Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pielonefritis merupakan infeksi piala pada ginjal, tublus dan jaringanin
tersitisial dari salah satu atau kedua ginjal. Bakteri mencapai kandungkemih
melalui uretra dan naik ke ginnjal. Meskipun ginal menerima 20% sampai
25% curah jantung, bakteri jarang yang mencapai ginjal melalui aliran darah:
kasus penyebaran secara hematogen kurang dari 3% pieonefritis sering
sebagai akibat dari refluks ureteripisikal, dimana katub ureter pisikal yang
tidak kompeten menyebabkan urin mengalir balik (refluks) ke dalam ureter.
Obstruksi fraktur urinarius (yang meningkatkan kerentanan terhadap infeksi),
tumor kandung kemih, striktur, hiperflasia prostatik bnigna, dan batu urinarius
merupakan penyebab yang lain.
Glomerulonefritis adalah suatu sindrom yang ditandai oleh peradangan
dari glomelurus di ijuti oleh beberapa antigen yang mungkin
endegonus(seperti sirkulasi tiroglobulin) atau eksogenus(agen infeksius atau
proses penyakit sistemik yang menyertai) hospes(ginjal) mengenal antigen
sebagai benda asing dan mulai membentuk antibodi untuk menyerangnya.
Respon peradangan ini menimbulkan penyebaran perubahan patofisiologi
termasuk menurunnya laju filtrasi glomerulus(LPG), peningkatan
permeabilitas dari dinding kapiler glomerulus terhadap protein plasma
(terutama albumin) dan SDM, dan retensi abnormal dan air yang menekan
produksi renin dan aldosteron

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dasar penyakit Glomerulonefritis ?
2. Bagaimana konsep dasar keperawatan pada kasus glomerulonefritis?
3. Bagaimana konsep dasar penyakit Pielonefritis ?
4. Bagaimana konsep dasar keperawatan pada kasus pielonefritis?

1
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang Glomerulonefritis
2. Untuk mengetahui kasus Glomerulonefritis
3. Untuk mengetahui tentang Pielonefritis
4. Untuk mengetahui kasus Pielonefritis

2
BAB II

PEMBAHASAN

I. GLOMERULUNEFRITIS

A. Pengertian
Glomerulonefritis ialah reaksi imonologi pada ginjal terhadap
bakteri atau virus tertentu. Yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman
streptococcus. Sering di temukan pada usia 3-7 tahun (pada awal usia
sekolah). Lebih sering mengenai anak laki- laki dari pada wanita dengan
perbandingan 2:1 (kapita selekta kedokteran, 2000: 487).
Glomerulonefritis adalah gangguan pada ginjal yang di
tandaidengan peradangan pada kapiler glumerulus yang fungsinya sebagai
filtrasi cairan tubuh dan sisa – sisa buangan. (nastiah, 1997: 125).
Glomerulonefritis adalah suatu sindrom yang ditandai oleh
glomerulus diikuti pembentukan beberapa anti gen yang mungkin
endogenus (seperti sirkulasi tirokglobulin) atau eksogenus (agen infeksius
atau proses penyakit sistemik yang menyertai) hospes (ginjal) mengenal
antigen sebagai benda asing dan mulai membentuk antibody untuk
menyerangnya. Respon peradangan ini menimbulkan penyebaran
perubahan patofisologisnya, termasuk menurunya laju filtrasi glumerulus
atau (LFG), peningkatan permeabilitas dari dinding kapiler glomerulus
terhadap protein plasma ( terutama albumin) dan SDM, dan retensi
abnormal natrium dan air yang menekan produksi renin yang aldosteron
(glassok,1988; dalambuku sandra m.nettina,2001).

B. Etiologi
Timbulnya didahuli infeksi ekstrarenal, terutama di traktus
respiretorius bagian atas dan kulit oleh kuman streptococcus beta
haemolyticus golongan A tipe 12,4,16,25, dan 49. Antara infeksi bakteri
dan timbulnya GN terdapat masa laten selama 10 hari. GN dapat

3
disebabkan oleh sifilis, keracunan (timbah hitam, tridion), amiloidosis,
thrombosis vena renalis, penyakit kolagen, purpura anafilektoit,dan lupus
eritematosis.
Hubungan antara GN dan streptococcusini ditemukan pertamakali
oleh lohlein pada tahun1907 dengan alasan :
a. Timbulnya GN setelah terjadinya infeksi skarlatina.
b. Diisolasinya kuman streptococcus beta hemoliticus golongan A.
c. Meningkatkan meningkatnya titer anti-stroptolisin pada serum pasien.

C. Klasifikasi
Glomerulonefritis dibedakan menjadi 3:
a. Difus
Mengenai semua glomelurus, bentuk yang paling sering ditemui
timbul akibat gagal ginjal kronik. Bentuk klinisnya ada 3:
a) Akut : jenis gangguan yang klasik dan jinak, yang slalu di awali
oleh infeksi streptococcus dan di sertai endepan kompleks imun
pada membrane basalis glomelurus dan perubahan proliferasif
seluler.
b) Sub akut: bentuk glomerulonefritis yang progresif cepat, di tandai
dengan perubahan-perubahan proliferatife seluler nyata yang
merusak glomelurus sehingga dapat mengakibatkan kematian
akibat uremia.
c) Kronik: Glomerulonefritis progresif lambat yang berjalan menuju
perubahan sklerotik dan ablitiratif pada glomelurus, ginjal
mengisut dan mengecil, kematian akibat uremia.
b. Fokal : hanya sebagian glomelurus yang abnormal
c. Local : hanya sebagian rumbai glumelurus yang abnormal minsalnya 1
sampai kapiler.

D. Manifestasi Klinis
a. Hematuria (darah dalam urine)
b. Proteirunia (protein dalam urine)

4
c. Edema ringan terbatas di sekitar mata atau seluruh tubuh
d. Hipertensi (terjadi pada 60-70% anak dengan GNA pada hari pertama
dan akan normal kembali pada akhir minggu pertama juga)
e. Mungkin demam
f. Gejala gastrointestinal seperti mual, tidak nafsu makan, diare,
konstipasi.
g. Fatigue (keletihan atau kelelahan).

E. Patofisiologi
Suatu reaksi radang pada glomerulus denag sumbatan lekosit dan
proliferasi sel, serta eksudasi eritrosit, leokosit dan protein plasma dalam
ruang bowman. Gangguan pada glomerulus ginjal di pertimbangkansebagai
suatu respon imunologi yanag terjadi dengan adanya perlawanan anti body
dengan adanya perlawanan dengan mikroorganisme yang streptococcus A.
Reaksi antigen dan anti body tersebut terbentuk imun kompleks
yang menimbulkan respon peradangan yang menyebabkan kerusakan
dinding kapiler dan menjadikan lumen pembuhluh darah menjadi mengecil
yang mana akan menurunkan filtrasi glomerulus, insuffisiensi renal dan
perubahan permeabilitas kapiler sehingga molekul yang besar seperti
protein diskreasi dalam urine ( proteinuria).
a. Pathogenesis
Percobaan pada binatang menunjukan adaya kemungkinan proses
imonologis sebagai penyebab. Bebeparapa penyelidik menunjukan
hipotesis sebagai berikut:
 Terbentukknya kompleks antigen-antibody yang melekat pada
membrane basalis glomerulus dan kemudian merusak nya.
 Proses autoimun kuman streptococcus yang nefritogen dalam tubuh
menimbulkan bada autoimun yang merusak glomerulus.
 Streptococcus nefritogen dan membrane basalis glomerulus
mempunyai komponen antigen yang sama sehingga di bentuk zat
anti yang berlangsung merusak glomerulus mempunyai komponen

5
antigen yang sama sehingga di bentuk zat anti yang merusak
membrane basalis ginjal.
b. Patologi
Makroskopis ginjal tampak agak membesar, pucat terdapat
titik-titik perdarahan pada korteks. Mikroskopik tampak hamper
semua glomerulus terkena sehinggadapat disebut glomerulus difus.
Tampak proliferasi sel endotel glomerulus yang keras sehungga
mengakibatkan lumen kapiler dan ruang simpai boeman menutup.
Disamping itu terdapat pila infiltrasi sel apitek kapsul, infiltrasi sel
polimorfonukleus dan monosit. Pada pemeriksaan mikrosop elekron
akan tampak membrane basalis menempel tidak teratur. Terdapat
gumpalan humps di subepielium yang mungkin dibentuk oleh
globulin-gama, komplemenbdan antigen streptococcus.

