Anda di halaman 1dari 8

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kemitraan dalam Keperawatan Komunitas

Menurut Hitchcock, Scubert, dan Thomas (1999) salah satu fokus kegiatan
promosi kesehatan adalah konsep kemitraan (partnership). Kemitraan memiliki
definisi hubungan atau kerja sama antara dua pihak atau lebih, berdasarkan
kesetaraan, keterbukaan, dan saling menguntungkan atau memberikan manfaat
(Depkes RI, 2005). Partisipasi klien/masyarakat dikonseptualisasikan sebagai
peningkatan inisiatif diri terhadap segala kegiatan yang memiliki kontribusi pada
peningkatan kesehatan dan kesejahteraan (Mapanga & Mapanga, 2004).

Model kemitraan keperawatan komunitas dalam pengembangan kesehatan


masyarakat merupakan suatu paradigma yang memperlihatkan hubungan antara
beberapa konsep penting, tujuan, dan proses dalam tindakan pengorganisasian
masyarakat yang difokuskan pada upaya peningkatan kesehatan (Hickman, 1995
dalam Nies & McEwan, 2001). Konsep utama dalam model tersebut adalah
kemitraan, kesehatan masyarakat, nilai, dan kepercayaan yang dianut,
pengetahuan, partisipasi, kapasitas, dan kepemimpinan yang didasarkan pada
pelaksanaan prinsip-prinsip kewirausahaan dan advokasi masyarakat.

Perawat spesialis komunitas ketika menjalin suatu kemitraan dengan


masyarakat maka ia juga harus memberikan dorongan kepada masyarakat.
Kemitraan yang dijalin memiliki prinsip “bekerja bersama” dengan masyarakat
bukan “bekerja untuk” masyarakat, oleh karena itu perawat spesialis komunitas
perlu memberikan dorongan atau pemberdayaan kepada masyarakat agar muncul
partisipasi aktif masyarakat (Yoo et. al, 2004). Membangun kesehatan masyarakat
tidak terlepas dari upaya-upaya untuk meningkatkan kapasitas, kepemimpinan,
dan partisipasi masyarakat (Nies & McEwan, 2001), namun perawat spesialis

3
4

komunitas perlu membangun dan membina jejaring kemitraan dengan pihak-pihak


yang terkait (Robinson, 2005), misalnya: profesi kesehatan lainnya,
penyelenggara pemeliharaan kesehatan, Puskesmas, donatur/sponsor, sektor
terkait, organisasi masyarakat, dan tokoh masyarakat.

2.2 Tujuan Kemitraan

Tujuan utama dari adanya model kemitraan dalam masyarakat adalah


meningkatnya jumlah dan mutu kegiatan masyarakat di bidang kesehatan yang
secara operasional dapat dijabarkan sebagai berikut.

a. Meningkatkan kemampuan pemimpin (tokoh masyarakat) dalam merintis


dan menggerakkan upaya kesehatan di masyarakat.
b. Meningkatkan kemampuan organisasi masyarakat dalam penyelenggaraan
upaya kesehatan.
c. Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatan
secara mandiri.
d. Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menggali, menghimpun, dan
mengelola dana atau sarana masyarakat untuk upaya kesehatan.

2.3 Model Kemitraan dalam Strategi Intervensi Keperawatan Komunitas

Terdapat lima model kemitraan yang menurut dapat dipahami sebagai sebuah
ideologi kemitraan dalam membangun kemitraan dengan anggota masyarakat
lainnya. Model kemitraan tersebut antara lain: kepemimpinan (manageralism)
(Rees, 2005), pluralisme baru (new-pluralism), radikalisme berorientasi pada
negara (state-oriented radicalism), kewirausahaan (entrepreneurialism), dan
membangun gerakan (movement-building) (Batsler dan Randall, 1992). Berkaitan
dengan praktik keperawatan komunitas di atas, maka model kemitraan yang
sesuai untuk mengorganisasi elemen masyarakat dalam upaya pengembangan
derajat kesehatan masyarakat dalam jangka panjang adalah model kewirausahaan
(entrepreneurialism). Model kewirausahaan memiliki dua prinsip utama, yaitu
prinsip otonomi (autonomy), kemudian diterjemahkan sebagai upaya advokasi
5

masyarakat dan prinsip penentuan nasib sendiri (self-determination) yang


selanjutnya diterjemahkan sebagai prinsip kewirausahaan.

Model kewirausahaan memiliki pengaruh yang strategis pada pengembangan


model praktik keperawatan komunitas dan dalam pengorganisasian
pengembangan kesehatan masyarakat di Indonesia. Praktik keperawatan mandiri
atau kelompok hubungannya dengan anggota masyarakat dapat dipandang sebagai
sebuah institusi yang memiliki dua misi sekaligus, yaitu sebagai institusi ekonomi
dan institusi yang dapat memberikan pembelaan pada kepentingan masyarakat
terutama berkaitan dengan azas keadilan sosial dan azas pemerataan bidang
kesehatan. Oleh karenanya praktik keperawatan sebagai institusi sangat
terpengaruh dengan dinamika perkembangan masyarakat (William, 2004;
Korsching & Allen, 2004), dan perkembangan kemasyarakatan tentunya juga
akan mempengaruhi bentuk dan konteks kemitraan yang berpeluang
dikembangkan (Robinson, 2005) sesuai dengan slogan National Council for
Voluntary Organizations (NCVO) yang berbunyi : “New Times, New Challenges”
(Batsler dan Randall, 1992).

