Roni, usia 15 tahun serng bersin-bersin dan pilek dengan ingus putih jernih
3 hari ini. Frekuensi bersin lebih dari 4 kali setiap kali bersin. Keluhan muncul
mendadak terutama di pagi hari saat cuaca dingin dan apabila terpapar debu. Roni
sering mengalami keluhan yang sama sejak 3 tahunan yang lalu. Ibu Roni
menderita asma.
1. Bersin
a. Suatu reaksi refleks untuk mengeluarkan udara/benda asing secara
tiba-tiba dari hidung dan mulut.
b. Pengeluaran udara secara involunter, kuat spasmodik, tiba-tiba, dan
berbunyi keras melalui hidung dan mulut.1
2. Pilek
a. Suatu penyakit infeksi saluran pernapasan yang biasanya akan
sembuh sendiri tanpa pengobatan.
b. Radang yang terjadi pada lapisan hidung dan tenggorok sehingga
menyebabkan produksi lendir menjadi lebih banyak.
3. Ingus
a. Suatu sekret berupa serous ataupun purulen yang dihasilkan oleh
mukosa hidung dan keluar dari hidung.
4. Asma
a. Gangguan inflamasi akut saluran pernapasan yang melibatkan
banyak sel dan elemennya.
b. Serangan dispnea paroksismal berulang yang disertai mengi akibat
kontraksi spasmodik bronki.1
1
3. Bagaimana reaksi tubuh terhadap antigen?
4. Bagaimana mekanisme bersin?
5. Apa hubungan penyakit Roni dengan penyakit asma pada Ibu?
1. Karena biasanya bersin dan pilek dipengaruhi oleh suhu saat pagi hari
yang menyebabkan mukosilia transport menjadi paralesis sehingga debu
yang masuk tidak bisa keluar. Akibatnya hidung mengeluarkan banyak
mucus, dan akhirnya ditandai dengan adanya refleks bersin. Hal ini
merupakan mekanisme fisiologik, yaitu proses membersihkan sendiri (self
cleaning process). Bersin dianggap patologik bila lebih dari 5 kali setiap
serangan, sebagai akibat dari dilepaskannya histamine.
2. Cara masuknya allergen dibagi menjadi empat, yaitu :
a. Alergen inhalan adalah allergen yang masuk bersama dengan udara
pernapasan. Misalnya; debu rumah, tungau, serpihan epitel dari
bulu binatang.
b. Alergen Ingestan adalah allergen yang masuk ke saluran cerna
berupa makanan. Misalnya; susu, telur, coklat, ikan, dan udang.
c. Alergen Injektan adalah allergen yang masuk melalui suntikan atau
tusukan. Misalnya; penisilin atau sengatan lebah.
d. Alergen Kontaktan adalah allergen yang masuk melalui kontak
langsung dengan kulit atau jaringan mukosa. Misalnya; bahan
kosmetik.2
3. Pada kontak pertama dengan alergen atau tahap sensitisasi, makrofag atau
monosit yang berperan sebagai sel penyaji akan menangkap alergen yang
menempel di permukaan mukosa hidung. Setelah diproses, antigen akan
membentuk fragmen pendek peptida dan bergabung dengan molekul HLA
kelas II membentuk peptida MHC (Mayor Histocompatibiliry Complex)
kelas II, yang kemudian dipresentasikan pada sel T-helper (Th 0).
Kemudian sel penyaji akan melepas sitokin seperti interleukin I (IL-l)
yang akan mengaktikan Th 0 untuk berproliferasi menjadi Th I dan Th 2.
Kemudian Th 2 akarr menghasilkan berbagai sitokin seperti IL-3, IL-4, IL-
2
5 dan IL-13. IL-4 dan IL-13 dapat diikat oleh reseptornya di permukaan
sel limfosit B, sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan
memproduksi imunoglobulin E (IgE). IgE di sirkulasi darah dan masuk ke
jaringan lalu diikat oleh reseptor IgE di permukaan sel mastosit atau
basofil (sel mediator) sehingga kedua sel ini menjadi aktif. Proses ini
disebut sensitisasi yang menghasilkan sel mediator yang tersensitisasi.
