Anda di halaman 1dari 10

ANALISIS KASUS SENGKETA TANAH PERKEBUNAN KELAPA

SAWIT DI DESA SINAR KASIH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

Tugas Mata Kuliah Hukum Agraria


Dosen mata kuliah:
Hetty Hassanah S.H., M.H.

DISUSUN OLEH :
NAMA : YOLANDITA PUTRI
NIM : 31617007

JURUSAN ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA
BANDUNG
2019
KRONOLOGI PERISTIWA

Permasalahan tentang sengketa tanah perkebunan kelapa sawit antara PT Soeloeng


Laoet (Penggugat) yang beroposisi dengan Saelan (Tergugat I) sebagai pemilik lahan tanah
perkebunan kelapa sawit, Tengku Razali Hafaz (Tergugat II), dan Pemerintah Kabupaten
Serdang Bedagai (Tergugat III).

Saelan, mantan kepala Desa Sinah Kasih, Kec. Seirampah, Kab. Serdang Bedagai,
merupakan pemilik tanah perkebunan kelapa sawit yang diberikan oleh PT Soeloeng Laoet
sebagai ganti uang pesangon setelah berhenti dari PT Soeloeng Laoet. Tanah yang diberikan
seluas 2.849 Ha berdasarkan HGU no. 1/Desa Sinah Kasih tanggal 22 februari 1990, lalu
tanpa izin dari PT Soeloeng Laoet Saelan telah menggunakan tanah seluas 3.036 m2 yang
sekarang menjadi objek sengketa yang diatasnya berdiri rumah kedai ransum sampai
sekarang atas izin Tengku Razali Hafaz dalam kapasitas sebagai administator/komisaris PT
Soeloeng Laoet yang tidak berhak meminjam pakaikan tanah sengketa kepada Saelan
berdasarkan surat izin/penggunaan bangunan kedai ransum tanggal 10 Desember 1984.

Ketika menjabat sebagai kepala desa Sinah Kasih pada periode 1994 s/d 2002, tanah
yang awalnya objek sengketa telat dibuat Surat Keterangan Tanah no. 592.2/002/Sk.2002
yang diterbitkan Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai. Dari perspektif PT Soeloeng Laoet
sebagai penggugat, apa yang dilakukan oleh oposisinya sebagai tergugat adalah perbuatan
melawan hukum yang menimbulkan kerugian yang harus dibayar Saelan, Tengku Razali
Hafaz, dan Pemerintah Serdang Bedagai kepada PT Soeloeng Laoet berdasarkan ketentuan
pasal 1365 KUH Perdata. Namun dalam persoalan yang dipertanyakan, bagaimana bisa
tindakan yang dilakukan oleh Saelan dianggap sebagai tindakan melawan hukum, sementara
Saelan telah mendapat izin berdasarkan surat izin/penggunaan bangunan kedai ransum
tanggal 10 Desember 1984, yang diberikan oleh Tengku Razali Hafaz sebagai
komisaris/administratur PT. Soeloeng Laoet.

Dari situ muncul persoalan yang menjadi perbedaan kesimpulan antara Majelis Hakim
Tinggi dengan kesimpulan Majelis Hakim Pengadilan Tingkat Pertama yang menyatakan
kepemilikan tanah sengketa masih merupakan pokok sengketa. Walaupun disimpulkan bahwa
tanah sengketa semula merupakan bagian dari areal perkebunan milik PT. Soeloeng Laoet
karenanya menurut pasal 311 RBG/ 174 HIR dianggap bukti yang sempurna, tapi kesimpulan
Majelis Hakim Tinggi ini perlu diuraikan untuk menjelaskan kepemilikan tanah, dengan perlu
adanya bukti lain yang dapat memperkuat fakta penggugat. Lalu setelah muncul bukti kuat
berupa sertifikat HGU yang menunjukkan bahwa tanah sengketa semula adalah milik
Penggugat. Terlebih lagi karena stelsel hukum pertanahan di Indonesia menganut asas
pemisahan antara tanah dengan benda-benda yang ada di atasnya, walaupun kemudian tanah
sengketa karena hukum menjadi tanah yang di kuasai oleh negara, namun statusnya adalah
tanah yang dikuasai negara masih terikat karena diatasnya ada bangunan maupun tanaman
milik PT Soeleoeng Laoet, sehingga lebih berhak untuk memperoleh hak baru diatasnya.

