Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH

INKONTINENSIA URINE

Diajukan untuk memenuhi tugas individu mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II
yang diampu oleh:
Arief Munandar,M.Kep.,Ners

Disusun Oleh:
Ega Suryani (170711032)
17 Keperawatan A
Semester IV

PRODI S1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH CIREBON
2019

1
VISI DAN MISI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN

VISI

Fakultas Ilmu Kesahatan Universitas Muhammadiyah Cirebon adalah ‘menjadi fakultas


ilmu kesehatan unggulan dalam menyiapkan sarjana di bidang kesehatan yang islami,
profesional, dan mandiri di bidang kesehatan komunitas’.

MISI

Misi Fakultas Ilmu Kesehatan Adalah :


1. Melaksanakan Catur-Dharma Perguruan Tinggi Muhammadiyah dalam bentuk
pendidikan dan pengajaran berbasis nilai keislaman.
2. Melaksanakan berbagai kegiatan ilmiah bertema kesehatan dan ilmu keperawatan
komunitas
3. Menjalin kerjasama tingkat nasional maupun internasional yang bertujuan meningkatan
kompetensi lulusan.

TUJUAN

1. Menghasilkan kader Muhammadiyah berakhlaktul karimah dan bermanfaat bagi


masyarakat
2. Terwujudnya penelitian dalam bidang kesehatan dan ilmu keperawatan sehingga mampu
meningkatkan pelayanan dibidang komunitas
3. Terwujudnya pengabdian kepada masyarakat sehingga mampu meningkatkan taraf
kesehatan masyarakat
4. Terlaksananya kegiatan seminar, simposium, workshop, atau temu ilmiah berbasis
kesehatan komunitas baik lokal, nasional, maupun internasional

2
5. Terwujudnya kerjasama tingkat nasional maupun internasional dengan berbagai insitusi
dalam upaya meningkatkan kompentensi lulusan Fakultas Ilmu kesehatan.
VISI DAN MISI
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN DAN
PROGRAM PROFESI NERS

VISI

Menjadi program studi ilmu keperawatan dan ners yang islami, profesional, dan mandiri
di bidang keperawatan komunitas tingkat Nasional pada tahun 2022.

MISI

1. Menyelenggarakan pendidikan sarjana dan profesi keperawatan yang islami sesuai catur
dharma pendidikan tinggi muhammadiyah
2. Menyelenggarakan kegiatan ilmiah keperawatan tingkat nasional
3. Membangun kerjasama dengan berbagai pihak dalam meningkatkan kompetensi
keperawatan

TUJUAN

1. Menghasilkan lulusan yang berkompeten dan islami di bidang keperawatan


2. Menghasilkan penelitian yang berkualitass dalam bidang keperawatan
3. Terselenggaranya pengabdian kepada masyarakat secara bersinambungan dalam bidang
keperawatan
4. Terselenggranya kegiatan ilmiah yang mendorong peningkatan kompetensi keperawatan
tingkat nasioanl berupa seminar, workshop, maupun simposium
5. Terbinanya kerjasama nasional maupun internasional guna meningkatkan kompetensi
luslusan di bidang keperawatan.
6.

3
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Marilah

kita panjat kan puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpah kan rahmat-Nya

kepa da kita. Shalawat serta salam tetaplah kita curahkan kepada baginda Muhammad Saw yang

telah menunjukkan kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran agama islam yang sempurnaini.

Saya selaku penyusun sangat bersyukur karena atas izin dan ridho-Nya dapat

menyelesaikan makalahi nidengan judul “Inkontinensia Urine” .Adapun makalah tentang

“Inkontinensia Urine” initelah saya usahakan semaksimal mungkin. Saya selaku penyusun

berharap semoga dari makalah yang saya buat ini dapat diambil manfaatnya sehingga dapat

memberikan inspirasi Terhadap para pembaca.

Cirebon, April 2019

Penulis

4
DAFTAR ISI

Visi Dan Misi Fakultas Ilmu Kesehatan


Visi Dan Misi Program Studi Ilmu Keperawatan Dan Program Profesi Ners
KATA PENGANTAR ......................................................................................................... i
DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii

BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..............................................................................................................5
1.2 Rumusan Masalah .........................................................................................................6
1.3 Tujuan .........................................................................................................................6

BAB II : PEMBAHASAN TEORI


2.1 Definisi Inkontinensia Urine ......................................................................................7
2.2 Manifestasi Klinis Inkontinensia Urine ......................................................................7
2.3 Etiologi Inkontinensia Urine ......................................................................................8
2.4 Komplikasi Inkontinensia Urine.................................................................................9
2.5 Pemeriksaan Diagnostik Inkontinensia Urine ............................................................9
2.6 Patifisiologi Inkontinensia Urine ..............................................................................14
2.7 Penatalaksanaan Inkontinensia Urine .......................................................................15
2.8 Klasifikasi Inkontinensia Urine ................................................................................16

BAB III : PEMBAHASAN KASUS


3.1 Konsep Asuhan Keperawatan Inkontinensia Urine ..................................................18

BAB IV : PENUTUP
4.1 Kesimpulan ..................................................................................................................36
4.2 Saran ............................................................................................................................36

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................37

5
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Inkontinensia Urine adalah pengekuaran urine involunter (tidak disadari/mengompol)
yang cukup menjadi masalah. Inkontinensia Urine adalah berkemih diluar kesadaran pada
waktu dan tempat yang tidak tepat serta menyebabkan masalah kebersihan atau sosial
(Watson dalam Maryam dkk 2008: 118).
Inkontinensia termasuk negara yang memasuki era penduduk berstrukturlanjut usia
(Aging Structured Population) karena jumlah penduduk berusia 60tahun ke atas sekitar
7,18%. Jumlah penduduk lanjut usia di Indonesia pada tahun 2006 sebesar kurang dari 19
juta, dengan usia harapan hidup66,2 tahun. Pada tahun 2010 mengalami peningkatan
menjadi 23,9 jiwa (9,77%) dan pada tahun 2020 diperkirakan sebesar 28,8 juta (11,34%),
denganusia harapan hidup 71,1 tahun (Depkes, 2012).
Proses penuaan menimbulkan masalah kesehatan yaitu kurang bergerak (Immobility),
infeksi (Infection), berdiri dan berjalan tidak stabil (Instability), gangguan
intelektual/dementia (Intellectual Impairment),sulit buang air besar (Impaction), depresi
(Isolation), menderita penyakit dari obat-obat (Iatrogenesis),daya tahan tubuh menurun
(Immune Deficiency), gangguan tidur(Insomnia) dan besar buang air kecil (Urinary
Incontinence). Salah satu padamasalah proses penuaan adalah Inkontinensia Urin (Bustan,
2007: Tamher,2009).
Menurut data dari WHO, 200 juta penduduk didunia mengalami Inkontinensia Urin. Di
Amerika Serikat jumlah penderita InkontinensiaUrine mencapai 13 juta dengan 85%
diantara perempuan dan lelaki. Jumlah ini sebenarnya masih sangat sedikit dari kondisi
sebenarnya, sebab masih banyakkasus yang tidak dilaporkan.
Di Indonesia jumlah penderita Inkontinensia Urin sangat signifikan. Pada tahun 2000
diperkirakan sekitar 5,8% dari jumlah penduduk mengalami Inkontinensia urin, tetapi
penanganannya masih sangat kurang. Hal ini di sebabkan karena masyarakat belum tahu
tempat yang tepat untuk berobat disertai kurangnya pemahaman tenaga kesehatan tentang
Inkontinensia Urin.

