Abstrak
Metode : Penulis mengunakan data sekunder dari data 330 pasien yang menjalankan SC dari
Desember 2013 secara retrospektif hingga Januari 2012
Hasil : Indikasi utama untuk SC ialah Partus Macet (18,5%) untuk ibu dan Fetal Distress atau
Gawat Janin (6,4%). Sebanyak 74% ibu memberikan persetujuan untuk operasi dalam waktu
30 menit, hanya 3% yang dipersiapkan untuk operasi dalam periode ini. Hanya 24% SC
dilakukan dalam 1 jam setelah keputusan dibuat untuk operasi. Sekitar 38% dari pasien wanita
dan 30% bayi yang memiliki komplikasi setelah dilakukan SC. Perdarahan merupakan
komplikasi yang terjadi pada ibu sedangkan komplikasi untuk bayi ialah skor APGAR 5 atau
kurang dari 5.
Kesimpulan : Rekomendasi 30 menit untuk melakukan SC tidak diterapkan dan terdapat bukti
capaian pasca operasi yang merugikan karena tidak sesuai dengan panduan standar.
Kata Kunci : Sectio Caesarea , Komplikasi Janin, Komplikasi Maternal, Sumber daya Rumah
Sakit yang terbatas, Panduan Standar
PENGANTAR
SC (Sectio Caesarea) dapat berpotensi untuk menurunkan kematian ibu dan bayi ketika
terdapat keadaan yang mengancam nyawa ibu atau bayi. SC Derajat 1 dilakukan ketika terdapat
ancaman langsung terhadap kehidupan ibu dan bayi. SC derajat 2 dilakukan ketika terdapat
bukti komplikasi ibu dan bayi yang secara tidak langsung mengancam nyawa ibu dan bayi. SC
derajat 3 dilakukan ketika tidak terdapat hubungan dengan ibu dan bayi, tetapi persalinan
dengan cepat dibutuhkan, sedangkan SC derajat 4 merupakan kasus elektif. Sebelum SC
dilakukan, informasi untuk melakukan SC dibutuhkan dari pasien atau kepentingan lainnya
setelah mereka dijelaskan secara menyeluruh terkait dengan keuntungan dan resiko yang mana
membutuhkan cukup waktu. SC juga melibatkan beberapa prosedur persiapan oleh staff medis
yang juga membutuhkan waktu tambahan. Dengan dmeikian, waktu yang diambil untuk
mendapatkan persetujuan dari pasien, prosedur perisapan merupakan hal yang berkaitan
dengan fasilitas kesehatan. Keduanya dapat menambahkan keterlambatan dalam persalinan
yang nantinya akan menyebabkan capaian klinis yang dapat membahayakan ibu atau bayi atau
keduanya. RCOG (Royal College of Obstetrician and Gynaecologist) dan Royal College of
Anaesthetist menetapkan bahwa saat keputusan untuk SC telah dibuat, persalinan harus
secepatnya dilakukan. Mereka lebih jauh mencatat bahwa target dari keputusan hingga DDI
(Delivery Interval) Interval persalinan ialah 30 menit dimana terdapat komplikasi janin, situasi
klinis yang membutuhkan DDI yang lebih cepat dari 30 menit. Mereka lebih jauh mencatat
bahwa tidak perlu terburu-buru untuk mencapai DDI karena dapat membuat resiko, baik resiko
operasi dan anestesi, dengan potensi yang membahayakan untuk ibu dan janin. Rumah Sakit
memberikan pelayanan obstetri yang seharusnya mampu untuk merespon terhadap kegawat
daruratan obstetri sesuai waktu yang direkomendasikan. Namun, pada negara berkembang,
keputusan untuk SC membutuhkan waktu, karena keterampilan dan sumber daya yang
dibutuhkan tidak cukup, itu berarti bahwa resiko berhubungan dengan SC dapat lebih banyak
di negara berkembang dibandingkan di Negara Maju.