6
F. WOC

Infeksi Vaskuler Zat toksik Obstruksi Saluran Kemih

Reaksi Arterioklerosis Tertimbun


Retensi urin Menekan
antigen & di ginjal Iritasi/ cedera jaringan
saraf perifer
antibody
Suplai darah
ke ginjal Hematuria
Nyeri
pinggang

Anemia

GFR

GGK (Glomerulonefritis)

Sekresi protein terganggu Retensi Na Sekresi eritropoitis

Hb
SINDROME UREMIA Urokom CES
tertimbun
dikulit Oksihemoglobin
Gangguan Tek. Kapiler
keseimbangan MK :
As.basa Perubahan intoleran
warna kulit Vol. Intertisial Suplai O2 si
Aktivitas
Produksi
Asam MK : Gg. Edema
Citra Diri

Preload naik Kerja Jantung Kiri


As. Lambung

Beban Jantung Cardiac


output
Nausea, Vomitus Iritasi lambung
Hipertrofi V. kiri

MK : Gg. Infeksi
Kebutuhan Aliran Darah Ginjal
Nutrisi
Gastritis
Retensi Na& H2O

Mual
muntah MK : Kelebihan Vol. 7
Cairan
G. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
a) LED (laju endap darah) meningkat.
b) Kadar Hb menurun sebagai akibat hiperpolemia (retensi garam
dan air).
c) Hematuri makroskopis di temukan pada 50% pasien, di temukan :
albumin (+), eritrosit (++), leokosit (+), silinder leokosit, erotrosit,
dan hialin.
d) Albumin serum sedikit menurun, komplemen serum (globulin
beta-IC) sedikit menurun .
e) Ureum dan kreatinin meningkat.
f) Titer antistreptolisin umumnya meningkat, kecuali kalau infeksi
streptococcus yang mendahului hanya mengenai kulit saja.
g) Uji fungsi ginjal normal pada 50 % pasien.
b. Test gangguan kompleks imun.
c. Biopsy ginjal.

H. Komplikasi
a. Infeksi
Glomerulonefritis dapat terjadi akibat bakteri atau virus. Infeksi
yang terjadi pada tubh mengakibatkan reaksi kekabalan tubuh yang
berlebihan, sehingga mengakibatkan peradangan pada ginjal dan
glomerulonefritis. Infeksi yang dapat menyebabkan glomerulonefritis
adalah infeksi bakteri stercoccus tenggorokan,infeksi gigi, endokarditis
bakteri, hepatitis B dan hepatitis.
b. Kelainan imun
Contohnya penyakit adalah penyakit lupus yang menyebabkan
peradangan pada berbagai organ tubuh, termasuk ginjal. Disamping itu
glomerunefritis dapat disebabkan oleh kelainan system imun
lainnyaseperti sindrom Goodpasture yang menyerupai pneumonia dan
menyebabkan perdarahan di paru-paru dan ginjal.

8
c. Vaskulitis
Vaskulitis dapat terjadi pada berbagai organ, termasuk ginjal.
Contoh penyakit vaskulitis yang menyerang pembuluh darah ginjal dan
mengakibatkan glomerulonefritis adalah poliarteritis dan
garnulomatosis Wegener.

I. Penatalaksanaan
Tujuan untuk melindungi fungsi ginjal dan menangani komplikasi
yang tepat, dapat dilakukan:
a. Jika diduga terdapat infeksi streptococcus sisa makanan diberi
penisislin.
b. Tirah baring selama pase akut sampai urine berwarna jernih dan kadar
BUN, kreatinin dan tekanan darah kembali normal.
c. Diet protein dibatasi jika terjadi insufisiensi renal dan retensi nitrogen
d. Natrium dibatasi jika hipertensi, edema dan gagal jantung kongestif.
e. Agen diuretic dan antihipertensi untuk hipertensi.
f. Karbohidrat diberi secara bebas untuk menyediakan energy dan
mengurangi katabolisme protein.
g. Berikan cairan untuk mengatasi kehilangan cairan dan berat badan
harian, bernafas, dari saluran cerna.
Untuk penatalaksaanaan yang kronik:
a. Jika terjadi hipertensi, berikan natrium untuk menurunkan tekanan
darah dan batasi cairan
b. Berikan gizi tinggi protein.
c. Jika edema berat pasien harus tirah baring.
d. Pantau berat badan dan beri diuretik untuk mengurangi kelebihan
cairan
e. Masukan natrium dan cairan disesuaikan dengan kemampuan ginjal.

9
J. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Klien
a) Nama
Berisi nama lengkap klien yang mengalami glomerulonefritis
b) Jenis kelamin
Glomerunefritis dapat menyerang laki-laki maupun perempuan
(Prabowo & Pranata, 2014, p. 47).
c) Alamat
Ada tidaknya faktor predisposisi yang berhubungan dengan
pola kebiasaan dan higiene (Prabowo & Pranata, 2014, p. 47).
b. Status kesehatan
a) Keluhan Utama
Keluhan utama yang menjadi alasan untuk masuk rumah sakit
adalah adanya gejala dan tanda urine tampak kemerah-
merahan atau seperti kopi dan sakit pada saat kencing
(Prabowo & Pranata, 2014, p. 47).
b) Riwayat Kesehatan Sekarang
Menurut Burner & Suddarth dalam (Prabowo & Pranata, 2014,
p. 43)pasien dengan glomerulonefritis kronis biasa mengalami
gejala hipertensi ringan sampai berat, proteinuria, hematuria,
dan oliguria.
c) Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit pasien sebelumnya adalah ISPA (Bararah & Jauhar,
2013, p. 226).
d) Riwayat Kesehatan Keluarga
Pada riwayat penyakit keluarga terdapat salah satu anggota
keluarga yang pernah mengalami hipertensi atau peningkatan
kadar BUN dan creatinin serum (Suharyanto & Madjid, 2013,
p. 134).

10
c. Pengkajian Fisik
a) Aktivitas/istirahat
Gejala: kelemahan/malaise
Tanda: kelemahan otot, kehilangan tonus otot
b) Sirkulasi
Tanda: hipertensi, pucat,edema
c) Eliminasi
Gejala: perubahan pola berkemih (oliguri)
Tanda: Perubahan warna urine (kuning pekat, merah)
d) Makanan/cairan
Gejala: (edema), anoreksia, mual, muntah
Tanda: penurunan keluaran urine
e) Pernafasan
Gejala: nafas pendek
Tanda: Takipnea, dispnea, peningkatan frekwensi, kedalaman
(pernafasan kusmaul)
f) Nyeri/kenyamanan
Gejala: nyeri pinggang, sakit kepala
Tanda: perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah
d. Pemeriksaan Penunjang
Pada laboratorium didapatkan:
a) Hb menurun ( 8-11 )
b) Ureum dan serum kreatinin meningkat.
(Ureum : Laki-laki = 8,84-24,7 mmol/24jam atau 1-2,8
mg/24jam, wanita = 7,9-14,1 mmol/24jam atau 0,9-1,6
mg/24jam, Sedangkan Serum kreatinin : Laki-laki = 55-123
mikromol/L atau 0,6-1,4 mg/dl, wanita = 44-106 mikromol/L
atau 0,5-1,2 mg/dl ).
c) Elektrolit serum (natrium meningkat, normalnya 1100 g)
d) Urinalisis (BJ. Urine meningkat : 1,015-1,025 , albumin ,
Eritrosit , leukosit )

11
e) Pada rontgen: IVP abnormalitas pada sistem penampungan
(Ductus koligentes)

