Anda di halaman 1dari 9

Komplikasi Tifoid abdominal / demam tifoid

Komplikasi demam tifoid mulai dari yang ringan sampai yang berat bahkan kematian .Beberapa
komplikasi yang terjadi :

1. Tifoid toksik (tifoid ensefalopati )


Didapatkan gangguan penurunan kesadaran akut dengan gejala delirium sampai koma
disertai atau tanpa kelainan neurologis lainnya . Analisa cairan otak biasanya dalam batas
– batas normal .

2. Syok Septik
Adalah akibat lanjut dari respon inflamasi sistemik , karena bacteremia salmonella .
Disamping gejala – gejala tifoid diatas , penderita jatuh kedalam fase kegagalan vaskular
(syok). Tensi turun , nadi cepat dan halus , berkeringat serta akral dingin .

3. Perdarahan dan perforasi intestinal


Perdarahan dan perforasi terjadi pada minggu ke 2 demam atau setelah itu . Perdarahan
dengan gejala berak berdarah . Perforasi intestinal ditandai dengan nyeri abdomen akut ,
tegang dan nyeri tekan yang paling nyata di kuadran kanan bawah abdomen . Suhu tubuh
tiba – tiba menurun dengan peningkatan frekuensi nadi dan erakhir syok . Pada
pemeriksaan perut di dapatkan tanda – tanda ileus , bising usus melemah dan pekak hati
menghilang .

4. Hepatitis tifosa
Tifoid abdominal / demam tifoid yang disertai gejala – gejala icterus , hepatomegali dan
kelainan test fungsi hati dimana di dpatkan peningkatan SGOT ,SGPT dan bilirubin darah
. Pada histopatologi hati didapatkan nodul tifoid dan hyperplasia sel kuffer.

5. Pancreatitis tifosa
Merupakan komplikasi jarang terjadi , gejala – gejala adalah sama dengan gejala
pankreatitis . Pwnderita nyeri perut hebat yang disertai mual muntah kehijauan ,
meteorismus , bising usus menurun .

6. Pneumonia
a) Dapat disebabkan karena basil salmonella / koinfeksi dengan mikroba lain yang
sering menyebabkan pneumonia . Pada pemeriksaan di dapatkan gejala – gejala
klinis pneumonia serta gambaran khas pneumonia pada foto thoraks . Bronkitis
dan bronkopneumonia

Pada sebagian besar kasus didapatkan batuk, bersifat ringan dan disebabkan oleh
bronkitis, pneumonia bisa merupakan infeksi sekunder dan dapat timbul pada
awal sakit atau fase akut lanjut. Komplikasi lain yang terjadi adalah abses paru,
efusi, dan empiema.
7. Kolesistitis

Pada anak jar ang terjadi, bila terjadi umumnya pada akhi minggu kedua dengan
gejala dan tanda klinis yang tidak khas, bila terjadi kolesistitis maka penderita
cenderung untuk menjadi seorang karier.

8. Meningitis

Menigitis oleh karena Salmonella typhi yang lain lebih sering didapatkan pada
neonatus/bayi dibandingkan dengan anak, dengan gejala klinis tidak jelas
sehingga diagnosis sering terlambat. Ternyata peyebabnya adalah Salmonella
havana dan Salmonella oranemburg.

Komplikasi lain :
Karena basil salmonella bersifat intra makrofag dan dapat beredar keseluruh bagian tubuh
, maka dapat mengenai banyak organ yang menimbulkan infeksi yang bersifat local
diantaranya :
Osteomyelitis , arthritis , mikarditis , pericarditis .

Sumber :
1. Pedoman Pengendalian Demam tifoid Mentri kesehatan republic
Indonesia no 364 / MENKES SK/V/26
2. Prasetyo , Risky . Diagnostik demam tifoid edisi 3 . Jakarta 2018 .
Tatalaksana :
Medikamentosa dan non medikamentosa

