PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
a) Tujuan Umum
Untuk pemenuhan tugas Keperawatan Medikal Bedah mengenai luka bakar serta
mahasiswa dapat mengetahui dan mencegah terjadinya.
b) Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui definisi dari luka bakar.
2. Untuk mengetahui etiologi dari luka bakar.
3. Untuk mengetahui patofisiologi dari luka bakar.
4. Untuk mengetahui manifestasi klinik dari luka bakar.
5. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari luka bakar.
6. Untuk mengeatahui penatalaksanaan medis dari luka bakar.
7. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan dari luka bakar.
BAB II
PEMBAHASAN
Luka Bakar adalah kerusakan secara langsung maupun yang tidak langsung pada
jaringan kulit yang tidak menutup kemungkinan sampai keorgan dalam,yang disebabkan
kontak langsung dengan sumber panas yaitu api, air atau uap panas, bahan kimia radiasi,arus
listrik dan suhu sangat dingin. Smeltzer dan Bare (2001).
Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan disebabkan kontak dengan
sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi. Sedangkan pendapat
lainnya, luka bakar adalah luka yang di sebabkan oleh kontak dengan suhu sperti api, air
panas, bahan kimia, radiasi, juga oleh kontak dengan suhu rendah (frost bite), Moenajat
(2001).
Luka bakar adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh yang disebabkan
oleh auma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan,sengatan listrik atau
gigitan hewan. Syamsulhidayat (2005).
Luka bakar itu adalah luka yang di sebabkan oleh kontak dengan suhu tingggi seperti
api, air panas, listrik,bahan kimia, dan radiasi. Luka ini dapat menyebabkan kerusakan
jaringan. Basbeth Karen (2004).
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan kimia
dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam.
Luka bakar (combustio/burn) adalah cedera (injuri) sebagai akibat kontak langsung atau
terpapar dengan sumber-sumber panas (thermal), listrik (electrict), zat kimia (chemycal),
atau radiasi (radiation).
Luka bakar adalah rusak atau hilangnya jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber
panas seperti kobaran api ditubuh (flame), jilatan api ketubuh (flash), terkena air panas
(scald), tersentuh benda panas (kontak panas), akibat sengatan listrik, akibat bahan-bahan
kimia, serta sengatan matahari (sunburn).
2.2 Etiologi Luka Bakar
a. Luka bakar suhu tinggi (Thermal Burn): gas, cairan, bahan padat
Luka bakar thermal burn biasanya disebabkan oleh air panas (scald), jilatan api
ketubuh (flash), kobaran api di tubuh (flam), dan akibat terpapar atau kontak dengan
objek-objek panas lainnya (logam panas, dan lain-lain) (Moenadjat, 2005).
Luka bakar bahan kimia biasanya disebabkan oleh asam kuat atau alkali yang
biasa digunakan dalam bidang industry militer ataupun bahan pembersih yang sering
digunakan untuk keperluan rumah tangga (Moenadjat, 2005).
Listrik menyebabkan kerusakan yang disebabkan karena arus, api dan ledakan.
Aliran listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang memiliki resistensi paling rendah.
Kerusakan terutama pada pembuluh darah, khususnya tunika intima, sehingga
menyebabkan gangguan sirkulasi ke distal. Sering kali kerusakan berada jauh dari lokasi
kontak,baik kontak dengan sumber arus maupun grown (Moenadjat, 2005).
Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe
injury ini sering disebabkan oleh penggunaan radio aktif untuk keperluan terapeutik
dalam dunia kedokteran dan industry. Akibat terpapar sinar matahari yang terlalu lama
juga dapat menyebabkan luka bakar radiasi (Moenadjat, 2005).
2.3 Patofisiologi Luka Bakar
Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energy dari sumber panas ke tubuh. Panas
tersebut dapat dipindahkan melalui konduksi atau radiasi elektromagnetik, derajat luka bakar
yang berhubungan dengan beberapa faktor penyebab, konduksi jaringan yang terkena dan
lamanya kulit kontak dengan sumber panas. Kulit dengan luka bakar mengalami keruskan
pada epidermis, dermis, maupun jaringan subkutan tergantung pada penyebabnya.
Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan. Pembuluh
kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi. Sel darah yang ada di
dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia. Menigkatnya permeabilitas
menyebabkan udem dan menimbulkan bula yang mengandung banyak elektrolit. Hal itu
menyebabkan berkurangnya volume cairan intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar
menyebabkan kehilangan cairan akibat penguapan yang berlebihan, masuknya cairan ke
bula yang terbentuk pada luka bakar derajat dua, dan pengeluaran cairan ke keropeng luka
bakar derajat tiga.
Bila luas bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme kompensasi tubuh masih bisa
mengatasinya, tetapi bilalebih dari 20%, akan terjadi syok hipovolemik dengan gejala khas,
seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun, dan
produksi urin berkurang. Pembengkakan terjadi pelan-pelan, maksimal terjadi setelah
delapan jam. (Wim De Jong, 2004)
Penderita syok atau terancam syok
- Anak : luasnya luka >10%
- Dewasa : luasnya luka >15%
Letak luka memungkinkan penderita terancam cacat berat
- Wajah, mata
- Tangan dan kaki
- Perineum
Terancam udem laring
- Tertutup asap atau udara hangat
Luka bakar biasanya dinyatakan dengan derajat yang ditentukan oleh kedalaman luka
bakar. walaupun demikian, beratnya luka bergantung pada dalam, luas, dan letak luka. Umur
dan keadaan kesehatan penderita sebelumnya akan sangat memengaruhi prognosis. (Wim
De Jong, 2004) Untuk luka bakar yang lebih kecil, tanggapan tubuh terhadap cedera
terlokalisasi pada area yang terbakar. Namun, pada luka yang lebih luas (misalnya, meliputi
25% atau lebih total area permukaan tubuh [total body surface area-TBSA]), tanggapan
tubuh terhadap cedera bersifat sistemik dan sebanding dengan luasnya cedera. Tanggapan
sistemik terhadap cedera luka bakar biasanya bifasik, ditandai oleh penurunan fungsi
(hipofungsi) yang diikuti dengan peningkatan fungsi (hiperfungsi) setiap sistem organ.
(Black & Hawk, 2009).
Respons Sistemik
Perubahan patofisiologi yang disebabkan oleh luka bakar yang berat selama
awal periode syok luka bakar mencangkup hipoperfusi jaringan dan hipofungsi organ
yang terjadi sekunder akibat penurunan curah jantung dengan diikuti oleh fase
hiperdinamik serta hipermetabolik. Kejadian sistemik awal sesudah luka bakar yang
berat adalah ketidakstabilan hemodinamika akibat hilangnya integritas kapiler dan
kemudian terjadinya perpindahan cairan natrium serta protein dari ruang
intravaskuler ke dalam ruang interstisial. Ketidakstabilan hemodinamika bukan
hanya melibatkan mekanisme kardiovaskuler tetapi juga keseimbangan cairan serta
elektrolit, volume darah, mekanisme pulmoner dan mekanisme lainnya.
Respons Kardiovaskuler
Pada luka bakar yang kurang dari 30% luas total permukaan tubuh, maka
gangguan integritas kapiler dan perpindahan cairan akan terbatas pada luka bakar itu
sendiri sehingga pembentukkan lepuh dan edema hanya terjadi di daerah luka bakar.
Pasien luka bakar yang lebih parah akan mengalami edema sistemik yang masif.
karena edema akan bertambah berat pada luka bakar yang melingkar
(sirkumferensial), tekanan terhadap pembuluh darah kecil dan saraf pada ekstermitas
distal menyebabkan obstruksi aliran darah sehingga terjadi iskemia.
Respons Pulmonal
Volume pernapasan sering kali normal atau hanya menurun sedikit setelah
cedera luka bakar yang luas. Setelah resusitasi cairan, peningkatan volume
pernapasan-dimanifestasikan sebagai hiperventilasi-dapat terjadi, terutama bila klien
ketakutan, cemas, atau merasa nyeri. Hiperventilasi ini adalah hasil peningkatan baik
laju respirasi dan volume tidal dan muncul sebagai hasil hipermetabolisme yang
terlihat setelah cedera luka bakar. Biasanya hal tersebut memuncak pada minggu
kedua pascacedera dan kemudian secara bertahap kembali ke normal seiring
menyembuhnya luka bakar atau ditutupnya luka dengan tandur kulit.
