Anda di halaman 1dari 40

PANDUAN ETIK KEPERAWATAN

RSUP DR. M. DJAMIL PADANG

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT


DR. M. DJAMIL PADANG
TAHUN 2014
Panduan
Etik Keperawatan
RSUP DR. M . Djamil Padang
PENGARAH
1. dr. Irayanti, Sp.M
2. dr. Akmal Mufriadi Hanif, Sp.PD-KKV, MARS
3. drg. Rahmadsyah Mansur, M.Kes
4. Mangapul Bakara, S.Sos, MM, M.Kes

PENYUSUN

1. Ns. Afitri, M.Kep, Sp.MB


2. Ns. Yuldanita, S.Kep
3. Yulius, S.Kp
4. Ns. Hendria Putra, M.Kep. Sp.KMB
5. Ns. Anna Faluzi, S.Kep
6. Anggota Komite Keperawatan

EDITOR
1. Femil Chandra
2. Asperijon Agus, SKM

Dilarang memperbanyak, mencetak, menerbitkan sebagian atau seluruh isi


Panduan ini dengan cara dan bentuk apapun tanpa seizin Direktur Utama
RSUP DR. M. Djamil Padang

Untuk dipakai di lingkungan sendiri.

21 cm x 29,7 cm 37 halaman; Edisi I Cetakan Pertama November 2014


KATA PENGANTAR

Keperawatan/kebidanan sebagai suatu profesi harus memiliki suatu landasan


dan perlindungan hukum yang jelas. Para perawat/bidan harus mengetahui berbagai
konsep hukum yang berkaitan dengan praktik keperawatan/kebidanan karena
mereka mempunyai akuntabilitas terhadap keputusan dan tindakan profesional yang
mereka lakukan.

RSUP Dr. M. Djamil Padang sebagai rumah sakit tipe B Pendidikan dan
dalam persiapan menuju rumah sakit tipe A memiliki tenaga keperawatan + 800
orang dengan latar belakang pendidikan yang berbeda, sudah semestinya
mempunyai suatu panduan untuk menerapkan prinsip etik dalam pengambilan
keputusan dan mencakup nilai dan keyakinan dari klien, profesi, perawat/bidan dan
semua pihak yang terlibat.

Lingkungan praktek profesional berubah dengan cepat disebabkan


perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan dan tuntutan
kebutuhan pelayanan/ asuhan kesehatan. Oleh karena itu panduan etik
keperawatan ini perlu ditelaah secara berkala, dilengkapi dan disempurnakan sesuai
tuntutan perkembangan yang terjadi. Masukan berbagai pihak untuk
penyempurnaan panduan ini sangat diperlukan.

Padang, November 2014


Direktur Utama

dr. Irayanti, Sp.M


NIP. 196201231989012001
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keperawatan/kebidanan sebagai suatu profesi harus memiliki suatu
landasan dan perlindungan hukum yang jelas. Para perawat/bidan harus
mengetahui berbagai konsep hukum yang berkaitan dengan praktik
keperawatan/kebidanan karena mereka mempunyai akuntabilitas terhadap
keputusan dan tindakan profesional yang mereka lakukan. Secara umum
terdapat dua alasan terhadap pentingnya para perawat/bidan mengetahui
tentang hukum yang mengatur praktiknya. Alasan pertama untuk memberikan
kepastian bahwa keputusan dan tindakan keperawatan/kebidanan yang
dilakukan secara konsisten dengan prinsip hukum. Kedua untuk melindungi
perawat/bidan dari liabilitas.
Sebagai suatu wadah non struktural rumah sakit, Komite Keperawatan
mempunyai fungsi mempertahankan dan meningkatkan profesional tenaga
keperawatan/kebidanan melalui kredensial, penjagaan mutu profesi,
pemeliharaan mutu profesi dan disiplin profesi (Permenkes nomor 49 tahun
2013). Dalam rangka mewujudkan tatakelola klinis yang baik maka dibentuk
tiga (3) sub komite diantaranya Sub Komite Kredensial, Sub Komite Mutu
Profesi dan Sub Komite Etik dan Disiplin Profesi.
Sub komite etik dan disiplin profesi memberikan jaminan asuhan
keperawatan/kebidanan yang diberikan oleh tenaga perawat/bidan secara
profesionalisme dengan menerapkan etika profesi dalam praktiknya yang
dapat ditingkatkan dengan melakukan pembinaan dan penegakan disiplin
profesi serta penguatan nilai-nilai etik dalam kehidupan profesi.
Perawat/bidan sebagai tenaga kesehatan, memegang peranan penting
dalam mencapai tujuan pembangunan kesehatan yang dituntut bertanggung
jawab dalam memberikan pelayanan keperawatan/kebidanan sesuai
kompetensi dan kewenangan yang dimiliki secara mandiri maupun
bekerjasama dengan anggota kesehatan lain. Standar perilaku perawat/bidan
ditetapkan dalam kode etik yang disusun oleh asosiasi keperawatan
internasional, nasional dan negera bagian atau provinsi. Perawat/bidan harus
mampu menerapkan prinsip etik dalam pengambilan keputusan dan
mencakup nilai dan keyakinan dari klien, profesi, perawat/bidan dan semua
pihak yang terlibat. Perawat/bidan memiliki tanggung jawab untuk melindungi
hak klien dengan bertindak sebagai advokat klien. Hal ini disebabkan karena
perawat/bidan merupakan tenaga kesehatan yang melayani pasien selama
24 jam secara berkesinambungan (continum of care).
Etika berarti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang
adat istiadat. Etika kesehatan yaitu suatu penerapan dari nilai kebiasaan
(etika) terhadap kebiasaan pemeliharaan/pelayanan kesehatan. Penilaian
terhadap gejala kesehatan yang disetujui dan mencakup rekomendasi
bagaimana bersikap secara pantas dalam bidang kesehatan.
Perawat/bidan profesional harus menghadapi tanggung jawab etik dan
konflik yang mungkin mereka alami sebagai akibat dari hubungan mereka
dalam praktik profesional. Kemajuan dalam bidang kedokteran, hak klien,
perubahan sosial dan hukum telah berperan dalam peningkatan perhatian
terhadap etik.
Setiap tenaga keperawatan/kebidanan harus memiliki disiplin profesi
yang tinggi dalam memberikan asuhan keperawatan dan kebidanan serta
menerapkan etika profesi dalam praktiknya. Profesionalisme tenaga
keperawatan/kebidanan dapat ditingkatkan dengan melakukan pembinaan
dan penegakan disiplin profesi serta penguatan nilai-nilai etik dalam
kehidupan profesi.
Nila-nilai etik sangat diperlukan bagi tenaga keperawatan/kebidanan
sebagai landasan dalam memberikan pelayanan yang manusiawi yang
berpusat pada pasien. Prinsip carring merupakan inti pelayanan yang
diberikan oleh tenaga keperawatan/kebidanan. Pelanggaran terhadap standar
pelayanan, disiplin profesi keperawatan/kebidanan hampir selalu dari
pelanggaran nilai moral-etik yang akhirnya akan merugikan pasien dan
masyarakat.
Beberapa faktor yang mempengaruhi pelanggaran atau timbulnya
masalah etik antara lain tingginya beban kerja tenaga
keperawatan/kebidanan, ketidak jelasan kewenangan klinis, menghadapi
pasien gawat kritis dengan kompetensi yang rendah serta pelayanan yang
sudah mulai berorientasi pada bisnis.
Kemampuan praktik yang etis hanya merupakan kemampuan yang
dipelajari pada saat masa studi/pendidikan, belum merupakan hal yang
penting dipelajari dan diimplementasikan dalam praktik.
Berdasarkan hal tersebut, penegakan disiplin profesi dan pembinaan
etika profesi perlu dilakukan secara terencana, terarah dan dengan semangat
yang tinggi sehingga pelayanan keperawatan dan kebidanan yang diberikan
benar-benar menjamin pasien akan aman dan mendapat kepuasan.

B. Dasar Hukum

1. Undang-undang no. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan


2. Undang-undang no. 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan
3. Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah sakit
4. PMK no. 49 Tahun 2013 tentang Komite Keperawatan Rumah Sakit
5. Permenkes 1796 / MENKES / PER / VIII / 2011 tentang Registrasi
tenaga kesehatan
6. PP no. 53 Tahun 2009 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil
7. Standar Profesi Perawat Indonesia

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Meningkatkan tanggung jawab profesional dalam menghadapi tanggung
jawab etik dan disiplin serta memahami standar perilaku yang diterapkan
dan diatur dalam kode etik keperawatan/ kebidanan.

