INKONTINENSIA URINE
Diajukan untuk memenuhi tugas individu mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II
yang diampu oleh:
Arief Munandar,M.Kep.,Ners
Disusun Oleh:
Ega Suryani (170711032)
17 Keperawatan A
Semester IV
1
VISI DAN MISI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
VISI
MISI
TUJUAN
2
5. Terwujudnya kerjasama tingkat nasional maupun internasional dengan berbagai insitusi
dalam upaya meningkatkan kompentensi lulusan Fakultas Ilmu kesehatan.
VISI DAN MISI
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN DAN
PROGRAM PROFESI NERS
VISI
Menjadi program studi ilmu keperawatan dan ners yang islami, profesional, dan mandiri
di bidang keperawatan komunitas tingkat Nasional pada tahun 2022.
MISI
1. Menyelenggarakan pendidikan sarjana dan profesi keperawatan yang islami sesuai catur
dharma pendidikan tinggi muhammadiyah
2. Menyelenggarakan kegiatan ilmiah keperawatan tingkat nasional
3. Membangun kerjasama dengan berbagai pihak dalam meningkatkan kompetensi
keperawatan
TUJUAN
3
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Marilah
kita panjat kan puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpah kan rahmat-Nya
kepa da kita. Shalawat serta salam tetaplah kita curahkan kepada baginda Muhammad Saw yang
telah menunjukkan kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran agama islam yang sempurnaini.
Saya selaku penyusun sangat bersyukur karena atas izin dan ridho-Nya dapat
“Inkontinensia Urine” initelah saya usahakan semaksimal mungkin. Saya selaku penyusun
berharap semoga dari makalah yang saya buat ini dapat diambil manfaatnya sehingga dapat
Penulis
4
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..............................................................................................................5
1.2 Rumusan Masalah .........................................................................................................6
1.3 Tujuan .........................................................................................................................6
BAB IV : PENUTUP
4.1 Kesimpulan ..................................................................................................................36
4.2 Saran ............................................................................................................................36
5
BAB 1
PENDAHULUAN
6
1.2 Rumusan Masalah
Penulis telah menyusun beberapa masalah yang akan dibahas dalam makalah ini sebagai
batasan dalam pembahasan bab ini. Beberapa masalah tersebut antara lain:
1. Apa Definisi Inkontinesia Urine ?
2. Apa Manifestasi Klinis Inkontinensia Urine?
3. Apa Etiologi Inkontinensia Urine?
4. Apa Komplikasi Inkontinensia Urine?
5. Apa Pemeriksaan Diagnostik Inkontinensia Urine?
6. Apa Patofisiologi Inkontinensia Urine?
7. Apa Penatalaksanaan Inkontinensia Urine?
8. Apa Klasifikasi Inkontinensia Urine?
9. Apa Konsep Asuhan Keperawatan Inkontinesia Urine ?
7
BAB II
PEMBAHASAN
8
destrusor atau obstruksi kandung kemih. Kebocoran urin biasanya sedikit dan volume
residual pasca kemih biasanya meningkat ( Budi Iman Santoso, 2008).
5. Enuresis Nocturnal
10% anak usia 5 tahun dan 5% anak usia 10 tahun mengompol selama tidur. Mengompol
pada anak yang lebih tua merupakan sesuatu yang abnormal dan menunjukkan adanya
kandung kemih yang tidak stabil.
Manifestasi Klinis pada Lansia menurut Uliyah 20015 diantaranya yaitu :
1. Ketidaknyamanan daerah pubis
2. Distensi vesika urinaria
3. Ketidak sanggupan untuk berkemih
4. Sering berkemih, saat vesika urinaria berisi sedikit urine. ( 25-50 ml)
1) Ketidakseimbangan jumlah urine yang dikeluarkan dengan asupannya
2) Meningkatkan keresahan dan keinginan berkemih
3) Adanya urine sebanyak 3000-4000 ml dalam kandung kemih.
9
Dapat disertai dengan kandung kemih, obat-obatan, impaksi feses, nefropati diabetic, atau
defisisensi vitamin B12.
4. Inkontinensia fungsional (Inkontinensia Fungsional)
Imobilitas, difisit kognitif, paraplegia, atau daya kembang kandung kemih yang buruk.
10
Jika diperlukan evaluasi yang lebih lanjut, tes yang lebih khusus (Urodynamic Studies)
dapat dilakukan. Urodynamic Studies digunakan untuk mrnguji seberapa baik kinerja
kandung kemih dan uretra. Tes tersebut meliputi:
1. Postovoid Residual Volume Urine
Postovoid Residual (PVR) uji volume urin untuk mengukur jumlah urin yang tersisa
setelah buang air kecil. Sekitar 50 mL atau kurang dari. Lebih dari 200 mL adalah
abnormal. Jumlah antara 50-200 mL mungkin memerlukan tes tambahan untuk
interpretasi. Metode yang paling umum untuk mengukur PVR adalah dengan kateter,
sebuah pipa kecil yang dimasukan kedalam uretra dalam beberapa menit buang air kecil.
