Anda di halaman 1dari 113

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Istilah demokrasi pada hakekatnya sudah lama dikenal orang

negara, khususnya di berbagai negara berkembang kian populer, baik pada

tingkat wacana maupun aras gerakan sosial politik. Sebagai suatu sistem

politik, demokrasi telah menempati stratum teratas yang diterima oleh

banyak negara karena dianggap mampu mengatur dan menyelesaikan

hubungan sosial dan politik, baik yang melibatkan kepentingan antara

individu dalam masyarakat dan sekolahan, hubungan antar masyarakat,

masyarakat dan negara maupun antar negara di dunia. Hancurnya ideologi

komunisme Uni Soviet tahun 1989, setidaknya telah menjadi momentum

penting bagi perluasan demokrasi sebagai wacana pilihan sistem politik.

Kepopuleran demokrasi sebagai ideologi politik secara cepat menyebar

oleh berkembangnya wacana kritis yang sebagaian besar mengungkapkan

kegagalan praktek otoritaruanisme. Hadirnya demokrasi seakan telah

menjadi sebuah hal yang bearti dan nyata dalam mengatasi masalah sosial

politik yang selama ini di derita berbagai negara.

Sebagai sebuah konsep, demokrasi memiliki makna luas dan

mengandung banyak elemen yang komplek. Demokrasi adalah suatu

metode politik, sebuah mekanims untuk memilih pemimpin politik. Warga

negara diberi kesempatan untuk memilih salah satu diantara pemimpin-

pemimpin politik yang bersaing meraih suara ( David Lechman, 1989,

1
234). Kemampuan untuk memilih diantara pemimpin-pemimpin politik

pada masa pemilihan inilah yang disebut demokrasi. Jadi dengan kata lain

dapat diungkap bahwa demokrasi adalah suatu metode penataan

kelembagaan untuk sampai pada keputusan politik, dimana individu

meraih kekuasaan untuk mengambil keputusan melalui perjuangan

kompetitif dalam meraih suara. Namun demikian, proses kompetisi itu

harus tetap dibingkai oleh etika normatif yang mengarah pada terjadinya

equlibrium sosial.

Dalam demokrasi kesantunan politik harus tetap dijaga. Konsep

liberalisasi yang melekat pada ideologi demokrasi dapat diartikan sebagai

sebuah masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab, yaitu masyarakat

yang memiliki aturan main yang jelas sehingga orang yang memiliki

kekuatan tidak menindas orang yang lemah. Ini dapat terjadi kalau ada

hukum yang mengatur segala bentuk permainan, baik politik, ekonomi dan

kebudayaan. Aturan main itu hendaknya menjamin pemberian ruang gerak

atau kesempatan yang sama bagi setiap warga negara untuk melakukan

aktifitas kehidupannya. Aturan main yang sudah dirumuskan dan

dituangkan dalam bentuk hukum seharusnya dihormati oleh setiap aktor

sosial dalam segala tingkat dan kapasitas. Dengan kata lain, baik itu

penguasa, pemerintah, pengusaha dan rakyat kebanyakan semuanya harus

hormat dan tunduk kepada hukum ( aturan main). Barang siapa yang

menyimpang dari aturan main atau barang siapa yang mencoba

2
memanipulasi aturan main dapat ditindak melalui lembaga peradilan tanpa

pandang bulu.

Hampir sekian lama ini sesuai yang sudah di jelaskan diatas

kehidupan politik sosial politik di Indonesia diwarnai wacana Demokrasi.

Hal itu disebabkan beberapa faktor, baik internal maupun eksternal. Faktor

internalnya adalah bahwa masyarakat telah berupaya membangun

kesadaran demokrasi melalui berbagai aktivitas, misalnya melalui

organisasi sekolah seperti Ikatan Pelajar Muhammadiyah, LSM, OSIS,

diskusi yang diselenggarakan diberbagai perguruan tinggi, yang juga

berimplikasi terhadap maraknya gerakan mahasiswa, dan sebagainya.

Adapun faktor ekternnya antara lain dan ini yang paling dominan adalah

proses “Pemasungan” demokrasi yang dilakukan secara sistematik oleh

rezim terdahulu yang akhirnya melahirkan pemberontakan-pemberontakan

baik ditingkat wacana maupun dalam bentuk gerakan sosial dan politik.

Kedua faktor di atas telah berjalan sekian lama secara dialektis dan menuai

hasil, kendati belum sepenuhnya berhasil dengan tumbangnya rezim orde

baru.

Dalam kaitan ini, perlu dipahami dengan seksama bahwa

demokrasi bukanlah sebuah wacana, pola pikir, atau perilaku politik yang

dapat dibangun sekali jadi, bukan pula “barang instan” . Demokrasi sekali

lagi adalah proses yang masyarakat dan negara berperan di dalamnya

untuk membangun kultur dan sistem kehidupan guna menciptakan

3
kesejahteraan, menegakkan keadilan, baik secara sosial, ekonomi, maupun

politik (Zamroni, 2001, 45).

Demokrasi sendiri juga merupakan suatu kerja kultural, sosial, dan

politik serta membangun sikap mental, spirit yang merupakan cerminan

dari nilai demokrasi itu sendiri. Nilai demokrasi itu mencerminkan

beberapa hal yang dapat di terapkan didalam pembelajaran ataupun

praktik-praktik berorganisasi baik di tingakat lingkungan masyarakat,

pekerjaan dan instansi pendidikan. Penerapan demokrasi yang di terapkan

didalam organisasi tingkat instansi pendidikan seperti halnya OSIS, IPM

(untuk sekolah Muhammadiyah), HMPS/HIMA di tingakt Universitas,

mereka menggunakan penerapan nilai-nilai Demokrasi untuk sistem

pemilihan ketua atau digunakan untuk musyawarah mufakat ketika tidak

menemukan titik terang di dalam suatu pemilihan ataupun diskusi.

Penerapan yang lebih menarik di dalam organisasi di dalam suatu instansi

pendidikan terdapat di dalam Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), IPM

sendiri adalah organisasi otonom Muhamamdiyah, suatu gerakan Islam,

Dakwah Amar Ma’ruf Nahi Munkar di kalangan pelajar, ber-Aqidah Islam

dan bersumber pada Al-Qur’an dan As-Sunnah.

IPM sendiri terdapat beberapa ciri khusus antara lain penanaman

karakter keilmuan kepada para pelajar. Karakter Keilmuan yang ada di

IPM memiliki ciri pemikiran secara dialektis yaitu Ilmu;Iman;Amal,

Iman;Amal;Ilmu, Amal;Ilmu;Iman yang dipahami sebagai kesatuan

4
integral yang tidak dipisahkan dan harus dimiliki oleh setiap anggota dan

penerapan di dalam organisasinya.

Dalam membangun sebuah tradisi keilmuan tersebut, IPM

berangkat dari asumsi dan prinsip antara lain 1) Ilmu Pengetahuan harus

dikuasai untuk mendapatkan kedudukan sebagai manusia terhormat dan

berkualitas dihadapan Allah SWT. 2) Semangat Menggali khazanah

keilmuan harus dengan ekplorasi spiritualitas, sehingga tidak melahirkan

karakter manusia berilmu yang sekular. 3) dengan ilmu pengetahuan

perspektif remaja tentang realitas sosial menyatu dengan perspektifnya

tentang Tuhan/Agama.

Dengan adanya tiga dasar tersebut, IPM sangat menginginkan

setiap pelajar dapat memahami segala sesuatu yang ada di dsekitarnya

dengan akal sehatnya. Seperti yang ada dalam janji pelajar

Muhammadiyah, IPM sangat berperan aktif bagi perkembangan sosial

bagi setiap pelajar terutama pelajar Muhammadiyah. Walaupun tidak

sedikit para pelajar memandang bahwa berorganisasi hanya akan

membuang waktu dan mengurangi waktu untuk belajar hanya untuk

mengurusi organisasi.

Meskipun dengan demikian, IPM sendiri merupakan suatu wadah

organisasi untuk ikatan Pelajar Muhammadiyah yang ingin melatih dan

mengasah mental kepribadian setiap individu. Dalam IPM tersebut juga

dapat untuk belajar pagi para pelajar Muhamamdiyah untuk melatih diri

baik bersifat internal dan ekternal Instansi Pendidikan.

5
Organisasi tidak hanya semata-mata melatih dan mengembangkan

soft skill yang ada di dalam diri sendiri, melainkan mengikuti organisasi

ini penerapan pendidikan Demokrasi digunakan ketika ada pergantian

kepengurusan dari lama ke baru ( Regenerasi). Pergantian kepengurusan

ini sesuai dengan aturan dasar dan aturan rumah tangga dari setiap

organisasi, tidak semua organisasi melakukan pergantian kepengurusan

serentak. Dalam Ikatan Pelajar Muhammadiyah sendiri anggaran dasar dan

aturan dasar memakai AD/ART dari Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiah

sendiri. Maka dari itu untuk penerapan Pendidikan Demokrasi di dalam

organisasi belum tentu diterapkan sesuai dengan AD/ARTnya atau sesuai

dengan pengertian Demokrasinya sendiri.

Dengan demikian, peneliti mengadakan penelitian di SMP

Muhammadiyah 1 Purwokerto dengan judul “Implementasi Pendidikan

Demokrasi Pada Organisasi Ikatan Pelajar Muhammadiyah di SMP

Muhammadiyah 1 Purwokerto “

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka

dapat dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah penerapan pendidikan demokrasi di dalam Ikatan

Pelajar Muhammadiyah ?

2. Bagaimana tantangan penerapan pendidikan demokrasi di dalam IPM

SMP Muhammadiyah 1 Purwokerto ?

6
3. Bagaimana upaya masalah-masalah penerapan Pendidikan Demokrasi

yang ada di dalam IPM SMP Muhammadiyah 1 Purwokerto?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian yang ingin dicapai adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui praktik pendidikan demokrasi di dalam IPM di SMP

Muhamamdiyah 1 Purwokerto.

2. Mengetahui tantangan pendidikan demokrasi di dalam IPM di SMP

Muhammadiyah 1 Purwokerto

3. Mengetahui upaya masalah-masalah pendidikan demokrasi di dalam

IPM di SMP Muhammadiyah 1 Purwokerto

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara

teoritis maupun praktis :

1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah

sumbangan pemikiran ilmiah mengenai Pendidikan Demokrasi di

dalam Organisasi Ikatan Pelajar Muhammadiyah

b. Menjadi dasar bahan kajian untuk penelitian lebih lanjut tentang

permasalahan yang terkait.

7
2. Manfaat Praktis

a. Bagi Organisasi Ikatan Pelajar Muhammadiyah

Hasil penelitian ini dijadikan masukan bagi organisasi Ikatan

Pelajar Muhammadiyah di SMP Muhammadiyah 1 Purwokerto

sebagai bahan pelaksaanaan realita Pendidikan Demokrasi.

b. Bagi anggota Ikatan Pelajar Muhammadiyah

Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberi acuan bagi

anggota Organisasi Ikatan Pelajar Muhammadiyah ketika

menghadapi permasalahan dan terjun ke masyarakat secara

langsung dengan menerapkan Pendidikan Demokrasi.

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Demokrasi

1. Pengertian Demokrasi

Demokrasi secara etimologis berasal dari bahasa Yunani “ demos”

yang bearti rakyat dan “kratos/cratein” yang bearti pemerintahan.

Khususnya di Athena, kata “demos” biasanya merujuk pada seluruh rakyat

tetapi kadangkala bearti menjadi orang-orang pada umumnya atau hanya

rakyat miskin, kata demokrasi pada mulanya digunakan oleh kalangan

aristokrat sebagai sindiran untuk merendahkan orang-orang kebanyakan (

Dahl. 1998;11-12 dalam Yudi Latif, 2011;395).

Menurut Paul Broker, definisi tentang demokrasi memiliki banyak

terminologi, antara lain menyangkut aturan mansoa, aturan majelis, aturan

partai, aturan umum, kediktatoran kaum proletar, partisipasi politik,

kompetisi para elite dalam meraih suara, multipartai, prularisme, sosial dan

politik, persamaan hak, kebebasan berpolitik dan sipil, sebuah masyarakat

yang bebas, ekonomi pasar bebas, dan lain-lain.

David Beetham dan Kevin Boyle mengemukakan bahwa demokrasi

merupakan bagian dari khazanah dalam membuat keputusan secara

kolektif. Demokrasi berusaha untuk mewujudkan keinginan bahwa

keputusan yang mempengaruhi perkumpulan secara keselruhan diambil

oleh semua anggota dan masing-masing anggota mempunyai hak yang

sama dalam proses pengambilan/pembuatan keputusan. Dengan kata lain,

9
demokrasi memiliki prinsip kembar sebagai kontorl rakyar atas proses

pembuatan keputusan secara kolektif dan memiliki kesamaan hak dalam

mengendalikan hal itu. ( David Beetham & Kevin Boyle, 2000;19-20)

Berdasarkan definisi David Beetham dan Kevin Boyle, tampak dua

hal yang esensial. Pertama, demokrasi merupakan perwujudan keinginan

secara keselurhan anggota dan dalam hal ini semua anggota memiliki hak

yang sama. Kedua, demokrasi merupakan indikator tentang sejauh mana

prinsip kendali rakyat dan kesetaraan politis dapat diwujudkan serta

bagaimana partisipasi rakyat dapat semakin nyata dalam mewujudkan

pengambilan keputusan secara kolektif.

Definisi tersebut tidak semuanya saling melengkapi, sehingga konsep

demokrasi menjadi cukup membingungkan. Dalam aplikasinya, konsep

demokrasi kadang-kadang saling berlawanan. Kontradiksi ini menyangkut

hal bahwa demokrasi itu adalah sebagai konsep perspektif atau deskriptif;

demokrasi itu sebagai prosedur kelembagaan atau gagasan normatif;

demokrasi representatif versus demokrasi langsung; demokrasi partisipasi

versus demokrasi elite. Berbagai kontradiktif tersebut menyebabkan

definisi demokrasi itu menjadi bahan perdebatan.

Sebaiknya, kita menelaah berbagai kekeliruan dalam mendefinisikan

demorakrasi. Sejak 1945, kata” Demokrasi” atau “Demokratik”

merupakan kata yang positif dalam terminologi politik. Apabila sebelum

abad ke-20, pihak yang mengklaim sebagai pihak antidemokrasi yang

sangat menolak konsep demokrasi.

10
Menurut Joseph Schumpeter, demokrasi merupakan persiapan dalam

membuat satu keputusan politik. Kekuasaan seseorang dalam mengambil

keputusan ditentukan oleh voting suara rakyat. Schumpeter melihat bahwa

yang dapat dilakukan oleh rakyat hanyalah memilih para elite representatif

sebeb meeka yang akan memberikan keputusan berdasarkna nama rakyat.

Konsep demokrasi tersebut membingungkan karena Shumpeter tidak

memberikan alasan yang jelas tentang elite politik yang bersaing dalam

meraih suara terbanyak. Hal itu lebih pantas disebut sebagai demokrasi

daripada puralisme elite. Selain itu, dia membawa konsep demokrasi pada

tingkatan partisipasi politik yang dianggap sangat diperlukan.

Kekeliruan konsep Schumpeter yang kedua adalah mengidentifikasi

demokrasi sebagai institusi atau berupa susunan keinstitusian, bukan

mengindentifikasi demokrasi dengan prinsip-prinsip demokrasi yang akan

direalisasikan. Contoh, untuk mempersamakan demokrasi dengan pemilu,

harus mengacaukan tujuan sebuah institusi. Hal ini akan menimbulkan

kekecewaan terhadap konsep demokrasi karena istitusi dinilai sebagai

suatu lembaga yang dipakai untuk menutupi kesalahan.

Joseph A. Scumpeter dalam Capitalism, Socialsm and Democrasy

menggunakan teori lain mengenai demokrasi, yaitu “,Metode Demokrasi”,

sebagai prosedur kelembagaan untuk mencapai keputusan politik yang

menjadikan peran individu memperoleh kekuasaan untuk membuat

keputusan melalui perjuangan kompetitif dalam rangka memperoleh suara

rakyat. Secara konvensional, dapat disebut bahwa suatu negara dikatakan

11
demokratis apabila pemerintahannya terbentuk atas kehendak rakyat yang

diwujudkan melalui pemilihan umum secara kompetitif dalam memilih

orang-orang yang akan menduduki jabatan publik serta hak-hak politis dan

sipil dapat dijamin oleh hukum.

Ahli lain mendefinisikan demokrasi dengan menyebutkan kriteria

demokrasi. William Ebenstein menyebutkan delapan ciri pokok konsep

demokrasi, yaitu: (1) empirisme rasional; (2) penekanan pada individu; (3)

negara sebagai alat; (4) kesukarelaan (voluntarism); (5) hukum diatas

kekuasaan; (6) penekanan pada cara; (7) musyawarah dan mufakat dalam

hubungan antar manusia; (8) persamaan asasi semua.

Menurut Juan dan Alfred, demokrasi didefiniskan sebagai persaingan

terbuka untuk mendapatkan hak menguasai pemerintahan. Pada gilirannya,

demokrasi menuntut diselenggarakannya pemilu yang bebas dan bersifat

kompetitif, yang hasilnya dapat menentukan orang0orang yang

memerintah. Menurutnya, demokratisasi lebih luas daripada sekadar

liberalisasi dan lebih bersifat polits. Dengan definisi tersebut, Juan J. Linz

dan Alfred Stepan mengemukakan kriteria pokok yang ada dalam suatu

sistem politik agar disebut sebagai demokrasi, secara lebih empiris, yaitu

sebagai berikut.

12
“ Kebebasan hukum dalam merumuskan dan mendukung
alternatif-alternatif politik dengan hak yang sesuai dalam
kebebasan untuk berserikat,berbicara, dan kebebasan dasar lain
bagi setiap orang; persaingan yang bebas dan antikekerasan
antar pemimpin dengan keabsahan periodik bagi mereka dalam
memegang pemerintahan dengan menyandang seluruh jabatan
politik yang efektif dalam proses demokrasi, dan hak untuk
berperan serta bagi semua anggota masyarakat politik, apa pun
pilihan politik mereka. Secara praktis, hal ini bearti kebebasan
dalam mendirikan partai-partai politik dan menyelenggrakan
pemilihan umum yang bebas dan jujur untuk jangka waktu
tertentu tanpa menyingkirkan jabatan politis efektif apa pun dari
akuntabilitas pemilihan yang dilakukan secara langsung ataupun
tidak langsung.

2. Prinsip-Prinsip Demokrasi

Untuk mencapai kehidupan demokrasi yang berdasarkan pada

budaya demokrasi, maka diperlukan proses demokratisasi, Hasim (

2012;23) mengemukakan bahwa :

“ Demokratisasi adalah sebuah proses menuju proses


pendemokrasian segenap potensi dan elemen bangsa untuk
mencapai kehidupan yang demokratis. Budaya demokrasi
memerlukan daya dukung dari para elite politik dan masyarakat
pada umumnya dalam mewujudkan dan mengembakan sistem
politik”

Melihat pernyaatan diatas diketahui bahwa dengan adanya

demokratisasi atau proses menuju pendemokrasian setiap elemen

bangsa dapat mencapai kehidupan yang demokratis. Hasim

(2012:33) menyebutkan adanya prinsip-prinsip demokrasi yang

terkandung dalam budaya demokrasi diantaranya :

13
a) Berlandaskan pada etika dan nilai-nilai demokrasi yang berlaku

b) Merupakan keseluruhan sistem nilai dan gagasn dalam

kehidupan demokrasi

c) Berlandaskan pada prinsip-prinsip demokrasi yang berlandaskan

pada konstitusi

d) Merupakan sistem nilai yang dinamis dan tidak statis

Lebih lanjut Robert A. Dahl dalam Srijanti ( 2009;50)

mengemukakan bahwa prinsip-prinsip demokrasi di antaranya :

a) Adanya kontrol atau kendali atas keputusan pemerintah

b) Adanya pemilihan yang teliti dan jujur

c) Adanya hak memilih dan dipilih

d) Adanya kebebasan menyatakan pendapat

e) Adanya kebebasan mengakses informasi

f) Adanya kebebasan berserikat yang terbuka

Jhon Dewey (2004:93) mempunyai pandangan bahwa ciri

masyarakat yang dibentuk secara demokratis adalah :

“ The two elements in our criterion both point to democracy. The first
signifies not only more numerous and more varied points of shared
common intereset, but greater reliance upon the recognition of mutual
interestas a factor in social control. the second means not only freer
interaction beetwen social group (once isolated so far as intention
could keep up a separation) but change in social habit-its continuous
readjustment through meeting the new situations produced by varied
intercourse. and these two traits are precisely what characterize the
democratically constituted society”.
Gagasan tersebut menjelaskan bahwa masyarakat yang dibentuk

secara demokratis mempunyai ciri bhawa kepentingan bersama merupakan

14
suatu faktor kontrol sosial, tidak hanya pada kepentingan bersama

perubahan dalam kebiasaan sosial penyesuaian terus-menerus melalui

pertemuan situasi baru yang dihasilkan oleh beragam hubungan juga

menjadi suatu ciri masyarakat yang dibentuk secara demokratis.

Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa suatu negara bisa

dikatakan demokrasi apabila sistem pemerintahanya berlandaskan etika

dan prinsip-prinsip demokrasi, masayarakat juga harus mampu

menerapkan budaya demokrasi dan prinsip-prinsip demokrasi dalam

kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Masyarakat dalam mengimplementasikan prinsip-prinsip demokrasi

tentunya harus menampilkan karakteristik sebagai warga negara yang

berjiwa demokratis yaitu memiliki sikap hormat dan tanggung jawab,

bersikap kritis, membuka diskusi dan dialog, bersikap terbuka, bersikap

rasional, adil dan selalu bersikap jujur, sehingga dapat terwujudnya Negara

demokrasi yang masyarakatnya berjiwa demokratis sesuai dengan prinsip-

prinsip dan nilai-nilai demokrasi.

3. Nilai-Nilai Demokrasi

Demokrasi membutuhkan usaha yang nyata dari setiap warga maupun

penyelenggara negara untuk berperilaku sehingga mendukung sistem

politik demokrasi. Perilaku demokratis terkait dengan nilai-nilai

demokratis. Perilaku yang bersandar pada nilai-nilai demokrasi akan

membentuk budaya atau kultur demokrasi. Nilai atau kultur demokrasi

15
sangat penting untuk tegaknya demokrasi di suatu negara. Nilai-Nilai dan

kultur demokrasi menurut Zamroni (Maftuh 2007 : 7) adalah sebagai

berikut :

a) Toleransi

b) Bebas mengemukakan pendapat

c) Memahami keanekaragaman Masyarakat

d) Terbuka dalam berkomunikasi

e) Menjunjung nilai dan martabat kemanusiaan

f) Percaya diri atau tidak tergantung pada orang lain

g) Saling menghargai

h) Mampu mengekang diri

i) Kebersamaan dan keseimbangan

Sedangkan nilai-nilai demokrasi menurut Cipto ( Tukiran Taniredja,

2014:59-60) meliputi kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan

berkelompok, kebebasan berpartisipasi, kesetaraan antar warga, rasa

percaya (Trust), dan kerjasama.Lebih lanjut disampaikan oleh Muhamain

(Taniredja, 2014: 63) nilai yang penting dalam demokrasi yaitu “kemauan

melakukan kompromi, bermusyawarah berdasar asas saling menghargai

dan ketundukan kepada rule of low yang pada akhirnya dapat menjamin

terlindungnya hak asasi tiap-tiap manusia Indonesia.”

Nilai-Nilai demokrasi ini sebenarnya telah lama tertanam pada

masyarakat khususnya dalam berbagai budaya dan suku-suku bangsa

Indonesia. Ini tercemin dalam kata “Musyawarah”, dimana terdapat nilai-

16
nilai demokrasi yang melekat didalamnya seperti adanya kebebasan

mengemukakan pendapat, toleransi yang dijunjung tinggi, saling

menghargai antar satu dengan lain, serta adanya kebersamaan dalam

mencapai keputusan bersama. Disampaikan oleh Bung Hatta ( 1953:39),

“bahwa desa-desa di Indonesia sudah menjalankan demokrasi yang

berlandaskan pada nilai rapat, mufakat, gotong royong, hak mengadakan

protes bersama dan hak menyingkir dari kekuasaan raja yang absolut, hal

itu bisa disebut sebagai Demokrasi asli bangsa Indonesia”.

Hatta dikenal sebagai penegak demokrasi politik dan demokrasi

ekonomi bagi bangsa Indonesia. Pemikiran Hatta tentang demokrasi sudah

tentu diperuntukan bagi kehidupan bangsa dan negara Indonesia. Konsep

Hatta mengenai nilai demokrasi dikemukakan oleh Zubaidi (2011:24)

dalam Jurnal Filsafat, nilai yang mendasari demokrasi bagi Hatta antara

lain :

a) Nilai fundamental yaitu kebenaran, keadilan, kebaikan, kejujuran,

kesucian dan keindahan.

b) Nilai kenikmatan material yaitu keadilan sosial yang berasal dari

penjabaran nilai keadilan. Terkait dengan konsep demokrasi,

persoalan keadilan sosial ini dijabarkan sebagai perwujudan

demokrasi ekonomi yang dipraktekan dalam bentuk koperasi.

c) Nilai Vital yaitu penjabaran dari nilai kebenaran. Demokrasi harus

berpijak pada kebenaran, baik kebenaran dalam proses pemilihan para

17
pemimpin maupun dalam setiap penagmbilan kebijakan oleh para

pemimpin itu.

d) Nilai Spiritual (kejiwaan), yaitu dapat dijabarkan dari nilai keadilan,

kebaikan, kejujuran dan keindahan.

Berdasarkan penejelasan diatas dapat dikatakan bahwa bangsa

Indonesia sudah memiliki nilai-nilai dasar demokrasi. Nilai-Nilai

demokrasi tersebut dijadikan sebagai pilar berdemokrasi di Indonesia.

4. Model-Model Demokrasi

Dalam sejarah teori demokratis terletak suatu konflik yang

sangat taja mengenai apakah demokrasi harus beartu suatu jenis

kekuasaan rakyat (suatu bentuk politik di mana warganegara terlibat

dalam pemerintahan sendiri dan pengaturan sendiri) atau suatu

bantuan bagi pembuat keputusan (suatu cara pemberian kekuasaan

kepada pemerintah melalui pemberian suara secara periodik).

Pertama, demokrasi langsung atau demokrasi partisipasi, suatu

sistem pengambilan keputusan mengenai masalah-masalah publik di

mana warganegara terlibat secara langsung. Kedua, ada demokrasi

liberal atau demokrasi perwakilan, suatu sistem pemerintahan yang

mencakup “pejabat-pejabat” terpilih yang melaksanakan tugas

“mewakili” kepentingan-kepentingan atau pandangan-pandangan

dari para warganegara dalam daerah-daerah yang terbatas sambil

tetap menjunjung tinggi “aturan hukum”. Ketiga, demokrasi yang

didasarkan atas model satu partai (meskipun sementara orang

18
mungkin meragukan apakah hal ini merupakan suatu bentuk

demokrasi juga). Hingga kini, Uni Soviet, Masyarakat Eropa Timur

dan banyak negara sedang berkembang menganut konsepsi

pembahasan ini.

a. Warganegara Aktif dan Pemerintahan Republik

Demokrasi Atena sudah lama diambil sebagai sumber inspirasi

fundamental bagi pemikiran politik Barat Modern. Hal ini tidak

bearti bahwa Barat sudah berapa pada posisi yang tepat untuk

menulusuri banyak unsur warisan demokratisnya hanya kepada

Atena saja. Sebab, akhir ini beberapa diantara pembaruan-

pembaruan (inovation) politik yang pokok, baik konseptual maupun

institusional, dari tradisi nominal politik barat dapat ditelusuri pada

peradab-peradaban yang lebih tua di timur. Masyarakat negara polis,

misalnya terdapat di Mesopotamia lama sebelum ia muncul di Barat.

Namun demikian, cita-cita politik Atena-persamaan di antara

warganegara, kebebasanm penghormatan terhadap hukum dan

keadilan telah diambil secara keseluruhan bagi pemikiran politik

Barat dan karena alasan inilah maka atena merupakan titik tolak

yang bermanfaat.

Negara-kota Atena, yang diperintah sedemikian rupa oleh

pemerintah-pemerintah warganegara, tidak membedakan antara

negara dan masyarakat. Di Atena kuno, warganegara itu sekaligus

dan dalam waktu yang sama merupakan pelaku-pelaku kekuasan

19
politik serta pembuat undang-undang dan peraturan-peraturan

publik. Rakyat (demos) terlibat dalam fungsi-fungsi legislatif dan

pengadilan, sebab konsep kewarganegaraan Atena menuntut

keikutsertan mereka dalam fungi-fungsi ini, dengan berpatisipasi

langsung dalam masalah-masalah “negara”. Demokrasi Atena

memerlukan suatu komitmen umum terhadap prinsip kebijakan

kewarganegaraan, pengabidian kepada negara- kota republik dan

ketundukan kehidupan pribadi terhadap masalah –masalah publik

dan kebaikan bersama. “Yang Publik” dan “ yang pribadi” berjalin

berkelindan. Para warga negara hanya bisa memenuhi diri mereka

secara lauak dan hanya bisa hidup secara terhormat dalam dan

melalui polis. Tentu saja, siapa yang harus dipandang sebagai

warganegara merupakan suatu masalah yang sangat terbatas diantara

yang disingkirkan adalah para wanita dan budak.

Negara-kota Atena yang pada akhirnya pudar karena munculnya

kerajaan-kerajaan, negara-negara yang lebih kuat dan rezim-rezim

militer mempunyai ciri-ciri yang sama dengan Roma republik.

Keduanya adalah masyarakat peguyuban dan berbudaya lisan,

keduanya mempunyai unsur-unsur partisipasi rakyat dalam masalah

pemerintahan, dan keduanya mempunyai kalau itu ada kontrol

birokratis terpusat yang lebih kecil. Lebih dari itu, keduanya

berusaha membantu perkembangan rasa kewajiban publik ang

mendalam, suatu tradisi kebjikan atau tanggung jawab

20
kewarganegaran terhadap “republik” terhadap masalah-masalah

bidang politik khusus. Dan dalam kedua politik itu, klaim-klaim

negara diberi priorittas yang unik diatas klaim-klaim warga negara

individual. Tetapi, jika Atena adalah suatu republik demokratis,

kesarjanaan kontemporer umumnya menegaskan bahwa Roma dalam

perbanding merupakan sistem yang pada hakikatnya Oligarkis.

Namun demikian, dari zaman kuno, Roma lah yang terbukti

mempunyai pengaruh yang paling bertahan lama atas penyebaran

ide-ide republik.

Paham republik klasik menerima uraian baru yang paling kuat

pada masa Renaisan awal, khusunya pada negara-kota Italia. Makna

konsep “kewarganegaraan aktif dalam suatu republik” menjadi

perhatian utama. Pemikir-pemikir politik periode ini kritis terhadap

rumusan orang-orang Atena mengenai pengertian ini, karena

pandangan-pandangan mereka berdasarkan pandangan Aristoteles

salah seorang kritiskus terkemuka demokrasi Yunani, dan karena

pengaruh Roma Republik yang berabad-abad lamanya, mereka

menyusun kembali tradisi Republik. Meskipun konsep polis tetap

penting bagi teori politik kota Italia, terutama sekali di Florence,

konseo itu tidak lagi dipandang sebagai suatu cara untuk pemenuhan

diri. Penekanan terus menerus diletakan kepada pentingnya

kebijakan kewarganegaraan tetapi kemudian dipahami sebagai

sangat rapuh, warganegara tertarik melakukan kecurangan jika

21
semata-mata bergantung pada keterlibatan politik satu kelompok

utama tertentu rakyat, aristokrasi atau kerajinan. Suatu konstitusi

yang bisa mencerminkan dan menyimbangkan kepentingan-

kepentingan dari semua golongan politik menjadi suatu harapan.

Niccolo Machiavelli dengan demikian menegaskan bahwa menjadi

semua bentuk konstitusional tungal (kerajaan, aristokrasi dan

demokrasi) tidaklah stabil, dan hanya sistem pemerintahan yang

memadukan unsur-unsur dari masing-masing bentuk konstitusional

tunggal itu yang bisa memajukan jenis budaya politik sebagai tempat

bergantungnya kebajikan kewarganegaraan (Machiavelli;1983;104-

111). Contoh terbaik pemerintahan seperti itu katanya adalah Roma.

Inti dari kasus republik Renaisan adalah bahwa kemerdekaan

suatu komunitas politik didasarkan atas pertanggungjawabannya,

bukan pada otoritas (kekuasaan) selain dari otoritas komunitas itu

sendiri. Pemerintahan itu sendiri adalah dasar kebebasan, bersama-

sama dengan hak-hak warganegara untuk berpatisipasi dalam suatu

kerangka kerja konstitusional yang menciptakan peranan-peranan

yang jelas bagi kekuatan-kekuatan sosial terkemuka dalam

pemerintahan atas urusan bersama mereka. Sebagaimana dikemukan

oleh seorang komentator “komunitas secara keseluruhan harus

mempertahankan otoritas kedaulatan tertinggi”, yang memberikan

kepada berbagai pemerintah atau hakim-hakim aggungna “suatu

kedudukan yang tidak lebih tinggi daripada status-status pegawai-

22
pegawai terpilih” (Skinner;1989;105). “Pemerintah” seperti itu harus

menjamin pelaksanaan undang-undang yang diciptakan oleh

komunitas untuk meningkatkan kebaikannya sendiri, sebeb mereka

bukan pemerintah (penguasa) dalam arti tradisional, melainkan agen

atau administrator keadilan.

Dalam paham republik Renaisan, sebagaimana halnya dalam

pemikiran demokratis Yunani, seorang warganegara adalah

seseorang yang berpatisipasi dalam “memberikan pertimbangan dan

memegang jabatan” (Aristoteles;1981;hlm169 dalam buku David

Held;2004;9). Kewarganegaraan bearti partisipasi dalam masalah-

masalah publik. Definisi ini patutu dicatat karena ia menegaskan

bahwa teori-teori dalam tradisi-tradisi ini akan menemui kesukaran

untuk menempatkan warganegara dalam demokrasi modern, kecuali

mungkin sebagai wakil atau pemegang jabatan. Ruang lingkup yang

terbatas dalam politik kontemporer bagi keterlibatan aktif para

warganegara akan dipandang sebagai paling tidak demokratis

(Finley;1973; Dalam buku David Held;2004;9).

Matinya gagasan warganegara aktif di Barat, gagasan yang

wujudnya diperkuat di dalam dan melalui tindakan politik, sukar

dijelaskan secara lengkap. Tetapi cukup jelas bahwa antitesa dari

homo politicus adalah homo credens dai iman Kristen “Warganegara

yang pertimbangan aktifnya pada hakekatnya digantikan oleh

keperccayaan-kepercayaan yang benar (Pocock;1975;hlm550).

23
Meskipun akan merupakan suatu kesalahan untuk menegaskan

bahwa kebangkitan agama Kristen telah membuang secara efektif

pertimbangan-pertimbangan sekular dari peran pemerinyah dan yang

diperintah, namun tak dapat dibantah adanya perubahan sumber

kekuasaan (otoritas) dari wakil-wakil dunia kepada wakil-wakil

dunia lain. Selama abad pertengahannya, penyatuan Eropa Kristen

dari daerah pesisir Atlantik Timur sampai ke Balkan teutama

bergantung pada kekuasaan otoriter, Gereja Katolik Roma dan

Kerajaan Suci Roma. tidak ada alternatif teoritis bagi

partanggungjawaban sifat kekuasaan dan pemerintahan mereka. Baru

pada akhir abad ke-16, ketika nampak jelas bahwa agama telah

menjadi kekuatan yang memecah belah, dan kekuasaan negara harus

dipisahkan dari tugas pemerintahan untuk menegakkan agama

tertentu, sifat dan batas-batas kekuasaan politik,hukum, hak-hak dan

kepatuhan benaar-benar menjadi sesuatu yang menarik perhatian

pemikiran politik Eropa.

b. Demokrasi Perwakilan Liberal

Perhatian yang serius ini menjadi tonggak teori liberak modern

yang terus-menerus berusaha membenarkan kekuasaan negara

berdaulat sambil pada waktu yang sama, membenarkan batas-batas

kekuasaan tersebut. Sejarah usaha ini merupakan sejarah untuk

menyimbangkan antara kekuatan dan hak, kekuasaan dan hukum,

kewajiban dan hak. Disatu pihak, negara harus memegang monopoli

24
kekuasaan memaksa dalam rangka memberikan suatu jaminan yang

atas dasar jaminan itu kehidupan keluarga, agama, perdangan dan

perniagaan bisa menjadi makmur. Di lain pihak, dengan memberikan

kepada negara suatu kemampuan mengatur dan memaksa, para

teoriti politik liberal sadar bahwa mereka telah menerima suatu

kekuatan yang bisa, dan memang sering terjadi demikian,

menghancurkan kemerdekaan politik dan sosial warganegara.

c. Demokrasi, Negara dan Masyarakat

Apa yang harus dilakukan terhadap berbagai model demokrasi

dewasa ini? Model partisipasi klasik tidak bisa dengan mudah

disesuaikan untuk melintasi uang dan waktu. Kemunculannya dalam

konteks negara kota, dan dalam kondisi-kondisi “eksklusif sosial”,

merupakan bagian integral dari pekembangan yang berhasil. Dalam

masyarakat industri yang kompleks yang ditandai oleh tingkat

perbedaan sosial, ekonomi, politik yang sangat tinggi, sangatlah

sukar untuk membayangkan bagaimana demokrasi jeni ini berhasil

pada skala besar tanpa modifikasi drastis.

Makna penting refleksi ini diperkuat kembali oleh pengujian

terhadap nasib konsepsi demokrasi yang diperjuangkan Marx dan

Engels serta para pengikut mereka. Dalan kasus pertama “Struktur

dalam” (deep structure) kategori-kategori Marxis dengan

penekannya pada pertentangan kelas, sudut pandang universal

proletariat dan konsepsi politik yang berakar secara tepat pada

25
produksi mengabaikan atau terlalu meremehkan sumbangan bentuk-

bentuk struktur sosial kolektivitas, perwakilan, identisan,

kepentingan dan pengetahian yang lain terhadap politik. Kedua,

sebagai susuan kelembagaan yang membolehkan perantara,

negoisasi dan kompromi di antara berbagai golongan, kelompok,

atau gerakan-gerakan yang sedang berjuang, model Marxis tidak

cukup tahan terhadap peneltian cermat, khususnya dalam bentuk

Marxis-Leninisnya. Suatu sistem kelembagaan memajukan diskusi,

perdebatan dan persaingan di antara pandangan-pandangan yang

beragam suatu sistem yang mencakup pembentukan gerakan

kelompok penekan dan/atau partai politik dengan kepimpinan yang

diperlukan. Selanjutnya, berbagai perubahan di Eropa Tengah dan

Timur setelah tahun 1989 tampaknya memberikan bukti pembenaran

yang jelas mengenai hal ini, dengan penekanan mereka pada

pentingnya hak-hak politik dan sipil, sisem partai yang kompetitif,

dan penurunan negara”, yakni membebaskan masyarakat sipil dari

dominasi negara.

B. Tinjaun Pendidikan

1. Pengertian Pendidikan

Pendidikan dalam bahasa Yunani berasal dari kata padegogik

yaitu ilmu menuntun anak. Orang Romawi melihat pendidikan

sebagai educare, yaitu mengeluarkan dan menuntun, tindakan

merealisasikan potensi anak yang di bawa waktu dilahirkan di dunia.

26
Bangsa Jerman melihat mendidikan sebagai Erziehung yang setara

dengan educare, yakni : membangkitkan kekuatan terpendam atau

mengaktifkan kekuatan atau potensi anak. Dalam bahasa Jawa,

Pendidikan bearti panggulawentah (pengolahan), mengolah,

mengubah kejiwaan, mematangkan perasaan, pikiran, kemauan dan

watak, serta mengubah kepribadian sang anak.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ( KKBI) Pendidikan

berasal dari kata-kata didik ( mendidik), yaitu : memelihara dan

memberi latihan ( ajaran, pimpinan) mengenai akhlak dan

kecerdasan pikiran. Sedangkan pendidikan mempunyai pengertian :

Proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok

orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya

pengajaran dan latihan, proses perbuatan, cara mendidik. Ki Hajar

Dewantara mengartikan pendidikan sebagai daya upaya untuk

memajukan budi pekerti, pikiran, serta jasmani anak, agar dapat

memajukan kesempurnaan hidup yaitu hidup dan menghidupkan

anak yang selaras dengan alam dan masyarakat.

Istilah pendidikan jika dilihat dalam bahasa Inggris adalah

Education, berasal dari bahasa latin educare, dapat diartikan

pembimbingan keberlanjutan ( to lead forth). Maka dapat dikatakan

secara arti etimologis adalah mencerminkan keberadaan pendidikan

yang berlangsung dari generasi ke generasi sepanjang eksistensi

kehidupan manusia. Secara teoritis, para ahli berpendapat pertama;

27
bagi manusia pada umumnya, pendidikan berlangsung sejak 25

tahun sebelum kelahiran. Pendapat itu dapat didefinisikan bahwa

sebelum menikah, ada kewajiban bagu siapapun untuk mendidik diri

sendiri terlebih dahulu sebelum mendidik anak keturunanya.

Pendapat Kedua; bagi manusia individual, pendidikan dimulai sejak

bayi lahir dan bahkan sejak masih di dalam kandungan.

Memperhatikan kedua pendapat itu, dapat disimpulkan bahwa

keberadaan pendidikan melekat erat pada dan di dalam diri manusia

sepanjang zaman.

Sedangkan, di dalam UU No. 20 Tahun 2003 Pendidikan adalah

usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasaan, akhlak mulia, serta

keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan

Negara.

Banyak ahli yang membahas mengenai definisi dari kata

pendidikan, tetapi dalam pembahasannya mengalami kesulitan,

karena antara satu definisi dengan definisi yang lain sering terjadi

perbedaan. Berikut pendapat para pakar :

a. Djurmarsih berpendapat pendidikan adalah usaha manusia untuk

menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi

28
pembawaan, baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-

nilai yang ada dalam masyarakat dan kebudayaan.

b. Ahmad Marimba memberikan pandangan “pendidikan adalah

bimbingan atau didikan secara sadar yang dilakukan oleh

pendidik terhadap perkembangan anak didik, baik jasmani

maupun rohani, menuju terbentuknya kepribadian yang utama”.

Definisi ini sangat sederhana meskipun secara substansial telah

mencerminkan pemahaman tentang proses pendidikan. Menurut

definisi ini, pendidikan hanya terbatas pengembaangan pribadi

anak didik oleh pendidikan.

