Anda di halaman 1dari 17

BAB 1

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit akut yang disebabkan
oleh Virus dengue dan ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk (Aedes
aegypti atau Aedes albopictus) yang terinfeksi, yang ditandai dengan demam
tinggi selama 2-7 hari tanpa penyebab yang jelas disertai dengan lemah/lesu,
gelisah, nyeri ulu hati disertai tanda perdarahan di kulit berupa bintik merah,
lebam (echymosis) atau ruam (purpura). kadang-kadang disertai dengan mimisan,
berak darah, muntah darah, kesadaran menurun atau syok.1,2
DBD adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan
manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai dengan
leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia, dan diatesis hemoragik. Pada
DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. DBD yang
ditandai dengan syok dikenal sebagai dengue shock syndrome (DSS).3

1.2 Epidemiologi
Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah
tanah air. Daerah yang terjangkit demam berdarah pada umumnya adalah kota
atau wilayah yang padat penduduk karena susunan rumah yang saling berdekatan,
sehingga lebih memungkinkan penularan penyakit demam berdarah mengingat
jarak terbang Aedes aegypti 100 m. Peningkatan jumlah kasus setiap tahun
terutama berkaitan dengan sanitasi lingkungan dengan tersedianya tempat
perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jernih (bak mandi,
kaleng bekas, dan tempat penampungan air lainnya). Faktor pendukung lain yaitu
perbaikan sarana transportasi penduduk, pemukiman baru, dan terdapat vektor
nyamuk hampir diseluruh pelosok tanah air serta tipe virus dengue yang
bersikulasi sepanjang tahun.1,3
Pada tahun 2011 tercatat terjadi 65.432 kasus dengan 595 kematian di
Indonesia dengan angka Case Fatality Rate (CFR) DBD sebesar 0,91% dan IR

1
27,56/100.000 penduduk dengan daerah terjangkit mencapai lebih dari 78%
kabupaten/kota. Tiga provinsi dengan kasus DBD tertinggi adalah Daerah Khusus
Ibu Kota Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Tengah.4

1.3 Etiologi
DBD disebabkan oleh virus dengue dari genus Flavivirus, famili
Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30nm terdiri dari asam
ribonukleat rantai tunggal. Terdapat 4 serotipe virus yaitu : DEN-1, DEN-2, DEN-
3, dan DEN-4. Di Indonesia pengamatan virus dengue yang di lakukan sejak
tahun 1975 di beberapa rumah sakit menunjukkan ke empat serotipe di temukan
dan bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang
dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi klinik yang
berat.3,4
Infeksi oleh salah satu jenis virus akan menghasilkan imunitas atau
kekebalan yang bersifat seumur hidup terhadap jenis virus dengue yang sama,
namun tidak memiliki perlindungan silang (cross protection) yang bersifat jangka
panjang untuk melawan ketiga jenis virus dengue lainnya. Perlindungan silang
bersifat sementara yaitu hanya bertahan selama ≤2 bulan. Infeksi oleh jenis serotip
lainnya akan meningkatkan risiko berkembangnya dengue yang lebih berat.5

1.4 Patogenesis
Patogenesis terjadinya DBD muncul dalam berbagai teori. Mekanisme
imunopatologis merupakan mekanisme dengan bukti terkuat yang berperan dalam
terjadinya DBD dan DSS. Kurane dan Ennis pada tahun 1994 merangkum
pendapat Halstead (1973) dan peneliti lain; menyatakan bahwa infeksi virus
dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang memfagositosis kompleks virus
antibodi non-netralisasi sehingga virus bereplikasi di makrofag. Terjadinya infeksi
makrofag oleh virus dengue menyebabkan aktivasi T-helper dan T-sitotoksik
sehingga diproduksi limfokin dan interferon gamma. Interferon gamma akan
mengaktivasi monosit sehingga disekresi berbagai mediator inflamasi seperti
TNF-a, PAF (platelet activating factor), IL-6 dan histamin yang mengakibatkan
terjadinya disfungsi sel endotel dan terjadi kebocoran plasma. Selain itu,

2
kompleks virus antibodi juga akan mengaktivasi peningkatan C3a dan C5a yang
mengakibatkan terjadinya kebocoran plasma. Perdarahan juga dapat terjadi yang
apabila kebocoran ini terjadi pada pembuluh darah kulit akan tampak bercak
kemerahan pada kulit yang disebut ptekiae, sedangkan bila terjadi pada saluran
pencernaan akan menyebabkan perdarahan yang terus menerus.3,6
Trombositopenia terjadi oleh karena supresi sumsum tulang dan destruksi
serta pemendekan masa hidup trombosit. Koagulasi juga dapat terjadi sebagai
akibat interaksi virus dengan endotel yang menyebabkan disfungsi endotel.
Berbagai penelitian menunjukkan terjadi koagulasi konsumtif pada demam
berdarah dengan stadium III dan IV.3