6
1.2 Rumusan Masalah
Penulis telah menyusun beberapa masalah yang akan dibahas dalam makalah ini sebagai
batasan dalam pembahasan bab ini. Beberapa masalah tersebut antara lain:
1. Apa Definisi Inkontinesia Urine ?
2. Apa Manifestasi Klinis Inkontinensia Urine?
3. Apa Etiologi Inkontinensia Urine?
4. Apa Komplikasi Inkontinensia Urine?
5. Apa Pemeriksaan Diagnostik Inkontinensia Urine?
6. Apa Patofisiologi Inkontinensia Urine?
7. Apa Penatalaksanaan Inkontinensia Urine?
8. Apa Klasifikasi Inkontinensia Urine?
9. Apa Konsep Asuhan Keperawatan Inkontinesia Urine ?

1.3 Tujuan Penulisan


Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan dalam penulisan makalah ini agar kami
dapat memahamiasuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan Inkontinensia Urine,
yang meliputi sebagai berikut:
1. Untuk Mengetahui Definisi Inkontinesia Urine
2. Untuk Mengetahui Manifestasi Klinis Inkontinesia Urine
3. Untuk Mengetahui Etiologi Inkontinesia Urine
4. Untuk Mengetahui Komplikasi Inkontinesia Urine
5. Untuk Mengetahui Pemeriksaan Diagnostik Inkontinesia Urine
6. Untuk Mengetahui Patofisiologi Inkontinesia Urine
7. Untuk Mengetahui Penatalaksanaan Inkontinesia Urine
8. Untuk Mengetahui Klasifikasi Inkontinensia Urine
9. Untuk Mengetahui Konsep Asuhan Keperawatan pada Inkontinensia Urine

7
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Inkontinensia Urine


Inkontinensia Urine (IU) atau yang lebih dikenal sebagai bahasa awam merupakan salah
satu keluhan utama pada penderita lanjut usia. Inkontinensia urine adalah pengeluaran urin
tanpa disadari dalam jumlah dan frekuensi yang cukup sehingga mengakibatkan masalah
gangguan kesehatan dan sosial. Variasi dari inkontinensia urin meliputi keluar hanya
beberapa tetes urin saja, sampai benar-benar banyak, bahkan terkadang juga disertai
inkontinensia alvi atau disertai pengeluaran feses (Brunner, 2011).
Inkontinensia Urine adalah ketidak mampuan otot sfingter eksternal yang bersifat
sementara atau permanen untuk mengontrol aliran urine dari kandung kemih (Kozier, 2009).
Inkontinensia Urin adalah masalah umum pada pria maupun wanita lanjut usia,
Inkontinensia urin merupakan pengeluaran urin yang tidak terkendali keadaan ini dapat
menyebabkan masalah fisik, emosional, sosial, dan hyginis pada penderita (Cameron,
2013).

2.2 Manifestasi Klinis Inkontinensia Urine


1. Inkontinensia Stres
Keluarnya urin selama batuk, mengedan, dan sebagainya. Gejala-gejala ini sangat
spesifik untuk inkontinensia stress (Budi Iman Santoso, 2008).
2. Inkontinensia Urgensi
Ketidakmampuan menahan keluarnya urin dengan gambaran seringnya terburu-buru
untuk berkemih (Budi Iman Santoso, 2008 dan Pierce A. Grance dan Neil R. Borley.
2007).
3. Inkontinensia Overflow
Hilangnya kendali miksi involunter yang berhubungan dengan distensi kandung kemih
yang berlebihan (Budi Iman Santoso, 2008 dan Neil R. Borley. 2007).
4. Inkontinensia Detrusor
Merupakan inkontinensia total yang merupakan hilangnya kendali miksi secara menetap
dengan pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap akibat gangguan kontraktilitas

8
destrusor atau obstruksi kandung kemih. Kebocoran urin biasanya sedikit dan volume
residual pasca kemih biasanya meningkat ( Budi Iman Santoso, 2008).
5. Enuresis Nocturnal
10% anak usia 5 tahun dan 5% anak usia 10 tahun mengompol selama tidur. Mengompol
pada anak yang lebih tua merupakan sesuatu yang abnormal dan menunjukkan adanya
kandung kemih yang tidak stabil.
Manifestasi Klinis pada Lansia menurut Uliyah 20015 diantaranya yaitu :
1. Ketidaknyamanan daerah pubis
2. Distensi vesika urinaria
3. Ketidak sanggupan untuk berkemih
4. Sering berkemih, saat vesika urinaria berisi sedikit urine. ( 25-50 ml)
1) Ketidakseimbangan jumlah urine yang dikeluarkan dengan asupannya
2) Meningkatkan keresahan dan keinginan berkemih
3) Adanya urine sebanyak 3000-4000 ml dalam kandung kemih.

2.3 Etiologi Inkontinensia Urine


Penyebab inkontinensia urine ada beberapa macam berdasarkan jenisnya. Dalam Mark et
al (2006) etiologi inkontinensia urine yaitu sebagai berikut:
1. Inkontinensia Desakan (Urge Incontinence)
Pengeluaran urine involunter yang disebabkan oleh dorongan dan keinginan mendadak
untuk berkemih. Hal ini berkaitan dengan kontraksi detrusor secara involunter. Penyebab
gangguan neurologic serta infeksi saluran kemih.
2. Inkontinensia Stres/Tekanan(Stres Inkontinence)
Pengeluaran urin involunter selama batuk, bersin, tertawa atau peningkatan tekanan
intra abdomen lainnya. Penyebabnya sering karena kelemahan dasar punggul dan
kurangnya dukungan unit sfingter vesikouretra. Penyebab lainnya adalah kelemahan
sfingter uretra intrinsik seperti akibat mielomeningokel, epispadia, prostatektomi,trauma,
radiasi, atau lesi medulla spinalis bagian sacral.
3. Inkontinensia aliran berlebih (Overflow Incontinence)
Pengeluaran urin involunter akibat distensi kandung kemih yang berlebihan, bisa
terdapat penetesan urin yang sering atau berupa inkontinensia dorongan atau tekanan.

9
Dapat disertai dengan kandung kemih, obat-obatan, impaksi feses, nefropati diabetic, atau
defisisensi vitamin B12.
4. Inkontinensia fungsional (Inkontinensia Fungsional)
Imobilitas, difisit kognitif, paraplegia, atau daya kembang kandung kemih yang buruk.