USG yang non invasif juga dapat digunakan.
2. Cystometry
Cystometry juga disebut filling cystometry mengukur seberapa banyak urin yang dapat
ditahan kandung kemih dan tekanan yang terbentuk di dalam kemih saat terisi.
Cystometry dapat dilakukan pada waktu yang sama seperti tes PVR. Prosedur
menggunakan beberapa kateter kecil dengan cara:
Sebuah kateter double-channel dimasukan melalui uretra dan masuk ke kandung
kemih. Hal ini digunakan untuk mengisi kandung kemih dengan air dan untuk mengukur
tekanan. Kateter lain dimasukkan kedalam rektum atau vagina, hal ini digunakan untuk
mengukur tekanan perut. Selama prosedur pasien diminta untuk memberitahu bagaimana
tekanan mempengaruhi kebutuhan untuk buang air kecil. Pasien mungkin diminta untuk
batuk atau strain (regangan) untuk mengevaluasi perubahan tekanan kandung kemih dan
tanda-tanda kebocoran.
Otot detrusor dari kandung kemih normal tidak akan berkontraksi selam pengisian
kandung kemih. Kontraksi yang keras pada jumlah rendah cairan menunjukkan
inkontinensia. Stress incontinence dicurigai ketika tidak ada peningkatan yang signifikan
dalam tekanan kandung kemih atau otot detrusor kontraksi selama mengisi, tapi pasien
mengalami kebocoran jika tekanan perut meningkat.
3. Uroflowmetry
Untuk menentukan apakah kandung kemih terhambat, tes elektronik yang di sebut
Uroflowmetry mengukur kecepatan aliran urin. Untuk melakukan tes ini pasien kencing
ke dalam alat pengukur khusus.
11
4. Cystoscopy
Cystoscopyjuga disebut Urothrocystoscopydilakukan untuk memeriksa masalah pada
saluran kemih bawah, termasuk uretra dan kandung kemih. Dokter dapat menentukan
adanya masalah struktural termasuk pembesaran prostat, obstruksi uretra atau leher
kandung kemih, kelainan anatomi, atau batu kandung kemih. Tes ini juga dapat
mengidentifikasi kanker kandung kemih, dan menyebabkan darah dalam urin, dan
infeksi.
Dalam prosedur ini, tabung tipis dengan cahaya di ujung (Cytoscopy) dimasukkan ke
dalam kandung kemih melalui uretra, kemudian di sisipkan instrumen kecil melalui
Cystoscope untuk mengambil sampel jaringan kecil (Biopsi).Cytoscope biasanya
dilakukan sebagai prosedur rawat jalan. Pasien dapat diberikan anastesi lokal, tulang
belakang, atau umum.
5. Electromyography
Electromyography juga disebut Electropysiologic Sphincter Testing dilakukan jika
dokter menduga bahwa masalah saraf atau otot mungkin menyebabkan inkontinensia. Tes
menggunakan sensor khusus untuk mengukur aktivitas listrik di saraf dan otot di sekitar
sfingter. Tes ini mengevaluasi fungsi saraf yang membantu sfingter dan otot dasar
panggul serta kemampuan pasien untuk mengendalikan otot-otot ini.
6. Vidio Urodynamic Tests
Vidio Urodynamic Tests menggabungkan uji urodynamic dengan tes penggambaran
seperti USG atau tipe khusus prosedur X-Ray yang disebut Fluoroscopy. Fluoroscopy
melibatkan mengisi kandung kemih dengan pewarna kontras sehingga dokter dapat
memeriksa apa yang terjadi ketika kandung kemih penuh dan di kosongkan.
Ultrasound adalah tes yang tidak menyakitkan yang menggunakan glombang suara
untuk menghasilkan gambar. Dengan USG kandung kemih diisi dengan air hangat dan
sensor ditempatkan pada perut atau di dalam vagina untuk mencari masalah struktural
atau kelainan lainnya.
12
urin, modifikasi lingkungan,medikasi, latihan otot pelvis dan pembedahan. Dari beberapa
hal tersebut di atas, dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Pemanfaatan Kartu Catatan Berkemih
Yang dicatat pada kartu tersebut misalnya waktu berkemih dan jumlah urin yang
keluar,baik yang keluar secara normal, maupun yang keluar karena tak tertahan,selain
itudicatat pula waktu, jumlah dan jenis minuman yang diminum.
2. Terapi Non Farmakologi
Dilakukan dengan mengoreksi penyebab yang mendasari timbulnya inkontinensia
urin,seperti hiperplasia prostat, infeksi saluran kemih, diuretik, gula darah tinggi,dan
lain-lain.Adapun terapi yang dapat dilakukan adalah:
1) Melakukan latihan menahan kemih (memperpanjang interval
waktuberkemih)dengan teknik relaksasi dan distraksi sehingga frekuwensi
berkemih6-7 x/hari.
2) Lansia diharapkan dapat menahan keinginan untuk berkemih bila belumwaktunya.
