Anda di halaman 1dari 28

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Poliester
Poliester merupakan polimer dengan gugus fungsi ester di dalam rantai utamanya. Bahan
utama yang digunakan dalam pembuatan poliester adalah etilena, yang berasal dari minyak
bumi. Saat ini, ada dua jenis utama dari polyester yaitu polyethylene terephthalate (PET)
dan poly-1,4-cyclohexylene-dimethylene (PCDT). PET merupakan jenis yang paling popular
karena lebih banyak diaplikasikan dalam berbagai penggunaan yang lebih luas dibandingkan
dengan PCDT. Namun, PCDT bersifat lebih elastis dan tangguh dan dimanfaatkan dalam
aplikasi konsumen yang lebih berat.
Poliester dimanfaatkan dalam berbagai kegunaan seperti tekstil, perabotan rumah tangga,
botol plastik, insulasi elektrik, kain industri, hologram, kapasitor, dan berbagai kegunaan
lain di dalam industri. Pemanfaatan poliester yang paling utama adalah di bidang tekstil
karena poliester memiliki sifat yang kuat, fleksibel, cepat kering, tahan kerutan dan
menyusut, serta harganya yang murah. Selain berbagai sifat unggul tersebut, poliester juga
memiliki sifat-sifat yang membatasi penggunaannya. Poliester dapat bersifat termoset
maupun termoplastik, tetapi kebanyakan poliester bersifat termoplastik, yaitu dapat berubah
bentuk akibat pemanasan. Poliester juga mudah terbakar dan terdegradasi pada temperatur
tinggi.

PET (Polyethylene Terephthalate)


PET merupakan salah satu polimer termoplastik yang paling banyak digunakan di dunia saat
ini. PET terdiri dari monomer ethylene terephthalate dengan rumus kimia (C10H8O4)n
dengan n adalah derajat polimerisasi. Rumus bangun PET disajikan pada Gambar 2.1
sebagai berikut.

Gambar 2.1 Rumus bangun PET


PET merupakan plastik transparan dan semi-kristal yang banyak digunakan sebagai serat
untuk pakaian, botol, dan packaging. Beberapa karakteristik PET yaitu resistan terhadap air,
rasio kekuatan dan beratnya yang tinggi, tidak mudah pecah, kesediaannya yang melimpah
serta ekonomis dan dapat didaur ulang. PET diproduksi dari sintesis etilen glikol dan asam
tereftalat. Meskipun tanpa penambahan zat aditif, PET tetap memiliki sifat kuat dengan
beratnya yang ringan. Menurut studi yang dilakukan oleh PETresin.org (2016),”Studi siklus
hidup PET telah secara konsisten menunjukkannya sebagai bahan yang sangat berkelanjutan
(sustainable) dan ramah terhadap lingkungan.”

Polimerisasi PET
Polimerisasi adalah proses bereaksi molekul monomer bersama dalam reaksi kimia untuk
membentuk tiga dimensi jaringan atau rantai polimer. PET diproduksi dengan reaksi
polimerisasi anatara ethylene glycol dan terephtalic acid. Ethylene glycol adalah cairan tak
berwarna turunan ethylene, dan terephtalic acid berbentuk padatan kristalin turunan dari
xylene. Ketika dipanaskan dan diberi tambahan katalis, ethylene glycol dan terephtalic acid
akan bereaksi menghasilkan PET dalam bentuk lelehan kental yang dapat dipintal langsung
menjadi serat atau dipadatkan untuk kemudian diproses sebagai plastik. Viskositas intrinsik
PET sangat dipengaruhi oleh level vakum, temperatur, waktu tinggal, dan kecepatan agitator
(desain mekanik).
Pada proses manufaktur PET, terjadi dua tahapan proses utama yaitu tahap esterifikasi dan
polikondensasi. Reaksi esterifikasi adalah reaksi antara asam karboksilat dengan alkohol
yang menghasilkan ester dan air. Pada pembuatan PET ini, PTA bertindak sebagai asam
MEG sebagai alkohol dan DHET adalah ester. Rasio mol PTA dan MEG dibutuhkan untuk
berlangsungnya proses esterifikasi. Reaksi esterifikasi disajikan pada Gambar 2.2 sebagai
berikut.

EG
PTA

DHET

Gambar 2.2 Reaksi esterifikasi


Pada praktiknya reaksi ini tidak hanya menghasilkan DHET dan air, reaksi ini juga dapat
membentuk reaksi samping yang dapat menghasilkan produk-produk seperti half-ester,
acetaldehyde, 2-methyl-1,3-dioxalane, DEG dan TEG. Berikut adalah reaksi samping yang
terjadi saat proses esterifikasi. Beberapa reaksi samping yang terjadi adalah sebagai berikut.

a. PTA + EG → Half ester + Asetaldehid + Air


b. EG + Asetaldehid → 2-metil-1,3-dioksalan + Air
c. EG ↔ DEG + Air
d. EG + DEG ↔ TEG + Air
e. EG ↔ Asetaldehid + Air
Tahap reaksi polikondensasi beroperasi pada tekanan yang rendah dan temperatur tinggi. Pada
tahap ini, terjadi penggabungan monomer-monomer (mikromolekul) menjadi polimer
(makromolekul). Reaksi ini umumnya berjalan lambat, berbeda dengan reaksi esterifikasi,
sehingga perlu ditambahkan katalis untuk mempercepat reaksinya dan menurunkan energi
aktivasi. Selain penambahan katalis, pada tahap ini ditambahkan berbagai zat aditif agar polimer
yang terbentuk memiliki karakteristik yang diinginkan. Beberapa zat aditif yang ditambahkan
adalah antimony trioxide (Sb2O3), DEG (dietylene glycol), toner, dan stability glycol. Reaksi
polikondensasi disajikan pada Gambar 2.3 sebagai berikut.
Keterangan: n = derajat polimerisasi

EG
Gambar 2.3 Reaksi polikondensasi
BAB III
BAHAN BAKU UTAMA DAN BAHAN BAKU PENUNJANG

Bahan baku yang digunakan pada proses produksi poliester terdiri dari bahan baku utama
dan bahan baku penunjang. Bahan baku utama yang digunakan pada proses pembuatan
polyester adalah purified terephthalic acid (PTA) dan ethylene glycol (EG). Selain bahan
baku utama, dibutuhkan bahan baku penunjang yaitu antimony trioxide (Sb2O3) sebagai
katalis dan aditif berupa serbuk titanium dioxide (TiO2), diethylene glycol (DEG), stability
mono ethylene glycol (SMEG), dan toner.