2.4 Komplikasi Inkontinensia Urine


Dalam Simon, 2012 dampak akibat inkontinensia urine terdapat 3 macam, yaitu:
1. Dampak Emosional
Inkontinensia urin mempengaruhi emosional penderita cukup besar. Pada perempuan
yang menderita inkontinensia seringkali mengalami depresi. Karena tanpa disadari urin
keluar secara tidak sadar mebuat penderita merasa bahwa ia sedang mengompol.
Penderita merasa dirinya menyebabkan bau yang tidak sedap, sehingga penderita sering
menyalahkan dirinya sendiri, lalu menyendiri, dan akhirnya menarik diri dari pergaulan.
2. Pengaruh Spesifik
Bila inkontinensia yang berat penderita memerlukan pemasangan kateter permanen,
sehingga mobilitas penderita terganggu. Inkontinensia juga akan membuat penderita
tidak bisa hidup bebas dan terikat dengan orang lain. Pada penderita sering mengalami
jatuh dan kecelakaan. Hal ini berkaitan dengan keadaan di mana penderita tergesa-gesa
untuk mencapai toilet sehingga bila tidak berhati-hati bisa jatuh dan mengalami
kecelakaan.
3. Gangguan Rasa Nyaman
Gangguan rasa nyaman ini disebabkan karena tanpa disadari urin keluar secara tiba-
tiba. Hal ini juga akan mengganggu pola tidur klien.

2.5 Pemeriksaan Diagnostic Inkontinensia Urine


Dalam mendiagnosa inkontinensia urine seorang perawat terlebih dahulu melakukan
anamnesa tentang riwayat kesehatan dan kebiasaan hidup (termasuk asupan cairan).
Pemeriksaan fisik diperlukan untuk memeriksa kemungkinan kondisi yang dapat
berpengaruh terhadap masalah. Sample urin diperlukan untuk menganalisa kemungkinan
adanya infeksi.

10
Jika diperlukan evaluasi yang lebih lanjut, tes yang lebih khusus (Urodynamic Studies)
dapat dilakukan. Urodynamic Studies digunakan untuk mrnguji seberapa baik kinerja
kandung kemih dan uretra. Tes tersebut meliputi:
1. Postovoid Residual Volume Urine
Postovoid Residual (PVR) uji volume urin untuk mengukur jumlah urin yang tersisa
setelah buang air kecil. Sekitar 50 mL atau kurang dari. Lebih dari 200 mL adalah
abnormal. Jumlah antara 50-200 mL mungkin memerlukan tes tambahan untuk
interpretasi. Metode yang paling umum untuk mengukur PVR adalah dengan kateter,
sebuah pipa kecil yang dimasukan kedalam uretra dalam beberapa menit buang air kecil.
USG yang non invasif juga dapat digunakan.
2. Cystometry
Cystometry juga disebut filling cystometry mengukur seberapa banyak urin yang dapat
ditahan kandung kemih dan tekanan yang terbentuk di dalam kemih saat terisi.
Cystometry dapat dilakukan pada waktu yang sama seperti tes PVR. Prosedur
menggunakan beberapa kateter kecil dengan cara:
Sebuah kateter double-channel dimasukan melalui uretra dan masuk ke kandung
kemih. Hal ini digunakan untuk mengisi kandung kemih dengan air dan untuk mengukur
tekanan. Kateter lain dimasukkan kedalam rektum atau vagina, hal ini digunakan untuk
mengukur tekanan perut. Selama prosedur pasien diminta untuk memberitahu bagaimana
tekanan mempengaruhi kebutuhan untuk buang air kecil. Pasien mungkin diminta untuk
batuk atau strain (regangan) untuk mengevaluasi perubahan tekanan kandung kemih dan
tanda-tanda kebocoran.
Otot detrusor dari kandung kemih normal tidak akan berkontraksi selam pengisian
kandung kemih. Kontraksi yang keras pada jumlah rendah cairan menunjukkan
inkontinensia. Stress incontinence dicurigai ketika tidak ada peningkatan yang signifikan
dalam tekanan kandung kemih atau otot detrusor kontraksi selama mengisi, tapi pasien
mengalami kebocoran jika tekanan perut meningkat.
3. Uroflowmetry
Untuk menentukan apakah kandung kemih terhambat, tes elektronik yang di sebut
Uroflowmetry mengukur kecepatan aliran urin. Untuk melakukan tes ini pasien kencing
ke dalam alat pengukur khusus.

11
4. Cystoscopy
Cystoscopyjuga disebut Urothrocystoscopydilakukan untuk memeriksa masalah pada
saluran kemih bawah, termasuk uretra dan kandung kemih. Dokter dapat menentukan
adanya masalah struktural termasuk pembesaran prostat, obstruksi uretra atau leher
kandung kemih, kelainan anatomi, atau batu kandung kemih. Tes ini juga dapat
mengidentifikasi kanker kandung kemih, dan menyebabkan darah dalam urin, dan
infeksi.
Dalam prosedur ini, tabung tipis dengan cahaya di ujung (Cytoscopy) dimasukkan ke
dalam kandung kemih melalui uretra, kemudian di sisipkan instrumen kecil melalui
Cystoscope untuk mengambil sampel jaringan kecil (Biopsi).Cytoscope biasanya
dilakukan sebagai prosedur rawat jalan. Pasien dapat diberikan anastesi lokal, tulang
belakang, atau umum.
5. Electromyography
Electromyography juga disebut Electropysiologic Sphincter Testing dilakukan jika
dokter menduga bahwa masalah saraf atau otot mungkin menyebabkan inkontinensia. Tes
menggunakan sensor khusus untuk mengukur aktivitas listrik di saraf dan otot di sekitar
sfingter. Tes ini mengevaluasi fungsi saraf yang membantu sfingter dan otot dasar
panggul serta kemampuan pasien untuk mengendalikan otot-otot ini.
6. Vidio Urodynamic Tests
Vidio Urodynamic Tests menggabungkan uji urodynamic dengan tes penggambaran
seperti USG atau tipe khusus prosedur X-Ray yang disebut Fluoroscopy. Fluoroscopy
melibatkan mengisi kandung kemih dengan pewarna kontras sehingga dokter dapat
memeriksa apa yang terjadi ketika kandung kemih penuh dan di kosongkan.
Ultrasound adalah tes yang tidak menyakitkan yang menggunakan glombang suara
untuk menghasilkan gambar. Dengan USG kandung kemih diisi dengan air hangat dan
sensor ditempatkan pada perut atau di dalam vagina untuk mencari masalah struktural
atau kelainan lainnya.

