Anak Usia Dini diKota Palu 11


Lintas
dan
Angkut
an Jalan

Anak yang berkonflik dengan


hukum adalah anak yang telah
berumur 12 (dua belas) tahun,
tetapi belum berumur 18 (delapan
belas) tahun yang diduga
melakukan tindak pidana.
UU No.
11 tahun
Pasal Anak yang menjadi korban tindak
2012
1 pidana adalah anak yang belum
14 tentang 18 tahun
angka berumur 18 (delapan belas) tahun
Sistem
3, 4, 5 yang mengalami penderitaan fisik,
Peradila
mental, dan/atau kerugian ekonomi
n Anak
yang disebabkan oleh tindak pidana
Anak yang menjadi saksi tindak
pidana adalah anak yang belum
berumur 18 (delapan belas) tahun
yang dapat memberikan keterangan
guna kepentingan penyidikan,

Laporan Penelitian Perkawinan Anak Usia Dini diKota Palu 12


penuntutan, dan pemeriksaan di
sidang pengadilan tentang suatu
perkara pidana yang didengar,
dilihat, dan/atau dialaminya sendiri.
UU No.
Warga Negara Indonesia yang pada
8 tahun Pasal
hari pemungutan suara telah genap
2012 19
15 17 tahun berumur 17 (tujuh belas) tahun atau
tentang ayat
lebih atau sudah/pernah kawin
PEMIL (1)
mempunyai hak pilih
U
UU RI
No. 35
tahun Pasal Anak adalah seseorang yang belum
2014 1 berusia 18 (delapan belas) tahun,
16 18 tahun
tentang angka termasuk anak yang masih dalam
Perlind 1 kandungan
ungan
Anak
Anak adalah manusia yang belum
mencapai akil baliq (dewasa), laki-
Agama
17 laki disebut dewasa ditandai dengan
(Islam)
mimpi basah, sedangkan perempuan
ditandai dengan menstruasi, jika

Laporan Penelitian Perkawinan Anak Usia Dini diKota Palu 13


tanda-tanda tersebut sudah nampak
berapapun usianya maka ia tidak
bisa lagi dikategorikan sebagai anak-
anak yang bebas dari pembebanan
kewajiban
Disarikan dari berbagai sumber

Batasan usia anak yang tidak sama pada berbagai undang-


undang diatas menunjukkan bahwa batasan usia anak dibedakan
menjadi : a) usia dewasa politik, misalnya syarat dapat ikut pemilu; b)
usia dewasa seksual, syarat dibolehkan menikah; c) usia dewasa hukum,
batasan usia ketika dianggap cakap bertindak dalam hukum. Alasan
yang sangat logis terjadinya perkawinan anak adalah kondisi miskin
atau kemiskinan. Akibatnya, perkawinan pada anak (khususnya anak
perempuan) dianggap dapat membantu keluarga miskin keluar dari
kemiskinan itu. Hal tersebut yang kemudian menjadi pertanyaan,
apakah perkawinan anak sebuah solusi mengatasi kemiskinan atau
sebaliknya mendatangkan persoalan baru dan memperparah
kemiskinan? Faktor berikutnya yang perlu dicermati adalah tingkat
pendidikan rendah pada orang tua dan adanya tradisi menikahkan anak
perempuan di usia dini yang telah berlangsung sejak zaman dulu agar
tidak menjadi ―perawan tua.‖ Fenomena lainnya, adanya perubahan tata
nilai dan sosial di dalam masyarakat misalnya pergaulan bebas anak di

Laporan Penelitian Perkawinan Anak Usia Dini diKota Palu 14


bawah usia yang menyebabkan kehamilan tidak diinginkan hingga
keharusan mengatasi kondisi tersebut dengan cara menikah. Begitu pula
situasi informasi dan pendidikan tentang kesehatan reproduksi yang
masih sangat kurang hingga menimbulkan pemahaman yang sesat
tentang seksualitas dan banyak berujung pada perkawinan anak.
Yang juga sangat penting adalah pemahaman pada agama-
agama yang ada di tengah masyarakat. Satu di antara berbagai
pemahaman yang ada terkait agama bisa dicontohkan dari perspektif
agama Islam, yaitu seorang anak boleh dinikahkan karena sudah
dianggap baligh, yang artinya seseorang tersebut mulai dapat dibebani
dengan beberapa hukum syara‘, artinya melakukan kewajiban agama
dan berakhirnya masa kanak-kanak.
Namun tidak semua baligh menjalankan kewajiban tetapi yang
mempunyai akal saja. Sedangkan orang gila tidak dibebani kewajiban
syariah agama (Islam), maka itu ada istilah ―akil baligh‖. Kondisi
seseorang dianggap ―akil baligh‖ yaitu ketika seseorang sudah berakal,
sudah siap fisik dan mengerti hukum serta dapat membedakan mana
yang baik dan mana yang buruk sehingga mampu melangsungkan
perkawinan. Namun demikian ukuran akil baligh bagi masing-masing
perempuan tidaklah bisa disamaratakan, begitu juga pada anak laki-laki.
Baligh untuk anak laki-laki ditandai dengan perubahan biologis
seperti mendapat ―mimpi basah‖, sementara tanda pada anak
perempuan adalah telah mendapatkan haid untuk pertama kali. Usia saat

Laporan Penelitian Perkawinan Anak Usia Dini diKota Palu 15


mengalami akil baligh bisa berbeda-beda pada setiap individu. Biasanya
anak laki-laki mengalami perubahan fisik pada usia antara 11 sampai 13
tahun dan anak perempuan pada usia 10 sampai 12 tahun. Dengan
demikian banyak peristiwa yang terjadi di tengah masyarakat kita
khususnya mereka yang beragama Islam, telah menikahkan anak
mereka pada usia yang masih sangat dini, bahkan di bawah 16 tahun
(khususnya pada anak perempuan).
Ketika dinikahkan, mereka dianggap sudah baligh atau sudah
mempunyai akal hanya dengan tanda bahwa anak tersebut sudah
mengalami haid pertamanya. Sementara itu, banyak sekali realita anak-
anak perempuan pada masa kini sudah mengalami haid mulai usia 9
tahun. Dengan demikian, jika secara baligh sudah terpenuhi, lalu
bagaimana dengan akal anak usia 9 tahun jika ia dinikahkan? Syarat
yang disebutkan dalam teks agama Islam haruslah akil baligh, bukan
sekadar baligh.
Dalam teks keagamaan, hal perkawinan lebih sering dikaitkan
dengan batas usia seseorang dianggap telah dewasa. Namun indikator
kedewasaan menggunakan ciri-ciri fisik atau ciri fungsi reproduksi
tubuh seperti menstruasi pada anak perempuan bisa jadi berbeda antara
satu anak perempuan dengan anak perempuan lainnya. Tentu saja teks
keagamaan yang tidak menyebutkan secara tegas soal minimal usia
perkawinan itu, perlu diinterpretasikan, dimaknai, disikapi, dan
diterapkan pada hukum negara secara bijak sesuai konteks dan situasi

Laporan Penelitian Perkawinan Anak Usia Dini diKota Palu 16


yang berkembang saat ini. Praktik perkawinan anak merupakan praktik
sosial yang meresahkan karena secara nyata menunjukkan dampak
negatif terhadap anak perempuan khususnya, baik di wilayah pedesaan
maupun di wilayah urban.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Rumusan Masalah Umum
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah faktor-faktor apa
saja yang mempengaruhi perkawinan anak usia dini di Kota Palu
Provinsi Sulawesi Tengah?

1.2.2 Rumusan Masalah Khusus


1. Apakah tingkat pemahaman tentang sistem reproduksi
berhubungan dengan perkawinan anak usia dini?
2. Apakah tingkat pendidikan formal orang tua berhubungan dengan
perkawinan Anak usia dini?
3. Apakah tingkat pendapatan ekonomi orangtua berhubungan dengan
perkawinan anak usia dini?
4. Apakah sikap dan perilaku responden berhubungan dengan
perkawinan anak usia dini?
5. Apakah pola asuh keluarga berhubungan dengan perkawinan anak
usia dini?
6. Apakah budaya dan agama berhubungan dengan perkawinan anak
usia dini?

Laporan Penelitian Perkawinan Anak Usia Dini diKota Palu 17


1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui dan
menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perkawinan
anak usia dini di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah?