1.5 Gambaran Klinis


Gambaran klinis penderita dengue dapat bersifat asimtomatik atau berupa
demam yang terdiri atas 3 fase yaitu fase febris, fase kritis dan fase pemulihan.7
a. Pada fase febris, biasanya demam mendadak tinggi terus menerus berlangsung
0 0
selama 2-7 hari (38 C-40 C), naik turun (demam bifosik) dan tidak mempan
0
obat antipiretik. Kadang-kadang suhu tubuh sangat tinggi sampai 40 C disertai
muka kemerahan, eritema kulit, nyeri seluruh tubuh, mialgia, artralgia dan
sakit kepala. Pada beberapa kasus ditemukan nyeri tenggorok, injeksi farings
dan konjungtiva, anoreksia, mual dan muntah dapat terjadi kejang demam.
Pada fase ini dapat pula ditemukan tanda perdarahan seperti ptekie,
perdarahan mukosa, walaupun jarang dapat pula terjadi perdarahan
pervaginam dan perdarahan gastrointestinal. Akhir fase demam merupakan
fase kritis pada DBD.
b. Fase kritis, Pada kasus ringan dan sedang, semua tanda dan gejala kliniks
menghilang setelah demam turun sertai keluarnya keringat, perubahan pada
denyut nadi dan tekanan darah, akan teraba dingin di sertai dengan kongesti
kulit. Perubahan ini memperlihatkan gejala gangguan sirkulasi, sebagai akibat
dari perembasan plasma yang dapat bersifat ringan atau sementara. Pada kasus
berat, keadaan umum pada saat atau beberapa saat setelah suhu turun serta
terdapat tanda kegagalan sirkulasi, kulit teraba dingin dan lembab terutama
pada ujung jari kaki, sianosis di sekitar mulut, pasien menjadi gelisah, nadi

3
cepat, lemah kecil sampai tidak teraba dan ditandai dengan penurunan suhu
tubuh disertai kenaikan permeabilitas kapiler dan timbulnya kebocoran plasma
yang biasanya berlangsung selama 24–48 jam. Kebocoran plasma sering
didahului oleh leukopeni progresif disertai penurunan hitung trombosit
dibawah 100.000/mm
c. Fase pemulihan, bila fase kritis terlewati maka terjadi pengembalian cairan dari
ekstravaskuler ke intravaskuler secara perlahan pada 48–72 jam setelahnya.
Keadaan umum penderita membaik, nafsu makan pulih kembali, hemodinamik
stabil dan dieresis membaik.

1.6 Diagnosis
Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik, serta
pemeriksan penunjang. Dari anamnesa dan pemeriksaan fisiki dapat ditemukan
keluhan demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi, lemah/lesu, gelisah, nyeri ulu hati
tanpa atau disertai tanda perdarahan di kulit berupa bintik merah, lebam
(echymosis) atau ruam (purpura). Pada pemeriksaan penunjang dilakukan
pemeriksaan darah berupa pemeriksaan kadar Hb, Ht, jumlah trombosit dan
hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai gambaran
limfosit plasma biru.3
Parameter laboratoris yang dapat diperiksa antara lain: 3
 Leukosit : dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dpat diteui
limfositosis relatif (>45% total leukosit) disertai adanya limfosit plasma
biru > 15% dari jumlah total leukosit yang pada fase syok akan meningkat.
 Trombosit: umumnya trombositopenia pada hari ke 3-8.
 Hematokrit : pada hari ke-3 terdapat peningkatan hematokrit>20% dari Ht
awal.
 Hemostasis (PT,APTT, D-dimer, dll), protein/albumin, SGOT/SGPT,
Ur/Cr, elektrolit, dan golongan darah sebagai pemeriksaan tambahan
sebagai evaluasi klinis.
 Pemeriksaan imunoserologi dengan meliha IgM dan IgG terhadap virus
dengue. IgM terdeteksi mulai hari e3-5, meningkat sampai minggu ke-3,

4
menghilang setelah 60-90 hari. IgG pada infeksi primer terdeteksi pada
hari ke-14 sedangkan pada infksi sekunder terdeteksi pada hari ke-2.
Berdasarkan kriteria WHO 1997, diagnosis DBD ditegakkan bila semua
hal di bawah ini dipenuhi:3
 Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik
 Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berupa uji bendung
positif, ptekie, ekimosis atau purpura, perdarahan mukosa, ataupun
hematemesis/melena.
 Trombositopenia (trombosit< 100.000/ui)
 Terdapat minimal satu tanda kebocoran plasma
o Peningkatan Ht>20% dibandingkan standar sesuai umur dan jenis
kelamin
o Penurunan Ht > 20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan
nilai Ht sebelumnya
o Tanda kebocoran nyata seperti efusi pleura, asites, atau
hipoproteinemia.