2. Diagnosa Keperawatan

1) Kelebihan voleme cairan berhubungan dengan penurunan haluaran


urin, diet kelebihan dan retensi cairan natrium
2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d
mual,muntah,anoreksia, pembatasan diet dan perubahan mambran
mukosa mulut
3) Intoleransi aktivitas b/d keletihan, anemia, retensi produk sampah
dan prosedur dialisis
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnose Intervensi Rasional
1. Kelebihan voleme 1. Kaji status cairan : 1. pengkajian merupakan
cairan berhubungan a. Timbang berat badan tiap dasar dan data dasar
dengan penurunan hari. berkelanjutan untuk
haluaran urin, diet b. Keseimbangan massukan memantau perubahan
kelebihan dan retensi dan haluara dan mengevaluasi
cairan natrium c. Turgorr kulit dan adanya intervensi
oedema . 2. pembatasan cairan
d. Distensi vena leher. akan menentukan berat
e. Tekanan darah denyut dan tubuh ideal, haluaran
irama nadi. urin dan respon
f. Batasi masukan cairan terhadap terapi
g. Identifikasi sumber 3. sumber kelebihan
potensial cairan. cairan yang tidak di
h. Medikasi dan cairan yang ketahui dapat
digunakan untuk didentifikasi
pengobatan : oral dan 4. pemahaman
intravena. meningkatkan kerja
i. Makanan sama pasien dan
2. Jelaskan pada pasien dan keluarga dalam
keluarga rasional pembatasan pembatasan cairan
3. Bantu pasien dalam 5. kenyamanan pasien
menghadapi ketidaknyamanan meningkatkan
akibat pembatasan cairan. kepatuhan terhadap
4. Tingkatkan dan dorong pembatasan diet
hygiene oral dan sering 6. hygiene oral
mengurangi
kekeringan mambran
mukosa mulut

12
2. Perubahan nutrisi 1. Kaji status nutrisi: 1. Menyediakan data
kurang dari a. Perubahan berat badan dasar untuk memantau
kebutuhan tubuh b/d b. Pengukuran antrometrik perubahan dan
mual,muntah,anoreks c. Nilai laboratorium (elektron mengevaluasi
ia, pembatasan diet serum, BUN., kreatinin, intervensi
dan perubahan protein, transferin, dan 2. Pola diet dahulu dan
mambran mukosa kadar besi) sekarang dapat di
mulut 2. Kaji pola diet nutrisi pasien : pertimbangkan dalam
a. Riwayat diet menyusun menu
b. Makanan kesukaan 3. Menyediakan
c. Hitung kalori informasi mengenai
faktor lain yang dapat
3. kaji foktor yang berperan di ubah/dihilangkan
dalam merubah mesukan untuk meningkatkan
nitrisi : masukkan diet
a. Anoreksia, mual/muntah, 4. Mendorong
b. Diet yang tidak peningkatan masukkan
menyenangkan bagi pasien diet
c. Depresi 5. Protein lengkap
d. Kurang memahami diberikan untuk
pembatasan diet mencapai
e. Stomatitis keseimbangan nitrogen
yang diperlukan untuk
4. Menyediakan makanan pertumbuhan dan
kesukaan pasien dalam batas – penyembuhan
batas diet 6. Untuk memantau
5. Tingkatkan masukan protein status cairan dan
yang mengandung nilai nutrisi.
biologis tinggi seperti : telur,
pruduk susu, daging,
6. Timbang berat badan tiap hari.
3. Intoleransi aktivitas 1. Kaji faktor yang menimbulkan 1. Menyediakan
b/d keletihan, keletihan : informasi tentang
anemia, retensi a. Anemia indikasi tingkat
produk sampah dan b. Ketidakseimbangan cairan keletihan
prosedur dialisis dan elektrolit 2. Meningkatkan
c. Retensi produk sampah aktivitas ringan/sedang
d. Depresi dan memperbaiki
2. tingkatkan kemandirian dalam harga diri
aktivitas perawatan diri yang 3. Mendorong latihan dan
dapat di toleransi, bantu jika akrtivitas dalam batas
keletihan terjadi – batas yang dapat
3. anjurkan aktivitas alternatif ditoleransi dan
sambil istirahat. istirahatkan yang
4. anjurkan untuk istirahat adekuat
setelah dialisis 4. Istirahat yang adekuat
di anjurkan setelah
dialisis, yang bagi

13
banyak pasien sangat
melelahkan

4. Evaluasi
No. Dignosa Evaliasi
1. Kelebihan voleme a. Menunjukan perubahan - perubahan berat
cairan berhubungan badan yang lambat
dengan penurunan b. Mempertahankan pembatasan diet dan cairan
haluaran urin, diet c. Menunjutkan turgo kulit normal tanpa oedema
kelebihan dan retensi d. Menunjukan tanda – tanda vital normal
cairan natrium e. Menunjukan tidak adanya distensi vena leher
f. Meloporkan adanya kemudahan dalam
bernafas/tidak terjadi nafas pendek
g. Melakukan hyegiene oral dengan sering
h. Melakukan penurun rasa haus
i. Meloporkan berkurangnya kekeringan pada
mambra mukosa mulut

2. Perubahan nutrisi a. Mengkonsumsi protein yang mengandung nilai


kurang dari biologis yang tinggi
kebutuhan tubuh b/d b. Memilih makanan yang menimbulkan nafsu
mual,muntah,anorek makan dalam batasan diet
sia, pembatasan diet c. Mengkonsumsi makanan tinggi kalori dalam
dan perubahan batasan diet
mambran mukosa d. Mematuhi medikasi sesuai dengan jadwal
mulut untuk mengatasi anoreksia dan tidak
menimbulkan rasa kenyang
e. Menjelaskan dengan kata – kata sendiri rasinal
pembatasan diet dan hubungan dengan kadar
kreatinin dan urea
f. Mengkosulkan daftar makanan yang dapat
direrima
g. Melaporkan peningkatan nafsu makan
h. Menunjukan tidak adanya perlambatan /
penurunan berat badan yang tempat
i. Menunjykan turgor kulit yang normal/tanpa
oedema, kadar albumin, plasma dapat diterima

3. Intoleransi aktivitas a. Berpartisipasi dalam meningkatkan tingkat


b/d keletihan, aktivitas dan latihan
anemia, retensi b. Melaporkan rasa sejahtera
produk sampah dan c. Melakukan istirahat dan aktivitas secara
prosedur dialisis bergantian
d. Berpertisipasi dalam aktivitas perawatan
mandiri yang dipilih .

14
II. PIELONEFRITIS
A. Pengertian

Pielonefritis merupakan infeksi bakteri yang menyerang ginjal yang


sifatnya akut maupun kronis. Pielonefritis akut biasanya akan berlangsung
selama 1-2 minggu. Bila pengobatan pada pielonefritis akut tidak sukses
maka dapat menimbulkan gejala lanjut yang disebut dengan pielonefritis
kronis. Pielonefritis merupakan infeksi bakteri pada piala ginjal, tumulus,
dan jaringan interspinal dari salah satu atau kedua ginjal (Bruner dan
Sunder, 2002:1436)

Pielonefritis adalah inflasi atau infeksi akut pada pelvis renalis, tubula
dan jaringan interstisiel. Penyakit ini terjadi akibat infeksi oleh bakteri
entrit (paling umum adalah Escherichia ColiI) yang telah menyebar dari
kandung kemih ke ureter dan ginjal akibat refluks psikouretra. Penyebab
lain pielonefitis mencakup obstruksi urine atau infeksi, trauma, infeksi
yang berasal dari darah, penyakit ginjal lainnya, kehamilan, atau gangguan
metabolic.