Cedera Inhalasi
Depresi Miokardium
Imunosupresi
Fungsi sistem imun tertekan setelah cedera luka bakar. Penurunan aktivitas
limfosit, dan penurunan pembentukan immunoglobulin, serta perubahan fungsi
neutrofil dan makrofag terjadi secara nyata setelah cedera luka bakar luas terjadi.
sebagai tambahan, cedera luka bakar mengganggu barrier primer terhadap infeksi-
kulit. Secara bersama, perubahan-perubahan ini menghasilkan peningkatan risiko
infeksi dan sepsis yang mengancam nyawa.
Respons Psikologis
Berbagai respons psikologis dan emosional terhadap cedera luka bakar telah
dikenali, berkisar mulai dari ketakutan hingga psikosis. Respons korban dipengaruhi
usia, kepribadian, latar belakang budaya dan etnik, luas dan lokasi cedera, dampak
pada citra tubuh, dan kemampuan koping pracedera. Sebagai tambahan, pemisahan
dari keluarga dan teman-teman selama perawatan di rumah sakit dan perubahan pada
peran normal dan tanggung jawab klien memengaruhi reaksi terhadap trauma luka
bakar.
Luka bakar dapat diklasifikasikan menurut dalamnya jaringan yang rusak dan disebut sebagai
luka bakar superfisial partial thickness, deep partial thickness dan full thickness. Istilah
deskriptif yang sesuai adalah luka bakar derajat-satu, -dua, -tiga.
Kedalaman dan Bagian Gejala Penampilan luka Perjalanan
penyebab luka kulit yang kesembuhan
bakar terkena
Derajat satu Epidermi Kesemutan, Memerah, menjadi Kesembuhan
(superfisial): s hiperestesia putih ketika ditekan lengkap dalam
tersengat (supersensivitas), minimal atau tanpa waktu satu
matahari, rasa nyeri mereda edema minggu,
terkena api jika didinginkan terjadi
dengan pengelupasan
intensitas kulit
rendah
Leukosit
Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi atau inflamasi.
Elektrolit Serum
Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan cedera jaringan dan penurunan
fungsi ginjal, natrium pada awal mungkin menurun karena kehilangan cairan, hipertermi
dapat terjadi saat konservasi ginjal dan hipokalemi dapat terjadi bila mulai diuresis.
Natrium Urin
Lebih besar dari 20 mEq L mengindikasikan kelebihan cairan, kurang dari 10 mEqAL
menduga ketidakadekuatan cairan.
Alkali Fosfat
Glukosa Serum
Albumin Serum
Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau fungsi ginjal, tetapi kreatinin dapat
meningkat karena cedera jaringan.
a. Pre Hospital
Seorang yang sedang terbakar akan merasa panik, dan akan belari untuk mencari air. Hal
ini akan sebaliknya akan memperbesar kobaran api karena tertiup oleh angin. Oleh karena
itu, segeralah hentikan (stop), jatuhkan (drop), dan gulingkan (roll) orang itu agar api
segera padam. Bila memiliki karung basah, segera gunakan air atau bahan kain basah
untuk memadamkan apinya. Sedanguntuk kasus luka bakar karena bahan kimia atau
benda dingin, segera basuh dan jauhkan bahan kimia atau benda dingin. Matikan sumber
listrik dan bawa orang yang mengalami luka bakar dengan menggunakan selimut basah
pada daerah luka bakar. Jangan membawa orang dengan luka bakar dalam keadaan
terbuka karena dapat menyebabkan evaporasi cairan tubuh yang terekspose udara luar
dan menyebabkan dehidrasi. Orang dengan luka bakar biasanya diberikan obat-obatan
penahan rasa sakit jenis analgetik : Antalgin, aspirin, asam mefenamat samapai
penggunaan morfin oleh tenaga medis
b. Hospital
1) Resusitasi A, B, C.