Bila mukosa yang sudah tersensitisasi terpapar dengan alergen yang sama
maka kedua rantai IgE akan mengikat alergen spesifik dan terjadi
degranulasi (pecahnya dinding sel) mastosit dan basofil dengan akibat
terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk, terutama histamin.
selain histamin juga dikeluarkan prostaglandin leukotrin D4, leukotrin c4,
brakinin, platelet activating factor dan berbagai sitokin.3
4. Mekanisme bersin terjadi setelah dinding sel mast dan basofil mengalami
degranulasi. Histamin yang dikeluarkan akan merangsang reseptor Hl pada
ujung saraf vidianus sehingga menimbulkan rasa gatal pada hidung dan
bersin-bersin. Awalnya allergen yang masuk akan merangsang saraf
maxillaris kemudian disalurkan ke medulla oblongata. Kemudian pada
reseptor di medulla oblongata akan member respon berupa refleks
sehingga menyebabkan epiglottis dan plica vocalis menutup. Akibatnya
tekanan pada ternggorokan akan meningkat, termasuk pada uvula. Hal
tersebut yang menimbulkan refleks bersin, yaitu tersapunya kotoran
melalui mulut.3
5. Pada scenario ini merupakan gejala rhinitis alergi yang khas di mana
terdapatnya serangan bersin berulang. Berdasarkan factor risiko dari
rhinitis alergi, factor genetic dengan riwayat kelurga atopi termasuk ke
dalam salah satu penyebab terjadinya rhinitis alergi. Atopic adalah
manifestasi dari alergi lain, antara lain asma, urtikaria, dan dermatitis
atopic. Sebagian besar gen yang mengkode sitokin dan reseptor yang
mengatur reaksi inflamasi alergi terletak pada lengan pendek kromoson
5q. Di mana hal tersebut sudah terbukti, pula berhubungan dan
berpengaruh terhadap kadar IgE total. Bahkan terdapat suatu penelitian
tentang hubungan anatar orang tua alergi dan perkembangan anak-anak
3
adalah 30% bila salah satu orang tua terkena atopi, dan 50% bila kedua
orang tua terkena atopi.3,4
A. ANATOMI 5,6,7
1. NASUS
Fungsi hidung dan cavum nasi berhubungan dengan:
a) Fungsi penghidung
b) Pernapasan
c) Penyaringan debu
d) Pelembaban udara pernapasan
e) Penampungan secret dari sinus paranasales dan ductus
nasolacrimalis.
2. Cavum Nasi
4
Cavum nasi dapat dimasuki melalui nares, berhubungan
dengan nasopharynx melalui chonae. Cavum nasi dilapisi
membran mukosa kecuali vestibulum nasi, yang dilapisi kulit.
Bagian 2/3 inferior membran mukosa cavum nasi termasuk area
respiratoria, dan bagian 1/3 superior adalah area olfactoria. Udara
yang melewati area respiratoria dihangatkan dan dilembabkan
sebelum masuk saluran napaslebih lanjut hingga ke paru-paru.
3. Chonca
5
Chonca adalah penonjolan tulang yang memperluas cavum nasi,
chonca nasalis terdiri dari tiga buah yaitu chonca nasalis superior,
media, dan inferior.
4. Meatus nasi
Neurovascularisasi
a) Vascularisasi
Bawah: cabang a. maxillaries interna antara lain a. palatine major
dan a. sphenopalatina.
Depan: cabang a. fascialiss.
Depan septum nasi: anastomosis r. septalis dari r. labialis superior
a. fascialis dengan a. sphenoalatina membentuk plexus kiesselbach,
tempat sering terjadi epistaksis.
Vena-vena pada hidung bermuara pada v. ophtalmica.
b) Innervasi
2/3 inferior: n. nasopalatinus cabang n. maxillaries.
Anterior: n. ethmoidalis anterior cabang n. nasocilliaris cabang n.
ophtalmicus.
Lateral: rami naasales n. maxillaries, n. palatines major dan n.
ethmoidalis anterior.
6
5. SINUS PARANASALIS
7
Merupakan sinus terbesar, berbentuk pyramid. Puncak sinus
menjulang kea rah os zygomaticum. Dasarnya membentuk
dinding lateral cavum nasi. Atapnya dibentuk oleh dasar
orbita dan dasarnya dibentuk oleh bagian alveolar maxilla.