B. Etiologi

Escherichia coli (bakteri yang dalam keadaan normal ditemukan di usus


besar) merupakan penyabab dari 90% infeksi ginjal di luar rumah sakit dan
penyebab dari 50% infeksi ginjal di rumah sakit. Selain E.Coli bakteri lain
yang juga turut serta dapat mengakibatkan pielonefritis seperti Klebsiella,
golongan Streptokokus. Infeksi biasanya berasal dari daerah kelamin yang
naik ke kandung kemih. Pada saluran kemih yang sehat, naiknnya infeksi
ini biasanya bisa dicegah oleh aliran air kemih yang akan membersihkan
organisme dan oleh penutup uretra di tempat masuknya kandung kemih.
Berbagai penyumbatan fisik pada aliran air kemih (misalnya batu ginjal
atau pembesaran prostat) atau arus balik air kemih dari kandung kemih ke
dalam ureter, akan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi ginjal.
Infeksi juga bisa dibawa ke ginjal dari bagian tubuh lainnya melalui aliran

15
darah. Keadaan lainnya yang meningkatkan resiko terjadinya infeksi ginjal
adalah :

a. Kehamilan
b. Kencing manis
c. Keadaan-keadaan yang menyebabkan menurunnya system
kekebalan tubuh untuk melawan infeksi
C. Klasifikasi
a. Pielonefritis Akut
Pielonefritis akut biasanya singkat dan sering terjadi infeksi
berulang karena terapi tidak sempurna atau infksi baru. Dimana 20%
dari infeksi yang berulang terjadi 2 minggu setelah terapi selesai.
Infeksi bakteri dari saluran kemih bagian bawah ke arah ginjal, hal ini
akan mempengaruhi fungsi ginjal. Infeksi saluran urinarius atas
dikaitkan dengan selimut antibody bakteri dalam urine. Ginjal biasanya
membesar disertai infiltrasi interstisial sel-sel inflamasi. Abses dapat
dijumpai pada kapsul ginjal dan pada taut kortikomedularis. Pada
akhirnya, atrofi dan kerusakan tubulus serta glomelurus terjadi (Indra,
2011).
Pielonefritis aku merupakan salah satu penyakit ginjal yang sering
ditemui. Gangguan ini dapat dilepaskan dari infeksi saluran kemih.
Infeksi ginjal sering terjadi pada wanita, hal ini karena saluran kemih
bagian bawahnya (uretra) lebih pendek dibandingkan laki-laki, dan
saluran kemihnya terletak berdekatan dengan vagina dan anus, sehigga
lebih cepat mencapai kandung kemih dan menyebar ke ginjal. Insisden
penyakit ini juga akan bertambah pada wanita hamil dan pada usia
diatas 40tahun. Demikian pula, penderita kencing manis / diabetes
mellitus dan penyakit ginjal lainnya lebih mudah terkena infeksi ginjal
dan saluran kemih (Indra, 2011).
b. Pielonefritis Kronis

Pielonefritis kronis juga berasal dari adanya bakteri, tetapi dapat


juga karena factor lain seperti obstruksi saluran kemih dan refluk urine.

16
Pielonefritis kronis dapat merusak jaringan ginjal secara permanen
akibat inflamasi yang berulang kali dan timbulnya parut dan dapat
menyebabkan terjadinya renal failure (gagal ginjal) yang kronis.
Ginjalpun membentuk jaringan parut progresif, berkontraksi dan tidak
berfungsi. Proses perkembangan kegagalan ginjal kronis dari infeksi
ginjal yang berulang-ulang berlangsung beberapa tahun atau setelah
infeksi yang gawat.

D. Manifestasi Klinis
a. Pielonefritis akut
a) Demam
b) Menggigil
c) Nyeri panggul
d) Nyeri tekan pada sudut kostopetebral ( CVA )
e) Lekositosis
f) Adanya bakteri dan sel darah putih pada urine
g) Disuria
h) Biasanya terjadi pembesaran ginjal disertai infiltrasi interstisial
inflamasi.
b. Pielonefritis kronis
a) Tanpa gejala infeksi kecuali eksaserbasi
b) Keletihan
c) Sakit kepala
d) Nafsu makan rendah
e) Foliuria
f) Haus yang berlebihan
g) Kehilangan berat badan
h) Infeksi yang menetap menyebabkan jaringan parut di ginjal, disertai
gagal ginjal pada akhirnya.
E. Patofisiologi

Pielonefritis merupakan penyakit saluran kemih bawah yang pada


mulanya berawal dari infeksi saluran kemih bawah. Pielonefritis

17
disebabkan oleh infasi bakteri pada saluran kemih seperti baktei : E.Coli
yang secara normal terdapat pada saluran pencernaan, dan secara tidak
sengaja dapat menginfeksi atau terbawa ke saluran kemih karena pola
kebersihan yang salah. Disamping E.Coli bakteri lain yang menyebabkan
pielonefritis adalah klapsiella, streptococcus. Factor lain sebagai
predisposisi pielonefritis seprti : kehamilan, kondisi imun yang menurun,
instruksi saluran kemih, VUR, diabetes.

Pielonefritis terjadi berawal dari infasi bakteri ke dalam saluran


kemih bagian bawah, kondisi tubuh dengan imun yang rendah, obstruksi
saluran kemih, VUR dapat menghambat eliminasi bakteri ke dalam urine
sehingga bakteri dapat berkembang biak dan menginfeksi mukosa saluran
kemih, disamping itu pada penderita diabetes dengan kadar gula yang
tinggi mengakibatkan glukosa yang lolos dalam filtrasi hanya dapat
direabsorbsi sebesar nilai maksimal reabsorbsi glukosa yaitu 220, sisa
glukosa yang tidak dapat direabsorbsi lagi akan terbawa dan terkandung
dalam urine, hal tersebut mengakibatkan bakteri dapat berkembang biak
secara cepat dalam saluran kemih dan menginfeksi saluran kemih.
Kehamilan, pada saat kehamilan hormone ekstrogen meningkat sehingga
akan mengakibatkan fasodilatasi pada pembuluh darah, fasodilaatasi
mengaibatkan meningkat permeabilitas kapiler yang akhirnya akan
mengakibatkan kebocoran protein plasma ke dalam interstitial dan menarik
cairan plasma ikut bersamanya, hal tersebut akan mengakibatkan tingginya
tekanan onkotik plasma pada filtrasi glomelurus yang akan mengakibatkan
cairan berpindah dari kapsula bowmen ke kapiler glomelurus melawan
gaya filtrasi,disamping itu pada kehamilan terjadi penekanan pada vesika
dan saluran kemih yang akan menghambat aliran urine dan mengakibatkan
penurunan eliminasi bakteri bersama urine.

Dari mekanisme diatas, akan terjadi infeksi pada saluran kemih


bawah dan apablia tubuh tidak mampu mengatasi fluktuasi bakteri dalam
saluran kemih, baktri terebut akan naik ke saluran kemih bagian atas yang
mengakibatkan peradangan infeksi diparemkin ginjal (pielonefritis).

18
Pielonefritis merupakan kondisi yang sudah terjadi infeksi dalam parenkim
ginjal sehingga dapa diangkat diagnosa PK : infeksi. Pada pielonefritis
terjadi reaksi radang dan pengikatan antara antigen dan antibody,
pengikatan tersebut mengakibatkan tubuh akan melepaskan mediator-
mediator kimia yang dapat menimbulkan gejala inflamasi. Mediator EP
(endogen pirogen) dapat mengakibatkan peningkatan suhu tubuh karena EP
mernagsang prostaglandin untuk meningkatkan thermostat tubuh di
hipotalamus dengan gejala ini dapat diangkat diagnose keperawatan
Hipertermi. Kalekrein juga dapat menimbulkan rasa nyeri pada pinggang
akibat peradangan atau kerusakan jaringan parenkim ginjal karena saat
radang mediator ini dilepas untuk merangsang pusat sensori nyeri, dengan
demikian dapat diangkat diagnosa keperawatan Nyeri akut. Disamping itu
akibat kelainan pada medulla ginjal yang mengakibatkan gangguan dalam
pemekatan urine ditambah lagi peningkatan GFR akibat mekanisme radang
pada ginjal mengakibatkan timbulnya poliuri sehingga dapat diangkat
diagnose keperawatan Gangguan eliminasi urine. Kehilangan cairan yang
berlebihan ekstrasel maupun intrasel akinbat gangguan dalam poses
reabsorbsi mengakibatkan sel-sel tubuh mengalami dehidrasi sehingga
dapat diangkat diagnos keperawatan Kekurangan cairan tubuh.