Banyak Studi untuk menilai Kepatuhan waktu 30 menit yang telah dilakukan di Negara maju
dengan sedikit yang dilakukan di Negara Berkembang. Studi yang berlangsung 10 tahun yang
lalu mengindikasikan bahwa banyak SC yang dilakukan dalam panduan waktu 30 menit di
Negara Maju dibandingkan Negara Berkembang. Dari sebuah yang telah dilakukan di Negara
maju dengan sedikit yang dilakukan di Negara Berkembang. Studi yang berlangsung 10 tahun
yang lalu mengindikasikan bahwa banyak SC yang dilakukan dalam panduan waktu 30 menit
di Negara Maju dibandingkan Negara Berkembang. Dari sebuah Review Sistematik dari 34
Studi, hanya 36% kasus Gawat darurat yang menjalankan SC dalam waktu 30 menit. Pada 13
studi yang membahas capaian neonatal, terdapat resiko yang lebih besar terkait skor APGAR
dibawah 4. Detail studi ini mengindikasikan bahwa di UK(United Kingdom) dan di US (United
States) kepatuhan terkait rekmendasi ini berkisar 55% hingga 65%. Di sisi lain, studi yang
dilakukan di Afrika menunjukkan kepatuhan yang lebih rendah, berkisar dari 1 hingga 6 persen.
Studi yang dilakukan di RS Umum Kenyan berdasarkan pada daerah pedesaan menunjukkan
keatuhan dari 0 hingga 3,8%, dengan RS Swasta melaporkan rentan kepatuhan yang lebih besar
dari 8,6% hingga 20,4%. Tujuan dari studi ini ialah untuk menetapkan sejauh mana
rekomendasi ini dapat diterapkan di daerah pedesaan di RS yang memiliki sumber daya yang
terbatas.
METODE
Studi ini dilakukan di Rumah Sakit Garissa Level Five di Kenya Timur yang mana
memberikan pelayanan sebagai pusat rujukan untuk pengungsi dan pasien dari Negara tetangga
yaitu Somalia, Etiopia, dan Sudan. Area Rumah Sakit diperkirakan mencapai total populasi
224,985 orang. Rasio bidan dan pasien ialah 1:7. Jumlah SC di rumah sakit ialah 18%, yang
mana lebih banyak dari yang direkomendasikan jumlah WHO antara 10 hingga 15 persen.
Capaian laporan maternal yang berhubungan dengan SC ialah 11 kematian maternal, 6 kasus
ruptur uteri, 10 sepsis dan 109 kasus perdarahan post partum.
Populasi studi terdiri dari wanita yang menjalankan SC Cito di Rumah Sakit secara retrospektif
dari Desember 2013 hingga Januari 2012. Ukuran sampel ditentukan dengan menggunakan
rumus Fisher dan disesuaikan untuk populasi kurang dari 10.000. Nilai p 0,5 memberikan
ukuran sampel 384 persalinan. Kasus pertama diseleksi ialah wanita terakhir yang melakukan
persalinan di Desember 2013. Catatan lainnya dari wanita yang menjalankan SC diambil secara
retrospektif dari poin tersebut sampai ukuran sampel yang dibutuhkan tercapai, penulis
mengambil hingga Januari 2012.
Penulis menggunakan metode review dokumen data sekunder dari Departemen Maternal.
Sebuah bentuk pengumpulan data yang dirancang untuk ekstraksi informasi dari file pasien
yang disimpan mulai dari Desember 2013 secara retrospektif. Keputusan untuk melakukan
Insisi Interval dihitung dari waktu keputusan dibuat. Hal ini termasuk waktu yang diambil
untuk memberikan persetujuan, ditambah waktu yang diambil oleh tim Medis untuk
mempersiapkan ibu untuk operasi hingga waktu ibu diberikan dosis pertama anestesi. Capaian
Pasca operasi ialah komplikasi ibu dan bayi setelah persalinan yang mana termasuk perdarahan,
sepsis, partus lama atau partus macet, ruptur uteri pada kasus ibu dan asfiksia, rawat inap ke
NICU hingga 4 hari, trauma persalinan, ensefalopati neonatus derajat 3, kejang, dan skor
APGAR kurang dari 4 pada 5 menit pertama.