Dalam pendidikan terdapat dua hal yang penting yaitu aspek

kognitif ( berpikir) dan aspek afektif (merasa). Sebagai contohnya,

saat kita mempelajari seseuatu maka di dalamnya tidak saja proses

berpikir yang ambil bagian tetapi juga ada unsur-unsur yang

berkaitan dengan perasaan seperti semangat, suka dan lain-lain.

Substansi pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara adalah

membabaskan manusia dan menurut Drikarya adalah memanusiakan

manusia. Ini menunjukan bahwa para pakar pendidikan tidak hanya

sekedar memperhatikan aspek kognitif saja tetapi cakupannya luas.

2. Pendidikan Demokrasi

Pendidikan demokrasi merupakan sebagain upaya dalam

menumbuhkan serta mengembangkan pengetahuan, sikap serta

keterampilan demokrasi. Dimana upaya tersebu mempunyai tujuan

29
yang dapat dilaksanakan melalui pendidikan baik formal, nonformal

maupun informal. Seperti yang disampaikan oleh Winaputra dan

Budimansyah (2012;232):

“Pendidikan demokrasi dalam berbagai konteks dalam hal ini


untuk pendidikan formal (sekolah), non formal (pendidikan di
luar sekolah), dan Informal ( pergaulan dirumah dan
masyarakat) mempunyai visi sebagai wahana substantive,
pedagogis, dan sosialkultural untuk membangun cita-cita, nilai
dan konsep, prinsip, sikap dan keterampilan demokrasi dalam
diri warganegara melalui pengalaman hidup dan kehidupan
demokrasi dalam berbagai konteks.

Upaya untuk menanamkan dan mengembangkan demokrasi

melalui jalur pendidikan formal salah satunya dengan adanya

Pendidikan Kewarganegaraan, karena menurut Zamroni ( Wantoro,

2008;216) “ Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan

demokrasi yang bertujuan untuk mempersiapkan warga masyarakat

berpikir kritis dan bertindak demokratis melali aktivitas

menanamkan kesadaran kepada generasi baru bahwa demokrasi

adalah bentuk kehidupan masyarakat yang paling menjamin hak

warga masyarakat”. Demokrasi ini mengajarkan bagaimana cara

hidup secara bersama bagi individu-individu yang berpatisipasi

sebagai bagian dari suatu masyarakat, bangsa dan Negara.

Pendidikan demokrasi ini sejalan dengan kurikulum PKn,

dimana kurikulum PKn yang diterapkan di sekolah-sekolah

terkandung makna sosialisasi, aktualiasasi konsep, sistem, budaya

serta praktik demokrasi dan keadaban. Penerapan kurikulum PKn

30
dapat dilakukan dengan cara pemeliharaan tradisi demokrasi yang

harus diajarkan, disosialisasikan, dan diaktualisasikan kepada

generasi muda dan masyarakat ( Chamim,2006;15-16)

Dalam Demokrasi itu sendiri banyak hal seperti menghargai

perbedaan, sesuai dengan keberagaman bangsa Indonesia dan

semangat Bhineka Tunggal Ika (berbeda-beda tetapi tetap satu jua).

Kegotongroyongan, saling menghargai, menerima perbedaan,

keterbukaan, kebersamaan, dan saling kerjasama merupakan ciri

bangsa Indonesia yang sejalan dengan Demokrasi. Watak dan jiwa

demokrasi ini tidak akan muncul dengan sendirinya, melainkan perlu

adanya suatu cara untuk menumbuhkan serta mengembangkannya.

Menurut Winaputra dan Budimansyah ( 2012;223) pendidikan

demokrasi adalah upaya sistematis yang dilakukan negara dan

masyarakat untuk memfasilitasi individu warganegara agar

memahami, menghayati, mengamalkan dan mengembangkan

konsep, prinsip dan nilai demokrasi sesuai dengan status dan

perannya dalam masyarakat.

Sedangkan pengertian pendidikan demokrasi lebih luas

dijelaskan menurut Zamroni (2013;22-23), dapat dilihat sebagai

suatu proses memberikan kesempatan kepada para siswa guna

mempraktikan kehidupan yang demoratis baik di kelas, di sekolah,

maupun masyarakat, dengan tujuan agar para siswa memahami

bagaimana proses politik suatu negara berlangsung sehingga

31
berpatisipasi secara efektif dalam kehidupan bermasyarakat,

berbangsa dan bernegara.

Pendidikan demokrasi bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai

demokrasi bagi individu-individu untuk mampu hidup bersama sebagai

masyarakat dalam berbangsa dan bernegara. Kehidupan masyarakat yang

demokratis akan terwujud jika warga masyarakat memiliki dan

mengedepankan sifat-sifat dan karakter yang mendukung demokrasi.

Dijelaskan oleh Zamroni (2011 :19) dimana karakteristik warga negara

yang memilki watak dan jiwa demokrasi, antara lain :

a) Memiliki kemampuan memahami perbedaan, masing-masing individu

berhak menjadi dirinya sendiri, dan pengakuan atas kesetaraan, yang

tidak ada seseorang lebih superior atas yang lain.

b) Memiliki keinginan dan kemampuan berkomunikasi tentang berbagai

perbedaan.

c) Memiliki kemampuan memecahkan konflik secara damai dan senang

berkomunikasi serta mengambil keputusan secara demokratis.

d) Memilki kesadaran hukum, memilki tanggung jawab sebagai warga

negara dan analitis untuk menyampaikan gagasan dan menanggapi

gagasan pihak lain secara rasional dan santun.

Menurut UNESCO (Tukiran taniredja, 2014: 72) maksud dari

pendidikan demokrasi pada hakikatnya adalah untuk mengembangkan

eksistensi manusia dengan jalan mengilhaminya dengan pengertian

martabat dan persamaan, saling mempercayai, toleransi, penghargaan pada

32
kepercayaan, dan kebudayaan orang-orang lain, penghormatan pada

individualitas, promosi peran serta aktif dalam semua aspek kehidupan

sosial, dan kebebasan ekspresi, kepercayaan dan beribadat. Sedangkan

pengertian pendidikan demokrasi lebih khusus dijelaskan menurut

Zamroni (2011 : 27), dapat dilihat sebagai suatu proses meberikan

kesempatan pada siswa guna mempraktekan kehidupan yang demokratis

baik di kelas, di sekolah, maupun di masyarakat, dengan tujuan agar para

siswa memahami bagaimana proses politik suatu negara berlangsung

sehingga mampu berpartisipasi secara efektif dalam kehidupan

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Berdasarkan pengertian-pengertian diatas, pendidikan

demokrasi dapat diartikan sebagai usaha yang dilakukan secara sadar

untuk mengembangkan nilai-nilai dan sikap demokratis di dalam

pembelajaran, di lingkungan sekolah, maupun di masyarakat, dimana

nilai dan sikap demokratis nantinya akan berguna bagi dirinya untuk

iut aktif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

3. Visi dan Misi Pendidikan Demokrasi

Visi pendidikan demokrasi adalah sebagai wahana substantif,

pedagogis, dan sosial kultural untuk membangun cita-cita, nilai, konsep,

prinsip, sikap, dan ketrampilan demokrasi dalam diri warga negara melalui

pengalaman hidup dan berkehidupan demokrasi dalam berbagi konteks.

Dengan wawasan dan pengalamannya itu, baik secara sendiri-sendiri

maupun bersama-sama warga negara mampu memberikan konstribusi

33
yang bermakna bagi peningkatan kualitas demokrasi dalam bermasyarakat,

berbangsa, dan bernegara Indonesia.

Berdasarkan pada visi tersebut, Winataputra ( Bambang Yudianto

2018, 34) merumuskan misi pendidikan demokrasi adalah :

a) Memfasilitasi warga negara untuk mendapatkan berbagai akses

kepada dan menggunakan secara cerdas berbagai sumber informasi

(tercetak, terekam, tersiar, elektronik, kehidupan dan lingkungan)

tentang demokrasi dalam teori dan praktek untuk berbgai konteks

kehidupan sehingga ia memiliki wawasan yang luas dan memadai

(well-informed).

b) Memfasilitasi warga negara untuk melakukan kajian konseptual dan

operasional secara cermat dan bertanggungjawab terhadap berbagi

cita-cita, instrumensasi, dan praksis demokrasi guna mendapatkan

keyakinan dalam melakukan pengambilan keputusan individual dan

atau kelompok dalam kehidupanya sehari-hari serta berargumentasi

atas keputusanya itu.

c) Memfasilitasi warganegara untuk memperoleh dan memanfaatkan

berpartisipasi secara cerdas dan bertanggungjawb dalam praksis

kehidupan demokrasi di lingkunganya, seperti mengeluarkan

pendapat, berkumpul dan berserikat , memilih serta memonitor dan

mempengaruhi kebijakan publik.

4. Pelaksanaan Pendidikan Demokrasi

34
Selama orde pemerintahan Soekarno, pendidikan demokrasi

dititikberatkan pada konsep “Bhineka Tunggal Ika”, satu bahasa nasional

(Indonesia), semangat anti imperalisme, dan kesetiaan pada bangsa dan

Negara (Bambang Yudianto 2018 : 35). Selama orde pemerintahan

Soeharto (orde Baru) pendidikan Demokrasi dimanifestasikan melalui

program P4 (Pedoman penghayatan dan Pengalaman Pancasila) yang

berfungsi sebagai alat untuk mengembangkan wawasan Nusantara.

Walaupun kemudian program ini dimanfaatkan sebagai alat untuk

mempertahankan kekuasaan rezim. Perkembangan berikutnya pada tahun

1998, sidang MPR mencabut Dekrit tentang pedoman penghayatan dan

pengamalan Pancasila dan menghapuskan dominasi interprestasi terhadap

Pancasila.

Pendidiakn demokratis untuk masyarakat Indonesia telah

dilaksanakan dalam berbagai bentuk melalui pendidikan formal (school

based democracy education) ataupun community based democracy

education yang dilaksanakan dalam masyarakat (Bambang Yudianto,

2018: 36)

a) School- Based Democracy Education

Agar masyarakat memahami dan menghargai hak dan tanggung

jawab mereka sebagai warga negara yang demokratis, maka masyarakat

harus mendapatkan pendidikan yang baik. Gandal dan Finn (Bambang

Yudiarto, 2018:37) mengatakan bahwa Pendidikan demokrasi yang baik

adalah bagian dari pendidikan yang baik secara umum. Berkenaan dengan

35
itu perlu dikembangkanya model School-Based Democracy yang dapat

dilaksanakan paling tidak dalam empat alternatif bentuk, yaitu :

a. Perhatian yang cermat diberikan pada the root and branches of the

democratic ide atau landasan bentuk-bentuk demokratis.

b. Adanya kurikulum yang dapat memfasilitasi siswa untuk

mengeksplorasi bagaimana ide demokrasi telah diterjemahkan

kedalam bentuk-bentuk kelembagaan dan praktik di belahan bumi

dalam berbagai kurun waktu. Dengan demikian siswa akan

mengetahui dan memahami kekuatan dan kelemahan demokrasi dalam

berbagai konteks ruang dan waktu.

c. Adanya kurikulum yang memungkinkan siswa dapat mengeksplorasi

sejarah demokrasi di negaranya untuk dapat menjawab persoalan

apakah kekuatan dan kelemahan demokrasi yang diterapkan di

negaranya dalam berbagai kurun waktu.

d. Tersedianya kesempatan bagi siswa untuk memahami kondisi

demokrasi yang diterapkan di negra-negara di dunia, sehingga para

siswa memiliki wawasan yang luas tentang aneka ragam sistem sosial

demokrasi dalam berbagai konteks.

Ke-empat strategi tersebut sangat penting untuk program pendidikan

demokrasi yang kuat di sekolah, pada berbagai level pendidikan dasar,

menengah, atas dan perguruan tinggi.

Pendidikan Demokrasi di Sekolah maupun peguruan tinggi dapat

terlaksana salah satunya melalui mata pelajaran atau mata kuliah

36
Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education). Implementasi konsep,

nilai, budaya, dan praktik demokrasi dapat dilaksanakan melalui

pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Hal ini seperti yang di

istilahkan oleh Winataputra (Wantoro 2008:216) bahwa “pembelajaran

Pendidikan Kewarganegaraan sebagai laboratorium demokrasi dimana

semangat kewarganegaraan yang memancar dari cita-cita dan nilai

demokrasi diterapkan secara aktif. Dengan pembelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan, pendidikan demokrasi dapat diberikan kepada siswa

secara formal. Sapriya dan Wahab, 2011:29) berpandangan bahwa

pendidikan kewarganegaraan (Civic education) merupakan perluasan dari

civics yang telah menenkankan pada aspek-aspek praktik

kewarganegaraan, oleh sebab itu maka pendidikan kewarganegaraan dapat

disebut sebagai pendidikan orang dewasa (adult education) yang

mempersiapkan siswa menjadi calon warga negara yang memahami

perananya sebagai warga negara. Dalam pelaksanaanya Pendidikan

demokrasi di Sekolah juga dapat dilakukan melalui sosialisasi maupun

praktik demokrasi secara langsung yang melibatkan seluruh peserta didik,

hal itu selaras dengan pendapat Arifin (2007:14) menjelaskan bahwa

pendidikan demokrasi secara substantif menyangkut sosialisasi,

diseminasi, aktualisasi dan Implementasi konsep, prinsip dan nilai

Demokrasi.

37
b) Community Based Democracy Education

Pendidikan berbasis masyarakat menurut Sihombing ( Toto Suharto,

2015:333) Pendidikan berbasis masyarakat merupakan pendidikan yang

dirancang, dilaksanakan, dinilai, dan dikembangkan oleh masyarakat yang

mengarah pada usaha menjawab tantangan dan peluang yang ada dalam

lingkungan masyarakat tertentu dengan berorientasi pada masa depan.

Pendidikan tidak hanya dilaksanakan pada jalur formal akan tetapi juga

dilaksanakan pada jalur nonformal dan informal, hal tersebut sebgaimana

telah dijelaskan pada Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor

20 tahun 2003 Pasal 13 ayat (1) “ Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan

formal, nonformal dan informal yang dapat saling melengkapi dan

memperkaya”.

Partai politik sebagai tulang punggung dari negara demokrasi

memiliki posisi yang strategis, dimana dapat melakukan pendidikan

demokrasi kepada masyarakat. Pendidikan demokrasi yang dimaksud

adalah proses pembelajaran dan pemahaman tentang hak, kewajiban dan

tanggungjawab setiap warga negara dalam kehidupan berbangsa. Partai

politik yang terbentuk bukan hanya mempunyai tujuan untuk

mensejahterakan partainya saja akan tetapi juga mempunyai

tanggungjawab untuk mensejahterakan kepentingan umum di dalam

kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, sebagaimana yang

tertuang di dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun 2011 pasal 1 ayat (1)

menyatakan bahwa “Partai Politik adalah organisasi yang nasioanl yang

38
dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas

dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan

membela kepentingan anggota politik, masyarakat, bangsa dan negara

serta memlihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia

berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara republik

Indonesia tahun 1945”. Pendidikan demokrasi tentunya tidak hanya

menjadi tanggungjawab pendidikan formal dan non-formal di dalam

masyarakat akan tetapi juga menjadi tanggungajwab pendidikan informal

yaitu pendidikan yang diberikan di dalam keluarga sejak dini, peran utama

dalam pendidikan keluarga yaitu orang tua dimana orang tua harus

mempunyai kesadaran tentang pentingnya pendidikan bagi anaknya.

Mengingat pentingnya keterlibatan keluarga Davies (Danim, 2010:182)

memberikan tiga tema penting dalam keterlibatan keluarga, yaitu :

a. Membantu memastikan bahwa semua anak memilki sarana yang

mereka butuhkan untuk sukses.

b. Mendorong perkembangan anak secara keseluruhan termasuk dimensi

sosial, fisik, akademik, serta pertumbuhan dan perkembangan

emosional.

c. Mendorong tanggungjawab bersama untuk anak.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa Pendidikan

demokrasi tidak hanya untuk diajarkan melalui lembaga pendidikan formal

serta lembaga nonformal lainya, tetapi juga harus didasari dari pendidikan

keluarga dimana orang tua menjadi peran utama dalam memberikan

39
pemahaman tentang suatu hak dan kewajibanya sebagai warga negara

untuk dilakukan dalam kehidupan nyata melalui tindakan dan proses.

C. Tinjauan Ikatan Pelajar Muhammadiyah

1. Sejarah Ikatan Pelajar Muhammadiyah

Latar belakang berdirinya IPM tidak terlepas kaitanya dengan

latar belakang berdirinya Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah

Islam amar ma’ruf nahi mungkar yang ingin melakukan pemurnian

terhadap pengamalan ajaran Islam, sekaligus sebagai salah satu

konsekuensi dari bantaknya sekolah yang merupakan amal usaha

Muhammadiyah untuk membina dan mendidik kader. Oleh karena

itulah dirasakan perlu hadirnya Ikatan Pelajar Muhammadiyah

sebagai organisasi para pelajar yang terpanggil kepada misi

Muhammadiyah dan ingin tampil sebagai pelopor, pelangsung

penyempurna perjuangan Muhammadiyah.

Upaya para pelajar Muhammadiyah untuk mendirikan

organisasi Pelajar Muhammadiyah sudah dimulai jauh sebelum

Ikatan Pelajar Muhammadiyah berdiri pada tahun 1961. Pada tahun

1919 didirikan Siswo Projo yang merupakan organisasi persatuan

pelajar Muhammadiyah di Madrasah Mu’allimn Muhammadiyah

Yogyakarta. Pada tahun 1926, di Malang dan Surakarta berdiri

GKPM ( Gabungan Keluarga Pelajar Muhammadiyah). Selanjutnya

pada tahun 1933 berdiri Hizbul Wathan yang di dalamnya

berkumpul pelajar-pelajar Muhammadiyah.

40
Setelah tahun 1947, berdirinya kantong-kantong pelajar

Muhammadiyah untuk beraktivitas mulai mendapatkan resistensi

dari berbagai pihak, termasuk dari Muhammadiyah sendiri. Pada

tahun 1950, di Sulawesi ( di daerah Wajo) didirikan Ikatan pelajar

Muhammadiyah, namun akhirnya dibubarkan oleh pimpinan

Muhammadiyah setempat. Pada tahun 1954, di Yogyakarta berdiri

GKPM yang berumur 2 bulan karena dibubarkan oleh

Muhammadiyah. Selanjutnya pada tahun 1956 GKPM kembali

didirikan di Yogyakarta, tetapi dibubarkan juga oleh

Muhammadiyah (yaitu Mejelis Pendidikan dan Pengajaran

Muhammadiyah). Setelah GKPM dibubarkan pada tahun 1956

didirikan Uni SMA Muhammadiyah yang kemudiain merencakan

dan mengadakan musyawarah Se-Jawa Tengah. Akan tetapi upaya

ini mendapat tantangan dari Muhammadiyah, bahkan para aktivisnya

diancam akan dikeluarkan dari Sekolah Muhammadiyah bila tetap

akan meneruskan rencananya. Pada tahun 1957 juga berdiri IPSM

(Ikatan Pelajar Sekolah Muhammadiyah) di Surakarta, yang juga

mendapatkan resistensi dari Muhammadiyah sendiri.

Resistensi dari berbagai pihak, termasuk Muhammadiyah,

terhadap upaya mendirikan wadah atau organisasi bagi pelajar

Muhammadiyah sebenarnya merupakan refleksi sejarah dan politik

di Indonesi yang terjadi pada awal gagasan ini digulirkan. Jika

merantang sejarah yang lebih luas, berdirinya IPM tidak terlepas

41
kaitannya dengan sebuah background politik umat Islam secara

keseluruhan. Ketika Partai Islam MASYUMI berdiri, organisasi-

organisasi Islam di Indonesia merapatkan sebuah barisan dengan

membuat sebuah deklarasi (yang kemudian terkenal dengan

Deklarasi Panca Cita) yang berisikan tentang satu kesatuan bahwa:

1. Umat Islam bersatu dalam satu partai Islam, yaitu Masyumi

2. Satu gerakan Mahasiswa Islam, yaitu Himpunan Mahasiswa Islam

(HMI)

3.Satu gerakan pemuda Islam, yaitu Gerakan Pemuda Islam

Indonesia (GPII)

4.Satu gerakan pelajar Islam, yairu Pelajar Islam Indonesia (PII)

5. Satu kepanduan Islam, yaitu Pandu Islam (PI)

Kesepakatan bulat organisasi-organisasi Islam ini tidak dapat

bertahan lama, karena pada tahun 1948 PSII keluar dari Masyui yang

kemudian diikuti oleh NU pada tahun 1952. Sedangkan

Muhammaduyah tetap bertahan di dalam Masymumi hingga

Masyumi membubarkan diri pada tahun 1959. Bertahannya

Muhammadiyah dalam Masyumi akhirnya menjadi mainstream

yang kuat bahwa deklarasi Panca Cita hendaknya ditegakkan demi

kesatuan umat Islam Indonesia. Di samping itu, resistensi dari

Muhammadiyah terhadap gagasan IPM Juga disebabkan adanya

anggapan yang merasa cukup dengan adanya kantong-kantong

angkatan Muda Muhammadiyah seperti Pemuda Muhammadiyah

42
dan Nasyiatul ‘Aisyiyah, yang cukup bisa mengakomodasikan

kepentingan para pelajar Muhammadiyah.