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Untuk menganalisis apakah tingkat pemahaman tentang sistem
reproduksi berhubungan dengan perkawinan anak usia dini?
2. Untuk menganalisis Apakah tingkat pendidikan formal orang tua
berhubungan dengan perkawinan Anak usia dini?
3. Untuk menganalisis apakah tingkat pendapatan ekonomi orangtua
berhubungan dengan perkawinan anak usia dini?
4. Untuk menganalisis apakah sikap dan perilaku responden
berhubungan dengan perkawinan anak usia dini?
5. Untuk menganalisis apakah pola asuh keluarga berhubungan
dengan perkawinan anak usia dini?
6. Untuk menganalisis Apakah budaya dan agama berhubungan
dengan perkawinan anak usia dini?

Laporan Penelitian Perkawinan Anak Usia Dini diKota Palu 18


1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Bagi Peneliti
Manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perkawinan anak
usia dini.

1.4.2 Bagi Masyarakat


Sebagai sumbangan informasi bagi masyarakat tentang faktor-
faktor apa saja yang berhubungan dengan perkawinan anak usia dini
dan dampak dari perkawinan anak usia dini.

1.4.3 Bagi Dinas Terkait


Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi
berupa faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan perkawinan
anak usia dini sehingga dapat menjadi referensi untuk menentuan
program strategis kedepan.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian


1.5.1 Lingkup Tempat
Penelitian dilakukan di Kota Palu dengan memilih lokasi
responden secara acak.

1.5.2 Lingkup Waktu


Ruang lingkup waktu dari penyusunan penelitian dimulai pada
bulan September – November 2019

Laporan Penelitian Perkawinan Anak Usia Dini diKota Palu 19


1.6. Metodologi
1.6.1 Tipe Penelitian
Pada penelitian ini, penulis memilih tipe penelitian deskriptif
kualitatif, yaitu mencoba membuat gambaran secara sistematis, faktual
dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat pada suatu obyek
penelitian tertentu. Berbagai informasi penelitian akan diambil hingga
cukup untuk dianalisis berdasarkan prosedur dari prinsip metodologi
kualitatif.
Dasar penelitian yang digunakan adalah penelitian studi kasus yang
menggambarkan apa saja faktor-faktor perkawinan anak usia dini yang
menggunakan analisis mendalam dilakukan secara lengkap dan teliti
terhadap seorang individu, keluarga, kelompok, lembaga, atau unit
sosial lain.

1.6.2 Teknik Pengumpulan Data


Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah:
a. Wawancara mendalam (In-depth interview)
Penelitian ini melibatkan 30 orang yang terdiri dari 9 laki-laki dan
21 perempuan. Responden terdiri dari pemerintah kelurahan, tokoh
perempuan, tokoh adat, tokoh agama dan masyarakat yang telah/sedang
menikah di usia dini. Jumlah responden yang mengikuti wawancara
yaitu :

Laporan Penelitian Perkawinan Anak Usia Dini diKota Palu 20


Tabel 3
Jumlah Responden

No. Responden Jumlah


1. Kadis DP3A Kota Palu 1 orang
2. Lurah/Camat 2 orang
3. Balai Nikah 1 orang
4. Tokoh Adat 1 orang
5. Tokoh Agama 1 orang
6. Guru 2 orang
7. Bidan 2 orang
8. Kategori Responden telah/sedang menikah muda 20 orang

Pemilihan responden dilakukan dengan metode purposive


sampling (pengambilan sampel yang disengaja) dengan kriteria tertentu,
lokasi penelitian dilakukan ditingkat kelurahan, pemilihan variasi
kelurahan didasarkan pada karakteristik wilayah yang aksesible yang
berada di pusat kota dan pinggiran kota. Selain itu, sampe dipilih
berdasarkan hasil observasi dan study kasus yang dilakukan oleh
peneliti berdasarkan informasi yang diperoleh guna mendapatkan hasil
wawancara yang akurat dan mendalam. Adapun kriteria responden yang
mengikuti wawancara :

Laporan Penelitian Perkawinan Anak Usia Dini diKota Palu 21


Tabel 4
Kriteria Responden

Pemilihan
Responden Kriteria
Responden
Telah / Usia menikah baik Targeted
sedang istri/suami < 19 tahun
sampling
menikah Lama perkawinan > 1 tahun
muda
Stakeholder 1. Tokoh masyarakat Targeted
2. Pemerintah setempat yang
sampling
Memiliki informasi
tentang perkawinan anak
terhadap warga sekitarnya

Untuk memperoleh data yang aktual dan kontekstual, tahapan


pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini mencakup:
persiapan; 1) pelatihan bagi para enumerator; 2) pengambilan data di
lapangan 3) pengolahan data dan penulisan. Pengumpulan data dalam
kajian ini menggunakan kuesioner tercetak yang disusun oleh tim ahli
terdiri dari akademisi dan praktisi yang fokus terhadap isu anak.
Enumerator menuliskan dan merekam menggunakan alat perekam atas
jawaban dari informan secara langsung. Penjaminan mutu dilakukan
untuk memastikan data yang terkumpul memiliki kualitas yang baik dan
dapat dipergunakan untuk menjawab tujuan penelitian. Setiap
wawancara dan diskusi terfokus direkam dengan persetujuan oleh
informan, lalu hasil rekaman di transkrip oleh verbatim, kemudian hasil
transkrip tersebut dikirimkan secara elektronik ke koordinator peneliti.

Laporan Penelitian Perkawinan Anak Usia Dini diKota Palu 22


Penelitian ini melibatkan individu baik remaja, dewasa dan
manula yang memiliki kebebasan, martabat dan hak-hak pribadi untuk
berpartisipasi di dalam sebuah survei maka dalam pelaksanaannya
dipertimbangkan untuk menerapkan etika penelitian dalam
pengumpulan datanya seperti meminta persetujuan dengan
menandatangai lembar persetujuan dan meminta izin untuk merekam
proses wawancara atau diskusi sebagai data yang akan digunakan untuk
analisis mendalam. Selain itu, penelitian ini memastikan pengumpul
data memahami prinsip etika dalam penelitian. Hal ini dilakukan
dengan cara menyajikan materi etika penelitian dalam pelatihan
enumerator, memastikan bahwa setiap partisipasi dalam survei ini
bersifat sukarela dan partisipan mengetahui tujuan survei ini dengan
baik maka setiap individu yang diminta berpartisipasi dalam survei ini
dibacakan lembar persetujuan untuk terlibat (informed consent).
Informan berhak untuk tidak terlibat dalam survei atau menghentikan
partisipasinya kapan saja ketika merasa tidak nyaman.

b. Studi literature
Untuk mencapai tujuan penelitian ini, peneliti melakukan analisis
dari data sekunder yang diperoleh dari hasil studi literatur. Adapun
literatur yang dikumpulkan untuk memperkaya pengetahuan dan
memperdalam analisis penelitian ini antara lain:

Laporan Penelitian Perkawinan Anak Usia Dini diKota Palu 23


 Landasan hukum, Kebijakan, Regulasi baik tingkat Nasional
maupun daerah yang mengatur tentang perkawinan anak
 Data hasil survei yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik
seperti Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), Survei Tenaga
Kerja Nasional (Sakernas), dan Sensus Penduduk (SP)
 Profil anak Kota Palu tahun 2018
 Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah tahun 2017
 Profil kekerasan terhadap anak Kota Palu tahun 2018
 Statistik Analisis Gender Kota Palu Sulawesi Tengah tahun 2018
 Laporan kasus perkawinan anak usia dini di P2TP2A Kota Palu
dan lembaga Non Pemerintah yang mendampingi kasus kekerasan
terhadap perempuan dan anak di Kota Palu

1.7 Keterbatasan Penelitian


Penelitian kualitatif ini telah didesain dengan sampling dan
kriteria sampling yang ketat untuk menjaga validitas dan reliabilitas
data, namun tidak terlepas dari keterbatasan metodologis dan teknis,
antara lain:
1. Responden yang menikah diusia dini cenderung pasif dikarenakan
memiliki tingkat pendidikan yang rendah
2. Untuk responden yang menikah muda dikarenakan hamil diluar
nikah, cenderung tertutup untuk menjawab pertanyaan
dikarenakan stigma dimasyarakat bahwa menikah muda adalah
aib keluarga
Laporan Penelitian Perkawinan Anak Usia Dini diKota Palu 24
3. Sulit untuk mendapatkan responden perempuan karena
perempuan merasa malu untuk menceritakan masalah rumah
tangganya
4. Waktu penelitian yang sangat terbatas
5. Keterbatasan data terpilah