Bahan Baku Utama

Purified Terephthalic Acid (PTA)


Purified Terephthalic Acid (Asam Tereftalat) atau biasa disebut dengan PTA telah umum
digunakan sebagai prekursor gugus karboksilat pada pembuatan poliester. PTA merupakan
produk samping dari pengolahan minyak tanah berupa serbuk putih. Sifat fisika dan kimia
dari PTA disajikan dalam Tabel 3.1 sebagai berikut.

Tabel 3.1 Sifat Fisik dan Kimia PTA


Sifat Fisik dan Kimia Karakteristik
Rumus Molekul C8H6O4
Nama Kimia Benzene 1-4-Dicarboxilic Acid
Berat Molekul 166,13 g/mol
Massa Jenis 1,5 g/cc
Bentuk Fisik Serbuk putih
Kelarutan Larut dalam EG (Ethylene Glycol)
Flammable Mudah terbakar
Flash Point 260°C
Auto-ignition Temperature 496°C
Sumber: MSDS PT. Indorama Petrochemicals Indonesia
PTA yang digunakan dipasok dari PT. Indorama Petrochemicals Indonesia, PT. Mistubishi
Chemical Indonesia (MCI), PT. Amoko Mitsui Indonesia, IRPL Thailand, dan PT. Hanwa.
PTA diterima dalam dua bentuk kemasan yaitu bentuk curah (bulk) dan bag. Karakteristik
PTA yang digunakan dapat mempengaruhi kualitas produk yang dihasilkan, untuk itu PTA
yang digunakan harus memenuhi standar dengan spesifikasi tertentu. Karakterstik PTA
curah telah terlebih dahulu dianalisis oleh PT. BPPI (BP Petrochemicals Indonesia) sebelum
ditransportasikan ke CP-4. Spesifikasi PTA yang digunakan disajikan dalam Tabel 3.2
sebagai berikut.

Tabel 3.2 Spesifikasi PTA


Parameter Specificaton Unit
4-CBA 25 Max ppm
A-CT 190 Max ppm
Moisture 0,2 Max wt%
b* Value 1 Max ppm
Ash 6 Max ppm
Parameter Specificaton Unit
Metals:
Iron 2 Max ppm
Cobalt 1 Max ppm
Molybdenum 1 Max ppm
Chromium 1 Max ppm
Manganese 1 Max ppm
Nickel 1 Max ppm
Titanium 1 Max ppm
Aluminum 2 Max ppm
Calcium 2 Max ppm
Sodium 2 Max ppm
Potassium 2 Max ppm
Toal Heavy Metal 3 Max ppm
DMF Colour 5% Solution 10 Max APHA No.
Acid Number 673-677 Mg
KOH/Gr
PTA
Sumber: PT. Indorama Polychem Indonesia

Mono Ethylene Glycol (MEG)


Mono Ethylene Glycol (MEG) merupakan cairan tidak berwarna dengan tekstur yang sedikit
kental dan tidak berbau. Sifat fisik dan kimia MEG disajikan pada Tabel 3.3 sebagai berikut.

Tabel 3.3 Sifat Fisik dan Kimia MEG


Sifat Fisika dan Kimia Karakteristik
Rumus Molekul C2H4(OH)2
Nama Kimia Ethane-1,2 diol
Titik Didih 197°C
Titik Lebur -12,9°C
Massa Jenis 1,1132 g/cm3
Titik Nyala 240,8°F
Indeks Bias pada 25°C 1,43
Viskositas 1,61 x 10-2 pa.s
Sumber: MSDS PT. Sabic Asia Pasific Pte. Ltd
MEG yang digunakan pada CP-4 PT. Indorama Polychem Indonesia dipasok oleh PT. Sabic
Asia Pasific Pte Ltd. MEG yang baru dipasok ini disebut dengan virgin MEG. Sebelum
digunakan dalam proses, MEG harus memenuhi standar dengan spesifikasi yang disajikan
pada Tabel 3.4 sebagai berikut.
Tabel 3.4 Spesifikasi EG
Properties Spesifikasi Unit
Bentuk Cairan transparan
Kadar Aldehid < 10 ppm
Besi 0,2 ppm
Abu (ash) < 10 ppm
Klorida <2 ppm
Sulfat < 20 ppm
Warna < 10 ALPHA
Diethylene Glycol < 0,05 % wt
Kadar Air <1 % wt
Spesific Content 1,1139 – 1,1115 gram/cm
Angka Asam Mg KOH/gr <0,03
Sumber: Departemen QCC PT. Indorama Polychem Indonesia

Bahan Baku Penunjang

Antimony Trioxide (Sb2O3)


Antimony Trioxide merupakan senyawa aditif berbentuk serbuk putih dan digunakan sebagai
katalis pada reaksi polimerisasi. Katalis dapat menurunkan energi aktivasi reaksi sehingga
reaksi dapat terjadi pada suhu yang lebih rendah. Kebutuhan katalis dipasok dari Nihon
Seiko Co., Ltd yang dikemas dalam bag berisi 20 kg/bag. Kadar Sb2O3 dalam polimer dapat
mempengaruhi sifat fisik polimer yang dihasilkan, sehingga kadarnya harus dijaga tetap
pada keadaan minimum. Kadar Sb2O3 yang terlalu tinggi dapat menurunkan derajat warna
“L” (warna mendekati abu-abu). Selain itu, kadar Sb2O3 yang tinggi akan menyumbat
lubang-lubang kapiler pada spinneret sehingga filamen yang dihasilkan mudah putus dan
menurunkan kualitas benang yang diproduksi. Spesifikasi Sb2O3 yang digunakan disajikan
pada Tabel 3.5 sebagai berikut.
Tabel 3.5 Spesifikasi Antimony Trioxide
Karakteristik Spesifikasi Unit
Rumus Molekul Sb O
2 3 -
Bentuk Serbuk putih -
Densitas 5,2 gr/cm3
Specific Gravity 5 -
Konsentrat 291,5 % wt
Konsenrasi Antimoni 1 ± 0,05 % wt
Klorida 38 – 44 ppm
Titik Didih < 100 °C
Titik Lebur 656 °C
Sumber: MSDS PT. Indorama Polychem Indonesia

Titanium Dioxide (TiO2)


Titanium Dioxide merupakan senyawa aditif berbentuk serbuk kristal putih dan digunakan
sebagai pemberi warna buram pada benang. Kebutuhan TiO2 dipasok dari Fuji Titanium
Co., Ltd yang dikemas dalam bag berisi 500 kg/bag. Ukuran partikel TiO2 sangat
berpengaruh terhadap produk yang dihasilkan. Partikel TiO2 yang terlalu besar dapat
menyebabkan break atau putusnya benang pada proses spinning. Secara teknis, apabila
penggumpalan TiO2 tidak melebihi 1 mikron maka tidak akan mempengaruhi kinerja proses
spinning dan kualitas benang itu sendiri. Spesifikasi TiO2 yang digunakan disajikan pada
Tabel 3.6 sebagai berikut.

