Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.

S
DENGAN KASUS STEMI DI RUANG ICCU
RSUD WATES

Disusun Oleh :
NAMA :RICKA
NIM : 193203106

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
YOGYAKARTA
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Salah satu masalah utama kesehatan di negara maju maupun negara


berkembang dan menjadi penyebab utama kematian didunia adalah penyakit
jantung dan pembuluh darah. Pada tahun 2008, diperkirakan sebanyak 17,3 juta
kematian disebabkan penyakit ini. Kematian karena penyakit jantung dan pembuluh
darah, terutama jantung koroner dan stroke, diperkirakan akan terus meningkat.

Berdasarkan data WHO (2011) penyakit jantung merupakan penyebab


kematian nomor satu di dunia dan 60 % dari seluruh penyebab kematian penyakit
jantung adalah penyakit jantung iskemik. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2007, penyakit jantung menjadi salah satu penyebab utama
kematian. Kematian akibat penyakit jantung, hipertensi dan stroke mencapai 31,9%
sedangkan angka kematian karena penyakit kardiovaskular di rumah sakit sekitar 6-
12%.Di Indonesia prevalensi penyakit jantung dimasyarakat semakin hari semakin
meningkat. Prevalensi secara nasional mencapai 7,2%. Prevalensi penyakit jantung
koroner dan gagal jantung terlihat meningkat seiring peningkatan umur responden (
Kementrian Kesehatan, 2014 ).

Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah salah satu manifestasi klinis Penyakit
Jantung Koroner (PJK) yang utama dan paling sering mengakibatkan kematian.
SKA menyebabkan angka perawatan rumah sakit yang sangat besar dalam tahun
2003 di Pusat Jantung Nasional dan merupakan masalah utama saat ini. Manifestasi
klinis SKA dapat berupa angina pektoris tidak stabil (APTS), Non-ST elevation
myocardial infarction (NSTEMI) , atau ST elevation myocardial infarction
(STEMI) (Muchid, et al., 2006). Angka kejadian STEMI lebih sering dibandingkan
STEMI. Kurang lebih tiga dari 1000 orang menderita penyakit ini, namun angka
kejadiannya berbeda-beda di tiap negara (Hamm et al., 2011).
STEMI disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan peningkatan kebutuhan
oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner (Sudoyo, 2009). STEMI
terjadi karena thrombosis akut dan proses vasokonstriksi koroner. Trombosis akut
diawali dengan ruptur plak aterom yang tidak stabil. Pada lokasi ruptur plak terdapat
proses inflamasi dilihat dari jumlah makrofag dan limfosit T (Hendriarto, 2014).