Adapun penatalaksanaan medis inkontinensia urin menurut Muller


adalahmengurangifaktor resiko, mempertahankan homeostasis, mengontrol inkontinensia

12
urin, modifikasi lingkungan,medikasi, latihan otot pelvis dan pembedahan. Dari beberapa
hal tersebut di atas, dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Pemanfaatan Kartu Catatan Berkemih
Yang dicatat pada kartu tersebut misalnya waktu berkemih dan jumlah urin yang
keluar,baik yang keluar secara normal, maupun yang keluar karena tak tertahan,selain
itudicatat pula waktu, jumlah dan jenis minuman yang diminum.
2. Terapi Non Farmakologi
Dilakukan dengan mengoreksi penyebab yang mendasari timbulnya inkontinensia
urin,seperti hiperplasia prostat, infeksi saluran kemih, diuretik, gula darah tinggi,dan
lain-lain.Adapun terapi yang dapat dilakukan adalah:
1) Melakukan latihan menahan kemih (memperpanjang interval
waktuberkemih)dengan teknik relaksasi dan distraksi sehingga frekuwensi
berkemih6-7 x/hari.
2) Lansia diharapkan dapat menahan keinginan untuk berkemih bila belumwaktunya.
3) Lansia dianjurkan untuk berkemih pada interval waktu tertentu, mula-mulasetiap
jam, selanjutnya diperpanjang secara bertahap sampai lansia inginberkemih setiap
2-3 jam.
4) Membiasakan berkemih pada waktu-waktu yang telah ditentukan
sesuaidengankebiasaan lansia.
5) Promted voiding dilakukan dengan cara mengajari lansia mengenal
kondisiberkemih mereka serta dapat memberitahukan petugas atau pengasuhnya
bilaingin berkemih.Teknik ini dilakukan pada lansia dengan gangguan
fungsikognitif (berpikir).
3. Terapi Farmakologi
Obat-obat yang dapat diberikan pada inkontinensia urine adalah:
1) Antikolinergik seperti Oxybutinin, Propantteine, Dicylomine
2) Pada inkontinensia stress diberikan alfa adrenergic agonis, yaitupseudoephedrine
untuk meningkatkan retensi urethra.
3) Pada sfingter relax diberikan kolinergik agonis seperti Bethanechol atau alfa
kolinergik antagonis seperti prazosin untuk stimulasi kontraksi, danterapi
diberikan secara singkat.

13
4. Terapi Pembedahan
Terapi ini dapat dipertimbangkan pada inkontinensia tipe stress dan urgensi, bila terapi
non-farmakologis dan farmakologis tidak berhasil. Inkontinensia tipe
overflowumumnyamemerlukan tindakan pembedahan untuk menghilangkan retensi
urin.Terapi inidilakukan terhadap tumor, batu, divertikulum, hiperplasia prostat,
danprolaps pelvic(pada wanita).
5. Modalitas Lain
Sambil melakukan terapi dan mengobati masalah medik yang
menyebabkaninkontinensia urin, dapat pula digunakan beberapa alat bantu bagilansia
yang mengalamiinkontinensia urin, diantaranya adalah pampers, kateter, danalat bantu
toilet sepertiurinal, komod dan bedpan.
1) Kelainan Neurologi (Medulla Spinalis)
2) Penyumbatan Saluran Urin (Obat-Obatan, Tumor)
3) Otot Detrusor Tidak Stabil/ Bereaksi Berlebihan
4) Ingin Kencing Mendadak, Dimalam Hari
5) Disfungsi Neurologi
6) Kontraksi Kandung Kemihterhambat

2.6 Patofisiologi Inkontinensia Urine

14
15
2.7 Penatalaksanaan Inkontinensia Urine
Penata laksanaan inkontinensia urin menurut Tonagho & Mc Anuch (2008) meliputi
modifikasi lingkungan, terapi perilaku, terapi farmakologi, terapi pembedahan, da alat bantu.
1. Modifikasi Lingkungan
Bertujuan untuk memudahkan klien dalam melakukan urinasi, meliputi:
1) Pemasangan bel diruangan yang mudah dijangkau klien
2) Penerangan yang cukup
3) Toilet duduk portable, urinal, dan bedpan atau pispot
4) Hindari penggunaan restrain karena akan mempersulit klien ketika ingin berkemih
5) Melatih ROM pasif dan aktif untuk meningkatkan kekuatan otot
2. Terapi Non-Farmakologi
Dilakukan dengan mengoreksi penyebab yang mendasari timbulnya inkontinensia urin
seperti hiperplasia prostat, infeksi saluran kemih, diuretik, gula darah tinggi, dan lain-
lain. Adapun terapi yang dapat dilakukan adalah :
Melakukan latihan menahan kemih (memperpanjang interval waktu berkemih) dengan
teknik relaksasi dan distraksi sehingga frekuensi berkemih 6-7 kali sehari. Lansia
diharapkan dapat menahan keinginan untuk berkemih bila belum waktunya. Lansia
dianjurkan untuk berkemih pada interval waktu tertentu, mula-mula setiap jam,
selanjutnya diperpanjang secara bertahap sampai lansia ingin berkemih setiap 2 hingga 3
jam.
Membiasakan berkemih pada waktu-waktu yang telah ditentukan sesuai dengan
kebiasaan lansia. Promted voiding dilakukan dengan cara mengajari lansia mengenal
kondisi berkemih mereka serta dapat memberi tahukan petugas atau pengasuhnya bila
ingin berkemih. Teknik ini dilakukan pada lansia dengan gangguan fungsi kognitif
(berpikir). Latihan ini dilakukan dengan melakukan latihan otot dasar panggul dengan
mengkontraksikan otot dasar panggul secara berulang-ulang.
3. Terapi Farmakologi
Obat-obat yang dapat diberikan pada inkontinensia urgen adalah antikolinergik
seperti oxybutinin, propantteine, dicilomyne, flavoxate, imipramine. Pada inkontinensia
stres diberikan alfa adrenergic agonis, yaitu pseudoephedrineuntuk meningkatkan
retensi uretra. Pada saat sfingter relksasi dapat diberikan kolinergik agonis seperti

16
bethanechol atau alfa kolinergik antagonis seperti prazosin untuk stimulasi kontraksi,
dan terapi diberikan secara singkat.
4. Terapi Pembedahan
Trapi ini dapat dipertimbangkan pada inkontinensia tipe stres dan urgensi, bila terapi
non farmakologis dan farmakologis tidak berhasil. Inkontinensia tipe overflow umumnya
memerlukan tindakan pembedahan untuk menghilangkan retensi urin. Terapi ini
dilakukan terhadap tumor, batu, divertikulum, hiperplasia prostat, dan prolaps pelvic
(pada wanita).
5. Terapi Modalitas Lain
Sambil melakukan terapi dan mengobati masalah medik yang menyebabkan
inkontinensia urin, dapat pula digunakan beberapa alat bantu bagi lansia yang
mengalami inkontinensia urin, diantaranya adalah pembalut urinal, kateter, dan alat
bantu toilet seperti urinal, komod, dan bedpan.