Tabel 3.6 Spesifikasi Titanium Dioxide


Spesifikasi Unit
Rumus Molekul TiO2 -
Bentuk Kristal tetragonal -
Warna Putih -
Berat Molekular 79,9 gr/mol
Densitas 3,8 gr/mol
Kadar air < 0.2 % wt
Indeks Bias Pada 25 ˚C 2,583 -
Titik Didih 2972 °C
Titik Lebur 1843 °C
Sumber: MSDS PT. Indorama Polychem Indonesia

Diethylene Glycol (DEG)


Zat aditif diethylene glycol (DEG) ditambahkan kedalam polimer untuk meningkatkan daya
serap warna atau biasa disebut dengan deability. Semakin tinggi DEG dalam polimer maka
semakin banyak zat warna yang dapat diserap oleh benang.

Stability Mono Ethylene Glycol (SMEG)


Penambahan stability mono ethylene glycol SMEG bertujuan untuk mencegah terjadinya
degradasi polimer akibat temperatur tinggi. Degradasi ini dapat mengakibatkan terjadinya
perubahan warna pada polimer. Selain itu, aliran SMEG juga membantu polimer agar dapat
naik ke bagian atas reaktor vertical processor (VP).

Toner
Toner ditambahkan dalam polimer sebagai pemberi dan penstabil warna polimer. Toner
yang digunakan dalam proses pembuatan polimer adalah red toner dan blue toner untuk
memberi efek warna kebiruan pada chips.
BAB IV
PRODUK UTAMA, PRODUK SAMPING, DAN LIMBAH

Poliester yang diproduksi oleh PT. Indorama Polychem Indonesia dijual dalam bentuk 3
produk utama yaitu partially oriented yarn (POY), polyester staple fiber (PSF), dan chip
polyester. Proses produksi polyester menghasilkan limbah namun tidak menghasilkan
produk samping.

Produk Utama

Partially Oriented Yarn (POY)


Partially Oriented Yarn (POY) atau biasa disebut dengan Undrew Yarn (UDY) merupakan
benang setengah jadi, yaitu benang yang belum mengalami penarikan. Departemen POY
CP-4 memiliki kapasitas produksi sebanyak 200 ton POY/hari. Benang POY dapat langsung
dipasarkan serta diolah lebih lanjut menjadi Draw Textured Yarn (DTY) atau Fully Drawn
Yarn (FDY). Benang yang diproduksi harus memenuhi intrinsic viscosity sesuai dengan
standar yaitu 0,625 ± 0,010.

Polyester Staple Fiber (PSF)


Polyester Staple Fiber (PSF) adalah kapas sintetik yang biasanya digunakan sebagai bahan
pembuatan kain rajut. Departemen PSF memiliki kapasitas produksi sebanyak 450 ton
PSF/hari.

Chip Polyester
Produksi Chip Polyester dilakukan sebagai balancing throughput atau unit penyeimbang
apabila melt polymer melebihi kebutuhan untuk produksi POY dan PSF. Chip Polyester
yang dihasilkan merupakan chip dengan textile grade atau disebut juga dengan chip semi
dull yang berwarna putih.

Limbah
Limbah yang dihasilkan di PT. Indorama Polychem Indonesia terdiri dari limbah proses
(waste process) dan limbah non-proses (waste non-process). Limbah proses merupakan
limbah yang dihasilkan dari rangkaian proses produksi, sementara itu limbah non-proses
merupakan limbah yang dihasilkan dari aktivitas domestik. Limbah yang dihasilkan
disajikan pada Tabel 4.1 sebagai berikut.

Tabel 4.1 Limbah PT. Indorama Polychem Indonesia


Limbah Keterangan Sumber Tipe
Ceceran PTA PTA yang tercecer di lantai PTA unloading, A
saat proses unloading charging bag
Bag PTA Kemasan bahan baku PTA PTA charging A
Olygomer Sample Sampel oligomer yang Sampel ester, VP, A
diambil di titik-titik tertentu dan finisher
Chips Oversize dan Chips yang tidak memenuhi Cutter system B
Undersize standar ukuran yang telah
ditetapkan
Chips Sweeping Chips yang mengalami Bagging area B
kontaminasi debu akibat chips
jatuh dan tidak tertampung
Limbah Keterangan Sumber Tipe
Ceceran PTA PTA yang tercecer di lantai PTA unloading, A
saat proses unloading charging bag
Kertas Kemasan Kemasan bahan baku yang TiO2 preparation, C
digunakan dalam proses catalyst
preparation
Debu, kertas makan Lantai, kantor D
Fly ash CPP, DCB, SCB A
Bottom ash CPP, DCB, SCB A
Oli bekas Maintenance alat B
Cake IPAL IPAL B
Sumber: Departemen Health Safety and Environment PT. Indorama Polychem Indonesia
Keterangan:

Tipe A : Limbah proses (recycle) B3/non-B3


Tipe B : Limbah proses (non-recycle) B3/non-B3
Tipe C : Limbah non-proses (recycle) B3/non-B3
Tipe D : Limbah non-proses (non-recycle) B3/non-B3
BAB V
DESKRIPSI PROSES

Proses produksi poliester di PT. Indorama Polychem Indonesia secara garis besar terbagi
menjadi 3 yaitu proses persiapan, proses utama, dan proses akhir. Proses persiapan
merupakan proses penyiapan bahan-bahan yang akan diumpankan dalam proses. Proses
utama merupakan proses untuk mereaksikan bahan baku menjadi poliester. Proses akhir
merupakan proses pengolahan poliester menjadi produk yang siap dijual berupa partially
oriented yarn (POY), polyester staple fiber (PSF), dan textile grade chip.

Proses Persiapan
Proses persiapan meliputi proses persiapan bahan baku utama berupa PTA dan EG. Selain
itu dilakukan juga proses persiapan bahan baku penunjang berupa katalis dan bahan aditif
TiO2.

Proses Persiapan PTA


PTA dalam bentuk curah (bulk) dari PT. Indorama Petrochemicals Indonesia
ditransportasikan menggunakan truk kontainer berkapasitas 25 ton/kontainer. PTA curah
dalam kontainer dibongkar di area tilting station. Setiap kontainer memiliki lubang atau
line hole. Adaptor dipasangkan dari line hole kontainer ke feeding hopper unloading. Pada
tilting station kontainer dimiringkan dengan sudut tertentu sehingga PTA curah akan turun
secara gravitasi ke feeding hopper unloading. Kemiringan diatur secara bertahap yaitu 20°,
30°, dan maksimal 45°. Waktu rata-rata pembongkaran PTA curah ini adalah 1 jam per
kontainer.