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui Tinjauan Teori dari STEMI
2. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan pada Klien dengan STEMI
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
STEMI adalah adanya ketidakseimbangan antara pemintaan dan suplai oksigen
ke miokardium terutama akibat penyempitan arteri koroner akan menyebabkan
iskemia miokardium lokal. Iskemia yang bersifat sementara akan menyebabkan
perubahan reversibel pada tingkat sel dan jaringan (Sylvia,2008).
STEMI adalah infark miokard akut dengan elevasi ST yang terjadi dengan
mengembangkan oklusi lengkap arteri koroner kecil atau oklusi parsial arteri
koroner utama yang sebelumnya terkena aterosklerosis.
B. Etiologi
STEMI disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan peningkatan kebutuhan
oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. STEMI terjadi karena
thrombosis akut atau proses vasokonstriksi koroner, sehingga terjadi iskemia
miokard dan dapat menyebabkan nekrosis jaringan miokard dengan derajat lebih
kecil, biasanya terbatas pada subendokardium. Keadaan ini menyebabkan pelepasan
penanda nekrosis.
Penyebab paling umum adalah penurunan perfusi miokard yang dihasilkan dari
penyempitan arteri koroner disebabkan oleh thrombus nonocclusive yang telah
dikembangkan pada plak aterosklerotik terganggu. Penyempitan abnormal dari
arteri koroner mungkin juga bertanggung jawab.
1. Faktor Resiko
a. Yang tidak dapat diubah
1) Umur
2) Jenis kelamin : insiden pada pria tinggi, sedangkan pada wanita
meningkat setelah menopause
3) Riwayat penyakit jantung coroner pada anggota keluarga di usia muda
(anggota keluarga laki-laki muda dari usia 55 tahun atau anggota keluarga
perempuan yang lebih muda dari usia 65 tahun).
4) Hereditas
b. Yang dapat diubah
1) Mayor : hiperlipidemia, hipertensi, Merokok, Diabete, Obesitas, Diet
tinggi lemak jenuh, kalori
2) Minor : Inaktifitas fisik, emosional, agresif, ambisius, kompetitif, stress
psikologis berlebihan.
2. Faktor Penyebab
a. Trombus tidak oklusif pada plak yang sudah ada
b. Obstruksi dinamik (spasme coroner atau vasokontriksi)
c. Obstruksi mekanik yang progresif
d. Inflamasi
e. Gangguan Hematologi.
C. Manifestasi Klinis
Keluhan utama klasik : nyeri dada sentral yang berat , seperti rasa terbakar,
ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dipelintir, tertekan yang
berlangsung ≥ 20 menit, tidak berkurang dengan pemberian nitrat, gejala yang
menyertai : berkeringat, pucat dan mual, sulit bernapas, cemas, dan lemas.
a. Nyeri membaik atau menghilang dengan istirahat atau obat nitrat.
b. Kelainan lain: di antaranya atrima, henti jantung atau gagal jantung akut.
c. Bisa atipik:
1) Pada manula: bisa kolaps atau bingung
2) Pada pasien diabetes: perburukan status metabolik atau atau gagal jantung bisa
tanpa disertai nyeri dada.
D. Patofisiologi
STEMI dapat disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau peningkatan
Kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. STEMI terjadi
karena thrombosis akut atauvasokonstriksi koroner. Trombosis akut pada arteri
koroner diawali dengan adanya ruptur plak yang tak stabil. Plak yang tidak stabil ini
biasanya mempunyai inti lipid yang besar, densitas otot polos yang rendah, fibrous
cap yang tipis dan konsentrasi faktor jaringan yang tinggi. Inti lemak yang
cenderungruptur mempunyai konsentrasi ester kolesterol dengan proporsi asam
lemak tak jenuh yang tinggi. Padalokasi ruptur plak dapat dijumpai sel makrofag
dan limposit T yang menunjukkan adanya prosesimflamasi. Sel-sel ini akan
mengeluarkan sel sitokin proinflamasi seperti IL-6. Selanjutnya IL-6 akan
merangsang pengeluaran hsCRP di hati. (Harun, 2006, cit Sudoyo, 2006)
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Biomarker Jantung:
Troponin T dan Troponin I Petanda biokimia troponin T dan troponin I
mempunyai peranan yang sangat penting pada diagnostik, stratifikasi dan
pengobatan penderita Sindroma Koroner Akut (SKA).Troponin T mempunyai
sensitifitas 97% dan spesitifitas 99% dalam mendeteksi kerusakan sel miokard
bahkan yang minimal sekalipun (mikro infark). Sedangkan troponin I memiliki
nilai normal 0,1. Perbedaan troponin T dengan troponin I:
a. Troponin T (TnT) dengan berat molekul 24.000 dalton, suatu komponen
inhibitorik yang berfungsi mengikat aktin.
b. Troponin I (TnI) dengan berat molekul 37.000 dalton yang berfungsi mengikat
tropomiosin.
2. EKG (T Inverted dan ST Depresi)
Pada pemeriksaan EKG dijumpai adanya gambaran T Inverted dan ST
depresi yang menunjukkan adanya iskemia pada arteri koroner. Jika terjadi
iskemia, gelombang T menjadi terbalik (inversi), simetris, dan biasanya bersifat
sementara (saat pasien simptomatik). Bila pada kasus ini tidak didapatkan
kerusakan miokardium, sesuai dengan pemeriksaan CK-MB (creatine kinase-
myoglobin) maupun troponin yang tetap normal, diagnosisnya adalah angina
tidak stabil. Namun, jika inversi gelombang T menetap, biasanya didapatkan
kenaikan kadar troponin, dan diagnosisnya menjadi NSTEMI. Angina tidak
stabil dan NSTEMI disebabkan oleh thrombus non-oklusif, oklusi ringan (dapat
mengalami reperfusi spontan), atau oklusi yang dapat dikompensasi oleh
sirkulasi kolateral yang baik.
3. Echo Cardiografi pada Pasien Non-ST Elevasi Miokardial Infark
a. Area Gangguan
b. Fraksi Ejeksi
Fraksi ejeksi adalah daya sembur jantung dari ventrikel ke aorta. Freksi pada
prinsipnya adalah presentase dari selisih volume akhir diastolik dengan
volume akhir sistolik dibagi dengan volume akhir diastolik. Nilai normal >
50%. Dan apabila < dari 50% fraksi ejeksi tidak normal.