Masing-masing sinus berhubungan dengan meatus nasi media
melalui hiatus semilunaris pada sebuah ostium yang lebih
tinggi daripada alasnya. Karena letak ostium di atas, sinus
maxillaries tidak dapat menyalurkan secret di dalamnya
melalui lubang ini sewaktu kepala dalam posisi tegak, kecuali
dalam keadaan penuh.
6. Kompleks Ostio-meatal
B. FISIOLOGI 6,7,8
8
pada epitel dan kelenjar seromusinosa submukosa. Nantinya
benda asing atau yang dianggap membahayakan tubuh akan
diarahkan menuju nasofaring.
Mukosa olfaktorius / penghidu yang terletak di langit-langit
rongga hidung mengandung 3 jenis sel yakni reseptor olfaktorius,
sel penunjang, dan sel basal. Sel-sel penunjang mengeluarkan
mukus yang melapisi saluran hidung, sedangkan sel basal
merupakan prekursor untuk sel-sel reseptor olfaktorius yang baru
yang diganti setiap sekitar 2 bulan hal ini berbeda dari reseptor
indera lainnya karena reseptor olfaktorius merupakan ujung-ujung
neuron aferen khusus bukan sel yang berdiri sendiri, sehingga
keseluruhan neuron tersebut termasuk akson aferen yang menuju
ke otak akan beregenerasi dan satu-satunya yang membelah diri.
Akson-akson sel reseptor tadi secara kolektif akan membentuk
saraf olfaktorius. Bagian reseptor dari sel reseptor olfaktorius
terdiri dari sebuah kepala yang menggembung dan berisi beberapa
silia panjang yang meluas ke permukaan mukosa. Silia ini
mengandung tempat pengikatan untuk melekatnya berbagai
molekul-molekul odoriferosa (pembentuk bau). Selama bernapas
biasa molekul odoran biasanya hanya mencapai reseptor-reseptor
peka hanya dengan berdifusi karena mukosa olfaktorius terletak
di atas jalur aliran udara normal, sedangkan saat kita mengendus
maka akan mempertajam proses ini dengan menarik arus udara ke
atas di dalam rongga hidung akibatnya semakin banyak molekul
odoriferosa yang berkontak dengan mukosa olfaktorius.
9
harus dilarutkan terlebih dahulu agar dapat dideteksi oleh reseptor
penghidu.
C. HISTOLOGI 9
10
mirip rak yang disebut conchae terdiri atas conchae nasalis media dan
inferior yang dilapisi epitel respiratorik serta conchae nasalis superior
yang ditutupi oleh epitel penghidu khusus. Celah-celah sempit di
antara conchae memudah kan pengkondisian udara inspirasi dengan
menambah luas area epitel respiratorik yang hangat dan lembab dan
dengan melambatkan serta menambah turbulensi aliran udara.
Hasilnya adalah bertambahnya kontak antara aliran udara dan lapisan
mukosa.
Kemoreseptor olfaktorius terletak di epitel olfaktorius yangmana
merupakan regio khusus membran mukosa conchae superior yang
terletak di atap rongga hidung. Epitel ini merupakan epitel kolumner
kompleks yang terdiri atas 3 jenis sel yaitu sel basal, sel penyokong
atau sel sustentakuler, serta neuron olfaktorius. Lamina propria di
epitel olfaktorius memiliki kelenjar serosa besar yaitu kelenjar
Bowman yang menghasilkan suatu aliran cairan di sekitar silia
penghidu dan memudahkan akses zat pembau.
Sinus Paranasalis merupakan rongga bilateral di tulang frontal,
maksila, ethmoid, dan sfenoid tengkorak. Sinus-sinus ini dilapisi oleh
epitel respiratorik yang lebih tipis dan sedikit sel goblet. Lamina
proprianya mengandung sedikit kelenjar kecil dan menyatu dengan
periosteum di bawahnya. Sinus paranasalis berhubungan langsung
dengan rongga hidung melalui lubang-lubang kecil dan mukus yang
dihasilkan dalam sinus akan terdorong ke dalam hidung akibat
aktivitas sel-sel bersilia.
11