PKWU
PKWU
Disusun Oleh:
Nama: R.A. Vika Az Zahra Putri
Kelas: X.I
Selain dikenal berjuluk Negeri Serambi Mekkah, Aceh juga tersohor sebagai Bumi Rencong.
Julukan itu populer lantaran rencong merupakan senjata khas sekaligus simbol dan lambang
perjuangan Aceh. Di dalam sejarah Aceh, belum ada catatan secara pasti asal-usulnya. Meski
begitu, kehadiran rencong di masa lalu terekam dan terwarisi melalui cerita tutur turun-temurun.
Legenda rencong di masyarakat Aceh bermula saat seekor burung raksasa sakti (Geureuda
berarti rakus) kerap meneror kehidupan masyarakat. Ia tak hanya memakan tanaman dan buah-
buahan saja, tetapi juga hewan ternak. Masyarakat pun berang. Cerita itu sampai di telinga raja.
Sang Raja ikut geram. Pelbagai siasat dan jebakan dilakukan untuk menangkap burung raksasa
itu. Namun, upaya itu selalu gagal.
Sang burung pembuat onar malah makin menggila. Ia justru tambah gencar melakukan aksi
terornya. Penduduk Aceh ketakutan. Mereka tidak berani melakukan aktivitas di ruang terbuka.
Sang Raja akhirnya mengambil tindakan. Ia meminta seorang pandai besi berilmu makrifat
membuat senjata ampuh agar bisa membunuh Geureuda. Ritual pun dijalani. Si pandai besi
melakukan puasa, salat sunat, serta berdoa kepada Tuhan Yang Mahakuasa. Usai melakukan
tirakat, si pandai besi akhirnya membuat sebilah senjata serupa pedang kecil menyerupai tulisan
bismillah dalam aksara Arab.
Tak disangka, senjata kelak bernama Rencong tersebut mampu membuat burung pembuat onar
tewas.
Meski tak banyak data menjelaskan sejarah rencong, namun catatan tertua mengenai keberadaan
senjata tersebut menunjukkan bermula pada masa Kesultanan Aceh ke-10 (1589-1604), Sultan
Alauddin Riayat Syah. Impian terakhir Sang Sultan sebelum wafat, ingin memiliki senjata khas
lagi andal untuk ditampilkan. Impian pun tetap menjadi impian. Sultan tak sempat melihat
Rencong sepanjang hayatnya.Cita-cita tersebut baru terealisasikan pada masa Kesultanan Aceh
di bawah kekuasaan Sultan Iskandar Muda (1607-1636). Sang Sultan meminta pandai besi untuk
membuat sebilah senjata dengan bentuk mengandung unsur tanah Aceh dan Islam.
Teuku Iskandar dalam De Hikajat Atjeh mengatakan, berdasarkan geografi Aceh yang masuk
dalam Pulau Sumatera dengan belahan gunung Seulawah dan Bukit Barisan, tersalinkan kalimat
Bismillahir Rahmanir Rahiem.
Maka, tulis Iskandar, terbentuklah sebuah senjata dengan unsur bumi Aceh juga Islam. "Senjata
itu hasil rujukan para panglima dan ulama pada saat itu," tulis Iskandar.
Adapun penyebutan rencong berawal dari kata Runcing, kemudian diubah menjadi Rincung, dan
terakhir menjadi Rintjong atau Rencong. Pada zaman kerajaan pula, rencong tak hanya dipakai
raja, tapi juga para pejuang untuk mengusir penjajahan kolonial Belanda dan Portugis.
Pemakaian
Dalam acara adat Kesultanan Aceh, Rencong biasanya digunakan saat acara pernikahan,
Meugang, Peusijuk, Tung Dara Baro (Mengunduh Mantu), dan dalam setiap acara penting
lainnya.
Daftar Pustaka