Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Permasalahan yang menimpa anak-anak hingga saat ini semakin
banyak. Eksploitasi, kekerasan, perkembangan teknologi, bahaya gadget,
globalisasi, serta kurangnya lahan terbuka yang memadai sebagai sarana dan
prasarana bagi anak untuk bermain adalah masalah yang umum di jumpai di
wilayah perkotaan, seperti yang tertuang dalam pasal 22 Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 35 B Tahun 2014 yang berisi Negara, Pemerintah,
dan Pemerintah Daerah berkewajiban dan bertanggung jawab memberikan
dukungan sarana, prasarana, dan ketersediaan sumber daya manusia dalam
penyelenggaraan Perlindungan Anak, dukungan sarana dan prasarana tersebut
misalnya sekolah, lapangan bermain, lapangan olahraga, rumah ibadah, dan
lain-lain. Kebiasaan yang sering dilakukan oleh Pemerintah Kota dan pihak
swasta adalah merubah fungsi ruang terbuka hijau menjadi ruang terbangun.
Dampak dari semuanya itu adalah hilangnya fasilitas umum yang biasa
digunakan oleh warga, salah satu diantaranya adalah hilangnya fasilitas tempat
bermain anak, terlebih lagi pada permukiman padat penduduk di perkotaan
yang tidak terencana sebelumnya, atau yang sering kita sebut dengan sebutan
kampung kota.
Untuk itu program yang dilaksanakan di kota Jogja untuk mengatasi
berbagai permasalahan anak tersebut salah satunya yaitu dengan memilih
wilayah-wilayah yang mampu bertanggung jawab untuk memenuhi hak-hak
anak dalam lingkup kampung dengan sebutan Kampung Ramah Anak,
Pemerintah Kota Yogyakarta menerapkan kebijakan Kota Layak Anak melalui
Kantor Pemberdayaan Masyarakat dan Perempuan (KPMP) Kota Yogyakarta.
Pemerintah Kota Yogyakarta telah memulai inisiasi kebijakan pengembangan
Kota Layak Anak sejak 2009 dari tingkatan pratama (terendah), dan pada tahun
2011 mulai merintis kampung ramah anak dengan tujuan untuk menstimulasi
pengembangan Kota Layak Anak yang dimulai dari bawah/akar rumput
(bottom up) dan terus di masif kan hingga pada akhirnya pada tahun 2018
terbitlah Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 71 Tahun 2018 Tentang
Kampung Ramah Anak.
Kampung ramah anak di kota jogja ini cenderung berkembang cukup
pesat dilihat dari data yang dihimpun dari 3 tahun terakhir
Tahun 2016 2017 2018
Jumlah KRA 156 Desa 170 Desa 180 Desa

Hingga saat ini kampung Ramah Anak masih terus di tambah, dan pada tahun
2019 ini pemerintah kota Jogja mencanangkan penambahan 12 Kampung
ramah anak di kota jogja. Namun setelah 10 tahun berjalan, pada
implementasinya belum berjalan secara optimal,
Kampung Ramah Anak di Kota Jogja terdiri dari 180 Kampung Ramah Anak
Walaupun demikian, indikator-indikatotr Kampung Ramah Anak masih belum
secara optimal dilakukan. Pemerintah kota Jogja sendiri juga telah menetapkan
61 indikator yang dapat dibuat tolok ukur Kampung Ramah Anak yang dibagi
dalam beberapa aspek yakni: komitmen wilayah, hak sipil dan kebebasan untuk
anak, lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif, hak kesehatan dasar dan
kesejahteraan, pendidikan, hak perlindungan khusus, budaya, sarana dan
prasara.
Walaupun belum semua aspek dapat terpenuhi, namun setidaknya
untuk hak pendidikan, setiap Kampung Ramah Anak sudah dapat
memenuhinya. ada beberapa kampung ramah anak yang masih terkendala
beberapa aspek, beberapa kendala tersebut mulai dari tidak adanya pembiayaan
hingga dari partisipasi anak – anak untuk menghidupkan Kampung Ramah
Anak. hingga beberapa kampung ramah anak bisa di katakan mati suri.
