Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Infus cairan intravena (Intravenous fluids infution) adalah pemberian sejumlah
cairan ke dalam tubuh melalui sebuah jarum ke dalam pembuluh vena (pembuluh
balik) untuk menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh.
Pemberian terapi cairan intravena merupakan suatu keharusan untuk di berikan pada
pasien yang mengalami kehilangan darah atau kehilangan cairan, gangguan
kesadaran, dan dehidrasi (M.Bouwhuizen 2002). Akan tetapi pemberian terapi cairan
intravena dapat menimbulkan berbagai bahaya, termasuk komplikasi lokal maupun
sistemik. Komplikasi lokal yang sering terjadi adalah nyeri (Brunner & Suddartths,
2001). Di IGD RSUD Mardi Waluyo Blitar diketahui bahwa masih banyak pasien
yang mengalami nyeri saat mendapatkan terapi cairan melalui infus. Angka kejadian
infeksi melalui jarum infus di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta dilaporkan
terdapat 53,8% penderita yang mengalami flebitis akibat pemasangan infus ketika
dirawat di rumah sakit (Widiyanto, 2002). Kejadian flebitis di RSUP. Dr. Sardjito
Jogjakarta mencapai 27,19 % (Baticola, 2002), Sedangkan Saryati (2002) menemukan
kasus flebitis di RSUD Purworejo sebanyak 18,8% kasus (http://wwwsehat
grup.com). Pada studi pendahuluan data yang diperoleh di IGD RSUD Mardi Waluyo
Blitar terdapat 4 pasien yang terpasang infus di ruang observasi, dari ke 4 pasien
tersebut terdapat 3 pasien yang mengalami flebitis, dari data tersebut menunjukkan
bahwa masih banyak pasien yang mengalami flebitis pada saat mendapatkan terapi
cairan melalui infus. Mempertahankan suatu infus intravena yang sedang terpasang
merupakan tugas perawat yang menuntut pengetahuan serta keterampilan tentang
pemasangan dan perawatan infus, prinsip prinsip aliran, selain itu pasien harus dikaji
dengan teliti baik komplikasi lokal maupun sistemik (Brunner & Suddrths, 2001). Jika
flebitis terjadi maka masukan terapi cairan intravena akan tersumbat dan tidak dapat
terpenuhi, untuk itu selama pemberian terapi cairan intravena pasien harus mendapat
pengawasan dan observasi yang ketat (Kusyati Eni.NS. 2006). Penyebab flebitis
adalah iritasi fena oleh alat-alat intravena, obat-obatan, dan infeksi (Brunner &
Suddarths, 2001). Meskipun setiap ruangan mempunyai protap cara pemasangan dan
perawatan infus, namun dalam pelaksanaannya perawatan infus seperti memeriksa
tempat penusukan setiap hari, mengganti balutan pada pasien yang terpasang infus,
dan lain-lain, dalam kenyataannya masih ada yang tidak melakukannya. perawatan
infus merupakan tindakan yang tepat untuk mencegah terjadinya flebitis. Pencegahan
flebitis tidak hanya berfokus pada saat pemasangan infus saja, akan tetapi sesudah
pemasangan infus harus di lindungi sepenuhnya dari terjadinya komplikasi. Mencegah
dan minimalkan efek dari terapi intravena terutama terjadinya flebitis maka perawatan
infus harus di upayakan secara optimal. Perawat yang memperhatikan prinsip aseptik,
dapat mengurangi kejadian flebitis (Brunner & Suddarths, 2001).
B. Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan perawatan infus dengan terjadinya flebitis pada pasien yang
terpasang infus di IGD RSUD Mardi Waluyo Blitar ?