2. Tujuan Khusus
a. Mampu menerapkan prinsip etik dalam pengambilan keputusan dan
mencakup nilai dan keyakinan dari klien, profesi, perawat, maupun
semua pihak yang terlibat
b. Mampu bertanggung jawab untuk melindungi hak klien dengan
bertindak sebagai advokat klien.
c. Mampu mengetahui berbagai konsep hukum yang berkaitan dengan
praktik keperawatan/kebidanan.
d. Mengetahui standar perilaku yang diterapkan dalam kode etik dan
diatur dalam undang-undang

D. Ruang Lingkup
Etika keperawatan/kebidanan meliputi Kode etik, tanggung jawab, aturan-
aturan setara undang-undang yang mengatur tentang kode etik keperawatan/
kebidanan.

E. Sasaran
Panduan etika keperawatan/ kebidanan ditujukan :
a. Bidang Keperawatan
b. Komite Keperawatan
c. Sub Komite Etika Keperawatan
d. Tenaga Keperawatan/ kebidanan Klinis
e. Organisasi profesi
f. Bagian SDM
BAB 2
KONSEP ETIK

I. Definisi
A. Nilai
Nilai – nilai keperawatan/ kebidanan yang merupakan keyakinan tentang suatu
ide yang meliputi : sikap, objek dan perilaku yang menjadi standar dan
mempengaruhi status seseorang dalam menjalankan peran dan fungsinya
dalam praktik keperawatan/ kebidanan, atau dengan kata lain nilai
menggambarkan cita–cita dan harapan ideal dalam praktik keperawatan/
kebidanan

B. Etik
Etik merupakan suatu pertimbangan perilaku benar atau salah, kebajikan atau
kejahatan. prinsip moral bagi perawat dan bidan untuk dapat mengatur diri
mereka

C. Prinsip Etik
1) Respek
Diartikan sebagai perilaku perawat yang menghormati atau menghargai
pasien/klien dan keluarganya. Perawat harus menghargai hak – hak
pasien/klien seperti hak untuk pencegahan bahaya dan mendapatkan
penjelasan secara benar. Penerapan “Informed consent” secara tidak
langsung menyatakan trilogi hak pasien yaitu hak untuk dihargai, hak untuk
menerima dan hak untuk menolak pengobatan. Perawat/bidan juga harus
menghargai mitra kerjanya seperti dokter, ahli gizi dan petugas kesehatan
lain. Perawat/bidan adalah tenaga yang mempunyai kontak yang paling lama
dengan pasien dan dituntut untuk dapat menjawab pertanyaan dengan cara
yang relevan, tepat, empati dan mudah dimengerti.

2) Otonomi
Prinsipnya otonomi berkaitan dengan kemampuan individu untuk membuat
keputusan sendiri. Prinsip otonomi merupakan bentuk respek terhadap
seseorang atau dipandang sebagai persetujuan tidak memaksa dan bertindak
secara rasional. Dalam membuat keputusan individu akan menggunakan
konsep diri dalam menentukan atau mempertanggung jawabkan dirinya
sendiri. Dalam praktek keperawatan/kebidanan otonomi direfleksikan pada
saat perawat/bidan menghargai hak – hak klien dalam membuat keputusan
tentang perawatan dirinya.

3) Benefinces (Kemurahan hati)


Kemurahan hati berkaitan dengan kewajiban untuk melakukan hal yang baik
dan tidak membahayakan orang lain. Kesulitan muncul pada saat
menentukan siapa yang memutuskan hal yang terbaik untuk seseorang.
Permasalahan lain yang muncul berpusat pada apa yang disebut baik dan
apa yang disebut tidak baik. Contohnya suatu keputusan yang harus diambil
apakah lebih baik, menopang dan memperpanjang hidup dalam menghadapi
semua ketidak mampuan atau lebih baik memperbolehkan seseorang untuk
meninggal atau mengakhiri penderitaannya.

4) Non Maleficence (Tidak mencederai)


Prinsip yang berkaitan dengan kewajiban perawat/bidan untuk tidak dengan
sengaja menimbulkan kerugian atau cidera yang dapat diartikan dengan
adanya kerusakan fisik seperti nyeri, kecacatan, kematian atau adanya
gangguan emosi antara lain perasaan tidak berdaya, merasa terisolasi dan
adanya kesalahan. Kerugian juga dapat berkaitan dengan ketidak adilan,
pelanggaran atau berbuat kesalahan.
Prinsip non-maleficence adalah jangan membunuh, menghilangkan nyawa
orang lain, jangan menyebabkan nyeri atau penderitaan orang lain.

5) Konfidensialitas / Kerahasiaan
Berkaitan dengan penghargaan perawat/bidan terhadap semua informasi
tentang pasien/klien yang dirawatnya. Pasien/klien harus dapat menerima
bahwa informasi yang diberikan tenaga profesional akan dihargai dan tidak
akan kepada pihak lain secara tidak tepat. Informasi yang diberikan adalah
informasi yang relevan.
6) Keadilan / Justice
Kewajiban untuk selalu berlaku adil kepada semua orang. Adil berari tidak
memihak atau tidak berat sebelah. Azas ini bertujuan melaksanakan keadilan
dalam transaksi dan pelayanan/perlakuan antar individu pasien/klien berarti
setiap orang harus dapat perlakuan yang sama sesuai dengan kebutuhannya.

7) Kesetiaan
Berkaitan dengan kewajiban untuk selalu setia pada kesepakatan dan
tanggung jawab yang telah dibuat, apabila terdapat konflik diantara berbagai
tanggung jawab maka diperlukan penentuan prioritas sesuai dengan situasi
dan kondisi yang ada.

D. Masalah – masalah Etik


1. Uraian Masalah Etik
Merupakan suatu masalah yang sulit dimana tidak ada alternatif yang
memuaskan atau suatu situasi dimana alternatif yang memuaskan dan tidak
memuaskan sebanding. Dalam dilema etik tidak ada yang benar atau salah,
untuk membuat keputusan yang etis seseorang harus tergantung pada
pemikiran yang rasional dan bukan emosional.

2. Pemecahan masalah Etik


Masalah yang berkaitan dengan pelanggaran terhadap prinsip dan etika
dapat terjadi dalam melaksanakan praktik keperawatan/kebidanan sehari–
hari. Oleh sebab itu perawat/bidan harus memahami keyakinan dari dirinya
sendiri selain keyakinan dari pasien, keluarga dan masyarakat.
Kerangka pengambilan keputusan etik dapat dilakukan sebagai berikut :
a. Identifikasi masalah etik
i. Adakah suatu masalah yang secara personal, interpersonal atau sosial
? Apakah konflik, situasi atau keputusan yang diambil
merusak/mengganggu orang lain atau masyarakat ?
ii. Apakah masalahnya memasuki/melewati masalah hukum atau institusi
? Apa dampaknya terhadap orang yang memiliki martabat, hak-hak
dan harapan untuk kehidupan bersama yang lebih baik?
b. Kumpulkan fakta-fakta
i. Apakah fakta-fakta yang relevan untuk masalah tersebut ? Apa fakta
yang tidak diketahui ?
ii. Apakah individu dan kelompok memiliki peran penting terhadap hasil
(keputusan yang dibuat) apakah sebagian dari mereka memiliki peran
lebih besar karena kebutuhan tertentu atau karena kita memiliki
kewajiban untuk mereka ?
iii. Alternatif tindakan apa yang akan dibuat ? Apakah semua pihak yang
relevan sudah dikonsultasikan ? jika saudara memperlihatkan daftar
alternatif tindakan pada seseorang yang terlibat, apa yang akan dia
ungkapkan ?