3) Lansia dianjurkan untuk berkemih pada interval waktu tertentu, mula-mulasetiap
jam, selanjutnya diperpanjang secara bertahap sampai lansia inginberkemih setiap
2-3 jam.
4) Membiasakan berkemih pada waktu-waktu yang telah ditentukan
sesuaidengankebiasaan lansia.
5) Promted voiding dilakukan dengan cara mengajari lansia mengenal
kondisiberkemih mereka serta dapat memberitahukan petugas atau pengasuhnya
bilaingin berkemih.Teknik ini dilakukan pada lansia dengan gangguan
fungsikognitif (berpikir).
3. Terapi Farmakologi
Obat-obat yang dapat diberikan pada inkontinensia urine adalah:
1) Antikolinergik seperti Oxybutinin, Propantteine, Dicylomine
2) Pada inkontinensia stress diberikan alfa adrenergic agonis, yaitupseudoephedrine
untuk meningkatkan retensi urethra.
3) Pada sfingter relax diberikan kolinergik agonis seperti Bethanechol atau alfa
kolinergik antagonis seperti prazosin untuk stimulasi kontraksi, danterapi
diberikan secara singkat.
13
4. Terapi Pembedahan
Terapi ini dapat dipertimbangkan pada inkontinensia tipe stress dan urgensi, bila terapi
non-farmakologis dan farmakologis tidak berhasil. Inkontinensia tipe
overflowumumnyamemerlukan tindakan pembedahan untuk menghilangkan retensi
urin.Terapi inidilakukan terhadap tumor, batu, divertikulum, hiperplasia prostat,
danprolaps pelvic(pada wanita).
5. Modalitas Lain
Sambil melakukan terapi dan mengobati masalah medik yang
menyebabkaninkontinensia urin, dapat pula digunakan beberapa alat bantu bagilansia
yang mengalamiinkontinensia urin, diantaranya adalah pampers, kateter, danalat bantu
toilet sepertiurinal, komod dan bedpan.
1) Kelainan Neurologi (Medulla Spinalis)
2) Penyumbatan Saluran Urin (Obat-Obatan, Tumor)
3) Otot Detrusor Tidak Stabil/ Bereaksi Berlebihan
4) Ingin Kencing Mendadak, Dimalam Hari
5) Disfungsi Neurologi
6) Kontraksi Kandung Kemihterhambat
14
15
2.7 Penatalaksanaan Inkontinensia Urine
Penata laksanaan inkontinensia urin menurut Tonagho & Mc Anuch (2008) meliputi
modifikasi lingkungan, terapi perilaku, terapi farmakologi, terapi pembedahan, da alat bantu.
1. Modifikasi Lingkungan
Bertujuan untuk memudahkan klien dalam melakukan urinasi, meliputi:
1) Pemasangan bel diruangan yang mudah dijangkau klien
2) Penerangan yang cukup
3) Toilet duduk portable, urinal, dan bedpan atau pispot
4) Hindari penggunaan restrain karena akan mempersulit klien ketika ingin berkemih
5) Melatih ROM pasif dan aktif untuk meningkatkan kekuatan otot
2. Terapi Non-Farmakologi
Dilakukan dengan mengoreksi penyebab yang mendasari timbulnya inkontinensia urin
seperti hiperplasia prostat, infeksi saluran kemih, diuretik, gula darah tinggi, dan lain-
lain. Adapun terapi yang dapat dilakukan adalah :
Melakukan latihan menahan kemih (memperpanjang interval waktu berkemih) dengan
teknik relaksasi dan distraksi sehingga frekuensi berkemih 6-7 kali sehari. Lansia
diharapkan dapat menahan keinginan untuk berkemih bila belum waktunya. Lansia
dianjurkan untuk berkemih pada interval waktu tertentu, mula-mula setiap jam,
selanjutnya diperpanjang secara bertahap sampai lansia ingin berkemih setiap 2 hingga 3
jam.
Membiasakan berkemih pada waktu-waktu yang telah ditentukan sesuai dengan
kebiasaan lansia. Promted voiding dilakukan dengan cara mengajari lansia mengenal
kondisi berkemih mereka serta dapat memberi tahukan petugas atau pengasuhnya bila
ingin berkemih. Teknik ini dilakukan pada lansia dengan gangguan fungsi kognitif
(berpikir). Latihan ini dilakukan dengan melakukan latihan otot dasar panggul dengan
mengkontraksikan otot dasar panggul secara berulang-ulang.
3. Terapi Farmakologi
Obat-obat yang dapat diberikan pada inkontinensia urgen adalah antikolinergik
seperti oxybutinin, propantteine, dicilomyne, flavoxate, imipramine. Pada inkontinensia
stres diberikan alfa adrenergic agonis, yaitu pseudoephedrineuntuk meningkatkan
retensi uretra. Pada saat sfingter relksasi dapat diberikan kolinergik agonis seperti
16
bethanechol atau alfa kolinergik antagonis seperti prazosin untuk stimulasi kontraksi,
dan terapi diberikan secara singkat.