PTA dalam bentuk bag disimpan didalam gudang penyimpanan untuk menjaga
ketersediaan PTA apabila pasokan PTA curah terhambat. PTA dari PT. Indorama
Petrochemicals Indonesia dikemas dengan berat 1,2 ton/bag. PTA dalam bentuk bag
langsung dimasukkan ke unloading hopper secara manual.
PTA dari feeding hopper unloading dan unloading hopper selanjutnya masuk ke chain
conveyor. Terdapat dua sistem konveyor yang mengangkut PTA ke silo. Masing-masing
sistem konveyor dapat menyalurkan PTA baik ke PTA silo A maupun PTA silo B sehingga
operasi dapat dilakukan secara fleksibel. PTA difluidisasikan oleh gas inert (Nitrogen)
melalui valve rotary feeder dari silo A dan silo B ke PTA intermediate hopper. PTA
kemudian akan mengalir secara gravitasi ke slurry mix tank (SMT). Skema proses
persiapan PTA disajikan pada Gambar 5.1 sebagai berikut.
Filter

PTA PTA
Silo A Silo B

PTA PTA
bag bag

PTA
Intermediate
Hopper Hopper Hopper

To Slurry Mix Tank

Chain Conveyor

Gambar 5.1 Skema proses persiapan PTA

Proses Persiapan MEG


MEG ditransportasikan ke pabrik dari Pelabuhan Merak dalam bentuk cair menggunakan
truk tangki berkapasitas 30.000 – 34.000 liter. Sampel MEG yang diterima oleh unit
unloading MEG terlebih dahulu dibawa ke unit QCC (Quality Control Chemical) untuk
diperiksa kualitasnya. Apabila MEG yang diterima tidak memenuhi standar, maka MEG
akan dikembalikan atau diberi perlakuan khusus di CP lain agar memenuhi standar.

MEG yang telah memenuhi standar dipompa dari truk tangki menggunakan MEG
unloading pump menuju MEG tank A dan B. Sebelum dialirkan ke MEG tank, MEG
terlebih dahulu dialirkan ke filter untuk menyaring kotoran-kotoran yang terbawa. Proses
unloading MEG dari truk tangki menuju ke tank farm membutuhkan waktu sekitar 30
menit per tangki.
Selain virgin MEG, digunakan juga recycle EG yang merupakan produk samping dari
proses esterifikasi dan polimerisasi pada reaktor esterifikasi, reaktor VP, dan reaktor
finisher. Recycle EG ditampung pada tangki recycle EG di tank farm area. MEG kemudian
dialirkan untuk keperluan proses pada unit-unit sebagai berikut.
a. EG Feed Tank
b. Slurry Mix Tank
c. Stability EG Tank
d. TiO2 Preparation
e. Catalyst Preparation
f. VP Hotwell
g. Finisher hotwell
h. Finisher Mechanical Seal
Proses Persiapan Katalis
Bahan baku katalis antimony trioxide diperoleh dalam bentuk serbuk sehingga perlu
dilarutkan terlebih dahulu meggunakan virgin EG. Kelarutan katalis dalam EG sangat
rendah sehingga perlu dilakukan pemanasan pada proses pelarutan katalis di dalam EG.
Skema proses persiapan katalis disajikan pada Gambar 5.2 sebagai berikut.

Catalyst Virgin EG

Catalyst Catalyst
Pump
Mix Tank
Catalyst
Feed Tank

Catalyst Heater To Slurry Mix Tank

Gambar 5.2 Skema proses persiapan katalis


Proses persiapan katalis dilakukan secara batch. Sebanyak 13.750 kg virgin EG dialirkan
ke dalam catalyst mix tank kemudian dipanaskan dengan menggunakan catalyst heater.
Heater yang digunakan adalah heat exchanger tipe shell and tube dengan pemanas
dowtherm. Setelah suhu virgin EG mencapai 105°C, sebanyak 275 kg Sb2O3 dialirkan ke
catalyst mix tank. Selain Sb2O3 dialirkan juga red toner dan blue toner dengan
perbandingan 1:2.
Campuran tersebut diaduk menggunakan agitator sambil dipanaskan secara sirkulasi
hingga suhunya mencapai 150°C. Konsentrasi katalis yang digunakan dalam proses adalah
1,79 ± 0,05 %wt. Selanjutnya, katalis dipompa menuju catalyst feed tank menggunakan
catalyst pump untuk diumpankan ke proses utama. Proses persiapan katalis ini
membutuhkan waktu sekitar 18 jam per batch. Pada catalyst feed tank dilakukan
pengendalian level agar tidak terjadi kavitasi karena proses produksi dilakukan secara
kontinyu. Level tangki tidak boleh kurang dari 58% sehingga proses persiapan katalis
secara batch dilakukan secara terus menerus.

Proses Persiapan TiO2


Bahan baku TiO2 perlu dilarutkan ke dalam virgin EG sebelum diumpankan ke proses
utama. Persiapan TiO2 dilakukan secara batch dengan mengalirkan 2.455 kg virgin EG dan
3.000 kg TiO2 ke dalam high shear mix tank. Campuran kemudian diaduk menggunakan
agitator. Konsentrasi TiO2 yang diinginkan di dalam high shear mix tank adalah 55 ± 1
%wt. Selanjutnya slurry TiO2 dialirkan ke slurry dillution tank yang telah berisi 4.700 kg
virgin EG dan kemudian dilakukan pengadukan. Konsentrasi TiO2 yang diinginkan di
dalam slurry dillution tank adalah 22 ± 1% wt. Setelah homogen, slurry TiO2 kemudian
dialirkan menuju centrifuge melalui sebuah 3-way valve.
Pada centrifuge akan terjadi pemisahan antara light phase slurry dengan high phase slurry.
Proses transfer melalui centrifuge ini dilakukan selama 90 menit dengan kecepatan putaran
2.200 rpm. Light phase slurry akan ditampung dalam slurry adjustment tank yang telah
berisi EG sedangkan heavy phase slurry yang berupa cake TiO2 akan menempel pada
dinding centrifuge.
Pada slurry adjustment tank dilakukan pengadukan hingga konsentarsi slurry seragam
yaitu 20 ± 0,5%. Selanjutnya, slurry TiO2 dialirkan menuju filter berukuran 1μ dengan
filterability 5.000 ml. Slurry kemudian dialirkan ke dalam TiO2 feed tank dan siap
diumpankan pada additive line.
Heavy phase slurry yang menempel pada dinding centrifuge akan dibersihkan dengan
proses flushing menggunakan virgin EG. Proses flushing ini membutuhkan waktu sekitar
50 menit. Campuran dari proses flushing kemudian ditampung dalam tangki slurry
intermediate tank dan diaduk kembali. Setelah itu slurry dialirkan menuju dispersion mill
menggunakan screw pump. Pada dispersion mill terjadi reduksi ukuran cake sehingga
campuran akan lebih homogen dan dialirkan kembali ke slurry dillution tank dan
disesuaikan kembali konsentrasinya. Skema proses persiapan TiO2 disajikan pada Gambar
5.3 berikut.