C. Tujuan penelitian
1. Mengidentifikasi perawatan infus di IGD RSUD Mardi Waluyo Blitar
2. Mengidentifikasi terjadinya flebitis pada pasien yang terpasang infus di IGD
RSUD Mardi Waluyo Blitar
3. Menganalisa hubungan perawatan infus dengan terjadinya flebitis di IGD RSUD
Mardi Waluyo Blitar

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Menambah wacana dan kepustakaan dalam penelitian lebih lanjut tentang
hubungan perawatan infus dengan terjadinya flebitis pada pasien yang terpasang infus
di IGD RSUD Mardi Waluyo Blitar
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Lanjut Usia
Untuk mendapatkan tambahan ilmu pengetahuan dan wawasan tentang
manfaat perawatan infus.
b. Bagi IGD RSUD Mardi Waluyo
Untuk mendapatkan tambahan ilmu pengetahuan tentang perawatan
pemasangan infus.
c. Bagi Institusi Pendidikan STIKes Surya Mitra Husada Kediri
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan referensi untuk mendapatkan
tambahan ilmu pengetahuan dan pengalaman terutama bagi penelitian-penelitian
yang sudah ada serta dapat digunakan sebagai bahan kajian bagi mahasiswa guna
memperluas pengetahuan tentang perawatan infus.
d. Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi atau gambaran mengenai
perawatn infus dan faktor-faktornya untuk pengembangan penelitian selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Infus
1. Pengertian infus
Pemberian cairan intravena adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh
ke dalam pembuluh vena untuk memperbaiki atau mencegah gangguan cairan dan
elektrolit,darah, maupun nutrisi (Perry & Potter, 2006). Pemberian cairan intravena
disesuaikandengan kondisi kehilangan cairan pada klien, seberapa besar cairan
tubuh yang hilang.Pemberian cairan intravena merupakan salah satu tindakan
invasif yang dilakukan oleh tenaga kesehatan.Pemberian cairan melalui infuse
adalah pemberian cairan yang diberikan pada pasien yang mengalami pengeluran
cairan atau nutrisi yang berat. Tindakan ini membutuhkan kesteril-an mengingat
langsung berhubungan dengan pembuluh darah. Pemberian cairan melalui infus
dengan memasukkan kedalam vena (pembuluh darah pasien) diantaranya vena
lengan (vena sefalika basal ikadan median akubiti), pada tungkai (vena safena) atau
vena yang ada dikepala, seperti vena temporalis frontalis (khusus untuk anak-
anak).
Selain pemberian infuse pada pasien yang mengalami pengeluaran cairan,
juga dapat dilakukan Pada pasien yang membutuhkan pengobatan tertentu.Dalam
penulisan makalah ini akan di jelaskan pengertian pemberian cairan infuse, jenis-
jenis cairan intravena, indikasi dan kontraindikasi, dan prosedur pemberian cairan
infuse, cara mengihitung cairan infus.
Pungsi vena merupakan tekhnik penusukan vena melalui transkutan dengan
stilet tajam yang kaku seperti angiokateter atau dengan jarum yang disambungkan
pada spuit.(Eni Kusyati 2006. hal:267)