2.8 Klasifikasi Inkontinensia Urine


Terdapat beberapa macam klasifikasi inkontinensia urine, disini hanya dibahas beberapa
jenis yang paling sering ditemukan yaitu:
1. Inkontinensia Tekanan (Stres Inkontinence)
Inkontinensia tekanan/stres biasanya disebabkan oleh lemahnya mekanisme penutup.
Keluhan khas yaitu mengeluarkan urine sewaktu batuk, bersin, menaiki tangga atau
melakukan gerakan mendadak, berdiri sesudah berbaring atau duduk.
Inkontinensia stres merupakan eliminasi urin diluar keinginan melalui uretra sebagai
akibat daripeningkatan mendadak pada tekanan intra abdomen.Tipe inkontinensia ini
paling sering ditemukan pada wanita dan dapat disebabkan olehcedera obstetrik, lesi
kolum vesika urinaria, kelainan ekstrinsik pelvis, fistula,disfungsi detrusor dan sejumlah
keadaan lainnya. Disamping itu, gangguan ini dapatterjadi akibat kelainan kongenital
(ekstrofi vesika urinaria, ureter ektopik).
2. Inkontinensia Desakan(Urge Incontinence)
Terjadi bila pasien merasakan dorongan atau keinginan untuk urinasi tetapi tidak
mampu menahannya cukup lama sebelum mencapai toilet. Pada banyak kasus,kontraksi
kandung kemih yang tidak dihambat merupakan faktor yang menyertai: keadaan ini dapat

17
terjadi pada pasien disfungsi neurologi yang mengganggupenghambatan kontraksi
kandung kemih atau pada pasien dengan gejala lokal iritasiakibat infeksi saluran kemih
atau tumor kandung kemih.
3. Inkontinensi Luapan (Overflow Incontinence)
Ditandai oleh eliminasi urin yang sering dan kadang-kadang terjadi hampir terus
menerus dari kandung kemih. Kandung kemih tidak dapat mengosongkan isinya secara
normal dan mengalami distensi yang berlebihan. Meskipun eliminasi urin terjadi dengan
sering, kandung kemih tidak pernah kosong. Overflow inkontinence dapat disebabkan
oleh kelainan neurologi (yaitu, penggunaan obat-obatan, tumor, striktur dan hiperplasia
prostat).
4. Inkontinensia Fungsional (Inkontinensia Fungsional)
Merupakan inkontinensia dengan fungsi saluran kemih bagian bawah yang utuh tetapi
ada faktor lain, seperti gangguan kognitif berat yang membuat pasien sulit
untukmengidentifikasi perlunya urinasi (misalnya, demensia Alzheimer) atau
gangguanyang menyebabkan pasien sulit atau tidak mungkin menjangkau toilet
untukmelakukan urinasi.

18
BAB III
PEMBAHASAN KASUS

A. PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Identitas Pasien
Nama : Ny.D :
Umur : 70 tahun
:
Tanggal Lahir : 07-01-1948
:
Agama : Islam :
Alamat : Kebon: Turi, Arjawinangun
Nomor Medrek : 001471
:
Tanggal Masuk RS : Selasa,: 05 Juli 2018
Tanggal Pengkajian : Selasa,: 05 Juli 2018
Diagnosa Medis : Inkontenensia
: Urine
b. Identitas Orang tua / Keluarga
1) Ayah/Ibu
Nama : Ny.
: A
Umur : 48: tahun
Agama : Islam
:
Suku Bangsa : :Jawa
Pendidikan : :SMK
Pekerjaan : :Wiraswasta
Alamat : :Kebon Turi, Arjawinangun
2) Suami/Anak/Saudara terdekat
Nama : :Tn. I
Status : :Suami
Umur : :72 tahun
Agama : :Islam
Suku Bangsa : :Jawa
Pendidikan : :S1-Ilmu Komunikasi

19
Pekerjaan : :Reporter
Alamat : :Jalan Siliwangi, Kota Cirebon

2. Keluhan Utama
pasien mengatakan sering buang air kecil lebih dari 4 kali dalam sehari dan tidak
terkontrol pada saat batuk, bersin, dan mengkat benda berat.
3. Riwayat Keluhan Sekarang
Pada tanggal 05 Juli 2018, pukul 08.30 WIB, pasien mengeluh sering buang air
kecil tidak terkontrol saat batuk, bersin, mengkat benda berat, dan pasien mengeluh
gatal pada bagian genetalia
4. Riwayat Keluhan Masa Lalu
Keluarga pasien mengatakan pasien pernah mengalami riwayat penyakit yang
dialami sekarang sebelum masuk ke Rumah Sakit
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga pasien mengatakan bahwa tidak memiliki silsilah penyakit keturunan
6. Riwayat Kesehatan Sosial
Pasien mengatakan hubungan sosial yang buruk terlihat acuh pada lingkungan
sekitar dan tidak memperdulikan pihak keluarga yang menjenguknya
7. Riwayat Kesehatan Spiritual
Pasien mengatakan bahwa penyakit yang dideritanya saat ini sebagai bentuk cobaan
dari Allah SWT
8. Pemeriksaan Umum
a. Berat Badan Sebelum : 75 kg
b. Berat Badan Susudah : 75 kg
c. Tinggi Badan : 157 cm
d. BMI :-
e. Tingkat Kesadaran : Compos Mentis
Eyes : 4 Verbal : 5 Motorik : 6
f. Tanda-tanda Vital
 Tekanan Darah : 120/80 mmHg

20
 Pulse Rate : 105 x/menit
 Respiration Rate : 23 x/menit
 Suhu : 37 derajat celcius
 SPO2 : 95 %
g. GDS : 84 mg/dl
h. Cholesterol total : 263 mg/dl
i. Pemeriksaan Darah Rutin
 Hematokrit : 28%
 Leukosit : 3000 mm
 Hemoglobin : 9 mg/dl
 Trombosit : 122000 mm
j. Head to toe
 Sistem Kardiovaskuler
Inspeksi : Kulit kasar, pucat namun tidak terdapat adanya
lesi atau jaringan perut. Bentuk kuku normal namun
pertumbuhannya buruk dan terlihat sianosis, IC
tidak tampak.
Palpasi : IC tidak kuat angkat, turgor kulit tidak elastic,
tidak ada nyeri tekan pada bagian sisnistra dada,
CRT > 3 detik
Perkusi : resonan (batas jantung tidak melebar)
Auskultasi : suara jantung normal S1 dan S2
 Sistem Respirasi
Inspeksi : bentuk hidung normal, tidak ada lesi, lubang
hidung tampak bersih, bentuk dada normal, gerakan
pernapasan simetris
Palpasi : tidak ada nyeri tekanpada daerah sinus, ekspansi
dada simetris, traktil premitus normal, getaran
bagian anterior-posterior daxtra dan sinistra sama
Perkusi : bunyi paru normal resonan
Auskultasi : suara paru normal vesicular

21
 Sistem Neorologi dan Sistem Indra
Kepala dan Leher : bentuk kepala normal, rambut berwarna hitam
tampak beruban, kulit kepala bersih tidak
menunjukan adanya lesi. Bentuk leher normal, tidak
ada lesi atau pembengkakan limfa. Reflek menelan
normal.
Raut Wajah : wajah tampak pucat, lesu, meringis pada saat
dilakukan penekanan pada bagian midepigastrik
Mata : bentuk mata normal. Konjungtiva normal. Sclera
mata ikteri. Pergerakan bola mata isikor
Mulut : bentuk bibir agak bengkak dan tampak sianosis.
Gigi bersih tidak ada secret dalam rongga mulut.
Indra pengecapan normal. Tidak ada gangguan
verbal
Telinga : bentuk telinga normal, simetris, telinga tampak
bersih, tidak adanya serumen, tidak ada nyeri tekan
dan tidak ada benjolan
Neorosensori : olfaktori normal, opticus normal, klien merintih
disebabkan nyeri pada bagian kepala, kehilangan
kontak mata
 Sistem Muskuloskeletal
- Bentuk dan struktur tulang, sendi dan otot normal, reflex sendi normal
- Sulit tidur disebabkan sering membuang air kecil
- Tampak lemah dengan rentang gerak (ROM) 4
 Sistem Genito-Urinary
- Bagian genital tampak kotor, bentuk normal, bagian vagina tampak
kemerahan dan terdapat lesi
- Perfusi ginjal normal, warna urin dan feses berwarna kuning