Non medikamentosa :
1. Tirah Baring :
Penderita yang dirawat harus tirah baring untuk mencegah komplikasi , terutama
perdarahan dan perforasi . Pada kondisi klinis berat sebaiknya beristirahat total . Bila
terjadi pemurunan kesadaran posisi tidur harus dirubah untuk mencegah komplikasi
pneumonia hipostatik dan decubitus .
2. Nutrisi
Cairan harus disesuaikan dengan kebutuhan harian yang mengandung elektrolit dan kalori
optimal. Diet harus mengandung kalori dan protein cukup . Sebaiknya rendah selulose
(rendah serat) untuk mencegah perdarahan . Diet yang dianjurkan diet cair , diet bubur
lunak , tim , nasi biasa .
Terapi Simptomatik :
1. Vitamin
2. Antipiretik
3. Anti emetic
4. Anti Mikroba :
a) Simptomatik

Panas yang merupakan gejala utama pada tifoid dapat diberi antipiretik. Bila mungkin
peroral sebaiknya diberikan yang paling aman dalam hal ini adalah Paracetamol
dengan dosis 10 mg/kg/kali minum, sedapat mungkin untuk menghindari aspirin dan
turunannya karena mempunyai efek mengiritasi saluran cerna dengan keadaan saluran
cerna yang masih rentan kemungkinan untuk diperberat keadaannya sangatlah
mungkin. Bila tidak mampu intake peroral dapat diberikan via parenteral, obat yang
masih dianjurkan adalah yang mengandung Methamizole Na yaitu antrain atau
Novalgin.
Antibiotik yang sering diberikan adalah :

 Chloramphenicol, merupakan antibiotik pilihan pertama untuk infeksi tifoid fever


terutama di Indonesia. Dosis yang diberikan untuk anak- anak 50-100 mg/kg/hari
dibagi menjadi 4 dosis untuk pemberian intravena biasanya cukup 50 mg/kg/hari.
Diberikan selama 10-14 hari atau sampai 7 hari setelah demam turun. Kelemahan
dari antibiotik jenis ini adalah mudahnya terjadi relaps atau kambuh, dan carier.

 Cotrimoxazole, merupakan gabungan dari 2 jenis antibiotika trimetoprim dan


sulfametoxazole dengan perbandingan 1:5. Dosis Trimetoprim 10 mg/kg/hari dan
Sulfametoxzazole 50 mg/kg/hari dibagi dalam 2 dosis. Untuk pemberian secara
syrup dosis yang diberikan untuk anak 4-5 mg/kg/kali minum sehari diberi 2 kali
selama 2 minggu. Efek samping dari pemberian antibiotika golongan ini adalah
terjadinya gangguan sistem hematologi seperti Anemia megaloblastik,
Leukopenia, dan granulositopenia. Dan pada beberapa Negara antibiotika golongan
ini sudah dilaporkan resisten.

 Ampicillin dan Amoxicillin, memiliki kemampuan yang lebih rendah


dibandingkan dengan chloramphenicol dan cotrimoxazole. Namun untuk anak-
anak golongan obat ini cenderung lebih aman dan cukup efektif. Dosis yang
diberikan untuk anak 100-200 mg/kg/hari dibagi menjadi 4 dosis selama 2 minggu.
Penurunan demam biasanya lebih lama dibandingkan dengan terapi
chloramphenicol.

 Sefalosporin generasi ketiga (Ceftriaxone, Cefotaxim, Cefixime), merupakan


pilihan ketiga namun efektifitasnya setara atau bahkan lebih dari Chloramphenicol
dan Cotrimoxazole serta lebih sensitive terhadap Salmonella typhi. Ceftriaxone
merupakan prototipnya dengan dosis 100 mg/kg/hari IVdibagi dalam 1-2 dosis
(maksimal 4 gram/hari) selama 5-7 hari. Atau dapat diberikan cefotaxim 150-200
mg/kg/hari dibagi dalam 3-4 dosis. Bila mampu untuk sediaan Per oral dapat
diberikan Cefixime 10-15 mg/kg/hari selama 10 hari.

Pada demam tifoid berat kasus berat seperti delirium, stupor, koma sampai
syok dapat diberikan kortikosteroid IV (dexametasone) 3 mg/kg dalam 30 menit untuk
dosis awal, dilanjutkan 1 mg/kg tiap 6 jam sampai 48 jam. Untuk demam tifoid dengan
penyulit perdarahan usus kadang- kadang diperlukan tranfusi darah. Sedangkan yang
sudah terjadi perforasi harus segera dilakukan laparotomi disertai penambahan
antibiotika metronidazol.
Pencegahan Tifoid abdominal/ demam tifoid :

