Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
1
(sedang atau otot robek pada tingkat menengah) dan tingkat ketiga (robek
parah atau pecah).
1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui penilaian awal trauma musculoskeletal
2. Untuk mengetahui trauma musculoskeletal yang mengancam jiwa
3. Untuk mengetahui apa saja trauma yang mengancam musculoskeletal
4. Untuk mengetahui penatalaksanaan trauma musculoskeletal
5. Untuk mengetahui definisi kompartement syndrome
6. Untuk mengetahui penyebab kompartement syndrome
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan kompartement syndrome
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Trauma Muskuloskeletal
Trauma muskuloskeletal adalah suatu keadaan ketika seseorang
mengalami cedera pada tulang, sendi dan otot karena salah satu sebab.
Kecelakaan lalu lintas, olahraga dan kecelakaan industri merupakan penyebab
utama dari trauma muskuloskeletal. Seorang perawat dituntut untuk
mengetahui bagaimana perawatan klien dengan trauma muskuluskoletal yang
mungkin dijumpai di jalanan maupun selama melakukan asuhan keperawatan
di rumah sakit. Pengangan untuk klien dengan trauma muskuloskeletal
memerlukan peralatan serta ketrampilan khusus yang tidak semuanya dapat
dilakukan oleh perawat. Trauma muskuloskeletal biasanya menyebabkan
2
difungsi struktur disekitarnya dan struktur pada bagian yang dilindungi atau
disanggahnya.
Ada beberapa jenis dari trauma muskuloskeletal dimana tergantung letak dari
trauma yaitu :
1. Fraktur
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut serta keadaan tulang dan
jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang
terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. Fraktur adalah gangguan dari
kontinuitas yang normal dari suatu tulang. Jika terjadi fraktur, maka
jaringan lunak disekitarnya juga akan terganggu.(Joyce M Black, 2014)
Fraktur terbuka
Fraktur terbuka dicirikan oleh robeknya kulit diatas cedera
tulang. Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai hubungan
dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak sehingga
terjadi kontaminasi bakteri
Fraktur tertutup
Fraktur tertutup adalah fraktur dimana kulit tidak ditembus oleh
fragmen tulang. Jadi pada fraktur tertutup kulit masih utuh diatas lokasi
cedera. (Brunner, 2001)
2. Strain
Strain merupakan suatu puntiran atau tarikan, robekan otot dan tendon.
Strain adalah tarikan otot akibat penggunaan berlebihan, peregangan
berlebihan atau stres yang berlebihan. (Brunner, 2001)
3. Sprain
Sprain adalah cedera struktur ligamen di sekitar sendi, akibat gerakan
mengepit atau memutar. Fungsi ligamen adalah menjaga stabilitas namun
masih menmungkinkan mobilitas. Ligamen yang robek akan kehilangan
kemampuan stabilitasnya. Sprain merupakan peregangan atau robekan
ligamen, fibrosa dari jaringan ikat yang menggabungkan ujung satu tulang
dengan tulang lainnya. (Joyce M Black, 2014)
2.2 Etiologi
Penyebab umum dari truma muskuloskeletal adalah kecelekaan lalu lintas,
olahraga, jatuh dan kecelakaan industry
1. Fraktur
3
Etiologi atau penyebab dari fraktur adalah kelebihan beban mekanis pada
suatu tulang, saat tekanan yang diberikan pada tulang terlalu banyak
dibandingkan yang mampu ditanggunya. (Joyce M Black, 2014)
Trauma langsung
Tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah
tekanan misalnya benturan pada lengan bawah yang menyebabkan
patah tulang radius dan ulna.
Trauma tidak langsung
Trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur
dimana pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh. Misalnya,
jatuh bertumpu pada tangan yang menyebabkan tulang klavikula atau
radius distal patah.
