Adapun amal baik atau perbuatan dosa yang dilakukan selama berguru kepada Guru
Swadyaya hasilnya berupa subha dan asubha karma, yang hasilnya dapat diterima
berupa :
Sancita Karmaphala, yaitu hasil perbuatan pada waktu kehidupan yang lalu, baru dapat
dinikmati pada kehidupan sekarang.
Prarabda Karmaphala, yaitu perbuatan pada waktu sekarang, langsung dinikmati sekarang.
Kriymana Karmaphala, yaitu hasil perbuatan pada kehidupan sekarang, tetapi belum sempat
dinikmati dalam kehidupan sekarang, sehingga dinikmati pada kehidupan yang akan datang.
b. Kewajiban kepada Guru Rupaka
Guru Rupaka ialah orang tua yang melahirkan dan membesarkan kita. Seorang anak
memiliki 3 hutang terhadap orang tuanya yang patut dibayar untuk memenuhi dharma
baktinya terhadap orang tua sebagai guru rupaka yaitu :
Sarisa Krta, yaitu hutang badan
Annadatta, yaitu hutang budhi
Pranadatta, yaitu hutang jiwa
Dalam memperhatikan hutang tersebut, maka seorang anak dengan rela hati melayani
segala keperluan orang tuanya. Seorang anak juga berkewajiban memberikan atau
mengorbankan harta benta, tenaga, dan pikirannya untuk kebahagiaan orang tuanya. Bahkan
seorang anak ikhlas mengorbankan jiwa dan raganya demi untuk berbakti pada orang tua.
Selain itu, kewajiban yang harus oleh seorang anak terhadap leluhurnya yaitu melakukan
upacara Pitra Yadnya.
Pahala yang diperoleh oleh orang yang hormat pada orang tua yaitu :
Kerti, yaitu kemasyuran yang baik
Yusa, yaitu panjang umur
Bala, yaitu kekuatan
Yasa, yaitu jasa atau penghargaan
2. Grhastha
Grhastha terdiri dari kata “ Grha” yang berarti rumah atau rumah tangga, dan “
sta/stand” yang berarti berdiri atau membina. Grhastha tingkat kehidupan pada waktu
membina rumah tangga yaitu sejak kawin. Kehidupan Grhastha dapat dilaksanakan apabila
keadaan fisik maupun psikis dipandang sudah dewasa, dan bekal pengetahuan sudah cukup
memadai.
Dalam masa Grhastha ada beberapa kewajiban yang perlu dilaksanakan yaitu :
a. melanjutkan keturunan
b. membina rumah tangga
c. bermasyarakat
d. melaksanakan panca yajna
3. Wanaprastha
Wanaprastha berasal dari bahasa Sansekerta. Terdiri dari kata wana yang artinya
pohon kayu atau semak belukar dan prastha yang artinya berjalan/berdoa paling depan
dengan baik. Wanaprastha dimaksudkan berada dalam hutan, mengasingkan diri dalam arti
menjauhi dunia ramai secara perlahan-lahan untuk melepaskan diri dari keterikatan duniawi.
Wanaprastha adalah jenjang kehidupan untuk mencari ketenangan batin, dan mulai
melepaskan diri dari keterikatan terhadap kemewahan duniawi.
Adapun manfaat menjalankan hidup Wanaprastha yaitu :
a. untuk mencapai ketenangan rohani
b. memanfaatkan sisa kehidupan di dunia untuk mengabdi dan berbuat amal kebajikan kepada
masyarakat umum.
c. melepaskan segala keterikatan terhadap duniawi.
Masa yang baik untuk memulai menempuh hidup sebagai seorang Wanaprastha
adalah setelah berusia kurang lebih 60 tahun keatas.
4. Bhiksuka/Sanyasin
Kata Bhiksuka berasal dari kata Bhiksu sebutan untuk pendeta Budha. Bhiksu berarti
meminta-minta. Bhiksuka ialah tingkat kehidupan yang lepas dari ikatan keduniawiandan
hanya mengabdikan diri kepada Hyang Widhi dengan jalan menyebarkan ajaran-ajaran
kesusilaan.
Bagi orang yang telah menjalankan hidup Bhiksuka telah mampu menundukkan
musuh-musuh yang ada dalam dirinya seperti Sad Ripu, Sapta Timira, Sad Atatayi, dan Tri
Mala.
Sad Ripu adalah enam macam musuh yang ada dalam diri manusia, yaitu :
a. Kama, yaitu hawa nafsu
b. Lobha, yaitu loba/tamak
c. Krodha, yaitu kemarahan
d. Moha, yaitu kebingungan
e. Mada, yaitu kemabukkan
f. Matsarya, yaitu iri hati
Sapta Timira artinya tujuh hal yang menyebabkan pikiran manusia menjadi gelap.
Tujuh kegelapan itu adalah :
a. Surupa, yaitu kecantikan/kebagusan
b. Dana, yaitu kekayaan
c. Guna, yaitu kepandaian
d. Kulina, yaitu keturunan
e. Yowana, yaitu masa muda
f. Sura, yaitu minuman keras
g. Kasuran, yaitu keberanian
Sad Atatayi artinya enam macam pembunuh kejam, yaitu :
a. Agnida, yaitu membakar milik orang lain
b. Wisada, yaitu meracun
c. Atharwa, yaitu melakukan ilmu hitam
d. Sastraghna, yaitu mengamuk
e. Dratikrama, yaitu memperkosa
f. Raja Pisuna, yaitu memfitnah
1. Monopoli perdagangan.
2. Mencetak uang dan mengedarkan uang.
3. Mengangkat dan memberhentikan pejabat.
4. Mengadakan perjanjian dengan raja-raja lokal.
5. Memiliki tentara untuk mempertahankan diri.
6. Mendirikan benteng dan pusat pertahanan.
7. Menyatakan perang dan damai.
8. Mengangkat dan memberhentikan penguasa-penguasa setempat.
Pada tahun 1799 VOC resmi dibubarkan, dan hutang serta kekayaannya
diambil alih pemerintah Kerajaan Belanda.
Kemunduran dan kebangkrutan VOC terjadi sejak awal abad ke-18 yang
disebabkan oleh hal-hal seperti berikut.
Pada tahun 1795 dibentuk panita pembubaran VOC. Pada tahun itu pula
hak-hak istimewa VOC (octroi) dihapuskan. VOC dibubarkan pada tanggal 31
Desember 1799 dengan saldo kerugian sebesar 134,7 juta gulden. Selanjutnya,
semua hutang dan kekayaan VOC diambil alih oleh pemerintah Kerajaan
Belanda.
Saat sistem tanam paksa dihapuskan maka muncullah politik pintu terbuka
di mana penanaman modal asing diperbolehkan.Meskipun tanam paksa sudah
dihapuskan, nyatanya politik pintu terbuka tetap menimbulkan penderitaan bagi
rakyat Indonesia. Hal ini memicu perlawanan dari rakyat Indonesia di berbagai
daerah seperti perang Diponegoro, perang Bali, perang Paderi, perang Banjar,
perang Aceh, Gerakan Protes Petani, dan sebagainya. Saat semakin banyak rakyat
yang melawan Belanda maka penjajahan Belanda di Indonesia mulai
menandakan akhirnya.