1. Mengobati secara sempurna pasien dan karier tifoid


2. Mengatasi faktor yang berperan terhadap rantai penularan
3. Perlindungan dini agar tidak tertular
4. Pencegahan dengan imunisasi

Di banyak negara berkembang, tujuan kesehatan masyarakat dengan mencegah dan


mengendalikan demam tifoid dengan air minum yang aman, perbaikan sanitasi, dan
perawatan medis yang cukup, mungkin sulit untuk dicapai. Untuk alasan itu, beberapa
ahli percaya bahwa vaksinasi terhadap populasi berisiko tinggi merupakan cara terbaik
untuk mengendalikan demam tifoid.
Di Indonesia telah ada 3 jenis vaksin tifoid, yakni:

1. Vaksin oral Ty 21a (kuman yang dilemahkan)

Vaksin yang mengandung Salmonella typhi galur Ty 21a. Diberikan per oral tiga kali
dengan interval pemberian selang sehari. Vaksin ini dikontraindikasikan pada wanita
hamil, menyusui, penderita imunokompromais, sedang demam, sedang minum
antibiotik, dan anak kecil 6 tahun. Vaksin Ty-21a diberikan pada anak berumur diatas
2 tahun. Lama proteksi dilaporkan 6 tahun.

2. Vaksin parenteral sel utuh (TAB vaccine)

Vaksin ini mengandung sel utuh Salmonella typhi yang dimatikan yang mengandung
kurang lebih 1 milyar kuman setiap mililiternya. Dosis untuk dewasa 0,5 mL; anak 6-
12 tahun 0,25 mL; dan anak 1-5 tahun 0,1 mL yang diberikan 2 dosis dengan interval
4 minggu. Cara pemberian melalui suntikan subkutan. Efek samping yang dilaporkan
adalah demam, nyeri kepala, lesu, dan bengkak dengan nyeri pada tempat suntikan.
Vaksin ini di kontraindikasikan pada keadaan demam, hamil, dan riwayat demam pada
pemberian pertama. Vaksin ini sudah tidak beredar lagi, mengingat efek samping yang
ditimbulkan dan lama perlindungan yang pendek.
3. Vaksin polisakarida
Vaksin yang mengandung polisakarida Vi dari bakteri Salmonella. Mempunyai
daya proteksi 60-70 persen pada orang dewasa dan anak di atas 5 tahun selama 3 tahun.
Vaksin ini tersedia dalam alat suntik 0,5 mL yang berisi 25 mikrogram antigen Vi dalam
buffer fenol isotonik. Vaksin diberikan secara intramuskular dan diperlukan pengulangan
(booster) setiap 3 tahun. Vaksin ini dikontraindikasikan pada keadaan hipersensitif, hamil,
menyusui, sedang demam, dan anak kecil 2 tahun

4. Perbaikan santitasi lingkungan : penyediaan air bersih untuk warga , pengelolaan


limbah yang tidak mencemari ligkungan .
5. Peningkatan higine makanan dan minuman
 Cuci tangan.

Cuci tangan dengan teratur meruapakan cara terbaik untuk mengendalikan demam
tifoid atau penyakit infeksi lainnya. Cuci tangan anda dengan air (diutamakan air
mengalir) dan sabun terutama sebelum makan atau mempersiapkan makanan atau
setelah menggunakan toilet. Bawalah pembersih tangan berbasis alkohol jika tidak
tersedia air.
 Hindari minum air yang tidak dimasak.
Air minum yang terkontaminasi merupakan masalah pada daerah endemik tifoid.
Untuk itu, minumlah air dalam botol atau kaleng. Seka seluruh bagian luar botol atau
kaleng sebelum anda membukanya. Minum tanpa menambahkan es di dalamnya.
Gunakan air minum kemasan untuk menyikat gigi dan usahakan tidak menelan air
di pancuran kamar mandi.
 Sering cuci tangan.
Ini adalah cara penting yang dapat anda lakukan untuk menghindari penyebaran
infeksi ke orang lain. Gunakan air (diutamakan air mengalir) dan sabun, kemudian
gosoklah tangan selama minimal 30 detik, terutama sebelum makan dan setelah
menggunakan toilet.
Bersihkan alat rumah tangga secara teratur.

Sumber : Pedoman Pengendalian Demam tifoid Mentri kesehatan republic Indonesia no


364 / MENKES SK/V/26

Anda mungkin juga menyukai