4. Terapi Pembedahan
Trapi ini dapat dipertimbangkan pada inkontinensia tipe stres dan urgensi, bila terapi
non farmakologis dan farmakologis tidak berhasil. Inkontinensia tipe overflow umumnya
memerlukan tindakan pembedahan untuk menghilangkan retensi urin. Terapi ini
dilakukan terhadap tumor, batu, divertikulum, hiperplasia prostat, dan prolaps pelvic
(pada wanita).
5. Terapi Modalitas Lain
Sambil melakukan terapi dan mengobati masalah medik yang menyebabkan
inkontinensia urin, dapat pula digunakan beberapa alat bantu bagi lansia yang
mengalami inkontinensia urin, diantaranya adalah pembalut urinal, kateter, dan alat
bantu toilet seperti urinal, komod, dan bedpan.
17
terjadi pada pasien disfungsi neurologi yang mengganggupenghambatan kontraksi
kandung kemih atau pada pasien dengan gejala lokal iritasiakibat infeksi saluran kemih
atau tumor kandung kemih.
3. Inkontinensi Luapan (Overflow Incontinence)
Ditandai oleh eliminasi urin yang sering dan kadang-kadang terjadi hampir terus
menerus dari kandung kemih. Kandung kemih tidak dapat mengosongkan isinya secara
normal dan mengalami distensi yang berlebihan. Meskipun eliminasi urin terjadi dengan
sering, kandung kemih tidak pernah kosong. Overflow inkontinence dapat disebabkan
oleh kelainan neurologi (yaitu, penggunaan obat-obatan, tumor, striktur dan hiperplasia
prostat).
4. Inkontinensia Fungsional (Inkontinensia Fungsional)
Merupakan inkontinensia dengan fungsi saluran kemih bagian bawah yang utuh tetapi
ada faktor lain, seperti gangguan kognitif berat yang membuat pasien sulit
untukmengidentifikasi perlunya urinasi (misalnya, demensia Alzheimer) atau
gangguanyang menyebabkan pasien sulit atau tidak mungkin menjangkau toilet
untukmelakukan urinasi.
18
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Identitas Pasien
Nama : Ny.D :
Umur : 70 tahun
:
Tanggal Lahir : 07-01-1948
:
Agama : Islam :
Alamat : Kebon: Turi, Arjawinangun
Nomor Medrek : 001471
:
Tanggal Masuk RS : Selasa,: 05 Juli 2018
Tanggal Pengkajian : Selasa,: 05 Juli 2018
Diagnosa Medis : Inkontenensia
: Urine
b. Identitas Orang tua / Keluarga
1) Ayah/Ibu
Nama : Ny.
: A
Umur : 48: tahun
Agama : Islam
:
Suku Bangsa : :Jawa
Pendidikan : :SMK
Pekerjaan : :Wiraswasta
Alamat : :Kebon Turi, Arjawinangun
2) Suami/Anak/Saudara terdekat
Nama : :Tn. I
Status : :Suami
Umur : :72 tahun
Agama : :Islam
Suku Bangsa : :Jawa
Pendidikan : :S1-Ilmu Komunikasi
19
Pekerjaan : :Reporter
Alamat : :Jalan Siliwangi, Kota Cirebon
2. Keluhan Utama
pasien mengatakan sering buang air kecil lebih dari 4 kali dalam sehari dan tidak
terkontrol pada saat batuk, bersin, dan mengkat benda berat.
3. Riwayat Keluhan Sekarang
Pada tanggal 05 Juli 2018, pukul 08.30 WIB, pasien mengeluh sering buang air
kecil tidak terkontrol saat batuk, bersin, mengkat benda berat, dan pasien mengeluh
gatal pada bagian genetalia
4. Riwayat Keluhan Masa Lalu
Keluarga pasien mengatakan pasien pernah mengalami riwayat penyakit yang
dialami sekarang sebelum masuk ke Rumah Sakit
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga pasien mengatakan bahwa tidak memiliki silsilah penyakit keturunan
6. Riwayat Kesehatan Sosial
Pasien mengatakan hubungan sosial yang buruk terlihat acuh pada lingkungan
sekitar dan tidak memperdulikan pihak keluarga yang menjenguknya
7. Riwayat Kesehatan Spiritual
Pasien mengatakan bahwa penyakit yang dideritanya saat ini sebagai bentuk cobaan
dari Allah SWT
8. Pemeriksaan Umum
a. Berat Badan Sebelum : 75 kg
b. Berat Badan Susudah : 75 kg
c. Tinggi Badan : 157 cm
d. BMI :-
e. Tingkat Kesadaran : Compos Mentis
Eyes : 4 Verbal : 5 Motorik : 6
f. Tanda-tanda Vital
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
20
Pulse Rate : 105 x/menit
Respiration Rate : 23 x/menit
Suhu : 37 derajat celcius
SPO2 : 95 %
g. GDS : 84 mg/dl
h. Cholesterol total : 263 mg/dl
i. Pemeriksaan Darah Rutin
Hematokrit : 28%
Leukosit : 3000 mm
Hemoglobin : 9 mg/dl
Trombosit : 122000 mm
j. Head to toe
Sistem Kardiovaskuler
Inspeksi : Kulit kasar, pucat namun tidak terdapat adanya
lesi atau jaringan perut. Bentuk kuku normal namun
pertumbuhannya buruk dan terlihat sianosis, IC
tidak tampak.