Laporan Penelitian Perkawinan Anak Usia Dini diKota Palu 25


Laporan Penelitian Perkawinan Anak Usia Dini diKota Palu 26
BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI

2.1 Letak Geografis


Provinsi Sulawesi Tengah dengan ibukota Provinsi Kota Palu,
terletak di antara 2022‘ Lintang Utara – 3048‘ Lintang Selatan dan 1990
22‘ – 124022‘ Bujur Timur. Provinsi Sulawesi Tengah merupakan
provinsi terluas di Pulau Sulawesi, dengan luas wilayah daratan 63.330
km2 dan luas wilayah laut 189.480 km 2. Adapun batas wilayah Provinsi
Sulteng :
- Sebelah Utara : Laut Sulawesi & provinsi Maluku
- Sebelah Timur : Provinsi Maluku
- Sebelah Selatan : Provinsi Sulsel & Provinsi Sultra
- Sebelah Barat : Selat Makassar
Secara administratif Provinsi Sulawesi Tengah terdiri dari 10
kabupaten dan 1 kota, yakni : 1) Kabupaten Banggai; 2) Kabupaten
Banggai Kepulauan; 3) Kabupaten Buol; 4) Kabupaten Donggala; 5)
Kabupaten Morowali; 6) Kabupaten Parigi Moutong; 7) Kabupaten
poso; 8) Kabupaten Tojo Una-Una; 9) Kabupaten Toli-Toli; 10)
Kabupaten Sigi; 11) Kota Palu, dan 12) Kabupaten Morowali Utara.
Garis khatulistiwa yang melintasi semenanjung bagian utara
membuat iklim wilayah Sulawesi Tengah ini termasuk iklim tropis.
Musim hujan terjadi antara bulan April dan September sedangkan
musim kemarau antara Oktober hinga Maret. Rata-rata curah hujan
provinsi ini berkisar antara 800 – 3.000 mm/tahun yang termasukcurah
Laporan Penelitian Perkawinan Anak Usia Dini diKota Palu 27
hujan terendah di Indonesia. Temperatur berkisar antara 25 0 – 310 C
untuk daratan dan pantai, sedangkan daerah pegunungan suhu dapat
mencapai 160 – 220 C dengan tingkat kelembaban anatar 71 - 76%.
Sulawesi Tengah sebagai bagian dari Pulau Sulawesi terletak di
antara garisWallacea dan garis Weber yang merupakan zona perbatasan
Asia Oceania, dimana flora dan faunanya berbeda jauh dengan flora
fauna Asia dan juga berbeda dengan flora dan fauna Oceania (Australia
hingga Papua dan Pulau Timur). Posisi Pulau Sulawesi dari aspek
keanekaragaman hayati (biodiversity) sangat khas. Adapun tingkat
endemisitas yang tinggi terdapat pada kelompok Mamalia diamana dari
114 jenis ada 60% (53 jeni) adalah endemik, dari kelompok aves 380
jenis dimana 25% atau (96 jenis) di antaranya adalah endemik, dari
kelompok serangga, khususnya kupu-kupu Sulawesi memiliki 560 jenis
sekitar 42% (235 jenis) adalah endemik, sedangkan kelompok Reptilia
tercatat 46 jenis Kadal Sulawesi dimana 39% (18 jenis) di antaranya
adalah endemik. Sedangkan dari aspek floranya, bebera jenis tumbuhan
liar yang masuk dalam Appendix CITES II yang sudah dimanfaatkan
dalam bentuk perdagangan pada tahun 2010, meliputi gaharu (Gyrinops
sp), pakis (Cyathes contaminans), dan beberapa karang (Anthozoa).
Secara fisiografis, wilayah Sulawesi Tengah umumnya
merupakan Kawasan Fisiografis Pegunungan (Mountain Region).
Kawasan fisiografis ini dicirikan oleh benuk topografi mulai dari
bergelombang, berbukit sampai bergunung. Kondisi topografi

Laporan Penelitian Perkawinan Anak Usia Dini diKota Palu 28


umumnya didominasi daerah perbukitan yang sempit dan jurang terjal
sehingga secara alami mudah rusak, apalagi kalau tutupan vegetasinya
terganggu. Faktor fisiografi ini perlu menjadi pertimbangan khusus
dalam pengelolaan dan pemanfaatan hutan di Provinsi Sulawesi
Tengah.
Ditinjau dari jenis kelamin, jumlah penduduk Sulawesi Tengah
pada tahun 2017 yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak dari pada
penduduk perempuan, yaitu 1,51 juta jiwa berbanding 1,45 juta jiwa
dengan rasio jenis kelamin sebesar 104,31.
Provinsi Sulawesi Tengah yang memiliki 2.017 desa/kelurahan
dan 698.510 rumah tangga serta luas wilayah 61.841,29 km2, secara
umum pada tahun 2017 memiliki kepadatan penduduk 47,97 jiwa per
km2, 1.471 jiwa per desa, serta 4,25 jiwa dalam setiap rumah tangga.
Pertanian merupakan sumber mata pencaharian penduduk
dengan padi sebagai tanaman utama. Kopi, Kelapa, Kakao, dan
Cengkeh merupakan tanaman perdangan unggulan daerah ini dan hasil
hutan berupa rotan, beberapa macam kayu seperti Agatis, Ebony, dan
Meranti.
PenduduK asli Sulawesi Tengah terdiri atas 15 kelompok etnis
atau suku, yaitu : 1) Etnis Kaili; 2) Etnis Kulawi; 3) Etnis Lore; 4) Etnis
Pamona; 5) Etnis Mori; 6) Etnis Bungku; 7) Etnis Saluan atau Loinang;
8) Etnis Balantak; 9) Etnis Mamasa; 10) Etnis Taa; 11) Etnis Bare‘e;
12) Etnis Banggai; 13) Etnis Buol; 14) Etnis Toli-Toli dan 15) Etnis

Laporan Penelitian Perkawinan Anak Usia Dini diKota Palu 29


Tomini. Hasil pemetaan Barbara F. Grimes (1991) menujukkan bahwa
dari aspek ethnologi terdapat 30 bahasa utama dengan 67 macam dialek
yang digunakan oleh 928.200 orang sebagai bahasa ibu di Sulawesi
Tengah.
Palu adalah Ibukota Provinsi Sulawesi Tengah, berbatasan
dengan Kabupaten Donggala di sebelah barat dan Utara, Kabupaten
Sigi di sebelah selatan, dan Kabupaten Parigi Moutong di sebelah timur.
Kota Palu merupakan kota lima dimensi yang terdiri atas lembah,
lautan, sungai, pegunungan, dan teluk. Koordinatnya adalah 0,35 – 1,20
LU dan 120 – 122,90 BT. Kota Palu dilewati oleh garis Khatulistiwa.
Penduduk Kota Palu berjumlah 342.754 jiwa (2012)

2.2 Informasi Umum Kependudukan


2.2.1 Keadaan Penduduk
Hasil estimasi jumlah penduduk pada tahun 2017 sebesar
2.966.325 jiwa, yang terdiri dari atas 1.514.457 jiwa penduduk laki –
laki dan 1.451.868 jiwa penduduk perempuan. Angka tersebut
merupakan hasil perhitungan yang dilakukan oleh Pusat Data dan
Informasi Kementerian Kesehatan dengan bimbingan dari Badan Pusat
Statistik dengan menggunakan metode geometrik. Metode ini
menggunakan prinsip bahwa parameter dasar demografi yaitu parameter
fertilitas, mortalitas, dan migrasi per tahun tumbuh konstan. Metode ini
lebih mudah dilakukan dengan mengkaji pertumbuhan penduduk di dua

Laporan Penelitian Perkawinan Anak Usia Dini diKota Palu 30


atau lebih titik waktu yang berbeda. Berikut dapat dilihat jumlah Trend
Jumlah Penduduk Provinsi Sulawesi Tengah 2012 - 2017:

Grafik 1

Gambar di atas menunjukan peningkatan jumlah penduduk di


Sulawesi Tengah tahun 2012 hingga 2017. Peningkatan ini relatif cepat,
diperlukan kebijakan untuk mengatur atau membatasi jumlah kelahiran
agar kelahiran dapat dikendalikan dan kesejahteraan penduduk makin
meningkat. Posisi urutan penduduk tertinggi hingga terendah ini tidak
jauh berbeda dengan tahun2016.
Berikut dapat dilihat jumlah penduduk menurut kabupaten/kota
Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2017