4. Angiografi koroner (Coronari angiografi)


Untuk menentukan derajat stenosis pada arteri koroner. Apabila pasien
mengalami derajat stenosis 50% pada pasien dapat diberikan obat-obatan. Dan
apabila pasien mengalami stenosis lebih dari 60% maka pada pasien harus di
intervensi dengan pemasangan stent.
5. Pemeriksaan laboratorium
Troponin T atau Troponin I merupakan pertanda nekrosis miokard lebih spesifik
dari pada CK dan CKMB. Pada pasien IMA, peningkatan Troponin pada darah
perifer setelah 3-4 jam dan dapatmenetap sampai 2 minggu (Anderson Jeffry L,
2007).
F. Komplikasi
Adapun komplikasi yang terjadi pada pasien STEMI, adalah:
1. Disfungsi ventrikuler
Setelah STEMI, ventrikel kiri akan mengalami perubahan serial dalam
bentuk, ukuran, dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non
infark. Proses ini disebut remodeling ventikuler dan umumnya mendahului
berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam hitungan bulan atau tahun
pasca infark.
2. Gangguan hemodinamik
Gagal pemompaan ( puump failure ) merupakan penyebab utama kematian
di rumah sakit pada STEMI. Perluasaan nekrosis iskemia mempunyai korelasi
yang baik dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal ( 10 hari
infark ) dan sesudahnya. Tanda klinis yang sering dijumpai adalah ronkhi basah
di paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop. Pada pemeriksaan rontgen dijumpai
kongesti paru.
3. Gagal jantung
4. Syok kardiogenik
5. Perluasan IM
6. Emboli sitemik/pilmonal
7. Perikardiatis
8. Ruptur
9. Ventrikrel
10. Otot papilar
11. Kelainan septal ventrikel
G. Penatalaksanaan Medis
1. Tatalaksana awal pasien dugaan SKA (dilakukan dalam waktu 10 menit):
a. Memeriksa tanda-tanda vital
b. Mendapatkan akses intra vena
c. Merekam dan menganalisis EKG
d. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik
e. Mengambil sediaan untuk pemeriksaan enzim jantung, elektrolit serta
pemeriksaan koagulasi
f. Mengambil foto rongten thorax (<30 menit).
g. EKG harus dilakukan segera dan dilakukan rekaman EKG berkala untuk
mendapatkan ada tidaknya elevasi segmen ST. Troponin T/I diukur saat
masuk, jika normal diulang 6-12 jam kemudian. Enzim CK dan CKMB
diperiksa pada pasien dengan onset < 6 jam dan pada pasien pasca infark <
2minggu dengan iskemik berulang untuk mendeteksi reinfark atau infark
periprosedural.
2. Tatalaksana awal SKA tanpa elevasi segmen ST di unit emergency:
a. Oksigen 4 L/ menit (saturasi oksigen dipertahankan > 90%)
b. Aspirin 160 mg (dikunyah)
c. Tablet nitrat 5mg sublingual (dapat diualang 3x) lalu per drip bila masih nyeri
dada.
d. Mofin IV (2,5mg-5mg) bila nyeri dada tidak teratasi dengan nitrat.
3. Pencegahan Sekunder
Tatalaksana terhadap faktor resiko antara lain :
a. Mencapai berat badan optimal
b. Nasehat diet
c. Penghentian merokok
d. Olah raga
e. Pengontrolan Hipertensi
f. Tatalaksana Diabetes Melitus dan deteksi Diabetes Melitus yang tidak dikenali
sebelumnya
H. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Keadaan umum
Pada pemeriksaan keadaan umum, kesadaran klien IMA biasanya baik atau
compos mentis (CM) dan akan berubah sesuai tingkat gangguan yang
melibatkan perusi sistem saraf pusat.
b. B1 (Breathing)
Klien terlihat sesak, frekuensi napas melebihi normal dan mengeluh sesak
napas seperti tercekik. Dispnea kardiak biasanya ditemukan. Sesak napas
terjadi akibat pengerahan tenaga dan disebabkan oleh kenaikan tekanan akhir
