Anda di halaman 1dari 2

Berdasarkan hasil penelitian Wood Et Al diperoleh prevalensi syok anafilaktik di Amerika secara general

adalah sebanyak 1.6% dengan anestesi lokal sebagai salah satu penyebabnya.5 Lalu berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan oleh UK Medicines prevalensi terjadinya anafilaksis akibat lokal anestesi dari
kurang dari 1%6 dan berdasarkan hasil penelitian Cetinkaya diperoleh prevalensi syok anafilaktik di Turki
secara general adalah sebanyak 1%-2% dengan anestesi lokal menjadi salah satu penyebabnya.7
Walaupun insidensi terjadinya terlihat rendah, tetapi syok anafilaktik merupakan salah satu reaksi yang
paling berbahaya disetiap tindakan kedokteran gigi. Oleh karena itu, dokter gigi seharusnya memiliki
pengetahuan tentang syok anafilaktik serta cara penanggulangannya.

Penelitian selanjutnya oleh Cetinkaya diperoleh sebanyak 48.8% doter gigi mengetahui epinefrine
sebagai bahan penanggulangan pertama bagi penderita syok anafilaktik, 55.6% menyimpannya di
tempat praktik dan 31.5% yang mengetahui arah yang tepat untuk menyuntikkan bahan tersebut.7 Dari
data-data di atas dapat ditentukan bahwa pengetahuan dokter gigi terhadap syok anafilaktik masih
kurang dan hal ini dapat menjadi masalah dikarenakan syok anafilaktik ini merupakan tindakan yang
sangat berbahaya dan berlangsung sangat cepat.

Posisi Trendelenberg
Pengertian

posisi trendeleberg

Pada posisi ini pasien berbaring di tempat tidur dengan bagian kepala lebih rendah daripada
bagian kaki. Posisi ini dilakukan untuk melancarkan peredaran darah ke otak.
Tujuan

1. Pasien dengan pembedahan pada daerah perut.


2. Pasien shock.
3. pasien hipotensi.

Supinasi
Pengertian

suspinasi

Posisi telentang dengan pasien menyandarkan punggungnya agar dasar tubuh sama dengan
kesejajaran berdiri yang baik.
Tujuan
Meningkatkan kenyamanan pasien dan memfasilitasi penyembuhan terutama pada pasien
pembedahan atau dalam proses anestesi tertentu.
Indikasi

1. Pasien dengan tindakan post anestesi atau penbedahan tertentu


2. Pasien dengan kondisi sangat lemah atau koma.

LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN :
A. Penanganan Utama dan segera :
1. Hentikan pemberian obat / antigen penyebab.
2. Baringkan penderita dengan posisi tungkai lebih tinggi dari kepala.
3. Berikan Adrenalin 1 : 1000 ( 1 mg/ml ) Segera secara SC / IM pada otot deltoideus, dengan dosis 0,3 – 0,5 ml (anak : 0,01 ml/kgbb), dapat diulang tiap lima
menit, pada tempat suntikan atau sengatan dapat diberikan 0,1 – 0,3 ml
Pemberian adrenalin IV apabila terjadi tidak ada respon pada pemberian secara SC / IM, atau terjadi kegagalan sirkulasi dan syok, dengan dosis ( dewasa) :
0,5 ml adrenalin 1 : 1000 ( 1 mg / ml ) diencerkan dalam 10 ml larutan garam faali dan diberikan selama 10 menit.
1. Bebaskan jalan napas dan awasi vital sign ( Tensi, Nadi, Respirasi ) sampai syok teratasi.
2. Pasang infus dengan larutan Glukosa faali bila tekanan darah systole kurang dari 100 mmHg.
3. Pemberian oksigen 5-10 L/menit
4. Bila diperlukan rujuk pasien ke RSU terdekat dengan pengawasan tenaga medis.
B. Penanganan Tambahan :
 Pemberian Antihistamin : Difenhidramin injeksi 50 mg, dapat diberikan bila timbul urtikaria.
 Pemberian Kortikosteroid : Hydrokortison inj 7 – 10 mg / kg BB, dilanjutkan 5 mg / kg BB setiap 6 jam atau deksametason 2-6 mg/kgbb. untuk mencegah
reaksi berulang.
” Antihistamin dan Kortikosteroid tidak untuk mengatasi syok anafilaktik.”
 Pemberian Aminofilin IV, 4-7 mg/kgbb selama 10-20 menit bila terjadi tanda – tanda bronkospasme, dapat diikuti dengan infuse 0,6 mg /kgbb/jam, atau
brokodilatator aerosol (terbutalin, salbutamo ).
C. Penanganan penunjang :
 Tenangkan penderita, istirahat dan hindarkan pemanasan.
 Pantau tanda-tanda vital secara ketat sedikitnya pada jam pertama.

Anda mungkin juga menyukai