KRONOLOGI PERMASALAHAN HUKUM

Dari penyelesaian hukum yang disebutkan pada kronologi, maka tanah yang
disengketakan dinyatakan milik Penggugat berdasarkan Sertifikat Hak Guna Usaha (HGU)
No 1 / Desa Sinah Kasih tertanggal 22 Pebruari 1990. Lalu, pemberikan izin penggunaan
tanah milik PT Soeleong Laoet kepada Saelan sesuai dengan SURAT IZIN/PENGGUNAAN
TANAH KEDAI RANSUM bertanggal 10 Desember 1984 adalah merupakan perbuatan
Tengku Razali Hafaz secara pribadi dan bukan merupakan tanggung jawab PT Soeleong
Laoet, sehingga perbuatan Saelan, Tengku Razali Hafaz, dan Pemerintah Kab. Serdang
Bedagai yang telah meningkatkan status Surat Izin/Penggunaan Tanah Kedai Ransum
bertanggal 10 Desember 1984 menjadi SK Tanah No 592.2/002/SK.2002 adalah merupakan
perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) dan serta merugikan PT Soeleong Laoet.
Surat Keterangan Tanah No 592.2/002/SK.2002 yang dikeluarkan tidak mempunyai kekuatan
hukum, sehingga Saelan harus mengosongkan tanah serta bangunan rumah kedai ransum
sekarang serta rumah tempat tinggal yang ada diatasnya, dan bila perlu dengan menggunakan
aparat pemerintah yang berwenang.
ASPEK HUKUM YANG DAPAT DITERAPKAN

Terkait sengketa tanah, ada peraturan terkait kasus pertanahan yaitu Peraturan
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 11 Tahun
2016 tentang Penyelesaian Kasus Pertanahan (“Permen Agraria 11/2016”).

Dalam Permen Agraria 11/2016, yang disebut dengan kasus pertanahan adalah sengketa,
Konflik, atau Perkara Pertanahan untuk mendapatkan penanganan penyelesaian sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau kebijakan pertanahan.

Jadi, kasus pertanahan dibagi menjadi 3 (tiga) sebagai berikut:

1. Sengketa Tanah yang selanjutnya disebut Sengketa adalah perselisihan pertanahan


antara orang perseorangan, badan hukum, atau lembaga yang tidak berdampak luas.

2. Konflik Tanah yang selanjutnya disebut Konflik adalah perselisihan pertanahan


antara orang perseorangan, kelompok, golongan, organisasi, badan hukum, atau
lembaga yang mempunyai kecenderungan atau sudah berdampak luas.

3. Perkara Tanah yang selanjutnya disebut Perkara adalah perselisihan pertanahan


yang penanganan dan penyelesaiannya melalui lembaga peradilan.

Penyelesaian sengketa tanah dilakukan berdasarkan:

1. Inisiatif dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan


Nasional; atau
2. Pengaduan masyarakat.

