Kajian Pustaka
Pembimbing:
H. Sutedja, dr., SKM
Disusun Oleh:
Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga kami dapat menyusun kajian pustaka ini
sebagai salah satu syarat kepaniteraan di bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat,
Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Achmad Yani.
Dalam kajian pustaka ini kami membahas mengenai “Program Imunisasi di
Puskesmas Pataruman Kabupaten Bandung Barat”.
Dalam penulisan kajian pustaka ini, kami telah dibantu oleh banyak pihak.
Untuk itu melalui kesempatan ini kami ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. H. Sutedja, dr., SKM, selaku Koordinator dan pembimbing kami di Bidang
Ilmu Kesehatan Masyarakat FK UNJANI.
2. Lastiyono Eko Putro, SKM, selaku Kepala Puskesmas Pataruman yang telah
memberikan bimbingan sekaligus pembimbing yang telah membimbing
penulisan makalah ini selama kepaniteraan di Puskesmas Pataruman.
3. Lina Wati, dr., selaku pembimbing yang telah membimbing penulisan makalah
ini selama kepaniteraan di Puskesmas Pataruman.
4. Sherly P, dr., selaku pembimbing yang telah membimbing penulisan makalah
ini selama kepaniteraan di Puskesmas Pataruman.
5. Seluruh staff dan karyawan Puskesmas Pataruman.
6. Pihak-pihak lain yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa kajian pustaka ini masih jauh dari
sempurna karena keterbatasan pengetahuan, pengalaman, dan waktu. Oleh karena
itu, kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan proses
pembelajaran ini dan mohon maaf atas segala kekurangannya.
Akhirnya kami berharap semoga kajian pustaka ini dapat bermanfaat
khususnya bagi penulis dan bagi semua pihak yang membacanya.
ii
DAFTAR ISI
iii
iv
DAFTAR TABEL
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
secara lengkap pada semua bayi (anak dibawah umur 1 tahun) dan berdasarkan
Rencana Program Jangka Menengah Nasional (RPJMN) pemerintah berkomitmen
untuk mencapai target >95% desa mencapai UCI pada tahun 2019.Cakupan desa
atau kelurahan UCI di Indonesia pada tahun 2018 kenyataannya hanya mencapai
88,6%.2,3
Cakupan imunisasi dasar lengkap pada bayi di Provinsi Jawa Barat tahun
2018 yaitu sebesar 83,9% dan menduduki urutan keenam belas dari seluruh
provinsi di Indonesia. Tiga provinsi dengan cakupan imunisasi dasar lengkap pada
bayi yang tertinggi yaitu Sumatera Selatan (100, 8%), Kepulauan Riau (100,7%),
dan Jawa Tengah (100,2%).4
Menurut Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat tahun 2017 di Kabupaten
Bandung Barat yang melakukan imunisasi dasar lengkap sebanyak 26.582 bayi
dari total populasi 30.554 bayi. Sedangkan ibu hamil dengan imunisasi TT
berjumlah 34.933 jiwa dan yang melakukan imunisasi TT berjumlah 25.464
jiwa.2,3
Puskesmas Pataruman yang berada di kabupaten Bandung Barat mencakup 5
desa, yaitu Desa Pataruman, Desa Situ Wangi, Desa Tanjung Wangi, Desa
Citapen, Desa Cipatik. Data dari puskesmas Pataruman pada bulan September
2019 program imunisasi dasar lengkap sudah memenuhi target UCI pada setiap
desanya. Cakupan terbanyak pada desa Citapen sebanyak 101% dan terendah pada
desa Tanjungwangi sebanyak 73%.
2.1 Imunisasi
Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten. Imunisasi pada anak,
berarti diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Diharapkan anak
kebal atau resisten terhadap suatu penyakit tetapi belum tentu kebal terhadap
penyakit yang lain.5
Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan
seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga apabila suatu saat
terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit
ringan.6
2.1.1 Tujuan Imunisasi
Imunisasi bertujuan untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada
seseorang dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyaratkat.