2. Strain
Penyebab dari strain bisa dari trauma langsung maupun tidak langsung
misalnya (jatuh dan tumbukan pada badan) yang mendorong sendi keluar
dari posisinya kemudian meregang. (Joyce M Black, 2014)
3. Sprain
Penyebab sprain sama dengan strain yaitu trauma langsung dan trauma
tidak langsung. (Joyce M Black, 2014)
4
3) Pengumpulan keterangan yang akan dibutuhkan di rumah sakit
seperti waktu kejadian, sebab kejadian, mekanisme kejadian dan
riwayat penderita.
b. Fase Rumah Sakit
1) Perencanaan sebelum penderita tiba
2) Perlengkapan airway sudah dipersiapkan, dicoba dan diletakkan di
tempat yang mudah dijangkau
3) Cairan kristaloid yang sudah dihangatkan, disiapkan dan diletakkan
pada tempat yang mudah dijangkau
4) Pemberitahuan terhadap tenaga laboratorium dan radiologi apabila
sewaktu-waktu dibutuhkan.
5) Pemakaian alat-alat proteksi diri
2. Triage
Triage adalah cara pemilahan penderita berdasarkan kebutuhan terapi
dan sumber daya yang tersedia. Dua jenis triase :
a. Multiple Casualties
Jumlah penderita dan beratnya trauma tidak melampaui
kemampuan rumah sakit. Penderita dengan masalah yang mengancam
jiwa dan multi trauma akan mendapatkan prioritas penanganan lebih
dahulu.
b. Mass Casualties
Jumlah penderita dan beratnya trauma melampaui kemampuan
rumah sakit. Penderita dengan kemungkinan survival yang terbesar
dan membutuhkan waktu, perlengkapan dan tenaga yang paling
sedikit akan mendapatkan prioritas penanganan lebih dahulu.
3. Primary Survey
a. Airway dengan kontrol servikal
1) Penilaian
a) Mengenal patensi airway ( inspeksi, auskultasi, palpasi)
b) Penilaian secara cepat dan tepat akan adanya obstruksi
2) Pengelolaan airway
a) Lakukan chin lift dan atau jaw thrust dengan kontrol servikal
in-line immobilisasi
b) Bersihkan airway dari benda asing bila perlu suctioning dengan
alat yang rigid
c) Pasang pipa nasofaringeal atau orofaringeal
d) Pasang airway definitif sesuai indikasi.
3) Fiksasi leher
5
4) Anggaplah bahwa terdapat kemungkinan fraktur servikal pada
setiap penderita multi trauma, terlebih bila ada gangguan kesadaran
atau perlukaan diatas klavikula.
5) Evaluasi
b. Breathing dan Ventilasi-Oksigenasi
1) Penilaian
a) Buka leher dan dada penderita, dengan tetap memperhatikan
kontrol servikal in-line immobilisasi
b) Tentukan laju dan dalamnya pernapasan
c) Inspeksi dan palpasi leher dan thoraks untuk mengenali
kemungkinan terdapat deviasi trakhea, ekspansi thoraks
simetris atau tidak, pemakaian otot-otot tambahan dan tanda-
tanda cedera lainnya.
d) Perkusi thoraks untuk menentukan redup atau hipersonor
e) Auskultasi thoraks bilateral
2) Pengelolaan
a) Pemberian oksigen konsentrasi tinggi ( nonrebreather mask 11-
12 liter/menit)
b) Ventilasi dengan Bag Valve Mask
c) Menghilangkan tension pneumothorax
d) Menutup open pneumothorax
e) Memasang pulse oxymeter
3) Evaluasi
c. Circulation Dengan Kontrol Perdarahan
1) Penilaian
a) Mengetahui sumber perdarahan eksternal yang fatal
b) Mengetahui sumber perdarahan internal
c) Periksa nadi : kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus
paradoksus. Tidak diketemukannya pulsasi dari arteri besar
merupakan pertanda diperlukannya resusitasi masif segera.
d) Periksa warna kulit, kenali tanda-tanda sianosis.
e) Periksa tekanan darah
2) Pengelolaan
a) Penekanan langsung pada sumber perdarahan eksternal
b) Kenali perdarahan internal, kebutuhan untuk intervensi bedah
serta konsultasi pada ahli bedah.
c) Pasang kateter IV 2 jalur ukuran besar sekaligus mengambil
sampel darah untuk pemeriksaan rutin, kimia darah, tes
kehamilan (pada wanita usia subur), golongan darah dan cross-
match serta Analisis Gas Darah (BGA).