TiO2 Virgin EG EG flush


Light Phase Slurry

Centrifuge

High Shear
Mix Tank Filter

Slurry
Adjustment Tank

TiO2
Virgin EG Feed Tank
Slurry Slurry Screw Pump
Dillution Tank Intermediate Tank

To Additive Line

Dispersion Mill

Gambar 5.3 Skema proses persiapan TiO2


Pada setiap batch, dilakukan 7 kali transfer melewati centrifuge dan 7 kali flushing
sehingga waktu yang dibutuhkan untuk mempersiapkan aditif TiO2 ± 16 jam per batch.
Proses transfer dari adjustment tank ke feed tank dilakukan sebanyak 2 kali, yaitu ketika
level feed tank mendekati 48 % dan 65 %.

Proses Utama
Proses utama pada continous plant ini ada tiga yaitu proses pembuatan pasta, proses
esterifikasi, dan proses polimerisasi kondensasi.
Proses Pembuatan Pasta
Proses pembuatan pasta bertujuan untuk mengonrol mol rasio dan mendispersikan bahan
baku sehingga tercapai kondisi yang homogen. PTA dan MEG dicampur dalam slurry mix
tank (SMT) dengan perbandingan mol 1:2 secara kontinyu. SMT yang digunakan memiliki
kapasitas 146 m3 dengan agitator berjenis three blade dan kecepatan pengadukan 8,40 rpm.
Pengadukan dilakukan hingga pasta mencapai densitas 1.302 kg/m3. EG yang digunakan
adalah virgin EG dan recycled EG panas dengan temperatur 165°C dari estifier EG tank.
PTA yang digunakan berasal dari intermediate hopper yang dialirkan secara gravitasi ke
SMT dengan dua rotary feeder.

Pasta dari SMT kemudian dipompa ke slurry feed tank (SFT) dengan menggunakan slurry
mix pump. Kapasitas SFT lebih besar dari kapasitas SMT karena SFT berfungsi sebagai
tangki buffer yang menjaga ketersediaan pasta. Pada SFT dilakukan penambahan sebagian
katalis sebagai kontrol karboksil pada ester sehingga ester lebih stabil dan menurunkan
temperatur reaksi esterifikasi. Pasta kemudian diumpankan ke reaktor esterifikasi.
Material and heat balance dari unit proses pembuatan pasta dilampirkan pada Tabel A.1.
Sementara itu, process flow diagram unit pembuatan pasta yang telah disederhanakan
disajikan pada Gambar 5.4 sebagai berikut.

PTA Silo PTA Silo


A B

1 2
PTA
Intermediate
Hopper

3 7
4

5 8

9
7
Slurry
Slurry Feed Tank
Mix Tank 6

Basket Slurry Transfer


Slurry Feed
strainer Pump Pump

Gambar 5.4 Process flow diagram unit pembuatan pasta yang telah disederhanakan
Proses Esterifikasi
Proses esterifikasi terjadi dalam reaktor esterifikasi yang terdiri dari heat exchanger (HE)
dan vapour separator (VS). HE yang digunakan berjenis shell and tube dengan pasta di
dalam tube dan fluida pemanas (Heat Transfer Fluid / HTF) di bagian shell. Pemanas yang
digunakan dalah dowtherm yang berasal dari Dow Coal Boiler (DCB). Kondisi operasi
reaksi esterifikasi disajikan dalam Tabel 5.1 sebagai berikut.

Tabel 5.1 Kondisi Operasi Reaksi Esterifikasi


Parameter Kondisi Operasi
Temperatur 269°C
Tekanan 2,68 kg/cm2
Waktu Tinggal 1,5 jam
Produk Akhir Oligomer

Pada HE sirkulasi oligomer terjadi secara alami yang melibatkan konsep konveksi dan
perbedaan densitas. Fenomena ini disebut thermosiphon. Ketika material baik cair, padat,
maupun gas dipanaskan maka densitasnya akan menurun sehingga materi yang lebih panas
akan cenderung naik ke atas dan materi yang lebih dingin dengan densitas lebih besar turun
ke bagian bawah. Sirkulasi dari HE akan melewati vapour separator dimana produk
samping berupa uap air, EG, dan asetaldehid akan naik keatas. Sementara itu oligomer
akan terus mengalir menuju olygomer line. Oligomer yang densitasnya lebih rendah akan
masuk kembali ke dalam sirkulasi HE sedangkan oligomer dengan densitas lebih tinggi
akan mengalir ke aliran olygomer line melalui olygomer pump.
Pada vapour separator produk uap dialirkan ke dalam separation column untuk proses
pemurnian. Prinsip yang digunakan dalam separation column adalah prinsip distilasi yang
melibatkan perbedaan titik didih. Air dan asetaldehid yang memiliki titik didih lebih
rendah daripada EG akan naik sebagai produk atas fasa uap sedangkan EG akan turun
sebagai produk bawah fasa cair. EG cair kemudian dialirkan ke estifier EG tank. Material
and heat balance dari unit proses esterifikasi dilampirkan pada Tabel A.2. Sementara itu,
process flow diagram unit esterifikasi yang telah disederhanakan disajikan pada Gambar
5.5 sebagai berikut.
11
Reflux
12
Separation Tank
Column
14
13
10
Vapour
Separator

Estifier
Tank 5
15
Heat Exchanger
Oligomer

Slurry Inj. Slurry Inj.


Nozzle -B Nozzle -A

Oligomer Oligomer Oligomer


pump A pump B pump C

16

Gambar 5.5 Process flow diagram unit esterifikasi yang telah disederhanakan

Proses Polimerisasi
Oligomer yang menuju olygomer line kemudian ditambahkan bahan aditif berupa SMEG
dan masuk menuju line reactor. Di dalam Line Reactor tidak terjadi pengadukan maupun
reaksi apapun. Penggunaan line reactor adalah sebagai penambah waktu tinggal supaya
kadar karboksil dalam oligomer tidak terlalu tinggi. Keluar dari line reactor, oligomer
kemudian ditambahkan bahan aditif DEG, TiO2, dan SMEG dan masuk ke dalam vertical
processor. Temperatur oligomer pada line reactor lebih rendah karena telah melalui proses
pencampuran aditif yaitu 261°C.
Proses polimerisasi terjadi di dalam reaktor Vertical Processor (VP) dan Finisher. Kedua
reaktor dilengkapi dengan EG Ejector supaya proses polimerisasi terjadi dalam kondisi
vakum. Selain EG Ejector juga terdapat Spray Condenser yang berfungsi untuk
menkondensasi uap EG untuk kemudian disimpan dalam EG Seal Tank dengan kondisi
dingin (38oC) untuk digunakan kembali di dalam proses. Material and heat balance dari
unit proses polimerisasi dilampirkan pada Tabel A.3 dan A.4. Sementara itu, process flow
diagram unit polimerisasi yang telah disederhanakan disajikan pada Gambar 5.6 sebagai
berikut.
25
EG VP Spray 24 CP-Recycle
Ejector Condenser Tank
23 29
26
Vertical VP
Processor
Hotwell 28
27 32
21 30
20 31 Finisher Spray 33
19 Condenser 36
18 34
Finisher
Line EG
Reactor Hotwell
Finisher
17 Preheater
35