c. Evaluasi tindakan alternatif dari berbagai perspektif etik


i. Alternatif tindakan mana yang akan menghasilkan paling banyak
manfaat dan paling sedikit bahaya? Pendekatan utilitarian: tindakan
etik adalah tindakan yang menghasilkan keseimbangan paling besar
pada manfaat dari pada bahaya.
ii. Jika seseorang tidak memperoleh yang diinginkan, apakah hak-hak
dan martabat setiap orang tetap dihormati? Pendekatan hak : tindakan
etik adalah tindakan seseorang yang paling menghargai hak-hak
semua pihak yang terlibat
iii. Alternatif tindakan mana yang paling adil untuk semua pemangku
kepentingan ? Pendekatan keadilan dan kejujuran : tindakan etik
dimana seseorang memperlakukan orang lain sama, atau jika tidak
sama perlakukan secara proporsional dan jujur.
iv. Alternatif tindakan mana yang dapat membantu semua pihak untuk
berpartisipasi lebih penuh dalam kehidupan sebagai bagian dari
sebuah keluarga, kelompok masyarakat atau masyarakat seluruhnya?
Pendekatan umum yang lazim : tindakan etik dimana seseorang
berkontribusi paling banyak terhadap pencapaian kehidupan bersama
yang berkualitas.
v. Apakah saudara ingin menjadi seseorang yang bertindak sebagai
penyelesai masalah? misal seseorang yang menjadi sumber semangat
atau kasih sayang. pendekatan by virtue: tindakan etik dimana
seseorang memiliki kebiasaan dan nilai-nilai kemanusiaan pada tingkat
terbaik
d. Buat keputusan dan uji cobakan
i. Pertimbangkan semua perspektif ini, alternatif tindakan mana yang
paling benar atau terbaik akan dilakukan
ii. Jika menjelaskan pada seseorang mengapa memilih alternatif tindakan
ini, apa yang akan diungkapkan orang tersebut? Jika saudara harus
menjelaskan keputusan didepan TV, senangkah saudara
melakukannya?
iii. Lakukan tindakan kemudian refleksikan keputusan itu
iv. Implementasikan keputusan yang diambil, bagaimana keputusan dapat
menyelesaikan masalah tersebut?

3. Aspek Legal
a. Pengertian aspek legal
Pengertian hukum dapat diartikan sebagai regulasi ketatalaksanaan
sosial yang dikembangkan untuk melindungi masyarakat, suatu aturan
yang mengatur perilaku manusia dalam hubungannya dengan orang
lain dimasyarakat dan dengan pemerintahan.
b. Aspek legal dalam keperawatan/ kebidanan
Tercantum dalam UU no.36/tahun 2009 tentang Kesehatan, Peraturan
Pemerintah no.32/tahun1996 tentang Tenaga Kesehatan dan
Peraturan Menteri Kesehatan no.HK.02.02/Menkes/148/I/2010 tentang
Registrasi dan Praktek Perawat

4. Isu Legal Dalam Praktik Keperawatan/kebidanan


Isu legal dalam praktik keperawatan/kebidanan yang sering dijumpai seperti
kelalaian dalam praktik dan DNR (Do Not resucitation). Kelalaian dalam
praktik keperawatan/kebidanan disebabkan beberapa faktor seperti :
kompetensi perawat/bidan yang tidak memenuhi kualifikasi, jumlah
ketenagaan perawat/bidan yang tidak memenuhi standar (rasio pasien dan
perawat/bidan), fasilitas yang tidak lengkap, kebijakan, pedoman, standar
praktik dan prosedur yang tidak ada dan tidak di up to date dan lingkungan
kerja yang tidak kondusif. DNR (Do Not resucitation) adalah suatu pernyataan
tertulis langsung untuk tidak melakukan melakukan resusitasi jantung paru
pada keadaan pasien henti jantung.

5. Area Potensial Tuntutan


a. Malpraktik
Kelalaian bertindak yang dilakukan seseorang terkait profesi/pekerjaannya
yang membutuhkan keterampilan profesional dan tehnikal yang tinggi
b. Dokumentasi
Medikal Record adalah dokumen legal yang dapat digunakan dipengadilan
sebagai bukti.
c. Informed Consent
Persetujuan yang dibuat oleh klien untuk menerima serangkaian prosedur
sesudah diberikan informasi yang lengkap termasuk resiko pengobatan
dan fakta-fakta yang berkaitan dengan itu telah dijelaskan oleh dokter
d. Accident dan Incident Report
Incident report merupakan laporan terjadinya suatu insident atau
kecelakaan

6. Akuntabilitas Legal
a. Aturan legal yang mengatur praktik perawat/bidan
b. Pedoman untuk menghindari malpraktik dan tuntutan malpraktik
c. Hubungan perawat/bidan-dokter/keluarga//institusi pelayanan kesehatan

7. Caring dalam Asuhan Keperawatan/ kebidanan


Perawat/bidan merupakan kelompok profesi paling depan dan terdekat
dengan penderitaan orang lain. Praktik caring dalam keperawatan/kebidanan
menunjukkan bahwa perawat/bidan bekerja dengan hati dan jiwa, bila caring
ditempatkan sebagai titik pusat praktik keperawatan/kebidanan maka profesi
keperawatan/kebidanan akan memperoleh pengakuan yang lebih tinggi dari
klien.
Caring didefinisikan sebagai suatu rasa peduli, hormat dan menghargai orang
lain, caring merupakan affect menggambarkan suatu emosi, perasaan
kasihan kepada orang lain atau empati terhadap pasien yang mendorong
perawat/bidan untuk memberikan asuhan keperawatan/kebidanan bagi
pasien.

II. Etik dan Disiplin Sesuai dasar Hukum


A. Undang – undang no. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
Bagian Empat
Pasal 49 :
1. Untuk menegakkan disiplin Tenaga Kesehatan dalam penyelenggaraan
praktik, konsil masing-masing.Tenaga Kesehatan menerima pengaduan,
memeriksa dan memutuskan kasus pelanggaran disiplin Tenaga
Kesehatan
2. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), konsil
masing-masing Tenaga Kesehatan dapat memberikan sanksi disiplin
berupa:
a. Pemberian peringatan tertulis;
b. Rekomendasi pencabutan STR atau SIP; dan/atau
c. kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan
kesehatan.
3. Tenaga Kesehatan dapat mengajukan keberatan atas putusan sanksi
disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Menteri.

Bab XI : Penyelesaian Perselisihan


Pasal 77 :
Setiap Penerima Pelayanan Kesehatan yang dirugikan akibat kesalahan atau
kelalaian Tenaga Kesehatan dapat meminta ganti rugi sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 78 :
Dalam hal Tenaga Kesehatan diduga melakukan kelalaian dalam menjalankan
profesinya yang menyebabkan kerugian kepada penerima pelayanan
kesehatan, perselisihan yang timbul akibat kelalaian tersebut harus
diselesaikan terlebih dahulu melalui penyelesaian sengketa di luar pengadilan
sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 79 :
Penyelesaian perselisihan antara Tenaga Kesehatan dan Fasilitas Pelayanan
Kesehatan dilaksanakan dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

B. Undang -undang no. 38 /2014 tentang Keperawatan


Bab I
Pasal 2 :
Praktik Keperawatan berasaskan:
a. perikemanusiaan;
b. Nilai ilmiah;
c. Etika dan profesionalitas;
d. Manfaat;
e. Keadilan;
f. Pelindungan; dan
g. Kesehatan dan keselamatan Klien.

Bab IV : Registrasi, Izin Praktik, Dan Registrasi Ulang


Bagian Kesatu : Umum
Pasal 17 :
Untuk melindungi masyarakat penerima jasa pelayanan kesehatan dan
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan oleh Perawat,
Menteri dan Konsil Keperawatan bertugas melakukan pembinaan dan
pengawasan mutu Perawat sesuai dengan kewenangan masing-masing.
Bagian kedua : Registrasi
Pasal 18 :
(1) Perawat yang menjalankan Praktik Keperawatan wajib memiliki STR.
(2) STR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Konsil
Keperawatan setelah memenuhi persyaratan.
(3) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
a. Memiliki ijazah pendidikan tinggi Keperawatan
b. Memiliki Sertifikat Kompetensi atau Sertifikat Profesi
c. Memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental
d. Memiliki surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji profesi; dan
e. Membuat pernyataan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika
profesi.
(4) STR berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diregistrasi ulang setiap 5
(lima) tahun.
(5) Persyaratan untuk Registrasi ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
meliputi:
a. Memiliki STR lama
b. Memiliki Sertifikat Kompetensi atau Sertifikat Profesi
c. Memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental
d. Membuat pernyataan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika
profesi
e. Telah mengabdikan diri sebagai tenaga profesi atau vokasi di bidangnya
f. Memenuhi kecukupan dalam kegiatan pelayanan, pendidikan, pelatihan
dan/atau kegiatan ilmiah lainnya.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) huruf e dan huruf f diatur oleh Konsil Keperawatan.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Registrasi dan Registrasi ulang
diatur dalam peraturan konsil keperawatan.