Palpasi : IC tidak kuat angkat, turgor kulit tidak elastic,
tidak ada nyeri tekan pada bagian sisnistra dada,
CRT > 3 detik
Perkusi : resonan (batas jantung tidak melebar)
Auskultasi : suara jantung normal S1 dan S2
Sistem Respirasi
Inspeksi : bentuk hidung normal, tidak ada lesi, lubang
hidung tampak bersih, bentuk dada normal, gerakan
pernapasan simetris
Palpasi : tidak ada nyeri tekanpada daerah sinus, ekspansi
dada simetris, traktil premitus normal, getaran
bagian anterior-posterior daxtra dan sinistra sama
Perkusi : bunyi paru normal resonan
Auskultasi : suara paru normal vesicular
21
Sistem Neorologi dan Sistem Indra
Kepala dan Leher : bentuk kepala normal, rambut berwarna hitam
tampak beruban, kulit kepala bersih tidak
menunjukan adanya lesi. Bentuk leher normal, tidak
ada lesi atau pembengkakan limfa. Reflek menelan
normal.
Raut Wajah : wajah tampak pucat, lesu, meringis pada saat
dilakukan penekanan pada bagian midepigastrik
Mata : bentuk mata normal. Konjungtiva normal. Sclera
mata ikteri. Pergerakan bola mata isikor
Mulut : bentuk bibir agak bengkak dan tampak sianosis.
Gigi bersih tidak ada secret dalam rongga mulut.
Indra pengecapan normal. Tidak ada gangguan
verbal
Telinga : bentuk telinga normal, simetris, telinga tampak
bersih, tidak adanya serumen, tidak ada nyeri tekan
dan tidak ada benjolan
Neorosensori : olfaktori normal, opticus normal, klien merintih
disebabkan nyeri pada bagian kepala, kehilangan
kontak mata
Sistem Muskuloskeletal
- Bentuk dan struktur tulang, sendi dan otot normal, reflex sendi normal
- Sulit tidur disebabkan sering membuang air kecil
- Tampak lemah dengan rentang gerak (ROM) 4
Sistem Genito-Urinary
- Bagian genital tampak kotor, bentuk normal, bagian vagina tampak
kemerahan dan terdapat lesi
- Perfusi ginjal normal, warna urin dan feses berwarna kuning
22
B. ANALISA DATA
NO DATA ETIOLOGI MASALAH
FOKUS KEPERAWATAN
1. Ds : Pasien mengatakan sering Perubahan anatomi dan fungsi Inkonteninsia stress berhubungan
buang air kecil lebih dari 4 kali tubuh dengan kelemahan otot pelvis dan
dalam sehari dan tidak ↓ struktur dasar penyokongnya,
terkontrol pada saat batuk, Gangguan aktivitas kolinergik perubahan degenaratif pada otot-otot
bersin dan mengangkat benda ↓ pelvis, defisiensi sfingter ureter
berat. Tahanan uretra menurun intrinsik
↓
Do : Kegagalan uretra
- Keadaan Umum Genito- ↓
Urinary : Tampak kotor Keluar urin tanpa disadari
- Kesadaran : Komposmentis ↓
- TTV : 120/80 MmHg Inkontinensia pada lansia
- Nadi : 105x/menit ↓
- RR : 23 x/menit Tekanan abdomen meningkat
- Suhu 370C ↓
- BB 75 Kg Pengeluaran urin saat aktivitas
- TB 157 cm ↓
Tertawa, batuk & mengejan
↓
Pembesaran urin involunter
↓
Inkontinensia Urinarius
Stres
23
terdapat luka. Gangguan aktivitas kolinergik
↓
Do : Tahanan uretra menurun
- Keadaan Umum Genito- ↓
Urinary : Tampak kotor Kegagalan uretra
- Vagina terdapat lesi dan ↓
terlihat kemerahan. Keluar urin tanpa disadari
- Kesadaran : Komposmentis ↓
- TTV : 120/80 MmHg Inkontinensia pada lansia
- Nadi : 105x/menit ↓
- RR : 23 x/menit Output berlebih
- Suhu 370C ↓
- BB 75 Kg Iritasi kulit
- TB 157 cm ↓
Resiko Kerusakan
Integritas Kulit
3. Ds : klien mengatakan : merasa Perubahan anatomi dan fungsi Resiko Isolasi Sosial berhubungan
malu terhadap keadaan yang tubuh dengan keadaan yang memalukan
dideritanya saat ini sehingga ↓ akibat mengompol di depan orang lain
tidak ingin bersosialiasi Gangguan aktivitas kolinergik atau takut bau urine.