Setiap pasien luka bakar harus dianggap sebagai pasien trauma, karenanya harus dicek
Airway, breathing dan circulation-nya terlebih dahulu.
a) Airway - apabila terdapat kecurigaan adanya trauma inhalasi, maka segera
pasang Endotracheal Tube (ET). Tanda-tanda adanya trauma inhalasi antara lain
adalah: riwayat terkurung dalam api, luka bakar pada wajah, bulu hidung yang
terbakar, dan sputum yang hitam.
b) Breathing - eschar yang melingkari dada dapat menghambat gerakan dada untuk
bernapas, segera lakukan escharotomi. Periksa juga apakah ada trauma-trauma lain
yang dapat menghambat gerakan pernapasan, misalnya pneumothorax, hematothorax,
dan fraktur costae
c) Circulation - luka bakar menimbulkan kerusakan jaringan sehingga menimbulkan
edema. pada luka bakar yang luas dapat terjadi syok hipovolumik karena kebocoran
plasma yang luas. Manajemen cairan pada pasien luka bakar, ada 2 cara yang lazim
dapat diberikan yaitu dengan Formula Baxter dan Evans
2) Resusitasi Cairan
Dua cara yang lazim digunakan untuk menghitung kebutuhan cairan pada penderita
luka bakar yaitu :
a) cara Evans
Untuk menghitung kebutuhan pada hari pertama hitunglah :
· Berat badan (kg) X % luka bakar X 1cc Nacl
· Berat badan (kg) X % luka bakar X 1cc larutan koloid
· 3.2000cc glukosa 5%
Separuh dari jumlah (1). (2), (3) diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan
dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairn hari
pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan yang diberikan hari kedua.
Sebagai monitoring pemberian lakukan penghitungan diuresis.
b) Cara Baxter
Merupakan cara lain yang lebih sederhana dan banyak dipakai. Jumlah kebutuhan
cairan pada hari pertama dihitung dengan rumus :
Baxter = % luka bakar X BB (kg) X 4cc
Separuh dari jumlah cairan yang diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan
dalam 16 jam. Hari pertama terutama diberikan elektrolit yaitu larutan ringer laktat
karena terjadi hiponatremi. Untuk hari kedua diberikan setengah dari jumlah
pemberian hari pertama.
c) Infus, kateter, CVP, oksigen, Laboratorium, kultur luka.
d) Monitor urine dan CVP.
e) Topikal dan tutup luka
- Cuci luka dengan savlon : NaCl 0,9% ( 1 : 30 ) + buang jaringan nekrotik.
- Tulle
- Silver sulfa diazin tebal.
- Tutup kassa tebal.
- Evaluasi 5 – 7 hari, kecuali balutan kotor.
f) Obat – obatan
- Antibiotika : tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak kejadian.
- Bila perlu berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman dan sesuai kultur.
- Analgetik : kuat (morfin, petidine)
- Antasida : kalau perlu
2. Penatalaksanaan Pembedahan
Eskaratomi dilakukan juga pada luka bakar derajat III yang melingkar pada
ekstremitas atau tubuh. Hal ini dilakukan untuk sirkulasi bagian distal akibat
pengerutan dan penjepitan dari eskar. Tanda dini penjepitan berupa nyeri, kemudian
kehilangan daya rasa menjadi kebal pada ujung-ujung distal. Tindakan yang dilakukan
yaitu membuat irisan memanjang yang membuka eskar sampai penjepitan bebas.
Debirdemen diusahakan sedini mungkin untuk membuang jaringan mati dengan jalan
eksisi tangensial.
Perawatan luka bakar harus direncanakan menurut luas dan dalamnya luka bakar;
kemudian perawatannya dilakukan melalui tiga fase luka bakar, yaitu: fase darurat
resusitasi, fase akut atau intermediet, dan fase rehabilitasi.
Fase Resusitatif
Fase resusitatif cedera luka bakar terdiri atas waktu antara cedera awal
sampai 36 hingga 48 jam setelah cedera. Fase ini berakhir ketika resusitasi cairan
selesai. Selama fase ini, masalah saluran napas dan pernapasan yang mengancam
nyawa adalah perhatian utama. Fase ini juga ditandai dengan terjadinya
hypovolemia, yang menyebabkan kebocoran cairan kapiler dari ruang
intravaskuler ke ruang interstisial, menyebabkan edema. Walaupun cairan tetap
berada dalam tubuh, cairan tersebut tidak mungkin berperan dalam menjaga
sirkulasi yang memadai, karena tidak berada di ruang vaskuler lagi.