6
d) Beri cairan kristaloid yang sudah dihangatkan dengan tetesan
cepat.
e) Pasang PSAG/bidai pneumatik untuk kontrol perdarahan pada
pasien-pasien fraktur pelvis yang mengancam nyawa.
f) Cegah hipotermia
3) Evaluasi
d. Disability
1) Tentukan tingkat kesadaran memakai skor GCS/PTS
2) Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, reflek cahaya dan awasi
tanda-tanda lateralisasi
3) Evaluasi dan Re-evaluasi aiway, oksigenasi, ventilasi dan
circulation.
e. Exposure/Environment
1) Buka pakaian penderita
2) Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan tempatkan pada
ruangan yang cukup hangat.
4. Resusitasi
a. Re-evaluasi ABCDE
b. Dosis awal pemberian cairan kristaloid adalah 1000-2000 ml pada
dewasa dan 20 mL/kg pada anak dengan tetesan cepat (lihat tabel 2)
c. Evaluasi resusitasi cairan
1) Nilailah respon penderita terhadap pemberian cairan awal ( lihat
gambar 3, tabel 3 dan tabel 4 )
2) Nilai perfusi organ ( nadi, warna kulit, kesadaran dan produksi urin
) serta awasi tanda-tanda syok
3) Pemberian cairan selanjutnya berdasarkan respon terhadap
pemberian cairan awal.
4) Respon cepat
a) Pemberian cairan diperlambat sampai kecepatan maintenance
b) Tidak ada indikasi bolus cairan tambahan yang lain atau
pemberian darah
c) Pemeriksaan darah dan cross-match tetap dikerjakan
d) Konsultasikan pada ahli bedah karena intervensi operatif
mungkin masih diperlukan
5) Respon Sementara
a) Pemberian cairan tetap dilanjutkan, ditambah dengan
pemberian darah
b) Respon terhadap pemberian darah menentukan tindakan
operatif
c) Konsultasikan pada ahli bedah ( lihat tabel 5 ).
6) Tanpa respon
a) Konsultasikan pada ahli bedah
7
b) Perlu tindakan operatif sangat segera
c) Waspadai kemungkinan syok non hemoragik seperti tamponade
jantung atau kontusio miokard
d) Pemasangan CVP dapat membedakan keduanya ( lihat tabel 6 )
8
cepat. Penghentian perdarahan dilakukan dengan stabilisasi mekanik
dari pelvic ring dan eksternal counter pressure. Teknik sederhana
dapat dilakukan untuk stabilisasi pelvissebelum penderita dirujuk.
Traksi kulit longitudinal atau traksi skeletal dapat dikerjakan sebagai
tindakan pertama. Prosedur ini dapat ditambah denganmemasang
kain pembungkus melilit pelvis yang berfungsi sebagai siling atau
vacuum type long spine splinting device atau PASG. Cara-cara
sementara inidapat membantu stabilisasi awal. Fraktur pelvis terbuka
dengan perdarahan yang jelas, memerlukan balut tekan dengan
tampon untuk menghentikan perdarahan.
9
penunjang yang lain baru dikerjakan jika penderita telah teresusitasi
dan hemodinamik normal.
3. Crush Syndrome ( Rabdomiolisis Traumatik )
a. Trauma
Crush syndrome adalah keadaan klinis yang disebabkan kerusakan
otot, yang jika tidak ditangani akan menyebabkan kegagalan ginjal.