Kota Yogyakarta terdiri dari 14 kecamatan. kecamatan yang mendapat
sorotan dalam penelitian ini adalah Kecamatan Gedongtengen dan tegalrejo.
realisasi pelaksanaan Kampung Ramah Anak ko hingga 2016 merupakan yang
terendah dibandingkan dengan kecamatan lainnya di Kota Yogyakarta. Dengan
kata lain, terdapat indikasi bahwa pelaksanaan kebijakan di kecamatan tersebut
belum optimal dilakukan. Sedangkan di kecamatan Tegalrejo sendiri menjadi
salah satu contoh Kampung Ramah Anak yang sudah cukup optimal
pengimplementasianya yang dapat dilihat dari prestasi dan kegiatan KRA di
kecamatan tegalrejo yang sudah cukup aktif.
Bertitik tolak dari hal tersebut maka penulis tertarik melakukan
penelitian dengan judul : “Studi Komparasi Implementasi Program Kampung
Ramah Anak sebagai pemenuhan hak Anak di kota Jogjakarta”
B. Perumusan Masalah
untuk mengetahui faktor apa yang mendasari berjalanya program program
Kampung Ramah Anak Maka rumusan masalah skripsi ini adalah :
1. Bagaimana Implementasi program Kampung Ramah Anak di KRA
Gedongtengen dan KRA Tegalrejo ?
2. Adakah Perbedaan Implementasi program Kampung Ramah Anak di KRA
Gedongtengen dan KRA Tegalrejo ?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan diadakannya penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui program apa saja yang dilaksanakan di Kampung Ramah
Anak di KRA Gedongtengen dan KRA Tegalrejo
2. Untuk mengetahui Perbedaan Implementasi program Kampung Ramah
Anak di KRA Gedongtengen dan KRA Tegalrejo
D. Manfaat Penelitian
1. manfaat teoritis
2. manfaat praktis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
1. Impelementasi Program kampung Ramah Anak: dari Kampung Hitam
Menuju Layak Anak
Menurut penelitian ……………….. anak merupakan generasi
penerus bangsa sehingga harusdilindungi dan dipenuhi haknya agar
menjadi generasi yang handal. Anak memiliki hak mendapat jaminan
kehidupan yang laya, kesempatan tumbuh dan berkembang baik secara
fisik, mental spiritual, mendapat perlindungan dari orangtua, keluarga,
masyarakat, pemerintah. Anak juga memerlukan lingkungan yang baik
dan sehat agar dapat tumbuh menjadi generasi unggul.
Anak Indonesia dikatakan hidup dilingkungan yang tidak
kondusif dan tidak aman. Anak seing mengalami perlakuan buruk dari
orang dewasa di sekelilingnya, seperti tindakan kekerasan, bullying,
trafficking, pelecehan seksual, penganiayaan, dan diskriminatif. Data
Komisi NAsional Perlindungan Anak mennunjukan prevalensi kasusu
kekerasan terhadap anak dari tahun ke tahun mengalami peningkatan.
Dilihat dari perkembangan kasus ak menunjukan pada tahun 2010
terjadi 2.046 kasus, 42% diantaranya kejahatan seksual. Tahun 2011
meningkat menjadi 2.509 kasus, 58% kejahatan seksual. Tahun 2012
terjadi 2.637 kasus, 62% merupakan kejahatan seksual, dan tahun 2013
meningkat tajam sebanyak 1.127 kasus, 787 kasus adalah kejahatan
seksual dan 137 kasus korban asmara on line. Penelusuran lebih lanjut
diketahui 82% korban berasal dari keluarga menengah ke bawah dan
26% pelaku dari kalangan terdidik (Leni, 2014).