Bagian Ketiga : Izin Praktik


Pasal 19 :
(1) Perawat yang menjalankan Praktik Keperawatan wajib memiliki izin.
(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk SIPP.
(3) SIPP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan oleh Pemerintah
Daerah kabupaten/kota atas rekomendasi pejabat kesehatan yang
berwenang di kabupaten/kota tempat Perawat menjalankan praktiknya.
(4) Untuk mendapatkan SIPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2),
Perawat harus melampirkan:
a. Salinan STR yang masih berlaku
b. Rekomendasi dari Organisasi Profesi Perawat
c. Surat pernyataan memiliki tempat praktik atau surat keterangan dari
pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
(5) SIPP masih berlaku apabila:
a. STR masih berlaku
b. Perawat berpraktik di tempat sebagaimana tercantum dalam SIPP
Pasal 20 :
(1) SIPP hanya berlaku untuk 1 (satu) tempat praktik.
(2) SIPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada Perawat
paling banyak untuk 2 (dua) tempat.
Pasal 21 :
Perawat yang menjalankan praktik mandiri harus memasang papan nama
Praktik Keperawatan.
Pasal 22 :
SIPP tidak berlaku apabila:
a. Dicabut berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan
b. Habis masa berlakunya
c. Atas permintaan Perawat
d. Perawat meninggal dunia.

Bab VI : Hak dan Kewajiban Perawat


Bagian Kesatu
Pasal 36 :
Perawat dalam melaksanakan Praktik Keperawatan berhak:
a. Memperoleh pelindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai
dengan standar pelayanan, standar profesi, standar prosedur
operasional, dan ketentuan Peraturan Perundang-undangan
b. Memperoleh informasi yang benar, jelas, dan jujur dari Klien dan/atau
keluarganya.
c. Menerima imbalan jasa atas Pelayanan Keperawatan yang telah
diberikan
d. Menolak keinginan Klien atau pihak lain yang bertentangan dengan kode
etik, standar pelayanan, standar profesi, standar prosedur operasional,
atau ketentuan Peraturan Perundang-undangan; dan
e. Memperoleh fasilitas kerja sesuai dengan standar.
Pasal 37 :
Perawat dalam melaksanakan Praktik Keperawatan berkewajiban:
a. Melengkapi sarana dan prasarana Pelayanan Keperawatan sesuai
dengan standar Pelayanan Keperawatan dan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan
b. Memberikan Pelayanan Keperawatan sesuai dengan kode etik, standar
Pelayanan Keperawatan, standar profesi, standar prosedur operasional,
dan ketentuan Peraturan Perundang-undangan
c. Merujuk Klien yang tidak dapat ditangani kepada Perawat atau tenaga
kesehatan lain yang lebih tepat sesuai dengan lingkup dan tingkat
kompetensinya.
d. Mendokumentasikan Asuhan Keperawatan sesuai dengan standar
e. Memberikan informasi yang lengkap, jujur, benar, jelas, dan mudah
dimengerti mengenai tindakan Keperawatan kepada Klien dan/atau
keluarganya sesuai dengan batas kewenangannya
f. Melaksanakan tindakan pelimpahan wewenang dari tenaga kesehatan
lain yang sesuai dengan kompetensi Perawat
g. Melaksanakan penugasan khusus yang ditetapkan oleh Pemerintah

Bab VII : Organisasi Profesi Perawat


Pasal 41 :
(1) Organisasi Profesi Perawat dibentuk sebagai satu wadah yang
menghimpun Perawat secara nasional dan berbadan hukum.
(2) Organisasi Profesi Perawat bertujuan untuk:
Meningkatkan dan/atau mengembangkan pengetahuan dan keterampilan,
martabat, dan etika profesi Perawat

C. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan


Bab I
Pasal 2 : Keperawatan berasaskan :
a. Perikemanusiaan
b. Nilai Ilmiah
c. Etika
d. Manfaat
e. Keadilan
f. Kesehatan dan keselamatan klien
Bab II
Pasal 16 ayat 2 c : Aspek sikap, mental dan moral

Bab VI
Pasal 38 : Perawat dalam melaksanakan praktik keperawatan berkewajiban
a. Melengkapi sarana dan prasarana pelayanan perawatan dan ketentuan
perundang-undangan
b. Memberikan pelayanan keperawatan/ kebidanan sesuai dengan standar
profesi, standar pelayanan keperawatan/ kebidanan, standar operasional
prosedur, kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan
c. Menghormati klien
d. Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani, yang meliputi :
1. Dalam aspek pelayanan/asuhan keperawatan/ kebidanan merujuk ke
anggota perawat lain yang lebih tinggi kemampuan atau
pendidikannya
2. Dalam aspek masalah kesehatan lainnya merujuk ke tenaga
kesehatan lain
e. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang klien
f. Mendokumentasikan asuhan keperawatan/kebidanan berdasarkan
standar pelayanan keperawatan/ kebidanan
g. Memberikan informasi yang lengkap, jujur, jelas dan mudah dimengerti
mengenai tindakan keperawatan/ kebidanan.
h. Melaksanakan tindakan pelimpahan wewenang dari tenaga kesehatan
lain yang sesuai dengan kompetensi perawat
i. Melaksanakan penugasan khusus yang ditetapkan oleh pemerintah
Pasal 39 : Klien dalam Praktik keperawatan berhak
a. Mendapatkan informasi secara lengkap, jujur dan jelas tentang tindakan
keperawatan/ kebidanan yang akan dilakukan
b. Meminta pendapat perawat/ bidan lain dan / atau tenaga kesehatan
lainnya
c. Mendapatkan pelayanan keperawatan/kebidanan sesuai dengan standar
pelayanan keperawatan/kebidanan.
d. Memberikan persetujuan atau penolakan tindakan keperawatan/
kebidanan yang akan diterimanya
e. Terjaga kerahasiaan kondisi kesehatan lainnya
Pasal 40 :
Pengungkapan rahasia klien sebagaimana dimaksud dalam pasal 39 huruf e
dilakukan atas dasar :
a. Persetujuan tertulis dari klien
b. Perintah hakim pada sidang pengadilan
Pasal 41 :
Dalam praktik keperawatan/ kebidanan, klien berkewajiban :
a. Memberikan informasi yang lengkap, jujur dan jelas tentang masalah
kesehatannya
b. Mematuhi nasehat dan petunjuk perawat/bidan
c. Mematuhi ketentuan yang berlaku difasilitas pelayanan kesehatan
d. Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima

Bab XI
Pasal 64 :
Setiap orang dilarang dengan sengaja menggunakan identitas seolah - olah
yang bersangkutan adalah perawat / bidan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 4 ayat 1(satu).
Pasal 65 :
Perawat/bidan dilarang menyelenggarakan praktik keperawatan/kebidanan
tanpa memiliki STR dan/atau SIPP sebagai dasar lisensi sebagaimana
dimaksud dalam pasal 19 ayat 3 (tiga).
Pasal 66 :
Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dilarang dengan sengaja
mempekerjakan perawat/bidan yang tidak memiliki STR dan SIPP/SIPB
sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 ayat 1 (satu)
Pasal 67 :
Perawat/bidan dalam memberikan asuhan keperawatan/kebidanan dilarang
memberikan resep dan obat selain obat bebas terbatas
Bab XII
Pasal 68 :
Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan identitas seolah-olah yang
bersangkutan adalah perawat sebagaimana dimaksud dalam pasal 64 dipidana
penjara paling lama 5 tahun dan pidana denda paling banyak Rp
500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah)

Bab IX : Hak Dan Kewajiban Tenaga Kesehatan


Pasal 57 :
Tenaga Kesehatan dalam menjalankan praktik berhak:
a. Memperoleh pelindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai
dengan Standar Profesi, Standar Pelayanan Profesi, dan Standar
Prosedur Operasional
b. Memperoleh informasi yang lengkap dan benar dari Penerima Pelayanan
Kesehatan atau keluarganya
c. Menerima imbalan jasa
d. Memperoleh pelindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja,
perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia, moral,
kesusilaan, serta nilai-nilai agama
e. Menolak keinginan Penerima Pelayanan Kesehatan atau pihak lain yang
bertentangan dengan Standar Profesi, kode etik, standar pelayanan,
Standar Prosedur Operasional, atau ketentuan Peraturan Perundang-
undangan
f. Memperoleh hak lain sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-
undangan

Bab X : Penyelenggaraan Keprofesian


Bagian Kesatu : Umum
Pasal 60 (c) :
Tenaga Kesehatan bertanggung jawab untuk: Bersikap dan berperilaku sesuai
dengan etika profesi.
D. Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah sakit
Bab XII : Pembinaan Dan Pengawasan
Bagian Kedua : Dewan Pengawas Rumah Sakit
Pasal 56 ayat 5 (g) :
Mengawasi kepatuhan penerapan etika Rumah Sakit, etika profesi, dan
peraturan perundang-undangan