19
F. WOC

Penyebab Adanya Refluks kehamilan Penurun


obstruksi vesikoureter an
(Bakteri E.Coli) imunitas
Membawa Penekanan
Terjadi urine dan pada vesika
Masuk ke uretra inflamasi Tubuh
bakteri dari dan saluran
rentan
kandung kemih
terinfek
kemih
Terjadi inflamasi Kuman si
kembali ke
menempel dan
ginjal
berkolonisasi
Bakteri resisten

Kuman menetap
Penyebaran di dinding
secara assenden saluran kemih

PIELONEFRITIS

Aktivasi Gangguan
Reaksi
makrofag Menekan fungsi
inflama
saraf vagus ginjal
si
Makrofag
menghasilk Iritasi
Mual,
saluran Hematur
an pyrogen muntah
MK : kemih ia,
endogen
kekuranga disuria,
n volume Nafsu makan piuria
Melepaskan cairan turun Ginjal
prostaglandin di membesar
MK :
hipotalamus
MK : ganggu
MK
Ketidakseimbangan an
:
Peningkatan jumlah nutrisi kurang dari elimina
nyeri
prostaglandin kebutuhan si urin
akut

demam

MK : Hipertermi
20
G. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
a) Urinalisis
Merupakan pemeriksaan yang paling sering dikerjakan pada kasus-
kasus urologi.
Pemeriksaaan ini meliputi uji :
- Makroskopik dengan menilai warna, bau, dan berat jenis urine
- Kimawi meliputi pemeriksaan derajat keasaman/PH, protein,
dan gula dalam urine
- Mikroskopik mencari kemungkinan adanya sel-sel, cast
(silinder) atau bentukan lain di dalam urine

Pada paien yang menderita pielonefritis saat pemeriksaan urinalisis


ditemukan adanya piuria, bakteriuria (terdapat bakteri di dalam
urine), dan hematuria (terkandung sel-sel darah merah di dalam
urine)
b) Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah rutin terdiri atas pemeriksan kadar hemoglobin,
leukosit, laju endap darah, hitung jenis leukosit, dan hitung
trombosit. Pada klien dengan pielonefritis, hasil pemeriksaan darah
rutinnya menunjukkan adanya leukositosis (menurunnya jumlah
atau kadar leukosit di dalam darah) disertai peningkatan laju endap
darah.
c) Tes Faal Ginjal
Beberapa uji faal ginjal yang sering diperiksa adalah pemeriksaan
kadar kretinin, kadar ureum, atau BUN (Blood Urea Nitrogen), dan
klirens kreatinin. Pemeriksaan BUN, ureum, atau kreatinin di dalam
serum merupakan uji patal ginjal yang paling sering dipakai di
klinik. Sayangnya kedua uji ini baru menunjukkan kelainan pada
saat ginjal sudah kehilangan 2/3 dari fungsinya. Maka daripada itu,
klien pielonefritis baru akan menunjukkan adanya penurunan faal
ginjal bila sudah mengenai kedua sisi ginjal.

21
d) Kultur Urine
Pemeriksaan ini dilakukan bila ada dugaan infeksi saluran kemih.
Pada pria, urin yang diambil adalah sampel urine porsi tengah (mid
stream urine), pada wanita sebaiknya diambil melalui kateterisasi,
sedangkan pada bayi dapat diambil urine dari aspirasi suprapubik
atau melalui alat penampung urine. Jika didapatkan kuman di dalam
urine, dibiarkan di dalam medium tertentu untuk mencri jenis
kuman dan sekaligus sensitifitas kuman terhadap antibiotic yang
diujikan. Pada klien dengan pielonefritis, hasil pemriksaan kultur
urinnya terdapat bakteriuria.
b. Pemeriksaan Radiologi (Pencitraan)
a) Foto Polos Abdome
Foto polos abdomen atau KUB (Kidney Ureter Bledder) adalah foto
screening untuk pemeriksaan kealinan-kelainan urologi. Klien
dengan pielonefritis, pada hasil pemriksaan foto polos abdomen
menunjukkan adanya kekaburan dari bayangan otot psoas dan
mungkin terdapat bayangan radio-opak dari bat saluran kemih
b) Pielografi Intravena (PIV)
Pielografi Intravena (PIV) atau Intravenous Pielography (IVP) atau
dikenal dengan intravenous urography atau urografi adalah foto
yang dapat menggambarkan keadaan system urinaria melalui bahan
kontras radio-opak. Pencitraan ini dapat menunjukkan adanya
kelainan anatomi dan kelainan fungsi ginjal. Hasil pemeriksaan PIV
pada klien pielonefritis terdapat bayangan ginjal membesar dan
terdapat keterlambatan pada fase nefrogram.
c) Sistografi
Adalah pencitraan buli-buli dengan memakai kontras. Dari
sistogram dapat dikenali adanya tumor atau bekuan darah di dalam
buli-buli. Pemeriksaaan ini juga dapat untuk menilai adanya
inkontinensia stress pada wanita dan untuk menilai adanya refluks
vesiko-ureter

22
d) Uretrografi
Adalah pencitraan uretra dengan memakai bahan kontras.
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui dan menilai pajang
striktura uretra, trauma uretra, dan tumor uretra atau batu non-opak
pada uretra.
e) Pielografi Antegrad
Adalah pencitraan system urinaria bagian atas dengan cara
memasukkan kontras melalui system saluran (kaliks) ginjal.
f) Pielografi Retrograd (RPG)
Adalah pencitraan system urinaria bagian atas (dari ginjal hingga
ureter) dengan cara memasukkan kontras radio-opak langsung
melalui kateter ureter yang dimasukkan transuretra.
H. Komplikasi
Komplikasi pada pielonefritis akut :
a. Nekrosis papilla ginjal. Sebagai hasil dari proses radang, pasokan darah
pada area medulla akan terganggu dan akan diikuti nekrosit papilla
ginjal, terutama pada penderita diabetes mellitus atau pada tempat
terjadinya obstruksi.
b. Fionefrosis. Terjadi apabila ditemukan obstruksi total pada ureter yang
dekat sekali dengan ginjal. Cairan yang terlindung dalam pelvis dan
system kaliks mengalami supurasi, sehingga ginjal mengalami
peregangan akibat adanya pus.
c. Abses perinefrik. Pada waktu infeksi mencapai kapsula ginjal, dan
meluakse dalam jaringan perirenal, terjadi akses perinefrik.

Komplikasi pada pielonefritis kronis :

a. Pielonefritis akut prognosis pielonefritis baik bila memperlihatkan


penyembuhan klinis maupun bakteriologis terhadap antibiotic.
b. Pielonefritis kronis. Bila diagnosis pielonefrtis kronis terlambat dan
kedua ginjal telah menyusut pengobatan konserfatif semata-mata untuk
mempertahankan faal jaringan ginjal yang masih utuh.

23
I. Penatalaksanaan
a. Terapi antibiotic untuk membunuh bakteri gram positif maupun gram
negative. Terapi kausal dimulai dengan kotrimoksazol dua tablet 2x
sehari atau ampisilin 500mg 4x sehari selama 5 hari. Setelah diberikan
terapi antibiotic 4-5 minggu, dilakukan pemeriksaan urine ulang untuk
memastikan bahwa infeksi telah berhasil diatasi.
b. Pada penyumbatan, kelainan structural atau batu, mungkin perlu
dilakukan pembedahan dengan merujuk ke rumah sakit.
c. Apabila pielonefritis kronisnya disebabkan disebabkan oleh obstruksi
atau refluks, maka diperlukan penatalksanaan spesifik untuk mengatasi
masalah-masalah tersebut.
d. Dianjurkan untuk sering minum dan BAK sesuai kebutuhan untuk
membilas mikroorganisme yang mungkin naik ke uretra, untuk wanita
harus membilas dari depan ke belakang untuk menghindari
kontamminasi lubang uretra oleh bakteri feses.

Penatalksanaan medis menurut Barbara K. Timby dan Nancy E. Smith


tahun 2007 :

a. Mengurangi demam dan nyeri dan menentukan obat-obat antimicrobial


seperti trimetrofrim-supamethoxazole (TMF-SMZ,septra), gentamycin
dengan atau tanpa ampicilin, cephelosporin, atau ciprofloksasin (cipro)
selama 14 hari.
b. Merilekskan otot halus pada ureter dan kandung kemih, meningktakna
rasa nyaman dan meningkatkan kpasitas kandung kemih menggunakan
obat farmakologi tambahan antispasmodic dan anticolinergic seperti
oxibutinin (ditropan) dan propantheline (pro-bantine)
c. Pada kasus kronis, pengobatan difokuskan pada pencegahan kerusakan
ginjal secara progresif.