Laporan Penelitian Perkawinan Anak Usia Dini diKota Palu 31


Grafik 2

Gambar di atas berdasarkan hasil estimasi, jumlah penduduk


tertinggi di Sulawesi Tengah terdapat di kabupaten Parigi Moutong
dengan jumlah penduduk sebesar 474.339 jiwa, sedangkan jumlah
penduduk terendah terdapat di Kabupaten Banggai Laut dengan jumlah
penduduk sebesar 72.298 jiwa. Berikut dapat dilihat jumlah Piramida
Penduduk Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2017:

Laporan Penelitian Perkawinan Anak Usia Dini diKota Palu 32


Grafik 3

Sumber : BPS Sulteng 2017

Pada Gambar ditunjukkan bahwa struktur penduduk di Sulawesi


Tengah termasuk struktur penduduk muda. Hal ini dapat diketahui dari
usia 0-14 tahun (usia muda) lebih banyak jumlahnya dibandingkan usia
di atasnya. Lebih melebarnya grafik pada usia muda membuktikan
bahwa penduduk Sulawesi Tengah memiliki struktur muda. Bagian atas
yang lebih pendek pada piramida tersebut menunjukkan angka kematian
yang masih tinggi padapenduduk usia tua. Kondisi ini menuntut
kebijakan terhadap penduduk usia tua. Jumlah Penduduk menurut jenis
kelamin dapat dilihat pada gambar di atas. Berdasarkan estimasi jumlah
penduduk tahun 2017, menunjukkan banyaknya jumlah penduduk laki-
laki dibanding dengan jumlah penduduk perempuan.
Laporan Penelitian Perkawinan Anak Usia Dini diKota Palu 33
2.2.2 Kepadatan Penduduk
Konsentrasi penduduk disuatu wilayah dapat dipelajari dengan
menggunakan ukuran kepadatan penduduk. Kepadatan penduduk
menunjukkan rata-rata jumlah penduduk per 1 kilometer persegi.
Semakin besar angka kepadatan penduduk menunjukkan bahwasemakin
padat penduduk yang mendiami wilayah tersebut.
Luas wilayah Provinsi Sulawesi Tengah adalah 61,841.65 Km²
dengan jumlah penduduk pada tahun 2017 sebanyak 2.921.715 jiwa, ini
berarti rataratakepadatanpendudukdi Sulawesi Tengah berdasarkan hasil
estimasi tahun 2017 adalah 47,25 per Km² keadaan ini meningkat dari
tahun sebelumnya yaitu 46,52 per Km². Kab./Kota yang memiki
kepadatan penduduk tertinggi yaitu Kota Palu dengan Persentase
946,74. Berikut kepadatan penduduk per Km² di kab./kota Provinsi
Sulawesi Tengah tahun 2017, dapat dilihat pada gambar Peta di bawah
ini:
Grafik 4

Laporan Penelitian Perkawinan Anak Usia Dini diKota Palu 34


2.2.3 Rasio Jenis Kelamin
Rasio jenis kelamin penduduk Provinsi Sulawesi Tengah Tahun
2017 sebesar 104,38 dengan jumlah penduduk laki-laki lebih banyak
yaitu 1.492.152 jiwa dibandingkan jumlah penduduk perempuan yaitu
1.429.563. Berikut dapat dilihat Rasio Jenis Kelamin Menurut
Kelompok Umur 2017.

Grafik 5

Berdasarkan grafik rasio jenis kelamin menurut kelompok umur, rasio


jenis kelamin yang terbanyak yaitu usia 60-64 tahun, sedangkan yang
terendah yaitu usia 75 tahun ke atas.

Laporan Penelitian Perkawinan Anak Usia Dini diKota Palu 35


2.2.4 Keadaan Pendidikan
Komponen pengukuran tingkat pembangunan manusia suatu
negara yang cukup berpengaruh yaitu komponen pendidikan. Perubahan
yang terjadi secara terus menerus pada perilaku masyarakat disebabkan
oleh semakin meningkatnya tingkat pendidikan. Pendidikan juga
merupakan salah satu syarat mutlak pencapaian tujuan pembangunan
manusia, dan merupakan target pembangunan sekaligus sarana
pembangunan nasional. Pendidikan masyarakat dapat diukur dengan
berbagai indikator, salah satu indikator yang secara sensitif dapat
mengukur tingkat pendidikan masyarakat yaitu rata-rata lama sekolah.
Kemampuan baca tulis tercermin dari angka melek huruf penduduk
yang dalam hal ini didefinisikan sebagai persentase penduduk usia 15
tahun keatas yang pernah sekolah, dapat membaca dan menulis huruf
latin dan huruf lainnya. Angka melek huruf menunjukan kemampuan
penduduk dalam menyerap informasi dari berbagai media dan
menunjukan kemampuan untuk berkomunikasi secara lisan dan tulisan.
Angka melek huruf yang semakin besar diharapkan dapat mengurangi
tingkat kemiskinan sehingga tingkat kesejahteraan diharapkan dapat
semakin meningkat. Penduduk dengan melek huruf tahun 2017 di
Sulawesi Tengah dapat dilihat pada grafik di bawah ini.

Laporan Penelitian Perkawinan Anak Usia Dini diKota Palu 36


Grafik 6

grafik diatas menunjukan angka melek huruf tahun 2017 cukup


baik hal ini di sebabkan adanya kesadaran dari masyakat dalam
meningkatkan pendidikan.Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel
profil. Salah satu capaian dalam bidang pendidikan yaitu kepemilikan
ijazah atau Surat Tanda Tamat Belajar (STTB), yang pada akhirnya
akan menjadi jalan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang
pendidikan yang lebih tinggi atau menjadi dasar untuk mencari
pekerjaan yang sesuai. Selain itu, ijazah/STTB biasanya juga menjadi
tolok ukur dalam pergaulan atau hubungan sosial. Terkait dengan
kualitas hidup manusia, ada kecenderungan semakin tinggi ijazah/STTB
yang dimiliki maka pengetahuan pun semakin banyak dan berakibat
pada meningkatnya kualitas hidup terutama di bidang kesehatan dan

Laporan Penelitian Perkawinan Anak Usia Dini diKota Palu 37


perumahan. Pada grafik berikut dapat dilihat persentase penduduk 15
tahun ke atas menurut tingkat pendidikan yang ditamatkan di provinsi
Sulawesi Tengah tahun 2017:

Grafik 7

Pada tahun 2017, persentase penduduk berumur 15 tahun ke atas


menurut kepemilikan ijazah STTB tertinggi yaitu yang memiliki ijazah
SD/SDLB/Paket A sebesar 33.29%, yang memiliki ijazah
SMP/MTs/Paket B sebesar 19.67%, yang memiliki ijazah SMA/MA
dan SMK/MAK Sederajat sebesar 23.93%, yang memiliki Ijazah
Diploma 1/2/3 sebesar 2.03% dan yang memiliki Ijazah Diploma
4/S1/S3/S4 Sebesar 6.54%. Disamping itu masih ada penduduk yang

Laporan Penelitian Perkawinan Anak Usia Dini diKota Palu 38


belum mempunyai Ijazah yaitu sebesar 14.53%. Hal mendasar yang
dibutuhkan oleh penduduk untuk menuju kehidupan yang lebih
sejahtera yaitu kemampuan membaca dan menulis. Penduduk yang bisa
membaca dan menulis secara umum memiliki akses ke berbagai hal
yang jauh lebih besar dibandingkan dengan penduduk yang tidak
memiliki kemampuan tersebut, sehingga peluang untuk hidup lebih
sejahtera dimiliki oleh penduduk yang bisa membaca dan menulis.

2.2.5 Kesehatan

Angka kematian ibu berguna untuk menggambarkan tingkat


kesadaran perilaku hidup sehat, status gizi dan kesehatan ibu, kondisi
kesehatan lingkungan, tingkat pelayanan kesehatan terutama untuk ibu
hamil, melahirkan dan masa nifas. Berdasarkan hasil Survei Demografi
dan Kesehatan(SDKI) Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih
mengalami peningkatan dari 334 per 100.000 kelahiran hidup
(SDKI,2007), menjadi 359 per 100.000 KH (SDKI,2012).
Berikut dapat dilihat Trend Angka Kematian ibu Provinsi
Sulawesi Tengah Tahun 2013 sampai dengan 2017.