2.4 Ideologi Entrepreneurialisme dalam Kemitraan Keperawatan


Komunitas

Profesi perawat memiliki implikasi pada pengembangan praktik keperawatan


yang profesional, etis, dan legal (PPNI, 2004), sehingga profesi perawat berhak
menyelenggarakan praktik secara mandiri atau berkelompok. Berdasarkan tugas
dan fungsi perawat spesialis komunitas tersebut, perawat spesialis komunitas
dalam membina kemitraan di masyarakat perlu memiliki ideologi kewirausahaan
(entrepreunership) sebab segala tindakan dan kebijakan yang diambil selalu
berkaitan dinamika perubahan kehidupan masyarakat, baik kehidupan sosial,
ekonomi, dan politik (William, 2004; Korsching & Allen, 2004).

Menurut Batsleer dan Randall (1992) ideologi entrepreneurialisme memiliki


dua karakter, yaitu: prinsip otonomi (autonomy) dan penentuan nasib sendiri (self
6

determination). Dalam prinsip otonomi, perawat spesialis komunitas berupaya


membela dan memperjuangkan hak-hak dan keadilan masyarakat dalam sistem
pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, perawat spesialis komunitas memainkan
perannya sebagai advokator (pembela) dan mitra (partner) bagi kliennya
(masyarakat) (Stanhope & Lancaster, 1997). Sedangkan dalam prinsip penentuan
nasib sendiri, perawat sebagai profesi berhak untuk melaksanakan praktik legal
yang dapat diselenggarakan secara mandiri maupun berkelompok sesuai dengan
Peraturan Menteri Kesehatan No. 1239 tahun 2001. Praktik keperawatan
komunitas sebagai institusi perlu dijalankan secara profesional agar dapat
bertahan menghadapi perkembangan kehidupan sosial, ekonomi dan politik yang
dinamis.

2.4.1 Advokasi

Walaupun istilah advokasi mempunyai banyak definisi, dua definisi di


bawah ini mengandung konsep-konsep utama advokasi hak asasi manusia
(hak masyarakat) yang esensial. Pengertian pertama advokasi sebagai segala
aktivitas yang ditujukan untuk meningkatkan kesadaran publik di antara
para pengambil-keputusan dan khalayak umum atas sebuah masalah atau
kelompok masalah, dalam rangka menghasilkan berbagai perubahan
kebijakan dan perbaikan situasi (Black, 2002, hal.11). Pengertian kedua,
advokasi keadilan sosial, yaitu upaya pencapaian hasil-hasil yang
berpengaruh, meliputi kebijakan-publik dan keputusan-keputusan alokasi
sumber daya dalam sistem dan institusi politik, ekonomi, dan sosial yang
mempengaruhi kehidupan banyak orang secara langsung (Cohen et al.,
2001, hal. 8).

2.4.2 Kewirausahaan

Definisi kewirausahaan adalah individu (kelompok) yang dapat


mengidentifikasi kesempatan berdasarkan kemampuan, keinginan, dan
kepercayaan yang dimilikinya serta membuat pertimbangan dan keputusan
7

yang berkaitan dengan upaya menyelaraskan sumber daya dalam


pencapaian keuntungan personal (Otuteye & Sharma, 2004). Perawat
spesialis komunitas dapat dianggap sebagai institusi penyedia layanan
keperawatan. Kemitraan antara perawat spesialis komunitas dan pihak-pihak
terkait dengan masyarakat digambarkan dalam bentuk garis hubung antara
komponen-komponen yang ada. Hal ini memberikan pengertian perlunya
upaya kolaborasi dalam mengkombinasikan keahlian masing-masing yang
dibutuhkan untuk mengembangkan strategi peningkatan kesehatan
masyarakat.

2.5 Pihak-Pihak Terkait Kemitraan

Adapun pihak-pihak terkait yang dapat dibina kemitraannya dengan perawat


spesialis komunitas, yaitu:
a. Profesi kesehatan lainnya, misalnya dokter, ahli gizi, sanitarian, bidan/bidan
di desa, atau ahli fisioterapi.
b. Puskesmas.
c. Organisasi Penyelenggara Pemeliharaan Kesehatan (PPK) atau Health
Maintenance Organization (HMO). Organisasi PPK memberikan jaminan
pelayanan keperawatan dan pelayanan profesi kesehatan lainnya dengan
prinsip managed care. Managed care yaitu suatu integrasi antara pembiayaan
dan penyediaan pelayanan kesehatan yang tepat guna untuk menjamin
anggota masyarakat (Thabrany, 2000a). Pembiayaan managed care
menggunakan sistem kapitasi (Thabrany, 2000b).
d. Donatur/sponsor, merupakan badan atau lembaga yang dapat memberikan
bantuan finansial baik secara sukarela atau mengikat untuk program
pengembangan kesehatan masyarakat.
e. Lintas sektor terkait, merupakan institusi formal (birokrasi) yang terkait
dengan upaya pengembangan kesehatan masyarakat dari tingkat teknis
lapangan sampai ke tingkat kabupaten/kota. Misalnya: Pemerintah Daerah,
Bappeda, Dinas Pertanian/Peternakan, BKKBN, PDAM, Dinas Pekerjaan
Umum, dan lain-lain.
8