Kematian maternal dinilai sebagai kematian yang terjadi setelah operasi yang dicatat dalam file
pasien dan bukan mortalitas maternal dalam 42 hari dari terminasi kehamilan karena data ini
tidak tersedia. Kematian neonatus merupakan kematian dari bayi baru lahir yang terjadi selama
persalinan seperti yang dicatat di rekam medis pasien. Tingkat reabilitas data diyakinkan
dengan pelatihan ekstraktor data. Penulis mengambil 10% pasien secara acak dan melakukan
ekstraksi informasi yang sama dengan ekstraktor untuk meyakinkan reabilitas dan validitas dari
informasi. Penulis memasukkan ulang 10% informasi yang dimasukkan dengan menandai data
yang masuk untuk meyakinkan bahwa data yang dimasukkan benar.
Administrasi Rumah Sakit Garissa Level Five memberikan persetujuan untuk pengumpulan
data. Kolektor Data diberikan pelatihan dan diperingatkan terhadap penyalahgunaan informasi
pasien. Kerahasiaan dari informasi perorangan dilakukan dengan melakukan pengkodean.
Analisis Statistik
Analisis statistik dan data yang masuk dilakukan dengan Software SPSS Versi 17. Sebelum
analisis data, distribusi frekuensi dilakukan untuk memperoleh sebaran distribusi dan adanya
perancu untuk membuat keputusan pada statistik deskriptif yang digunakan. Statistik deskriptif
digunakan untuk variabel kontinyu yang memiliki distribusi normal seperti usia, dan median
digunakan untuk asimetrisitas data. Data kategorik sebagai frekuensi, sedangkan histogram
digunakan untuk menampilkan distribusi frekuensi.
HASIL
Dari total 330 wanita yang termasuk dalam sampel. Data mencatat status perkawinan 85,2%
wanita dengan status kawin. Rerata usia dari wanita ialah 24,3 tahun (± 5,1 SD) , yang mana
memiliki rentan dari 16 tahun hingga 40 tahun. Hampir setengah (52,5%) wanita merupakan
nulipara dan wanita muda yang kurang dari 20 tahun. Kebanyakan wanita (77,2%) tidak
memiliki riwayat SC seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Distribusi dari Riwayat SC sebelumnya
Indikasi untuk SC Cito : Indikasi untuk SC merupakan kombinasi dari faktor maternal dan
janin seperti yang ditunjukkan pada gambar 2. Indikasi utama maternal ialah partus macet
(11,8%) dan scar sebelumnya (10,8%). Faktor janin termasuk distress janin (6,4%), status janin
yang tidak meyakinkan (6,1%) dan malpresentasi (6,1%). Faktor maternal/ janin berkisar 3% .
Keputusan untuk melakukan insisi interval : Hasil ini ditunjukkan pada gambar 3
mengindikasikan bahwa kebanyakan ibu (74%) memberikan persetujuan sesuai panduan 30
menit, hanya 3% dari ibu yang dipersiapkan untuk operasi pada waktu tersebut. Hanya 24%
SC yang dilakukan dalam waktu 1 jam setelah keputusan operasi dibuat.
Gambar 2. Distribusi Indikasi untuk SC Cito (%)
Gambar 4 : Distribusi dari Keputusan hingga Insisi Interval dan Capaian Maternal
Pasca Operasi
Gambar 5: Keputusan Hingga Insisi Interval dan Capaian Pasca Operasi Janin
Keputusan untuk insisi interval dan capaian pasca operasi : Data pada gambar 5 menunjukkan
bahwa secara keseluruhan hingga ¾ (71,2%) dari bayi merupakan lahir dengan tanpa
komplikasi. 23 (7%) bayi meninggal. Komplikasi utama ialah bayi dengan skor APGAR <5
(9,4% bayi). Komplikasi lainnya ialah kebutuhan ventilasi yang mana berpengaruh sebanyak
4,5%. Jumlah total dari kematian janin ialah 24. Sebab kematian janin ialah asfiksia dan IUFD
(Intra Uterine Fetal Death)
DISKUSI
Tujuan utama dari studi ini ialah untuk menetapkan sejauh mana rekomendasi 30 menit
dimulainnya SC setelah keputusan untuk dilakukannya operasi dapat diterapkan di RS dengan
sumber daya yang terbatas dan dampaknya terhadap capaian pasca operasi. Hasil
mengindikasikan bahwa ibu yang memberikan persetujuan dalam waktu yang
direkomendasikan, tetapi persiapan oleh staff medis menyebabkan keterlambatan.