Laporan Penelitian Perkawinan Anak Usia Dini diKota Palu 39


Grafik 8

Grafik di atas dapat dilihat bahwa AKI di Sulawesi Tengah sejak tahun
2013 sampai dengan tahun 2017 mengalami penurunan, dari tahun
2016 155 menjadi 141 per100.000 kelahiran hidup di tahun 2017.
Berikut dapat dilihat Jumlah Kematian ibu menurut
Kabupaten/Kota Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2017.

Laporan Penelitian Perkawinan Anak Usia Dini diKota Palu 40


Grafik 9

Jumlah kematian ibu di Kabupaten/Kota Provinsi Sulawesi


Tengah tahun 2017 adalah 89 kematian,jumlah tertinggi di Kabupaten
Parigi Moutong (17 kasus) dan terendah adalah Kabupaten Poso (1
kasus). Faktor penyebab masih tingginya kematian ibu adalah belum
optimalnya pelaksanaan Program Perencanaan Persalinan dan
Pencegahan Komplikasi (P4K), Kemitraan Bidan dan Dukun, Rumah
Tunggu Kelahiran (RTK), masih tingginya pengaruh sosial budaya di
masyarakat serta masih kurangnya dukungan dan komitmen dari lintas
sektor, masih ada tenaga kesehatan yang belum melakukan pertolongan
persalinan sesuain standar, faktor lain adalah sarana dan prasarana yang
masih kurang memadai di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP).

Laporan Penelitian Perkawinan Anak Usia Dini diKota Palu 41


Akan tetapi sudah dilakukan beberapa upaya diantaranya koordinasi
lintas program, koordinasi lintas sektor dan lintas program, penguatan
mutu data system manajemen PWS KIA, peningkatan kapasitas tenaga
kesehatan di FKTP. Berikut dapat dilihat Persentase Kematian ibu
Berdasarkan Penyebab Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2017:

Grafik 10

Persentase Kematian ibu terbanyak penyebab tidak langsung yaitu


Hepatitis, TB Paru, Thypoid, Emboli Air Ketuban, gangguan metabolik
dan penyebab langsung adalah Hipertensi dalam Kehamilan (HDK),
Perdarahan, Gangguan Peredaran Darah dan Jantung dan Infeksi.
Tingginya penyebab kematian ibu secara tidak langsung, menuntut

Laporan Penelitian Perkawinan Anak Usia Dini diKota Palu 42


peran tenaga kesehatan FKTP Rumah Sakit untuk menangani masalah
tersebut.
Berikut dapat dilihat Persentase Kematian ibu Berdasarkan Umur
Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2017:

Grafik 11

Persentase Kematian ibu terbanyak penyebab tidak langsung yaitu


Hepatitis, TB Paru, Thypoid, Emboli Air Ketuban, gangguan metabolik
dan penyebab langsung adalah Hipertensi dalam Kehamilan (HDK),
Perdarahan, Gangguan Peredaran Darah dan Jantung dan Infeksi.
Tingginya penyebab kematian ibu secara tidak langsung, menuntut
peran tenaga kesehatan FKTP Rumah Sakit untuk menangani masalah
tersebut.

Laporan Penelitian Perkawinan Anak Usia Dini diKota Palu 43


Laporan Penelitian Perkawinan Anak Usia Dini diKota Palu 44
BAB III FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PERKAWINAN ANAK DI PROVINSI SULAWESI TENGAH

Berdasarkan Survei Data Kependudukan Indonesia (SDKI) 2007,


di beberapa daerah didapatkan bahwa sepertiga dari jumlah perkawinan
terdata dilakukan oleh pasangan usia di bawah 16 tahun. Jumlah kasus
perkawinan dini di Indonesia mencapai 50 juta penduduk dengan rata-
rata usia perkawinan 19,1 tahun. Bahkan di sejumlah pedesaan,
perkawinan seringkali dilakukan segera setelah anak perempuan
mendapat haid pertama. Menikah di usia kurang dari 18 tahun
merupakan realita yang harus dihadapi sebagian anak di seluruh dunia,
terutama negara berkembang. Meskipun Deklarasi Hak Asasi Manusia
di tahun 1954 secara eksplisit menentang perkawinan anak, namun
ironisnya, praktek perkawinan usia dini masih berlangsung di berbagai
belahan dunia dan hal ini merefleksikan perlindungan hak asasi
kelompok usia muda yang terabaikan. Implementasi UndangUndangpun
seringkali tidak efektif dan terpatahkan oleh adat istiadat serta tradisi
yang mengatur norma
Data BPS dan UNICEF mencatat bahwa indikasi perkawinan
anak di Indonesia hampir terjadi di semua wilayah. Pada laporan
tersebut, angka perkawinan usia anak di bawah 18 tahun mencapai 23
persen. Sulawesi Tengah masih jadi salah satu daerah penyumbang
perkawinan anak tertinggi di Indonesia meski Usia Kawin Pertama

Laporan Penelitian Perkawinan Anak Usia Dini diKota Palu 45


(UKP) rata-rata Sulteng per SDKI 2017 sudah bergerak naik jadi 20,1
tahun dari SDKI 2012 yaitu 19,78 tahun. Bencana yang menimpa tiga
daerah di Sulawesi Tengah, Kota Palu, Sigi dan Donggala (Pasigala)
pada 28 September 2018, selain menimbulkan korban jiwa, juga ikut
melahirkan masalah-masalah baru termasuk perkawinan dini, pelecehan
anak dan perempuan di kalangan penyintas, baik yang mendiami
huntara maupun shelter tenda pengungsian.
Sampai saat ini belum ada data yang pasti tentang jumlah
perkawinan anak di Sulawesi Tengah, hal ini disebabkan karena
peraturan Undang-undang yang mengatur tentang batasan usia
perkawinan yaitu 16 tahun, walaupun khabar terbaik untuk pemenuhan
perlindungan ini dengan adanya perubahan UU Perkawinan dengan
batasan umum 19 tahun melalui Keputusan Mahkama Konstitusi (MK).
Namun, dalam penelitian ini kami banyak menemukan kasus
pernikahan anak dibawah usia 16 tahun yang tidak tercatat di KUA
dikarenakan tidak memiliki administrasi yang lengkap.
Mengenai situasi perkawinan di Kota Palu, berdasarkan hasil
wawancara peneliti dengan salah satu tokoh agama di kota Palu, beliau
mengatakan bahwa banyak orangtua yang menikahkan anaknya secara
agama karena tidak lengkap secara administrasi.
“Berdasarkan pengalaman saya, orangtua anak mengurus
persyaratan untuk menikah, setelah dicek ternyata calon pengantin
belum cukup umur, namun harus dinikahkan karena “kecelakaan”,

Laporan Penelitian Perkawinan Anak Usia Dini diKota Palu 46


sehingga sebagai jalan tengah mereka hanya dinikahkan secara
agama.” (Tokoh Agama Kota Palu)
Selain itu dalam kasus lain peneliti menemukan kasus tidak
dinikahkannya anak baik secara agama maupun secara Negara karena
belum cukup umur walaupun anak perempuannya telah hamil, mereka
akan menikahkan jika sudah cukup umur.
“Tidak selamanya menikah muda hanya terjadi karena
“kecelakaan”, ada didapati menikah di bawah umur karena
perjodohan. Untuk melangsungkan perkawinan, karena salah satu
pihak belum cukup umur, maka dilakukan “praktik curi umur”
(mengubah tahun kelahiran agar sesuai dengan persyaratan batas usia
minimal). Ada pula, meskipun sudah terjadi “kecelakaan” orang tua si
perempuan tidak mengijinkan adanya perkawinan atau mereka menikah
nanti setelah sudah cukup umurnya.” (Pak Sarmin, Tokoh Masyarakat)
Walaupun demikian, pemerintah kelurahan sebagai salah satu
instansi yang berhubungan dengan administrasi perkawinan telah
berusaha semaksimal mungkin untuk tetap menjalankan amanat
undang-undang sebagai aturan yang harus dipatuhi.
“Kami di kelurahan, tetap berpegang teguh pada aturan dan
tidak akan memaksakan atau memeberi ijin, apalagi system saat ini
serba online” (Pak Undi, Seklur Buluri)
Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi perkawinan anak usia
dini di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah

Laporan Penelitian Perkawinan Anak Usia Dini diKota Palu 47


3.1 Kesehatan Reproduksi
Banyak dampak yang ditimbulkan akibat perkawinan dini baik
secara sosial, psikologi, dan kesehatan terutama kesehatan reproduksi.
Hal ini sangat penting karena kesehatan reproduksi berpengaruh pada
kualitas janin yang dihasilkan, dan juga mempengaruhi tingkat
kesehatan ibu, karena majunya suatu negara dapat diimplikasikan
dengan angka kematian ibu. Minimnya pengetahuan masyarakat
terhadap kesehatan reproduksi berdampak pada tingginya kehamilan
beresiko pada perempuan. Semua responden mengatakan bahwa tidak
pernah mendengar dan mendapatkan informasi tentang kesehatan
reproduksi. Akibat kurangnya pemahaman tersebut, sebagian besar
responden menikah muda karena istrinya telah hamil diusia sekolah,
sehingga mau tak mau mereka harus dinikahkan. Setelah perkawinan
berlangsung beberapa tahun, responden menyadari bahwa perempuan
mengalami resiko kehamilan yang tinggi.
“Anak pertama dan anak kedua tidak selamat (anak lahir
meninggal). Pada kehamilan ketiga, anak lahir dengan selamat namun
sering keluar darah dari mulut anak diusia 5 bulan sampai usia 1
tahun” (RO, 25 tahun)
Perkawinan dini berdampak pada kesehatan reproduksi anak
perempuan. Dari segi fisik, remaja belum kuat, tulang panggulnya
masih terlalu kecil sehingga bisa membahayakan proses persalinan.
Anak perempuan berusia 10-14 memiliki kemungkinan meninggal lima

Laporan Penelitian Perkawinan Anak Usia Dini diKota Palu 48


kali lebih besar, selama kehamilan atau melahirkan, di bandingkan
dengan perempuan berusia 20-25 tahun sementara itu anak perempuan
berusia 15-19 tahun memiliki kemungkinan dua kali lebih besar Rahim
anak remaja cenderung tidak dapat menahan calon bayi yang
seharusnya bertahan didalam kandungan selama kurang lebih 9 bulan.
Jika dipaksakan justru dapat menyebabkan persalinan prematur,
pecahnya ketuban,
keguguran, mudah
terkena infeksi, hingga
anemia kehamilan
(kekurangan zat besi).
Dalam proses
wawancara, responden
mengakui bahwa resiko
terhadap kesehatan
reproduksi akibat
menikah muda saat ini sedang mereka alami.
“Istri saya sering mengeluh sakit punggung, pada saat
melahirkan, air ketuban istri saya habis” (TD, 20 tahun)
“Saya menikah pada usia 16 Tahun, pada kehamilan pertama
sering keluar darah dari vagina. (BH, 28 Tahun)”

Laporan Penelitian Perkawinan Anak Usia Dini diKota Palu 49


3.2 Pendidikan
Perkawinan dini mempengaruhi tingkat pendidikan dan ekonomi
bagi pelaku perkawinan dini. Saat ini, Indonesia mewajibkan semua
anak untuk menyelesaikan pendidikan dasar sembilan tahun yang
meliputi enam tahun Sekolah Dasar (SD) untuk anak usia 7-12 tahun
dan tiga tahun Sekolah Menengah Pertama (SMP) untuk anak usia 13-
15 tahun. Sekolah Menengah Atas (SMA)/sederajat diberikan di dalam
pendidikan umum untuk anak usia 16-18 tahun, namun saat ini belum
diwajibkan. Latar belakang pendidikan responden yang telah menikah
dini bervariasi mulai dari SD, SMP dan SMA/SMK. Hanya satu
responden yang sedang melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi.
Semua responden perempuan hanya mengenyam pendidikan di
Sekolah Dasar, mereka berhenti sekolah karena orang tua mereka tidak
memiliki biaya untuk menyekolahkan mereka kejenjang yang lebih
tinggi. Keluarga menganggap bahwa menikahkan anak perempuan akan
mengurangi beban ekonomi keluarga. Rata-rata usia perkawinan dini
yaitu 15-20 tahun. Semua responden setuju bahwa jenjang pendidikan
berpengaruh terhadap pilihan menikah usia dini.
“Iya, pendidikan penting. Jika putus sekolah akan kesulitan
mencari pekerjaan”
“Ya, sangat berpengaruh. Kalau menikah di bawah umur
otomatis putus sekolah, cita-cita tidak lagi bisa dicapai” (LL, 20
Tahun)

Laporan Penelitian Perkawinan Anak Usia Dini diKota Palu 50


Pada dasarnya, semua responden mendapatkan pengetahuan
dari sekolah maupun lingkungan sekitar tentang akibat menikah diusia
dini, mereka diberikan kebebasan untuk menentukan pasangan hidup
mereka masing-masing, hanya saja pengetahuan tentang kesehatan
reproduksi yang kurang, akibatnya perkawinan diusia dini terjadi karena
kehamilan pada pasangan perempuan, sehingga perkawinan menjadi
satu-satunya jalan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Selain itu,
terkait dengan pendidikan, semua responden memiliki orang tua yang
memiliki tingkat pendidikan rata-rata SD, orangtuanya pun mengalami
perkawinan dini. Namun alasannya berbeda orangtua responden
menikah diusia dini akibat faktor ekonomi keluarga sedangkan sebagian
besar responden menikah akibat kehamilan diluar perkawinan. Hal yang
perlu menjadi perhatian adalah sebagian besar responden mengakui
bahwa mereka juga memiliki anggota keluarga lainnya yang juga
mengalami perkawinan dini akibat kehamilan diusia dini. Hal ini
menegaskan bahwa pendidikan orang tua berpengaruh terhadap
pemahaman anak tentang dampak kesehatan perkawinan dini masih
sangat kurang. Dari 24 responden yang diwawancarai, 14 diantaranya
mengatakan bahwa orang tua mereka berpendidikan SD, 3 diantaranya
tidak sekolah, 3 orang yang tamat SMP dan 4 lainnya tidak tamat SD.

Laporan Penelitian Perkawinan Anak Usia Dini diKota Palu 51


Laporan Penelitian Perkawinan Anak Usia Dini diKota Palu 52
3.3 Pendapatan Ekonomi

Faktor ekonomi merupakan salah satu penyebab perkawinan anak


usia dini. Akibat rendahnya tingkat pendapatan keluarga orangtua
beranggapan bahwa dengan menikahkan anak akan mengurangi beban
keluarga. Dari informasi yang diperoleh, rata-rata pekerjaan orang tua
responden adalah buruh yang mendapatkan upah harian rendah
sehingga jika dijumlahkan pendapatan rata-rata sekitar Rp.500.000 –
Rp.1.000.000. Tingkat pendidikan orangtua yang rendah berpengaruh
kepada jenis pekerjaan yang dimiliki oleh orangtua. Disamping itu, jika
melihat latar belakang pendidikan pelaku perkawinan dini, sebagian
besar harus putus sekolah sehingga ikut bekerja menjadi buruh kasar
seperti orang tua mereka. Hal ini memperburuk keadaan ekonomi
keluarga.
Adanya anggapan bahwa setiap anak yang lahir telah membawa
rezekinya masing-masing membuat pelaku perkawinan dini merasa
bahwa anak yang dilahirkan akibat perkawinan dini akan bisa bertahan
hidup. Padahal, sebagai orangtua muda mereka harus memperhatikan
tentang pertumbuhan anak, pemenuhan gizi dan nutrisi bagi anak serta
jaminan kesehatan bagi anak. Namun hal ini belum bisa dipenuhi
karena pendapatan yang diperoleh setiap bulan hanya cukup untuk
makan sehari-hari.
Selain itu, responden perempuan mengakui bahwa mereka
memilih untuk putus sekolah dan menikah diusia muda karena prihatin