dengan lingkungan sekitar ↓
Tahanan uretra menurun
Do : ↓
- Keadaan Umum Genito- Kegagalan uretra
Urinary : Tampak kotor ↓
- Klien terlihat menutup diri Keluar urin tanpa disadari
- Kesadaran : Komposmentis ↓
- TTV : 120/80 MmHg Inkontinensia pada lansia
- Nadi : 105x/menit ↓
- RR : 23 x/menit Tekanan abdomen meningkat
24
- Suhu 370C ↓
- BB 75 Kg Pengeluaran urin saat aktivitas
- TB 157 cm ↓
Tertawa, batuk & mengejan
↓
Pembesaran urin involunter
↓
Inkontinensia urinarius
Stres
↓
Gangguan psikiatrik
↓
Resiko Isolasi
Sosial
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
NO DATA DIAGNOSA KEPERAWATAN TANGGAL PARAF
FOKUS
25
D. INTERVENSI KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN KRITERIA HASIL
1. Inkonteninsia stress NOC : NIC :
berhubungan dengan Inkontenensia berhenti - Kaji kebiasaan pola - Mengetahui
kelemahan otot pelvis dan atau berkurang berkemih dan dan perubahan pola
struktur dasar gunakan catatan berkemih
penyokongnya, perubahan Kriteria Hasil : berkemih sehari.
degenaratif pada otot-otot Setelah dilakukan - Kaji kebiasaan pola
pelvis, defisiensi sfingter tindakan 2 x 24 jam berkemih dan dan
ureter intrinsik diharapkan : gunakan catatan - Mengetahui
Definisi: - Klien melaporkan berkemih sehari. efektifitasprogram
Inkontenensia stress berkurangnya atau - Observasi meatus yang direncanakan
pengeluaran involunter hilangnya inkontenensia perkemihan untuk untuk merubah
urine selama batuk, bersin, stress memeriksa kebocoran pola berkemih
tertawa atau mengangat - Klien dapat menjelaskan saat kandung kemih.
peningkatan intra penyebab inkontenensia - Intruksikan klien batuk - Mengetahui
abdomen lainnya. dan rasional terapi dalam posisi litotomi, adakah obstruksi
jika tidak ada atau kerusakan
kebocoran, ulangi pada organ kemih
dengan posisi klien
membentuk sudut 45, - Mengetahui bagian
lanjutkan dengan klien mana yang
berdiri jika tidak ada mengalami
kebocoranyang lebih kebocoran pada
dulu. organ perkemihan
- Pantau masukan dan
pengeluaran, pastikan
klien mendapat
masukan cairan 2000
ml, kecuali harus
26
dibatasi.
- Ajarkan klien untuk
mengidentifikasi otot
dinding pelvis dan - Mengobservasi
kekuatannya dengan input dan output
latihan urine pasien, dan
- Kolaborasi dengan memaksimalkan
dokter dalam mengkaji input yang harus
efek medikasi dan diberikan/ sesuai
tentukan kemungkinan kebutuhan
perubahan obat, dosis /
jadwal pemberian obat - Untuk
untuk menurunkan mengidentifikasi
frekuensi inkonteninsia. kekuatan otot
panggul pasien dan
meminimalisir
terjadinya
penurunan
kekuatan otot.
- Untuk menentukan
pengobatan yang
tepat diberikan
pada pasien
2. Resiko Kerusakan NOC : NIC : - Untuk mencegah
Integitas kulit Tissue Intergity : Pressure Management iritasi dan
berhubungan dengan Scin mucous - Anjurkan pasien untuk tekanan dari baju
irigasi konstan oleh urine. membranes menggunakan pakaian - Untuk
Definisi: Hemodyalis akses yang longgar menghambat
Perubahan atau gangguan - Jaga kebersiham kulit pertumbuhan
epidermis atau dermis. Kriteria Hasil : agar tetap bersih dan patogenik
Setelah dilakukan kering - Untuk
27
Batasan Karakteristik: tindakan 2 x 24 jam - Mobilisasi pasien (ubah meningkatkan
- Kerusakan lapisan kulit diharapkan : posisi pasien) setiap 2 sirkulasi dan
(Dermis) Integritas kulit yang jam sekali perfusi
- Gangguan permukaan baik bisa - Monitor kulit akan - Untuk
kulit (Epidermis) dipertahankan (sensi, adanya kemerahan mengetahui
- Infasi struktur tubuh elastisitas, temperatur, - Mandikan pasien keadaan kulit
hidrasi, pigmentasi) dengan sabun dan air klien
Faktor yang Tidak ada luka atau hangat - Untuk menjaga
berhubungan : lesi pada kulit kebersihan badan
- Zat kimia, radiasi Perfusi jaringan baik klien dan
- Usia yang Ekstrem Menununjukan memberikan
- Kelembapan pemahaman proses kenyamanan
- Hipertermia, Hipotermia perbaikan kulit dan pada klien