Melalui kegigihan dan kemantapan para aktivis pelajar

Muhammadiyah pada waktu itu untuk membentuk Organisasi Kader

Muhammadiyah di kalangan pelajar akhirnya mulai mendapatkan

titik-titik terang dan mulai menunjukkan keberhasilannya, yaitu

ketika pada tahun 1958 Konferensi Pemuda Muhammadiyah Daerah

di Garut berusaha melindungi aktivitas para pelajara Muhammadiyah

di bawah pengawasan Pemuda Muhammadiyah. Mulai saat itulah

upaya pendirian organisasi Pelajar Muhamamdiyah dilakukan

dengan serius, intensif, dan sistematis. Pembicaraan-pembicaraan

mengenai perlunya berdiri organisasi pelajar Muhammadiyah

banyak dilakukan oleh Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah

dengan Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

Melalui keputusan Konferensi Pemuda Muhammadiyah di Garut

tersebut akhirnya diperkuat pada Muktamar Pemuda

Muhammadiyah ke-II yang berlangsung pada tanggal 24-28 Juli

1960 di Yogyakarta, yaitu dengan memutuskan untuk membentuk

Ikatan Pelajar Muhamadiyah (Keputusan II/No.4). Keputusan

tersebut diantaranya ialah sebagai berikut:

1. Muktamar Pemuda Muhammadiyah meminta kepada Pimpinan

Pusat Muhammadiyah Majelis Pendidikan dan Pengajaran supaya

43
memberi kesempatan dan menyerahkan kompetensi pembentukan

IPM kepada PP Pemuda Muhammadiyah.

2. Muktamar Pemuda Muhammadiyah mengamanatkan kepada

Pimpinan Pusat Muhammadiyah untuk menyusun konsepsi Ikatan

Pelajar Muhammadiyah (IPM) dari pembahasan-pembahsan

muktamar tersebut, dan untuk segera dilaksanakan setelah mencapi

kesepakatan pendapat dengan Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Majelis Pendiidkan dan Pengajaran .

Kata sepakat akhirnya dapat tercapai antara Pimpinan Pusat

Pemuda Muhammadiyah dengan Pimpinan Pusat Muhamamdiyah

Majelis Pendidikan dan Pengajaran tentang Organisasi pelajar

Muhammadiyah. Kesepakatan tersebut dicapai pada tanggal 15 Juni

1961 yang ditandatangani bersama antara Pimpinan Pusat Pemuda

Muhammadiyah dengan Pimpinan Pusat Muhammadiyah Majelis,

Pendidikan dan Pengajaran. Rencana Pendiriain IPM tersebut

dimatangkan lagi dalam Konferensi Pemuda Muhammadiyah di

Surakarta tanggal 18-20 Juli 1961, dan secara nasional melalui

forum tersebut IPM dapat berdiri. Tanggal 18 Juli 1961 ditetapkkan

sebagai hari kelahiran Ikatan Pelajar Muhammadiyah.

Perkembangan IPM akhirnya bisa memperluas jaringan

sehingga bisa menjangkau seluruh sekolah-sekolah Muhammadiyah

yang ada di Indonesia. Pimpinan IPM (tingkat ranting) didirikan di

44
setiap sekolah Muhammadiyah. Berdirinya Pimpinan IPM di

sekolah-sekolah Muhammadiyah ini akhirnya menimbulkan

kontradiksi dengan kebijakan pemerintah Orde Baru dalam UU Ke-

Ormas-an, bahwa satu-satunya organisasi siswa di sekolah-sekolah

yang ada di Indonesia hanyalah Organisasi Siswa Intra Sekolah

(OSIS). Sementara di sekolah-sekolah Muhammadiyah juga terdapat

organisasi pelajar Muhammadiyah, yaitu IPM. Dengan demikian,

ada dualisme Organisasi pelajar di sekolah-sekolah Muhammadiyah.

Bahkan pada Konferensi Pimpinan Wilayah IPM tahun 1992 di

Yogyakarta, Menteri Pemuda dan Olahraga saat itu (Akbar Tanjung)

secara khusus dan implisit menyampaikan kebijakan pemerintah

kpeada IPM, agar IPM melakukan penyesuaian dengan kebijakan

pemerintah.

Dalam situasi kontraproduktif tersebut, akhirnya Pimpinant

Pusat IPM membentuk tim eksistensi yang bertugas secara khusus

menyelesaikan permasalahan ini. Setalah dilakukan pengkajian yang

intensif, tim eksistensi ini merekomendasikan perubahan nama dari

Ikatan Pelajar Muhammadiyah ke Ikatan Pelajar Muhammadiyah.

Perubahan ini bisa jadi merupakan sebuah peristiwa yang tragis

dalam sejarah organisai, karema perubahannya mengandung unsur-

unsur kooptasi dari pemerintah. Bahkan ada yang menggap bahwa

IPM tidak memiliki jiwa Heroisme sebagaiman yang dimiliki oleh

45
PII yang tetap tidak mamu mengakui Pancasila sebagai satu-satunya

asas organisasinya.

Namun sesungguhnya perubahan nama tersebut meruoakan

blessing in disguise (rahmat tersembunyi). Perubahan nama IPM ke

IPM sebenarnya semakin memperluas jaringan dan jangkauan

organisasi ini yang tidak hanya menjangkau pelajar, tetapi juga basis

pelajar yang lain seperti santri, anak jalanan, dan lain-lain.

Keputusan pergantian nama ini tertuang dalam Surat Keputusan

Pimpinan Pusat IPM Nomor VI/PP.IPM/1992, yang selanjutnta

disahkan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 53/SK-

PP/IV.B/1.b/1992 tentang pergantian nama Ikatan Pelajar

Muhamamdiyah menjadi Ikatan Pelajar Muhammadiyah. Dengan

demikian, secara resmi perubahan IPM menjadi IPM adalah sejak

tanggal 18 November 1992.

D. Hasil Yang Relevan

Dalam proses penulisan skripsi penulis mendapatkan kajian

yang relevan yang membahasa tentang Pendidikan Demokrasi dan

Ikatan Pelajar Muhammadiyah, Sebagai berikut :

1. Skripsi yang ditulis oleh Adisti Sulistyonirini (2014), Jurusan

Pendidikan Kewarganegaraan dan Hukum Fakultas Ilmu Sosial,

Universitas Negeri Yogyakarta dengan judul Pengembangan

Nilai-Nilai Demokrasi Pancasila melalui pembelajaran

46
Pendidikan Kewarganegaraan di SMA Se-Kecamatan Depok

yang bertujuan mengetahui implementasi dan mengetahui

pengembangan nilai-nilai demokrasi yang ada di dalam SMA Se-

Kecamatan Depok.

2. Di dalam artikel yang ditulis oleh Jailani, S.H,. M.H dengan judul

Sistem Demokrasi di Indonesia ditinjau dari sudut hukum

ketatanegaraan . Di dalam artikel ini menjekaskan mengenai

sistem demokrasi yang dianut didalam Indonesia yang

berdasarkan sudut hukum ketatanegaraan.

3. Di dalam tesis yang ditulis oleh Azaki Khoirudin, S.Pd, I yang

berjudul Genealogi Pemikiran Pendidikan dalam Sistem

Perkaderan Ikatan Pelajar Muhamamdiyah (1961-2015)

Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Tesis ini menjelaskan

bahwasanya pengkaderan proses IPM sangat mempengaruhi di

dalam pendidikan yang di dalam Indonesia.

4. Penelitian yang dilakukan Siti Rahmi Anjani, Dasim

Budimansyah, Abdul Aziz Wa’hab (2014), Prodi PKn,

Universitas Pendidikan Indonesia. Dengan Judul “ Implementasi

Pendidikan Demokrasi Melalui Pembelajaran PKn Untuk

Membentuk Warga Negara Yang Bertanggung Jawab”. Penelitian

dilaksanakan di SMP Negeri Soreang. Kesimpulan dari hasil

penelitian ini Pendidikan demokrasi merupakan usaha atau

kegiatan yang dilakukan oleh guru dan berhasil guna untuk

47
memperoleh sikap demokratis yang memahami persamaan antara

hak dan kewajiban. Kualitas pendidikan demokrasi berkembang

melalui proses pembelajaran yang terus menerus .Tanggung

jawab dipengaruhi oleh faktor kesadaran siswa, meningkatnya

aktivitas demokrasi yang dilakukan oleh siswa SMP Negeri 2

Soreang didukung dengan lingkungan yang demokratis.

5. Penelitian yang dilakukan oleh Sugeng Priyadi (2003) dengan judul “

Orientasi Nilai Budaya Banyumas Antara Masyarakat Tradisional dan

Modern”. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui orientasi nilai

budaya Banyumas pada masyarakat tradisonal dan modern.

E. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana Pengertian Pendidikan Demokrasi ?

2. Apa yang di maksud dari Ikatan Pelajar Muhammadiyah ?

3. Bagaimana organisasi Ikatan Pelajar Muhammadiyah berdiri?

4. Bagaimana Dinamika Praktik Pendidikan Demokrasi di dalam

Ikatan Pelajar Muhammadiyah ?

5. Bagaimana kegiatan pendukung pendidikan demokrasi di Ikatan

Pelajar Muhammadiyah ?

6. Bagaimana Praktik Pendidikan Demokrasi di dalam Ikatan Pelajar

Muhammadiyah ?

7. Bagaimana hambatan dalam pendidikan demokrasi di Ikatan

Pelajar Muhammadiyah ?

48
8. Bagaimana Upaya untuk mengatasi hambatan pendidikan

demokrasi di dalam Ikatan Pelajar Muhammadiyah ?

49
F. Kerangka Berpikir

Pendidikan demokrasi

Budaya Demokrasi

Politik Sikap Hidup Sosial

Musyawarah Memahami keanekaragaman Kerja sama


setiap individu
Kebebasan mengemukakan Kebersamaan dan
Pendapat Terbuka dalam berkomunikasi keseimbangan

Kebebasan Berkelompok Percaya diri dan kejujuran Keadilan sosial

Toleransi

G.
Nilai Pendidikan Demokrasi
H.

Sistem Tradisi

Organisasi
I. Gambar yang demokratis
2.1 Kerangka berpikir

Gambar . Kerangka Berpikir

50
BAB III

METODE PENELETIAN

A. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Menurut

Sugiyono (2016:9) penelitian kualitatif adalah penelitian yang

berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada

kondisi obyek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen

kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan),

analisi data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih

menekankan makna dari pada generalisasi.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi

kasus. Menurut Mulyana (2008;151) Studi kasus yaitu suatu penelitian

yang dilakukan dengan melakukan uraian dan penjelasan komprehensif

mengenai berbagai aspek seseorang Individu, Kelompok, Suatu Organisasi

(komunitas), suatu program atau suatu situasi sosial.

Penelitian studi kasus ini dianalisis dengan menggunakan data-data

yang berasal dari observasi dan wawancara kepada Kepala Sekolah,

Pembina Organisasi Ikatan Pelajar Muhammadiyah dan siswa-siswa SMP

Muhammadiyah 1 Purwokerto. Dengan demikian, analisis yang dilakukan

adalah merupakan kombinasi pandangan, pengetahuan dan kreatifitas

peneliti dalam mengidentifikasi dan membahas isu-isu relevan dalam

kasus atau peristiwa-peristiwa yang dianalisnya. Selanjutnya menutut

51
Mulyana ( 2008; 202) studi kasus ini dalam analisnya dikombinasikan

dengan teori dan riset yang relevan, dan dalam merancang strategi yang

realistik dan layak untuk mengatasi situasi problematik yang teridentifikasi

dalam kasus.

B. Penentuan Informan

Terdapat perbedaan yang mendasar dalam pengertian antara

pengertian populasi dan sampel dalam penelitian kuantitatif dan kualitatif.

Dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah populasi, tetapi

dinamakan “social situation” atau situasi sosial yang terdiri atas tiga

elemen yaitu tempat, pelaku, dan aktivitas yang berinteraksi secara

sinergis. Sampel dalam penelitian kualitatif bukan dinamakan responden

tetapi sebagai narasumber atau informan. Dalam penelitian kualitatif,

teknik sampling yang sering digunakan adalah purposive sampling dan

snowball sampling. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik

snowball sampling dalam menentukan informan . Snowball sampling

merupakan teknik pengambilan sampel sumber data yang pada awalnya

jumlahnya sedikit, lama-lama menjadi besar, hal tersebut selaras dengan

pendapat Bogdan dan Biklen (1982) yang menyatakan Snowball sampling

tecnihque, unit sampel yang dipilih makin lama makin terarah sejalan

dengan makin terarahnya fokus penelitian. Hal ini dilakukan karena

dengan penggunaan teknik snowball sampling nantinya peneliti

mendapatakan informan yang mempunyai data yang lebih lengkap dari

52
pertimbangan data yang telah didapat dari informan awal. Sehingga data

yang diperoleh lebih akurat sesuai dengan yang peneliti harapkan.

Pemilihan informan dalam penelitian ini adalah berdasarkan pada asas

subjek yang menguasai permasalahan, memiliki data, dan bersedia

memberikan informasi lengkap dan akurat. Hal itu sesuai dengan pendapat

Sanafiah Faisal 1990 (Sugiyono 2008:303). menyatakan bahwa sampel

sebagai sumber data atau sebagai informan sebaiknya yang memenuhi

kriteria sebagai berikut :

1. Mereka yang menguasai atau memahami sesuatu melalui proses

akulturasi, sehingga sesautu itu bukan sekedar diketahui, tetapi juga

dihayatinya.

2. Mereka yang tergolong masih sedang berkecimpung atau terlibat pada

kegiatan yang tengah diteliti.

3. Mereka yang mempunyai waktu yang memadai untuk dimintai

informasi.

4. Mereka yang tidak cenderung menyampaikan informasi hasil

“kemasanya” sendiri.

5. Mereka yang pada mulanya tergolong cukup asing dengan peneliti

sehingga lebih menggairahkan untuk dijadikan semacam guru atau

narasumber.

Penambahan sampel dihentikan manakala datanya sudah jenuh dari

berbagai informan baik yang lama maupun yang baru, tidak memberikan

data baru lagi

53
Menurut Spradley (2006:68) mengidentifikasikan lima persyaratan

minimal untuk memilih informan yang baik :

1. Enkulturasi penuh

2. Keterlibatan langsung

3. Suasana budaya yang tidak dikenal

4. Waktu yang cukup

5. Non-analitis

Teknik penentuan informan dalam penelitian ini, peneliti

mempunyai informan sementara yang dapat digali informasinya yang

terdiri dari Pembina Ikatan Pelajar Muhammadiyah Ranting SMP

Muhammadiyah 1 Purwokerto, Ketua Ikatan Pelajar Muhammadiyah

Ranting SMP Muhammadiyah 1 Purwokerto dan Para Ketua Departemen

Ikatan Pelajar Muhammadiyah Ranting SMP Muhmmadiyah 1 Purwokerto

Kabupaten Banyumas. Peneliti nantinya menggali informasi yang

berkaitan dengan permasalahan penelitian dari informan sementara,

kemudian peneliti mencari informan selanjutnya dari informan awal untuk

mempertimbangkan data yang telah diperoleh sehingga nantinya peneliti

mendapatkan data yang lebih akurat. Peneliti akan berhenti mencari

informan apabila data yang didapat dirasa sudah cukup akurat untuk

dianalisis.

54
C. Lokasi dan Informan Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Tempat Penelitian dilakukan di SMP Muhammadiyah 1 Purwokerto.

Dalam penelitian ini yang menjadi informan penelitian adalah Kepala

Sekolah, Pembina Ikatan Pelajar Muhammadiyah, dan Siswa-siswi.

2. Waktu Penelitian

Waktu Penelitian dilakukan pada bulan September hingga November

yang meliputi kegiatan persiapan, pelaksanaan penelitian, dan penyusunan

laporan penelitian.

3. Informan Penelitian

Dalam Penelitian ini yang menjadi Informan adalah :

a. Pembina Ikatan Pelajar Muhamamdiyah ranting SMP Muhammadiyah

1 Purwokerto

b. Ketua Ikatan Pelajar Muhammadiyah ranting SMP Muhammadiyah 1

Purwokerto periode 2018/2019

c. Kadep dan Anggota Ikatan Pelajar Muhammadiyah ranting SMP

Muhammadiyah 1 Purwokerto periode 2018/2019

D. Sumber Data

Menurut Lofland dan Lofland (Moeleong,2012: 157) “Sumber data

utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan selebihnya

adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain”. Pengumpulan data

dapat dilakukan dalam berbagai setting, berbagai sumber, dan berbagai

55
cara. Bila dilihat dari sumber datanya, maka pengumpulan data dapat

dibagi sebagai berikut :

1. Data Primer

Data Primer adalah “Data yang hanya kita peroleh dari sumber asli

atau pertama”.“Data primer harus dicari melalui narasumber atau

informan, yaitu orang yang dijadikan sebagai obyek penelitian atau sarana

mendapatkan informasi ataupun data (Sarwono, 2006:129-130). Data ini

merupakan hasil dari wawancara dengan informan. Dalam penelitian ini

yang menjadi informan sementara adalah Pembina Ikatan Pelajar

Muhammadiyah, Ketua Umum IPM ranting SMP Muhammadiyah beserta

Kepala Departemennya.

2. Data Sekunder

Data Sekunder merupakan “Data yang sudah tersedia sehingga kita

tinggal mencari dan mengumpulkan” (Sarwono, 2006: 124). Data sekunder

dalam penelitian ini adalah jurnal-jurnal, artikel dan buku-buku yang

berkaitan dengan penelitian ini.

E. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dan informasi dalam penelitian ini dilakukan

dengan berbagai cara dan teknik. Dalam Penelitian ini teknik pengumpulan

data yang digunakan antara lain :

1. Observarsi

Menurut Nasution dalam Sugiyono(2016;226) menyatakan bahwa

observarsi adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Jadi observasi adalah

56
teknik pengumpulan data yang sering digunakan dalam penelitian

kualitatif. Karena menurut James A. Black dan Dean J. Champion (

1992;287) observasi merupakan rancangan alamiah untuk

menggambarkan realtas sebagai kerangka yang diamati, maka usaha

menerjemahkan penemuan-penemuan ke dalam konteks.

Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah untuk

memberikan gambaran dan informasi mengenai Ikatan Pelajar

Muhammadiyah bagi peneliti di SMP Muhammadiyah 1 Purwokerto

tentang pendidikan demokrasi yang diterapkan di dalam perspektif Ikatan

Pelajar Muhammadiyah.

Observarsi yang dilakukan dengan penelitian Ikatan Pelajar

Muhammadiyah di SMP Muhammadiyah 1 Purwokerto, kegiatan yang

diamati bukan hanya ketika di dalam organisasinya saja melainkan ikut

serta mengikuti praktek-praktek pendidikan demokrasi yang ada di dalam

Ikatan Pelajar Muhammadiyah.

Observarsi ini bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh tentang

implementasi pendidikan demokrasi di dalam organisasi IPM di SMP

Muhammadiyah 1 Purwokerto. Langkah awal untuk mengetahui

bagaimana penerapan Pendidikan Demokrasi dilakukan disana.

2. Wawancara

Wawancara menurut James A. Black dan Dean. J Champion (

1992:306) adalah suatu kegiatan komunikasi verbal dengan tujuan

mendapatkan informasi.

57
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila

peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan

permasalahan yang harus diteleti, tetapi juga apabila peneliti ingin

mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam ( Sugiyono,

2016:231).

Berdasarkan pengertian diatas dapat bahwa wawancara dalam

penelitian ini dilakukan terhadap Kepala Sekolah, Ikatan Pelajar

Muhammadiyah, serta Siswa-Sisw sebagai responden yang dilakukan

oleh peneliti untuk mengetahui hal-hal yang diperlukan secara lebih

mendalam.

Penelitian menggunakan metode wawancara untuk memperoleh data

yang objektif dari informasi dengan bertujuan menggali jawaban dari

objek penelitian. Pedoman wawancara yang digunakan adalah Semi

Structured”. Dalam hal ini Interviewer menanyakan serentetan

pertanyaan yang sudah terstruktur, kemudian satu persatu di perdalam

dalam mengorek keterangan lebih lanjut. Dengan demikian jawaban yang

akan diperoleh bisa meeliputi semua variabel dengan keterangan yang

lengkap dan mendalam (Arikunto;2010;270). Wawancara dalam

penelitian ini dilakukan terhadap pengurusan IPM SMP Muhammadiyah

1 Purwokerto, dengan menggunakan teknik ini peneleti lebih menjadi

terbuka dan tidak terlalu berpedoman pada teks wawancara.

58
3. Studi Dokumentasi

Menurut Sugiyono (2016:240) merupakan catatan peristiwa yang

sudah berlalu Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya

monumental dari seseorang.

Dokumentasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu antara lain

berupa foto-foto dimana selama penelitian berlangsung, dan juga

dokumen-dokumen yang menunjang terlaksannya penelitan. Untuk

mendokumentasikan setiap kegiatan dalam penelitian dan sebagai alat

bukti bahwa telah mengikuti penelitian. Teknik pengolahan data ini

digunakan untuk merekam secara keseluruhan proses kegiatan saat

penelitian yang diambil secara lengkap. Alat untuk pen-dokumentasian

antara lain Kamera, Perekam Suara, Catatan Peneliti.

4. Studi Literatur.

Studi Literatur dapat dijadikan sebagai alat pengumpulan data untuk

mengungkapkan berbagai teori yang relevan dengan permasalahan yang

sedang dihadapi atau diteliti sebagai bahan pembahasan hasil penelitian.

Menurut Nazir (2011:38) mengenai studi literatur. Selain mencari sumber

data sekunder yang mendukung penelitian, juga diperlukan untuk

mengetahui sampai ke mana ilmu yang berhubungan dengan penelitian

telah berkembang, sampai ke mana terdapat kesimpulan yang pernah

dibuat, sehingga situasi yang diperlukan dapat diperoleh.