37
16 38
22

Gambar 5.6 Process flow diagram unit polimerisasi yang telah disederhanakan
Reaktor Vertical Processor (VP) terdiri dari preheater dan column/body. Reaktor ini
dilengapi dengan jaket untuk mengalirkan uap HTF (Heat Transfer Fluid) sebagai
pemanas yang menjaga temperatur reaktor. Preheater berbentuk shell and tube dan
berfungsi untuk memanaskan oligomer sebelum memasuki bagian column. Bagian column
VP berbentuk 8 bubble cap tray dengan kubah di sisi paling atas. Tray ini berfungsi untuk
meningkatkan turbulensi aliran sehingga oligomer dapat tercampur merata. Aliran
oligomer dari bagian bawah ke atas reaktor terjadi karena adanya sistem vakum dan tarikan
dari pompa oligomer. Kondisi operasi pada vertical processor disajikan pada Tabel 5.2
sebagai berikut.

Tabel 5.2 Kondisi operasi pada vertical processor


Parameter Kondisi Operasi
Temperatur:
- Preheater 299,25oC
- Column/body 298,25oC
Tekanan 22,7 mmHg
Waktu tinggal 1,5 jam
Produk Melt polymer
DOP 33

Pada proses polimerisasi di dalam VP, terbentuk produk samping berupa uap EG. Uap ini
kemudian dikondensasikan dalam spray condenser. Spray condenser adalah kondensor
kontak langsung dimana EG hasil saringan yang telah didinginkan disemprotkan di atas
uap dari VP. EG condensate ditampung dalam hotwell yang terletak di bawah barometric
leg (barleg). Uap yang tidak terkondensasi masuk ke sistem sirkulasi scrubber EG. Sistem
scrubber disediakan untuk perlindungan lingkungan dan peningkatan kinerja ejector EG.
Spray condenser memiliki probe hidrolik yang dioperasikan secara normal satu kali pada
tiap shift untuk membersihkan nozzle spray condenser.
Reaktor Finisher merupakan reaktor terakhir dalam tahap polimerisasi. Reaktor ini
dilengkapi jaket yang dialiri dow vapour sebagai pemanas. Reaktor ini juga dilengkapi
dengan sebuah agitator yang dirancang khusus yang digunakan untuk mempercepat
perpindahan massa dengan dan memudahkan evaporasi EG yang terbentuk. Pengaduk ini
berupa piringan berbentuk seperti ayakan yang berfungsi untuk mengaduk polimer agar reaksi
dapat berjalan dengan baik. Piringan disusun pada sebuah poros yang digerakkan oleh motor.
Selain itu, reaktor finisher juga dilengkapi dengan TOV (Torsional Oscilloscope Viscometer)
atau alat untuk mengukur viskositas dari polimer yang terbentuk. Viskositas dinyatakan
sebagai IV atau intrinsic viscosity.

Pada reaktor finisher terjadi proses polimerisasi lanjut untuk meningkatkan derajat
polimerisasi dari 33 menjadi 108. Melt polymer keluaran VP masuk ke dalam finisher dan
pengadukan dan pemanasan. Pada proses polimerisasi di dalam finisher, terbentuk produk
samping berupa uap EG yang kemudian dikondenasikan pada spray condenser dan
disimpan didalam EG seal tank. Setelah keluar dari reaktor, melt polymer yang terbentuk
kemudian dibagi menjadi beberapa aliran yaitu menuju POY, PSF, dan chipper. Kondisi
operasi di dalam reaktor finisher disajikan pada Tabel 5.3 sebagai berikut.

Tabel 5.3 Kondisi operasi reaktor finisher


Parameter Kondisi Operasi
Temperatur 298,77oC
Tekanan 2,359 mmHgA
Kecepatan pengaduk 2,46 rpm
Waktu tinggal 15-20 menit
Produk Melt polymer
DOP 108

Proses Akhir
Melt polymer hasil reaksi di reaktor finisher ditarik keluar oleh gear pump kemudian
didinginkan menggunakan cooler dan difiltrasi menggunakan duplex filter untuk
memisahkan polimer dari zat pengotor. Selanjutnya melt polymer ditransfer menuju tiga
aliran menggunakan 3-way valve meuju departemen POY, PSF, dan Chipper. Skema
transfer melt polymer disajikan dalam Gambar 5.7 berikut.
FINISHER

Polymer
gear pump

Polymer
cooler
To
Chipper A
To
Chipper B
To FDY

FILTER
To POY
POY
Cooler
PSF
Cooler
To POY
Booster
PSF Booster Pump
Pump

Gambar 5.7 Skema transfer line melt polymer

Proses Produksi Chip


Lelehan polimer dari finisher dipompa ke chipper dan spinning untuk pembuatan chip dan
filamen. Ada dua gear pump untuk mentransfer polimer menuju dua unit chippers.
chippers memiliki casting head yang dipanaskan dengan HTF. Tekanan pada bagian
pemintalan/spinning dan chippers harus disesuaikan tergantung pada throughput
pemintalan dan chippers yang diinginkan. Untaian lelehan polimer dibentuk oleh bagian
die plate pada sisi discharge casting head. Untaian polimer kemudian jatuh ke pelat miring
yang dialiri air. Permukaan untaian polimer didinginkan oleh air sehingga membentuk
untaian padat.