22
B. ANALISA DATA
NO DATA ETIOLOGI MASALAH
FOKUS KEPERAWATAN
1. Ds : Pasien mengatakan sering Perubahan anatomi dan fungsi Inkonteninsia stress berhubungan
buang air kecil lebih dari 4 kali tubuh dengan kelemahan otot pelvis dan
dalam sehari dan tidak ↓ struktur dasar penyokongnya,
terkontrol pada saat batuk, Gangguan aktivitas kolinergik perubahan degenaratif pada otot-otot
bersin dan mengangkat benda ↓ pelvis, defisiensi sfingter ureter
berat. Tahanan uretra menurun intrinsik

Do : Kegagalan uretra
- Keadaan Umum Genito- ↓
Urinary : Tampak kotor Keluar urin tanpa disadari
- Kesadaran : Komposmentis ↓
- TTV : 120/80 MmHg Inkontinensia pada lansia
- Nadi : 105x/menit ↓
- RR : 23 x/menit Tekanan abdomen meningkat
- Suhu 370C ↓
- BB 75 Kg Pengeluaran urin saat aktivitas
- TB 157 cm ↓
Tertawa, batuk & mengejan

Pembesaran urin involunter

Inkontinensia Urinarius
Stres

2. Ds : Perubahan anatomi dan fungsi Resiko Kerusakan Integitas kulit


- Klien mengatakan : merasa tubuh berhubungan dengan irigasi konstan
perih pada area vagina dan ↓ oleh urine

23
terdapat luka. Gangguan aktivitas kolinergik

Do : Tahanan uretra menurun
- Keadaan Umum Genito- ↓
Urinary : Tampak kotor Kegagalan uretra
- Vagina terdapat lesi dan ↓
terlihat kemerahan. Keluar urin tanpa disadari
- Kesadaran : Komposmentis ↓
- TTV : 120/80 MmHg Inkontinensia pada lansia
- Nadi : 105x/menit ↓
- RR : 23 x/menit Output berlebih
- Suhu 370C ↓
- BB 75 Kg Iritasi kulit
- TB 157 cm ↓
Resiko Kerusakan
Integritas Kulit

3. Ds : klien mengatakan : merasa Perubahan anatomi dan fungsi Resiko Isolasi Sosial berhubungan
malu terhadap keadaan yang tubuh dengan keadaan yang memalukan
dideritanya saat ini sehingga ↓ akibat mengompol di depan orang lain
tidak ingin bersosialiasi Gangguan aktivitas kolinergik atau takut bau urine.
dengan lingkungan sekitar ↓
Tahanan uretra menurun
Do : ↓
- Keadaan Umum Genito- Kegagalan uretra
Urinary : Tampak kotor ↓
- Klien terlihat menutup diri Keluar urin tanpa disadari
- Kesadaran : Komposmentis ↓
- TTV : 120/80 MmHg Inkontinensia pada lansia
- Nadi : 105x/menit ↓
- RR : 23 x/menit Tekanan abdomen meningkat

24
- Suhu 370C ↓
- BB 75 Kg Pengeluaran urin saat aktivitas
- TB 157 cm ↓
Tertawa, batuk & mengejan

Pembesaran urin involunter

Inkontinensia urinarius
Stres

Gangguan psikiatrik

Resiko Isolasi
Sosial

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
NO DATA DIAGNOSA KEPERAWATAN TANGGAL PARAF
FOKUS

1 DX 1 Inkonteninsia stress berhubungan dengan


kelemahan otot pelvis dan struktur dasar
penyokongnya, perubahan degenaratif pada otot-
otot pelvis, defisiensi sfingter ureter intrinsik.
2 DX 2 Resiko Kerusakan Integitas kulit berhubungan
dengan irigasi konstan oleh urine.
3 DX 3 Resiko Isolasi Sosial berhubungan dengan
keadaan yang memalukan akibat mengompol di
depan orang lain atau takut bau urine.

25
D. INTERVENSI KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN KRITERIA HASIL
1. Inkonteninsia stress NOC : NIC :
berhubungan dengan Inkontenensia berhenti - Kaji kebiasaan pola - Mengetahui
kelemahan otot pelvis dan atau berkurang berkemih dan dan perubahan pola
struktur dasar gunakan catatan berkemih
penyokongnya, perubahan Kriteria Hasil : berkemih sehari.
degenaratif pada otot-otot Setelah dilakukan - Kaji kebiasaan pola
pelvis, defisiensi sfingter tindakan 2 x 24 jam berkemih dan dan
ureter intrinsik diharapkan : gunakan catatan - Mengetahui
Definisi: - Klien melaporkan berkemih sehari. efektifitasprogram
Inkontenensia stress berkurangnya atau - Observasi meatus yang direncanakan
pengeluaran involunter hilangnya inkontenensia perkemihan untuk untuk merubah
urine selama batuk, bersin, stress memeriksa kebocoran pola berkemih
tertawa atau mengangat - Klien dapat menjelaskan saat kandung kemih.
peningkatan intra penyebab inkontenensia - Intruksikan klien batuk - Mengetahui
abdomen lainnya. dan rasional terapi dalam posisi litotomi, adakah obstruksi
jika tidak ada atau kerusakan
kebocoran, ulangi pada organ kemih
dengan posisi klien
membentuk sudut 45, - Mengetahui bagian
lanjutkan dengan klien mana yang
berdiri jika tidak ada mengalami
kebocoranyang lebih kebocoran pada
dulu. organ perkemihan
- Pantau masukan dan
pengeluaran, pastikan
klien mendapat
masukan cairan 2000
ml, kecuali harus

26
dibatasi.
- Ajarkan klien untuk
mengidentifikasi otot
dinding pelvis dan - Mengobservasi
kekuatannya dengan input dan output
latihan urine pasien, dan
- Kolaborasi dengan memaksimalkan
dokter dalam mengkaji input yang harus
efek medikasi dan diberikan/ sesuai
tentukan kemungkinan kebutuhan
perubahan obat, dosis /
jadwal pemberian obat - Untuk
untuk menurunkan mengidentifikasi
frekuensi inkonteninsia. kekuatan otot
panggul pasien dan
meminimalisir
terjadinya
penurunan
kekuatan otot.
- Untuk menentukan
pengobatan yang
tepat diberikan
pada pasien
2. Resiko Kerusakan NOC : NIC : - Untuk mencegah
Integitas kulit  Tissue Intergity : Pressure Management iritasi dan
berhubungan dengan Scin mucous - Anjurkan pasien untuk tekanan dari baju
irigasi konstan oleh urine. membranes menggunakan pakaian - Untuk
Definisi:  Hemodyalis akses yang longgar menghambat
Perubahan atau gangguan - Jaga kebersiham kulit pertumbuhan
epidermis atau dermis. Kriteria Hasil : agar tetap bersih dan patogenik
Setelah dilakukan kering - Untuk