Pencatatan Pemblokiran Tanah

Mengacu pada Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Agraria dan Tata


Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 13 Tahun 2017 tentang Tata Cara
Blokir dan Sita (“Permen Agraria 13/2017”), blokir atau pencatatan blokir adalah
tindakan administrasi Kepala Kantor Pertanahan atau pejabat yang ditunjuk untuk
menetapkan keadaan status quo (pembekuan) pada hak atas tanah yang bersifat sementara
terhadap perbuatan hukum dan peristiwa hukum atas tanah tersebut. Status Quo adalah
keadaan tetap sebagaimana keadaan sekarang.
Pencatatan blokir dilakukan terhadap hak atas tanah atas perbuatan hukum atau peristiwa
hukum, atau karena adanya sengketa atau konflik pertanahan. Pencatatan blokir diajukan:

A. Dalam rangka perlindungan hukum terhadap kepentingan atas tanah yang


dimohon blokir; dan
B. Paling banyak 1 (satu) kali oleh 1 (satu) pemohon pada 1 (satu) objek tanah
yang sama.

Permohonan pencatatan blokir dapat diajukan oleh:

a. Perorangan;
b. Badan hukum; atau
c. Penegak hukum.

Dalam permohonan pencatatan blokir harus mencantumkan alasan yang jelas dan
bersedia dilakukan pemeriksaan atas permohonan dimaksud. Selain melalui permohonan,
pencatatan blokir dapat dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan atas:

a. Perintah Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional;


b. Perintah Kepala Kantor Wilayah; atau
c. Pertimbangan dalam keadaan mendesak.

Hak atas tanah yang buku tanahnya terdapat catatan blokir tidak dapat dilakukan
kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah.

Catatan blokir oleh perorangan atau badan hukum berlaku untuk jangka waktu 30 hari
kalender terhitung sejak tanggal pencatatan blokir. Jangka waktu dapat diperpanjang dengan
adanya perintah pengadilan berupa penetapan atau putusan.

Catatan blokir oleh penegak hukum berlaku sampai dengan dihentikannya kasus
pidana yang sedang dalam penyidikan dan penuntutan, atau sampai dengan dihapusnya
pemblokiran oleh penyidik yang bersangkutan. Kepala Kantor Pertanahan dapat meminta
keterangan kepada penyidik terkait kasus atas tanah yang dicatat blokir.
Jadi pemblokiran tanah/pencatatan blokir itu adalah tindakan administrasi Kepala
Kantor Pertanahan atau pejabat yang ditunjuk untuk menetapkan keadaan status quo
(pembekuan) pada hak atas tanah yang bersifat sementara terhadap perbuatan hukum dan
peristiwa hukum atas tanah tersebut. Pencatatan blokir dilakukan terhadap hak atas tanah atas
perbuatan hukum atau peristiwa hukum, atau karena adanya sengketa atau konflik
pertanahan. Pencatatan blokir diajukan salah satunya dalam rangka perlindungan hukum
terhadap kepentingan atas tanah yang dimohon blokir.

Pencatatan Penyitaan Tanah

Sementara itu, Pencatatan Penyitaan Tanah adalah tindakan administrasi Kepala


Kantor Pertanahan atau pejabat yang ditunjuk untuk mencatat adanya sita dari lembaga
peradilan, penyidik atau instansi yang berwenang lainnya.

Pencatatan Sita dilakukan terhadap hak atas tanah dalam rangka kepentingan
penyelesaian perkara di pengadilan atau penyidikan. Pencatatan Sita diajukan paling
banyak 1 (satu) kali oleh 1 (satu) pemohon pada 1 (satu) objek tanah yang sama. Hak atas
tanah yang berada dalam keadaan disita tidak dapat dialihkan dan/atau dibebani hak
tanggungan. Hak atas tanah yang berada dalam keadaan disita dapat diroya, diperpanjang
dan/atau diperbaharui dengan memberitahukan kepada Ketua Pengadilan, para pihak yang
berperkara dan/atau penyidik. Tindakan pengajuan pencatatan sita merupakan perbuatan
administrasi pemerintahan dan tidak dapat dikategorikan sebagai tindak pidana.

Permohonan pencatatan Sita Perkara diajukan oleh:

a. Juru sita pengadilan; atau


b. Pihak yang berkepentingan meliputi penggugat atau tergugat, untuk
kepentingan penyelesaian perkara di pengadilan.