Pemberian cairan intravena merupakan pemberian cairan melalui


alat intravena untuk memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit, obat-
obatan,pemantauan hemodinamik, serta mempertahankan fungsi jantung
dan ginja(Schaffer, dkk, 2000). Pasien yang mendapat cairan intravena
di rumah sakit
mencapai 50% dari total seluruh pasien yang dirawat setiap tahunnya (Schaf
fer, dkk, 2000).
Pada kondisi tertententu, pemberian cairan intra vena diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit tubuh. Langkah ini efektif untuk
memenuhi kebutuhan cairan eksternal secara langsung. Secara umum, tujuan terapi
intra vena adalah untuk memenuhi kebutuhan cairan pada klien yang tidak mampu
mengkonsumsi cairan oral secara adekuat, menambah asupan elektrolit untuk
menjaga kesimbangan elektrolit, menyediakan glukosa untuk kebutuhan energi
dalam proses metabolisme, memenuhi kebutuhan vitamin larut air, serta menjadi
media untuk pemberian obat melalui vena. Lebih khusus, terapi intra vena di berikan
pada pasien yang mengalami syok,intoksikasi berat, pasien pra dan pasca bedah,
atau pasien yang membutuhkan pengobatan tertentu(Mubarok, Wahid Iqbal dan
Nurul Chayatin.2007 Hal:92-94)
Pemberian cairan infuse dapat di berikan pada pasien yang mengalami
pengeluaran cairan atau nutrisi yang berat. Pemberian cairan infuse ke dalam vena
(pembuluh darah pasien) di antaranya pada vena lengan (vena safalika basilea dan
mediana kabiti), pada tungkai (vena sakena), atau pada vena yang ada di kepala,
seperti : vena temporalis krontolis (khusus untuk anak-anak). Selain pemberian infuse
pada pasien yang mengalami pengeluaran cairan, juga dapat dilakukan pada pasien
yang mengalami syok, intoksikasi berat, pra dan pasca bedah, sebelum transfusi
darah, atau pasien yang membutuhkan pengobatan tertentu.
(Hidayat,A Aziz alimul dan musrifatul ulyah. 2005. Hal:73-75)

2. Cairan yang digunakan


Jenis cairan intravena yang biasa di gunakan meliputi :
a. Larutan nutrien
Larutan ini berisi beberapa jenis karbohidrat (mis., dekstrosa dan glukosa) dan air.
Larutan nutrien yang umum digunakan adalah 5°ro dekstrosa dalam air (D5W), 3,3%
glukosa dalam 0,3%, NaCI, dan 5°/0 glukosa dalam 0,45% NaCl. Setiap 1 liter cairan
Dextrose 5% mengandung 170-200 kalori; mengandung asam amino (Amigen,
Ananosol, Travamin) atau lemak (Lipomul d-an Lyposyn).
b. Larutan elektrolit.
Larutan elektrolit melipvti lamtan saline, baik isotonik, hipotonik, maupun hipertonik.
Jenis larutan elektrolit yang paling banyak digunakan adalah normal salin (isotonik),
yaitu NaC10,9%. Contoh larukan elektrolit lainnya adalah laktat Ringer (Na’}, K’, Cl -
, Ca-’) dan cairan Butter (Na‘ K+ Mgz+ Cl-, HC03 ).
c. Cairan asam-basa.
Jenis cairan yang termasuk cairan asam-basa adalah natrium laktat dan natrium
bikarbonat. Laktat merupakan sejenis garam yang dapat mengikat ion H’ dari cairan
sehingga mengurangi keasaman lingkungan.
d. Volume ekspander.
Jenis larutan ini berfungsi meningkatkan volume pembuluh darah atau plasma,
misalnya pada kasus hemoragi atau kombustio berat. Volume ekspander yang umttm
digunakan antara lain dekstran, plasma, dan albumin serum. Cara kerjanya adalah
dengan meningkatkan tekanan osmotik darah (Mubarok, Wahid Iqbal dan Nurul
Chayatin.2007 Hal:92-94)