24
J. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Klien
a) Nama
Berisi nama lengkap klien yang mengalami pielonefritis
b) Jenis kelamin
Pielonefritis kronis 2 kali lebih sering terjadi pada wanita
dibandingkan pada pria. Penyakit infeksi ini lebih sering terjadi
pada wanita dibandingkan dengan laki-laki, karena anatomi dari
system perkemihan wanita (terutama uretra) yang lebih pendek
dari pria sehingga mudah terserang infeksi yang disebabkan oleh
bakteri.
c) Usia
Anak-anak dan orang dewasa memiliki resiko tinggi terhadap
penyakit pielonefritis ini. Dan pielonefritis kronis terjadi lebih
sering pada bayi dan anak-anak muda dibandingkan dengan
anak yang lebih tua dan orang dewasa.
d) Alamat
Lingkungan tempat tinggal yang kotor dan tidak sehat dan
meningkatkan resiko terkena penyakit pielonefritis terutama
tempat sanitasi yang buruk, karena dapat menjadi tempat
berkembang biaknya bakteri yang menyebabkan infeksi.

e) Agama
Agama tidak mempengaruhi seseorang untuk terkena penyakit
pielonefritis
f) Pekerjaan
Seseorang yang bekerja di tempat dan gaya hidup yang tidak
bersih maka akan beresiko lebih tinggi terkena infeksi
pielonefritis.

25
b. Status Kesehatan
a) Keluhan utama
Klien dengan penyakit pielonefritis biasanya mengeluhkan nyeri
di punggung bagian bawah, dan juga gejala yang timbul secara
tiba-tiba berupa demam, menggigil, mual dan muntah.
b) Riwayat kesehatan sekarang
Kaji seberapa lamanya gejala berlangsung (saat proses
masuknya bakteri ke kandung kemih sehingga menyebabkan
infeksi), nyeri abdomen atau punggung belakang, demam atau
gejala peradangan lainnya, perubahan selera makan, penurunan
berat badan, dan kebiasaan buang air kecil/BAK (frekuensi,
warna, dll). Perhatikan juga adanya riwayat transfuse darah, dan
penggunaan obat-obat intravena.
c) Riwayat kesehatan dahulu
Kaji penyakit kesehatan terdahulu klien yang dapat berhubungan
dengan timbulnya penyaki pielonefritis yang diderita. Misalnya
infeksi saluran kemih / ISK, kencing manis, batu ginjal, riwayat
kehamilan pada wanita yang memungkinkan terjadinya infeksi
oleh bakteri yang naik dari saluran kemih bawah, deprmudah
oleh stasis urine akibat adaptasi kehamilan.
d) Riwayat penyakit keluarga
Kaji riwayat penyakit keluarga apakah ada keluarga yang
memiliki penyakit infeksi atau gangguan system perkemihan.
Namun penyakit pielonefritis bukan penyakit genetic.
e) Riwayat imunisasi
Imunisasi berfungsi sebagai penunjang system pertahanan
tubuh, sehingga apabila seorang anak tidak diberikan imunisais
tepat pada usianya maka anak tersebut dapat beresiko terserang
oleh bakteri yang dapat meicu terjadinya penyakit pielonefritis.

26
c. Pola fungsi kesehatan
a) Pola persepsi terhadap kesehatan dan penyakit
Pada anak yang mengalami penyakit pielonefritis pola hidup
sehat harus ditingkatkan dalam menjaga kebersihan diri,
perawatan, gaya hidup sehat. Ibu juga berkewajiban rutin
memeriksakan anaknya dan melakukan imunisasi secara rutin.
Ibu hamil harus sering melakukan pemeriksaan urine untuk
mengetahui penyakit secara rutin.
b) Pola nutrisi – metabolism
Pola umumnya setelah menderita penyakit ini pola makannya
tidak teratur karena mengalami penurunan nafsu makan, dan
juga nausea dan vomitus. Sehingga berat badan klien akan
menurun dan terlihat lemah karena intake nutrisi yang tidak
adekuat dan gangguan metabolism.
c) Pola eliminasi
Klien yang mengalami pielonefritis akan mengalami gangguan
pada pola eliminasi, seperti disuria saat berkemih pada
pielonefritis akut dan poliuria pada pielonefritis kronis. Selain
itu juga terdapat nyeri saat berkemih, hal ini bisa diakibatkan
karena kejang ureter dan hasil infeksi.
d) Pola istirahat tidur
Istirahat dan tidur klien pielonefritis biasanya tidak bisa
nyenyak, sering terbangung karena terganggu akibat nyeri yang
dirasakan pada punggung belakang. Biasanya nyeri disebabkan
oleh kejang ureter karena adanya infeksii.
e) Pola persepsi dan konsep diri
Klien dengan penyakit pielonefritis jarang mengalami gangguan
konsepsi diri, hanya saja menimbulkan kecemasan atau
kekhawatrian karena kurangnya pengetahuan terhadap penyakit
yang dialami.

27
f) Pola latihan dan aktivitas
Aktivitas yang dilakukan oleh klien dengan penyakit
pielonefritis terbatas dan terganggu, tidak dapat melakukannya
secara bebas. Hal ini dikarenakan nyeri pada punggung bagian
belakang. Selain itu klien juga merasa lemas.
g) Pola hubungan dan peran
Mampu berorientasi terhadap orang, waktu dan tempat dengan
baik. Hubungan dengan keluarga yang baik akan memberikan
dukungan pada klien untuk cepat sembuh, dapat terlihat dengan
adnya keluarga yang menemaninya di rumah sakit. Hubungan
klien dengan tim medis atau perawat yang baik dan kooperatif
akan memudahkan proses perawatan.
h) Pola reproduksi seksual
Kaji apakah selama sakit terdapat gangguan atau tidak yang
berhubungan dengan reproduksi. Pada anak yang menderita
pielonefritis bisa saja mengalami gangguan pada reproduksi,
apabila infeksi yang trejadi pada saluran perkemihan
menimbulkan komplikasi pada system reproduksi yang secara
letak anatomi dekat dengan system perkemihan.
i) Pola koping dan toleransi stress
Dukungan keluarga sangat berpengaruh dalam memotivasi klien
untuk mengurangi tingkat stress atau kecemasan yang dirasakan
j) Pola keyakinan dan nilai
Meyakini bahwa penyakit yang diderita merupakan takdir dan
kehendak Tuhan. Klien tetap bisa menjalankan ibadah sesuai
dengan agama yang diyakininya, kaji apakah ada keyakinan
yang dapat memperparah infeksi.
d. Pemriksaan fisik
a) Keadaan umum
Seorang dengan penyakit pielonefritis didapatkan keadaan
umum yang lemah dan lemas

28
b) Kesadaran
Klien dengan pielonefritis umumnya tidak mengalami
penurunan kesadaran dan komposmetis
c) Tanda-tanda vital
Tekanan darah klien mengalami peningkatan tekanan darah atau
hipertensi, denyut nadi juga meningkat, suhu tubuh meningkat
dapat mencapai 40°C, dan frekuensi pernapasan pada klien juga
meningkat di atas 24x/menit
d) Berat badan
Berat badan biasanya ditemukan mengalami penurunan karena
klien yang mengalami mual dan muntah sehingga intake nutrisi
tidak adekuat.
e) Kepala
Bentuk kepala biasanya simetris, tidak ada nyeri tekan. Tidaak
ada kelainan pada bentuk kepala.
f) Wajah
Wajah simetris, ekspresi wajah biasanya meringis bila terjadi
kejang ureter yang mengiakibatkan nyeri, dan tidak adanya nyeri
tekan.
g) Mata
Pada mata klien dengan pielonefritis tampak simetris, sclera
putih, konjungtiva tidak anemis (kecuali pada klien yang
mengalami hemolisis akibat endotoksin sehingga klien
mengalami anemia akut), gerakan bola mata normal, reflex pupil
terhadap cahaya normal (jika diberi cahaya pupil akan
mengecil), keadaan bola mata normal, dan tidak adanya nyeri
tekan.
h) Hidung dan sinus
Tidak ada kelainan pada bagian in. hidung tampak simetris dan
tidak adanya nyeri tekan.