diastolic ventrikel kiri yang meningkatkan tekanan vena pulmonalis. Hal ini
terjadi karena terdapat kegagalan peningkatan curah darah oleh ventrikel kiri
pada saat melakukan kegiatan fisik. Dispnea kardiak pada infark miokardium
yang kronis dapat timbul pada saat istirahat.
c. B2 (Blood)
1) Inspeks : adanya jaringan parut pada dada klien. Keluhan lokasi nyeri
biasanya di daerah substernal atau nyeri atas pericardium. Penyebaran
nyeri dapat meluas di dada. Dapat terjadi nyeri dan ketidakmampuan
menggerakkan bahu dan tangan.
2) Palpasi : denyut nadi perifer melemah. Thrill pada IMA tanpa komplikasi
biasanya tidak ditemukan.
3) Auskultasi : tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan volume
sekuncup yang disebabkan IMA. Bunyi jantung tambahan akibat kelainan
katup biasanya tidak ditemukan pada IMA tanpa komplikasi.
4) Perkusi: batas jantung tidak mengalami pergeseran
d. B3 (Brain)
Kesadaran umum klien biasanya CM. Pengkajian objektif klien, yaitu wajah
meringis, menangis, merintis, merenggang, dan menggeliat yang merupakan
respons dari adanya nyeri dada akibat infark pada miokardium. Tanda klinis
lain yang ditemukan adalah takikardia, dispnea pada saat istirahat maupun saat
beraktivitas.
e. B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine dengan intake cairan klien. Oleh karena itu,
perawat perlu memonitor adanya oliguria pada klien dengan IMA karena
merupakan tanda awal syok kardiogenik.
f. B5 (Bowel)
Klien biasanya mengalami mual dan muntah. Pada palpasi abdomen
ditemukan nyeri tekan pada keempat kuadran, penurunan peristaltic usus yang
merupakan tanda utama IMA.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen Cedera Biologis
b. Penurunan Curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi dan
irama jantung
c. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen
dan kebutuhan oksigen
3. NIC & NOC
Diagnosa NOC NIC
Keperawatan
Nyeri Akut Kontrol nyeri Manajemen nyeri
berhubungan dengan 1. Lakukan pengkajian
1. Klien mengenali
Agen cedera komprehensif terhadap
faktor penyebab nyeri
Biologis nyeri (PQRST),
2. Klien mengenali
observasi tanda
lamanya (onset) nyeri
nonverbal adanya
3. Klien mampu
ketidaknyamanan
menggunakan metode
2. Gunakan teknik
nonfarmakologik untuk
komunikasi
mengurangi nyeri
terapeutik untuk
4. Klien menggunakan
mengetahui
analgetik sesuai
pengalaman nyeri
kebutuhan
3. Kaji lstsr belakang
5. Klien melaporkan nyeri
budaya yang
terkontrol
mempengaruhi respon
6. Klien melaporkan skala
nyeri
nyeri berkurang
4. Tentukan dampak nyeri
7. Klien melaporkan
terhadap kualitas hidup
frekuensi
(ex: tidur, selera makan,
nyeri berkurang
aktivitas, kognisi,
mood, dll)
5. Sediakan informasi
tentang nyeri, misalnya
penyebab, onset dan
durasi nyeri, antisipasi
ketidaknyamanan
karena prosedur
tertentu
6. Kontrol factor
lingkungan yang dapat
mempengaruhi respon
klien terhadap
ketidaknyamanan (ex:
suhu ruang, kebisingan,
cahaya)
7. Ajarkan teknik
nonfarmakologi
(ex: biofeedback,
TENS, hypnosis,
relaksasi, guided
imagery, terapi music,
distraksi, terapi
bermain, terapi
aktivitas, acupressure,
aplikasi panas/dingin,
dan massase).
8. Tingkatkan istirahat dan
tidur.
9. Monitor kepuasan
pasien dengan
manajemen nyeri yang
dilakukan
10. Observasi reaksi
nonverbal dari
ketidaknyamanan
11. Evaluasi pengalaman
nyeri masa lampau
12. Evaluasi efektivitas
intervensi
13. Kolaborasikan
pemberian analgetik