3. Indikasi Pemasangan Infus


a. Pada seseorang dengan penyakit berat, pemberian obat melalui intravena
langsung masuk ke dalam jalur peredaran darah. Misalnya pada kasus infeksi
bakteri dalam peredaran darah (sepsis). Sehingga memberikan keuntungan
lebih dibandingkan memberikan obat oral. Namun sering terjadi, meskipun
pemberian antibiotika intravena hanya diindikasikan pada infeksi serius,
rumah sakit memberikan antibiotika jenis ini tanpa melihat derajat infeksi.
Antibiotika oral (dimakan biasa melalui mulut) pada kebanyakan pasien
dirawat di RS dengan infeksi bakteri, sama efektifnya dengan antibiotika
intravena, dan lebih menguntungkan dari segi kemudahan administrasi RS,
biaya perawatan, dan lamanya perawatan.
b. Obat tersebut memiliki bioavailabilitas oral (efektivitas dalam darah jika
dimasukkan melalui mulut) yang terbatas. Atau hanya tersedia dalam sediaan
intravena (sebagai obat suntik). Misalnya antibiotika golongan
aminoglikosida yang susunan kimiawinya “polications” dan sangat polar,
sehingga tidak dapat diserap melalui jalur gastrointestinal (di usus hingga
sampai masuk ke dalam darah). Maka harus dimasukkan ke dalam pembuluh
darah langsung.
c. Pasien tidak dapat minum obat karena muntah, atau memang tidak dapat
menelan obat (ada sumbatan di saluran cerna atas). Pada keadaan seperti ini,
perlu dipertimbangkan pemberian melalui jalur lain seperti rektal (anus),
sublingual (di bawah lidah), subkutan (di bawah kulit), dan intramuskular
(disuntikkan di otot).
d. Kesadaran menurun dan berisiko terjadi aspirasi (tersedak—obat masuk ke
pernapasan), sehingga pemberian melalui jalur lain dipertimbangkan.
e. Kadar puncak obat dalam darah perlu segera dicapai, sehingga diberikan
melalui injeksi bolus (suntikan langsung ke pembuluh balik/vena).
Peningkatan cepat konsentrasi obat dalam darah tercapai. Misalnya pada
orang yang mengalami hipoglikemia berat dan mengancam nyawa, pada
penderita diabetes mellitus. Alasan ini juga sering digunakan untuk
pemberian antibiotika melalui infus/suntikan, namun perlu diingat bahwa
banyak antibiotika memiliki bioavalaibilitas oral yang baik, dan mampu
mencapai kadar adekuat dalam darah untuk membunuh bakteri.
Klien yang mendapat terapi obat dalam dosis besar secara terus-menerus melalui
IV.

4. Kontraindikasi Pemasangan Infus


a. Inflamasi (bengkak, nyeri, demam) dan infeksi di lokasi pemasangan infus.
b. Daerah lengan bawah pada pasien gagal ginjal, karena lokasi ini akan
digunakan untuk pemasangan fistula arteri-vena (A-V shunt) pada tindakan
hemodialisis (cuci darah).
c. Obat-obatan yang berpotensi iritan terhadap pembuluh vena kecil yang aliran
darahnya lambat (misalnya pembuluh vena di tungkai dan kaki).
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Desain Penelitian merupakan penggambaran mengenai keseluruhan aktivitas peneliti
selama kerja penelitian, mulai dari persiapan sampai dengan pelaksanaan penelitian
(Nursalam, 2008). Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah analitik
korelasional yaitu mengkaji hubungan antar variabel dengan pendekatan Kohort
(Rumengan, 2008)

B. Kerangka Kerja
kerangka kerja adalah suatu teori yang bisa diukur dan telah dikembangkan pada ilmu
keperawatan atau disiplin ilmu yang lain. Jadi kerangka kerja akan membantu peneliti
dalam menghubungkan hasil penemuan dengan ilmu pengetahuan (Nursalam, 2003).
Populasi :
Semua pasien yang ada di
IGD RSUD Mardi Waluyo

Teknik Pengambilan Sample :


accidental Sampling
Sampel :
Pasien yang terpasang infus yang
berada diruang observasi
sebanyak 6 responden