- Faktor mekanik mencegah terjadinya
(Misalnya gaya gunting) cedera berulang
- Medikasi Mampu melindungi
- Lembap kulit dan
- Imobilias fisik internal mempertahakan kulit
- Perubahan status cairan dan perawatan alami
- Perubahan pigmentasi
- Perubahan turgor
- Faktor perkembangan
- Kondisi
ketidakseimbangan
nutrisi
- Penurunan imunologis
- Penurunan sirkulasi
- Kondisi gangguan
metabolik
- Gangguan sensasi
- Tonjolan tulang
28
3 Resiko Isolasi Sosial NOC NIC - Untuk membantu
berhubungan dengan Social interaction Socialization enhacement dalam
keadaan yang memalukan skill - Fasilitasi dukungan mempercepat
akibat mengompol di Stress level kepada pasien oleh penyembuhan
depan orang lain atau Social suport keluarga, teman dan dan agar klien
takut bau urine. Post-trauma komunitas mau untuk
Definisi : sindrom - Dukung pasien untuk berkomunikasi
Kesepian yang dialami mengubah lingkungan dengan orang
oleh individu dan seperti pergi jalan-jalan sekitar
dirasakan saat di dorong Kriteria hasil ; dan bioskop - Untuk
oleh keberadaanorang Setelah dilakukan - Fasilitasi pasien untuk memberikan rasa
lain dan sebagai tindakan 2 x 24 jam berpartisipasi dalam peningkatan
pernyataan negatif atau diharapkan : diskusi dengan grup kepercayaan diri
mengancam. - Iklim sosial keluarga : kecil pada diri klien
29
berarti mengendalikan dapat
- Tidak ada kontak mata keparahan respon emosi, memeprparah
- Dipenuhi dengan sosial atau eksistensi klien seperti
pikiran sendiri terhadap isolasi mengurung diri
- Menunjukan - Penyesuaian yang tepat ataupun tidak
permusuhan terhadap tekanan emosi ingin berinteraksi
- Tindakan berulang sebagai respon dengan orang
- Afek sedih, ingin terhadadap keadaan sekitar
sendirian tertentu - Untuk meberikan
- Menunujukan perilaku - Tingkat stres presepsi rasa kebebasan
yang tidak dapat positif tentang status pada klien agar
diterima oleh kelompok kesehatan dan status klien
kultural yang dominan hidup individu menganggap
- Tidak komunikatif, - Meningkatkan hubungan dirinya itu
menarik diri yang efektif dalam dianggap oleh
perilaku pribadi orang sekitar
Subjektif:
interaksi sosial dengan
- Minat yang tidak sesuai orang, kelompok atau
dengan perkembangan organisasi
- Mengalami perasaan - Ketersediaan dan
berbeda dari orang lain peningkatan pemberian
- Tidak percaya diri saat aktual bantuan yang
berhadapan dengan andal dari orang lain
publik - Mengungkapkan
- Mengungkapkan penurunan perasaan atau
perasaan kesendirian pengalaman diasingkan
yang didorong orang
lain
- Mengungkapkan
perasaan penolakan
- Mengungkapkan nilai
30
yang tidak dapat
diterima oleh kelompok
kultural yang dominan
Faktor yang
berhubungan:
- Perubahan status
mental
- Gangguan penampilan
fisik
- Gangguan kondisi
kesehatan
- Faktr yang ebrperan
terhadap tidak adanya
hubungan personal
yang memuaskan
(Misalnya: terlambat
dalam menyelesaikan
tugas perkembangan)
- Minat/ketertarikan
yang imatur
- Ketidakmampuan
menajalani hubungan
yang memuaskan
- Sumber personal yang
tidak adekuat
- Perilaku sosial yang
tidak diterima
- Nilai sosial yang tidak
diterima
31
E. IMPELENTASI KEPERAWATAN
NO TANGGAL DIAGNOSA TINDAKAN TTD
KEPERAWATAN PERAWAT
1. Inkonteninsia stress - Mengkaji kebiasaan pola
berhubungan dengan kelemahan berkemih dan gunakan
otot pelvis dan struktur dasar catatan berkemih sehari.
penyokongnya, perubahan - Mengkaji kebiasaan pola
degenaratif pada otot-otot berkemih dan gunakan
pelvis, defisiensi sfingter ureter catatan berkemih sehari.
intrinsik. - Mengobservasi meatus
perkemihan untuk memeriksa
kebocoran saat kandung
kemih.
- Mengintruksikan klien batuk
dalam posisi litotomi, jika
tidak ada kebocoran, ulangi
dengan posisi klien
membentuk sudut 45,
lanjutkan dengan klien berdiri
jika tidak ada kebocoranyang
lebih dulu.
- Memantau masukan dan
pengeluaran, pastikan klien
mendapat masukan cairan
2000 ml, kecuali harus
dibatasi.