f. Organisasi masyarakat formal dan informal, misalnya: Organisasi


Muhammadiyah/Aisyah, Nahdlatul Ulama/Fatayat NU, Lembaga Swadaya
Masyarakat, TP-PKK, kelompok pengajian, kelompok arisan, dasa wisma,
dan lain-lain.
g. Tokoh masyarakat atau tokoh agama yang memiliki pengaruh kuat di tengah
masyarakat (key person).

2.6 Manfaat Model Kemitraan Keperawatan Komunitas

Berikut beberapa manfaat dari model kemitraan keperawatan komunitas


ditinjau dari beberapa aspek.
a. Keperawatan Spesialis Komunitas

1) Dapat dikembangkannya model praktik keperawatan komunitas yang


terintegrasi antara praktik keperawatan dengan basis riset ilmiah.
2) Mengenalkan model praktik keperawatan komunitas.
3) Meningkatkan proses berpikir kritis dan pengorganisasian pengembangan
kesehatan masyarakat.
4) Meningkatkan jejaring dan kemitraan dengan masyarakat dan sektor
terkait.
5) Meningkatkan legalitas praktik keperawatan spesialis komunitas.
6) Mendorong praktik keperawatan komunitas yang profesional.

b. Sistem Pendidikan Keperawatan Komunitas

1) Memperbaiki sistem pendidikan keperawatan spesialis komunitas yang


profesional dan aplikatif.
2) Meningkatkan kepercayaan diri perawat pada umumnya dan perawat
spesialis komunitas pada khususnya.
3) Menunjukkan peran baru perawat spesialis komunitas. Sejak awal
mahasiswa keperawatan komunitas dikenalkan dengan kegiatan
intervensi keperawatan pada pengembangan kesehatan masyarakat, yaitu:
kolaborasi, kemitraan, dan mengembangkan jaringan kerja.
9

4) Meningkatkan kesiapan mahasiswa pendidikan keperawatan spesialis


komunitas dalam praktik keperawatan komunitas.
5) Merumuskan bentuk pembelajaran keperawatan komunitas yang inovatif.

c. Regulasi

1) Mendorong para pengambil kebijakan dan elemen-elemen yang terkait


lainnya untuk memberikan perhatian dan dukungan pada model praktik
keperawatan komunitas.
2) Mendorong pemerintah mengeluarkan regulasi yang dapat memberikan
jaminan pada penyelenggaraan praktik keperawatan komunitas yang
profesional.
3) Mendorong terbentuknya sistem monitoring dan evaluasi yang efisien
dan efektif.
d. Sistem Pelayanan Kesehatan

1) Memperkenalkan dan meningkatkan sistem praktik keperawatan


komunitas sebagai Sub Sistem Kesehatan Nasional.
2) Meningkatkan jaringan kerja pelayanan kesehatan yang berbasis rumah
sakit dan masyarakat.
3) Meningkatkan jaringan kerja pelayanan keperawatan komunitas dengan
elemen-elemen dalam masyarakat.
4) Mengarahkan penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang berorientasi
pada paradigma sehat atau mengutamakan upaya preventif dan promotif.
5) Menurunkan angka pelayanan di rumah sakit.
6) Membentuk model praktik keperawatan komunitas bagi daerah-daerah
lain di Indonesia.
7) Meningkatkan sistem informasi kesehatan masyarakat berbasis pelayanan
keperawatan.
8) Meningkatkan jaringan kerja dengan spesialisasi keperawatan lainnya.

e. Masyarakat
10

1) Meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap fasilitas pelayanan


kesehatan.
2) Meningkatkan pelayanan pasca kesakitan (pasca hospitalisasi) pada
masyarakat.
3) Meningkatkan peran serta aktif individu, keluarga, kelompok khusus, dan
masyarakat dalam pengembangan kesehatan masyarakat.
4) Meningkatkan kapasitas, partisipasi, dan kepemimpinan anggota
masyarakat dalam pengembangan kesehatan masyarakat.
5) Meningkatkan kolaborasi, kemitraan, dan jaringan kerja antar elemen
masyarakat dalam pengembangan kesehatan masyarakat.
6) Meningkatkan pengetahuan, kepercayaan dan nilai-nilai masyarakat
dalam hidup berperilaku sehat.
7) Meningkatkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat masyarakat terutama
upaya kesehatan mandiri yang bersifat preventif dan promotif.
8) Menurunkan insidensi penyakit menular berbasis masyarakat dan
lingkungan.

Anda mungkin juga menyukai