Pengumpulan Data

Wawancara :
Lembar observasi

Pengolahan Data :
Editing, Coding, Scoring,
Tabulating

Analisa data : korelasi


spearman α = 0,05

Hasil dan pembahasan

Kesimpulan

Gambar 3.1 : Kerangka kerja Hubungan Perawatan Infus (Kompres Hangat) Dengan
Terjadinya Nyeri Pada Pasien Yang terpasang Infus di IGD RSUD
Mardi Waluyo
C. Populasi dan Sampel dan sampling
1. Populasi
Populasi merupakan keseluruhan sumber data yang diperlukan dalam suatu
penelitian (Saryono, 2009). Dalam penelitian ini yang dijadikan populasi adalah
semua pasien yang ada di RSUD Mardi Waluyo Blitar.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi yang mewakili suatu populasi (Saryono,
2009). Sampel pada penelitian ini adalah semua pasien yang berada diruang observasi
yang terpasang infus di IGD RSUD Mardi Waluyo Blitar berjumlah 6 responden.
3. Sampling
Sampling artinya cara atau metode pengambilan sampel. Sampling adalah
suatu proses dalam menyeleksi populasi untuk dapat mewakili populasi (Nursalam,
2003). Dalam penelitian ini tehnik sampling yang digunakan adalah Accidental
sampling. Tehnik pelaksanaannya dengan mengambil semua populasi yang ada pada
saat itu dimana khusus pada pasien yang berada di ruang observasi IGD RSUD Mardi
Waluyo dan terpasang infus

D. Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah suatu simbol yang diberi angka atau nilai.
Variabel penelitian merupakan kongkrit dari kerangka konsep yang telah disusun
(Rumengan, 2008).
1. Variabel independent (variabel bebas)
Variabel bebas adalah variabel penyebab yang mempengaruhi variabel
terikat (Notoadmojo, 2005). Selanjutnya dalam penelitian ini variabel independent
yang diteliti oleh peneliti adalah perawatan infus (pemberian kompres hangat) di IGD
RSUD Mardi Waluyo Blitar.
2. Variabel dependent (variabel terikat)
Variabel terikat merupankan variabel yang dipengaruhi oleh variabel
bebas (Notoadmojo, 2005). Selanjutnya dalam penelitian ini variabel dependentnya
adalah nyer pada pasien yang terpasang infus di IGD RSUD Mardi Waluyo Blitar.
E. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah bagaimana suatu variabel dalam konsep yang jelas sehingga
dapat terukur dengan unsur-unsur atau elemen-elemen yang terkadang didalamnya
(Rumengan, 2008).
Tabel 3.1 Definisi Operasional
No Variabel Definisi Parameter Alat Ukur Skala Skore
Operasional
1 Hubungan perawatan Menilai Berdasarkan  Waslap
infus (pemberian respon pasien SOP
kompres hangat) di yang perawatan  Air
IGD RSUD Mardi diberikan infus hangat
Waluyo Blitar kompres
hangat
terhadap
pemasangan
infus
2 Nyeri pada pasien Menilai
yang terpasang nyeri yang
infus di IGD dirasakan
RSUD Mardi oleh pasien
Waluyo Blitar yang
terpasang
infus