E. PMK no. 49 Tahun 2013 tentang Komite Keperawatan Rumah Sakit


Bab II Tentang komite Keperawatan
Pasal 5 :
1. Dalam rangka mewujudkan tata kelola klinis yang baik setiap rumah sakit
harus membentuk Komite keperawatan
2. Komite Keperawatan merupakan organisasi non struktural yang dibentuk di
Rumah sakit yang keanggotaannya terdiri dari tenaga keperawatan/
kebidanan
3. Komite Keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 bukan
merupakan wadah perwakilan dari staf keperawatan/ kebidanan
Pasal 6 :
Komite Keperawatan dibentuk oleh Kepala/Direktur Rumah sakit
Pasal 7 :
1. Susunan organisasi komite keperawatan sekurang-kurangnya terdiri dari :
a. Ketua komite Keperawatan
b. Sekretaris Komite Keperawatan
c. Sub Komite
2. Dalam keadaan keterbatasan sumber daya, susunan organisasi komite
keperawatan sekurang-kurangnya dapat terdiri dari ketua dan sekretaris
merangkap sub komite
Pasal 8 :
1. Keanggotaan komite Keperawatan ditetapkan oleh Kepala/Direktur Rumah
sakit dengan mempertimbangkan sikap profesional, kompetensi,
pengalaman kerja, reputasi dan perilaku.
2. Jumlah personil keanggotaan Komite Keperawatan sebagaimana dimaksud
pada ayat 1 disesuaikan dengan jumlah tenaga keperawatan/ kebidanan di
Rumah sakit
Pasal 9 :
1. Ketua Komite Keperawatan ditetapkan oleh Kepala/Direktur Rumah sakit
dengan memperhatikan masukan dari tenaga keperawatan/ kebidanan yang
bekerja di Rumah sakit
2. Sekretaris Komite keperawatan dan ketua Sub Komite Keperawatan
ditetapkan oleh Kepala/Direktur Rumah sakit berdasarkan rekomendasi dari
ketua Komite Keperawatan dengan memperhatikan masukan dari tenaga
keperawatan/ kebidanan yang bekerja di Rumah sakit
Pasal 10 :
1. Sub Komite sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat 1 terdiri dari :
a. Sub Komite Kredensial
b. Sub Komite mutu Profesi
c. Sub Komite Etik Dan Disiplin Profesi
2. Sub komite Kredensial sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a
bertugas merekomendasikan Kewenangan Klinis yang adekuat sesuai
kompetensi yang dimiliki setiap tenaga keperawatan/ kebidanan
3. Sub Komite Mutu Profesi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b
bertugas melakukan audit keperawatan/ kebidanan dan
merekomendasikan kebutuhan pengembangan profesional berkelanjutan
bagi tenaga keperawatan/ kebidanan.
4. Sub Komite Etik Dan Disiplin Profesi sebagaimana dimaksud pada ayat 1
huruf c bertugas merekomendasikan pembinaan etik dan disiplin profesi.
Pasal 11 ayat 4 :
Dalam melaksanakan fungsi menjaga disiplin dan etika profesi tenaga
keperawatan/kebidanan, Komite Keperawatan memiliki tugas sebagai berikut
:
a. Melakukan sosialisasi kode etik profesi tenaga keperawatan/
kebidanan
b. Melakukan pembinaan etik dan disiplin profesi tenaga keperawatan/
kebidanan
c. Merekomendasikan penyelesaian masalah pelanggaran disiplin dan
masalah etik dalam kehidupan profesi dan pelayanan asuhan
keperawatan dan kebidanan
d. Merekomendasikan pencabutan kewenangan klinis
e. memberikan pertimbangan dalam mengambil keputusan etis dalam
asuhan keperawatan dan kebidanan.

Lampiran Permenkes no.49/2013


Bab I : Pendahuluan
Komite adalah wadah struktural yang terdiri dari tenaga ahli atau profesidibentuk
untuk memberikan pertimbangan strategis kepada Kepala/Direktur Rumah sakit
dalam rangka peningkatan dan pengembangan pelayanan kesehatan di Rumah
sakit.
Komite Keperawatan bertugas membantu Kepala/Direktur Rumah sakit dalam
melakukan kredensial, pembinaan disiplin dan etika profesi keperawatan dan
kebidanan serta pengembangan profesional berkelanjutan termasuk memberi
masukan guna pengembangan standar asuhan keperawatan dan kebidanan.

Bab II : Komite Keperawatan


Sub Komite Etik Dan Disiplin Profesi
Setiap tenaga Keperawatan/kebidanan harus memiliki disiplin profesi yang tinggi
dalam memberikan asuhan keperawatan dan kebidanan dan menerapkan etika
profesi dalam praktiknya. Profesionalisme tenaga keperawatan/kebidanan dapat
ditingkatkan dengan melakukan pembinaan dan penegakan disiplin profesi serta
penguatan nilai-nilai etik dalam kehidupan profesi. Nilai etik sangat diperlukan
oleh tenaga keperawatan/kebidanan sebagai landasan dalam memberikan
pelayanan yang manusiawi berpusat pada pasien. Prinsip caring merupakan inti
pelayanan yang diberikan oleh tenaga keperawatan/kebidanan. Pelanggaran
terhadap standar pelayanan, disiplin profesi keperawatan dan kebidanan hampir
selalu mulai dari pelanggaran nilai moral etik yang akhirnya akan merugikan
pasien dan masyarakat. Beberapa faktor yang mempengaruhi pelanggaran atau
timbulnya masalah etik antara lain tingginya beban kerja tenaga
keperawatan/kebidanan, ketidak jelasan kewenangan klinis, menghadapi pasien
gawat-kritis dengan kompetensi yang rendah serta pelayanan yang sudah mulai
berorientasi pada bisnis.
Kemampuan praktik yang etis hanya merupakan kemampuan yang dipelajari
pada masa studi/pendidikan, belum merupakan hal yang penting dipelajari dan
diimplementasikan dalam praktik. Penegakan disiplin profesi dan pembinaan
etika profesi perlu dilakukan secara terencana, terarah dan dengan semangat
yang tinggi sehingga pelayanan keperawatan dan kebidanan yang diberikan
benar-benar menjamin pasien aman dan mendapat kepuasan.

1. Tujuan komite Etik dan Disiplin


Sub Komite Etik dan Disiplin Profesi bertujuan :
a. Agar tenaga keperawatan/kebidanan menerapkan prinsip-prinsip etik
dalam memberikan asuhan keperawatan dan asuhan kebidanan
b. Melindungi pasien dari pelayanan yang diberikan oleh tenaga
keperawatan/kebidanan yang tidak profesional
c. Memelihara dan meningkatkan profesionalisme tenaga
keperawatan/kebidanan
2. Tugas
a. Melakukan sosialisasi kode etik profesi tenaga keperawatan/ kebidanan
b. Melakukan pembinaan etik dan disiplin profesi tenaga
keperawatan/kebidanan
c. Melakukan penegakan disiplin profesi keperawatan dan kebidanan
d. Merekomendasikan penyelesaian masalah–masalah etik dalam
kehidupan profesi serta asuhan keperawatan dan asuhan kebidanan.
e. Merekomendasikan pencabutan kewenangan klinis dan/atau penugasan
klinis (clinical appointment)
f. Memberikan pertimbangan dalam mengambil keputusan etis dalam
asuhan keperawatan dan kebidanan.
3. Kewenangan
Sub komite etik dan disiplin profesi mempunyai kewenangan memberikan
usul rekomendasi perubahan/modifikasi rincian kewengan klinis (delineation
of clinical previlege) serta memberikan rekomendasi pemberian tindakan
disiplin.
4. Mekanisme Kerja
a. Melakukan prosedur penegakan disiplin dengan tahapan :
1. Mengidentifikasi sumber laporan kejadian pelanggaran etik dan
disiplin didalam Rumah sakit
2. Melakukan telaah atas laporan kejadian pelanggaran etik dan disiplin
profesi
b. Membuat keputusan, pengambilan keputusan pelanggaran etik profesi
dilakukan dengan melibatkan panitia adhoc
c. Melakukan tindak lanjut keputusan berupa :
1. Pelanggaran etik direkomendasikan kepada organisasi profesi
keperawatan dan kebidanan di Rumah sakit melalui Ketua Komite
Keperawatan
2. Pelanggaran disiplin profesi diteruskan kepada Direktur keperawatan
melalui ketua komite keperawatan.
3. Rekomendasi pencabutan kewenangan klinis diusulkan kepada ketua
komite keperawatan untuk diteruskan kepada kepala/Direktur Rumah
sakit
d. Melakukan pembinaan etik dan disiplin profesi tenaga keperawatan/
kebidanan , meliputi :
1. Pembinaan dilakukan secara terus menerus melekat dengan
pelaksanaan praktik keperawatan dan kebidanan sehari-hari.
2. Menyusun program pembinaan, mencakup jadwal, materi/topik dan
metode serta evaluasi
3. Metode pembinaan dapat berupa diskusi, ceramah, lokakarya,
“coaching”, simposium, “bedside teaching”, diskusi refleksi kasus dan
lain-lain disesuaikan dengan lingkup pembinaan dan sumber yang
tersedia.
e. Menyusun laporan kegiatan sub komite untuk disampaikan kepada ketua
komite keperawatan