Tujuan Umum
Menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan akibat Penyakit yang
Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I).6
Tujuan Khusus
a. Tercapainya cakupan Imunisasi dasar lengkap (IDL) pada bayi sesuai target
RPJMN.
b. Tercapainya Universal Child Immunization/UCI (Prosentase minimal 80% bayi
yang mendapat IDL disuatu desa/kelurahan) di seluruh desa/kelurahan
c. Tercapainya target Imunisasi lanjutan pada anak umur di bawah dua tahun
(baduta) dan pada anak usia sekolah dasar serta Wanita Usia Subur (WUS).
d. Tercapainya reduksi, eliminasi, dan eradikasi penyakit yang dapat dicegah
dengan Imunisasi.
e. Tercapainya perlindungan optimal kepada masyarakat yang akan berpergian ke
daerah endemis penyakit tertentu.
f. Terselenggaranya pemberian Imunisasi yang aman serta pengelolaan limbah
medis (safety injection practise and waste disposal management).6
3
4
Pada tahun 2015 hanya indikator % anak usia 12-24 bulan mendapat imunisasi
DPT-HB-Hib lanjutan yang dapat mencapai target, sedangkan kedua indikator
lainnya tidak dapat mencapai target. Di tahun 2016 sampai 2017, semua indikator
dapat mencapai target. Hal ini menunjukkan secara nasional program imunisasi
sudah cukup baik pencapaiannya. Namun untuk meyakinkan apakah suatu daerah
berisiko atau tidak terhadap terjadinya kasus PD3I (Penyakit yang Dapat Dicegah
5
Dengan Imunisasi), maka kita harus mengetahui capaian imunisasi di level yang
lebih rendah yaitu kab/kota, kecamatan bahkan desa.7
2.1.3 Jenis Imunisasi
Imunisasi di Indonesia dibagi berdasarkan jenis penyelenggaraan menjadi
imunisasi program dan imunisasi pilihan. Imunisasi program adalah imunisasi
yang diwajibkan oleh pemerintah untuk seseorang sesuai dengan kebutuhannya
dalam rangka melindungi yang bersangkutan dan masyarakat sekitarnya dari
penyakit menular tertentu. Imunisasi program terdiri atas imunisasi rutin,
imunisasi tambahan, dan imunisasi khusus. Sedangkan imunisasi pilihan adalah
imunisasi yang dapat diberikan kepada seseorang sesuai dengan kebutuhannya
dalam rangka melindungi yang bersangkutan dari penyakit menular tertentu.6
Rutin
Program Tambahan
Khusus
Imunisasi
Pilihan
di daerah lengan kanan atas (insertio musculus deltoideus). Efek samping 2–6
minggu setelah imunisasi BCG daerah bekas suntikan timbul bisul kecil
(papula) yang semakin membesar dan dapat terjadi ulserasi dalam waktu 2–4
bulan, kemudian menyembuh perlahan dengan menimbulkan jaringan parut
dengan diameter 2–10 mm. Penanganan efek samping apabila ulkus
mengeluarkan cairan perlu dikompres dengan cairan antiseptik. Apabila cairan
bertambah banyak atau koreng semakin membesar anjurkan orangtua
membawa bayi ke ke tenaga kesehatan.5
b. DPT-HB-HIB
Vaksin DTP-HB-Hib digunakan untuk pencegahan terhadap difteri,
tetanus, pertusis (batuk rejan), hepatitis B, dan infeksi Haemophilus influenzae
tipe b secara simultan. Cara pemberian dan dosis pada vaksin ini yaitu 0,5 ml.
vaksin harus diuntikan secara intramuscular pada anterolateral paha atas.
Kontraindikasi dari vaksin DPT-HB-HIB adalah kejang atau gejala kelainan
otak pada bayi baru lahir atau kelainan saraf. Efek samping terjadi reaksi lokal
sementara, seperti bengkak, nyeri, dan kemerahan pada lokasi suntikan,
disertai demam dapat timbul dalam sejumlah besar kasus. Kadang-kadang
reaksi berat, seperti demam tinggi, irritabilitas (rewel), dan menangis dengan
nada tinggi dapat terjadi dalam 24 jam setelah pemberian. Penangan efek
samping apabila terjadi orangtua dianjurkan untuk memberikan minum lebih
banyak (ASI atau sari buah). Jika demam, kenakan pakaian yang tipis. Bekas
suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin. Jika demam berikan
paracetamol 15 mg/kgBB setiap 3–4 jam (maksimal 6 kali dalam 24 jam).
Bayi boleh mandi atau cukup diseka dengan air hangat. Jika reaksi memberat
dan menetap bawa bayi ke dokter.5
c. Hepatitis B
Vaksin hepatitis B merupakan virus recombinan yang telah diinaktivasikan
dan bersifat non-infecious, berasal dari HBsAg. Cara pemberian dan dosis
yang diberikan yaitu 0,5 ml atau 1 (buah) HB PID, secara intramuscular,
sebaiknya pada anterolateral paha. Pemberian sebanyak 3 dosis. Dosis pertama
usia 0-7 hari, dosis berikutnya interval minimum 4 minggu (1 bulan).
7
pemberian vaksin ini sebelumnya. Penyakit demam akibat infeksi akut: tunggu
sampai sembuh. Alergi terhadap Streptomycin.5
Efek samping yang dapat timbul yaitu reaksi lokal pada tempat
penyuntikan: nyeri, kemerahan, indurasi, dan bengkak bisa terjadi dalam
waktu 48 jam setelah penyuntikan dan bisa bertahan selama satu atau dua hari.
Apabila terjadi efek samping maka penangan pada orangtua dianjurkan untuk
memberikan minum lebih banyak (ASI). Jika demam, kenakan pakaian yang
tipis. Bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin. Jika demam
berikan paracetamol 15 mg/kgBB setiap 3–4 jam (maksimal 6 kali dalam 24
jam). Bayi boleh mandi atau cukup diseka dengan air hangat.5
e. Campak
Vaksin campak merupakan vaksin virus hidup yang dilemahkan. Dosis
yang diberikan 0,5 ml disuntikan secara subkutan pada lengan kiri atas atau
anterolateral paha, pada usia 9-11 bulan. Kontraindikasi pada vaksin ini
Individu yang mengidap penyakit immune deficiency atau individu yang
diduga menderita gangguan respon imun karena leukemia, limfoma. Efek
samping yang mungkin terjadi hingga 15% pasien dapat mengalami demam
ringan dan kemerahan selama 3 hari yang dapat terjadi 8–12 hari setelah
vaksinasi. Penanganan efek samping orangtua dianjurkan untuk memberikan
minum lebih banyak (ASI atau sari buah). Jika demam kenakan pakaian yang
tipis. Bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin. Jika demam
berikan paracetamol 15 mg/kgBB setiap 3–4 jam (maksimal 6 kali dalam 24
jam). Bayi boleh mandi atau cukup diseka dengan air hangat. Jika reaksi
tersebut berat dan menetap bawa bayi ke dokter.5
9
Tabel 2.2 Jadwal Imunisasi Lanjutan pada Anak Bawah Dua Tahun.
Interval minimal setelah
Umur Jenis imunisasi
pemberian imunisasi dasar
DTP-HB-Hib 12 bulan dari DTP-HB-Hib 3
18 bulan
Campak 6 bulan dari campak dosis pertama
(dikutip dari: Permenkes No. 12 tahun 2017)
Imunisasi lanjutan yang diberikan pada anak usia sekolah dasar terdiri atas
imunisasi terhadap penyakit campak, tetanus, dan difteri. Imunisasi lanjutan yang
diberikan pada anak usia sekolah dasar diberikan pada bulan imunisasi anak
sekolah (BIAS) yang diintegrasikan dengan usaha kesehatan sekolah.6
10
Tabel 2.3 Jadwal Imunisasi Lanjutan pada Anak Usia Sekolah Dasar.