27
Batasan Karakteristik: tindakan 2 x 24 jam - Mobilisasi pasien (ubah meningkatkan
- Kerusakan lapisan kulit diharapkan : posisi pasien) setiap 2 sirkulasi dan
(Dermis)  Integritas kulit yang jam sekali perfusi
- Gangguan permukaan baik bisa - Monitor kulit akan - Untuk
kulit (Epidermis) dipertahankan (sensi, adanya kemerahan mengetahui
- Infasi struktur tubuh elastisitas, temperatur, - Mandikan pasien keadaan kulit
hidrasi, pigmentasi) dengan sabun dan air klien
Faktor yang  Tidak ada luka atau hangat - Untuk menjaga
berhubungan : lesi pada kulit kebersihan badan
- Zat kimia, radiasi  Perfusi jaringan baik klien dan
- Usia yang Ekstrem  Menununjukan memberikan
- Kelembapan pemahaman proses kenyamanan
- Hipertermia, Hipotermia perbaikan kulit dan pada klien
- Faktor mekanik mencegah terjadinya
(Misalnya gaya gunting) cedera berulang
- Medikasi  Mampu melindungi
- Lembap kulit dan
- Imobilias fisik internal mempertahakan kulit
- Perubahan status cairan dan perawatan alami
- Perubahan pigmentasi
- Perubahan turgor
- Faktor perkembangan
- Kondisi
ketidakseimbangan
nutrisi
- Penurunan imunologis
- Penurunan sirkulasi
- Kondisi gangguan
metabolik
- Gangguan sensasi
- Tonjolan tulang

28
3 Resiko Isolasi Sosial NOC NIC - Untuk membantu
berhubungan dengan  Social interaction Socialization enhacement dalam
keadaan yang memalukan skill - Fasilitasi dukungan mempercepat
akibat mengompol di  Stress level kepada pasien oleh penyembuhan
depan orang lain atau  Social suport keluarga, teman dan dan agar klien
takut bau urine.  Post-trauma komunitas mau untuk
Definisi : sindrom - Dukung pasien untuk berkomunikasi
Kesepian yang dialami mengubah lingkungan dengan orang
oleh individu dan seperti pergi jalan-jalan sekitar
dirasakan saat di dorong Kriteria hasil ; dan bioskop - Untuk
oleh keberadaanorang Setelah dilakukan - Fasilitasi pasien untuk memberikan rasa
lain dan sebagai tindakan 2 x 24 jam berpartisipasi dalam peningkatan
pernyataan negatif atau diharapkan : diskusi dengan grup kepercayaan diri
mengancam. - Iklim sosial keluarga : kecil pada diri klien

lingkungan yang - Membantu pasien - Untuk membantu


Batasan karakteristik: mendukung yang mengembangkan atau meningkatkan
Objektif: bercirikan hubungan dan meningkatkan rasa kepercayaan
- Tidak ada dukungan tujuan anggota keluarga keterampilan sosial diri klien dan
orang yang dianggap - Partisipasi waktu luang : interpersonal membanu klien
penting menggunakan aktivitas - Kurangi stigma isolasi agar dapat ikut
- Perilaku yang tidak yang menarik, dengan menghormati berperan serta
sesuai dengan menyenangkan, dan martabat pasien dalam kegiatan di
perkembangan menenangkan lingkungannya
- Afek tumpul - Keseimbangan ala - Untuk membantu
- Bukti kecacatan perasaan : mampu dalam
(Misalnya: fisik, menyesuaikan terhadap penyembuhan
mental) emosi sebagai respon klien dan
- Ada didalam terhadap keadaan mencegah agar
subkultural tertentu tidak terjadinya
- Sakit, tindakan tidak - Keparahan kesepian : kondisi yang

29
berarti mengendalikan dapat
- Tidak ada kontak mata keparahan respon emosi, memeprparah
- Dipenuhi dengan sosial atau eksistensi klien seperti
pikiran sendiri terhadap isolasi mengurung diri
- Menunjukan - Penyesuaian yang tepat ataupun tidak
permusuhan terhadap tekanan emosi ingin berinteraksi
- Tindakan berulang sebagai respon dengan orang
- Afek sedih, ingin terhadadap keadaan sekitar
sendirian tertentu - Untuk meberikan
- Menunujukan perilaku - Tingkat stres presepsi rasa kebebasan
yang tidak dapat positif tentang status pada klien agar
diterima oleh kelompok kesehatan dan status klien
kultural yang dominan hidup individu menganggap
- Tidak komunikatif, - Meningkatkan hubungan dirinya itu
menarik diri yang efektif dalam dianggap oleh
perilaku pribadi orang sekitar
Subjektif:
interaksi sosial dengan
- Minat yang tidak sesuai orang, kelompok atau
dengan perkembangan organisasi
- Mengalami perasaan - Ketersediaan dan
berbeda dari orang lain peningkatan pemberian
- Tidak percaya diri saat aktual bantuan yang
berhadapan dengan andal dari orang lain
publik - Mengungkapkan
- Mengungkapkan penurunan perasaan atau
perasaan kesendirian pengalaman diasingkan
yang didorong orang
lain
- Mengungkapkan
perasaan penolakan
- Mengungkapkan nilai

30
yang tidak dapat
diterima oleh kelompok
kultural yang dominan

Faktor yang
berhubungan:

- Perubahan status
mental
- Gangguan penampilan
fisik
- Gangguan kondisi
kesehatan
- Faktr yang ebrperan
terhadap tidak adanya
hubungan personal
yang memuaskan
(Misalnya: terlambat
dalam menyelesaikan
tugas perkembangan)
- Minat/ketertarikan
yang imatur
- Ketidakmampuan
menajalani hubungan
yang memuaskan
- Sumber personal yang
tidak adekuat
- Perilaku sosial yang
tidak diterima
- Nilai sosial yang tidak
diterima

31
E. IMPELENTASI KEPERAWATAN
NO TANGGAL DIAGNOSA TINDAKAN TTD
KEPERAWATAN PERAWAT
1. Inkonteninsia stress - Mengkaji kebiasaan pola
berhubungan dengan kelemahan berkemih dan gunakan
otot pelvis dan struktur dasar catatan berkemih sehari.
penyokongnya, perubahan - Mengkaji kebiasaan pola
degenaratif pada otot-otot berkemih dan gunakan
pelvis, defisiensi sfingter ureter catatan berkemih sehari.
intrinsik. - Mengobservasi meatus
perkemihan untuk memeriksa
kebocoran saat kandung
kemih.
- Mengintruksikan klien batuk
dalam posisi litotomi, jika
tidak ada kebocoran, ulangi
dengan posisi klien
membentuk sudut 45,
lanjutkan dengan klien berdiri
jika tidak ada kebocoranyang
lebih dulu.
- Memantau masukan dan
pengeluaran, pastikan klien
mendapat masukan cairan
2000 ml, kecuali harus
dibatasi.
- Mengajarkan klien untuk
mengidentifikasi otot dinding
pelvis dan kekuatannya
dengan latihan.
- Berkolaborasi dengan dokter