Laporan Penelitian Perkawinan Anak Usia Dini diKota Palu 53


dengan kondisi ekonomi keluarga. Mereka tidak ingin menambah beban
keluarga untuk itu mereka memilih untuk menikah muda dengan
harapan bahwa suami mereka akan bertanggungjawab menafkahi
keluarga.
“Jika orangtua tidak mampu sebagai anak saya tidak bisa
memaksa‖ (RF, 23 Tahun)
Kemiskinan juga berkontribusi kepada meningkatnya jumlah
buruh lepas tanpa jaminan kesehatan dan upah sesuai standar Upah
Minimum Kota (UPK) sehingga mempengaruhi kualitas pendampatan
keluarga. Seperti hasil wawancara di Kelurahan Baiya, menyebutkan
bahwa hamper setengah keluarga miskin adalah keluarga yang usianya
masih muda. Hal lainnya juga berimplikasi pada beban ganda oleh
orang tua mereka dalam mengurusi keluarga, terutama dalam mengurusi
tumbuh kembang anak keluarga dini yang tidak mempunyai kapasitas
dalam mengurusi anak secara baik. Kondisi keluarga yang miskin juga
mempengaruhi terhadap daya beli yang rendah terhadap nutrisi keluarga
setiap bulan.
“Faktor ekonomi merupakan faktor terbanyak. karena orang tua
menganggap, dengan menikahkan anaknya, maka beban ekonomi
keluarga berkurang. Sementara untuk faktor lainnya ialah faktor
pergaulan, tidak bisa dipungkiri bahwa pergaulan anak-anak saat ini
cukup berdampak pada faktor terjadinya pernikahan anak. Misalnya

Laporan Penelitian Perkawinan Anak Usia Dini diKota Palu 54


dengan penggunaan obat-obatan terlarang, dan lain-lain.” (Irmayanti,
DP3A Kota Palu)

3.4 Sikap dan Perilaku

Bagi pasangan yang menikah di usia dini, hubungan suami istri


sering mengalami pertengkaran. Belum stabilnya emosi remaja serta
tidak adanya pendidikan pra nikah baik dilingkungan sekolah maupun
keluarga membuat tekanan rumah tangga semakin berat. Pembagian
peran dalam mengurus pekerjaan rumahtangga cenderung didominasi
oleh perempuan. Begitu juga dengan pengaturan keuangan, suami
bekerja semampunya, kecukupan penghasilan untuk biaya sehari-hari
menjadi urusan istri.
“Pendapatan dibagi per pos, untuk kebutuhan dapur, untuk anak
dan sebagainya. Dicukup-cukupkan untuk memenuhi kebutuhan”
“Pendapatan per hari dibagi 2, setengah disimpan setengah
untuk memenuhi kebutuhan ” (UC, 24 tahun)
Sebagian besar responden mengatakan bahwa mereka ingin
menghabiskan waktu dengan anak dirumah, mereka juga ingin
mengajak anak mereka berekreasi atau jalan-jalan diakhir pekan, namun
karena tuntutan ekonomi, suami harus giat bekerja bahkan hingga larut
malam sehingga waktu untuk berinteraksi dengan anak terbatas. Selain
itu, pengetahuan tentang bagaimana pola relasi antar suami dan istri
juga masih sangat minim, apalagi emosional remaja yang masih cukup
kuat dalam interaksi social masyarakat lainnya sehingga kadangkala
Laporan Penelitian Perkawinan Anak Usia Dini diKota Palu 55
lupa kalau memiliki tanggung jawab keluarga yang menjadi prioroitas
utama. Hal ini juga berdampak kepada hubungan suami dan istri yang
menuai persoalan baru, apalagi beban ganda semakin kuat kepada istri
yang setiap hari berinteraksi dengan anak dan keluarga.
Untuk hubungan seksual, semua responden mengatakan bahwa
tidak ada paksaan dalam melakukan hubungan suami istri, begitupun
halnya dengan perencanaan masa depan. Mereka menginginkan anak-
anaknya hidup sukses.
“Saling mengerti, hubungan seks dilakukan jika sama-sama suka
dan tidak memaksa”
“Masa depan anak dipikirkan sejak dini dan dipersiapkan. Masa
depan keluarga, pekerjaan yang lebih baik”(RA, 23 tahun)
Rata-rata lamanya perkawinan responden berlangsung sekitar 3-5
tahun, mereka mengungkapkan bahwa tidak ada terjadi kekerasan
rumah tangga di keluarga mereka. Jikapun ada masalah, semuanya
dipicu karena penghasilan ekonomi yang belum mencukupi. Responden
perempuan berharap ingin membuka usaha mandiri untuk membantu
mencukupi kehidupan sehari-hari, namun dikarenakan tidak adanya
kemampuan dan pengetahuan dalam berbisnis, serta tidak adanya modal
maka mereka hanya bisa menjadi ibu rumah tangga.

Laporan Penelitian Perkawinan Anak Usia Dini diKota Palu 56


3.5 Pola Asuh Orangtua

Pola asuh didalam keluarga yang mengalami perkawinan usia dini


dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan ekonomi keluarga. Telah
dibahas pada point sebelumnya bahwa rata-rata tingkat pendidikan dan
ekonomi keluarga rendah sehingga kurangnya pemahaman dan
keterampilan dalam berumah tangga. Disisi lain, sebagian kecil
responden mengatakan bahwa didalam keluarganya, saudara laki-laki
diprioritaskan untuk memperoleh pendidikan. Hal ini dikarenakan
bahwa saudara laki-laki dianggap akan menjadi kepala keluarga
sehingga bekal pendidikan dianggap penting untuk keberlangsungan
keluarganya dimasa yang akan datang. Sebagian besar responden
merasa bahwa didalam keluarga mereka diberikan ruang untuk
mengambil keputusan sendiri, namun hal ini bukan karena orangtua
memberikan kebebasan terhadap mereka untuk berpikir mandiri namun
dikarenakan orangtua juga tidak memiliki rencana masa depan
keluarganya sehingga sepenuhnya berharap anak-anak dapat
memikirkan sendiri.
Untuk kondisi anak dari pasangan yang menikah diusia dini, pada
umumnya kurang mendapatkan pendidikan usia dini dari orangtua
dikarenakan orangtuanya belum memiliki pengetahuan cukup tentang
pola pengasuhan anak dikeluarga.

Laporan Penelitian Perkawinan Anak Usia Dini diKota Palu 57


“Pengasuhan anak saya, Biasa-biasa saja seperti masyarakat
lain pada umumnya, Kami memutuskan untuk membesarkan anak
bersama” (NL, 23 tahun)
“Masalah pengawasan, akhirnya orangtua ingin menyekolahkan
anak di sekolah agama, namun biaya pendidikan di sekolah agama
lebih tinggi dibanding sekolah negeri. Jika akhlak sudah rusak, rusak
pula genarasi. Jadi bukan hanya karena kecelakaan tapi juga karena
faktor ekonomi” (Sekretaris lurah Buluri)
Selain itu, bagi pasangan yang menikah diusia dini, mereka
kurang mendapatkan perhatian dan dukungan dari keluarganya. Padahal
mereka butuh arahan dan bimbingan dari keluarga terdekat yang sudah
memiliki pengalaman berumah tangga. Hal yang paling sering dibahas
jika kumpul keluarga adalah masalah ekonomi. Karena lingkungan
keluarga rata-rata tidak berkecukupan, mereka hanya bisa menjadi
pendengar atas keluhan-keluhan tersebut namun tidak memiliki solusi
yang serius.
“Selain pemerintah, peran keluraga juga cukup penting untuk
mencegah terjadinya pernikahan anak. Peran keluarga untuk tahu
batas usia pernikah, yakni 19 Tahun. Apabila menikahkan anak
dibawah 19 Tahun, resiko-resiko apa saja yang dapat terjadi.
Pencegahan ini perlu ditingkatkan.” (Irmayanti, DP3A Kota Palu)
Pola asuh orang tua kepada anaknya juga tidak memiliki
pengetahuan yang cukup sehingga ada beberapa kasus yang

Laporan Penelitian Perkawinan Anak Usia Dini diKota Palu 58


menyebabkan anak dari usia perkawinan anak mengalami tumbuh
kembang dalam proses pertumbuhan semasa bayi sampai balita. Ada
beberapa anak yang mengalami ancaman kekuarangan gizi karena tidak
di damping secara baik dalam pola nutrisi terhadap anak mereka. Salah
satunya adalah urusan anak adalah hanya bagaimana melahirkan saja
tanpa perlu memikirkan bagaimana ASI penting bagi bayi sampai masa
6 bulan, makanan tambahan apa yang harus diberikan dan sebagian
besar keluarga usis dini sangat bergantung dengan orang tua dalam pola
pengasuhan anaknya.