Perkembangan anak tidak terlepas dari pembinaan dan pengaruh
lingkungan social. Keluarga adala lingkungan osial pertama dan
merupakan tempat di aman anak mengembangkan diri. Perkembangan
anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan yang mebentuk. Keluarga
adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami, istri, dan
anak, ataupun ayah dan anak atau ibu dan anak atau keluarga sedarah
dalam garis lurus keatas atau pun ke bawah sampai derajat ketiga.
Keluarga, khususnya orangtua adalah lingkungan utama dan pertama
memiliki peran penting dalam tumbuh kebang anak. Keluarga disebut
sebagai socialization agent, seagai tempat pertama anak melakukan
hubungan social (Andayani dan Koentjoro 2014) setiap anggota
keluarga mempunyai peran masing masing; ayah sebagai kepala
keluarga berperan melindungi istri dan anak, sekaligus berperan sebagai
pengambil keputusan. Ibu sebagai istri berperan melindungi dan
mendidik anak dengan penuh kasih saying. Anak wajib berbakti kepada
orangtua, hormat, dan menjalankan petunjuk serta perintah orangtua.
Anak yang dibesarkan dalam lingkungan Keluarga harmonis dan
memiliki kemampuan and baik secara ekonomi, sosial, dan psikis akan
tumbuh berkembang secara layak dan terpenuhi kebutuhan sesuai
haknya. perhatian kasih sayang, sensitifitas, dan responsivitas orang
tua sangat berperan dalam tumbuh kembang anak. orang tua memiliki
kepekaan terhadap kebutuhan anak, terkadang anak berperilaku tertentu
untuk menarik perhatian orang tua. peran lingkungan adalah
mengoptimalkan dimensi perkembangan mencakup pertama aspek
biologis yaitu perkembangan fisik dan motorik, kedua kognitif meliputi
bahasa, berpikir, daya nalar, dan daya ingat serta ketiga Psychosocial
terdiri atas kemandirian, bersikap, berperilaku, kesadaran diri, harga
diri, dan percaya diri. anak belajar Bagaimana mencintai orang lain,
Kalau merasa dicintai orang tuanya ( Mayke S. Tedjasaputra, 2013)
Pemerintah kabupaten atau kota dan masyarakat bersama orang
tua berperan penting menciptakan lingkungan yang ramah guna
merangsang potensi anak agar dapat berkembang secara optimal.
lingkungan yang baik dan sehat untuk anak harus diciptakan sehingga
mendorong Pemerintah kabupaten atau kota Menyusun kebijakan yang
berpihak pada kepentingan terbaik bagi anak. Apabila di sekitar anak
tidak ada tempat atau sarana untuk bermain maka hak anak menjadi
tidak terpenuhi. Kebijakan kota ramah anak dikeluarkan oleh UNICEF
dan diterjemahkan ke dalam konteks Nasional oleh Kementerian
pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak (KPPA). kota ramah
anak adalah kota yang menjamin hak anak sebagai warga kota, mampu
melindungi anak, dan hak anak dalam proses pembangunan
berkelanjutan, serta mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi. menciptakan lingkungan kondusif memungkinkan anak
dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal
(Peraturan Menteri pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak,
2011)
Kota layak anak (KLA) dikembangkan Kementerian PPPA
sesuai program kesejahteraan sosial anak (PKSA) di Kementerian
Sosial dalam rangka mewujudkan anak Indonesia yang sejahtera yaitu
terpenuhinya hak anak agar dapat hidup, tumbuh kembang, dan
berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan, serta mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi. Kementerian Sosial mengembangkan PKSA untuk
mewujudkan Kesejahteraan Sosial anak berbasis pemenuhan hak anak.
sebagai perwujudan upaya mendorong perubahan paradigma dalam
pengasuhan, dukungan, an-nur lindungan anak yang bertumpu pada
keluarga dan strategi yang terintegrasi serta keberagaman jenis
pemenuhan kebutuhan penerimaan manfaat. PKSA merupakan respon
sistemik terhadap permasalahan Perlindungan Anak termasuk memberi
penekanan pada upaya pencegahan. program diharapkan dapat
memberikan dampak lebih berkesinambungan terhadap upaya
melindungi proses tumbuh kembang anak menuju kematangan, Sebagai
respon perlindungan khusus terhadap anak. PKSA juga memberi
perhatian penguatan terhadap kemampuan keluarga dan masyarakat
yang menjadi konteks terpenting kehidupan, perlindungan, dan
pembangunan pribadi anak ( Direktorat Kesejahteraan Sosial Anak,
2011)
Kedua program dimaksud mempunyai kesamaan yaitu sama-
sama mengupayakan terpenuhinya hak anak sehingga anak dapat
terhindar dari keterlantaran, perlakuan salah, tindak kekerasan, dan
diskriminatif. pencapaian kedua program dimaksud bertujuan agar anak
sejahtera. pemerintah kota Yogyakarta berkomitmen dalam
perlindungan dan pemenuhan hak anak yang tertuang dalam misi
pembangunan kota , yakni mewujudkan kota Yogyakarta sehat.
memperkuat masyarakat yang toleran, inklusif, bermoral, beretika,
beradab, dan berbudaya. memperkuat kota Yogyakarta sebagai Kota
pendidikan yang berkualitas, berkarakter dan inklusif, nyaman dan
ramah lingkungan serta aman, tertib, bersatu dan damai ( pemerintah
kota Yogyakarta, 2013).
kebijakan KLA di Yogyakarta dilaksanakan sejak tahun 2009 di
Badran Kelurahan bumijo sebagai uji coba. Pelaksanaan KLA di
Yogyakarta mendapat anugerah kategori pratama dan kategori madya
pada tahun 2012 dari kementrian Pemberdayaan Perempuan dan
lindungan Anak. Dlam perkembangannya, pemerintah kota Yogyakarta
melalui kantor Pemberdayaan Masyarakat dan Perempuan (KPMP)
bekerjasama dengan gugus Tugas KLA aktif melakukan pendampingan,
pengembangan kampung Ramah Anak (KRA) disetiap kelurahan,
diantaranya kelurahan Petangpuluhan, Brontokusuman dan
Purwokinanti. Pada tahun 2013, dari hasil evaluasi dan monitoring
pelaksanaan KRA berhasil meraih predikat utama, selanjutnya
ditetapkan menjadi salah satu rintisan dari 46 wilayah yang tersebar di
45 keluarahan di YAogyakarta.
Kampung Ramah Anak merupakan perwujudan kebijakan KLA
ditingkat keluarahan sehingga dalam prakteknya di masyarakat lebih
terkenal dengan sebutan kampung ramah anak (KRA). KRA adalah
pembangunan kelurahan yang menyatukan komutmen dan sumberdaya
pemerintah kelurahan dengan melibatkan masyarakat, dunia usaha
dalam rangka mempromosikan, melindungi, memenuhi dan menghargai
hak-hak anak yang direncanakan secara sadar dan berkelanjutan
(Peraturan MenegPPPA No.14 Tahun 2010). Badran merupakan daerah
ujicoba pelaksanaan KLA di Yogyakarta dan dianggap berhasil
sehingga mendorong dilakukan penelitian ini.
2. Pengembangan Perlindungan Sosial Kampung Ramah Anak di
Kota Yogyakarta
Dengan menggunakan indeks pembangunan Manusia (IPM),
yaitu kombinasi dari indicator seperti kesehatan, kekayaan dan
pendidikan, peringkat Indonesia tahun 2014 tidak berubah pada posisi
108 dari 187 dari tahun sebelumnya. Dengan penegcualian dari
Singapura (9), Brunei (30), Malaysia (62) dan Thailand (89), Negara-
negara anggota ASEAN lainnya menempati peringkat lebih rendah
dengan Myanmar (150), Laos ((139), Kamboja (136), Vietnam (121)
dan Filipina (117). (Gengaje & Rmadhani, 2014). Artinya bahwa di
Indonesia termasuk ASEAN masih memiliki sejumlah persoalan yang
menyangkut pada hak-hak anak, hingga perlindungan social yang
bermasalah. KPAI dalam la[orannya menjelaskan bahwa eksploitasi
buruh anak dibidang industry dan pariwisata, trafficking, kekerasan,
hingga penyalahgunaan anak-anak selama masa kampanye pilkada
masih menggejala di masyarakat (Setyawan, 2018).
Berdasarkan data yang diolah dari bagian kependudukan Pemda
DIY pada semester 2 tahun 2016, di kota Yogyakarta terdapat anak usia
sekolah (SD-SLTA) sebanyak 115.967 yang tersebar di 14 kecamatan.
Selain masih dikategorikan sebagai wilayah yang memiliki
perkampungan kumuh, penduduk berpenghasilan rendah, tingkat
pemukiman yang padat penduduk juga jumlah anak usia 0 – 18 tahun
yang relative lebih banyak, kecamatan Tegalrejo memperoleh perhatian
khusus layanan perlindungan social bagi anak-anak melalui KRA.
Program kRA yang dikembangkan dengan menjadikan
kampung memiliki arah agar wilayah memiliki komitmen dalam
menjamin hak anak untuk hidup, tumbuh, berkembang melalui informal
leraning process dan partisipasi dlaam masyarakat. Beberapa aspek
yang dikembangkan sebagai kampung ramah anak antara lain komitmen
wilayah, hak sipil dan kebebasan untuk anak, lingkungan, keluarga dan
pengasuhan alternative, hak kesehatan dasar, pendidikan, kesejahteraan,
hak perlindungan khusus, budaya serta sarana dan prasarana (widiyanto,
2015).
Kebijakan Kota Layak Anak (KLA) yang ditetapkan melalui
Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan No.2 tahun 2009
membantu kecamatan atau kelurahan di kota Yogyakarta menciptakan
suasana ramh lingkungan bagi anak-anak ketika bersama orang tua,
teman sebaya di dalam rumah dan diluar rumah. Kampung ramah anak
lebih dimaknai sebagai program dengan sejumlah kagiatan yang
mengembangkan sumber daya manusia dari aspek nilai, keterampilan
dan pembiasaan posistif seperti menghargai kebersamaan dan
perbedaan, mengembangkan keteramp[ilan berkomunikasi, serta olah
seni sebagai bentuk pengembangan aspek humanioranya.
Sementara itu dari sisi kelembagaan, kampung ramah anaka
dimanfaatkan sebagai program yang mengembangkan aspek komitmen
wilayah, hak sipil dan kebebasan untuk anak, lingkungan, keluarga dan
pengasuh alternative, hak kesehatan dasar dan kesejahteraan,
pendidikan, hak perlindungan khusus, budaya serta sarana dan
prasarana. Setiap aspek dikembangkan melalui program KRA untuk
pemenuhan hak anak akan hidup, tumbuh krmbang, perlinfungan dan
partisipasi.
Sebagaimana yang dikenbangkan Kelurahan Tegalrejo aspek-
aspek tersebut diawali dengan melakukan sosialisasi program kepada
masyarakat untuk ditindaklanjuti oleh organisasi KRA yang dibentuk
pemerintah desa secara terstruktur. Program KRA yang terbagi ke
dlaam tiga kluster seperti pendidikan, lingkungan keluarga serta
pengasuhan alternative.
Untuk pelaksanaanya struktur kepengurusan

B. Kerangka Teori
C. Kerangka Konseptual

Anda mungkin juga menyukai