Dengan demikian, keterlambatan dalam operasi ialah merupakan fasilitas kesehatan dan tidak
berhubungan dengan pasien. Penemuan ini bahwa wanita yang mampu memberikan
persetujuan dengan segera bertentangan dengan persepsi umum bahwa keterlambatan operasi
disebabkan oleh fakta bahwa wanita karena latar belakang budaya dan pendidikan yang rendah.
Penulis mengasumsikan bahwa persetujuan dapat berlangsung lebih lama sejak mereka
konsultasi sebelum membuat keputusan atau membutuhkan waktu untuk meyakinkan pasien.
Penjelasan untuk keterlambatan dalam mempersiapkan ibu untuk operasi dapat berhubungan
dengan kapabilitas dari Rumah Sakit untuk merespon terhadap kegawat daruratan obstetri.
Kekurangan staff dapat berpengaruh terhadap transfer pasien.
Rerata rasio pasien dan bidan ialah 6:1 sper hari dan dapat mencapai 12:1 hingga malam hari
di Rumah Sakit ini. Rasio ini jauh diatas yang direkomendasikan 1:1 untuk mencapai waktu 30
menit. Rumah sakit juga memiliki kekurangan tenaga profesional yang dibutuhkan untuk
operasi, ahli anestesi, ahli obstetri, perawat atau bidan dan ahli pediatri.
Pada malam hari, normalnya terdapat 2 peraway yang bertugas di unit maternal, 2 perawat
magang yang bertugas di telefon, seorang petugas medis yang selalu tersedia di Telefon dan
ahli obstetri yang tersedia kapanpun dibutuhkan. Namun, pada siang hari semua staff tersedia.
Penulis tidak memisahkan persalinan siang hari dan malam hari untuk menunjukkan apakah
DDI berbeda pada waktu tersebut. Selain itu, karena kekurangan staff, hanya 2 dari 4 ruang
operasi yang dapat beroperasi secara bersamaan karena kekurangan staff, yang mana hal ini
menyebabkan keterlambatan yang lebih jauh.
Penemuan terbaru menunjukkan bahwa hanya 3% dari SC yang mencapai 30 menit sejak
keputusan SC ditetapkan dibandingkan dengan yang ditemukan di negara Afrika lainnya
termasuk Kenya dimana memiliki rentan 0 hingga 6%. Proporsi ini jauh lebih rendah
dibandingkan yang ditemukan di Negara Berkembang dari antara 55 hingga 65%.
Beberapa penulis menunjukkan bahwa SC cito berhubungan dengan resiko yang lebih tinggi
untuk morbiditas maternal dan morbiditas janin sedangkan yang lain memberikan hasil yang
berbeda. Penemuan baru baru ini menunjukkan hubungan antara DII dan komplikasi maternal
dan janin pasca operasi setuju dengan studi yang mana menyatakan bahwa SC derajat 1 dan 2,
capaian maternal dan perinatal memburuk ketika keputusan hingga interval persalinan melebihi
75 menit.
Keterbatasan utama dari studi ini ialah menggunakan data sekunder karena tidak adanya
jaminan kualitas dan akurasi dari pencatatan. Studi ini tidak membedakan derajat 1 dan 2
prosedur untuk menunjukkan seberapa banyak pasien yang menjalankan SC derajat 1
melampaui tolok ukur 30 menit ketika ibu atau janin dalam keadaan yang membahayakan.
Tidak memungkinkan untuk menyatakan ketepatan presisi klinis dari kecepatan oleh dokter
obstetri saat melakukan SC. Hasil ini dengan demikian tidak mengindikasikan bagaimana
dokter memprioritaskan waktu SC atau apakah insisi dalam waktu 30 menit dari keputusan
operasi dengan peningkatan resiko komplikasi.
Penulis tidak mencari rentan waktu antara waktu kedatangan pasien di ruang operasi dan
persalinan bayi. Penemuan studi terbaru ini yang dilakukan di RS umum tidak dapat
diaplikasikan terhadap unit obstetri di RS Swasta atau RS umum di Kenya yang lebih maju
yang mana memiliki fasilitas yang lebih baik.