Kondisi ini terjadi akibatcrush injury pada massa sejumlah otot, yang
tersering paha dan betis. Keadaan ini disebabkan oleh gangguan
perfusi otot, iskemia dan pelepasan mioglobin.
b. Pemeriksaan
Mioglobin menimbulkan urine berwarna kuning gelap yang akan
positif bila diperiksa untuk adanya hemoglobin. Rabdomiolisis dapat
menyebabkan hipovodemi, asidosis metabolik, hiperkalemia,
hipokalsemia dan DIC (Disseminated intravascular coagulation).
c. Pengelolaan
Pemberian cairan IV selama ekstrikasi sangat penting untuk
melindungi ginjal dari gagal ginjal. Gagal ginjal yang disebabkan
oleh mioglobin dapat dicegah dengan pemberian cairan dan diuresis
osmotic untuk meningkatkan isis tubulus dan aliranurine. Dianjurkan
untuk mempertahankan output urine 100ml/jam sampai bebasdari
mioglobin uria.
10
membuktikan luka terbuka padasendi adalah dengan eksplorasi
bedah dan pembersihan luka.
c. Pengelolaan
Setelah deskripsi atau trauma jaringan lunak, serta menentukan ada
atau tidaknya gangguan sirkulasi atau trauma saraf maka segera
dilakukan imobilisasi. Penderita segera diresusitasi secara adekuat
dan hemodinamik sedapat mungkinstabil. Profilaksis tetanus segera
diberikan.
2. Trauma Vaskuler, termasuk amputasi traumatic
a. Riwayat dan pemeriksaan
Trauma vaskuler harus dicurigai jika terdapat insufisensi vaskuler
yang menyertai trauma tumpul, remuk (crushing), puntiran, atau
trauma tembus ekstremitas.Trauma vaskuler parsial menyebabkan
ekstremitas bagian distal dingin, pengisian kapiler lambat, pilsasi
melemah dan ankle/brachial index abnormal. Aliran yang terputus
menyebabkan ekstremitas dingin, pucat dan nadi tidak teraba.
b. Pengelolaan
Otot tidak mampu hidup tanpa aliran darah lebih dari 6 jam dan
nekrosis akan segera terjadi. Saraf juga akan sangat sensitif terhadap
keadaan tanpa oksigen.Operasi revaskularisasi segera diperlukan
untuk mengembalikan aliran darah padaekstermitas distal yang
terganggu. Jika gangguan vaskularisasi disertai fraktur harus
dikoreksi segera dengan meluruskan dan memasang bidai. Iskemia
menimbulkan nyeri hebat dan konsisten.Amputasi traumatik
merupakan bentuk terberat dari fraktur terbuka yang menimbulkan
kehilangan ekstermitas dan memerlukan konsultasi dan intervensi
bedah. Patah tulang terbuka dengan iskemia berkepanjangan, trauma
saraf dankerusakan otot mungkin memerlukan amputasi.Penderita
dengan trauma multipel yang memerlukan resusitasi intensif dan
operasi gawatdarurat bukan kandidat untuk reimplantasi.Anggota
yang teramputasi dicuci dengan larutan isotonic dan dibungkus
kasasteril dan dibasahi lautan penisilin (100.000 unit dalam 50 ml RL
11
) dan dibungkus kantong plastik. Kantong plastik ini dimasukkan
dalam termos berisi pecahan es, lalu dikirimkan bersama penderita.
3. Cedera Syaraf akibat Fraktur – Dislokasi
a. Trauma
Fraktur atau/dan dislokasi, dapat menyebabkan trauma saraf yang
disebabkan hubungan anatomi atau dekatnya posisi saraf dengan
persendian. Kembalinya fungsi hanya akan optimal bila keadaan ini
diketahui dan ditangani secara cepat.
b. Pemeriksaan
Pemeriksaan neurologis yang teliti selalu dilakukan pada penderita
dengan trauma musculoskeletal. Kelainan neurologis atau perubahan
neurologis yang progresif harus dicatat. Pada pemeriksaan biasanya
akan didapatkan deformitas dari musculoskeletal. Pemeriksaan
fungsi saraf memerlukan kerja sama penderita. Setiap saraf perifer
yang besar diperiksa fungssi motorik dan sensorik perlu diperiksa
secara sistematik.
c. Pengelolaan
Ekstremitas yang cedera harus segera diimobilisasi dalam posisi
dislokasi dan konsultasi bedah segera dikerjakan. Setelah reposisi,
fungsi saraf di reavaluasi dan ekstremitas dipasang bidai.