Fase Akut
Fase Rehabilitasi
e. Makanan cairan:
Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia; mual muntah.
f. Neurosensori:
Gejala: area batas; kesemutan. Tanda: perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan
refleks tendon dalam (RTD) pada cedera ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik);
laserasi korneal; kerusakan retinal; penurunan ketajaman penglihatan (syok listrik); ruptur
membran timpanik (syok listrik); paralisis (cedera listrik pada aliran saraf).
g. Nyeri kenyamanan:
Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara eksteren sensitif
untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka bakar ketebalan sedang
derajat kedua sangat nyeri; smentara respon pada luka bakar ketebalan derajat kedua
tergantung pada keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak nyeri.
h. Pernafasan:
Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan cedera
inhalasi). Tanda: serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum; ketidakmampuan
menelan sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera inhalasi. Pengembangan torak mungkin
terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan nafas atau stridor mengii (obstruksi
sehubungan dengan laringospasme, oedema laringeal); bunyi nafas: gemericik (oedema
paru); stridor (oedema laringeal); sekret jalan nafas dalam (ronkhi).
i. Keamanan:
Tanda: Kulit umum: destruksi jarinagn dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari
sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka. Area kulit tak
terbakar mungkin dingin lembab, pucat, dengan pengisian kapiler lambat pada adanya
penurunan curah jantung sehubungan dengan kehilangan cairan status syok.
Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn dengan variase intensitas
panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung gosong; mukosa hidung dan mulut
kering; merah; lepuh pada faring posterior;oedema lingkar mulut dan atau lingkar nasal.
Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab. Kulit mungkin coklat
kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak halus; lepuh; ulkus; nekrosis; atau jarinagn
parut tebal. Cedera secara mum ebih dalam dari tampaknya secara perkutan dan kerusakan
jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cedera.
Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di bawah nekrosis.
Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka aliran masuk keluar (eksplosif), luka bakar
dari gerakan aliran pada proksimal tubuh tertutup dan luka bakar termal sehubungan
dengan pakaian terbakar. Adanya fraktur dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor,
kontraksi otot tetanik sehubungan dengan syok listrik).
j. Pemeriksaan diagnostik:
LED: mengkaji hemokonsentrasi.
Elektrolit serum mendeteksi ketidakseimbangan cairan dan biokimia. Ini terutama
penting untuk memeriksa kalium terdapat peningkatan dalam 24 jam pertama
karena peningkatan kalium dapat menyebabkan henti jantung.
Gas-gas darah arteri (GDA) dan sinar X dada mengkaji fungsi pulmonal, khususnya
pada cedera inhalasi asap.
BUN dan kreatinin mengkaji fungsi ginjal.
Urinalisis menunjukkan mioglobin dan hemokromogen menandakan kerusakan otot
pada luka bakar ketebalan penuh luas.
Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.
Koagulasi memeriksa faktor-faktor pembekuan yang dapat menurun pada luka
bakar masif.
Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi asap.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan sebagai berikut :
1) Resiko tinggi bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obtruksi
trakeabronkial;edema mukosa dan hilangnya kerja silia. Luka bakar daerah leher;
kompresi jalan nafas thorak dan dada atau keterdatasan pengembangan dada.
2) Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan Kehilangan cairan melalui
rute abnormal. Peningkatan kebutuhan : status hypermetabolik, ketidak cukupan
pemasukan, kehilangan perdarahan.
3) Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan cedera inhalasi asap atau sindrom
kompartemen torakal sekunder terhadap luka bakar sirkumfisial dari dada atau leher.
4) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan Pertahanan primer tidak adekuat; kerusakan
perlinduingan kulit; jaringan traumatik. Pertahanan sekunder tidak adekuat; penurunan
Hb, penekanan respons inflamasi.