Pencatatan Sita meliputi:

A. Pencatatan Sita Perkara (Pencatatan Sita Perkara dilakukan terhadap hak atas tanah
yang sedang menjadi obyek perkara di pengadilan).
B. Pencatatan Sita Pidana (Pencatatan Sita Pidana dilakukan dalam rangka penyidikan).
C. Pencatatan Sita Berdasarkan Surat Paksa (Pencatatan Sita Berdasarkan Surat Paksa
merupakan pencatatan sita terhadap hak atas tanah yang menjadi obyek utang pajak
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan).

Jadi pemblokiran tanah dengan penyitaan tanah itu merupakan dua hal yang berbeda.
Pemblokiran tanah adalah tindakan administrasi Kepala Kantor Pertanahan atau pejabat yang
ditunjuk untuk menetapkan keadaan status quo (pembekuan) pada hak atas tanah yang
bersifat sementara terhadap perbuatan hukum dan peristiwa hukum atas tanah
tersebut. Hak atas tanah yang buku tanahnya terdapat catatan blokir tidak dapat dilakukan
kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah. Pemblokiran tanah itu dilakukan terhadap hak
atas tanah atas perbuatan hukum atau peristiwa hukum, atau karena adanya sengketa atau
konflik pertanahan. Sedangkan penyitaan adalah sita terhadap hak atas tanah dalam rangka
kepentingan penyelesaian perkara di pengadilan atau penyidikan. Hak atas tanah yang
berada dalam keadaan disita tidak dapat dialihkan dan/atau dibebani hak tanggungan.
Hak atas tanah yang berada dalam keadaan disita dapat diroya, diperpanjang dan/atau
diperbaharui dengan memberitahukan kepada Ketua Pengadilan, para pihak yang berperkara
dan/atau penyidik.
ANALISIS KASUS

Bahwasanya perlu kita ketahui bahwa perbuatan melawan hukum adalah :

1. Perbuatan pelaku melanggar hak subjektif orang lain.


2. Perbuatan pelaku melanggar kewajiban hukum pelaku sendiri.
3. Perbuatan pelaku melanggar melanggar UU
4. Perbuatan pelaku melanggar kepatutan

Disebutkan bahwa, perilaku Tengku Razali Hafaz atas tindakannya dalam memberikan
izin kepada Saelan dianggap telah bertentangan dengan hak subjektif PT.Soeloeng Laoet,
sehingga perlaku Tengku Razali Hafaz dianggap sebagai perbuatan melawan hukum
Ketelibatan Pemerintah Kab. Serdang Bedagai dalam menerbitkan surat tanah No.
592.2/001/SK/2002 yang telah dinyatakan tidak sah, juga dianggap sebagai perbuatan melawan
hukum karena bertentangan dengan hak subyektif PT Soeleong Laoet.

Berkaitan dengan pengamatan dari Kepala BPN Pusat, salah satu penyebab terjadinya
sengketa tanah adalah persoalan administrasi sertifikasi tanah yang tidak jelas. Maka dalam
persoalan kasus yang bersangkutan, awal permasalahan kasus tanah perkebunan kelapa sawit
sangat berkaitan dengan penyebab terjadinya sengketa tanah. Seperti yang disebutkan, adanya
keterlibatan Tengku Razali Hafaz dalam memberikan surat izin kepada Saelan atas
kepemilikan tanah yang disengketakan secara pribadi kepada Saelan, lalu surat izin yang
diberikan telah dinaikkan statusnya menjadi Surat Keterangan Tanah oleh Pemerintah Kab.
Serdang Bedagai sebagai sertifikasi tanah sehingga muncul suatu perselisihan oleh PT
Soeleong Laoet sebagai pemilik surat HGU yang turut menggunakan lahan tersebut, sehingga
awal dari permasalahan adalah persoalan administrasi yang tidak jelas karena masing-masing
pihak telah memiliki surat yang sah.
KESIMPULAN
Sengketa adalah permasalahan antara dua orang atau lebih dimana keduanya saling
mempermasalahkan suatu objek tertentu, hal ini terjadi dikarenakan kesalahpahaman atau
perbedaan pendapat atau persepsi antara keduanya yang kemudian menimbulkan akibat hukum
bagi keduanya. Tanah sebagai obyek kehidupan masyarakat juga bisa menjadi obyek sengketa
karena adanya keterikatan antara kebutuhan dan hasrat untuk memiliki sehingga orang akan
selalu berusaha memiliki dan menguasainya atas berbagai faktor yang ada. Sengketa tanah
merupakan suatu persoalan yang kerap mungkin terjadi di dalam lingkungan masyarakat, baik
pedesaan maupun perkotaan karena menyangkut hak milik atau hak guna dalam suatu lahan
pertanahan.

Dalam persoalan kasus sengketa lahan tanah perkebunan kelapa sawit yang dihadapkan
oleh PT Soeleoeng Laoet dan pihak oposisi seperti Saelan, Tengku Razali Hafaz, dan
Pemerintah Kab. Serdang Bedagai, langkah penyelesaian yang dilakukan oleh mereka adalah
melalui ligitasi yang di mana merupakan bentuk penyelesaian persoalan secara hukum di badan
pengadilan sebagai lembaga atau badan yang berwenang mengurusi semua persoalan hukum
di Indonesia. Penyelesaian kasus sengketa lahan perkebunan kelapa sawit telah dimenangkan
oleh PT Soeleong Laoet berdasarkan keputusan dari Putusan Pengadilan Tinggi Medan No.
325/PDT/2012/PT-MDN.

Permasalahan sengketa lahan perkebunan kelapa sawit di Kab. Serdang Bedagai


memang dapat dilihat sebagai suatu permasalahan yang kompleks dalam hal sengketa tanah,
karena perlu ada suatu bukti yang menunjukkan validitas dan kebenaran dari hak kepemilikan
dan kegunaan dari tanah yang disengketakan sehingga dapat dijadikan sebagai bukti kuat dalam
menyelesaikan suatu persoalan kasus yang sangat kompleks. Serta juga di dalam penyelesaian
kasus sengketa tanah, hakim yang ditunjuk untuk menyelesaikan masalah harus dapat bersikap
cermat dan bijaksana dalam mengambil keputusan atas persoalan kasus yang sangat kompleks.
PUSTAKA ACUAN

o http://bengkuluekspress.com/mediasi-cara-efektif-penyelesaian-sengketa-
pertanahan/

o Putusan Pengadilan Tinggi Medan No. 325/PDT/2012/PT-MDN.

o M. Rainoer, “ PENYELESAIAN KONFLIK AGRARIA MELALUI REFORMA


HUKUM AGRARIA DAN PENGADILAN AGRARIA”,
(http://www.scribd.com/doc/164812604/Makalah-Teori-Hukum-Reforma-
Agraria)

o Nasution, Agussalam, “Teori Hukum Pertanahan yang pernah Berlaku di


Indonesia”, (Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, Medan : 2012)

o Ali, Achmad, “Sosiologi Hukum: Kajian Empiris Terhadap


Pengadilan”,(Jakarta, STIH IBLAM : 2004)

http://books.google.co.id/books/about/Sosiologi_hukum.html?id=9bqatgAACAA
J&redir_esc=y

o Utomo, Setyo, “Penyelesaian Sengketa Agraria dan Metode-metode


Penyelesaiannya”, Fakultas Hukum Universita Panca Bhakti Pontianak.

(http://supremasihukumusahid.org/attachments/article/107/%5BFull%5D%20Penyeles
aian%20Sengketa%20Agraria%20Dan%20Model-Model%20Penyelesaiannya%20-
%20Setyo%20Utomo,%20SH,%20M.Hum.pd

Anda mungkin juga menyukai