29
i) Leher
Pada kelenjar tiroipd tidak mengalami pembengkakan. Perlu
dikaji juga apakah ada peningkatan tekanan vena jugularis atau
tidak.
j) Thoraks
Bentuk dada klien yang menderita pielonefritis biasanya
simetris. Sekitar 1-2% wanita dengan pielonefritis anterpartum
mengalami insufisiensi pernapasan dengan keparahan beragam
akibat edema paru dan cedera alveolus yang disebabkan oleh
endotoksin. Pada beberapa wanita, paru-paru mengalami
gangguan berat disertai timbulnya sindrom distress pernapasan
akut yang memerlukan ventilasi mekanik.
k) Genetalia dan anus
Pada penderita pielonefritis tidak ditemukannya kelainan pada
genetalia dan anus.
l) Abdomen
Pada klien dengan penyakit pielonefritis ditemukannya adanya
nyeri pegal pada salah satu atau kedua daerah pinggang lumbal
dan nyeri tekan pada sudut kostovertebrata. Dapat juga terjadi
pembesaran pada salah satu atau kedua ginjal saat dilakukan
palpasi dan terkadang otot perut mengalami kontraksi yang kuat.
m) Ektremitas
Pada ektremitas tidak terdapat kelainan.
e. Pemeriksaan urologi
a) Pemeriksaan ginjal
Pemeriksan ini dilakukan untuk mengetahui adanya pembesaran
atau pembengkakan pada daerah pinggang atau abdomen
sebelah atas dan mengkaji ada atau tidaknya nyeri tekan. Ginjal
teraba membesar.
b) Pemeriksaan buli-buli
Pada pemeriksaan buli-buli diperhatikan adanya benjolan/massa
atau jaringan perut bekas irisan/operasi di suprasimfisis

30
c) Pemeriksaan neurologi
Ditujukan untuk mencari kemungkinan adanya kelainan
neurologic yang mengakibatkan kelainan pada system
urogenetalia, seperti pada lesi motor neuron atau lesi saraf
perifer yang merupakan penyebab dari buli-buli neurogen.
2. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
keperawatan
1. DS : Nyeri akut Nyeri akut
Klien mengatakan Nyeri pinggang
kesakitan jika Nyeri menyebar ke
berkemih pinggang
DO : Nyeri akibat peradangan
Urin sangat pekat, ginjal
suhu 39°C Merangsang pusat sensori
nyeri
Mediator kalakrein
2. DS : Gangguan eliminasi urin Gangguan eliminasi
urine
Klien mengatakan Poliuri
bahwa dia sering ke Peningkatan frekuensi
kamar mandi untuk berkemih
miksi lebih banyak Peningkatan volume urin
dari biasanya Terbentuknya urin encer
DO : Gangguan dalam pemekatan
Urin output klien urin
lebih dari 1500/hari
3. DS : Hipertermi Hipertermi
Klien mengatakan Peningkatan suhu tubuh
bahwa ia merasa Peningkatan thermostat
menggigil dan tubuh
badannya terasa
hangat Perangsangan thermostat
DO : suhu tubuh tubuh di hipotalamus

31
klien mencapai 38°C Pengaktifan prostaglandin
Pelepasan mediator
Endogen pirogen
4. DS : Kekurangan volume cairan
Klien mengeluh Dehidrasi sel-sel tubuh
bahwa badannya Penurunan transport cairan
terasa lemas ke sel
Defisisensi reabsorbsi
Peningkatan GFR
5. DS : Nutrisi kurang dari Kebutuhan nutrisi
kurang dari kebutuhan
Klien mengatakan kebutuhan tubuh
tubuh
kurang nafsu makan Penurunan nafsu makan dan
dan sering mual dan mual muntah
muntah Penurunan kontraktilitas
DO : klien tampak otot polos dan penurunan
letih dan makanan peristaltik
klien utuh Penurunan reabsorpsi ion K
dan ion lainnya
Defisiensi reabsorbsi
Peningkatan GFR

3. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi dan infeksi pada
system urinaria yang ditandai dengan klien mengeluh nyeri pada
bagian pinggang dan sulit tidur, suhu tubuh meningkat, dan leukosit
meningkat.
2) Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan infeksi saluran kemih
yang ditandai dengan klien sering berkemih, jumlah volume urin
meningkat
3) Hipertermia berhubungan dengan proses peradangan atau infeksi yang
ditandai dengan suhu tubuh meningkat, kulit hangat dan menggigil.

32
4) Ketidakseimbangan volume cairan tubuh kurang dari kebutuhan tubuh
dengan peningkatan laju metabolic (demam) dan pengeluaran cairan
yang berlebih (poliuri) yang ditandai dengan klien terlihat lemas,
frekuensi berkemih meningkat
5) Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubugan dengan
penurunan nafsu makan akibat dari penurunan kontraktilitas otot polos
dan penurunan peristaltic ditandai dengan klien terlihat lemah dan
makanan klien utuh
4. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan criteria hasil Intervensi keperawatan
1. Dx I Setelah dilakukan tindakan a. Lakukan pengkajian nyeri
keperawatan selama 3x24 secara komperhensif
jam klien tidak mengalami termasuk lokasi,
nyeri dengan criteria hasil : karakteristik, durasi,
a. Mampu mengontrol frekuensi, kualitas dan
nyeri (tahu penyebab factor presipitasi
nyeri, mampu b. Observasi reaksi
menggunakan teknik nonverbal dari
nonfarmakologi untuk ketidaknyamanan
mengurangi nyeri, c. Bantu klien dan keluarga
mencari bantuan) untuk mencari dan
b. Melaporkan bahwa nyeri menemukan tindakan
berkurang dengan kenyamanan yang efektif
menggunakan yang pernah dilakuakan,
manajemen nyeri seperti distraksi, relaksasi,
c. Mampu mengenali nyeri atau kompres hangat /
(skala, intensitas, dingin
frekuensi, dan tanda d. Kendalikan factor
nyeri) lingkungan yang dapat
d. Menyatakan rasa mempengaruhi nyeri
nyaman setelah nyeri seperti suhu ruangan,
berkurang pencahayaan dan

33
e. Tanda vital dalam kebisingan
rentang normal e. Kurangi factor presiptasi
f. Tidak megalami nyeri
gangguan tidur f. Kaji tipe dan sumber
nyeri untuk memberikan
intervensi yang tepat
g. Ajarkan tentang teknik
nonfarmakologi, napas
dalam, relaksasi,
distraksi, kompres hangat
/ dingin
h. Kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian
analgesic untuk
mengurangi nyeri
i. Tingkatkan istirahat
j. Berikan informasi tentang
nyeri seperti penyebab
nyeri, berapa lama nyeri
akan berkurang dan
antisipasi
ketidaknyamanan dari
prosedur
k. Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesic
pertama kali
2. Dx II Setelah dilakuakan tindakan a. Kaji pemasukan,
keperawatan selama 3x24 pengeluaran, dan
jam pola eliminasi klien karakteristik urin
kembali optimal, dengan b. Tentukan pola berkemih
criteria hasil : pola eliminasi normal klien dan

34
membaik, tidak terjadi perhatikan variasi
gangguan berkemih c. Dorong peningkatan
(urgensi,oliguri,disuria) pemasukan
d. Kaji keluhan kandung
kemih penuh
e. Awasi pemeriksaan
laboratorium, elektrolit,
BUN, kreatinin
f. Lakukan tindakan untuk
memelihara asam urin
g. Kolaborasikan dalam
pemberian antibiotik
3. Dx III Setelah dilakukan tindakan a. Monitor suhu sesering
keperawatan 3x24 jam klien mungkin
menunjukkan suhu tubuh b. Monitor warna dan suhu
dalam batas normal dengan kulit
criteria hasil : c. Monitor tekanan darah,
a. Suhu 36-37°C nadi, dan RR
b. TTV dalam batas d. Monitor penurunan
normal tingkat kesadaran
c. Tidak ada perubahan e. Monitor intake dan output
warna kulit dan tidak f. Kolaborasika dengan
ada pusing, merasa dokter dalam pemberian
nyaman anti piretik dan analgesic
g. Selimuti klien
h. Berikan kompres dingin
pada klien pada lipat paha
dan aksila
i. Tingkatkan sirkulasi
udara
j. Tingatkan intake cairan
dan nutrisi