F. Pengumpulan data dan pengolahan data


1. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian menurut Arikunto (2008) adalah alat atau fasilitas yang
digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data, agar pekerjaannya lebih
mudah dan hasilnya lebih baik dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis,
sehingga mudah diolah. Instrumen yang digunakan penelitidalam penelitian ini
untuk variabel independent menggunakan lembar observasi dan untuk variabel
dependent memakai instrumen ......... Pada jenis pengumpulan ini peneliti
menggunakan data secara formal kepada subyek untuk menjawab pertanyaan
secara tertulis, yang dibagikan pada pasien yang berada di ruang observasi IGD
RSUD Mardi Waluyo Blitar dan yang terpasang infus.
2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi dalam penelitian ini adalah di IGD RSUD Mardi Waluyo Blitar yang
dilaksanakan pada tanggal .......
3. Prosedur Pengambilan atau Pengumpulan Data
Mengkaji atau meneliti kembali data yang telah dikumpulkan, apakah sudah
baik dan sudah dipersiapkan untuk proses berikutnya.
a. Pengumpulan data
Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengumpulan data adalah ;
1) Mengajukan permohonan ijin penelitian kepada ketua STIKes Surya Mitra
Husada Kediri
2) Mengajukan ijin kepada kepala ruang IGD RSUD Mardi Waluyo Blitar
3) Menetapkan responden yang akan diteliti (pasien yang terpasang infus dan
berada diruang observasi IGD RSUD Mardi Waluyo Blitar)
4) Memberikan inform consent pada saat responden datang ke IGD RSUD
Mardi Waluyo Blitar
5) Peneliti menilai proses pemberian kompres hangat kepada pasien yang
terpasang infus dengan menggunakan lembar observasi dan menilai nyeri
setelah pemberian kompres hangat
6) Pasien yang berada di IGD RSUD Mardi Waluyo Blitar dan berada di
ruang observasi yang terpasang infus
7) Melaksanakan penilaian mengenai pemberian kompres hangat terhadap
terjadinya nyeri pada pasien yang terpasang infus di IGD RSUD Mardi
Waluyo Blitar
4. Pengolahan Data
Menurut Notoatmodjo (2010), tehnik pengolahan data yang digunakan yaitu
secara manual, kemudian data diolah menggunakan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Editing
Editing adalah mengkaji dan meneliti kembali data yang akan dipakai apakah sudah
baik dan sudah dipersiapkan untuk proses berikutnya
2. Coding.
Coding adalah mengklasifikasikan jawaban dan responden dan menurut macamnya
dengan memberi kode pada masing-masing jawaban.
3. Scoring
Skoring yang dipergunakan dalam penelitian ini menggunakan hasil pengukuran
tingkat pengetahuan lansia.
4. Tabulasi
Tabulasi adalah penyusunan data dalam bentuk tabel berdasarkan hasil persentase.
5. Proses Pengolahan Data
Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tehnik analisis
asosiatif yaitu suatu tehnik analisis yang hanya bertujuan untuk mengetahui
hubungan satu variabel terhadap variabel yang lain. Guna mengetahui hubungan
perawatan infus (kompres hangat) terhadap terjadinya nyeri pada pasien yang
terpasang infus di IGD RSUD Mardi Waluyo Blitar dianalisi dengan uji statistik
korelasi spearman menggunakan program SPSS (Service Programe Software
System)

G. Etika Penelitian
Dalam penelitian sebelumnya menunjukkan permohonan ijin kepada kepala
ruang IGD RSUD Mardi Waluyo Blitar. Kemudian melakukan observasi dan tanya
jawab kepada responden yang terpasang infus yang berada di ruang observasi dengan
menekankan masalah etik meliputi :
a. Informed Consent atau lembar persetujuan pada responden guna menghindari
suatu keadaan yang tidak diinginkan maka dari itu responden dipilih yang
bersedia diteliti dan telah menandatangan lembar persetujuan.
b. Anonimity (tanpa nama)
Responden hanya memberikan kode nama depannya saja dilembar kuesioner,
karena lembar jawaban kuesioner ini bersifat rahasia.
c. Confidentiality (kerahasiaan)
Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan kerahasiaan
hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah lainnya. Semua
informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya
kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset (Hidayat, 2007).
Kerahasiaan informasi yang diberikan responden dijamin oleh peneliti.
H. Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan, antara lain :
1. Waktu dalam pemberian kompres hangat terlalu cepat karena pasien terkadang
cepat untuk pindah ruangan
2. Ada responden yang kurang kooperatif
BAB IV
HASIL PENELITIAN

Pada bab ini akan diuraikan mengenai hasil penelitian tentang “Hubungan Perawatan
Infus (Pemberian Kompres Hangat) Terhadap Terjadinya Nyeri Pada Pasien Yang Terpasang
Infus Di IGD RSUD Mardi Waluyo Blitar” yang dilakukan pada tanggal ................di IGD
RSUD Mardi Waluyo Blitar dengan menggunakan lembar observasi dan ......... yang
dibagikan kepada masing-masing responden dan kemudian diisi oleh responden.
Penyajian data dimulai dari gambaran lokasi penelitian, data umum yang meliputi
karakteristik responden, sedangkan data khusus meliputi tabulasi silang antar variabel.

A. Diskripsi Lokasi Penelitian


B. Karakteristik Responden
Karakteristik sosiodemografi Responden digambarkan dengan diagram pie, meliputi :
1. Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin.