5) Nyeri berhubungan dengan Kerusakan kulit jaringan; pembentukan edema. Manifulasi
jaringan cidera contoh debridemen luka.
6) Resiko tinggi kerusakan perfusi jaringan, perubahan disfungsi neurovaskuler perifer
berhubungan dengan Penurunan interupsi aliran darah arterial vena, contoh luka bakar
seputar ekstremitas dengan edema.
7) Perubahan nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status
hipermetabolik (sebanyak 50 % - 60% lebih besar dari proporsi normal pada cedera
berat) atau katabolisme protein.
8) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler, nyeri tak
nyaman, penurunan kekuatan dan tahanan.
9) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Trauma : kerusakan permukaan kulit
karena destruksi lapisan kulit (parsial luka bakar dalam).
10) Gangguan citra tubuh (penampilan peran) berhubungan dengan krisis situasi; kejadian
traumatik peran klien tergantung, kecacatan dan nyeri.
11) Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan Salah interpretasi informasi Tidak mengenal sumber informasi.
c. Rencana Intervensi
Rencana Keperawatan
Diagnosa
Tujuan dan
Keperawata
Kriteria Intervensi Rasional
n
Hasil
Resiko Bersihan Kaji refleks gangguan Dugaan cedera inhalasi
bersihan jalan nafas menelan; perhatikan
jalan nafas tetap efektif. pengaliran air liur,
tidak efektif Kriteria ketidakmampuan Takipnea, penggunaan
berhubungan Hasil : menelan, serak, batuk otot bantu, sianosis dan
dengan obstr Bunyi nafas mengi. perubahan sputum
uksi vesikuler, Awasi frekuensi, irama, menunjukkan terjadi
trakheobronk RR dalam kedalaman pernafasan ; distress pernafasan
hial; oedema batas perhatikan adanya pucat edema paru dan
mukosa; normal, sianosis dan sputum kebutuhan intervensi
kompressi bebas mengandung karbon atau medik.
jalan nafas . dispnoe merah muda.
cyanosis. Obstruksi jalan nafas
Auskultasi paru, distres pernafasan dapat
perhatikan stridor, mengi terjadi sangat cepat atau
gemericik, penurunan lambat contoh sampai
bunyi nafas, batuk rejan. 48 jam setelah terbakar.
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Luka bakar tak boleh dianggap sepele, meskipun terdapat luka kecil penanganan
harus cepat diusahakan. Penderita luka bakar memerlukan penanganan secara holistik dari
berbagai aspek dan disiplin ilmu. Perawatan luka bakar didasarkan pada luas luka bakar,
kedalaman luka bakar, faktor penyebab timbulnya luka dan lain-lain. Pada luka bakar yang
luas dan dalam akan memerlukan perawatan yang lama dan mahal. Dampak luka bakar yang
dialami penderita dapat menimbulkan berbagai masalah fisik, psikis dan sosial bagi pasien
dan juga keluarga. Dengan makin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, maka
makin berkembang pula teknik cara penanganan luka bakar sehingga makin meningkatkan
kesempatan untuk sembuh bagi penderita luka bakar.
3.2 Saran
Dalam menangani korban luka bakar harus tetap memegang prinsip steril dan sesuai
medis, tidak boleh dilakukan sembarangan karena bisa mempengaruhi waktu kesembuhan
luka bakar. Setiap individu baik tua, muda, maupun anak-anak diharapkan selalu waspada
dan berhati-hati setiap kali melakukan kegiatan aktivitas terutama pada hal-hal yang dapat
memicu luka bakar.
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Suzanne C. Buku ajar keperawatan medikal-bedah Burnner & Suddarth editor,
Suzanne C. Smeltzer, Brenda G. Bare ; alih bahasa, Agung Waluyo, dkk; editor edisi bahasa
indonesia, Monica Ester. Ed.8. Jakarta : EGC, 2001
R Sjamsuhidajat, Wim De Jong, 2007. Buku Ajar Ilmu Bedah Penerbit Buku Kedokteran. EGC
Black & Hawk. 2009. Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Buku 2. Singapore: Elsevier
Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol. 3. Jakarta: EGC
Doengoes, Marilyn E. 1999. Rencana asuhan Keperawatan: pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian