Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Osteoartritis
1. Definisi
Osteoartritis (OA) merupakan penyakit degenerasi pada sendi
yang melibatkan kartilago, lapisan sendi, ligamen, dan tulang
sehingga menyebabkan nyeri dan kekakuan pada sendi (CDC, 2014).
Dalam Perhimpunan Reumatologi Indonesia Osteoartritis secara
sederhana didefinisikan sebagai suatu penyakit sendi degeneratif
yang terjadi karena proses inflamasi kronis pada sendi dan tulang
yang ada disekitar sendi tersebut (Hamijoyo, 2007). Sjamsuhidajat,
dkk (2011) mendefinisikan OA sebagai kelainan sendi kronik yang
disebabkan karena ketidakseimbangan sintesis dan degradasi pada
sendi, matriks ekstraseluler, kondrosit serta tulang subkondral pada
usia tua (Sjamsuhidajat et.al, 2011).
2. Etiologi
Berdasarkan etiopatogenesisnya OA dibagi menjadi dua,
yaitu OA primer dan OA sekunder. OA primer disebut juga OA
idiopatik yang mana penyebabnya tidak diketahui dan tidak ada
hubunganya dengan penyakit sistemik, inflamasi ataupun perubahan
lokal pada sendi, sedangkan OA sekunder merupakan OA yang
ditengarai oleh faktor-faktor seperti penggunaan sendi yang
berlebihan dalam aktifitas kerja, olahraga berat, adanya cedera
sebelumnya, penyakit sistemik, inflamasi. OA primer lebih banyak
ditemukan daripada OA sekunder (Davey, 2006).
3. Epidemiologi
Osteoartritis merupakan penyebab ketidakmampuan pada
orang Amerika dewasa. Prevalensi osteoartritis di Eropa dan
America lebih besar dari pada prevalensi di negara lainnya. The
National Arthritis Data Workgroup (NADW) memperkirakan

8
9

penderita osteoartritis di Amerika pada tahun 2005 sebanyak 27 juta


yang terjadi pada usia 18 tahun keatas. Data tahun 2007 hingga 2009
prevalensi naik sekitar 1 dari 5 atau 50 juta jiwa yang didiagnosis
dokter menderita osteoartritis (Murphy dan Helmick, 2012). Estimasi
insiden osteoartritis di Australia lebih besar pada wanita
dibandingkan pada laki-laki dari semua kelompok usia yaitu 2,95
tiap 1000 populasi dibanding 1,71 tiap 1000 populasi (Woolf dan
Pfleger, 2003). Di Asia, China dan India menduduki peringkat 2
teratas sebagai negara dengan epidemiologi osteoartritis tertinggi
yaitu berturut-turut 5.650 dan 8.145 jiwa yang menderita osteoartritis
lutut (Fransen et. al, 2011). Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
tahun 2013 hasil dari wawancara pada usia ≥ 15 tahun rata-rata
prevalensi penyakit sendi/rematik sebesar 24,7%. Provinsi Nusa
Tenggara Timur (NTT) merupakan provinsi dengan prevalensi OA
tertinggi yaitu sekitar 33,1% dan provinsi dangan prevalensi terendah
adalah Riau yaitu sekitar 9% sedangkan di Jawa Timur angka
prevalensinya cukup tinggi yaitu sekitar 27% (Riskesdas, 2013).
Sekitar 32,99% lansia di Indonesia mengeluhkan penyakit
degeneratif seperti asam urat, rematik/radang sendi, darah tinggi,
darah rendah, dan diabetes (Pusat Data dan Informasi Kementerian
Kesehatan RI, 2013). 56, 7% pasien di poliklinik rheumatologi
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta didiagnosis menderita
osteoartritis (Soenarto, 2010). Gejala OA lutut lebih tinggi terjadi
pada wanita dibanding pada laki-laki yaitu 13% pada wanita dan
10% pada laki-laki. Murphy, et.al mengestimasikan risiko
perkembangan OA lutut sekitar 40% pada laki-laki dan 47% pada
wanita. Oliveria melaporkan rata-rata insiden OA panggul, lutut dan
tangan sekitar 88, 240, 100/100.000 disetiap tahunnya. Insiden
tersebut akan meningkat pada usia 50 tahun keatas dan menurun
pada usia 70 tahun (Zhang dan Jordan, 2010). Studi kohort di
Framingham, 6,8% orang berusia 26 tahun ke atas memiliki gejala
10

osteoartritis pada tangan dengan rata-rata laki-laki 3,8% dan wanita


9,2%. NADW memperkirakan 13 juta populasi di Amerika yang
berusia 26 tahun keatas memiliki gejala OA pada tangan, OA pada
lutut diperkirakan sebanyak 9,3 juta (4,9%) dan OA pada panggul
sebanyak 6,7%. Johnston Country Osteoarthritis (JoCo OA) Project,
sebuah studi tentang OA pada lutut dan panggul 43,3% pasien
mengeluhkan rasa nyeri dan kekakuan pada sendi. Hal ini
disebabkan penebalan pada kapsul sendi dan perubahan bentuk pada
osteofit (Murphy dan Helmick, 2012).
4. Patogenesis
OA terjadi karena degradasi pada rawan sendi, remodelling
tulang, dan inflamasi. Terdapat 4 fase penting dalam proses
pembentukan osteoartritis yaitu fase inisiasi, fase inflamasi, nyeri,
fase degradasi.
- Fase inisiasi : Ketika terjadi degradasi pada rawan sendi, rawan
sendi berupaya melakukan perbaikan sendiri dimana khondrosit
mengalami replikasi dan memproduksi matriks baru. Fase ini
dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan suatu polipeptida yang
mengontrol proliferasi sel dan membantu komunikasi antar sel,
faktor tersebut seperti Insulin-like growth factor (IGF-1), growth
hormon, transforming growth factor b (TGF-b) dan coloni
stimulating factors (CSFs). Faktor-faktor ini menginduksi
khondrosit untuk mensintesis asam deoksiribo nukleat (DNA) dan
protein seperti kolagen dan proteoglikan. IGF-1 memegang peran
penting dalam perbaikan rawan sendi.
- Fase inflamasi : Pada fase inflamasi sel menjadi kurang sensitif
terhadap IGF-1 sehingga meningkatnya pro-inflamasi sitokin dan
jumlah leukosit yang mempengaruhi sendi. IL-1(Inter Leukin-1)
dan tumor nekrosis faktor-α (TNF-α) mengaktifasi enzim degradasi
seperti collagenase dan gelatinase untuk membuat produk
inflamasi pada osteoartritis. Produk inflamasi memiliki dampak
11

negatif pada jaringan sendi, khususnya pada kartilago sendi, dan


menghasilkan kerusakan pada sendi.
- Fase nyeri: Pada fase ini terjadi proses peningkatan aktivitas
fibrinogenik dan penurunan aktivitas fibrinolitik. Proses ini
menyebabkan penumpukan trombus dan komplek lipid pada
pembuluh darah subkondral sehingga menyebabkan terjadinya
iskemik dan nekrosis jaringan. Hal ini mengakibatkan lepasnya
mediator kimia seperti prostaglandin dan interleukin yang dapat
menghantarkan rasa nyeri. Rasa nyeri juga berupa akibat lepasnya
mediator kimia seperti kinin yang dapat menyebabkan peregangan
tendo, ligamen serta spasme otot-otot. Nyeri juga diakibatkan oleh
adanya osteofit yang menekan periosteum dan radiks saraf yang
berasal dari medulla spinalis serta kenaikan tekanan vena
intramedular akibat stasis vena pada pada proses remodelling
trabekula dan subkondrial.
- Fase degradasi : IL-1 mempunyai efek multipel pada sel cairan
sendi yaitu meningkatkan sintesis enzim yang mendegradasi rawan
sendi. Peran makrofag didalam cairan sendi juga bermanfaat, yaitu
apabila terjadi jejas mekanis, material asing hasil nekrosis jaringan
atau CSFs akan memproduksi sitokin aktifator plasminogen (PA).
Sitokin ini akan merangsang khondrosit untuk memproduksi CSFs.
Sitokin ini juga mempercepat resorpsi matriks rawan sendi.
Faktor pertumbuhan dan sitokin membawa pengaruh yang
berlawanan selama perkembangan OA. Sitokin cenderung
merangsang degradasi komponen matriks rawan sendi sedangkan
faktor pertumbuhan merangsang sintesis (Sudoyo et. al, 2007).
5. Manifestasi Klinis
OA dapat mengenai sendi-sendi besar maupun kecil.
Distribusi OA dapat mengenai sendi leher, bahu, tangan, kaki,
pinggul, lutut.
12

- Nyeri : Nyeri pada sendi berasal dari inflamasi pada sinovium,


tekanan pada sumsum tulang, fraktur daerah subkondral,
tekanan saraf akibat osteofit, distensi, instabilnya kapsul sendi,
serta spasme pada otot atau ligamen. Nyeri terjadi ketika
melakukan aktifitas berat. Pada tahap yang lebih parah hanya
dengan aktifitas minimal sudah dapat membuat perasaan sakit,
hal ini bisa berkurang dengan istirahat.
- Kekakuan sendi : kekakuan pada sendi sering dikeluhkan ketika
pagi hari ketika setelah duduk yang terlalu lama atau setelah
bangun pagi.
- Krepitasi : sensasi suara gemeratak yang sering ditemukan pada
tulang sendi rawan.
- Pembengkakan pada tulang biasa ditemukan terutama pada
tangan sebagai nodus Heberden (karena adanya keterlibatan
sendi Distal Interphalangeal (DIP)) atau nodus Bouchard
(karena adanya keterlibatan sendi Proximal Phalangeal (PIP)).
Pembengkakan pada tulang dapat menyebabkan penurunan
kemampuan pergerakan sendi yang progresif.
- Deformitas sendi : pasien seringkali menunjukkan sendinya
perlahan-lahan mengalami pembesaran, biasanya terjadi pada
sendi tangan atau lutut (Davey, 2006).
6. Pemeriksaan Penunjang
Untuk menentukan diagnostik OA selain melalui pemeriksaan
fisik juga diperlukan pemeriksaan penunjang seperti radiologis dan
pemeriksaan laboratorium. Foto polos dapat digunakan untuk
membantu penegakan diagnosis OA walaupun sensivitasnya rendah
terutama pada OA tahap awal. USG juga menjadi pilihan untuk
menegakkan diagnosis OA karena selain murah, mudah diakses serta
lebih aman dibanding sinar-X, CT-scan atau MRI (Amoako dan
Pujalte, 2014).
13

- Radiologi
Setiap sendi yang menyangga berat badan dapat terkena
osteoartritis, seperti panggul, lutut, selain itu bahu, tangan,
pergelangan tangan, dan tulang belakang juga sering terkena.
Gambaran radiologi OA sebagai berikut:
Pembentukan osteofit: pertumbuhan tulang baru (semacam taji)
yang terbentuk di tepi sendi.
Penyempitan rongga sendi : hilangnya kartilago akan
menyebabkan penyempitan rongga sendi yang tidak sama.
Badan yang longgar : badan yang longgar terjadi akibat
terpisahnya kartilago dengan osteofit.
Kista subkondral dan sklerosis: peningkatan densitas tulang di
sekitar sendi yang terkena dengan pembentukan kista
degeneratif
Bagian yang sering terkena OA
Lutut :
 Sering terjadi hilangnya kompartemen femorotibial
pada rongga sendi.
 Kompartemen bagian medial merupakan penyangga
tubuh yang utama, tekanannya lebih besar sehingga
hampir selalu menunjukkan penyempitan paling dini.
Tulang belakang :
 Terjadi penyempitan rongga diskus.
 Pembentukan tulang baru (spuring/pembentukan taji)
antara vertebra yang berdekatan sehingga dapat
menyebabkan keterlibatan pada akar syaraf atau
kompresi medula spinalis.
 Sklerosis dan osteofit pada sendi-sendi apofiseal
invertebrata.
14

Panggul :
 Penyempitan pada sendi disebabkan karena menyangga
berat badan yang terlalu berat, sehingga disertai
pembentukan osteofit femoral dan asetabular.
 Sklerosis dan pembentukan kista subkondral.
 Penggantian total sendi panggul menunjukkan OA
panggul yang sudah berat.
Tangan :
 Biasanya mengenai bagian basal metakarpal pertama.
 Sendi-sendi interfalang proksimal ( nodus Bouchard ).
 Sendi-sendi interfalang distal ( nodus Heberden )
(Patel, 2007).
7. Klasifikasi
Menurut Kellgren dan Lawrence osteoartritis dalam
pemeriksaan radiologis diklasifikasikan sebagai berikut:
Grade 0: Normal, Tidak tampak adanya tanda-tanda OA pada
radiologis.
Grade 1: Ragu-ragu, tanpa osteofit.
Grade 2: Ringan, osteofit yang pasti, tidak terdapat ruang antar
sendi.
Grade 3: Sedang, osteofit sedang, terdapat ruang antar sendi
yang cukup besar.
Grade 4: Berat atau parah, osteofit besar, terdapat ruang antar
sendi yang lebar dengan sklerosis pada tulang subkondral.
15

Tabel 1. Klasifikasi osteoartritis menurut Kellgren dan Flawrence (dalam


Petersson, et. al, 2014)
Klasifikasi osteoartritis berdasarkan pemeriksaan radiologis menurut
Kellgren dan Flawrence

Tingkatan 0 1 2 3 4
Radiografi

Klasifikasi Normal Ragu- Ringan Sedang Berat


ragu

Deskripsi Tanpa Tanpa Osteofit Osteofit Osteofit


osteofit osteofit yang yang yang
pasti, sedang, besar,
tetapi dan ruang
tidak terdapat antar sendi
terdapat ruang yang lebar,
ruang antar dengan
antar sendi sklerosis
sendi yang pada
cukup tulang
besar subkondral

American College of Rheumatology (1987) mendeskripsikan kesehatan


seseorang berdasarkan derajat keparahan. Antara lain sebagai berikut:
Derajat 0 : Tidak merasakan tanda dan gejala.
Derajat 1 : Terbentuk taji kecil, nyeri dirasakan ketika beraktifitas
cukup berat, tetapi masih bisa dilokalisir dengan cara
mengistirahatkan sendi yang terkena osteoartritis.
Derajat 2 : Osteofit yang pasti, mungkin terdapat celah antar sendi,
nyeri hampir selalu dirasakan, kaku sendi pada pagi hari, krepitus,
membutuhkan bantuan dalam menaiki tangga, tidak mampu berjalan
16

jauh, memerlukan tenaga asisten dalam menyelesaikan pekerjaan


rumah.
Derajat 3-4 : Osteofit sedang-berat, terdapat celah antar sendi,
kemungkinan terjadi perubahan anatomis tulang, nyeri disetiap hari,
kaku sendi pada pagi hari, krepitus pada gerakan aktif sendi,
ketidakmampuan yang signifikan dalam beraktivitas (Woolf dan
Pfleger, 2003).
8. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan pada OA untuk mengurangi tanda dan
gejala OA, meningkatkan kualitas hidup, meningkatkan kebebasan
dalam pergerakan sendi, serta memperlambat progresi osteoartritis.
Spektrum terapi yang diberikan meliputi fisioterapi, pertolongan
ortopedi, farmakoterapi, pembedahan, rehabilitasi.
a. Terapi konservatif
Terapi konservatif yang bisa dilakukan meliputi edukasi kepada
pasien, pengaturan gaya hidup, apabila pasien termasuk
obesitas harus mengurangi berat badan, jika memungkinkan
tetap berolah raga (pilihan olah raga yang ringan seperti
bersepeda, berenang).
b. Fisioterapi
Fisioterapi untuk pasien OA termasuk traksi, stretching,
akupuntur, transverse friction (tehnik pemijatan khusus untuk
penderita OA), latihan stimulasi otot, elektroterapi.
c. Pertolongan ortopedi
Pertolongan ortopedi kadang-kadang penting dilakukan seperti
sepatu yang bagian dalam dan luar didesain khusus pasien OA,
ortosis juga digunakan untuk mengurangi nyeri dan
meningkatkan fungsi sendi (Michael et. al, 2010).
d. Farmakoterapi
- Analgesik / anti-inflammatory agents.
17

COX-2 memiliki efek anti inflamasi spesifik. Keamanan dan


kemanjuran dari obat anti inflamasi harus selalu dievaluasi agar
tidak menyebabkan toksisitas.
Contoh: Ibuprofen : untuk efek antiinflamasi dibutuhkan dosis
1200-2400mg sehari.
Naproksen : dosis untuk terapi penyakit sendi adalah 2x250-
375mg sehari. Bila perlu diberikan 2x500mg sehari.
- Glucocorticoids
Injeksi glukokortikoid intra artikular dapat menghilangkan
efusi sendi akibat inflamasi.
Contoh: Injeksi triamsinolon asetonid 40mg/ml suspensi
hexacetonide 10 mg atau 40 mg.
- Asam hialuronat
- Kondroitin sulfat
- Injeksi steroid seharusnya digunakan pada pasien dengan
diabetes yang telah hiperglikemia.
Setelah injeksi kortikosteroid dibandingkan dengan plasebo,
asam hialuronat, lavage (pencucian sendi), injeksi
kortikosteroid dipercaya secara signifikan dapat menurunkan
nyeri sekitar 2-3 minggu setelah penyuntikan (Nafrialdi dan
Setawati, 2007).
e. Pembedahan
- Artroskopi merupakan prosedur minimal operasi dan
menyebabkan rata infeksi yang rendah (dibawah 0,1%). Pasien
dimasukkan ke dalam kelompok 1 debridemen artroskopi,
kelompok 2 lavage artroskopi, kelompok 3 merupakan
kelompok plasebo hanya dengan incisi kulit. Setelah 24 bulan
melakukan prosedur tersebut didapatkan hasil yang signifikan
pada kelompok 3 dari pada kelompok 1 dan 2.
18

- Khondroplasti : menghilangkan fragmen kartilago. Prosedur ini


digunakan untuk mengurangi gejala osteofit pada kerusakan
meniskus.
- Autologous chondrocyte transplatation (ACT)
- Autologous osteochondral transplantation (OCT)
(Michael et. al, 2010).

9. Faktor Risiko
- Perbedaan ras
Perbedaan ras menunjukkan distribusi sendi OA yang terkena,
misalnya rata-rata wanita dengan Ras Afrika-Amerika terkena
OA lutut lebih tinggi daripada wanita ber ras Kaukasia. Ras
Afrika hitam, China, dan Asia-Hindia menunjukkan prevalensi
OA panggul dari pada ras Eropa-Kaukasia.
- Usia
Gejala dan tanda pada radiologi OA lutut sangat banyak
dideteksi sebelum usia 40 tahun. Bertambahnya usia, insiden
OA juga semakin meningkat. Insiden meningkat tajam pada usia
sekitar 55 tahun.
- Faktor genetik
Faktor genetik merupakann faktor penting. Anak perempuan
dengan ibu yang memiliki OA berisiko lebih tinggi dari pada
anak laki-laki karena OA diwariskan diwariskan kepada anak
perempuan secara dominan sedangkan pada laki-laki diwariskan
secara resesif. Selain itu genetik menyumbang terjadinya OA
pada tangan sebanyak 65%, OA panggul sebanyak 50%, OA
lutut sebanyak 45%, dan 70% OA pada cervical dan spina
lumbar.
- Obesitas
Obesitas merupakan faktor penting terkait perkembangan OA
pada lutut tetapi hubungan ini lebih kuat pada wanita. Risiko
19

terjadinya OA dua kali lebih besar pada orang dengan berat


badan berlebih dari pada kelompok orang dengan berat badan
normal. Selain itu dilihat dari perubahan radiologis, obesitas
merupakan prediktor ketidakmampuan yang progresif. Tetapi
hubungan ini tidak jelas pada OA panggul dan OA tangan.
- Riwayat bedah lutut atau trauma
Trauma pada sendi merupakan faktor risiko berkembangnya
penyakit OA. Hal ini dikarenakan kemungkinan adanya
kerusakan pada mayor ligamen, tulang pada sekitar sendi
tersebut. Trauma merupakan faktor risiko pada OA lutut karena
kerusakannya bisa menyebabkan perubahan pada meniskus,
atau ketidakseimbangan pada anterior ligamen krusial dan
ligamen kolateral.
- Aktivitas berat yang berlangsung lama
Penggunaan sendi dalam aktivitas berat yang berlangsung lama
menjadi faktor risiko berkembangnya penyakit OA. Pekerjaan
seperti kuli angkut barang, memanjat menyebabkan
peningkatan OA lutut, hal ini biasanya terjadi pada laki-laki.
Selain itu kebiasaan yang membungkuk terlalu lama seperti
petani, atau tukang cuci meningkatkan risiko terjadinya OA
panggul. Altet olahraga wanita ataupun lelaki menunjukkan
faktor risiko besar terjadinya OA lutut dan panggul (Sambrook
et. al, 2005).

B. Nyeri
1. Definisi
Rasa nyeri merupakan rasa yang sering dikeluhkan oleh pasien
osteoartritis kepada dokter pada awal mula datang ke pelayanan
kesehatan atau Rumah Sakit. Rasa nyeri merupakan kunci penting
yang menunjukkan arah pasien tersebut sedang mengalami
ketidakmampuan. International Association for the Study of Pain
20

(IASP) mendefinisikan nyeri sebagai pengalaman sensori dan


emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan
yang aktual dan potensial (Melzack, 2009). Nyeri merupakan
ungkapan suatu proses patologik dalam tubuh kita. Nyeri dapat
diungkapkan sebagai rasa kemeng, ngilu, linu, sengal ataupun pegal.
Nyeri yang bersumber pada visera bersifat difus, biasanya berasal dari
otot skelet sehingga sering dinyatakan sebagai rasa pegal, nyeri
osteogenik sering dinyatakan sebagai kemeng, linu, atau ngilu,
sedangkan nyeri yang bersumber dari saraf perifer bersifat tajam dan
menjalar (Mardjono dan Sidharta, 2009). Seseorang dengan nyeri OA
akan terjadi disfungsi sendi dan otot sehingga akan mengalami
keterbatasan gerak, penurunan kekuatan dan keseimbangan otot.
Sekitar 18% mengalami kesulitan dan keterbatasan dalam beraktifitas,
kehilangan fungsi kapasitas kerja dan penurunan kualitas hidup (Reis
et al, 2014).
2. Klasifikasi Nyeri
- Nyeri neuromuskuloskeletal non-neurogenik
Nyeri yang dirasakan pada anggota gerak akibat proses patologik
pada jaringan yang dilengkapi dengan serabut nyeri. Misalnya
altralgia yaitu nyeri yang disebabkan karena proses patologik pada
persendian, mialgia merupakan nyeri yang disebabkan proses
patologis pada otot, dan entesialgia merupakan proses patologik
yang terjadi akibat proses patologik di tendon, fasia, jaringan
miofasial dan periosteum). Proses patologis tersebut bisa
disebabkan karena adanya bakteri, proses imunologis, non-infeksi
atau perdarahan sehingga menyebabkan inflamasi pada daerah
tersebut. Nyeri bisa diungkapkan dengan ketika dengan penekanan
atau ketika anggota tubuh tersebut digerakkan secara pasif atau
aktif.
21

- Nyeri neuromuskuloskeletal neurogenik


Nyeri yang diakibatkan iritasi langsung pada serabut saraf sensorik
perifer. Ciri khas dari nyeri neurogenik adalah nyeri menjalar
sepanjang kawasan distal saraf yang bersangkutan dan penjalaran
nyeri berpangkal pada saraf yang terkena. Serabut syaraf sensorik
perifer menyusun rasiks posterior, saraf spinal, pleksus, fasikel dan
segenap saraf perifer.
- Nyeri radikuler
Nyeri yang berasal dari radiks posterior. Radiks anterior dan
posterior yang bergabung menjadi satu berkas di foramen
intervertebra, berkas ini dinamakan saraf spinal. Segala bentuk
yang merangsang serabut saraf sensorik dan foramen intervertebra
dapat menimbulkan nyeri radikuler, yaitu nyeri yang terasa pada
tulang belakang tertentu dan menjalar sepanjang kawasan radiks
yang bersangkutan. Misalnya pada herpes zooster dirasakan nyeri
radikular di T5, nyeri radikular pada hernia nukleus pulposus
(HNP). Selain itu nyeri radikular yang menjalar sepanjang lengan
sering disebut dengan brakialgia, serta nyeri yang terasa menjalar
sepanjang tungkai dinamakan iskialgia (Mardjono dan Sidharta,
2009).
3. Pengukuran Nyeri
Intensitas nyeri dapat di ukur dengan menggunakan Visual Analog
Scales (VAS) atau menggunakan Numerical Rating Scales (NRS)
dalam praktek klinis sehari-hari. Penelitian sebelumnya menyarankan
untuk menggunakan NRS untuk mengevaluasi nyeri ringan, sedang
ataupun nyeri berat. The Brief Pain Inventory (BPI) menyatakan
dengan menggunakan NRS sebagai alat pengukuran nyeri karena NRS
melaporkan intensitas nyeri dan gangguan nyeri. Selain itu Canadian
Occupational Performance Measure digunakan untuk mendeteksi
pengaruh terapi yang diberikan kepada pasien. Hal ini mendorong
pasien secara aktif dalam menjalani intervensi terapi. Instrumen yang
22

meliputi gambaran nyeri atau kuesioner deskripsi adalah McGill Pain


Questionaire (The British Pain Society’s, 2013). Western Ontario
McMaster Osteoarthritis Index (WOMAC) merupakan kuesioner
spesifik untuk menilai nyeri, kekakuan sendi dan kapasitas fungsi
pada pasien osteoartritis. Uji validitas NRS yang dilakukan oleh
Ornetti dkk. dengan membandingkan NRS pada WOMAC
mendapatkan hasil bahwa NRS merupakan psikometer yang baik
hampir mirip dengan skala WOMAC dan dapat di konfirmasi sebagai
instrumen evaluasi pada osteoartritis (Ornetti et. al, 2011). NRS
memiliki angka 0-10 dimana 0 menunjukkan tidak terdapat nyeri
sedangkan 10 menunjukkan nyeri yang buruk. NRS lebih mudah
dimengerti daripada VRS (Breivik et. al, 2008).

Gambar 1. Skala pada Numerical Rating Scales (NRS),


Verbal Rating Scales (VRS), Visual Analog Scales (VAS)
(Breivik et. al, 2008).
0 = Tidak nyeri
1-3 = Nyeri ringan: secara obyektif klien dapat berkomunikasi
dengan baik.
4-6 = Nyeri sedang: secara obyektif klien mendesis, menyeringai,
dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikan
nyeri, tetapi dapat mengikuti perintah dengan baik.
23

7-10 = Nyeri Berat: secara obyektif pasien kadang tidak dapat


mengikuti perintah tetapi masih bisa merespon terhadap
tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat
mendeskripsikan nyeri, nyeri tidak dapat diatasi dengan alih
posisi nafas panjang dan distraksi, hingga pasien tidak
mampu melakukan aktivitas sehari-hari

(Smeltzer dan Bare, 2002).

C. Kualitas hidup
1. Definisi
Kualitas hidup adalah komponen kebahagiaan dan kepuasan
terhadap kehidupan. Banyak sekali faktor yang mempengaruhi seperti
keuangan, keamanan, atau kesehatan (Fayer dan Machin, 2007). WHO
(2004) mendefinisikan kualitas hidup merupakan persepsi individu
dimana berhubungan dengan standard hidup, harapan, kesenangan dan
perhatian mereka mencakup kesehatan fisik, status psikologis, tingkat
kebebasan, hubungan sosial, dan hubungan kepada karakteristik
lingkungan mereka termasuk mengevaluasi aspek positif dan negatif dari
suatu kehidupan (Skevington et. al, 2004).
2. Penilaian kualitas hidup
Beberapa instrumen yang dapat digunakan untuk menganalisa
kualitas hidup seseorang, seperti : Short Form 36 (SF-36), Sickness
Impact Profile (SIP), EuroQol-5 Dimensions (EQ-5D), Musculosceletal
Fuction Assessment (MFA), Disabilities of the arm, Shoulder and Arm
Questionnaire (DASH), Self-rated Comorbidity Questionnaire (SCQ) .
Medical Outcomes Study 36-Item Short Form Health Survey (SF-36)
merupakan instrumen penilaian kualitas hidup komprehensif kesehatan
biopsiko-sosial (Angst et. al, 2003).
24

Kuesioner SF-36 pertanyaan yang mencakup 8 aspek


1. Fungsi fisik
terdiri dari sepuluh pertanyaan yang menilai tentang kemampuan fisik
dalam beraktivitas seperti berjalan, menaiki tangga, mengangkat
benda, membungkuk. Nilai yang rendah menunjukkan adanya
keterbatasan dalam melakukan aktivitas.

2. Keterbatasan akibat masalah fisik


terdiri dari 4 pertanyaan untuk menilai keterbatasan peran fisik yang
mengganggu aktivitas sehari-hari seperti tidak dapat melakukan
aktivitas dengan sempurna, terbatas dalam melakukan pekerjaan
tertentu, atau kesulitan dalam melakukan aktivitas tertentu. Nilai yang
rendah menunjukkan keterbatasan peran fisik dapat mengganggu
aktivitas.
3. Rasa sakit/ nyeri
Terdiri dari dua pertanyaan untuk menganalisa intensitas nyeri dan
pengaruh nyeri dalam melakukan aktivitas di dalam ataupun luar
ruangan. Nilai yang rendah menunjukkan adanya keterbatasan
aktifitas disebabkan karena nyeri yang dirasakan.
4. Persepsi kesehatan umum
Terdiri dari enam pertanyaan untuk mengevaluasi kesehatan secara
umum, termasuk kesehatan saat ini serta daya tahan tubuh terhadap
suatu penyakit. Nilai yang rendah menunjukkan perasaan akan
kesehatan diri sendiri sedang buruk atau memburuk.
5. Energi/vitalitas
Terdiri dari empet pertanyaan yang mengevaluasi tentang keletihan,
keletihan dan kelesuan. Nilai yang rendah menunjukkan perasaan
yang lelah/vitalitas tubuh sedang menurun.
25

6. Fungsi sosial
Terdiri dari dua pertanyaan yang mengevaluasi kesehatan dan emosi
yang mengganggu aktivitas sosial. Nilai yang rendah menunjukkan
gangguan tersebut sering dan sangat mengganggu aktivitas sosial
7. Keterbatasan akibat masalah emosional
Terdiri dari tiga pertanyaan untuk mengevaluasi emosional yang dapat
mengganggu pekerjaan dan kegiatan sehari-hari. Nilai yang rendah
menunjukkan masalah emosional mengganggu aktifitas sehari-hari,
pekerjaan menjadi kurang sempurna, dan bahkan tidak bisa
mengerjakan suatu aktivitas.
8. Kesejahteraan mental
Terdiri dari lima pertanyaan yang mengevaluasi kesehatan mental
secara umum termasuk kecemasan, depresi, dan kebiasaan mengontrol
emosi. Nilai yang rendah menunjukkan perasaan cemas, tegang, dan
depresi (Perwitasari, 2012).
26

D. Hubungan derajat nyeri dan kualitas hidup pasien oesteoartritis.


OA lutut merupakan salah satu penyebab morbiditas dan
ketidakmampuan pada seseorang terutama pada orang diusia tua. Gejala
yang paling banyak terjadi adalah nyeri dan kekakuan sendi. Gejala
tersebut bisa menyebabkan ketidakmampuan dalam melakukan aktivitas
sehari-hari yang mana bisa mempengaruhi kapabilitas kerja dan kualitas
hidup seseorang (Yildirim et. al, 2010). Hasil dari penelitian Alves
(2011) setelah pasien OA diukur derajat nyeri dengan menggunakan
WOMAC, nyeri sedang terjadi pada 45% pasien ketika mereka berjalan
pada bidang yang datar dan 40% nyeri pada malam hari terjadi ketika
duduk atau hendak tidur, selain itu 55% mengalami nyeri yang
ekstrim/buruk ketika menaiki atau menuruni tangga (Alves dan Bassitt,
2011). Nyeri tersebut disebabkan karena degenerasi dari proteoglikan,
dan sendi rawan, pelepasan mediator inflamasi serta pembentukan
osteofit. Pada fase awal terjadi degenerasi rawan sendi yang nantinya
akan membentuk produk inflamasi. Pada fase inflamasi mekanisme tubuh
berupaya dengan mengeluarkan prostaglandin dan interleukin sebagai
reseptor nyeri. Bila terjadi inflamasi akan menyebabkan sel kurang
sensitif. Nyeri juga disebabkan karena Iskemik dan nekrosis jaringan
serta osteofit yang menekan periosteum dan radiks syaraf. Pada tahap
yang lebih lanjut akan terjadi disfungsi pada sendi dan otot sehingga
nyeri yang dirasakan semakin berat dan intens (Sudoyo et. al, 2007).
Nyeri akan menyebabkan keterbatasan gerak, penurunan kekuatan dan
keseimbangan otot, kesulitan dan keterbatasan dalam beraktifitas.
Kehilangan fungsi kapasitas kerja dan berujung pada
penurunan/gangguan kualitas hidup (Reis et. al, 2014). Pengukuran
kualitas hidup merupakan pengukuran yang relevan dan penting dalam
menilai kondisi fisik, sosial, emosional yang mana sebagai akibat dari
menderita osteoartritis (Miller et. al, 2013).
27

E. Kerangka Konsep

Osteoartritis

Grade 0 Grade 1 Grade 2 Grade 3 dan 4

Kerusakan Pada Sendi

Disfungsi sendi dan otot

Keterbatasan gerak, penurunan


kekuatan dan keseimbangan otot

Kesulitan dan keterbatasan


dalam beraktivitas

Kehilangan fungsi kapasitas kerja

Penurunan aspek kualitas hidup, meliputi :


- Fungsi fisik
- Keterbatasan akibat masalah fisik
- Rasa sakit/ nyeri
- Persepsi kesehatan umum
- Vitalitas
- Fungsi sosial
- Keterbatasan akibat masalah fisik
- Kesejahteraan mental

(Woolf dan Pfleger, 2003; Reis et. al, 2014).


28

F. Hipotesis
Terdapat hubungan yang bermakna antara derajat nyeri dengan
perburukan kualitas hidup pada pasien osteoartritis, apabila terjadi
peningkatan derajat nyeri akan memperburuk kualitas hidup pasien
osteoartritis.

Anda mungkin juga menyukai