32
dalam mengkaji efek
medikasi dan tentukan
kemungkinan perubahan obat,
dosis / jadwal pemberian obat
untuk menurunkan frekuensi
inkonteninsia.
2. Resiko Kerusakan Integitas - Menganjurkan pasien untuk
kulit berhubungan dengan menggunakan pakaian yang
irigasi konstan oleh urine. longgar
- Menjaga kebersihan kulit
agar tetap bersih dan kering
- Memobilisasi pasien (ubah
posisi pasien) setiap 2 jam
sekali
- Memonitor kulit akan adanya
kemerahan
- Memandikan pasien dengan
sabun dan air hangat
3. Resiko Isolasi Sosial - Memfasilitasi dukungan
berhubungan dengan keadaan kepada pasien oleh keluarga,
yang memalukan akibat teman dan komunitas
mengompol di depan orang lain - Mendukung pasien untuk
atau takut bau urine. mengubah lingkungan seperti
pergi jalan-jalan dan bioskop
- Memfasilitasi pasien untuk
berpartisipasi dalam diskusi
dengan grup kecil
- Membantu pasien
mengembangkan atau
meningkatkan keterampilan
sosial interpersonal

33
- Mengurangi stigma isolasi
dengan menghormati
martabat pasien.

F. EVALUASI KEPERAWATAN

NO TANGGAL DIAGNOSA EVALUASI


KEPERAWATAN
1 Inkonteninsia stress S : Pasien mengatakan masih sering buang air kecil lebih dari
berhubungan dengan 4 kali dalam sehari dan tidak terkontrol pada saat batuk,
kelemahan otot pelvis dan bersin dan mengangkat benda berat.
struktur dasar penyokongnya, O :
perubahan degenaratif pada - Keadaan Umum Genito-Urinary : Tampak kotor
otot-otot pelvis, defisiensi - Kesadaran : Komposmentis
sfingter ureter intrinsik. - TTV : 120/80 MmHg
- Nadi : 105x/menit
- RR : 23 x/menit
- Suhu 370C
- BB 75 Kg
- TB 157 cm
A : Dalam waktu 2x24 jam setelah dilakukan
intervensiberkolaborasi dengan dokter dalam mengkaji efek
medikasi dan menentukan kemungkinan perubahan obat,
dosis / jadwal pemberian obat untuk menurunkan frekuensi
inkonteninsiaklien masih saja buang air kecil saat terjadinya
batuk, bersin.
P : Tetap memonitormengkaji kebiasaan pola berkemih dan
gunakan catatan berkemih sehari.
2 Resiko Kerusakan Integitas S : klien mengatakan : masih merasa perih pada area vagina
kulit berhubungan dengan dan merasa gatal.
irigasi konstan oleh urine. O:

34
- Keadaan Umum Genito-Urinary : Tampak kotor
- Vagina terdapat lesi dan terlihat kemerahan.
- Kesadaran : Komposmentis
- TTV : 120/80 MmHg
- Nadi : 105x/menit
- RR : 23 x/menit
- Suhu 370C
- BB 75 Kg
- TB 157 cm
A : Dalam waktu 2x24 jam setelah dilakukan intervensi
menjaga kebersihan kulit pada area vagina agar tetap bersih
dan kering, klien masih sedikit mengalami ketidak nyaman
pada area vagina.
P : Tetap memonitor kulit pada area vagina akan adanya
kemerahan.
3 Resiko Isolasi Sosial S : klien mengatakan : Masih merasa malu terhadap keadaan
berhubungan dengan keadaan yang dideritanya saat ini sehingga tidak ingin bersosialiasi
yang memalukan akibat dengan lingkungan sekitar
mengompol di depan orang O :
lain atau takut bau urine. - Keadaan Umum Genito-Urinary : Tampak kotor
- Klien terlihat menutup diri
- Kesadaran : Komposmentis
- TTV : 120/80 MmHg
- Nadi : 105x/menit
- RR : 23 x/menit
- Suhu 370C
- BB 75 Kg
- TB 157 cm
A : Dalam waktu 2x24 jam setelah dilakukan
intervensidengan memfasilitasi dukungan kepada pasien oleh
keluarga, teman dan komunitas klien sudah sedikit mau untuk

35
bersosialisai dan berkomunikasi dengan lingkungan sekitar

P : Tetap memonitorMembantu pasien mengembangkan atau


meningkatkan keterampilan sosial interpersonal.

36
BAB IV
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Inkontinensia Urin merupakan eliminasi urin dari kandung kemih yang tidak
terkendali atau terjadi diluar keinginan. Jika inkontinensia urin terjadi akibat
kelainaninflamasi (sistitis), mungkin sifatnya hanya sementara. Namun, jika kejadian
initimbul karena kelainan neurologi yang serius (paraplegia), kemungkinan
besarsifatnya akan permanen.
Etiologi, manifestasi klinis, dan patofisiologi inkontinensia urine terdapat beberapa
macam jenisnya. Inkontinensia urine dibagi menjadi beberap jenis berdasarkan
golongannya, yakni inkontinensia tekanan/stres, inkontinensia desakan, inkontinensia
aliran berlebih, dan inkontinensia fungsional.
Usia lanjut adalah tahap akhir dari siklus hidup manusia, merupakan bagian dari
proses alamiah kehidupan yang tidak dapat dihindarkan dan akan dialami oleh setiap
individu. Penuaan adalah normal, dengan perubahan fisik dan tingkah lakuyang dapat
diramalkan terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usiatahap
perkembangan kronologis tertentu. Ini merupakan suatu fenomena yangkompleks dan
multi dimensional yang dapat diobservasi di dalam satu sel danberkembang pada
keseluruhan sistem. Walaupun hal itu terjadi pada tingkat kecepatanyang berbeda, di
dalam parameter yang cukup sempit, proses tersebut tidaktertandingi.

3.2 Saran
Dengan dibuatnya makalah ini, diharapkan nantinya akan memberikanmanfaat bagi
para pembaca terutama pemahaman yang berhubungan dengan bagaimana memberikan
asuhan keperawatan pada klien Lanjut usia dengan masalah Inkontinensia urin.
Namun kami juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu saran maupun kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi
kesempurnaan penulisan makalah ini, dengan demikian penulisan makalah ini bisa
bermanfaat bagi penulis atau pihak lain yang membutuhkannya.

37
DAFTAR PUSTAKA

1. Alimul, Aziz. 2012. Pengantar Kebutuhan DasarManusia. Jakarta :Salemba


MedikaPotter, Perry. 2012. Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC
2. Asmadi. 2015. Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep Dan Aplikasi, Jakarta: Selemba
Medika
3. E. Suparman dan J. Rompas. 2012. Inkontinensia Urine Pada Perempuan Menopause.
Manado: Bagian Obstetri dan Ginekologi. Fakultas Kedokteran Universitas Sam
Ratulangi
4. Doenges, Marilynn E. (2015) Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Pasien, alih bahasa: I Made Kariasa, Ni Made
Sumarwati, edisi 3, Jakarta: EGC

38

Anda mungkin juga menyukai