Untaian polimer padat ditarik dan dimasukkan ke dalam unit chipper kemudian dipotong
dengan bed knife dan rotary chipper blade membentuk chip. Air yang melewati sistem
chipper semakin mendinginkan chip. Chip dan campuran air melewati pemisah air, di
mana air dan chip dipisahkan. Air dari kedua chipper mengalir oleh gravitasi ke tangki
sirkulasi (water surge tank) melalui filter band dan chip basah memasuki pengering/dryer.
Air yang memasuki sirkulasi didinginkan menggunakan cooling water dan disirkulasikan
kembali menuju chipper.
Chip basah ditransportasikan menggunakan conveyor ke atas melalui pengering oleh aliran
udara. Aliran udara menghilangkan uap air dari chip dan dibuang ke atmosfer. Chip kering
dari setiap chipper melewati classifier/penggolong (vibrating screen) untuk disaring
ukurannya (32 ± 1 chips/gr) lalu jatuh ke dalam chip buffer tank.
Chip dari buffer tank secara pneumatik (menggunakan udara tekan) dikirim ke chip storage
silo atau off-spec chip storage silo tergantung pada kualitas (on-grade atau off-grade) dari
chip. Chip on-grade dipak menggunakan sistem semi-otomatis dan chips off-grade yang
dipak menggunakan sistem manual. Sistem pengepakan terletak di bawah masing-masing
silo/tangki.
Proses Produksi Partially Oriented Yarn (POY)
Partially Oriented Yarn (POY) merupakan benang yang belum terurai penuh. Proses
produksi POY di CP-4 dilakukan dengan menerima langsung lelehan polimer dari reaktor
finisher. Diagram alir proses produksi POY disajikan pada Gambar 5.8 sebagai berikut.

Gambar 5.8 Diagram alir proses produksi POY


Lelehan polimer dari reaktor finisher dialirkan menuju pipa spinning manifold, alat yang
digunakan untuk menampung polimer sebelum masuk ke beam, dengan menggunakan
buster pump. Sepanjang spinning manifold, polimer dijaga temperaturnya dengan
menggunakan dow vapour pada temperatur 285°C. Kemudian polimer dialirkan menuju
beam yang berisi unit spinning pack dan oiling system. Spinning pack berfungsi untuk
menentukan besarnya denier benang yang ingin dibentuk. Kemudian lelehan polimer
masuk ke spinneret yang berfungsi untuk membagi aliran lelehan polimer menjadi filamen.
Filamen keluaran dari spinneret disebut dengan raw yarn. Kemudian filamen ditarik
melalui nozzle oil sehingga bersatu kembali. Minyak yang digunakan berfungsi agar
filamen menjadi lebih menyatu, mengurangi listrik statis pada benang, dan mempermudah
proses selanjutnya khususnya produksi DTY. Setelah itu, benang POY akan melalui proses
winding, yaitu penggulungan benang dan doffing atau pengambilan benang dari unit
winding.

Proses Produksi Polyester Staple Fiber (PSF)


Proses produksi PSF diawali dengan melt polymer keluaran finisher dipompa oleh booster
pump menuju polymer cooler untuk proses pendinginan hingga suhunya ± 280°C.
Selanjutnya melt polymer didistribusikan menggunakan 3-way polymer manifold menuju
spinning beam hingga membentuk gugus filamen. Selanjutnya polimer keluaran spinning
beam diberi finish oil lalu dialirkan menuju spinning draw menggunakan metering pump
untuk dibentuk tow dan ditampung dalam can.
Tow dalam can ditransfer masuk ke draw line melaui tow feeder. Pada draw line terjadi proses
pemanasan oleh steam agar tow melunak sehingga mudah dibentuk oleh crimper dan
dilanjutkan dengan pendinginan menggunakan demin water dengan cara disemprot sehingga
tow mengeras lalu diberikan spin finish oil. Selanjutnya tow dilewatkan plate belt dryer untuk
proses pengeringan dan dilakukan pemotongan pada cutting unit menjadi kapas buatan. Kapas
dari cutting unit masuk ke unit baller yang dilengkapi dengan automatic bale weight untuk
proses pengemasan.
BAB VI
PERALATAN UTAMA PROSES

Proses Pembuatan Pasta

PTA Storage Bin


Nomor Alat 4211-T01A dan 4211-T01B (Silo A dan Silo B)
Service PTA
Kapasitas 1000 m3
Fungsi Penyimpanan untuk PTA yang siap diumpankan ke proses

EG Storage Tank
Nomor Alat 4011-T01A dan 4011-T01B
Service Virgin EG
Kapasitas 1100 ton
Fungsi Penyimpanan EG

Slurry Mix Tank


Nomor Alat 4213-T01
Service PTA dan EG
Pressure Design 1,3 kg/cm2g
Temperature Design 205°C
Kapasitas 146 m3
Fungsi Tempat pencampuran PTA dan EG menjadi pasta

Slurry Feed Tank


Nomor Alat 4214-T02
Service Pasta
Pressure Design 1,3 kg/cm2g
Temperature Design 205°C
Kapasitas 146 m3
Fungsi Penyimpanan pasta untuk diumpankan ke reaktor esterifikasi

Proses Esterifikasi

Shell and Tube Heat Exchanger


Nomor Alat 4222-H01
Shell Tube
Service HTF berupa Dowtherm Oligomer
2
Pressure Design 5,3 kg/cm g 5,3 kg/cm2g
Temperature Design 360°C 360°C
Fungsi Tempat terjadinya reaksi esterifikasi

Vapour Separator
Nomor Alat 4222-R01
Service Oligomer dan produk samping
Pressure Design 1,275 kPa
Temperature Working 279°C
Fungsi Pemisahan oligomer dengan uap produk samping reaksi
Separation Column
Nomor Alat 4223-T01
Tipe Valve tray
Service EG vapour
Pressure Design 0,93 kg/cm2g
Temperature Working 112,9°C
Fungsi Pemisahan uap EG dengan air dan asetaldehid

Estifier EG Tank
Nomor Alat 4224-T01
Service EG panas
Pressure Design 0,6 kg/cm2g
Temperature Working 165°C
Kapasitas 50m3
Fungsi Tempat menampung sisa EG pada reaksi esterifikasi

Proses Polimerisasi

Line Reactor
Nomor Alat 4231-R01
Service Oligomer dan EG
Pressure Design 21 kg/cm2g
Temperature Working 360°C
Fungsi Menambah waktu tinggal (residence time) sebelum masuk ke
vertical processor (VP)

Olygomer Pump
Nomor Alat 4231-P01 A/B/C
Viscosity Min 0,0005 Pas
Viscosity Max 1 Pas
Suction Pressure Max 1 bar G
Discharge Pressure Max 10 bar G
Discharge Pressure Min 2 bar G
Head 50 m

Vertical Processor
Nomor Alat 4251-R01
Service Melt Polymer (DOP = 40)
Pressure Design 23,5 mmHg
Temperature Working 371°C
Fungsi Tempat terjadinya proses polimerisasi

Vertical Processor Preheater


Nomor Alat 4222-H01
Shell Tube
Service HTF berupa Dowtherm Prepolymer
Pressure Design 5,3 kg/cm2g 1,5 kg/cm2g
Temperature Design 371°C 371°C
Fungsi Pemanas sebelum oligomer masuk ke vertical processor
Finisher Reactor
Nomor Alat 4261-R01
Service Melt Polymer (DOP = 80)
Pressure Design 2,4 mmHg
Temperature Working 297°C
Agitator 2,474 rpm
Fungsi Tempat terjadinya proses polimerisasi akhir
BAB VII
SISTEM PENGENDALIAN PROSES