35
k. Monitor TD, nadi,
respirasi, suhu
l. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
m. Monitor hidrasi seperti
turgor kulit, kelembababn
membrane mukosa
4. Dx IV Setelah dilakukan tindakan a. Pertahankan catatan
keperawatan 3x24 jam intake dan output yang
deficit volume cairan adekuat
teratasi dengan criteria hasil: b. Pasang kateter urine jika
a. Mempertahankan urin diperlukan
output sesuai dengan c. Monitor hasil lab yang
usia dan bb, bj, urin sesuai dengan relensi
normal cairan (BUN,Hmt,
b. Tekanan darah, nadi, osmolalitas urin)
suhu, respiasi, suhu d. Monitor tanda-tanda vital
tubuh dalam keadaan e. Monitor status nutrsi
normal f. Monitor masukan
c. Tidak ada tanda-tanda makanan / cairan
dehidrasi,elastisita turgor g. Berikan deuretik sesuai
kulit baik, membrane intruksi
mukosa lembab, tidak h. Monitor berat badan
ada rasa haus yang i. Monitor elektrlolit
berlebihan j. Monitor tanda dan gejala
d. Orientasi terhadap waktu oedema
dan tempat baik k. Monitor indikasi retensi /
e. Jumlah dan irama kelebihan cairan
pernapasan dalam batas l. Kaji lokasi dan luas
normal odema
f. Elektrolit, HMT, Hb
dalam batas normal

36
g. Ph urin dalam batas
normal
h. Intake oral dan intravena
adekuat

5. Implementasi Keperawatan
No Diagnosa Implementasi
1. Nyeri akut berhubungan a. Telah dilakukan pemantauan
dengan proses inflamasi tanda-tanda vital
pada system urinaria yang b. Telah dilakukan pengkajian nyeri
ditandai dengan klien secara komperhensif termasuk
mengeluh nyeri pada lokasi, karakteristik, durasi,
bagian pinggang dan sulit frekuensi, kualitas dan factor
tidur, suhu tubuh presipitasi
meningkat, dan leukosit c. Telah dilakukan observasi reaksi
meningkat nonverbal dari ketidaknyamanan
klien
d. Telah diberikan bantuan kepada
klien dan keluarga dalam mencari
dan menemukan tindakan
kenyamanan yang efektif yitu
relaksasi dan kompres
e. Telah dilakukan pengendalian
factor lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri yaitu suhu
ruangan, pencahayaan dan
kebisingan
f. Telah dikaji tipe dan sumber nyeri
g. Telah diajarkan tentang teknik non
farmakologi : napas dalam,
relaksasi, distraksi, kompres
hangat

37
h. Telah dilakukan kolaborasi
dengan dokter dalam pemberian
analgetik untuk mengurangi nyeri
2. Ganguan eliminasi a. Telah dikaji pemasukan dan
urinarius berhubungan pengeluaran dan karakteristik
dengan infeksi saluran urine
kemih yang ditandai b. Klien diminta minum setidaknya 2
dengan klien sering liter
berkemih, jumlah volume c. Mengkaji keluhan kandug kemih
urine meningkat. penuh
d. Telah dilakukan pemeriksaan
laboratorium ; elektrolit, BUN,
kreatinin
e. Telah dilakukan kolaborasi dalam
pemberian antibiotic
3. Hipertermia berhubungan a. Telah dilakukan monitor suhu
dengan proses peradangan setiap 2 jam
atau infeksi yang ditadai b. Telah dilakukan monitor warna
denga suhu tubuh dan suhu kulit dengan hasil warna
meningkat (38°C), kulit kuning langsat dan suhu dingin
hangat dan menggigil c. Telah dilakukan monitor tekanan
darah, nadi dan RR, dengan hasil
TD: 145/90 mmHg, nadi
100x/menit, dan RR 24x/menit
d. Telah dilakuka kolaborasi dengan
dokter dalam pemberian
antipiretik dan analgesic
e. Telah menginstruksikan kepada
keluarga klien untuk menyelimuti
klien
f. Telah diberikan kompres dingin
pada klien pada paha dan aksila

38
g. Telah dilakukan monitor hidrasi
yakni pada turgor kulit,
kelembaban membrane mukosa
4. Ketidakseimbangan a. Telah dilakukan pencatatan intake
volume cairan tubuh : dan output cairan tubuh secara
kurang dari kebutuhan akurat
berhubungan dengan b. Telah dilakukan monitor hasil lab
peningkatan laju metabolic yang sesuai dengan retensi cairan
(demam) dan pengeluaran (BUN, Hmt, osmolalitas urin)
cairan yang berlebih c. Telah dilakuka pengkajian tanda-
(poliuri) yag ditandai tanda vital
dengan klien terlihat lemas, d. Telah dilakukan pengkajian status
frekuensi berkemih nutrisi
meningkat e. Telah dilakukan pemberian
diuretic sesuai instruksi dokter
f. Telah dilakukan pengukuran berat
badan
g. Telah dilakukan pengkajian
elektrolit
h. Telah dilakuka pengkajian tanda
dan gejala dari odema, dengan
hasil tidak terjadi odema

6. Evaluasi
No Diagnosa Evaluasi
1. Nyeri akut berhubungan S : Klien mengatakan bahwa nyeri
dengan proses inflamasi yang dirasakannya sudah mulai
pada system urinaria yang berkurang. Klien masih susah tidur
ditandai dengan klien O : Skala nyeri klien berkurang dari 5
mengeluh nyeri pada ke 3
bagian pinggang dan sulit A : Masalah teratasi sebagian
tidur, suhu tubuh P : Intervensi dilanjutkan

39
meningkat, dan leukosit
meningkat
2. Ganguan eliminasi S : Klien mengatakan bahwa
urinarius berhubungan frekuensi berkemihnya mulai
dengan infeksi saluran berkurang
kemih yang ditandai O : Jumlah urin output klien
dengan klien sering berkurang
berkemih, jumlah volume A : Masalah teratasi sebagian
urine meningkat. P : Intervensi dilanjutkan
3. Hipertermia berhubungan S : Klien mengatakan bahwa
dengan proses peradangan tubuhnya tidak lagi menggigil
atau infeksi yang ditadai O : Suhu tubuh klien turun menjadi
denga suhu tubuh 37,5°C
meningkat (38°C), kulit A : Masalah teratasi sebagian
hangat dan menggigil P : Intervensi dilanjutkan dengan
modifikasi

4. Ketidakseimbangan volume S : Klien mengatakan bahwa dirinya


cairan tubuh : kurang dari tidak merasa lemas lagi
kebutuhan berhubungan O : Urin output klien berkurang dari
dengan peningkatan laju sebelumnya
metabolic (demam) dan A : Masalah teratasi sebagian
pengeluaran cairan yang P : Intervensi dilanjutkan
berlebih (poliuri) yag
ditandai dengan klien
terlihat lemas, frekuensi
berkemih meningkat

40
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Glomerulonefritis adalah gangguan pada ginjal yang di tandaidengan
peradangan pada kapiler glumerulus yang fungsinya sebagai filtrasi cairan
tubuh dan sisa – sisa buangan.
Pielonefritis adalah inflasi atau infeksi akut pada pelvis renalis, tubula
dan jaringan interstisiel. Penyakit ini terjadi akibat infeksi oleh bakteri entrit
(paling umum adalah Escherichia ColiI) yang telah menyebar dari kandung
kemih ke ureter dan ginjal akibat refluks psikouretra. Penyebab lain
pielonefitis mencakup obstruksi urine atau infeksi, trauma, infeksi yang
berasal dari darah, penyakit ginjal lainnya, kehamilan, atau gangguan
metabolic

B. Saran
Diharapkan mahasiswa dapat memahami materi tentang Glomerulonefritis dan
Pielonefritis. Selain itu, mahasiswa juga diharapkan memahmi asuhan
keperawtan tentang Glomerulonefritis dan Pielonefritis.

41
DAFTAR PUSTAKA

Prabowo, e. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan.


Yogyakarta: nuha medika.

Wilkinson, J. M. (2011). Diagnosis Keperawatan. Jakarta: Buku Kedokteran.

Mary Baradero, S. M. (2009). Klien Gangguan Ginjal. Jakarta: Buku Kedokteran.

42

Anda mungkin juga menyukai