- Mengajarkan klien untuk
mengidentifikasi otot dinding
pelvis dan kekuatannya
dengan latihan.
- Berkolaborasi dengan dokter
32
dalam mengkaji efek
medikasi dan tentukan
kemungkinan perubahan obat,
dosis / jadwal pemberian obat
untuk menurunkan frekuensi
inkonteninsia.
2. Resiko Kerusakan Integitas - Menganjurkan pasien untuk
kulit berhubungan dengan menggunakan pakaian yang
irigasi konstan oleh urine. longgar
- Menjaga kebersihan kulit
agar tetap bersih dan kering
- Memobilisasi pasien (ubah
posisi pasien) setiap 2 jam
sekali
- Memonitor kulit akan adanya
kemerahan
- Memandikan pasien dengan
sabun dan air hangat
3. Resiko Isolasi Sosial - Memfasilitasi dukungan
berhubungan dengan keadaan kepada pasien oleh keluarga,
yang memalukan akibat teman dan komunitas
mengompol di depan orang lain - Mendukung pasien untuk
atau takut bau urine. mengubah lingkungan seperti
pergi jalan-jalan dan bioskop
- Memfasilitasi pasien untuk
berpartisipasi dalam diskusi
dengan grup kecil
- Membantu pasien
mengembangkan atau
meningkatkan keterampilan
sosial interpersonal
33
- Mengurangi stigma isolasi
dengan menghormati
martabat pasien.
F. EVALUASI KEPERAWATAN
34
- Keadaan Umum Genito-Urinary : Tampak kotor
- Vagina terdapat lesi dan terlihat kemerahan.
- Kesadaran : Komposmentis
- TTV : 120/80 MmHg
- Nadi : 105x/menit
- RR : 23 x/menit
- Suhu 370C
- BB 75 Kg
- TB 157 cm
A : Dalam waktu 2x24 jam setelah dilakukan intervensi
menjaga kebersihan kulit pada area vagina agar tetap bersih
dan kering, klien masih sedikit mengalami ketidak nyaman
pada area vagina.
P : Tetap memonitor kulit pada area vagina akan adanya
kemerahan.
3 Resiko Isolasi Sosial S : klien mengatakan : Masih merasa malu terhadap keadaan
berhubungan dengan keadaan yang dideritanya saat ini sehingga tidak ingin bersosialiasi
yang memalukan akibat dengan lingkungan sekitar
mengompol di depan orang O :
lain atau takut bau urine. - Keadaan Umum Genito-Urinary : Tampak kotor
- Klien terlihat menutup diri
- Kesadaran : Komposmentis
- TTV : 120/80 MmHg
- Nadi : 105x/menit
- RR : 23 x/menit
- Suhu 370C
- BB 75 Kg
- TB 157 cm
A : Dalam waktu 2x24 jam setelah dilakukan
intervensidengan memfasilitasi dukungan kepada pasien oleh
keluarga, teman dan komunitas klien sudah sedikit mau untuk
35
bersosialisai dan berkomunikasi dengan lingkungan sekitar
36
BAB IV
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Inkontinensia Urin merupakan eliminasi urin dari kandung kemih yang tidak
terkendali atau terjadi diluar keinginan. Jika inkontinensia urin terjadi akibat
kelainaninflamasi (sistitis), mungkin sifatnya hanya sementara. Namun, jika kejadian
initimbul karena kelainan neurologi yang serius (paraplegia), kemungkinan
besarsifatnya akan permanen.
Etiologi, manifestasi klinis, dan patofisiologi inkontinensia urine terdapat beberapa
macam jenisnya. Inkontinensia urine dibagi menjadi beberap jenis berdasarkan
golongannya, yakni inkontinensia tekanan/stres, inkontinensia desakan, inkontinensia
aliran berlebih, dan inkontinensia fungsional.
Usia lanjut adalah tahap akhir dari siklus hidup manusia, merupakan bagian dari
proses alamiah kehidupan yang tidak dapat dihindarkan dan akan dialami oleh setiap
individu. Penuaan adalah normal, dengan perubahan fisik dan tingkah lakuyang dapat
diramalkan terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usiatahap
perkembangan kronologis tertentu. Ini merupakan suatu fenomena yangkompleks dan
multi dimensional yang dapat diobservasi di dalam satu sel danberkembang pada
keseluruhan sistem. Walaupun hal itu terjadi pada tingkat kecepatanyang berbeda, di
dalam parameter yang cukup sempit, proses tersebut tidaktertandingi.
3.2 Saran
Dengan dibuatnya makalah ini, diharapkan nantinya akan memberikanmanfaat bagi
para pembaca terutama pemahaman yang berhubungan dengan bagaimana memberikan
asuhan keperawatan pada klien Lanjut usia dengan masalah Inkontinensia urin.
Namun kami juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu saran maupun kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi
kesempurnaan penulisan makalah ini, dengan demikian penulisan makalah ini bisa
bermanfaat bagi penulis atau pihak lain yang membutuhkannya.
37
DAFTAR PUSTAKA
38