33%
67%

Laki-laki Perempuan

Gambar 4.1 : Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin responden di


IGD RSUD Mardi Waluyo Blitar

C. Karakteristik Variabel
Pada bagian ini akan disajikan hasil penghitungan variabel yang diukur, yakni
variabel dependent (pemberian kompres hangat) dan variabel dependent (nyeri pada
pasien yang terpasang infus)
1. Distribusi frekuensi perawatan infus (pemberian kompres hangat)
Tabel 4.1 : Distribusi frekuensi Perawatan Infus (pemberian kompres hangat) di IGD
RSUD Mardi Waluyo Blitar
Keterangan Frekuensi Persen
Tidak Dilakukan 2 30%
Dilakukan 4 70%
Total 6 100%
Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa sebagian besar 4 responden (60%)
dilakukan perawatn infus
2. Distribusi frekuensi nyeri pada pasien yang terpasang infus
Distribusi frekuensi nyeri pada pasien yang terpasang infus di IGD RSUD Mardi
Waluyo Blitar.
Tabel 4.2 : Distribusi frekuensi nyeri pada pasien yang terpasang infus
Keterangan Frekuensi Persen
Terjadi nyeri 2 30%
Tidak terjadi nyeri 4 70%
Total 6 100%
Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa 6 responden (70%) menyatakan tidak
nyeri setelah diberikan kompres hangat
BAB V
PEMBAHASAN

A. Perawatan infus (Pemberian Kompres Hangat)


Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan 6 responden yakni ...%

Kompres hangat adalah suatu metode dalam penggunaan suhu hangat


setempat yang dapat menimbulkan efek fisiologis (Anugeraheni dan
Wahyuningsih, 2013)
Menurut Price (2005) dalam Fauziyah (2013) kompres hangat adalah memberikan
rasa hangat kepada pasien untuk mengurangi nyeri dengan menggunakan cairan
yang berfungsi untuk melebarkan pembuluh darah dan meningkatkan aliran darah
lokal. Tujuan dalam pemberian kompres hangat ini adalah untuk melebarkan
pembuluh darah dan memperbaiki pelebaran pembuluh darah di dalam jaringan,
pada otot, panas memiliki efek menurunkan ketegangan, meningkatkan sel darah
putih secara total dan fenomena reaksi peradangan serta adanya dilatasi pembuluh
darah yang mengakibatkan peningkatan sirkulasi darah serta peningkatan tekanan
kapiler.
Di dalam pemberian kompres hangat ini pada pasien yang terpasang infus
maka akan membantu vasodilatasi pembuluh darah dengan meningkatkan sirkulasi
darah pada pembuluh darah yang terpasang infus, karena banyak yang menyatakan
bahwa penggunaan kompres hangat dalam perawatan infus dapat menbantu proses
penyembuhan dari sakit yang ditimbulkan pada saat pemasangan infus.
Dimana air yang bersala dari kompres hangat ini akan membantu proses epitalisasi
jaringan sehingga mempercepat proses penyembuhan sakit yang ditimbulkan dari
pemasangan infus tanpa memberikan efek negatif pada pasien.
B. Nyeri pada saat pemasangan infus
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan peneliti tentang Hubungan Perawatan
Infus (Pemberian Kompres Hangat) Terhadap Terjadinya Nyeri Pada Pasien Yang
Terpasang Infus Di IGD RSUD Mardi Waluyo Blitar dapat disimpulkan beberapa hal
sebagai berikut :
1
2
3
B. Saran
1. Bagi responden
Hasil penelitian ini agar dapat digunakan sebagai bahan informasi, pertimbangan
dan evaluasi dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan pemahaman bagi
responden mengenai pemberian kompres hangat terhadap penuruanan nyeri pada
pasien yang terpasang infus.
2. Bagi rumah sakit / lahan penelitian
3. Bagi peneliti selanjutnya
Untuk menganalisa faktor-faktor yang akan terjadi jika tidak dilakukan perawatan
infus

Anda mungkin juga menyukai