F. PP no. 53 Tahun 2009 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil


Bab I : Ketentuan umum
Pasal 1 :
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
a. Disiplin Pegawai Negeri Sipil adalah kesanggupan pegawai negeri sipil
untuk mentaati kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan dalam
peraturan perundang-undangan dan/atau peraturan kedinasan yang
apabila tidak ditaati atau dilanggar dijatuhi hukuman disiplin
b. Pegawai negeri sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah PNS Pusat dan
PNS daerah
c. Pelanggaran disiplin adalah setiap ucapan, tulisan atau perbuatan PNS
yang tidak mentaati kewajiban dan/atau melanggar larangan ketentuan
disiplin PNS baik yang dlakukan didalam maupun diluar jam kerja
d. Hukuman displin adalah hukuman yang dijatuhkan pada PNS karena
melanggar peraturan disiplin PNS
e. Upaya administratif adalah prosedur yang dapat ditempuh PNS yang tidak
puas terhadap hukuman disiplin yang dijatuhkan kepadanya berupa
keberatan atau banding administratif
f. Keberatan adalah upaya administratif yang dapat ditempuh oleh PNS yang
tidak puasterhadap hukuman disiplinberupa pemberhentian dengan hormat
tidak atas permintaan sendiri atau pemberhentian tidak dengan hormat
sebagai PNS yang dijatuhkan oleh pejabat yang berwenang menghukum,
Kepala Badan Pertimbangan Kepegawaian
Pasal 2 :
Ketentuan Peraturan Pemerintah berlaku juga bagi calon PNS

Bab II : Kewajiban dan Larangan


Bagian Kesatu : Kewajiban
Pasal 3 : Setiap PNS wajib
1. Masuk kerja dan mentaati ketentuan jam kerja (ayat 11)
2. Mentaati peraturan kedinasan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang
(ayat17)

Bab III : Hukuman Disiplin


Bagian Kesatu : Umum
Pasal 6 :
Dengan tidak mengesampingkan ketentuan dalam peraturan perundang-
undangan pidana, PNS yang melakukan pelanggaran disiplin dijatuhi hukuman
disiplin

Bagian Kedua : Tingkat dan Jenis Hukuman Disiplin


Pasal 7 :
1. Tingkat hukuman disiplin terdiri dari :
a. Hukuman disiplin ringan
b. Hukuman disiplin sedang
c. Hukuman disiplin berat
2. Jenis hukuman disiplin ringan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a
terdiri dari :
a. Teguran lisan
b. Teguran tertulis
c. Pernyataan tidak puas secara tertulis
3. Jenis hukuman disiplin sedang sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b
terdiri dari :
a. Penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun
b. Penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun
c. Penundaan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun
4. Jenis hukuman disiplin berat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf c
terdiri dari:
a. Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun
b. Pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah
c. Pembebasan dari jabatan
d. Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai
PNS
e. Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS

Bagian Ketiga : Pelanggaran Dan Jenis Hukuman


Paragraf I : Pelanggaran terhadap Kewajiban
pasal 8 :
Hukum disiplin ringan yang dimaksud pada pasal 7 ayat 2 dijatuhkan bagi
pelanggaran terhadap kewajiban :
1. Melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada PNS dengan
penuh pengabdian, kesadaran dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud
dalam pasal 3 angka 5, apabila pelanggaran berdampak negatif pada unit
kerja (ayat 3)
2. Bekerja dengan jujur, tertib, cermat dan bersemangat untuk kepentingan
negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 angka 9, apabila
pelanggaran berdampak negatif pada unit kerja (ayat 7)
3. Masuk kerja dan mentaati ketentuan jam kerja sebagaimana dimaksud
dalam pasal 3 angka 11 berupa (ayat 9):
a. Teguran lisan bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang
sah selama 5 (lima) hari kerja
b. Teguran lisan bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang
sah selama 6 (enam) sampai 10 (sepuluh) hari kerja
c. Pernyataan tidak puas secara tertulis bagi PNS yang tidak masuk
kerja tanpa alasan yang sah selama 11 (sebelas) sampai 15 (lima
belas) hari kerja.
4. Memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat sebagaimana
dimaksud dalam pasal 3 angka 14, sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan (ayat 11)
5. Mentaati peraturan kedinasan yang ditetapkan oleh pejabat yang
berwenang sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 angka 17, apabila
pelanggaran berdampak negatif pada unit kerja (ayat 14)

Pasal 9 :
Hukuman disiplin sedang sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat 3
dijatuhkan bagi pelanggaran terhadap kewajiban :
1. Melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan pada PNS dengan
penuh pengabdian, kesadaran dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud
dalam pasal 3 angka 5, apabila pelanggaran berdampak negatif bagi
instansi yang bersangkutan (ayat 5)
2. Bekerja jujur, tertib, cermat dan bersemangat untuk kepentingan negara
sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 angka 9, apabila pelanggaran
berdampak negatif bagi instansi yang bersangkutan
3. Masuk kerja dan mentaati ketentuan jam kerja sebagaimana dimaksud
dalam pasal 3 angka 11 berupa :
a. Penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun bagi PNS yang
tidak masuk kerja tanpa alasan selama 16 (enam belas) sampai dengan
20 (dua puluh) hari kerja.
b. Penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun bagi PNS yang
tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 21 (dua puluh satu)
sampai 25 (dua puluh lima) hari kerja.
c. Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun bagi
PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 26 (dua
puluh enam) sampai dengan 30 (tiga puluh) hari kerja.
4. Memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat sebagaimana
dimaksud dalam pasal 3 angka 14 sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan (ayat 14)
5. Mentaati peraturan kedinasan yang ditetapkan oleh pejabat yang
berwenang sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 angka 17, apabila
pelanggaran berdampak negatif pada instansi yang bersangkutan (ayat 17)
Pasal 10 :
Hukuman displin berat sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat 4 dijatuhkan
bagi pelanggaran terhadap kewajiban :
1. Melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan pada PNS dengan
penuh pengabdian, kesadaran dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud
dalam pasal 3 angka, apabila pelanggaran berdampak negatif pada
pemerintah/Negara.
2. Bekerja dengan jujur, tertib, cermat dan bersemangat untuk kepentingan
negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 angka 9, apabila
pelanggaran berdampak negatif pada pemerintah dan/atau negara
3. Masuk kerja dan mentaati ketentuan jam kerja sebagaimana dimaksud
dalam pasal 3 angka 11 berupa (ayat 9) :
a. Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 tahun bagi PNS
yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 31 (tiga puluh
satu) sampai 35 (tiga puluh lima) hari kerja
b. Pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah
bagi PNS yang menduduki jabatan struktural atau fungsional tertentu
yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 36 (tiga puluh
enam) sampai dengan 40 (empat puluh) hari kerja
c. Pembebasan dari jabatan bagi PNS yang menduduki jabatan struktural
atau fungsional tertentu yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah
selama 41 (empat puluh satu) sampai dengan 45 (empat puluh lima) hari
kerja
d. Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau
pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS bagi PNS yang tidak
masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 46 (empat puluh enam) hari
kerja atau lebih
4. Memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat sebagaimana
dimaksud dalam pasal 3 angka 14, sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan (ayat 12)
5. Mentaati peraturan kedinasan yang ditetapkan oleh pejabat yang
berwenang sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 angka 17, apabila
pelanggaran berdampak negatif pada pemerintah dan/atau negara (ayat 13)