Penurunan Curah Pompa Jantung Efektif : Cardiac Care


jantung berhubungan
1. HR dalam batas normal 1. Catat urine output
dengan perubahan
2. RR dalam batas normal 2. Pantau EKG 12 lead
frekuensi dan irama
3. Toleransi aktivitas 3. Fasilitasi bedrest dan
jantung
lingkungan yang tenang
Status sirkulasi
4. Posisikan supinasi
1. Warna kulit normal dengan elevasi kepala
2. Tidak terjadi disritmia 30° dan elevasi kaki
3. Tidak ada suara jantung 5. Anjurkan mencegah
yang abnormal valsava manufer atau
4. Tidak terdapat angina mengejan
5. Tidak terdapat 6. Berikan makanan dalam
edema perifer, edema komposisi lunak
pulmo 7. Berikan oksigenasi dan
6. Tidak terdapat mual medikasi
8. Monitor tanda tanda
vital,bunyi frekuensi
dan irama jantung
9. Monitor parameter
hemodinamik
dan perfusi perifer
Circulation care
1. Monitor kulit dan
ekstremitas
2. Monitor tanda tanda
vital
3. Monitor pemenuhan
cairan
4. Evaluasi nadi dan edem
perifer

Intoleransi Aktivitas Aktivitas Konservasi Terapi aktifitas


berhubungan dengan energy:
1. Tentukan penyebab
ketidakseimbangan 1. Istirahat dan aktifitas
intoleransi aktifitas
suplai oksigen dan klien seimbang
2. Berikan periode
kebutuhan oksigen 2. Klien mengetahui
istirahat saat beraktifitas
keterbatasan energinya
3. Pantau respon kerja
3. Klien mengubah gaya
kardiopulmonal
hidup sesuai tingkat
sebelum dan setelah
energy
aktifitas
4. Klien memelihara nutrisi
4. Minimalkan kerja
yang adekuat
kardiopulmonal
5. Persediaan energi klien
5. Tingkatkan aktifitas
cukup
secara bertaha Ubah
untuk beraktifitas
posisi pasien secara
Toleransi aktifitas : perlahan dan monitor
gejala intoleransi
1. Saturasi oksigen dalam
aktifitas
batas normal/dalam
6. Ajarkan klien teknik
respon aktifitas
mengontrol pernafasan
2. HR klien dalam kisaran
saat aktifitas.
normal
3. Respirasi Rate klien 7. Monitor dan catat
dalam kisaran normal kemampuan
4. Tekanan darah dalam untuk mentoleransi
respon aktifitas aktifitas
8. Monitor intake nutrisi
untuk memastian
kecukupan sumber
energi
9. Kolaborasi dengan
fisioterapis
untuk peningkatan
level aktifitas
Daftar Pustaka
A.Price, Sylvia. (2008). Patofisiologi, konsep klinis proses-proses penyakit.
Jakarta : EGC
Coven, D.,L. 2011. Acute Coronary Syndrome. Retrieved from
http://emedicine.medscape.com/article/1910735-overview

Docterman dan Bullechek. 2015. Nursing Invention Classifications (NIC)


Edition 4, United States Of America: Mosby Elseveir Acadamic Press.

Faqih, R.,. (2006). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler. Malang: UMM Press

Kemenkes, 2009, Pedoman Pengendalian Penyakit Jantung dan Pembuluh


Darah, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 854,
Jakarta.

Maas, Morhead, Jhonson dan Swanson. 2015. Nursing Out Comes (NOC).
United States Of America: Mosby Elseveir Acadamic Press.

Muchid, dkk., 2006, Pharmaceutical Care untuk Pasien Penyakit Jantung


Koroner : Fokus Sindrom Koroner Akut, Penerbit Direktorat Bina Farmasi
Komunitas dan Klinik, Departemen Kesehatan, Jakarta.

Nanda Internasional. 2018. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi


2018-2020. Jakarta: EGC.

Riskesdas, 2007, Riset Kesehatan Dasar, Badan Penelitian dan Pengembangan


Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, Jakarta.

Smeltzer, Suzanne C & Brenda G. Beare. 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. Ed. 8. Vol. 3. Jakarta : EGC

Sudoyo, A., W.,. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna
Publishing.

Anda mungkin juga menyukai