Sasaran Imunisasi Waktu pelaksanaan
Campak, Agustus
Kelas 1 SD
DT November
Kelas 2 SD Td November
Kelas 3 SD Td November
(dikutip dari: Permenkes No. 12 tahun 2017)
Penyimpanan pelarut vaksin diatur pada suhu 2°C s.d. 8°C atau pada suhu
ruang yang terhindar dari sinar matahari langsung. Sehari sebelum digunakan,
pelarut disimpan pada suhu 2°C s.d. 8°C. Beberapa ketentuan yang harus selalu
diperhatikan dalam pemakaian vaksin secara berurutan adalah sebagai berikut:5,6
22
2.3 KIPI
KIPI adalah kejadian medik yang berhubungan dengan imunisasi baik berupa
reaksi vaksin, reaksi suntikan, efek farmakologis, kesalahan prosedur, koinsiden
atau hubungan kausal yang tidak dapat ditentukan. KIPI serius merupakan
kejadian medis setelah imunisasi yang tak diinginkan yang menyebabkan rawat
inap atau perpanjangan rawat inap, kecacatan yang menetap atau signifikan dan
kematian, serta menimbulkan keresahan di masyarakat.5
Cakupan Imunisasi yang tinggi maka penggunaan pada vaksin juga meningkat
dan akibatnya kejadian berupa reaksi simpang yang diduga berhubungan dengan
Imunisasi juga meningkat. Hal ini bisa dilihat dalam maturasi Imunisasi yang
digambarkan oleh Robert T. Chen.6
29
Keterangan:6
1. Prevaksinasi. Pada saat ini insidens penyakit masih tinggi (jumlah kasus
banyak), Imunisasi belum dilakukan sehingga KIPI belum menjadi masalah.
2. Cakupan meningkat.Pada fase ini, Imunisasi telah menjadi program di suatu
negara, maka makin lama cakupan makin meningkat yang berakibat penurunan
insidens penyakit. Seiring dengan peningkatan cakupan Imunisasi terjadi
peningkatan KIPI di masyarakat.
3. Kepercayaan masyarakat (terhadap Imunisasi) menurun. Meningkatnya KIPI
dapat menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap program Imunisasi. Fase ini
sangat berbahaya oleh karena akan menurunkan cakupan Imunisasi, walaupun
kejadian KIPI tampak menurun tetapi berakibat meningkatnya kembali insidens
penyakit sehingga terjadi kejadian luar biasa (KLB).
4. Kepercayaan masyarakat timbul kembali. Apabila KIPI dapat diselesaikan
dengan baik, yaitu pelaporan dan pencatatan yang baik, penanganan KIPI segera,
maka kepercayaan masyarakat terhadap program Imunisasi akan pulih kembali.
Pada saat ini, cakupan Imunisasi yang tinggi akan tercapai kembali dan diikuti
penurunan angka kejadian penyakit, walaupun KIPI tampak akan meningkat lagi.
30
5. Eradikasi. Hasil akhir program Imunisasi adalah eradikasi suatu penyakit. Pada
fase ini telah terjadi maturasi kepercayaan masyarakat terhadap imunisasi,
walaupun KIPI tetap dapat dijumpai.
2.3.1 Etiologi KIPI
Komnas PP KIPI membagi etiologi KIPI yaitu klasifikasi etiologi dan
klasifikasi kausalitas. Klasifikasi etiologi lapangan terdiri atas:6
a. Vaccine product-related reaction (reaksi yang berkaitan dengan produk
vaksin)
b. Vaccine quality defect-related reaction (reaksi yang berkaitan dengan
defek kualitas vaksin)
c. Immunization error-related reaction (reaksi yang berkaitan dengan adanya
penyimpangan dalam pemberian Imunisasi)
d. Immunization anxiety-related reaction (reaksi yang berkaitan dengan
kecemasan yang berlebihan yang berhubungan dengan Imunisasi)/ reaksi
suntikan
e. Coincidental event (kejadian yang secara kebetulan bersamaan).