KESIMPULAN
Keterlambatan dalam mempersiapkan ibu untuk SC yang mana hasilnya tidak sesuai dengan
panduan standar berhubungan dengan fasilitas kesehatan dan bukan berhubungan dengan
pasien, dengan demikian penting untuk berfokus pada tantangan infrastruktural rumah sakit.
Buktu dari capaian pasca operasi yang merugikan dikarenakan oleh tidak memenuhi standar
yang ditetapkan dan dengan demikian terdapat kebutuhan untuk studi lebih lanjut terutama
pada mereka yang mendokumentasikan komplikasi pre-operatif dan pasca operatif yang
spesifik dan berhubungan dengan capaian pasca operatif.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada University of Kisumu untuk dukungan administratif;
Rumah Sakit Garissa untuk perizinan pengumpulan data sekunder dari rekam medis pasien
dan untuk ekstraktor data.
Persetujuan Etik : Studi ini disetujui oleh GLUK Komite Etik Penelitian; Rumah Sakit Garissa
yang mengizinkan untuk pengumpulan data sekunder
REFERENSI
1. Bhutta ZA, Cabral S, Chan CW, Keenan WJ. Reducing maternal, newborn, and infant
mortality globally: an integrated action agenda. Int J Gynecol Obstet. 2012
Oct;119(S1).
4. Berek JS, Crum C, Friedlander M. Cancer of the ovary, fallopian tube, and peritoneum.
Int J Gynecol Obstet 2012 Oct 1;119:S118-29.
5. Muula AS. Ethical and practical consideration of women choosing cesarean section
deliveries without “medical indication” in developing countries. Croatian Med J. 2007
Feb;48(1):94.
6. Tolcher MC, Johnson RL, El-Nashar SA, West CP. Decision-to-incision time and
neonatal outcomes: a systematic review and meta-analysis. Obstet Gynecol. 2014
Mar;123(3):536-48.
7. Bloom SL, Leveno KJ, Spong CY, Gilbert S, Hauth JC, Landon MB, et al. Decision-
to-incision times and maternal and infant outcomes. Obstet Gynecol. 2006 Jul;108(1):6-
11.
8. Onah HE, Ibeziako N, Umezulike AC, Effetie ER, Ogbuokiri CM. Decision–delivery
interval and perinatal outcome in emergency caesarean sections. J Obstet Gynaecol.
2005 May 1;25(4):342-6.
9. Shorunmu TO, Nathaniel GV, Oloyede OA, Adefuye PO, Ayodeji AB, Ukweduan IM,
et al. The impact of decision–delivery interval on maternal and fetal outcome: a three-
year experience in a tertiary hospital. Tropical J Obstet Gynaecol. 2015;32(1):46- 54.
10. Chukwudi OE, Okonkwo CA. Decision-delivery interval and perinatal outcome of
emergency caesarean sections at a tertiary institution. Pak J Med Sci. 2014
Sep;30(5):946.
11. Rabiu KA, Adewunmi AA, Akinola OI, Eti AE, Tayo AO. Comparison of maternal and
neonatal outcomes following caesarean section in second versus first stage of labour in
a Tertiary Hospital in Nigeria. The Nigerian PG Med J. 2011 Sep;18(3):165-71.
12. Habib HA. Emergency caesarean section turnaround time and its effect on maternal and
newborn health outcomes at University of Nairobi teaching hospitals (Doctoral
dissertation, University of Nairobi). 2012:1-73.
13. Kagoni SE, Mwangi A, Chelagat D. Indication and outcomes of caesaerian section at
moi teaching and referral hospital, eldoret, Kenya. Kenyan J Nurs Midwifery. 2017
Sep;2(2):114-23.
15. World Health Organization. Appropriate technology for birth. Lancet. 1985;2:436-7.
17. Rah JH, Akhter N, Semba RD, De Pee S, Bloem MW, Campbell AA, et al. Low dietary
diversity is a predictor of child stunting in rural Bangladesh. Europ J Clinical Nutr.
2010 Dec;64(12):1393.