Pada suatu proses produksi, pengendalian proses penting dilakukan untuk meminimalkan
gangguan dan menjaga stabilitas proses. Sistem pengendalian proses diharapkan dapat
memaksimalkan kinerja proses serta menjaga kualitas produk yang dihasilkan. Pengendalian
yang digunakan pada PT Indorama Polychem Indonesia menggunakan pengendalian digital
dan analog. Pengendalian digital dilakukan menggunakan serangkaian perangkat komputer
di ruang kontrol dengan suatu sistem terdistribusi atau biasa disebut Distributed Control
System (DCS). Pada DCS ada tiga jenis kontrol yaitu manual, otomatis, dan cascade.
Kontrol manual adalah jenis kontrol dimana set point ditentukan secara manual oleh operator
di ruang kontrol. Kontrol otomatis adalah jenis kontrol dimana set point berubah sesuai
dengan respon sistem terhadap gangguan yang terjadi. Kontrol cascade merupakan jenis
kontrol dimana set point berubah berdasarkan perubahan lebih dari satu parameter.
Pengendalian analog dilakukan secara manual oleh operator di lapangan. Perubahan di
lapangan dikomunikasikan dengan operator di ruang kontrol dengan menggunakan alat
komunikasi (HT).

Pengendalian pada Proses Pembuatan Pasta


Parameter yang penting untuk diperhatikan pada proses pembuatan pasta adalah rasio dari
bahan baku EG dan PTA. Level pada slurry mix tank (SMT) dijaga pada set point 80%
dengan mengatur laju alir PTA yang masuk. Laju alir PTA diatur dengan cara mengatur
kecepatan rotary feeder. Laju alir EG dari estifier EG tank dan CP recycle tank diatur
menggunakan control valve. Pengendalian laju alir hot EG dilakukan berdasarkan level pada
tangki estifier EG tank. Sementara itu, laju alir cold EG dikendalikan berdasarkan densitas
slurry keluaran SMT.

Level pada slurry feed tank (SFT) dijaga pada set point 85% dengan mengatur laju alir inlet
SFT dari SMT. Laju alir ini diatur dengan mengatur bukaan valve inlet SFT. Pada SFT
dilakukan pengendalian laju alir katalis yang masuk berdasarkan konsentrasi katalis yang
diinginkan dengan cara mengatur bukaan valve inlet katalis. Sistem pengendalian pada
proses pembuatan pasta disajikan pada Gambar 7.1 sebagai berikut.
PTA PTA
Silo A Silo B

Estifier EG Tank
PTA PTA Catalyst
PTA
Intermediate Feed Tank
LIC Hopper
FC FI
FIC
PTA
Hot EG
M

Cold EG
FIC LIC LIC

Slurry Mix Slurry Feed


Tank Tank
CP Recycle Tank
DIC
Slurry
To Ester Reactor
Basket Slurry Transfer Slurry Feed
strainer Pump Pump

Gambar 7.1 Sistem pengendalian pada proses pembuatan pasta

Pengendalian pada Proses Esterifikasi


Pada proses esterifikasi, parameter yang penting untuk dikendalikan adalah temperatur.
Temperatur pada heat exchanger (HE) dijaga pada sekitar 268˚C dengan cara menjaga
tekanan dow vapour pada bagian shell yang digunakan sebagai pemanas. Penentuan nilai set
point temperatur didasarkan pada throughput proses dan nilai karboksil yang diinginkan
pada produk akhir. Temperatur pada vapour separator dijaga pada sekitar 269˚C dengan
mekanisme yang sama. Tekanan dow vapour dapat diatur dengan cara mengatur bukaan
valve saluran pemanas.
Level pada vapour separator dijaga pada set point 61% dengan mengatur kecepatan putaran
pompa oligomer (outlet) dan slurry feed pump (inlet). Penentuan nilai set point level
didasarkan pada tekanan dalam vapor separator agar uap yang terbentuk dapat terpisah
dengan oligomer. Sistem pengendalian pada proses esterifikasi disajikan pada Gambar 7.2
sebagai berikut.
Water + Asetaldehid
Separation
Column

Hot EG
HTF
HTF Vapour

LIC Vapour
Separator
PC TI Hot EG

Heat Estifier
Exchanger Oligomer Tank

Slurry

Slurry Inj. Slurry Inj.


Nozzle -B Nozzl e -A
Slurry

Oligomer Oligomer Oligomer


pump A pump B pump C

Oligomer to additive
injection nozzle

Gambar 7.2 Sistem pengendalian pada proses esterifikasi

Pengendalian pada Proses Polimerisasi di Vertical Processor


Pengendalian yang penting untuk dilakukan pada proses polimerisasi adalah pengendalian
tekanan dan temperatur reaktor. Oligomer terlebih dahulu dipanaskan dengan menggunakan
preheater sebagai kompensasi panas yang hilang pada proses transfer dan penambahan
aditif. Temperatur preheater dijaga pada set point 299°C dengan cara mengatur tekanan dow
vapour pada bagian shell sebagai pemanas. Temperatur reaktor VP dijaga pada set point
298°C dengan mekanisme yang sama. Tekanan pada reaktor VP dijaga pada set point 22
mmHgA dengan mengendalikan bukaan valve EG ejector. Sistem pengendalian pada proses
polimerisasi di vertical processor disajikan pada Gambar 7.3 sebagai berikut.
EG VP Spray
FIC
Ejector Condenser
PI
LI
Vertical TI FIC
FIC Processor

HTF

HTF
FIC
Polymer
HTF

To Finisher
HTF
FIC TI
Preheater

Gambar 7.3 Sistem pengendalian pada proses polimerisasi di vertical processor

Pengendalian pada Proses Polimerisasi di Finisher


Pengendalian pada reaktor finisher tidak jauh berbeda dengan pengendalian pada
reaktor VP. Pada reaktor ini pengendalian tekanan dan temperator sangat penting
untuk dilakukan. Temperatur finisher dijaga pada set point ˚C dengan mengatur
tekanan dow vapour pada jaket reaktor sebagai pemanas. Tekanan finisher dijaga
pada set point dengan cara mengatur bukaan valve EG ejector. Penentuan set point
ini didasarkan pada pengukuran viskositas oligomer di bagian akhir reaktor. Sistem
pengendalian pada proses polimerisasi di finisher disajikan pada Gambar 7.4
sebagai berikut.

FIC EG FIC
Ejector
Finisher Spray
HTF HTF Condenser
PI

TI

LI
Finisher

FIC

Polymer
Polymer

Gambar 7.4 Sistem pengendalian pada proses polimerisasi di finisher

Anda mungkin juga menyukai