Sedangkan klasifikasi kausalitas dibagi menjadi:6
a. Klasifikasi Konsisten adalah klasifikasi yang namun bersifat temporal
dikarenakan bukti yang tidak cukup untuk menentukan hubungan
kausalitas.
b. Klasifikasi Inderteminate adalah klsifikssi informasi tambahan yang
dibutuhkan agar dapat membantu finalisasi penetapan kausal dan harus
mencari informasi dan pengalaman dari nara sumber baik nasional,
maupun internasional.
c. Klasifikasi Inkonsisten
Suatu kondisi utama atau kondisi yang disebabkan paparan terhadap
sesuatu selain vaksin.
d. Klasifikasi Unclassifable
Kejadian klinis dengan informasi yang tidak cukup untuk memungkinkan
dilakukan penilaian dan identifikasi penyebab.
31
39
Tabel. 3.1 Hasil Kampanye Imunisasi Puskesmas Pataruman per Desa
Jumlah Hasil Imunisasi (%)
Desa Sasaran HB0 BCG Pentabio1 Pentabio2 Pentabio3 Polio1 Polio2 Polio3 Polio4 IPV Campak
Bayi
Situwangi 185 83 81 79 79 76 81 79 79 77 72 76
Pataruman 261 81 83 85 83 73 81 78 79 73 82 74
Cipatik 200 84 83 86 84 87 83 86 84 89 87 96
Tanjungwangi 162 77 78 78 83 78 82 73 80 78 73 73
Citapen 273 98 87 89 85 86 87 88 88 90 96 101
40
3.1.2 Kajian Kampanye Imunisasi Campak Berdasarkan Tingkat Pendidikan
3.1.2.1 Tingkat Sekolah dasar
Puskesmas Pataruman melaksanakan Imunisasi campak pada 27 sekolah dasar
(SD) yang duduk di kelas 1. Berdasarkan laporan hasil kampanye imunisasi
campak, terdapat sasaran sebanyak 1262 siswa. Sasaran yang paling banyak
terdapat pada SD Batulayang dengan jumlah sasaran 96 siswa. Siswa yang
terbanyak telah diimunisasi terdapat pada SD Batulayang yaitu 88 siswa. Namun,
siswa/siswi yang paling banyak belum diimunisasi adalah siswa/siswi dari SD
Batulayang yaitu 7 anak. SD yang paling sedikit melakukan imunisasi adalah SD
MI Darul Hikmah, SD Babakan Sari, dan SD MI Cisalak 3 yaitu 18 siswa. Hal ini
disebabkan jumlah sasaran pada SD MI Darul Hikmah, SD Babakan Sari, dan SD
MI Cisalak 3 adalah 18 siswa. Laporan hasil Kampanye Imunisasi campak dapat
dilihat pada Tabel 3.2
41
Tabel 3.2 Hasil Kampanye Imunisasi Campak Puskesmas Pataruman per Sekolah Dasar
Hasil Imunisasi
Nama Sekolah Sasaran
Yang diimunisasi Persen Yang belum diimunisasi persen
SDN Terang 31 31 100% 0 0%
SDN Darmajaya 24 24 100% 0 0%
SDN Batulayang 96 88 92.71% 7 7.29%
SDN Darul Hikmah 34 34 100% 0 0%
MI Darul Hikmah 18 18 100% 0 0%
SDN Jatisari 46 40 86,96% 6 13,04%
SDN Babakan Sari 18 18 100% 0 0%
SDN Cipatik 1 51 51 100% 0 0%
SDN Cipatik 2 55 55 100% 0 0%
SDN Cipatik 3 83 77 92.77% 6 7.23%
SDN Saapan 54 54 100% 0 0%
SDN Citapen 1 72 72 100% 0 0%
SDN Citapen 2 25 25 100% 0 0%
SDN Tirtajaya 68 68 100% 0 0%
SDN Sukagalih 44 44 100% 0 0%
SDN Sadar Galih 63 63 100% 0 0%
MI Citapen 65 65 100% 0 0%
42
43
44
DAFTAR PUSTAKA
45