Paragraf 2 : Pelanggaran terhadap Larangan


Pasal 11 :
Menghalangi berjalannya tugas kedinasan, sebagaimana dimaksud dalam
pasal 4 angka 3, apabila pelanggaran berdampak negatif pada unit kerja (ayat
5).
Pasal 12 :
Hukuman disiplin sedang sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat 3
dijatuhkan bagi pelanggaran terhadap larangan :
Menghalagi berjalannya tugas kedinasan sebagaimana dimaksud dalam pasal
4 angka 11, apabila pelanggaran berdampak negatif bagi instansi (ayat 5)

Pasal 14 :
Pelanggaran terhadap kewajiban masuk kerja dan mentaati ketentuan jam
kerja sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 angka 9, pasal 9 angka 11 dan
pasal 10 angka 9 dihitung secara kumulatif sampai dengan akhir tahun berjalan

Bagian Kelima:Tatacara Pemanggilan, Pemeriksaan, Penjatuhan dan


Penyampaian Keputusan Hukuman Disiplin
Pasal : 23
1. PNS yang diduga melakukan pelanggaran disiplin akan dipanggil secara
tertulis oleh atasan langsung untuk dilakukan pemeriksaan
2. Pemanggilan kepada PNS yang diduga melakukan pelanggaran disiplin
dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sebelum tangal pemeriksaan.
3. Apabila pada tanggal yang seharusnya yang bersangkutan diperiksa tidak
hadir, maka dilakukan pemanggilan kedua paling lambat 7 (tujuh) hari kerja
sejak tanggal seharusnya yang bersangkutan diperiksa pada pemanggilan
pertama.
4. Apabila pada tanggal pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat 3
PNS yang bersangkutan tidak hadir juga maka pejabat maka pejabat yang
berwenang menghukum menjatuhkan hukuman disiplin berdasarkan alat
bukti dan keterangan yang ada tanpa dilakukan pemeriksaan.
Pasal 24 :
1. Sebelum PNS dijatuhi hukuman disiplin setiap atasan langsung wajib
memeriksa terlebih dahulu PNS yang diduga melakukan pelanggaran
disiplin
2. Pemeriksaan yang dimaksud dalam ayat 1 dilakukan secara tertutup dan
hanya dituangkan dalam bentuk berita acara pemeriksaan
3. Apabila menurut hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1
kewenangan untuk menjatuhkan hukuman disiplin kepada PNS tersebut
merupakan kewenangan :
a. Atasan langsung yang bersangkutan maka atasan langsung tersebut
wajib menjatuhkan hukuman disiplin
b. Pejabat yang lebih tinggi maka atasan langsung tersebut wajib
melaporkan secara hierarki disertai berita acara pemeriksaan
Pasal 25 :
1. Khusus untuk pelanggaran disiplin yang ancaman hukumannya
sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat 3 dan ayat 4 dapat dibentuk tim
pemeriksa
2. Tim pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat 1 terdiri dari atasan
langsung, unsur pengawasan dan unsur kepegawaian atau pejabat lain
yang ditunjuk
3. Tim pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dibentuk oleh pejabat
pembina kepegawaian atau pejabat lain yang ditunjuk.
Pasal 26 :
Apabila diperlukan atasan langsung, tim pemeriksa atau pejabat yang
berwenang menghukum dapat meminta keterangan dari orang lain.
Pasal 27 :
1. Dalam rangka kelancaran pemeriksaan PNS yang diduga melakukan
pelanggaran disiplin dan kemungkinan akan dijatuhi hukuman disiplin
tingkat berat dapat dibebaskan sementara dari tugas jabatannya oleh
atasan langsung sejak yang bersangkutan diperiksa
2. Pembebasan sementara dari tugas jabatannya sebagaimana dimaksud
pada ayat 1 berlaku sampai dengan ditetapkannya keputusan hukuman
disiplin.
3. PNS yang dibebaskan sementara dari tugas jabatannya sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 tetap diberikan hak-hak kepegawaiannya sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
4. Dalam hal atasan langsung sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak ada,
maka pembebasan sementara dari jabatannya dilakukan oleh pejabat yang
lebih tinggi.
Pasal 28 :
1. Berita acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 ayat 2
harus ditanda tangani oleh pejabat yang memeriksa dan PNS yang
diperiksa.
2. Dalam hal PNS yang diperiksa tidak bersedia menandatangani berita acara
pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, berita acara
pemeriksaan tersebut tetap djadikan sebagai dasar untuk menjatuhkan
hukuman disiplin.
3. PNS yang diperiksa berhak mendapatkan fotokopi berita acara
pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1
Pasal 29 :
1. Berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam pasl 24 dan
pasal 25 pejabat yang berwenang menghukum menjatuhkan hukuman
disiplin
2. Dalam keputusan hukuman disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat 1
harus disebutkan pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh PNS yang
bersangkutan
Pasal 30 :
1. PNS yang berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata melakukan beberapa
pelanggaran disiplin, terhadapnya hanya dijatuhi hukuman disiplin yang
terberat setelah mempertimbangkan pelanggaran yang dilakukan.
2. PNS yang pernah dijatuhi hukuman disiplin kemudian melakukan
pelanggaran disiplin yang sifatnya sama, kepadanya dijatuhi jenis hukuman
disiplin yang lebih berat dari hukuman disiplin terakhir yang pernah
dijatuhkan.
3. PNS tidak dapat dijatuhkan hukuman disiplin dua kali atau lebih untuk satu
pelanggaran disiplin.
4. Dalam hal PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan dilingkungannya
akan dijatuhi hukuman disiplin yang bukan menjadi kewenangannya,
pimpinan instansi atau Kepala Perwakilan mengusulkan penjatuhan
hukuman disiplin kepada pejabat pembina kepegawaian instansi induknya
disertai berita acara pemeriksaan.
Pasal 31 :
1. Setiap penjatuhan hukuman disiplin ditetapkan dengan keputusan pejabat
yang berwenang menghukum
2. Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 disampaikan secara
tertutup oleh pejabat yang berwenang menghukum atau pejabat lain yang
ditunjuk kepada PNS yang bersangkutan serta tembusannya disampaikan
kepada pejabat instansi terkait.
3. Penyampaian keputusan hukuman disiplin sebagaimana dimaksud pada
ayat 2 dilakukan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak keputusan
ditetapkan.
4. Dalam hal PNS yang dijatuhi hukuman tidak hadir pada saat penyampaian
keputusan hukuman disiplin, keputusan dikirim kepada yang bersangkutan.

Bab IV : Upaya Administratif


Pasal 38 :
1. PNS yang dijatuhi hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam pasal 34
ayat 2 dapat mengajukan banding administratif kepada badan
Pertimbangan Kepegawaian
2. Ketentuan mengenai banding administratif diatur lebih lanjut dalam
peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Badan
Pertimbangan kepegawaian.
Pasal 39 :
1. Dalam hal PNS yang dijatuhi hukuman disiplin :
a. Mengajukan banding administratif sebagaimana dimaksud dalam pasal
38 maka gajinya tetap dibayarkan sepanjang yang yang bersangkutan
tetap melaksanakan tugas
b. Tidak mengajukan banding administratif sebagaimana dimaksud dalam
pasal 38 maka pembayaran gajinya dihentikan terhitung mulai bulan
berikutnya sejak hari ke 15 (lima belas) keputusan hukuman disiplin
diterima
2. Penentuan dapat atau tidaknya PNS melaksanakan tugas sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 huruf a menjadi kewenangan pejabat Pembina
Kepegawaian dengan mempertimbangkan dampak terhadap lingkungan
kerja.
Pasal 40 :
1. PNS yang meninggal dunia sebelum ada keputusan atas upaya
administratif, diberhentikan dengan hormat sebagai PNS dan diberikan hak-
hak kepegawaiannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan
2. PNS yang mencapai batas usia pensiun sebelum ada keputusan atas :
a. Keberatan, dianggap telah selesai menjalani hukuman disiplin dan
diberhentikan dengan hormat sebagai PNS serta diberikan hak-hak
kepegawaiannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan
b. Banding administratif, dihentikan pembayaran gajinya sampai dengan
ditetapkannya keputusan banding administratif
3. Dalam hal PNS sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 huruf b
meninggal dunia, diberhentikan dengan hormat dan diberikan hak-hak
kepegawaiannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
Pasal 41 :
1. PNS yang mengajukan keberatan kepada atasan pejabat yang berwenang
menghukum atau banding administratif kepada Badan Pertimbangan
Kepegawaian tidak diberikan kenaikan pangkat dan/atau kenaikan gaji
berkala sampai dengan ditetapkannya keputusan yang mempunyai
kekuatan hukum tetap
2. Apabila keputusan pejabat yang berwenang menghukum dibatalkan maka
PNS yang bersangkutan dapat mempertimbangkan kenaikan pangkat
dan/atau gaji berkala sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 42 :
PNS yang sedang dalam proses pemeriksaan karena diduga melakukan
pelanggaran disiplin atau sedang mengajukan upaya administratif tidak dapat
disetujui untuk pindah instansi.
Bab V : Berlakunya Hukuman Disiplin Dan Pendokumentasian Keputusan
Hukuman Disiplin
Pasal 46 :
Apabila PNS yang dijatuhi hukuman disiplin tidak hadir pada waktu
penyampaian keputusan hukuman disiplin maka hukuman disiplin berlaku pada
hari ke 15 (lima belas) sejak tanggal yang ditentukan untuk penyampaian
keputusan hukuman disiplin