Dalam penelitian inni, teknik studi literatur yang digunakan adalah

mempelajari sejumlah literatur yang berupa buku, jurnal, surat kabar dan

59
sumber-sumber kepustakaan lainnya guna mendapatkan informasi-

informasi yang menunjang. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh

infomarsi sebagai landasan teoritis yang kaitannya dengan permasalahan

yaitu pendidikan demokrasi dalam perspektif Ikatan Pelajar

Muhammadiyah.

F. Validitas Data

1. Triangulasi

Triangulasi data diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang

bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan

sumber data yang telah ada (Sugiyono,2008: 330). Hal ini digunkan

untuk mengecek atau membandingkan data penelitian yang dikumpulkan.

2. Menggunakan Referensi Yang Cukup

Sebagai bahan referensi untuk meningkatkan kepercayaan akan

kebenaran data, peneliti menggunakan bahan dokumentasi berupa catatan

hasil wawancara dengan subjek penelitian, foto-foto dan sebagainya yang

diambil dengan cra tidak mengganggu atau menarik perhatian informan.

Sehingga informasi yang diperlukan akan diperoleh dengan tingkat

kevalidan yang tinggi.

3. Mengadakan Member Check

Member check adalah proses pengecekan data yang diperoleh

peneliti kepada informan” (Djaman Satori: 172). Tujuanya adalah untuk

mengetahui kesesuaian data yang diberikan oleh pemberi data. Member

check dilakukan disetiap akhir kegiatan wawancara, dalam hal ini peneliti

60
berusaha mengulangi kembali garis besar hasil wawancara berdasarkan

catatan yang dilakukan peneliti. Member check ini dilakukan agar

informasi yang diperoleh dapat digunakan dalam penulisan laporan

sesuai dengan apa yang dimaksud oleh informan atau narasumber.

G. Analisis Data ‘

Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum dan

sesudah di lapangan.

1. Analisis Sebelum di Lapangan

Penelitian kualitatif telah melakukan analisis data sebelum peneliti

memasuki lapangan. Analisis dilakukan terhadap data hasil studi

pendahuluan, atau data skunder yang digunakan untuk menentukan fokus

penelitian. Namun demikian fokus penelitian ini masih bersifat

sementara, dan akan berkembang setelah peneliti masuk dan selama di

lapangan.

Analisis yang dilakukan yakni menganalisis hasil penelitian-

penelitian yang relevan dengan permasalahan yang akan di teliti,

menganalisis jurnal-jurnal yang berkaitan dengan Penerapan Pendidikan

Demokrasi di Organisasi Ikatan Pelajar Muhammadiyah SMP

Muhammadiyah 1 Purwokerto

2. Analisis selama di Lapangan

Analisis data dalam penelitian kualitatif, dilakukan pada saat

pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data

dalam periode tertentu. Teknik analisis data dilaksanakan untuk

61
membahas laporan penelitian mengenai Penerapan Pendidikan

Demokrasi di Organisasi Ikatan Pelajar Muhammadiyah SMP

Muhammadiyah 1 Purwokerto

Proses analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara terus

menerus dari awal sampai akhir penelitian. Miles dan Huberman (

Sugiyno, 2016;246) mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data

yaitu: data reduction, data display, dan coclusion drawing/verivication.

Data
Collection

Data Dislay

Data
reduction

Conclusions :
Drawing/verifying

Bagan I. Komponen-komponen Analitis Data

(Sugiyono 2016:247)

62
Selanjutnya Sugiyono ( 2016:247-253) menjelaskan komponen

dalam analisis data ini sebagai berikut :

1. Reduksi Data (Data Reduction)

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,

memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya.

Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran

yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan

pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.

Reduksi data dalam penelitian ini berkaitan dengan segala sesuatu

tentang Demokrasi dalam Ikatan Pelajar Muhammadiyah. Dengan

difokuskan pada muatan Nilai-nilai Demokrasi dalam Ikatan Pelajar

Muhammadiyah, pelaksanaan, serta kendala pada pelaksanaan

nasionalisme dalam Ikatan Pelajar Muhamamdiyah.

2. Penyajian Data (Data Display)

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah

menyajikan data. Melalui pengujian data tersebut, maka data

terorganisasikan tersusun dalam pola hubungan, sehingga akan semakin

mudah pahami. Dalam penelitian ini, penyajian data bisa dilakukan

dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart

dan sejenisnya.

3. Kesimpulan: Penarikan/Verifikasi (Conlusion: Drawing/verivication)

Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan

akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang

63
mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila

kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-

bukti yang valid dan konsisten.

64
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


A. Hasil Penelitian

a. Profil SMP Muhamamdiyah 1 Purwokerto

SMP Muhamamdiyah 1 Purwokerto berdiri pada tahun 1951,

awalnya sebuah Panti Asuhan yang didirikan oleh Yasmireja dengan

penghuni 23 orang. Tepatnya pada tanggal 1 Agustus 1951 didirikanlah

SMP Muhammadiyah 1 Purwokerto dengan SK No. 38779/d/I/1979

dengan kepala sekolah secara berurutan yaitu Muhammad Soeparno,

Khayun, Ir. Badiuzaman, Iskandar, Bapak Suyanto , Drs. M djohar,

M.Pd, Sahlan Amd.Ag, Ali Rachman, SP.d, Drs. N Fredy Franmoko,

M.Pd dan sekarang Ibu Siti Ngatiatun, S.Pd.

Dalam SMP Muhammadiyah 1 Purwokerto memiliki visi misi yang

bertujuan menerapkan sesuai di dalam visi misi tersebut. Adapun visi

misinya sebagai berikut :

Visi :

Religius, Unggul, Berkarakter, Berjiwa Nasional. Berwawasan Global

Misi :

1. Mengembangkan potensi yang dimiliki anak didik melalui program

akademik dan non akademik.

2. Mengajarkan Ilmu Pengetahuan dan Al Islam

3. Membangun Kepribadian Islami ( Islamic Character Building)

65
4. Menyelenggarakan Pendidikan Tahfidzul Qur’an, Bahasa Arab dan

Bahasa Inggris

5. Menjadi minta orang tua siswa, masyarakat dan pemerintah.

SMP Muhamamdiyah 1 Purwokerto memiliki beberapa ruangan

yang digunakan untuk pelajar bahkan pendidik seperti Ruang Belajar

yang Representatif, LAB IPA, LAB TIK, Perpustakaan, Studio Musik,

Masjid, Ruang Rapat Untuk Ektrakulikuler seperti IPM (OSIS), HW (

Hisbul Walton) dan PMR ( Palang Merah Remaja). Di dalam setiap

ruangan tersebut terdapat foto Presiden beserta Wakil Presiden serta ada

Burung Garuda yang sebagai simbol dari Indonesia sendiri.

Seiring berjalanya instansi pendidikan ini ada beberapa faktor yang

dapat memberikan dampak positif berupa aktivnya peserta didik di dalam

pembelajaran, di luar sekolah dan di masyarakat melalui pembelajaran

ektrakulikuler yang menunjang Soft Skill dari peserta didik berupa Ikatan

Pelajar Muhammadiyah.

b. Profil Ikatan Pelajar Muhammadiyah

Ikatan Pelajar Muhammadiyah sendiri berdiri di dalam SMP

Muhammadiyah Purwokerto sama dengan berdirinya sekolah ini pada

tahun 1951 dimana tujuan IPM untuk menjadi wadah peserta didik

berproses dan belajar mengenai sebuah organisasi dan ilmu yang dapat

diterapkan di dalam pembelajaran, luar sekolah, dan masyarakat serta di

dalam keluarga. Latar belakang berdiri IPM di Indonesia tidak terlepas

dengan latar belakang berdirinya Muhammadiyah sebagai gerakan

66
dakwah Islam amar ma’ruf nahi mungkar yang ingin melakukan

pemurnian terhadap pengamalan sekolah yang merupakan amal usaha

Muhammadiyah untuk membina dan mendidikan kader. Oleh karena

itulah dirasakan perlu adanya Ikatan Pelajar Muhammadiyah sebagai

organisasi para pelajar yang terpanggil kepada misi Muhammadiyah dan

ingin tampil sebagai pelopor, pelangsung penyempurna perjuangan

Muhammadiyah.

Ikatan Pelajar Muhammadiyah SMP Muhammadiyah sendiri

merupakan organisasi yang baru mendapatkan penghargaan komisariat

ranting teraktif di dalam kabupaten Banyumas yang akhirnya menjadi

pemicu untuk peserta didik mengikuti kegiatan dan masuk ke dalam

pengurusan Ikatan Pelajar Muhammadiyah sendiri. Untuk masuk ke

dalam kepengurusan Ikatan Pelajar Muhammadiyah ada beberapa tahap

yang harus dilakukan di dalamnya, tahapan-tahapan tersebut harus di

lakukan oleh peserta didik jikalau ingin menjadi pengurus Ikatan Pelajar

Muhammadiyah Purwokerto.

Ikatan Pelajar Muhammadiyah SMP Muhammadiyah 1 Purwokerto

dalam melakukan pergantian kepengurusan dan ketua yang baru

dilakukan selama satu periode lebih tepatnya dari bulan Oktober hingga

bulan Oktober tahun berikut. Pergantian kepengurusan ini bertujuan

untuk menjadikan adik tingkat berprose, suasana baru, pemikiran dan

gagasan yang lebih terbaru di dalam Organisasi ini dan untuk

67
kepengurusan yang selanjutnya memfokuskan kepada ujian sekolah dan

ujian nasional.

Susunan kepengursan Ikatan Pelajar Muhammadiyah SMP

Muhammadiyah ini terdiri atas Pembina Ranting, Ketua, Wakil Ketua,

Sekretaris Umum,Ketua Bidang Kader, Ketua Bidang PP, Ketua Bidang

Asbo, Kedua Bidang Dakwah, Ketua Bidang IPMawati, Ketua Bidang

Keorganisasian, Sekretaris Bidang Kader, Sekretaris Bidang PP,

Sekretaris Bidang ASBO, Sekretaris bidang Dakwah, Sekretaris Bidang

Dakwah, Sekretaris Bidang IPMawati, Sekretaris Bidang Keogranisasian

dan anggota setiap bidangnya.

Susunan pengurus Ikatan Pelajar Muhammadiyah SMP

Muhammadiyah 1 Purwokerto Periode 2018/2019 sebagai berikut :

a. Ketua Umum : Zaenarif Putra Ainurdin

b. Ketua Bidang Kader : Kharisma Dwi Fajrian

c. Ketua Bidang PIP : Adhela Julianda Syaharani

d. Ketua Bidang Dakwah : Alya Nur Zhafira

e. Ketua Bidang IPMawati : Lutfia Agatha

f. Ketua Bidang Keorganisasi : Riski Darmawan

g. Sekretaris Umum : Miftah Hudanto

h. Sekretaris Bidang Kader : Tabah Al Fadil

i. Sekretaris Bidang PIP : Muhammad Faisal Rashid

j. Sekretaris Bidang Dakwah : Sabrina Alya Zahra

k. Sekretaris Bidang IPMawati : Diana Khairunnisa Selima

68
l. Sekretaris Bidang Keorganisasi : Naswa Inezya Aurelia

m. Anggota Bidang Kader : Jati Trah Jumoyo

Syifa Ananda Calista

n. Anggota Bidang PIP : Ashil Daffa

Amillia Yusti Nawangsari

Nasywa Faiza Aulia

o. Anggota Bidang ASBO : Muhamamd Rizki Haryo

Rezita Anjani

Dwi Artika Sari

Atta Muyassar

p. Anggota Bidang Keorganisasi : Imam Aris Meinandar

Bagus NurFaizin

Indra Kurniawan

q. Anggota Bidang Dakwah : Farrel Zacky Maheswara

Aliffa Affan Abdussalam

Hasna Zahra Qurrota’in

Adapun program kerja di dalam kepengurusan Ikatan Pelajar

Muhammadiyah SMP Muhammadiyah 1 Purwokerto Periode 2018/2019

sebagai berikut :

a. Program Kerja Bidang Kepimpinan

a) Mengoptimalkan pelaksanaan mekanisme kerja pimpinan sesuai

dengan pedoman kerja pimpinan dalam mendukung

pengembangan program

69
b) Mengembangkan fungsi pertemuan / rapat pimpinan guna

penyamaan persepsi dan koordinasi kerja antar pimpinan

c) Meningkatkan selektifitas dan memilih pimpinan guna

mendukung terciptanya iklim profesional dalam pengelolaan

organisasi dan serta untuk menjaga kewibawaan.

d) Meningkatkan kemampuan beroganisasi dan wawasan

pengetahhuan/ keilmuwan para pimpinan melalui kegiatan

pelatihan, penataran, pengajian dan kegiatan lain.

e) Pembekalan berupa materi ke IPMan kepada pengurus yang

baru pertama kali menjadi pengurus.

b. Program Kerja Bidang Sekretaris

a) Pelaksanaan Rapat Periodik

b) Membuat Agenda Rapat

c) Mengabsen Kehadiran Anggota Setiap rapat

d) Menginventaris seluruh benda milik IPM

e) Menertibkan pendataan dan pengarsipan surat organisasi dan

konsep yang telah dihasilkan

f) Memasyarakatkan pemakaian lencana atau atribut organisasi

dalam setiap acara resmi

c. Program Kerja Bendahara

a) Menganggarkan dana dari keuntungan suatu kegiatan untuk IPM

b) Mengatur jalan keluar-masuknya uang kas IPM

c) Bertanggung jawab sepuhnya atas kas IPM

70
d. Program Kerja Bidang Kaderisasi dan Pengembangan Sumber Daya

Manusia ( KPSDM)

a) Membantu Pelaksanaan MOS ( Masa Orientasi Siswa)

b) Mengadakan Musyawarah Ranting ( MUSYRAN)

c) Mengadakan Latihan Dasar Kepimpinan Siswa (LDKS)

d) Mengikuti Pelatihan Taruna Melati I oleh Pimpinan Cabang (

PC) IPM

e) Mengikuti Pelatihan Ke-Organisasian, Baik tingkat Cabang,

Daerah maupun umum

e. Program Kerja Bidang Dakwah

a) Kultum sebelum sholat Dzuhur

b) Pengajian rutin dua pekan sekali

c) Pesantren kilat dan buka puasa bersama

d) Memutar murotal Al-Qur’an

e) Adzan dan Iqamah Sholat Dzuhur dan Ashar

f) Mempersiapkan dan membersihkan tempat sholat

f. Program Kerja Bidang Pengkajian Ilmu Pengetahuan (PIP)

a) Membuat Mading

b) Melaksanakan Penghijaun

c) Kegiatan literasi

d) Kerja Sama dengan OSIS SMP Negeri

g. Program Kerja Bidang ASBP

a) Pelaksanaan Sholat Idul Adha dan Qurban

71
b) Muharrom

c) Isra’ Mi’raj

d) Mengadakan Kajian IPM tiap 2 pekan sekali

e) Bakti Sosial

f) Mengadakan Qultum sebelum rapat periodik

g) Mengadakan studi banding dengan yang lain

h) Mengadakan kultum sebelum sholat Dzuhur

h. Program Kerja Bidang Apresiasi Seni dan Kebudayaan ( ASK)

a) Education Fair

b) Kegiatan Milad SMP Muhammadiyah 1 Purwokerto

c) Peringatan HUT Kemerdekaan RI

d) Fashion Show

i. Program Kerja Bidang Ke-IPMawatian

a) Keputrian

j. Bidang Organisasi

a) Memantau Kegiatan IPM/OSIS

b) Pengecekan Proker masing-masing Bidang secara berkala,

minimal 1 bulan sekali.

72
B. Deskripsi Hasil Penelitian

1. Dinamika Ikatan Pelajar Muhammadiyah

Ikatan Pelajar Muhammadiyah sendiri merupakan suatu organisasi

otonom Muhammadiyah yang ada di dalam dunia Pendidikan baik di

lingkungan Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas

yang bertujuan untuk menjadikan wadah bagi peserta didiknya. Oleh

karena itu sangat menarik untuk diangkat dalam sebuah penelitian.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Ismail S.Pd Pembina

Ikatan Pelajar Muhamamdiyah ( 32 tahun , Ruang Sekretariat IPM)

mengungkapkan bahwasanya Ikatan Pelajar Muhammadiyah merupakan

suatu organisasi yang menjadi wadah bagi peserta didik di dalam SMP

Muhammadiyah baik dari kelas 7 hingga kelas 9 yang menjadikan

peserta didik untuk berproses, ada hal lain yang diungkap mengenai IPM

ini merupakan suatu organisasi intra sekolah yang ada di dalam ortom

Muhammadiyah seperti halnya OSIS. Organisasi Muhammadiyah ialah

organisasi atau badan yang di bentuk oleh Persyarikatan Muhamamdiyah

yang dengan bimbingan dan pengawasan, diberi hak dan kewajiban

untuk mengatur rumah tangga sendiri, membina warga Persyariktan

Muhammadiyah tertentu dalam bidang-bidang tertentu pula dalam rangka

mencapai maksud dan tujuan Persyarakitan Muhammadiyah. Hasil

wawancara dengan Bapak Ismail S.Pd Selaku Pembina Ikatan Pelajar

73
Muhammadiyah SMP Muhammadiyah 1 Purwokerto ( 32 tahun, Ruang

Sekretariat Ikatan Pelajar Muhammadiyah) beliau mengungkapkan

bahwasanya organisasi ortonom Muhamamdiyah seperti Ikatan Pelajar

Muhammadiyah berdampak baik untuk bagi pelajar-pelajar yang ingin

mendapatkan ilmu terkait organisasi.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Ismail S.Pd selaku

Pembina Ikata Muhammadiyah (32 tahun, Sekretariat IPM) bahwasanya :

“Dengan adanya organisasi Ortonom Muhammadiyah seperti


Ikatan Pelajar Muhammadiyah di dalam Sekolah ini sangat
menguntungkan untuk pelajar Muhammadiyah yang
mempunyai suatu wadah untuk berproses di dalamnya, tidak
hanya itu juga organisasi inipun memberikan suatu ilmu yang
banyak dalam hal berkegiatan, memimpin jalannya suatu
kegiatan..
Oleh karena itu, organisasi Ikatan Pelajar Muhamamdiyah

memberikan dampak positif kepada peserta didik untuk aktif dan

berproses di dalam organisasi. Dalam hal ini hasil wawancara dengan

Ketua Ikatan Pelajar Muhamamdiyah SMP Muhamamdiyah 1

Purwokerto Periode 2018/2019 dengan saudara Zainul Arifin (16 tahun,

sekretariat IPM) di tanggal 22 September 2019 P mengungkapkan

bahwa:

“Ikatan Pelajar Muhammadiyah yang ada di dalam SMP


Muhammadiyah 1 Purwokerto ini memberikan suatu dampak
positif bagi peserta didik, dampak positif tersebut seperti
keaktifan peserta didik di dalam kelas maupun di dalam kelas,
memiliki suatu keberanian, lantang dalam berbicara di depan
umum, dan masih banyak lagi.

74
Berdasarkan hasil wawancara dan beberapa pembahasan mengenai

organisasi ortonom Muhammadiyah yakni Ikatan Pelajar

Muhammadiyah SMP Muhammadiyah 1 Purwokerto masih ada hal lain

mengenai organisasi tersebut. Organisasi ini mengajarkan suatu hal yang

tidak didapatkan di dalam lingkungan masyarakat untuk melakukan suatu

pergantian calon pengurus Ikatan Pelajar Muhammadiyah dengan cara

melakukan kegiatan jalan mengelilingi bukit dengan jarak yang lumayan

jauh untuk menentukan calon pengurus baru di dalam organisasi tersebut.

Dalam hal ini bisa terjadi di dalam organisasi untuk sistem regenerasi

bertujuan untuk melatih calon-calon pengurus organisasi Ikatan Pelajar

Muhammadiyah 1 Purwokerto ini memiliki mental, tanggungjawab yang

besar untuk mengemban suatu amanah yang telah diberikan kepada calon

calon pengurus organisasi Ikatan Pelajar Muhammadiyah SMP

Muhammadiyah 1 Purwokerto.

Hasil Wawancara dengan Bapak Ismail S.Pd Pembina Ikatan

Pelajar Muhammadiyah ( 32 tahun, di ruang sekretariat IPM)

mengungkapkan bahwasanya;

“ Untuk pergantian pengurus Ikatan Pelajar Muhammadiyah di


periode berikutnya, ranting SMP Muhammadiyah 1
Purwokerto ini menerapkan cara yang berbeda dengan yang
lainnya baik di organisasi sesama IPM dan Organisasi lainnya.
Cara ini bertujuan untuk mengembangkan dan menguatkan
mental yang ada di dalam individu baik secara psikisnya
ataupun secara fisiknya, yang kedua bertujuan untuk
menjadikan calon pengurus yang baru memiliki rasa
tanggungjawab, empati, semangat tanpa menyerah, dan lainya.
Untuk penerapannya pergantian pengurusnya dilakukan
dengan cara berjalan kaki ke bukit dengan jarak yang lumayan

75
jauh, ketika ada calon peserta didik yang tidak bisa menempuh
jarak tersebut maka tidak bisa menjadi pengurus periode
selanjutnya”
Berkaitan dengan hal tersebut di dalam Ikatan Pelajar

Muhammadiyah tidak hanya dalam proses pemilihan umum dalam

pemilihan ketua untuk periode selanjutnya melainkan banyak yang dapat

dipelajari di dalamnya seperti hal diatas tersebut.

