Anda di halaman 1dari 30

1

LAPORAN PENDAHULUAN LEUKEMIA

A. Konsep Teoritis
1. Definisi
Leukemia adalah kanker dari salah satu jenis sel darah putih di
sumsum tulang, yang menyebabkan proliferasi salah satu jenis sel darah
putih dengan menyingkirkan jenis sel lain (Reeves, 2015).
Leukemia tampak merupakan penyakit klonal, yang berarti satu
sekelompok sel anak yang abnormal. Sel-sel ini menghambat semua sel
darah lain di sumsum tulang untuk berkembang secara normal, sehingga
mereka tertimbun di sumsum tulang. Karena factor-faktor ini, leukemia
disebut gangguan akumulasi sekaligus gangguan klonal. Paa akhirnya, sel-
sel nonleukemik di dalam darah yang merupakan penyebab berbagai gejala
umum leukemia.
Leukimia adalah proliferasi sel darah putih yang masih imatur dalam
jaringan pembentuk darah (Suriadi & Rita, 2015). Leukimia adalah
proliferasi tak teratur atau akumulasi sel darah putih dalam sum-sum
tulang menggantikan elemen sum-sum tulang normal (Smeltzer and Bare
2018).
Leukimia adalah suatu keganasan pada alat pembuat sel darah
berupa proliferasio patologis sel hemopoetik muda yang ditandai oleh
adanya kegagalan sum-sum tulang dalam membentuk sel darah normal dan
adanya infiltrasi ke jaringan tubuh yang lain (Mansjoer, 2015).
Berdasarkan dari beberapa pengetian diatas maka penulis
berpendapat bahwa leukimia adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh
prolioferasi abnormal dari sel-sel leukosit yang menyebabkan terjadinya
kanker pada alat pembentuk darah.

STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2019


I Wayan Eko Darsana, S.Kep
2

2. Anatomi Fisiologi
Menurut Syaifuddin, 2014:
a. Sel-sel darah ada 3 macam, yaitu:
1) Eritrosit (Sel Darah Merah)
Eritrosit merupaka sel darah yang telah berdeferensiasi jauh dan
mempunyai fungsi khusus untuk transport oksigen. Pada pria jumlah
eritrosit 5-5,5 juta/mmk dan wanita 4,5-5 juta/mm3.
2) Leukosit (Sel Darah Putih)
Sel darah putih yang mengandung inti, normalnya 5000-9000/mm3.
lekosit ikut serta dalam pertahanan seluler dan hormonal (zat
setengah cair) organisme asing dan melakukan fungsinya di dalam
jaringan ikat, melakukan gerakan amuboid, membantu untuk
menerobos dinding pembuluh darah ke dalam jaringan ikat.
3) Trombosit (Sel Pembeku Darah)
Keping darah berwujud cakaram. Protoplasmanya kecil yang dalam
peredaran darah tidak berwarna, jumlahnya bervariasi antara
200.000-300.000/mm3 darah. Fungsi trombosit penting dalam
pembekuan darah. Jika pembuluh darah terpotong, trombosit dengan
cepat menggumpal melekat satu sama lain dan menjadi fibrin. Masa
trombosit yang menggumpal dan fibrin adalah dasar untuk
pembekuan.
b. Struktur Sel:
1) Membran Sel (Selaput Sel)
Membran sel merupakan struktur elastis yang sangat tipis, tebalnya
hanya 7,5-10nm (nano meter). Hampir seluruhnya terdiri dari
keping0keping halus gabungan protein lemak yang merupakan
tempat lewatnya berbagai zat yang keluar masuk sel. Membran ini
bertugas untuk mengatur hidup sel dan menerima segala bentuk
rangsangan yang datang.

STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2019


I Wayan Eko Darsana, S.Kep
3

2) Plasma (Sitoplasma)
Bahan-bahan yang terdapat dalam plasma adalah bahan anorganik
(garam, mineral, air, oksigen, karbon dioksida dan amoniak), bahan
organis (karbohidrat, lemak, protein, hormon, vitamin dan asam
nukleat) dan peralatan sel yang disebut organes sel yang terdiri dari
ribosom, retikulum endoplasma, mitokondria, sentrosom, alat golgi,
lisosom dan nukleus.

3. Etiologi
Kanker adalah salah satu jenis penyakit degeneratif yang
disebabkan adanya pertumbuhan yang tidak normal dari sel-sel jaringan
tubuh yang berubah menjadi sel kanker. Selanjutnya sel kanker ini dapat
menyebar ke bagian tubuh lainnya sehingga bisa menyebabkan kematian
(Irawan, 2015).
Leukimia adalah suatu keadaan dimana terjadi pertumbuhan yang
bersifat irreversible dari sel induk dari darah. Pertumbuhan dimulai dari
mana sel itu berada. Sel-sel tersebut, pada berbagai stadia akan membanjiri
aliran darah yang berakibat sel yang spesifik akan dijumpai dalam jumlah
yang banyak. Sebagai akibat dari proliferasi sel abnormal tersebut maka
akan terjadi kompetisi metabolik yang akan menyebabkan anemia dan
trombositopenia. Apabila proliferasi sel terjadi di limpa maka limpa akan
membesar, sehingga dapat terjadi hipersplenisme yang selanjutnya
menyebabkan makin memburuknya anemia serta trombositopenia
(Supandiman, 2017).
Etiologi leukimia sampai sekarang belum dapat dijelaskan secara
keseluruhan. Banyak para ahli menduga bahwa faktor infeksi sangat

STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2019


I Wayan Eko Darsana, S.Kep
4

berperan dalam etiologi leukimia. Infeksi terjadi oleh suatu bahan yang
menyebabkan reaksi seperti infeksi oleh suatu virus. Mereka membuat
suatu postulat bahwa kelainan pada leukimia bukan merupakan penyakit
primer akan tetapi merupakan suatu bagian dari respon pertahanan
sekunder dari tubuh terhadap infeksi tersebut. Respon defensif tubuh
berbeda pada berbagai tingkat usia oleh karena itu maka kita lihat bahwa
leukimia limfoblastik akut terdapat banyak pada anak-anak, leukimia
mieoblastik akut pada usia dewasa muda, leukimia granulositik kronik
pada dewasa muda dan orang tua dan leukimia limfositik kronik dapat
dijumpai pada semua umur (Supandiman, 2017).
Terjadi peningkatan insiden leukimia pada orang-orang yang
terkena radiasi sinar rontgen (terkena radiasi ledakan bom aom, yang dapat
terapi radiologis dan para dokter ahli radiologis). Diduga peningkatan
insiden ini karena akibat radiasi akan merendahkan resistensi terhadap
bahan penyebab leukimia tersebut (Supandiman, 2017). Selain faktor
diatas ada beberapa faktor yang menjadi penyebab leukimia akut yaitu
faktor genetika, lingkungan dan sosial ekonomi, racun, status imunologi,
serta kemungkinan paparan virus keduanya. Obat yang dapat memicu
terjadinya leukimia akut yaitu agen pengalkilasi, epindophy ilotoxin.
Kondisi genetik yang memicu leukimia akut yaitu Down sindrom, bloom
sydrom, fanconi anemia, ataxia telangiectasia. Bahan kimia pemicu
leukimia yaitu benzen. Kebiasaan hidup yang memicu leukimia yaitu
merokok, minum alkohol keduanya (Dipiro, et al, 2015).
Faktor risiko untuk leukemia antara lain adalah predisposisi genetik
yang berhubungan dengan insiator (mutasi) yang diketahui atau tidak
diketahui. Saudara kandungan dari anak yang menderita leukemia
memiliki kecerendungan 2 sampai 4 kali lipat untuk mengalami penyakit
ini disbandingkan anak-anak lain. Kromosom abnormalitas kromosom
tertentu, termasuk sindrom Down, memiliki resiko menderita leukemia.
Pajanan terhadap radiasi, beberapa jenis obat yang menekan sumsum
tulang, dan berbagai obat kemoterapi telah dianggap meningkatkan risiko

STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2019


I Wayan Eko Darsana, S.Kep
5

leukemia, agens-agens berbahaya di lingkungan juga di duga dapat


menjadi factor risiko. Riwayat penyakit sebelumnya yang berkaitan
dengan hematopoies (pembentukan sel darah ) telah terbukti meningkatkan
risiko leukehodgkin, myeloma multiple. Riwayat leukemia kronis
meningkatkan risiko leukemia akut.
4. Patofisiologi
Normalnya tulang marrow diganti dengan tumor yang malignan,
imaturnya sel blast. Adanya proliferasi sel blast, produksi eritrosit dan
platelet terganggu sehingga akan menimbulkan anemia dan
trombositipenia. Sistem retikuloendotelial akan terpengaruh dan
menyebabkan gangguan sistem pertahanan tubuh dan mudah mengalami
infeksi. Manifestasi akan tampak pada gambaran gagalnya bone marrow
dan infiltrasi organ, sistem saraf pusat. Gangguan pada nutrisi dan
metabolisme. Depresi sumsum tulang yangt akan berdampak pada
penurunan lekosit, eritrosit, faktor pembekuan dan peningkatan tekanan
jaringan. Adanya infiltrasi pada ekstra medular akan berakibat terjadinya
pembesaran hati, limfe, nodus limfe, dan nyeri persendian (Suriadi, &
Yuliani, 2018)
Leukemia akut dan kronis merupakan suatu bentuk keganasan
atau maligna yang muncul dari perbanyakan koloni sel-sel pembentuk
sel darah yang tidak terkontrol. Mekanisme kontrol seluler normal
mungkin tidak bekerja dengan baik akibat adanya perubahan pada
kode genetik yang seharusnya bertanggungjawab atas pengaturan
pertubuhan sel dan diferensiasi. Sel-sel leukemia menjalani waktu daur
ulang yang lebih lamba tdibandingkan sel normal. Proses pematangan
atau maturasi berjalan tidak lengkap dan lambat serta dapat bertahan
hidup lebih lama dibandingkan sel sejenis yang normal.

STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2019


I Wayan Eko Darsana, S.Kep
6

5. Pathway Keperawatan

Paparan Radiasi, Infeksi Virus, Toksik, Gaya Hidup

Hipertermi

Nyeri Akut

Gangguan Pola Ketidakseimbangan nutrisi


Tidur kurang dari kebutuhan tubuh

Intoleran
Aktivitas

Stres psikologis

Perubahan status
kesehatan
Ansietas

Kurang terpapar
informasi

Kurang
Pengetahuan

STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2019


I Wayan Eko Darsana, S.Kep
7

6. Manifestasi Klinis
Selain presentasi klinis, laboratorium dan evaluasi patologi
diperlukan untuk definitif diagnosis leukimia. Tes yang paling penting
adalah sumsum tulang biopsi dan aspirasinya yang disampaikan kepada
hematopathology untuk berbagai evaluasi. Noda cytochemical sangat
membantu untuk menentukan apakah leukimia akut adalah keturunan
myeloid atau limfoid. Umum: Biasanya terjadi 1-3 bulan dengan gejala
yang tidak jelas seperti kelelahan, kurangnya toleransi latihan, nyeri dada
dan perasaan yang tidak enak. Gejala: Pasien melaporkan penurunan berat
badan, malaise, kelelahan, dan palpitasi dan dyspnea saat beraktivitas.
Gajala lain yang dapat muncul yaitu demam, menggigil, dan kerasnya
sugestif infeksi, memar (perdarahan vagina yang berlebihan, epistaksis,
ekimosis dan petechiae), nyeri tulang, kejang, sakit kepala, dan diplopia.
7. Pemeriksaan Penunjang
Hitung darah lengkap dan diferensiasinya adalah indikasi utama bahwa
leukemia tersebut mungkin timbul.Semua jenis leukemia tersebut
didiagnosis dengan aspirasi dan biopsi sumsum tulang.Contoh ini biasanya
didapat dari tulang iliaka dengan pemberian anestesi lokal dan dapat juga
diambil dari tulang sternum. (Gale, 2015) Pada leukemia akut sering
dijumpai kelainan laboratorik seperti:
a. Darah tepi
1) Dijumpai anemia normokromik-normositer, anemia sering berat dan
timbul cepat.
2) Trombositopenia, sering sangat berat di bawah 10 x 106/l
3) Leukosit meningkat, tetapi dapat juga normal atau menurun.

STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2019


I Wayan Eko Darsana, S.Kep
8

Gambar Pemeriksaan Darah Tepi pada Pasien Leukemia


Menunjukkan adanya sel muda (mieloblast, promielosit, limfoblast,
monoblast, erythroblast atau megakariosit) yang melebih 5% dari sel
berinti pada darah tepi.

Gambar Limfoblast pada penderita Leukemia


b. Sumsum tulang
Merupakan pemeriksaan yang sifatnya diagnostik.Ditemukan
banyak sekali sel primitif.Sumsum tulang kadang-kadang
mengaloblastik; dapat sukar untuk membedakannya dengan anemia
aplastik. Hiperseluler, hampir semua sel sumsum tulang diganti sel
leukemia (blast), tampak monoton oleh sel blast, dengan adanya
leukomic gap (terdapat perubahan tiba-tiba dari sel muda (blast) ke sel
yang matang, tanpa sel antara). System hemopoesis normal mengalami
depresi. Jumlah blast minimal 30% dari sel berinti dalam sumsum
tulang (dalam hitung 500 sel pada apusan sumsum tulang).

Gambar Pemeriksaan Sumsum Tulang

STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2019


I Wayan Eko Darsana, S.Kep
9

c. Pemeriksaan sitogenetik
Pemeriksaan kromosom merupakan pemeriksaan yang sangat
diperlukan dalam diagnosis leukemia karena kelainan kromosom dapat
dihubungkan dengan prognosis.

Gambar Contoh Hasil Interpretasi Pemeriksaan Sitogenik


d. Pemeriksaan immunophenotyping
Pemeriksaan ini menjadi sangat penting untuk menentukan klasifikasi
imunologik leukemia akut. Pemeriksaan ini dikerjakan untuk
pemeriksaan surface marker guna membedakan jenis leukemia.

Gambar Hasil Interpretasi immunophenotyping

STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2019


I Wayan Eko Darsana, S.Kep
10

2. Pemeriksaan Diagnostik pada Kronik Leukimia Myeloblast (CML)


a. Darah Tepi
1) Leukositosis biasanya berjumlah >50 x 109 /L dan kadang – kadang
>500 x 109/L.
2) Meningkatnya jumlah basofil dalam darah.
3) Apusan darah tepi : menunjukkan spektrum lengkap seri granulosit
mulai dari mieloblast sampai netrofil, dengan komponen paling
menonjol ialah segmen netrofil dan mielosit. Stab, metamielosit,
promielosit dan mieloblast juga dijumpai. Sel blast kurang dari 5%.
4) Trombosit bisa meningkat, normal, atau menurun. Pada fase awal
lebih sering meningkat.
5) Fosfatase alkali netrofil (neutrophil alkaline phosphatase [NAP]
score) selalu rendah
b. Sumsum Tulang.
Hiperseluler dengan sistem granulosit dominan.Gambarannya mirip
dengan apusan darah tepi.Menunjukkan spectrum lengkap seri myeloid,
dengan komponen paling banyak ialah netrofil dan mielosit. Sel blast
kurang dari 30%. Megakariosit pada fase kronik normal atau
meningkat.
1) Sitogenik: dijumpai adanya Philadelphia (Ph1) chromosome pada
kasus 95% kasus.
2) Vitamin B12 serum dan B12 binding capacity meningkat.
3) Pemeriksaan PCR (polymerase chain reaction) dapat mendeteksi
adanya chimeric protein bcr – abl pada 99% kasus.
c. Kadar asam urat serum meningkat.
Perubahan CML dari fase kronik ke fase transformasi akut ditandai oleh:
1) Timbulnya demam dan anemia yang tidak dapat dijelaskan
penyebabnya.
2) Respons penurunan leukosit terhadap kemoterapi yang semula baik
menjadi tidak adekuat.
3) Splenomegali membesar yang sebelumnya sudah mengecil.

STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2019


I Wayan Eko Darsana, S.Kep
11

4) Blast dalam sumsum tulang >10%.


Diangnosis CML dalam fase akselerasi menurut WHO:
1) Blast 10 – 19 % dari WBC pada darah tepi atau dari sel sumsum tulang
berinti.
2) Basofil darah tepi > 20%.
3) Thrombositopenia persisten (<100 x 109/L) yang tidak dihubungkan
dengan terapi, atau thrombositosis (>1000 x 109/L) yang tidak
responsive pada terapi.
4) Peningkatan ukuran lien atau WBC yang tidak responsif pada terapi.
5) Bukti sitogenetik adanya evolusi klonal.
Diagnosis CML pada fase krisis blastik menurut WHO:
1) Blast >20% dari darah putih pada darah perifer atau sel sumsum tulang
berinti.
2) Proliferasi blast ekstrameduler.
3) Fokus besar atau cluster sel blast dalam biopsy sumsum tulang.
3. Pemeriksaan Diagnostik pada Multiple Myeloma
a. Laboratorium
Anemia normositik normokrom ditemukan pada hampir 70% kasus.
Jumlah leukosit umumnya normal. Trombositopenia ditemukan pada
sekitar 15% pasien yang terdiagnosis. Adanya sel plasma pada apusan
darah tepi jarang mencapai 5%, kecuali pada pasien dengan leukemia
sel plasma. Formasi Rouleaux ditemukan pada 60% pasien.
Hiperkalsemiadite mukan pada 30% pasien saat didiagnosis. Sekitar
seperempat hingga setengah yang didiagnosis akan mengalami
gangguan fungsi ginjal dan 80% pasien menunjukkan proteinuria,
sekitar 50% proteinuria Bence Jones yang dikonfirmasi dengan
imunoelektroforesis atau imunofiksasi.

STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2019


I Wayan Eko Darsana, S.Kep
12

Gambar Hasil Pemeriksaan Adanya Protein M pada Penderita


Multyple Myeloma

Gambar Keganasan Multiple Myeloma


b. Radiologi
Gambaran foto x-ray dari multipel mieloma berupa lesi multipel,
berbatas tegas, litik, punch out, dan bulat pada tengkorak, tulang
belakang, dan pelvis. Lesi terdapat dalam ukuran yang hampir sama.
Lesi lokal ini umumnya berawal di rongga medulla , mengikis tulang
cancellous, dan secara progresif menghancurkan tulang kortikal.
Sebagai tambahan, tulang pada pasien mieloma, dengan sedikit
pengecualian, mengalami demineralisasi difus.Pada beberapa pasien,
ditemukan gambaran osteopenia difus pada pemeriksaan

STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2019


I Wayan Eko Darsana, S.Kep
13

radiologi.Saat timbul gejala sekitar 80-90% di antaranya telah


mengalami kelainan tulang. Film polos memperlihatkan:
1) Osteoporosis umum dengan penonjolan pada trabekular tulang,
terutama tulang belakang yang disebabkan oleh keterlibatan
sumsum pada jaringan mieloma. Hilangnya densitas tulang
belakang mungkin merupakan tanda radiologis satu-satunya pada
mieloma multiple. Fraktur patologis sering dijumpai.
2) Fraktur kompresi pada badan vertebra, tidak dapat dibedakan
dengan osteoprosis senilis.
3) Lesi-lesi litik “punch out” yang menyebar dengan batas yang jelas,
lesi yang berada di dekat korteks menghasilkan internal scalloping.
4) Ekspansi tulang dengan perluasan melewati korteks , menghasilkan
massa jaringan lunak.
5) Walaupun semua tulang dapat terkena, distribusi berikut ditemukan
pada suatu penelitian yang melibatkan banyak kasus : kolumna
vertebra 66%, iga 44%, tengkorak 41%, panggul 28%, femur 24%,
klavicula 10% dan scapula 10%.

Gambar Radiologi Pasien Multiple Myeloma


c. CT-Scan
CT Scan menggambarkan keterlibatan tulang pada mieloma. Namun,
kegunaan modalitas ini belum banyak diteliti, dan umumnya CT Scan

STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2019


I Wayan Eko Darsana, S.Kep
14

tidak dibutuhkan lagi karena gambaran pada foto tulang konvensional


menggambarkan kebanyakan lesi yang CT scan dapat deteksi.

Gambar CT Scan Pada Multiple Myeloma


d. MRI
MRI potensial digunakan pada multiple mieloma karena
modalitas ini baik untuk resolusi jaringan lunak. Secara khusus,
gambaran MRI pada deposit mieloma berupa suatu intensitas bulat,
sinyal rendah yang fokus di gambaran T1, yang menjadi intensitas
sinyal tinggi pada sekuensi T2. Namun, hampir setiap tumor
muskuloskeletal memiliki intensitas dan pola menyerupai
mieloma.MRI meskipun sensitif terhadap adanya penyakit namun
tidak spesifik.Pemeriksaan tambahan untuk diagnosis multiple
mieloma seperti pengukuran nilai gamma globulin dan aspirasi
langsung sumsum tulang untuk menilai plasmasitosis.Pada pasien
dengan lesi ekstraosseus, MRI dapat berguna untuk menentukan
tingkat keterlibatan dan untuk mengevaluasi kompresi tulang.

STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2019


I Wayan Eko Darsana, S.Kep
15

e. Angiografi
Gambaran angiografi tidak spesifik.Tumor dapat memiliki zona
perifer dari peningkatan vaskularisasi.Secara umum, teknik ini tidak
digunakan untuk mendiagnosis multipel mieloma.
8. Penatalaksanaan
a. Pengobatan
Pengobatan khusus dan harus dilakukan di rumah sakit.Berbagai
regimen pengobatannya bervariasi, karena banyak percobaan
pengobatan yang masih terus berlangsung untuk menentukan
pengobatan yang optimum.
1) Obat-obatan kombinasi lebih baik daripada pengobatan tunggal.
2) Jika dimungkinkan, maka pengobatan harus diusahakan dengan
berobat jalan.
3) Daya tahan tubuh penderita menurun karena sel leukemianya
b. Terapi
Terapi untuk leukemia akut dapat digolongkan menjadi dua yaitu:
1) Kemoterapi
a) Induksi Remisi.
Banyak obat yang dapat membuat remisi pada leukemia
limfositik akut. Pada waktu remisi, penderita bebas dari symptom,
darah tepi dan sumsum tulang normal secara sitologis, dan
pembesaran organ menghilang.Remisi dapat diinduksi dengan
obat-obatan yang efeknya hebat tetapi terbatas. Remisi dapat
dipertahankan dengan memberikan obat lain yang mempunyai
kapasitas untuk tetap mempertahankan penderita bebas dari
penyakit ini.
Berupa kemoterapi intensif untuk mencapai remisi, yaitu
suatu keadaan di mana gejala klinis menghilang, disertai blast
sumsum tulang kurang dari 5%.Dengan pemeriksaan morfolik
tidak dapat dijumpai sel leukemia dalam sumsum tulang dan
darah tepi. (Made, 2017)

STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2019


I Wayan Eko Darsana, S.Kep
16

Biasanya 3 obat atau lebih diberikan pada pemberian secara


berurutan yang tergantung pada regimen atau protocol yang
berlaku. Beberapa rencana induksi meliputi: prednisone,
vinkristin (Oncovin),daunorubisin (Daunomycin), dan L-
asparaginase (Elspar). Obat-obatan lain yang mungkin dimasukan
pada pengobatan awal adalah 6-merkaptopurin (Purinethol) dan
Metotreksat (Mexate).Allopurinol diberikan secara oral dalam
dengan gabungan kemoterapi untuk mencegah hiperurisemia dan
potensial adanya kerusakan ginjal.Setelah 4 minggu pengobatan,
85-90% anak-anak dan lebih dari 50% orang dewasa dengan ALL
dalam remisi komplit.Teniposude (VM-26) dan sitosin arabinosid
(Ara-C) mungkin di gunakan untuk menginduksi remisi juka
regimen awal gagal. (Gale, 2015)
b) Fase postremisi
Suatu fase pengobatan untuk mempertahankan remisi selama
mungkin yang pada akhirnya akan menuju kesembuhan. Hal ini
dicapai dengan:
a) Kemoterapi lanjutan, terdiri atas:
Terapi konsolidasi
Terapi pemeliharaan (maintenance)
Late intensification
b) Transplantasi sumsum tulang: merupakan terapi konsolidasi
yang memberikan penyembuhan permanen pada sebagaian
penderita, terutama penderita yang berusia di bawah 40 tahun.
2) Terapi suportif
Terapi suportif pada penderita leukemia tidak kalah pentingnya
dengan kemoterapi karena akan menentukan angka keberhasilan terapi.
Kemoterapi intensif harus ditunjang oleh terapi suportif yang intensif
pula, kalau tidak penderita dapat meninggal karena efek samping
obat,.Terapi suportif berfungsi untuk mengatasi akibat-akibat yang

STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2019


I Wayan Eko Darsana, S.Kep
17

ditimbulkan oleh penyakit leukemia itu sendiri dan juga untuk


mengatasi efek samping obat. Terapi suportif yang diberikan adalah;
a) Terapi untuk mengatasi anemia
b) Terapi untuk mengatasi infeksi, sama seperti kasus anemia aplastik
terdiri atas Antibiotika adekuat, Transfusi konsentrat granulosit
Perawatan khusus (isolasi) dan Hemopoitic growth factor (G-CSF
atau GM-CSF)
c) Terapi untuk mengatasi perdarahan
d) Terapi untuk mengatasi hal-hal lain seperti pengelolaan
leukostasis, pengelolaan sindrom lisis tumor
9. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi akibat leukemia mioblastik
akut (AML), yaitu:
a. Gangguan sistem kekebalan tubuh. Komplikasi yang paling umum
terjadi pada penderita leukemia mieloblastik akut. Kondisi ini dapat
disebabkan oleh penyakit sendiri atau efek samping obat yang
digunakan selama pasien menjalani kemoterapi.
b. Perdarahan. Leukemia mieloblastik akut menyebabkan tubuh lebih
rentan mengalami memar dan perdarahan karena trombositopenia.
Perdarahan dapat terjadi di lambung, paru, hingga otak.
c. Leukostasis, terjadi ketika jumlah sel darah putih dalam aliran darah
sangat tinggi (>50.000/uLdarah). Leukostasis memicu terjadinya
penggumpalan sel darah putih yang dapat menyebabkan penyumbatan
pembuluh darah dan terganggunya asupan oksigen ke sel-sel tubuh.
Kondisi ini mengakibatkan gangguan fungsi berbagai organ tubuh,
terutama otak dan paru-paru. Langkah penanganan leukostasis dapat
dilakukan dengan kemoterapi dan leukapheresis untuk mengurangi
jumlah sel darah putih yang beredar dalam tubuh.
Selain komplikasi dari AML, komplikasi juga dapat timbul dari
pengobatannya. Pasien yang telah menjalani kemoterapi dosis tinggi
rentan untuk mengalami kemandulan atau infertilitas.

STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2019


I Wayan Eko Darsana, S.Kep
18

B. Konsep Dasar Keperawatan


1. Pengkajian
Pengkajian adalah dasar utama dari proses keperawatan,
pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu penentuan
status kesehatan dan pola pertahanan klien, mengidentifikasi kekuatan dan
kebutuhan klien serta merumuskan diagnosa keperawatan. Pengkajian
pada leukemia meliputi:
a. Riwayat penyakit
b. Kaji adanya tanda-tanda anemia :
1) Pucat
2) Kelemahan
3) Sesak
4) Nafas cepat
c. Kaji adanya tanda-tanda leukopenia
1) Demam
2) Infeksi
d. Kaji adanya tanda-tanda trombositopenia :
1) Ptechia
2) Purpura
3) Perdarahan membran mukosa
e. Kaji adanya tanda-tanda invasi ekstra medulola :
1) Limfadenopati
2) Hepatomegali
3) Splenomegali
f. Kaji adanya pembesaran testis
g. Kaji adanya :
1) Hematuria
2) Hipertensi
3) Gagal ginjal
4) Inflamasi disekitar rectal
5) Nyeri

STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2019


I Wayan Eko Darsana, S.Kep
19

2. Diagnosis Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Berhubungan
dengan mual dan muntah
c. Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan
d. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi
e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengetahui sumber-
sumber informasi
f. Ansietas/kecemasan berhubungan dengan kurangnya pengatahuan
g. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri

STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2019


I Wayan Eko Darsana, S.Kep
20

3. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan/KH Intervensi Rasional


1. Nyeri akut NOC : NIC NIC Label: Pain Management
berhubungan dengan: 1. Pain Level, Label : Pain Management 1. Untuk mengetahui tingkat nyeri pasien
Agen injuri (biologi, 2. pain control, 1. Kaji secara komprehensip terhadap 2. Untuk mengetahui tingkat
kimia, fisik, 3. comfort level nyeri termasuk lokasi, karakteristik, ketidaknyamanan dirasakan oleh
psikologis), kerusakan Setelah dilakukan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas pasien
jaringan tinfakan keperawatan nyeri dan faktor presipitasi 3. Untuk mengalihkan perhatian pasien
selama …. Pasien tidak 2. Observasi reaksi ketidaknyaman dari rasa nyeri
DS: mengalami nyeri, secara nonverbal 4. Untuk mengetahui apakah nyeri yang
Laporan secara verbal dengan kriteria hasil: 3. Gunakan strategi komunikasi dirasakan klien berpengaruh terhadap
DO: 1. Mampu mengontrol terapeutik untuk mengungkapkan yang lainnya
1. Posisi untuk nyeri (tahu penyebab pengalaman nyeri dan penerimaan 5. Untuk mengurangi factor yang dapat
menahan nyeri nyeri, mampu klien terhadap respon nyeri memperburuk nyeri yang dirasakan
2. Tingkah laku berhati- menggunakan tehnik 4. Tentukan pengaruh pengalaman klien
hati nonfarmakologi nyeri terhadap kualitas hidup( napsu 6. untuk mengetahui apakah terjadi
3. Gangguan tidur untuk mengurangi makan, tidur, aktivitas,mood, pengurangan rasa nyeri atau nyeri yang
(mata sayu, tampak nyeri, mencari hubungan sosial) dirasakan klien bertambah.
capek, sulit atau bantuan) 5. Tentukan faktor yang dapat 7. Pemberian “health education” dapat
gerakan kacau, 2. Melaporkan bahwa memperburuk nyeriLakukan mengurangi tingkat kecemasan dan
menyeringai) nyeri berkurang evaluasi dengan klien dan tim membantu klien dalam membentuk
4. Terfokus pada diri dengan menggunakan kesehatan lain tentang ukuran mekanisme koping terhadap rasa nyer
sendiri manajemen nyeri pengontrolan nyeri yang telah 8. Untuk mengurangi tingkat
5. Fokus menyempit 3. Mampu mengenali dilakukan ketidaknyamanan yang dirasakan klien.
(penurunan persepsi nyeri (skala, 6. Berikan informasi tentang nyeri 9. Agar nyeri yang dirasakan klien tidak
waktu, kerusakan intensitas, frekuensi termasuk penyebab nyeri, berapa bertambah.

STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2019


I Wayan Eko Darsana, S.Kep
21

proses berpikir, dan tanda nyeri) lama nyeri akan hilang, antisipasi 10.Agar klien mampu menggunakan
penurunan interaksi 4. Menyatakan rasa terhadap ketidaknyamanan dari teknik nonfarmakologi dalam
dengan orang dan nyaman setelah nyeri prosedur memanagement nyeri yang dirasakan.
lingkungan) berkurang 7. Control lingkungan yang dapat 11.Pemberian analgetik dapat mengurangi
6. Tingkah laku 5. Tanda vital dalam mempengaruhi respon rasa nyeri pasien
distraksi, contoh : rentang normal ketidaknyamanan klien (suhu
jalan-jalan, menemui 6. Tidak mengalami ruangan, cahaya dan suara)
orang lain dan/atau gangguan tidur 8. Hilangkan faktor presipitasi yang
aktivitas, aktivitas dapat meningkatkan pengalaman
berulang-ulang) nyeri klien (ketakutan, kurang
7. Respon autonom pengetahuan)
(seperti diaphoresis, 9. Ajarkan cara penggunaan terapi non
perubahan tekanan farmakologi (distraksi, guide
darah, perubahan imagery,relaksasi)
nafas, nadi dan 10. Kolaborasi pemberian analgesic
dilatasi pupil)
8. Perubahan autonomic
dalam tonus otot
(mungkin dalam
rentang dari lemah ke
kaku)
9. Tingkah laku
ekspresif (contoh :
gelisah, merintih,
menangis, waspada,
iritabel, nafas
panjang/berkeluh
kesah)

STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2019


I Wayan Eko Darsana, S.Kep
22

10. Perubahan
dalam nafsu makan
dan minum

2. Ketidakseimbangan NOC: 1. Timbang BB pasien pada interval 1. Untuk memantau perubahan atau
nutrisi kurang dari a. Nutritional status: yang tepat penurunan BB
kebutuhan tubuh Adequacy of 2. Identifikasi faktor pencetus mual 2. Untuk memberikan tindakan
Berhubungan dengan : nutrient dan muntah keperawatan mengatasi mual muntah
Ketidakmampuan b. Nutritional Status : 3. Berikan antiemetik dan atau 3. Mengatasi atau menghilangkan rasa
untuk memasukkan food and Fluid analgesik sebelum makan atau mual muntah
atau mencerna nutrisi Intake sesuai program 4. Makanan kesukaan yang tersaji dalam
oleh karena faktor c. Weight Control 4. Tanyakan makanan kesukaan keadaan hangat akan meningkatkan
biologis, psikologis Setelah dilakukan pasien dan sajikan dalam keadaan keinginan untuk makan
atau ekonomi. tindakan keperawatan hangat 5. Tempat yang bersih akan mendukung
DS: selama….nutrisi 5. Ciptakan lingkungan yang pasien untuk peningkatan nafsu makan
1. Nyeri abdomen kurang teratasi dengan menyenangkan untuk makan
2. Muntah indikator: (misalnya pindahkan barang-barang
3. Kejang perut 1. Albumin serum dan cairan yang tidak enak
4. Rasa penuh tiba-tiba 2. Pre albumin serum dipandang)
setelah makan 3. Hematokrit
DO: 4. Hemoglobin
1. Diare 5. Total iron binding
2. Rontok rambut yang capacity
berlebih 6. Jumlah limfosit
3. Kurang nafsu
makan
4. Bising usus berlebih
5. Konjungtiva pucat

STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2019


I Wayan Eko Darsana, S.Kep
23

6. Denyut nadi lemah

3. Intoleransi aktivitas NOC : Ativity Therapy Activity Therapy


Berhubungan dengan : a. Self Care : ADLs 1. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain 1. Mengkaji setiap aspek klien terhadap
a. Tirah Baring atau b. Toleransi aktivitas untuk merencanakan , monitoring terapi latihan yang dierencanakan.
imobilisasi c. Konservasi eneergi program aktivitasi klien. 2. Aktivitas yang teralau berat dan tidak
b. Kelemahan Setelah dilakukan 2. Bantu klien memilih aktivitas yang sesuai dengan kondisi klian dapat
menyeluruh tindakan keperawatan sesuai dengan kondisi. memperburuk toleransi terhadap latihan.
c. Ketidakseimbangan selama …. Pasien 3. Bantu klien untuk melakukan 3. Melatih kekuatan dan irama jantung
antara suplei oksigen bertoleransi terhadap aktivitas/latihan fisik secara teratur. selama aktivitas.
dengan kebutuhan aktivitas dengan Kriteria 4. Monitor status emosional, fisik dan 4. Mengetahui setiap perkembangan yang
Gaya hidup yang Hasil : social serta spiritual klien terhadap muncul segera setelah terapi aktivitas.
dipertahankan. 1. Berpartisipasi dalam latihan/aktivitas. 5. EKG memberikan gambaran yang akurat
DS: aktivitas fisik tanpa 5. Monitor hasil pemeriksaan EKG klien mengenai konduksi jantung selama
1. Melaporkan secara disertai peningkatan saat istirahat dan aktivitas (bila istirahat maupun aktivitas.
verbal adanya tekanan darah, nadi memungkinkan dengan tes toleransi 6. Pemberian obat antihipertensi digunakan
kelelahan atau dan RR latihan). untuk mengembalikan TD klien dbn, obat
kelemahan. 2. Mampu melakukan 6. Kolaborasi pemberian obat digitalis untuk mengkoreksi kegagalan
2. Adanya dyspneu atau aktivitas sehari hari antihipertensi, obat-obatan digitalis, kontraksi jantung pada gambaran EKG,
ketidaknyamanan saat (ADLs) secara mandiri diuretic dan vasodilator. diuretic dan vasodilator digunakan untuk
beraktivitas. 3. Keseimbangan Energy Management mengeluarkan kelebihan cairan.
DO : aktivitas dan istirahat 1. Tentukan pembatasan aktivitas fisik Energy Management
1. Respon abnormal dari pada klien 1. Mencegah penggunaan energy yang
tekanan darah atau 2. Tentukan persepsi klien dan perawat berlebihan karena dapat menimbulkan
nadi terhadap aktifitas mengenai kelelahan. kelelahan.
2. Perubahan ECG : 3. Tentukan penyebab kelelahan 2. Memudahkan klien untuk mengenali
aritmia, iskemia (perawatan, nyeri, pengobatan) kelelahan dan waktu untuk istirahat.
4. Monitor efek dari pengobatan klien. 3. Mengetahui sumber asupan energy klien.
5. Monitor intake nutrisi yang adekuat 4. Mengetahui etiologi kelelahan, apakah
sebagai sumber energy. mungkin efek samping obat atau tidak.
6. Anjurkan klien dan keluarga untuk 5. Mengidentifikasi pencetus klelahan.

STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2019


I Wayan Eko Darsana, S.Kep
24

mengenali tanda dan gejala kelelahan 6. Menyamakan persepsi perawat-klien


saat aktivitas. mengenai tanda-tanda kelelahan dan
7. Anjurkan klien untuk membatasi menentukan kapan aktivitas klien
aktivitas yang cukup berat seperti dihentikan.
berjalan jauh, berlari, mengangkat 7. Mencegah timbulnya sesak akibat aktivitas
beban berat, dll. fisik yang terlalu berat.
8. Monitor respon terapi oksigen klien. 8. Mengetahui efektifitas terapi O2 terhadap
9. Batasi stimuli lingkungan untuk keluhan sesak selama aktivitas.
relaksasi klien. 9. Menciptakan lingkungan yang kondusif
10. Batasi jumlah pengunjung. untuk klien beristirahat.
10. Menciptakan lingkungan yang kondusif
untuk klien beristirahat.
11. Memfasilitasi waktu istirahat klien untuk
memperbaiki kondisi klien.
4. Hipertermia NOC: NIC : 1. Memantau perkembangan status hipertermi
Berhubungan dengan : Thermoregulasi 1. Monitor suhu sesering mungkin pasien
a. Penyakit/ trauma 2. Monitor warna dan suhu kulit 2. Warna dan suhu kulit dapat digunakan
b. Peningkatan Setelah dilakukan 3. Monitor tekanan darah, nadi dan RR sebagai indikator status hipertermi pasien
metabolisme tindakan keperawatan 4. Monitor penurunan tingkat kesadaran
c. Aktivitas yang selama………..pasien 5. Monitor intake dan output 3. Memantau perkembangan dan keadaan
berlebih menunjukkan : umum pasien
6. Berikan anti piretik
d. Dehidrasi Suhu tubuh dalam batas 4. Penurunan tingkat kesadaran merupakan
7. Berikan cairan intravena
normal dengan kreiteria sebagai idikator ketidak mampuan tubuh
DO/DS: hasil: 8. Kompres pasien pada lipat paha dan
aksila dalam merespon panas
1. Kenaikan suhu tubuh 1. Suhu 36 – 37C
diatas rentang normal 2. Nadi dan RR dalam 5. Menilai status hedrasi pasien
2. Serangan atau konvulsi rentang normal 6. Antipiretik dapat menurunkan panas
(kejang) 3. Tidak ada perubahan
3. Kulit kemerahan warna kulit dan tidak 7. Pemberian terapi intravena membantu
4. Pertambahan RR ada pusing, merasa memenuhi intake pasien
5. Takikardi nyaman

STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2019


I Wayan Eko Darsana, S.Kep
25

6. Kulit teraba panas/ 8. Kompres pada lipatan membantu


hangat mempercepat proses evaporasi kerena
banyaknya pembuluh darah periver
5. Kurang pengetahuan Setelah dilakukan askep NIC 1. Mempermudah dalam memberikan
tentang penyakit dan … jam Pengetahuan klien 1. Kaji pengetahuan klien tentang penjelasan pada klien
pengobatannya b.d. / keluarga meningkat dg penyakitnya 2. Meningkatan pengetahuan dan
kurangnya sumber KH: Pasien mampu: 2. Jelaskan tentang proses penyakit (tanda mengurangi cemas
informasi 1. Menjelaskan kembali dan gejala), identifikasi kemungkinan 3. Mempermudah intervensi
penjelasan yang penyebab. Jelaskan kondisi 4. Mencegah keparahan penyakit
diberikan tentangklien 5. Memberi gambaran tentang pilihan terapi
2. Mengenal kebutuhan 3. Jelaskan tentang program pengobatan yang bisa digunakan
perawatan dan dan alternatif pengobantan 6. Kemampuan yang dimiliki menjadi
pengobatan tanpa 4. Diskusikan perubahan gaya hidup yang motivasi dalam proses kemampuan
cemas mungkin digunakan untuk mencegah psikologis
3. Klien / keluarga komplikasi 7. Kunjungan yang teratur dapat membantu
kooperatif saat 5. Diskusikan tentang terapi dan pemahaman klien dalam proses terapi
dilakukan tindakan pilihannya 8. Mereviw kemampuan pasien/keluarga
6. Eksplorasi kemungkinan sumber yang
bisa digunakan/ mendukung
7. instruksikan kapan harus ke pelayanan
8. Tanyakan kembali pengetahuan klien
tentang penyakit, prosedur perawatan
dan pengobatan
6. Ancietas berhubungan NOC : NIC: Anxiety Reduction
dengan 1. Kontrol kecemasan Anxiety Reduction 1. Rasional : Klien dapat mengungkapkan
Faktor keturunan, Krisis 2. Koping 1. Mendengarkan penyebab kecemasan penyebab kecemasannya sehingga perawat
situasional, Stress, Setelah dilakukan klien dengan penuh perhatian dapat menentukan tingkat kecemasan klien
perubahan status tindakan keperawatan 2. Observasi tanda verbal dan non dan menentukan intervensi untuk klien
kesehatan, ancaman kecemasan teratasi dgn verbal dari kecemasan klien selanjutnya.
kematian, perubahan kriteria hasil: 2. Rasional : mengobservasi tanda verbal dan

STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2019


I Wayan Eko Darsana, S.Kep
26

konsep diri, kurang 1. Klien mampu Calming Technique non verbal dari kecemasan klien dapat
pengetahuan dan mengidentifikasi dan 1. Menganjurkan keluarga untuk tetap mengetahui tingkat kecemasan yang klien
hospitalisasi mengungkapkan gejala mendampingi klien alami.
cemas 2. Mengurangi atau menghilangkan Calming Technique
DO/DS: 2. Mengidentifikasi, rangsangan yang menyebabkan 1. Rasional : Dukungan keluarga dapat
1. Insomnia mengungkapkan dan kecemasan pada klien memperkuat mekanisme koping klien
2. Kontak mata kurang menunjukkan tehnik Coping enhancement sehingga tingkat ansietasnya berkurang
3. Kurang istirahat untuk mengontol 1. Meningkatkan pengetahuan klien 2. Rasional : Pengurangan atau penghilangan
4. Berfokus pada diri cemas mengenai glaucoma. rangsang penyebab kecemasan dapat
sendiri 3. Vital sign dalam batas 2. Menginstruksikan klien untuk meningkatkan ketenangan pada klien dan
5. Iritabilitas normal menggunakan tekhnik relaksasi mengurangi tingkat kecemasannya
6. Takut 4. Postur tubuh, ekspresi Coping enhancement
7. Nyeri perut wajah, bahasa tubuh 1. Rasional : Peningkatan pengetahuan
8. Penurunan TD dan dan tingkat aktivitas tentang penyakit yang dialami klien dapat
denyut nadi menunjukkan membangun mekanisme koping klien
9. Diare, mual, berkurangnya terhadap kecemasan yang dialaminya
kelelahan kecemasan 2. Rasional : tekhnik relaksasi yang
10. Gangguan tidur diberikan pada klien dapat mengurangi
11. Gemetar ansietas
12. Anoreksia, mulut
kering
13. Peningkatan TD,
denyut nadi, RR
14. Kesulitan bernafas
15. Bingung
16. Bloking dalam
pembicaraan
17. Sulit berkonsentrasi
7. Gangguan Pola Tidur Setelah dilakukan NIC:
Faktor yang asuhan keperawatan Pengaturan Posisi (0840) 1. Lingkungan yang tenang dapat

STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2019


I Wayan Eko Darsana, S.Kep
27

berhubungan : selama... x 24 jam 1. Tempatkan pasien pada tempat tidur membantu klien untuk beristirahat
Patofisiologi diharapkan px tidak yang nyaman 2. Status oksigen yang adekuat membantu
Berhubungan sering terganggu saat tidur 2. Monitor status oksigen pasien sirkulasi oksigen dan meningkatkan
terbangun : dengan kriteria hasil : 3. Masukkan posisi tidur yang relaksasi
(Kerusakan transport 1) Jumlah jam tidur diinginkan pasien ke dalam rencana 3. Posisi yang nyaman dapat
oksigen) (sedikitnya 5 jam keperawatan meningkatkan kualitas tidur pasien
Angina per 24 jam untuk 4. Dorong pasien untuk ROM aktif atau 4. Gerakan membantu memberikan
Arteriosklerosis orang dewasa. ROM pasif relaksasi pada pasien
Gangguan pernapasan 2) Pola, kualitas dan 5. Tinggikan kepala tempat tidur 5. Posisi semi fowler membantu ekspansi
Gangguan sirkulasi rutinitas tidur paru lebih adekuat
(Kerusakan eliminasi 3) Kualitas tidur pasien
usus dan urine) 4) Perasaan segar
Diare setelah tidur
Konstipasi 5) Tempat tidur yang
Retensi Urine nyaman
Disuria 6) Suhu ruangan yang
Frekuensi nyaman
(Kerusakan
metabolisme)
Hipertiroidisme
Ulkus gastrikum
Gangguan hepatik
Tindakan
Berhubungan dengan
kesulitan menjalani
posisi yang biasa
Bidai, traksi
Nyeri

STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2019


I Wayan Eko Darsana, S.Kep
28

Terapi IV
Berhubungan dengan
tidur siang hari yang
berlebihan :
(Obat-obatan)
Tranquilizer
Sedatif
Hipnotik
Antidepresan
Antihipertensif
Amfetamin
Kortikosteroid
Soporifik
Barbiturat
Situasional (Personal,
Lingkungan)
Berhubungan dengan
hiperaktivitas yang
berlebihan
Ansietas panik
Berhubungan dengan
tidur siang hari yang
berlebihan
Berhubungan dengan
ketidakadekuatan
aktivitas pada siang
hari.
Berhubungan dengan

STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2019


I Wayan Eko Darsana, S.Kep
29

depresi
Berhubungan dengan
respons ansietas
Berhubungan dengan
rasa tak nyaman
Berhubungan dengan
gangguan gaya hidup
Emosional
Sosial
Berhubungan dengan
perubahan irama
sirkadian
Berhubungan dengan
ketakutan
Maturisional
(Anak)
Berhubungan dengan
ketakutan pada
kegelapan
(Wanita dewasa)
Berhubungan dengan
perubahan hormonal
(mis; pramenopause)

STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2019


I Wayan Eko Darsana, S.Kep
30

DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth’s (2015). Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. (Edisi
kedelapan). Jakarta : EGC.

Baradero, Mary, MN, SPC,Dkk,(2005). Klien Gangguan Ginjal. Jakarta : EGC

Doengoes, Marilynn E, RN. BSN, MA, CS (2015). Rencana Asuhan


Keperawatan. (Edisi ketiga). Jakarta : EGC.

Long, Barbara C. (2015). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses


Keperawatan. (Buku 3). Bandung : IAPK Padjajaran.

Noer, H.M, Sjaifoellah (2015). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. (Jilid kedua,
Edisi ketiga). Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Nursalam, DR. M.Nurs,dkk.(2014). System Perkemihan. Jakarta : salemba medika

Price, Sylvia Anderson, Ph.D., R.N (2015). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. (Edisi keempat). Jakarta : EGC.

STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2019


I Wayan Eko Darsana, S.Kep

Anda mungkin juga menyukai