Bagian Kedua : Pendokumentasian Keputusan hukuman Disiplin


Pasal 47 :
Dokumen keputusan hukuman disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat 1
digunakan sebagai salah satu bahan penilaian dalam pembinaan PNS yang
bersangkutan (ayat 2)

Bab V : Ketentuan Peralihan


Pasal 48 :
1. Hukuman disiplin yang telah dijatuhkan sebelum berlakunya Peraturan
Pemerintah ini dan sedang dijalani oleh PNS yang bersangkutan dinyatakan
tetap berlaku
2. Keberatan yang diajukan kepada atasan pejabat yang berwenang
menghukum atau banding administratif kepada Badan Pertimbangan
Kepegawaian sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini diseslesaikan
sesuai dengan peraturan pemerintah no. 30/tahun 1980 tentang perturan
disiplin PNS beserta peraturan pelaksanaannya
3. Apabila terjadi pelanggaran disiplin dan telah dilakukan pemeriksaan tetap
berlaku dan proses selanjutnya berlaku ketentuan dalam peraturan
pemerintah ini.
4. Apabila terjadi pelanggaran disiplin sebelum berlakunya peraturan
pemerintah ini dan belum diberlakukan pemeriksaan maka berlaku
ketentuan dalam peraturan pemerintah.

G. Standar Profesi Perawat Indonesia


Dalam melaksanakan tugas profesional yang berdaya guna dan berhasil guna
perawat mampu dan ikhlas memberikan pelayanan bermutu dengan
memelihara dan meningkatkan integritas pribadi yang luhur dengan ilmu dan
keterampilan yang memenuhi standar serta kesadaran bahwa pelayanan yang
diberikan merupakan bagian dari upaya kesehatan secara menyeluruh.
Persatuan Perawat Nasional indonesia menyadari bahwa perawat Indonesia
yang berjiwa Pancasila dan UUD 1945 merasa terpanggil untuk menunaikan
kewajiban dalam bidang keperawatan/ kebidanan dengan penuh tanggung
jawab, berpedoman kepada dasar – dasar ;
1. Perawat dan Klien
a. Dalam memberikan pelayanan keperawatan/ kebidanan menghargai
harkat dan martabat manusia, keunikan klien dan tidak terpengaruh oleh
pertimbangan kebangsaan, kesukuan, warna kulit, umur, jenis kelamin,
aliran politik dan agama yang dianut serta kedudukan sosial
b. Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan/ kebidanan
senantiasa memelihara suasana lingkungan yang menghormati nilai –
nilai budaya, adat istiadat dan kelangsungan hidup beragama dari klien
c. Tanggung jawab utama perawat adalah kepada mereka yang
membutuhkan asuhan keperawatan/ kebidanan
d. Perawat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui sehubungan
dengan tugas yang dipercayakan padanya kecuali jika diperlukan oleh
yang berwenang sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku

2. Perawat dan Praktik


a. Perawat/bidan memelihara dan meningkatkan kompetensi dibidang
keperawatan/ kebidanan melalui belajar terus menerus
b. Perawat senantiasa memelihara mutu pelayanan
keperawatan/kebidanan yang tinggi disertai kejujuran yang profesional
yang menerapkan pengetahuan serta keterampilan
keperawatan/kebidanan sesuai dengan kebutuhan klien
c. Perawat/bidan dalam membuat keputusan didasarkan pada informasi
yang akurat dan mempertimbangkan kemampuan serta kualifikasi
seseorang bila melakukan konsultasi, menerima delegasi dan
memberikan delegasi kepada orang lain
d. Perawat/ bidan Indonesia menjunjung tinggi nama baik profesi
keperawatan/ kebidanan dengan selalu menunjukkan perilaku
profesional

3. Perawat dan Masyarakat


Perawat/bidan mengemban tanggung jawab bersama masyarakat untuk
memprakarsai dan mendukung berbagai kegiatan dalam memenuhi
kebutuhan dan kesehatan masyarakat

4. Perawat dan Teman Sejawat


a. Perawat/bidan senantiasa memelihara hubungan baik dengan sesama
perawat maupun sesama tenaga kesehatan lainnya, dan dalam
memelihara keserasian suasana lingkungan kerja maupun dalam
mencapai tujuan pelayanan kesehatan secara menyeluruh.
b. Perawat/bidan bertindak melindungi klien dari tenaga kesehatan yang
memberikan pelayanan kesehatan secara tidak kompeten, tidak etis dan
ilegal.

5. Perawat dan Profesi


a. Perawat/bidan mempunyai peran utama dalam menentukan standar
pendidikan dan pelayanan keperawatan/kebidanan serta menerapkannya
dalam kegiatan pelayanan dan pendidikan keperawatan/kebidanan.
b. Perawat/bidan berperan aktif dalam berbagai kegiatan pengembangan
profesi keperawatan/kebidanan
c. Perawat/bidan berpartisipasi aktif dalam upaya profesi untuk
membangun dan memelihara kondisi kerja yang kondusif demi
terwujudnya asuhan keperawatan/kebidanan yang bermutu tinggi.

III. Penyelesaian Pelanggaran/Masalah Etik Dan Disiplin Profesi


Berdasarkan Penyelesaian pelangggaran masalah etik dan disiplin profesi
adalah :
a. Undang-Undang no. 36/2014 tentang Tenaga Kesehatan
BAB XI : Penyelesaian Perselisihan
Pasal 77 :
Setiap Penerima Pelayanan Kesehatan yang dirugikan akibat kesalahan atau
kelalaian Tenaga Kesehatan dapat meminta ganti rugi sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 78 :
Dalam hal Tenaga Kesehatan diduga melakukan kelalaian dalam menjalankan
profesinya yang menyebabkan kerugian kepada penerima pelayanan
kesehatan, perselisihan yang timbul akibat kelalaian tersebut harus
diselesaikan terlebih dahulu melalui penyelesaian sengketa di luar pengadilan
sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

Pasal 79 :
Penyelesaian perselisihan antara Tenaga Kesehatan dan Fasilitas Pelayanan
Kesehatan dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan.

b. Peraturan Pemerintah no. 53/2009 tentang disiplin pegawai negeri sipil


Pasal : 23
1. PNS yang diduga melakukan pelanggaran disiplin akan dipanggil secara
tertulis oleh atasan langsung untuk dilakukan pemeriksaan
2. Pemanggilan kepada PNS yang diduga melakukan pelanggaran disiplin
dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sebelum tanggal pemeriksaan.
3. Apabila pada tanggal yang seharusnya yang bersangkutan diperiksa tidak
hadir, maka dilakukan pemanggilan kedua paling lambat 7 (tujuh) hari kerja
sejak tanggal seharusnya yang bersangkutan diperiksa pada pemanggilan
pertama.
4. Apabila pada tanggal pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat 3
PNS yang bersangkutan tidak hadir juga maka pejabat maka pejabat yang
berwenang menghukum menjatuhkan hukuman disiplin berdasarkan alat
bukti dan keterangan yang ada tanpa dilakukan pemeriksaan.
Pasal 25 :
1. Khusus untuk pelanggaran disiplin yang ancaman hukumannya
sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat 3 dan ayat 4 dapat dibentuk tim
pemeriksa
2. Tim pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat 1 terdiri dari atasan
langsung, unsur pengawasan dan unsur kepegawaian atau pejabat lain
yang ditunjuk
3. Tim pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dibentuk oleh pejabat
pembina kepegawaian atau pejabat lain yang ditunjuk.

Anda mungkin juga menyukai