Dinamika Ikatan Pelajar Mummadiyah yang mempunyai beberapa

penerapan di dalamnya secara baik yang terlihat maupun tidak terlihat

yang dilakukan oleh setiap Individu di dalamnya. Kegiatan yang terlihat

seperti halnya penerapan pendidikan demokrasi di dalam Ikatan Pelajar

Muhammadiyah, Musyawarah Mufakat, Tanggung Jawab setiap

Individu, Keberanian Seseorang untuk mengemukakan pendapat di muka

umum, Aktif di dalam kelas dan lain sebagainya. Kegiatan yang tidak

terlihat sepeti halnya memiliki rasa yang empati kepada sesama pengurus

ataupun teman, rasa jujur, mental yang berani dan masih banyak hal yang

lainnya.

2. Penerapan Pendidikan Demokrasi dalam Ikatan Pelajar

Muhammadiyah SMP Muhmmadiyah 1 Purwokerto

Penerapan pendidikan demokrasi di dalam Ikatan Pelajar

Muhammadiyah SMP Muhammadiyah 1 Purwokerto tidak terlepas dari

nilai sejarah organisasi Ikatan Pelajar Muhammadiyah ini sendiri.

Organisasi ini merupakan organisasi yang sudah memiliki umur panjang

di kancah organisasi pemuda. Maka dari itu untuk hal ini untuk

76
penerapan pendidikan demokrasi sudah bisa diterapkan pada organisasi

ini sejak zaman setelah merdeka hingga zaman reformasi ini. Hasil

Wawancara dengan Bapak Ismail S.Pd selaku Pembina Ikatan Pelajar

Muhammadiyah ( 32 tahun, ruang sekretariat IPM) mengungkapkan

bahwasanya:

“ Sebelum adanya saya sebagai pembinan Ikatan Pelajar


Muhammadiyah, saya menekuni organisasi ortononom
Muhammadiyah juga di kampus Universitas Muhammadiyah
yakni Hizbul Wathan. Dalam hal itupun ketika di HW memang
sudah menerapkan pendidikan demokrasi sudah sejak lama
ketika masuk di dalam sekolah ini kemudian di amanahi
sebagai ketua pembina Ikatan Pelajar Muhammadiyah tidak
kaget bahwasanya di zaman Reformasi ini untuk penerapan
pendidikan demokrasinya masih melekat dengan kental di
dalam organisasi ini. Oleh karena itu saya berusaha keras
untuk tidak menghilangkan bentuk penerapan pendidikan
demokrasi yang sudah sejak ( Zaman Orde Lama) lama
terbentuk di dalam organisasi ini.”

Penerapan pendidikan demokrasi yang ada di dalam Ikatan Pelajar

Muhammadiyah ini tidak hanya seperti yang diterapkan di dalam

ranahnya pemerintahan pusat (Negara), untuk penerapapan pendidikan

demokrasi di dalam Ikatan Pelajar Muhammadiyah melatih mental setiap

individu, menghargai pendapat, musywarah mufakat. dengan sesama

individu yang ada di dalam organanisasi ini.

Dalam hal ini kemudian penerapan pendidikan demokrasi yang ada

di dalam Ikatan Pelajar Muhamamdiyah dapat dibagi melalui beberapa

tahapan yakni :

a. Dalam Proses Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang

diberikan oleh Guru.

77
Pendidikan Kewarganegaraan diketahui sebagai suatu pendidikan

yang hanya diajarkan di dalam sekolah sebagai suatu pendidikan yang

salah satunya bertujuan untuk memberikan pendidikan demokrasi kepada

peserta didik sehingga peserta didik dapat mengetahui dan memahami

demokrasi secara teoritis dan mengaplikasikanya di dalam kehidupan

bermasyarakat dan organisasi.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan menemukan

bahwasanya pendidikan demokrasi dalam penerapan IPM mulai dari

pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang diberikan oleh Guru

dari mulai kelas 7 hingga 9..

Hal inipun sejalan dengan hasil wawancara dengan Bapak Ismail,

S.Pd selaku Pembina Ikatan Pelajar Muhamamdiyah ( 32 tahun, ruang

sekretariat IPM) bahwasanya mengungkapkan :

“ Keberhasilan Pendidikan Demokrasi di dalam IPM


bersumber dari Pendidikan Kewarganegaraan yang di ajarkan
oleh guru di dalam kelas, ketika tidak ada Pendidikan
Kewarganegaraan yang diberikan oleh guru di dalam kelas
maka akan tidak berhasilnya suatu penerapan pendidikan
demokrasi baik dalam organisasi ataupun masyarakat”

Pendidikan Kewarganegaraan merupakan bidang kajian yang

multifacet/multidimensional, multidimensional ini mempunyai beberapa

dimensi dimensi atau bidang yang ada didalamnya maka dari itu kajian

multidimensional yang membuat bidang kajian PKn dapat disikapi

sebagai pendidikan kewarganegaraan, pendidikan politik, pendidikan

kemasyarakatan, pendidikan hukum dan hak asasi manusia dan

pendidikan demokrasi.

78
Berdasarkan hal tersebut terdapat suatu pernyataan yang diberikan

oleh peserta didik mengenai Pendidikan Kewarganegaraan dalam hal

penerapan pendidikan demokrasi, pernyataan ini disampaikan oleh Alya

selaku kepala bidang di IPM ( 16 tahun, di ruang sekretariat IPM)

mengungkapkan bahwa :

“ Pendidikan Kewarganegaraan yang diberikan di dalam kelas


oleh Guru PKn sangat membantu kegiatan berorganisasi
terutama ketika ada suatu permasalahan yang belum bisa
diselesaikan secara individu terkait dalam organisasi maka bisa
diselesaikan secara bersama-sama untuk mencari solusi untuk
memecahkan permasalahan itu’
Berdasarkan hasil observasi dan hasil pernyataan yang sudah

diberikan di atas bahwa untuk penerapan pendidikan demokrasi dalam

IPM ini bersumber dari mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, hal

ini dibuktikan dengan adanya kegiatan-kegiatan demokrasi yang sudah

diberikan di dalam Pendidikan Kewarganegaraan. Namun ketika tidak

adanya mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di dalam sekolah

untuk hal peneparan pendidikan demokrasi tersebut tidak akan berhasil

baik secara organisasi maupun di dalam lingkungan masyarakat.

b. Pendidikan Demokrasi yang diberikan Cabang Ikatan Pelajar

Muhammadiyah

Ikatan Pelajar Muhammadiyah di SMP Muhammadiyah 1

Purwokerto ini merupakan ranting yang ada di dalam Cabang Ikatan

Pelajar Muhammadiyah Purwokerto. Cabang di dalam organisasi

merupakan suatu wadah untuk menaungi ranting-ranting yang ada di

dalam organisasi tersebut.

79
Cabang Ikatan Pelajar Muhammadiyah yang ada di Kabupaten

Banyumas ini dibagi per Kecamatan sehingga untuk ranting SMP 1

Muhammadiyah ini masuk dalam Cabang Ikatan Pelajar Muhammadiyah

Kota. Untuk Hal tersebut peranan cabang sangat penting untuk

kemaslahatan ranting seperti halnya dalam bidang keilmuwan yang

diberikan kepada ranting.

Berdasarkan hasil observasi dan studi dokumentasi mengenai

penerapan pendidikan demokrasi yang ada didalam IPM ini juga

bersumber dari peranan Cabang IPM Kota. Cabang IPM pernah

melakukan kegiatan dan pembelajaran untuk ranting dalam hal penerapan

pendidikan demokrasi seperti contohnya mekanisme untuk pergantian

ketua dengan cara pemilihan umum, kemudian memberikan pemahaman

mengenai sejarah ikatan pelajar muhammadiyah ini dan melakukan

kerjasama dalam bentuk sosial seperti memberikan rezeki kepada warga

kurang mampu yang harus meminta di jalanan.

Hal inipun sejalan dengan hasil wawancara kepada saudari Ani

selaku kepala bidang IPM ( 16 tahun, ruang sekretariat IPM)

mengemukakan bahwasanya :

“ Peran Cabang IPM kota ini sangat berperan penting untuk


ranting SMP Muhammadiyah 1 Purwokerto, dalam hal ini
cabang memberikan suatu pengalaman dan ilmu kepada
ranting SMP Muhammadiyah 1 Purwokerto ini sehingga dari
ranting bisa menyerap ilmu dan pengalaman yang sudah
diberikan oleh Cabang IPM Kota”

80
Adapaun pernyataan yang sama dari hasil wawancara dengan

Bapak Ismai, S.Pd selaku Pembina Ikatan Pelajar Muhammadiyah ( 32

tahun, ruang sekratariat IPM) mengungkapkan bahwasanya :

“ Untun penerapan pendidikan demokrasi tidak hanya


bersumber dari mata pelajaran Pendidika Kewarganegaraan
yang diberikan oleh guru di dalam kelas melainkan juga ada
peranan yang penting lagi di dalam penerapan pendidikan
demokrasi yakni Cabang IPM Kota. Cabang IPM kota telah
menyadarkan para individu yang ada di dalam ranting untuk
setiap kegiatan menggunakan pendidikan demokrasi, oleh
karena itu ranting dalam hal ini bisa menerapkan dan
mengaplikasikan ilmu yang sudah diberikan oleh cabang.”

Dari hasil wawancara, observari dan studi dokumentasi dapat

disimpulkan sementara bahwasanya untuk penerapan pendidikan

demokrasi bukan bersumber dari mata pelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan yang telah diberikan oleh Guru di dalam kelas,

melainkan peran cabang IPM yang dimana kedudukan lebih tinggi

daripada ranting juga sangat berperan penting untuk menyuseskan

penerapan pendidikan demokrasi di dalam ranting IPM tersebut.

c. Penerapan Pendidikan Demokrasi yang ada di IPM melaui PEMILU

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan melalui

observari, ditemukan beberapa hal dalam penerapan pendidikan

demokrasi di dalam Ikatan Pelajar Muhamamdiyah SMP Muhammadiyah

1 Purwokerto. Penerapan ini ditemukan dalam berbagai hal setelah

melakukan pengambilan data melalui wawancara, observasi dan

dokumentasi serta studi dokumentasi. Penerapan Demokrasi ini yang

diterapkan dalam Ikatan Pelajar Muhamamdiyah SMP Muhammadiyah 1

81
Purwokerto tersebut berupa pemilihan ketua Ikatan Pelajar

Muhammadiyah melalui Pemilihan Umum ( PEMILU) dan dalam

penerapan rapat Ikatan Pelajar Muhammadiyah yang dimana ada suatu

pengambilan keputusan bersama ( Musyawarah Mufakat) Dalam hal

pemilihan Ketua Ikatan Pelajar Muhammadiyah ini dilakukan secara

PEMILU ( Pemilihan Umum) yang secara langsung, dimana pemilu ini

diikuti oleh seluruh elemen yang ada di dalam sekolah tidak membeda-

bedakan antara Kepala Sekolah, Guru dan Peserta didiknya. Untuk calon

ketua Ikatan Pelajar Muhamamdiyah SMP Muhamamdiyah 1 Purwokerto

ini melakukan kampanye terlebih dahulu di hadapan para peserta didik

yang lainnya dan guru dengan menyampaikan beberapa gagasan visi dan

misi kedepannya untuk roda organisasi Ikatan Pelajar Muhamamdiyah

SMP Muhammadiyah 1 Purwokerto. Dalam hal ini untuk penerapan

pendidikan demokrasi melalui sistem pemilihan umum ( PEMILU)

memeliki keuntungan beberapa aspek yang seperti lebih efektif dan

efisien dalam waktu untuk menentukan ketua, lebih terbuka dan adil

dikarenakan setiap elemen yang ada di sekolah ini bisa memilih calon-

calon ketua Ikatan Pelajar Muhamamdiyah SMP Muhammadiyah 1

Purwokerto beserta anggota-anggotanya

Berjalannya kegiatan Pemilihan Umum ini yang dilakukan oleh

Ikatan Pelajar Muhamamdiyah ranting SMP Muhammadiyah ini baru

berjalan selama 2 periode ini, sebelum 2 periode itu di organisasi ini

untuk pemilihan ketua pengurus yang baru masih menggunakan sistem

82
musyawarah di dalam persidangan Ikatan Pelajar Muhammadiyah yang

disebut dengan Musyawarah Ranting ( MUSRAN). Namun untuk ini

pemilihan umum sangat memiliki keuntungan tersendiri di dalamnya.

Hasil wawancara yang dilakukan dengan Bapak Ismail, S.Pd selaku

Pembina Ikatan Pelajar Muhammadiyah ( 32 tahun, ruang sekretariat

IPM) mengemukakan bahwasanya :

“ Untuk hal ini mengenai penerapan Pendidikan Demokrasi di


dalam IPM terdapat pada pemilihan ketua IPM yang baru dan
jajaran kepengursan yang baru melalui pemilihan umum
dimana seluruh peserta didik, guru dan karyawannya ikut
dalam hal ini.
Pernyataan yang serupa terkait dengan Penerapan Pendidikan

Demokrasi di dalam Ikatan Pelajar Muhammadiyah Purwokerto yang

disampaikan langsung Zaenal Putra Anirudin selaku ketua IPM ranting

SMP Muhammadiyah Periode 2018/2019 ( 16 tahun, ruang sekretariat

IPM) mengemukakan bahwa :

“ Hal ini yang paling sesuai untuk melaksanakan dan


menerapkan pendidikan demokrasi di dalam Ikatan Pelajar
Muhammadiyah SMP 1 Muhammadiyah Purwokerto terdapat
pada pemilihan ketua osis, dikarenakan untuk pemilihannya
menggunakan sistem pemilihan langsung tidak secara
musyawarah”.
Dari hasil observarsi dan wawancara kepada narasumber dapat

diambil simpulan sementara untuk mengenai penerapan pendidikan

demokrasi yang ada di dalam IPM ini yakni melalui Pemilihan Umum(

PEMILU). Pemilihan umum ini bertujuan untuk menemukan sosok ketua

83
baru untuk periode selanjutnya beserta calon-calon kepala bidang yang

ada di dalam IPM.

3. Tantangan atau kendalan Praktik Penerapan Pendidikan Demokrasi

dalam Ikatan Pelajar Muhammadiyah Ranting SMP

Muhammadiyah 1 Purwokerto

Permasalahan-permasalahan praktik penerapan pendidikan

demokrasi di dalam suatu organisasi terdapat beberapa faktor yang akan

menjadi suatu permasalahan di dalamnya, yakni faktor internal organisasi

itu sendiri dan faktor ekternal organisasinya.

a. Faktor Internal

Berdasarkan hasil observasi yang ditemukan bahwasanya untuk

tantangan yang ada dalam penerapan pendidikan demokrasi yang ada di

dalam demokrasi lahir dari setiap individu yang ada didalamnya,

dikarenakan setiap individu memiliki masalah kemudian dibawa kedalam

organisasinya

Adapun hasil wawancara dengan Bapak Ismail selaku Pembina

IPM ( 32 tahun, ruang sekretariat IPM) menyatakan bahwa :

“ Organisasi Ikatan Pelajar Muhammadiyah sendiri merupakan


organisasi yang melatih kader-kadernya untuk berproses di
dalam sebuah organisasi. Namun itu susah untuk diterapkan
kepada setiap individu yang pada umumnya memiliki masalah
pribadi untuk tidak berproses di dalam sebuah organisasi.”
Dalam hal ini bisa dikatakan benar, dikarenakan setiap individu

memiliki permasalahan masing-masing di dalam dirinya yang

84
mengakitbakan tidak bergulirnya sebuah proses kehidupan, baik di dalam

organisasi, keluarga, masyarakat dan lingkungan sekolah.

Pernyataan Pembina Ikatan Pelajar Muhammadiyah itupun

dikatakan benar oleh Ketua Ikatan Pelajar Muhammadiyah Periode

2018/2019 Zaenal Putra Abidin pada tanggal 26 September 2019 di

Sekretariat Ikatan Pelajar Muhammadiyah SMP Muhammadiyah 1

Purwokerto, menyatkan bahwa :

“ Orang-orang yang ada di dalam pengurusan internal inipun


mengalami kesulitan untuk mencari jati diri masing-masing
setiap indivdu, masih belum adanya semangat diantara mereka
untuk berproses di dalam organisasi ini. Itu dikarenakan
adanya sebuah masalah pribadi tetapi tidak mau diceritakan
kepada teman-temannya sehingga dipendam yang akhirnya
menimbulkan kegagalan berproses di dalam organisasi”
Terdapat hal lain selain dalam permasalahan yang ada di dalam

setiap individu di dalam hal kegiatan rapat IPM yang sudah ditentukan

oleh seluruh anggota IPM dan disepakati bersama untuk penerapan

kegiatan rapat ini tidak berjalan dengan semestinya sesuai dengan

kesepakatan bersama.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Ismail selaku

Pembinan Ikatan Pelajar Muhammadiyah ( 32 Tahun, Ruang

sekretariatan IPM) menyatakan bahwa :

“ Untuk permsalahan pribadi yang ada di dalam setiap individu


menyebabkan terjadinya kegagalan suatu organisasi, mulai dari
kegiatan rapat rutinan yang sudah di tentukan oleh setiap
individu kemudian disepakati bersama tidak berjalan dengan
semestinya.”

85
.Sejatinya untuk kegiatan rapat rutinan yang sudah ditentukan

bersama oleh setiap individu seharusnya dilakukan dengan semestinya,

kemudian hal tersebut dibenarkan dan dikemukan oleh Zainal Abidin

Putra selaku ketua umum dan Lutfi selaku ketua bidang IPM ( 16 tahun,

ruang sekretariat IPM) bahwasanya :

“ Untuk kegiatan rapat rutinan yang sudah dibentuk dan


disahkan secara bersama juga tidak dilakukan dengan baik,
kendalanya yakni permasalahan yang ada di setiap individu di
bawa kedalam di dalam organisasi kemudian mempengaruhi
individu lain untuk tidak berangkat dalam hal kegiatan rapat
rutinan”
Hasil wawancara dengan Narasumber yang penting itu di dalam

Organisasi Ikatan Pelajar Muhammadiyah ini diperkuat dengan hasil

observasi kegiatan Ikatan Pelajar Muhammadiyah pada rapatnya

ataupun kegiatan yang lainnya. Pada tanggal 20 September 2019 untuk

melakukan observasi di agenda rapat internal Ikatan Pelajar

Muhammadiyah ini ditemukan beberapa kendala yang sama dengan

hasil wawancara kepada Pembina Ikatan Pelajar Muhammadiyah dan

Ketua Umum serta Kepala Departemen Ikatan Pelajar Muhamamdiyah

Periode 2018/2019. Ketika melakukan peneliti melakukan Observasi

pada kegiatan Rapat Internal, hanya beberapa orang yang mengikuti

rapat internal ini hanya beberapa orang dari jumlah keselurhan jumlah

pengurus ikatan pelajar muhammadiyah ini. Kemudian di Observasi

kedua 16 Oktober 2019 tepatnya di dalam kegiatan rapat musyawarah

anggota itupun sama menemukan hal sama, dari banyaknya jumlah

pengurus anggota ikatan pelajar muhammadiyah ini yang

86
menyampaikan laporan pertanggungjawaban di depan forum

musyawarah anggota ini hanya beberapa orang saja, kalah dengan

forum yang begitu antusias mendengarkan dan berpatisapi di dalamnya.

Mencoloknya kekurangan ini ketika aktifnya forum dan pasifnya para

pengurus Ikatan Pelajar Muhammadiyahnya. Untuk ketiga kalinya

melakukan Observasi pada kegiatan Ikatan Pelajar Muhammadiyah

tepatnya di tanggal 22 Oktober 2019 sama menemukan beberapa

kekurangan yang seperti hasil wawancara.

Dari pengambilan data melalui wawancara, observasi dan study

kasus ditemukan bahwasanya terdapat persamaan hasil mengenai

Faktor Internal yang mempengaruhi gagalnya penerapan pendidikan

demokrasi di dalam organisasi. Hal tersebut ditemukan dalam bentuk

permasalahan mereka mempunyai masalah pribadi yang tidak mau

dikemukakan tetapi dipendam oleh dirinya sendiri yang beresiko

gagalnya sebuah proses di dalam organisasi dan proses untuk menjadi

manusia kemudian kekurangan setiap individu dalam hal keaktifan

dalam berorganisasi dan berproses di dalam Ikatan Pelajar

Muhammadiyah. Masih adanya sebuah egois masing-masing yang

diterapkan oleh setiap individunya.

b. Faktor Ekternal

Dalam kesempatan untuk kali ini, di dalam organisasi Ikatan

Pelajar Muhammadiyah SMP Muhammadiyah 1 Purwokerto inipun

mengalami sebuah hambatan dan menggangu jalanya roda

87
organisasi dalam bentuk kegiatan. Hambatan itu seperti contohnya tidak

mendapatkan ijin dari kepala sekolahnya untuk mengadakan kegiatan,

Jam Pelajaran yang cukup banyak sehingga tidak berjalanya kegiatan

seperti rapat, kegiatan program kerja yang bernotabenya ringan.

Hal inipun di pernyatakan oleh Bapak Ismail , S.Pd ( 32 tahun,

ruang sekretariat IPM) bahwasanya :

“ Hambatan-hambatan dalam proses berjalanya roda organisasi


Ikatan Pelajar Muhammadiyah ini tidak hanya di dalam
masalah Internal Seseorang ataupun Organisasinya melainkan
terdapatnya permaslaahan ekternal yang menghambat jalanya
sebuah roda organisasi tidak jalan dengan contohnya Jadwal
Pelajaran anak-anak pengurus yang tidak teratur sehingga
untuk agenda rapat rutinan jarang dilakukan oleh Pengurus,
kemudian dalam proses pengesahan proposal tidak
mendapatkan ijin dari kepala sekolah dan masih banyak lagi
untuk masalah ekternal ini dalam proses penghambatan roda
organisasi Ikatan Pelajar Muhammadiyah ini.

Pernyataan yang serupa terkait dengan permasalahan dan

penghambatan roda organisasi ikatan pelajar muhammadiyah SMP

Muhamamdiyah 1 Purworkerto dalam bentuk faktor internal dan faktor

ekternal disampaikan oleh Ketua IPM Periode 2018/2019 Zaenal Putra

pada tanggal 22 September 2019 di Ruang Sekretariat SMP

Muhammadiyah 1 Purwokerto, sebagai berikut :

“ Untuk kegiatan di dalam Ikatan Pelajar Muhamamdiyah tidak


seperti yang saya harapkan disini, banyak masalah-masalah
internal dalam diri setiap individunya dan adapula masalah
ekternal yang menghambat jalannya kegiatan ikatan pelajar
muhammadiyah, dari kamipun pernah memberikan solusi
terkait untuk menyelesaikan permasalahan yang bersifat
ekternalpun masih juga tidak berhasil untuk keberlangsungan
kegiatan di dalam Ikatan Pelajar Muhammadiyah ini”

88
Hasil wawancara dengan Pembina Ikatan Pelajar Muhamamdiyah

ranting SMP 1 Muhammadiyah dan Ketua Umum Ikatan Pelajar

Muhammadiyah Ranting SMP Muhammadiyah 1 ini diperkuat dengan

hasil observasi kegiatan Ikatan Pelajar Muhammadiyah pada hari

Jumat, 20 September 2019 Pukul 10.00, pada observasi tersebut

ditemukannya hasil yang sama dengan hasil wawancara kepada

pembina Ikatan Pelajar Muhammadiyah Ranting SMP Muhammadiyah

1 Purwokerto dan ketua umum periodesasi 2018/2019 Ikatan Pelajar

Muhammadiyah ranting SMP Muhammadiyah 1 Purwokerto

bahwasanya kepala sekolah tidak mudahnya memberikan perizinan

untuk melakukan suatu kegiatan IPM dan untuk Kegiatan Belajar

Menggajar di SMP Muhammadiyah 1 Purwokerto inipun juga

menghambat jalannya suatu roda organisasi IPM baik dalam kegiatan

Rapat Internal ataupun kegiatan yang lainnya.

4. Upaya Mengatasi Tantangan atau Kendala Penerapan Pendidikan

Demokrasi dalam Ikatan Pelajar Muhamamdiyah SMP

Muhammadiyah 1 Purwokerto

Berdasarkan hasil penelitian bahwa upaya untuk menyelesaikan

faktor permasalahan implementasi pendidikan di dalam organisasi

Ikatan Pelajar Muhamamdiyah SMP Muhammadiyah 1 Purwokerto

meliputi:

89
a. Kelurga

Keberhasilan suatu pendidikan tidak lepas dari Keluarga dalam

mengawasi anak-anaknya dan memberikan pemahaman menganai

kehidupan serta dalam penerapan pendidikan demokrasi yang ada di

dalam kelugaga.

Dalam hal ini Pembina Ikatan Pelajar Muhammadiyah Ranting

SMP Muhammadiyah 1 Purwokerto memberikan suatu pernyataan pada

tanggal 22 September 2019 di Ruang Sekretariat Ikatan Pelajar

Muhamamdiyah SMP Muhamamdiyah 1 Purwokerto, berikut

pernyataanya :

“ Dalam hal penerapan pendidikan demokrasi yang paling


utama diberikan di dalam lingkungan keluarga, lingkungan
itulah nantinya memberikan sedikit gambaran-gambaran
mengenai pendidikan demokrasi. Kemudian, baru diberikan
Implementasi pendidikan demokrasi di dalam organisasi ini.”

Adapun pernyataan yang serupa untuk dalam upaya menerapakan

pendidikan demokrasi di dalam organisasi Ikatan Pelajar

Muhamamdiyah Ranting SMP Muhamamdiyah 1 Purwokerto

disampaikan oleh ketua umum Ikatan Pelajar Muhammadiyah ranting

SMP Muhamamdiyah 1 Purwokerto periode 2018/2019 yang bernama

Zainul,pada tanggal 26 September 2019 di Ruang Sekretariat Ikatan

Pelajar Muhamamdiyah SMP Muhammadiyah 1 Purwokerto dia

berpendapat bahwasanya :

“ Saya sendiri masih gagal dalam menerapakan pendidikan


demokrasi di dalam organisasi, karena sebelum masuk
keranahnya organisasi keluarga tidak memberikan sedikit cara
dalam pendidikan demokrasi. Seharusnya keluarga lebih

90
menekankan lagi perannya untuk memberikan sedikit
gambaran terkait pendidikan demokrasi”

Berdasarkan hasil wawancara kepada kedua narasumber

bahwasanya untuk peran keluarga dalam penerapan pendidikan

demokrasi itu sangatlah penting, awal suatu keberhasilan pendidikan

demokrasi dilatih dari mulai keluarga kemudian di dapatkan dalam

pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Namun ketika peran

keluarga tidak ada dalam pendidikan demokrasi, terjadilah kekurangan

untuk penerapan pendidikan demokrasinya.

b. Lingkungan Sekolah

Dalam suatu organisasi yang ada di dalam sekolah yang bersifat

sentralisasi kepada kepala sekolah dalam hal memberikan suatu

kemudahan kepada organisasi seharusnya lebih di permudah lagi untuk

proses roda organisasi dan keberhasikan menerapkan pendidikan

demokrasi di dalam organisai peran kepala sekolah lebih di tingkatkan

lagi baik dalam hal perizinan untuk melaksanakan kegiatan,

memberikan ruang waktu yang cukup untuk bisa melaksanakan

kegiatan. Hal ini juga adanya suatu pernyataan yang timbul kepada

peran kepala sekolah , dalam hal ini pembina Ikatan Pelajar

Muhamamdiyah Ranting SMP Muhammadiyah 1 Purwokerto Bapak

Ismail S.Pd ini memberikan suatu pernyataan pada tanggal 22

September 2019 di Ruang Sekretariat Ikatan Pelajar Muhammadiyah

SMP Muhamamdiyah 1 Purwokerto , berikut :

91
“ Keterlibatan Kepala Sekolah dalam hal penerapan
pendidikan demokrasi sangatlah penting dikarenkan organisasi
ini masih dibawah naungan kepala sekolah. Ketika peran
kepala sekolah tidak ada sama sekali, maka untuk penerapan
pendidikan demokrasi ini akan tidak berjalan dengan
semestinya.”
Pernyataan yang sama juga disampaikan oleh ketua umum Ikatan

Pelajar Muhammadiyah ranting SMP Muhammadiyah 1 Purwokerto

periode 2018/2019 yang bernama Zaenal pada tanggal 26 September

2019 di Ruang Sekretariat Ikatan Pelajar Muhamamdiyah SMP

Muhamamdiyah 1 Purwokerto, berpendapat bahwa :

“ Kepala sekolah menjadi sumber penerapan pendidikan


demokrasi di dalam roda organisasi, ketika kepala sekolah
memberikan suatu perizinan dengan mudah maka untuk
penerapan pendidikan demokrasinya akan diterapkan secara
baik”
Kemudian tidak hanya dalam kepala sekolah saja untuk bisa

memberikan suatu perizinan dalam penerapan pendidikan demokrasi

yang ada di dalam organisasi ini, Ada hal selain itu yakni suatu peranan

peserta didik di dalamnya.

Peserta didik merupakan suatu faktor yang menghambat adanya

jalannya sebuah roda organisasi seperti halnya permasalahan setiap

individu yang dibawa kedalam organisasi, dimana perannya sangat vital

untuk memajukan jalannya organisasi tersebut. Dalam hal inipun harus

diterapkan dalam seluruh organisasi tidak hanya di Organisasi satu saja

melainkan beberapa organisasi yang lain.

92
Upaya yang harus dilakukan dalam setiap individu ataupun peserta

didik untuk memajukan roda organisasi ini berkembang dan aktif dalam

segala hal pun dikemukakan oleh pembina Ikatan Pelajar

Muhammadiyah SMP Muhamamdiyah 1 Purwokerto ini yang

dikemukakan oleh Bapak Ismail pada tanggal 22 September 2019

bertempat di Ruang Sekretariat Ikatan Pelajar Muhamamdiyah SMP

Muhamamdiyah 1 Purwokerto, bahwasanya;

“ Peran peserta didik tidak bisa lepas dalam hal untuk


memajukan ranahnya organisasi Ikatan Pelajar
Muhamamdiyah ini. Mereka yang mengisi organisasinya
bukan dari Guru atau Kepala Sekolah sendiri. Sehingga ketika
organisasi ini aktif dan berkembang maka setiap peserta didik
harus mengerti arti tanggung jawab dalam dirinya sendiri
bahwanya organisasi ini butuh mereka”

Sejalan dengan pernyataan Pembina Ikatan Pelajar Muhammadiyah

SMP Muhamamdiyah 1 Purwokerto ini mengenai peran Peserta Didik

dalam hal berjalannya sebuah roda organisasi. Hal ini di sampaikan

oleh Ketua Ikatan Pelajar Muhammadiyah SMP Muhamamdiyah 1

Purwokerto saudara Zainul Arifin Putra pada tangggal 26 September

2019 di Ruang Sekretariat Ikatan Pelajara Muhammadiyah 1

Purwokerto bahwasanya :

“ Setiap Individu harus memiliki namanya peran dan tanggung


jawab dalam segala hal, maka dari itu peran peserta didik ini
sangat penting ketika ingin memajukan suatu organisasi.
Upaya untuk menjadikan organisasi ini yakni dengan
menyadarkan kesadaran setiap individu dalam hal bentuk
tanggungjawab dan adapula dengan cara pelatihan
kepimpinan”.

93
Setelah melakukan beberapan wawancara dengan Pembina Ikatan

Pelajar Muhamamdiyah SMP Muhamamdiyah 1 Purwokerto dan Ketua

Ikatan Pelajar Muhammadiyah SMP Muhammadiyah 1 Purwokerto

ditemukan adanya upaya untuk menerapakan jalannya penerapan

demokrasi di dalam Ikatan Pelajar Muhamamdiyah SMP

Muhammadiyah 1 Purwokerto.

Terkait dengan upaya untuk bisa menerapakan pendidikan

demokrasi didalam Ikatan Pelajar Muhamamdiyah SMP

Muhammadiyah peneliti melakukan observasi kembali setelah

melakukan wawancara dengan Pembina Ikatan Pelajar Muhammadiyah

yang dilakukan pada tanggal 22 September 2019 pukul 10.00. Di dalam

observasi ini bahwasanya ditemukan beberapa hal yang sama dengan

pernyataan-pernyataan para narasumber dalam hal upaya penerapan

pendidikan demokrasi di dalam Ikatan Pelajar Muhammadiyah SMP

Muhammadiyah ini dan dapat disimpulkan sementara untuk upaya

mengatasi tantangan dalam penerapan pendidikan demokrasi, upaya ini

melalui peran lingkungan sekolah dimana lingkungan sekolah sangat

berperan penting baik dari kepala sekolah untuk memberikan ijin

berkegiatan, kemudian peserta didiknya dapat menerapkan apa yang

sudah diberikan di dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

mengenai penerapan pendidikan demokrasi sehingga nantinya untuk

penerapan pendidikan demokrasi dalam IPM akan berjalan dengan baik

dan benar.

94
c. Lingkungan Masyarakat di sekitar sekolah

Berdasarkan hasil observari yang telah dilakukan, ditemukannya

bahwasanya untuk lingkungan masyarakat disekitar instansi pendidikan

tersebut sangat mendukung adanya kegiatan dari Ikatan Pelajar

Muhammadiyah Purwokerto dalam hal apapun itu, namun ada beberapa

masyarakat yang tidak mendukung kegiatan IPM di dalam lingkungan

masyarakat dikarenakan adanya status sosial masyarakat yang begitu

tinggi dan serta ke egoisan di dalam masyarakat tersebut.

Hal ini juga sama dengan hasil wawancara dengan informan

dengan Bapak Ismail, S.Pd selaku pembina IPM ( 32 tahun, ruang

sekretariat IPM), menyatakan bahwa :

“ Pendukung penerapan pendidikan demokrasi yang ada di


dalam IPM ini juga dipengaruhi oleh lingkungan sekitar
sekolah, ketika lingkungan sekitar sekolah merasa terganggu
adanya kegiatan yang dilakukan oleh IPM untuk keberhasilan
penerapan pendidikan demokrasinya akan terganggu, maka
dari itu dari pihak sekolah sangat berharap kepada lingkungan
di sekitar bahwasanya ketika adanya kegiatan sekolah berupa
IPM untuk didukung dengan baik”.

Kegiatan IPM berupa kegiatan Musyawarah ranting untuk

melakukan laporan pertanggungjawaban biasanya dilakukan ketika

liburan atau ditanggal merah, kemudian untuk kegiatan yang lainnya

dilakukan sepulang sekolah atau pada akhir pekan. Kegiatan seperti

Musyran ( Musyawarah Ranting) menggunakan pengeras suara

bertujuan untuk menggeraskan suara individu dalam hal pelaporan

kegiatan IPM.

95
Dalam hasil wawancara dengan Zaenal Arifin selaku ketua umum

periode 2018/2019 (16 tahun, di ruang sekretariat IPM) menyatakan

bahwa :

“ Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh IPM biasanya


menggunakan pengeras suara, dalam hal ini sebelum
melakukan kegiatan pastinya melakukan perijinan terlebih
dahulu dengan Kepala sekolah kemudian dengan Pihak yang
ada di luar lingkungan sekolah. Ketika ijin diberikan kegiatan
itu berjalan namun ketika tidak diberikan ijin maka kegiatan
tersebut akan ditunda”.

Terdapat juga pernyataan yang sama dari hasil wawancara dengan

narasumber yakni Lutfia selaku Kepala Departemen IPM ( 16 tahun, di

ruang sekretariat IPM) menyatakan bahwasanya :

“ Lingkungan luar sekolah untuk memberikan izin berkegiatan


dengan menggunakan suara pengeras biasanya tidak disetujui,
ada yang merasa bahwasanya untuk pengeras suara akan
menggangu aktivitas di rumah dalam hal bentuk apapun itu,
ada pula yang memberikan ijin dengan menggunakan syarat
seperti halnya untuk pengeras suaranya volume jangan terlalu
keras sewarjanya saja. Dari hal tersebut dari IPM sendiri
berharap kepada lingkungan masyarakat yang ada di sekitar
sekolah untuk mendukung semua kegiatan yang ada di dalam
sekolahan ini tanpa adanya pengecualian”.

Dari hasil observasi, wawancara dengan narasumber bahwasanya

dapat disimpulkan sementara mengenai upaya penerapan pendidikan

demokrasi melalui lingkungan masyarakat yang mudah memberikan

akses perizinan, walaupun didalam masyarakat terdapatnya perbedaan

satu sama lain tetapi untuk hal yang dapat memberikan dampak positif

kepada peserta didik di sekolah di dukung dengan sepenuhnya tanpa

adanya rasa memberatkan kegiatan IPM di dalam sekolah dikarenakan

menggangu aktivitas masyarakat.

96
C. Pembahasan

Proses penelitian menghasilkan temuan-temuan setelah melakukan

beberapa hal seperti wawancara, observasi dan studi dokumentasi.

Selanjutnya hasil tersebut akan dianalisis dan dikomparasikan dengan

teori-teori yang peneliti gunakan dalam hal penelitiian ini. Pembahasan

hasil penelitian disusun dengan sistematis seusai dengan rumusan

masalah yang dikaji. Dari analisis komparasi hasil penelitian dengan

teori tersebut akan ditarik sebuah substansi dari penelitian yang

dilakukan oleh peneliti. Berikut ini pembahasan hasil penelitian :

1. Penrapan Pendidikan Demokrasi di Ikatan Pelajar

Muhammadiyah SMP Muhammadiyah 1 Purwokerto tidak hanya

melalui PEMILU .

Demokrasi pendidikan hanya dapat diwujudkan dalam tatanan

kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang demokratis.

Suatu tatanan masyarakat yang telah memiliki sistem yang mengatur

segala kegiatan dengan baik. Pendidikan Demokrasi dalam pengertian

luas patut selalu dianalisis sehingga memberikan manfaat dalam praktik

kehehidupan dan pendidikan yang tiga hal di antaranya : 1). Rasa

Hormat terhadap harkat sesama manusia. 2). Setiap Manusia memiliki

perubahan kearah pemikiran yang sehat. 3) Rela berbakti untuk

kepentingan dan kesejahteraan bersama.

Dalam setiap pelaksaannya, pendidikan demokrasi akan selalu

berkaitan dengan masalah-masalah kewajiban dan hak manusia dalam

97
suatu organisasi diantaranya adalah: 1) Hak asasi setiap warga negara

untuk memperole pendidikan demokrasi. 2) Kesempatan yang sama

bagi warga negara untuk memperoleh pendidikan. 3). Hak dan

kesempatan atas dasar kemampuan mereka.

Dari beberapa prinsip diatas dapat dipahami bahwa ide-ide dan

nilai pendidikan demokrasi itu sangat dipengaruhi oleh alam, pikiran,

sifat dan jenis masyarakat dimana mereka berada. Karena dalam

kenyataan pengembangan pendidikan demokrasi itu akan dipengaruhi

oleh latar belakang kehidupuan dan penghidupan masyarakat.

Sedangkan demokrasi dalam proses pendidikan dapat di arahkan

kepada pembawaan kultur dan norma keadaaban. Dalam proses

pembelajaran pendidikan yang demokratis fungsi pendidik adalah

sebagai fasilitator, dinamisator, mediator, dan motivator. Paulo Preire

menyatakan bahwa untuk mencapai pendidikan demokrasi perlu

diciptakan kebebasan interaksi antara pendidik dan peserta didiknya

dalam proses belajar di kelas. ( Tiara Wacana; 154;2006). Jadi

Pendidkan Demokrasi akan mendorong tumbuhnya iklim egaliteran (

Kesetaraan atau kesamaan derajat dalam kebersamaan) antara pendidik

dan peserta didik.

Penerapan pendidikan demokrasi dalam organisasi Ikatan Pelajar

Muhammadiyah yang sudah tercemin dalam suatu keadaan dan praktik

demokrasi dalam kehidupan beroganisasi, individu yang ada didalam

lingkungan sekolah tersebut. Praktik demokrasi yang diikuti oleh

98
seluruh komponen elemen yang ada di dalam sekolah tersebut dalam

berbagai aspek antara lain yaitu aspek politik dan sosial. Sebagai hasil

temuan dan melakukan penelitian lebih lanjut lagi mengenai penerapan

pendidikan demokrasi di dalam Ikatan Pelajar Muhammadiyah SMP

Muhamamdiyah 1 Purwokerto tidak hanya melalui Pemilihan Umum (

PEMILU) untuk menentukan ketua selanjutnya dalam kepengurusan

organisasi ini, dalam hal ini ada penerapan lain dalam hal pendidikan

demokrasinya yakni dengan menggunakan musyawarah mufakat.

Dalam hal penemuan baru ini mengenai pendidikan demokrasi ini

didapatkan dari informasi pembina Ikatan Pelajar Muhamamdiyah SMP

Muhammadiyah 1 Purwokerto yakni Bapak Ismail pada tanggal 18

September 2019 di ruang Sekretaris Ikatan Pelajar Muhammadiyah

Purwokerto mengungkapkan bahwa :

“Musyawarah merupakan pembahasan bersama, untuk


menyatukan pendapat dalam mengambil keputusan atau dalam
menyelesaian suatu masalah, musyawarah dapat dilakukan di
lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat dan negara” .

Musyawarah untuk mufakat pada dasarnya salah satu ciri khas dari

bangsa Indonesia yang terkandung dalam Pancasila sila ke-4. Tujuan

tersendiri adanya musyawarah untuk mufakat ialah membentuk rakyat

yang harmonis, erat akan kekelurgaan, dan semangat kebersamaan. Hal

ini masih diterapkan di dalam Ikatan Pelajar Muhammadiyah SMP

Muhamamdiyah 1 Purwokerto yang akhirnyapun menerapkan juga

dalam pendidikan demokrasi, semisal musyawarah dalam

menyelesaikan masalah dapat dikatakan memudarnya ciri khas dari

99
bangsa Indonesia. Kesesuaian akan hukum tersebut tidak lagi

digunakan dan bukan menjadi budaya oleh kelompok tertentu saat ini.

Pelaksanaan musyawarah untuk mufakat dalam rapat Ikatan Pelajar

Muhammadiyah SMP Muhammadiyah 1 Purwokerto sangat penting

dilakukan guna merumuskan program kerja atau agenda-agenda

kegiatan. Musyawarah diharapkan agar anggota IPM dapat mengambil

manfaatnya bagi pengurus untuk menerapkan nilai-nilai demokratis

seperti saling menghargai pendapat orang lain, berani untuk

menyampaikan pendapat, taat terhadap hasil keputusan bersama dan

lain sebagainya. Namun dalam realiatas yang terjadi di lingkungan

pengurus IPM, apabila di ajak untuk bermusyawarah masih banyak

yang tidak memperhatikan, mengutamakan kepentingan pribading,

adapula pengurus yang memaksakan kehendaknya pada orang lain,

kurang semangat kekelurgaan, kurangnya itikad baik dan rasa

tanggungjawab akan tugasnya lain pada saat diskusi tugas kelompok,

rapat anggota, menentukan program kerja dan sebagainya.