4. Trauma Ekstremitas Yang Lain
a. Kontusio dan Laserasi
Secara umum laserasi memerlukan debridemen dan penutupan luka.
Jika laserasimeluas sampai dibawah fasia, perlu intervensi operasi
untuk membersihkan luka danmemeriksa struktur-struktur di
bawahnya yang rusak. Kontusio umumnya dikenal karena ada nyeri
dan penurunan fungsi. Palpasi menunjukkan adanya pembengkakan
lokal dan nyeri tekan. Kontusio diobati dengan kistirahat dan
pemakaian kompresdingin pada fase awal.
b. Trauma Sendi
Trauma sendi bukan dislokasi (sendi masih dalam konfigurasi
anatomi normal tetapi terdapat trauma ligamen) biasanya tidak
mengancam muskuloskeletal, walaupun dapat menurunkan fungsi
musculoskeletal. Biasanya ditemukan adanya gaya abnormal
terhadap sebagian contoh tekanan terhadap bagian anterior yang
mendorong kebelakang,tekanan terhadap bagian lateral tungkai yang
12
menimbulkan regangan valgus pada lutut atau dengan lengan
ekstensi sehingga menimbulkan trauma hiperfleksi siku.
c. Fraktur
Definisi fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang
menimbulkan gerakan abnormal disertai krepitasi dan nyeri.
Krepitasi dan gerakan abnormal ditempat fraktur kadang-kadang
dilakukan untuk memastikn diagnosis, tetapi hal ini dapat menambah
sangat nyeri kerusakan jaringan lunak. Pembengkakan,nyeri tekan
dan deformitas biasanya cukup untuk membuat diagnosis fraktur.
Mempertimbangkan status hemodinamik pasien, foto rontgen harus
mencakup sendiatas dan bawah tulang yang fraktur,untuk
menyingkirkan dislokasi dan trauma lain.
13
c. Jika angulation di situs fraktur tanpa kompromi neurovaskular,
imobilisasi dikerjakan
d. Minimalkan gerakan ekstremitas selama belat
e. Pembelatan yang aman untuk memberikan dukungan dan kompresi
f. Menilai kembali / memonitor status neurovaskular setiap 5-10 menit
14
Sejauh ini penyebab sindroma kompartemen yang paling sering adalah
cedera, dimana 45 % kasus terjadi akibat fraktur, dan 80% darinya terjadi
di anggota gerak bawah.
15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Trauma muskuloskletal biasanya menyebabkan disfungsi struktur
disekitarnya dan struktur pada bagian yang dilindungi atau disangganya.
Gangguan yang paling sering terjadi akibat trauma muskuloskletal
adalah kontusio, strain, sprain dan dislokasi.
Kontusio merupakan suatu istilah yang digunakan untuk cedera pada
jaringan lunak yang diakibatkan oleh kekerasan atau trauma tumpul yang
langsung mengenai jaringan, seperti pukulan, tendangan, atau
jatuh. Sprain adalah bentuk cidera berupa penguluran atau kerobekan pada
ligament (jaringan yang menghubungkan tulang dengan tulang) atau kapsul
sendi, yang memberikan stabilitas sendi. Strain adalah bentuk cidera berupa
penguluran atau kerobekan pada struktur muskulo-tendinous (otot dan tendon)
sedangkan Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari
kesatuan sendi.
3.2 SARAN
Demikianlah makalah ini kami buat untuk meningkatkan pemahaman dan
pengetahuan kita tentang konsep trauma musculoskeletal. Kami selaku
penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca
agar makalah selanjutnya dapat lebih baik lagi. Terima Kasih.
DAFTAR PUSTAKA
16
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan medikal Bedah. Edisi 8 Vol 3.
Jakarta: EGC
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
Junaidi, Iskandar. 2011. Pedoman Pertolongan Pertama Yang Harus Dilakukan
Saat Gawat Dan Darurat Medis. Yogyakarta: Andi Yogyakarta
17