Laporan Penelitian Perkawinan Anak Usia Dini diKota Palu 59


3.6 Budaya dan Lingkungan Sekitar
Perkawinan anak diusia dini merupakan praktek perkawinan yang
melibatkan banyak pihak. Mulai dari keluarga, petugas kelurahan dan
balai nikah, tokoh agama dan tokoh adat, apalagi jika pemicu
perkawinan anak karena hamil diluar nikah. Sebagian besar responden
mengatakan bahwa agama menjadi bekal penting dalam membangun
rumah tangga. Adanya stigma masyarakat bahwa perkawinan hasil dari
perkawinan dini tidak akan bahagia tidak terjadi dalam kasus rumah
tangga mereka. Pada dasarnya perkawinan terjadi karena pasangan
suami istri saling menyukai sehingga mencoba menjalani perkawinan
dengan bahagia.
Kehamilam diluar nikah menjadi momok yang memalukan bagi
pasangan yang menikah diusia muda, padahal dalam kondisi ini,
pasangan muda ini perlu mendapatkan lingkungan yang supportif untuk
mendukung proses kehamilan dan menjalani rumah tangga yang baru.
Namun, tekanan lingkungan sekitar membuat pasangan muda ini
menjadi depresi bahkan mengalami resiko persalinan yang tinggi bagi
perempuan.
Adanya stigma masyarakat bahwa lebih baik menikah muda
daripada perawan seumur hidup cukup popular dilingkungan responden.
Sebagian besar responden menikah diusia dini akibat kehamilan diluar
nikah bukan karena paksaan dari orangtua.
“Tidak ada kepercayaan seperti itu dalam suku saya. Namun di
daerah asal saya hal ini terjadi beberapakali, apalagi jika laki-laki
Laporan Penelitian Perkawinan Anak Usia Dini diKota Palu 60
yang melamar sudah mapan, lamaran akan diterima meskipun
perempuan baru berusia 16 tahun.” (TD, 20 tahun)
“Tidak ada kewajiban untuk menerima lamaran apalagi si anak
belum cukup usia (orangtua juga belum memperbolehkan), namun
biasanya jika si anak sudah hamil diluar nikah, akhirnya orangtua
membolehkan” (RF, 23 Tahun)
Responden yang mengalami perkawinan diusia dini mengakui
bahwa fenomena menikah muda dilingkungan sekitarnya cukup banyak
terjadi. Sebagian besar responden perempuan mengatakan bahwa
mereka ingin suami mereka memiliki pengetahuan agama yang lebih
dibandingkan dengan mereka sehingga suami sebagai kepala keluarga
bisa membimbing anak-anak mereka dalam hal agama misalnya
mengajarkan mengajii dan sholat kepada anak serta memberikan contoh
dan teladan yang baik bagi anak.
Adanya anggapan dimasyarakat yang cukup kuat, mengenai
anggapan bahwa memiliki anak perempuan lebih susah menjaganya
dibanding dengan anak laki-laki sehingga lebih baik menikahkan anak
perempuannya segera mungkin jika dianggap sudah cukup mampu
berkeluarga.
“ya, seperti kata nenek saya, lebih baik menjaga satu kandang
kambing daripada seorang anak perempuan. Karena kalau anak
perempuan, meskipun pintu depan dan pintu belakang (rumah) ditutup,
si anak keluar lewat jendela.” (RO, 25 Tahun)

Laporan Penelitian Perkawinan Anak Usia Dini diKota Palu 61


Hal ini menggambarkan bahwa perempuan masih tersubordinasi
dalam lingkungan keluarga. Kodrat perempuan untuk memiliki rahim,
melahirkan dan menyusui menjadi rentan bagi perempuan untuk
memperoleh ketidakadilan dalam memperoleh akses informasi dan
pendidikan.

Laporan Penelitian Perkawinan Anak Usia Dini diKota Palu 62


BAB IV PENUTUP

4.1 Rekomendasi
Berdasarkan hasil penelitian ini, berikut beberapa rekomendasi
yang diberikan untuk mencegah perkawinan anak usia dini di Kota Palu
Provinsi Sulawesi Tengah adalah sebagai berikut :
1. Minimnya pengetahuan remaja tentang Kesehatan
Reproduksi khususnya dampak perkawinan dini bagi
kesehatan tubuhnya. Hal ini juga dipengaruhi oleh tingkat
pendidikan orang tua. Dari beberapa kasus ditemukan bahwa
anak yang mengalami perkawinan dini berasal dari orang tua
yang memiliki tingkat pendidikan rendah yang juga mengalami
pernikahan dini di usia remajanya sehingga edukasi tentang
kesehatan reproduksi tidak berjalan baik dikeluarga. Apalagi
pengetahuan tentang gender dan seksualitas bagaimana hak
tubuh perempuan menjadi hal tabu bagi keluarga sehingga
pendidikan seksualitas bagi anak dan keluarga sangat
dibutuhkan.
2. Pentingnya ada regulasi kebijakan Pemerintah Kota Palu yang
menekan angka perkawinan anak di Kota Palu seperti :1).
Perda Kota Layak Anak (KLA) yang mengatur tentang
bagaimana Kota yang ramah anak dimana salah satunya adalah
tidak ada lagi anak yang menikah dibawah usia 18 tahun, 2).

Laporan Penelitian Perkawinan Anak Usia Dini diKota Palu 63


Perda perlindungan perempuan dan anak yang mengatur
tentang hak perlindungan khusus untuk menekan kasus
kekerasan yang terjadi, memberikan hak khusus bagi anak –
anak dalam tumbuh kembang anak termasuk hak untuk
menentukan dirinya sendiri untuk tidak menikah di usia muda,
3) Perda Pencegahan Perkawinan anak dan 4) Perda
Ketahanan Keluarga yang mengatur tentang bagaimana
kualitas keluarga sangat ditentukan pada usia perkawinan.
Beberapa regulasi tersebut saling menguatkan untuk
menurunkan jumlah perkawinan anak.
3. Perlunya penguatan program pendidikan informal berbasis
keluarga untuk memberikan edukasi tentang pentingnya
pendidikan, hak dasar anak seperti hak gizi, hak bermain, hak
pendidikan dan lain-lain mempengaruhi sikap dan perilaku
orang tua dan anak yang mengalami pernikahan dini. Termasuk
pola asuh yang masih menggunakan cara-cara kekerasan juga
subordinasi terhadap perempuan, pengaruh budaya, agama dan
lingkungan sekitar turut menjadi faktor perkawinan anak di usia
dini dan batasan usia perkawinan
4. Menguatkan jaringan forum anak dan lintas sektor untuk
perluasan informasi mengenai dampak perkawinan anak bagi
keluarga dan social

Laporan Penelitian Perkawinan Anak Usia Dini diKota Palu 64


5. Memaksimalkan kerjasama lintas sektor dan sinergi antara
lembaga-lembaga seperti Satgas K5, Satgas PPA, Lembaga
Adat, hingga OPD-OPD terkait. Semua harus menjalankan
peran dan fungsinya masing-masing.

Laporan Penelitian Perkawinan Anak Usia Dini diKota Palu 65


DAFTAR PUSTAKA

1. Badan Pusat Statistik, Sulawesi Tengah dalam Angka, 2016


2. Profil anak Provinsi Sulawesi Tengah tahun 2018
3. Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah tahun 2017
4. Profil kekerasan terhadap anak Provinsi Sulawesi Tengah,2018
5. Statistik Analisis Gender Provinsi Sulawesi Tengah tahun 2018
6. Pernikahan Usia Dini dan Permasalahannya, Eddy Fadlyana, Shinta
Larasaty, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Universitas
Padjajaran/RS Dr Hasan Sadikin Bandung, Sari Pediatri, Vol. 11,
No. 2, Agustus 2018
7. Pambudy MN. Perkawinan anak melanggar undang-undang
perkawinan. [diunduh 29 Oktober 2019]. Didapat dari:
http://cetak.kompas.com/read, 2008.
8. Palu B. Menyelamatkan generasi muda. Didapat dari:
www.bappenas.go.id, 2008.
9. UNICEF. Child protection information sheet: child marriage.
[diunduh 29 April 2009]. Didapat dari: www.unicef.org. 2006.
10. UNPFA. Child marriage fact sheet. [diunduh tanggal 29
September]. Didapat dari: www.unpfa.org. 2005.
11. ICRW. Ending child marriage. [diunduh 29 September 2019].
Didapat dari: www.icrwindia.org. 2007 UNICEF. Early marriage:
child spouses. Innocenti Digest

Laporan Penelitian Perkawinan Anak Usia Dini diKota Palu 66


Laporan Penelitian Perkawinan Anak Usia Dini diKota Palu 67

Anda mungkin juga menyukai