Pelaksanaan musyawarah untuk mufakat dalam rapat pengurus

Ikatan Pelajar Muhammadiyah merupakan keharusan dan diutamakan

pada topik pembahasan rapat. Pelaksaan musyawarah ini tidak hanya

dilakukan untuk pengurusan Ikatan Pelajar Muhammadiyah, di ruang

lingkup pemerintah pusat juga berkewajiban untuk melaksanakan

musyawarah sehingga ditiru oleh semua organisasi. Dasar negara

Indonesia yakni Pancasila yang mengutamakan musyawarah dalam

100
pengambilan keputusan. Berdasarkan hal tersebut ada beberapa ciri-ciri

dalam melakukan musyawarah untuk mufakat dalam rapat pengurus

Ikatan Pelajar Muhamamdiyah, sebagai berikut :

a. Anggota sebagian besar memperhatikan pengarahan dan menunggu

usulan selesai disampaikan pihak lain, kemudian baru menyampaikan

pendapatnya dalam rapat.

b. Anggota rapat sebagai besar membuka pembicaraan dengan salam

dan menutup dengan ucapan terima kasih serta menggunakan Bahasa

Indonesia bercampur dengan bahasa daerah dalam musyawarah untuk

mufakat

c. Anggota rapat akan menunda musyawarah apabila belom mencapai

kata sepakat dan berusaha untuk tersenyum apabila saran atau

gagasanya tidak diterima oleh peserta rapat

d. Anggota yang ingin berbicara, sebagai besar mengangkat tangan

terlebih dahulu dan diberik kesempatan untuk berpendapat

e. Anggota sebagaian besar mendengarkan dengan seksama setiap

penjelasan dan tidak berbuat kegaduhan ketika ada pihak yang

mengemukakan pendapat saat musyawarah.

f. Anggota sebagaian besar akan menghindarai perdebatan yang

terlalu panas dan berjabat tangan setelah acara musyawarah dalam rapat

selesai.

Pelaksanaan musyawarah untuk mufakat yang dalam konsepannya

menerapkan pendidikan demokrasi di dalam IPM ini tidak berjalan

101
dengan semestinya, melihat hasil penelitian yang sudah dilakukan

bahwasanya ada suatu kendala dalam pelaksanaan musyawarah untuk

mufakat saat rapat IPM di SMP Muhammadiyah 1 Purwokerto ini.

a. Anggota rapat Ikatan Pelajar Muhamamdiyah sebagai kecil masih

mempunyai ego sentral yang tinggi dalam musyawarah untuk mufakat.

b. Anggota rapat Ikatan Pelajar Muhamamdiyah sebagain kecil

terkadang kurang intensif dalam berkomunikasi saat musywarah untuk

mufakat karena terkendala beberapa masalah.

c. Ketua Ikatan Pelajar Muhammadiyah SMP Muhammadiyah 1

Purwokerto terkadang memihak kepada salah satu dari anggota rapat

saat musyawarah mufakat.

d. Anggota rapat Ikatan Pelajar Muhamamdiyah kecil membawa

konflik pribadi pada saat musyawarah untuk mufakat.

e. Anggota Ikatan Pelajar Muhammadiyah sebagian kecil terkendala

pengalaman untuk berbicara di depan orang banyak.

f. Anggota Ikatan Pelajar Muhamamdiyah sebagain besar bukan dari

lingkungan keluarga yang pernah terjun di dalam organisasi.

g. Anggota Ikatan Pelajar Muhammadiyah datang tidak tepat waktu

dalam menghadiri rapat sehingga untuk musyawarah untuk mufakat

tidak berjalan dengan semestinya

h. Anggota rapat Ikatan Pelajar Muhamamdiyah ada yang keluar

meninggalkan ruangan tanpa ijin ketika jalannya musyawarah untuk

mufakat.

102
i. Anggota rapat Ikatan Pelajar Muhamamdiyah sebagian masih

terlihat lebih banyak bercanda atau bermain telepon genggam saat

musyawarah mufakat.

j. Posisi duduk beberapa anggota saat rapat yang terlalu jauh

sehingga terkesan tidak mendengarkan jalannya musyawarah mufakat.

k. Moderator atau pimpinan yang memimpin jalanya musyawarah

untuk mufakat ini kurang kreatif dalam mencairkan suasana anggota

Ikatan Pelajar Muhamamdiyah untuk aktif di dalam rapat pengurus.

Hasil temuan tersebut selaras dengan pandangan David Held

(2004;237) bahwa demokrasi akan sepenuhnya berharga sesuai dengan

sebutannya hanya jika para warganegara mempunyai kekuasaan yang

nyata untuk aktif sebagai warga negara, artinya bawah jika warganegara

bisa menikmati sekumpulan hak-hak yang memungkinkan mereka

untuk menuntut partisipasi demokratis dan memberlakukannya sebagai

Hak. Maka bukanlah hal yang baru atau asing bagi setiap organisasi-

organisasi yang ada di lingkungan sekolah ini untuk menerapakan suatu

pendidikan demokrasi yang memiliki kesetaraan hak-hak yang sama

dan tidak menjalankan praktik demokrasi hanya sebatas bidang politik.

Tidak hanya dalam bidang politik organisasi Ikatan Pelajar

Muhammadiyah sudah menjalan demokrasi dalam aspek sosial melalui

kegiatan-kegiatan yang berdasarkan pada konsep gotong-royong di

dalam organisasi tersebut. Gotong-royong merupakan suatu nilai

tertinggi dalam kehidupan setiap individu dan organisasi, jadi tidak

103
heran jika organisasi Ikatan Pelajar Muhammadiyah ranting SMP

Muhammadiyah 1 Purwokerto masih sangat kental dalam praktik sosial

yang berlandaskan konsep gotong-royong dengan tujuan menjalin

hubungan kekerabatan, gotong-royong di dalam organisasi Ikatan

Pelajar Muhamamdiyah tentunya sangat beragam dalam aspek

pembangunan organisasinya, peduli lingkungan sekolah, peduli antar

sesama individu maupun kegiatan bakti sosial baik dilakukan di sekolah

ataupun di luar lingkungan sekolah. Suatu bentuk kehidupan sosial

menurut John Dewey (2004:106) mengungkapkan bahwa :

“ A society which makes provision for participation in its good


off all its member on equal terms and which secures flexible
readjustmen of institutions throug interaction of the different
forms of associated life is in so far demokratic.”

Dari kutipan diatas dapat dikatakan bahwa masyarakat sekolah dan

elemen organisasi Ikatan Pelajar Muhammadiyah yang ikut

berpatisipasi dalam kebaikan semua anggtonya dan yang mengamankan

secara mengamankan secara fleksibel terhadap penyesuain dengan

setiap individunya melalui interaksi dari berbagai bentuk sejauh ini

termasuk ke dalam organisasi atau masyarakat sekolah yang

demokratis. Dari pernyataan John Dewey dapat diartikan bahwa

organisasi Ikatan Pelajar Muhammadiyah sudah termasuk kedalam

organisasi yang demokratis dimana seluruh anggota yang ada di dalam

organisasi tersebut telah aktif dalam sebuah kegiatan demokrasi yang

dilaksanakan di dalam organisasi Ikatan Pelajar Muhammadiyah ranting

SMP Muhammadiyah 1 Purwokerto.

104
Berdasarkan hasil penjelasan diatas dapat diambil simpulan

sementara bahwa praktik penerapan pendidikan demokrasi yang ada di

dalam organisasi Ikatan Pelajar Muhamamdiyah ranting SMP

Muhammadiyah 1 Purwokerto tidak hanya dilaksanakan dalam aspek

politik yaitu Penyelenggaraan Pemilihan Umum, Musywarah Mufakat

yang dilakukan secara rutin akan tetapi juga telah dilaksanakan praktik

penerapan pendidikan demokrasi dalam aspek sosial, hal ini ditunjukan

dengan adanya kegiatan-kegiatan sosial di dalam organisasi tersebut

seperti halnya kegiatan kerja sama yang berlandaskan pada nilai

gotong-royong di dalam masyarakat, kegiatan bakti sosial oleh

organisasi untuk masyarakat, kerjasama dengan sesama Ikatan Pelajar

Muhammadiyah se ranting Purwokerto.

3. Pemahaman Individu yang ada di Organisasi Ikatan Pelajar

Muhammadiyah terhadap Penerapan Pendidikan Demokrasi Masih

Sederhana.

Pengetahuan dan pemahaman mengenai demokrasi dalam

organisasi Ikatan Pelajar Muhamamdiyah ini terbilang masih cukup

sederhana dalam memahami konsep pendidikan demokrasi, setiap

individu yang ada didalam organisasi ini memhamai bahwa demokrasi

yaitu pemerintah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat belum

mengimplementasikan yang lebih kompleks tentang demokrasi. Maka

dengan itu, Bung Hatta ( 1953;39) menggambarkan bahwa demokrasi

telah berakar dalam pergaulan hidup kita, Bangsa Indonesia sudah sejak

105
dahulu telah mempraktekan ide tentang demokrasi meskipun masih

sederhana dan bukan dalam tingkat kenegaraan. Oleh karena itu, tidak

menjadi sebuah hal asing apabila setiap individu yang ada didalam

organisasi Ikatan Pelajar Muhammadiyah ranting SMP Muhamamdiyah

1 Purwokerto dalam praktik penerapan pendidikan demokrasi masih

menggunakan pemahaman dan pengetahuan yang masih sederhana.

Sebagaimana hasil temuan penelitian bahwa pengetahuan dan

pemahaman demokrasi setiap individu di lingkungan masyarakat

sekolah ini masih cukup sederhana, untuk itu dapat dilihat dari prosesei

pemiliham umum dimana masyarakat yang ada di dalam sekolah ini

memilih calon pemimpin bukanlah melihat dari figur pemimpinya akan

tetapi mayoritas masyarakat sekolah ini lebih condong terhadap

seseorang yang lebih tua daripada lainnya. Suatu keadaan seperti ini

sangat berbahaya bagi calom pemimpin terpilih nantinya, dimana calon

pemimpin yang terpilih belum tentu merupakan calon pemimpin yang

memahami benar tentang demokrasi yang sesungguhnya dan belum

tentu tentang organisasi Ikatan Pelajar Muhammadiyah Purwokerto

kalau hanya dilihat dari segi lebih tua di dalam sekolah ini. Calon

pemimpin terpilih ini nantinya hanya menjalankan demokrasi

prosedural dengan konsep demokrasi yang masih terpengaruh oleh

paham feodalisme. Feodalisme sendiri menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia merupakan sistem sosial yang mengagung-agungkan jabatan

atau pangkat dan bukan mengangung-agungkan prestasi kerja. Bung

106
Hatta ( 2018;47) mempunyai pandangan bahwa berdasarkan analisis

sosial demokrasi Indonesia masih kuat bertahan dibawah feodalisme,

feodalisme inilah yang nantinya akan mencelakakan rakyat.

Dengan terpilihnya calon pemimpin yang tidak memiliki

pengetahuan dan pemahaman demokrasi yang utuh dengan masih

mempunyai konsep demokrasi feodalisme dan hanya menjalankan

sebuah demokrasi prosedural tentu mempunyai dampak dalam jangka

panjang di dalam organisasi ini, dimana produk dari demokrasi yang

ada di dalam organisasi ini seperti halnya membuat suatu kebijakan-

kebijakan yang akan diterapkan untuk seluruh penggurus Ikatan Pelajar

Muhammadiyah dan seluruh elemen peserta didik yang ada di dalam

sekolah tersebut. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Chusmeru

(2012;6) menggambarkan mesekipn secara umum masyarakat tidak

terlalu puas dengan produk demokrasi akan tetapi mereka tetap

memberikan aspirasi yang tinggi pada ritual demokrasi, ini nampak

pada komitmen seluruh elemen yang ada di dalam sekolah untuk

berpatipasi dalam pemilu, 93,6% menyatakan tetap menggunakan hak

pilihannya dalam PEMILU dan hanya 0,85 yang golput dalam

pemilihan calon pemimpin terpilih Organisasi Ikatan Pelajar

Muhammadiyah ranting SMP Muhammadiyah 1 Purwokerto.

Akan tetapi, pengetahuan dan pemahaman demokrasi di dalam

setiap individu yang ada di lingkungan sekolah dan organisasi Ikatan

Pelajar Muhammadiyah masih cukup sederhana itu hanya berimbas

107
pada sebuah praktuk demokrasi dalam aspek politik akan tetapi tidak

mempengaruhi dalam praktik demokrasi dalam aspek sosial, karena

praktik demokrasi dalam aspek sosial yang ada dalam organisasi ini

masih menggutamakan nilai-nilai gotong-royong yang merupakan suatu

nilai tertinggi dalam kehidupan.

Dari penjelasan diatas dapat diamil simpulan sementara bahwa

meskipun pengetahuan dan pemahaman demokrasi dalam tatanan

organisasi Ikatan Pelajar Muhammadiyah dan tatanan masyarakat yang

ada di lingkungan sekolah masih cukup sederhana akan tetapi telah

menunjukan pola hidup berdemokrasi yang bersumber pada kebiasaan

yang sudah terbentuk.

4. Peranan pendidikan Formal dan Non-Formal yang Berperan

Membangun setiap Individu dalam Praktik Penerapan Pendidikan

Demokrasi di dalam Organisasi Ikatan Pelajar Muhammadiyah.

Kehidupan lingkungan yang ada di dalam organisasi Ikatan Pelajar

Muhammadiyah yang ada di dalam lingkungan sekolah tersebut harus

didukung oleh sifat dan jiwa setiap individu yang demokratis pula,

selaras dengan hal itu Zamroni (2011;19) menyebutkan karakteristik

warga negara atau setiap individu yang memiliki watak dan jiwa

demokratis antara lain:

a. Memiliki kemampuan memahami perbedaan, masing-masing

individu berhak menjadi dirinya, dan pengakuan atas kesetaraan

yang tidak ada seseorang yang lebih superior atas yang lain.

108
b. Memiliki keinginan dan berkomunikasi tentang berbagai perbedaan

c. Memiliki kesadaaran hukum, memiliki tanggung jawab sebagai

warga negara dan analitis untuk menyampaikan gagasan dan

menanggapi gagasan pihak lain secara rasional dan santun

d. Memiliki kemampuan memecahkan konflik secara damai dan senang

berkomunikasi serta mengambil keputusan secara demokratis

Untuk membentuk watak dan jiwa yang demokratis tentunya harus

di dukung oleh peran pendidikan demokrasi yang ada didalam sekolah

dan organisasi Ikatan Pelajar Muhammadiyah ranting SMP

Muhamamdiyah 1 Purwokerto ini. Pendidikan demokrasi merupakan

salah satu upaya pendidikan yang bertujuan untuk memberikan suatu

nilai demokari sehingga nantinya seluruh elemen yang ada di dalam

lingkungan Ikatan Pelajar Muhammadiyah dan sekolah ini dapat

memahami, menghayati dan mengamalkan nilai-nilai demokrasi

didalam kehidupan berorganisasi, bermasyarakat , berbangsa dan

bernegara. Hal ini sejalan dengan pendapat Winataputra dan

Budimansyah (2007;210) mengungkapkan bahwasanya

“pendidikan demokrasi adalah upaya sistematis yang dilakukan


negara dan masyarakat untuk memfasilitasi individu warga
negara agar memahami, menghayati, mengamalkan dan
mengembangkan konsep, prinsip dan nilai demokrasi sesuai
dengan status dan perananya dalam masyarakat.”

Pelaksaan pendidikan demokrasi tentunya dapat dilaksana oleh

pendidikan informal, formal, dan non formal. Sebagaimana pada

temuan penelitian bahwa secara teoritis pendidikan merupakan salah

109
satu upaya yang peling mendidik, pendidikan informal merupakan

pendidikan awal yang diberikan sejak dini melalu pemahaman hak dan

kewajiban sebagai warga negara untuk membentuk sifat dan jiwa

demokratis di dalam individu sehingga nantinya dapat mewujudkan

individu yang demokratis. Pemahaman orang tua terhadap pentingnya

pendidikan bagi anak merupakan salah satu faktor penting dalam

keberhasilan, tidak ada masalah besar jika orang tua memahami

pentingna pendidikan dan mendukung kegiatan pendidikan bagi anak.

Mengingat pentingnya keterlibatan keluarga Davies ( Danim, 2010:182-

183) memberikan tiga tema penting dalam keterlibatan keluarga yaitu :

a. Membantu memastikan bahwa semua anak memiliki sarana yang

mereka butuhkan untuk sukses

b. Mendorong perkembangan anak secara keseluruhan, termasuk

dimensi sosial, fisik, akademik, serta pertumbuhan dan

perkembangan emosional.

c. Mendorong tentang tanggungjawab bersama untuk anak.

Pendidikan di dalam keluarga tentunya juga harus di dukung oleh

peran pendidikan secara formal yaitu sekolah itu sendiri yang bertujuan

untuk memberikan kesempatan pada siswa untuk memhami,

mengamalkan nilai-nilai demokrasi di dalam kehidupan organisasi. Hal

itu selaras dengan pendapat Zamroni (2011:27) :

110
“ Pendidikan demokrasi dapat dilihat sebagai suatu proses
memberikan kesempatan pada siswa guna mempraktekan
kehidupan yang demokratis baik di kelas, sekolah, masyarakat,
dengan tujuan agar para siswa memahami bagaimana proses
politik suatu Negara berlangsing sehinngga mampu
berpatisipasi serta aktif dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara”

Pendidikan demokrasi di lingkungan sekolah dapat dilaksanakan

melalui mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaran baik mulai dari

sekolah dasar hingga sekolah menengah pertama. Penerapan pendidikan

demokrasi tersebut di istilahkan oleh Winataputra ( Wantoro

2008;2016) pembelajaran kewarganegaraan sebagai laboratarium

demokrasi dimana semangat kewarganegaraan yang memancar dari

cita-cita dan nilai demokrasi diterapkan secara aktif. Dengan

pembelajaran PKn tersebut dapat diberikan pendidikan demokrasi

secara formal.

Pendidikan demokrasi tentunya bukan hanya tanggung jawab dari

pihak pendidikan informal dan formal saja, peranan organisasi Ikatan

Pelajar Muhammadiyah di ranahnya Cabang yang sengaja dibentuk

sebagai jalur pendidikan nonformal yang bertujuan untuk memberikan

pendidikan demokrasi. Cabang sebagai salah satu pihak yang

bertanggungjawab memberikan peran yang efektif dalam memberikan

sosialisasi untuk membentuk sifat dan karakter setiap individu yang ada

di dalam IPM menjadi demokratis.

Pendidikan demokrasi yang dilaksanakan oleh cabang IPM dapat

tersalurkan salah satunya yaitu dengan diadakanya sosialiasi pendidikan

111
demokrasi dilakukan secara rutin dilakukan oleh cabang setiap

bulannya untuk memberikan pemahaman demokrasi sehingga dapat

terwujudnya individu yang ada di IPM menjadi demokratis. Cabang

merupakan tulang punggung ranting IPM di ranahnya Kabupaten dan

memiliki posisi yang sangat strategis, dimana dapat melakukan

pendidikan demokrasi kepada setiap individu yang ada di ranting.

Pendidikan demokrasi yang dimaksud adalah proses pembelajaran dan

pemahaman tentang hak, kewajiban, dan bertanggung jawab setiap

individu baik dalam organisasi maupun dalam kehidupan berbangsa dan

bernegara.

Selain itu, pihak sekolah dapat memberikan suatu pendidikan

demokrasi melalui KPU yang sebagai mana badan penyelenggara

pemilihan langsung. KPU juga dapat memberikan pendidikan

demokrasi dalam mewujudkan setiap individu yang ada di dalam IPM

dengan cara memberikan tata cara atau sosialisasi pemilihan umum

secara langsung. Hal inipun tidak juga pihak sekolah mendatangkan

dari KPU, dari IPMnya sendiri bisa mendatangi Rumah Pintar

Demokrasi di dalam KPU Kabupaten Banyumas. Rumah Pintar

Demokrasi KPU ini merupakan sarana yang dibuat dengan tujuan untuk

memberikan pemahaman demokrasi baik kepada masyarakat yang

sudah mempunyai hak pilih maupun masyarakat yang belum

mempunyai hak pilih sehingga nantinya mempunyai pengetahuan dan

pemahaman demokrasi secara utuh dan dapat menerapakan dalam

112
praktik kehidupan berorganisasi yang secara demokratis dan setiap

individu anggota IPM dapat menerapkannya dalam lingkungan

masyarakat, bangsa dan negara.

Pendidikan yang diberikan oleh KPU ini juga harus disertai sikap

para pemimpin sekolah maupun pembinan IPM sendiri yang harus

menunjukan adanya sikap dan jiwa yang demokratis sehingga nanti

dapat dijadikan sebagai teladan di dalam setiap individu untuk

mewujudkan organisasi yang selaras dengan pendidikan demokrasi.

Dari penjelasan diatas dapat diambil simpulan sementara bahwa

Pendidikan demokrasi di IPM yang bersumber dari pendidikan formal,

pendidikan, informal dan pendidikan non-formal sehingga pendidikan

demokrasi pada setiap individu yang ada di dalam IPM dapat dipahami

secara utuh dan komperhensif.

113

Anda mungkin juga menyukai