1.7 Tatalaksana
Dalam penatalaksanaan penderita DBD, perlu diketahui klasifikasi derajat
penyakit infeksi virus dengue, yaitu sebagai berikut3,8
Tabel 1. Klasifikasi Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue.
DD/DBD Derajat Gejala Laboratorium
DD Demam disertai 2/lebih tanda: Leukopenia,
sakit kepala, nyeri retro-orbital, trombositopenia, tidak
mialgia, atralgia ada kebocoran plasma
DBD I Gejala di atas + uji bendung positif Trombositopenia
DBD II Gejala di atas + perdarahan (<100.000 ui)
spontan Bukti ada kebocoran
DBD III Gejala di atas + kegagalan plasma
sirkulasi (kulit dingin dan lembab
serta gelisah)
DBD IV Syok berat disertai dngan tekanan
darah dan nadi tidak terukur

5
Prinsip dasar penatalaksanaan kasus DBD adalah terapi suportif.
Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan yang paling penting
dalam penanganan kasus DBD. Terdapat 5 protokol penatalaksanaan DBD pada
pasien dewasa sebagai berikut,3
Protokol 1 : penanganan tersangka DBD dewasa tanpa syok

Protokol 2 : pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat

6
Protokol 3 : Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit >20%

Protokol 4 : penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD dewasa

7
Protokol 5 : tatalaksana DSS pada dewasa

1.7 Pencegahan
Pencegahan penyakit DBD dapat dibagi menjadi 3 tingkatan yaitu
pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier. Pencegahan
tingkat pertama ini merupakan upaya untuk mempertahankan orang sehat agar
tetap sehat atau mencegah orang sehat menjadi sakit. Salah satu kegiatan yang
dilakukan adalah survei jentik. Pengendalian vektor, surveilans kasus, dan
gerakan pemberantasan sarang nyamuk merupakan pencegahan primer.4
Pencegahan tingkat kedua ini murupakan upaya manusia untuk mencegah
orang yang sakit agar sembuh, menghambat progresifitas penyakit,
menghindarkan komplikasi dan mengurangi ketidakmampuan. Pencegahan
skunder dapat dilakukan dengan cara mendeteksi penyakit secara dini dan
pengadaan pengobatan yang cepat dan tepat. Pencegahan Tersier bersifat
simptomatik dan suportif yaitu dukungan pada penderita serta mendirikan pusat-
pusat rehabilitasi medik.4

8
BAB 2
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny.N
MR : 17.60.71
Umur/Tanggal Lahir : 55 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Pemeriksaan : 9 April 2017
Golongan : Umum

ANAMNESIS
Seorang pasien wanita berusia 55 tahun dirawat di bagian Interne RSUD Lubuk
Basung pada tanggal 9 April 2017 jam 22.30 WIB dengan
Keluhan Utama :
• Muntah sejak 4 hari SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang :


• Muntah sejak 4 hari SMRS. Muntah selalu dialami pasien setelah makan
dan minum, dengan konsistensi dan jumlah sesuai makanan dan minuman
yang masuk. Frekuensi muntah tidak dapat diperkirakan pasien.
• Mual juga dirasakan sejak 4 hari SMRS. Mual dirasakan sebelum muntah.
• Nyeri ulu hati dirasakan sejak 4 hari yll. Nyeri dirasakan hilang timbul
dengan intensitas menetap.
• Demam dirasakan sejak 4 hari yll. Demam turun dengan obat penurun
panas. Saat ini pasien tidak demam. Pasien menyangkal ada keluarga dan
tetangga yang menderita demam.
• Badan lemah dan lesu (+) sejak demam
• Nafsu makan menurun sejak demam
• BAK (+) normal
• BAB (+) lunak, frekuensi normal, tidak berlendir dan berdarah.

9
• Sebelumnya pasien telah berobat ke klinik untuk menghilangkan keluhan.
Pasien mendapat obat spasminal, metoclorpramid 10mg, biogastron, dan
ranitidin 150 mg. Namun keluhan tidak berkurang.

Riwayat Penyakit Dahulu :


• Pasien memiliki riwayat maag sejak muda.
• Tidak pernah menderita penyakit jantung, paru, hati, ginjal, diabetes
mellitus, dan hipertensi

Riwayat Penyakit Keluarga:


• Tidak ada keluarga yang memiliki penyakit keturunan, penyakit menular,
dan penyakit kejiwaan

PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalisata :
• Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
• Kesadaran : Komposmentis kooperatif
• Tekanan darah : 120/80 mmHg
• Frekuensi Nadi : 88x/menit
• Frekuensi Nafas : 19x/menit
• Suhu : 36,8OC
• Keadaan Gizi : sedang
• Tinggi badan : 160 cm
• Berat badan : 45 kg
• Sianosis :-
• Edema :-
• Anemis :-
• Ikterus :-

10
• Kulit : tidak pucat, warna coklat, bintik-bintik merah (-)
• Kepala : normocephal
• Rambut : hitam, tidak mudah dicabut
• Mata : CA -/-, SI -/- , refleks cahaya (+/), pupil isokor
3mm/3mm
• Telinga : tidak ada kelainan
• Hidung : tidak ada kelainan
• Tenggorokan : T1-T1, faring tidak hiperemis
• Gigi dan mulut : caries (+)
• Leher : tidak ada perbesaran KGB dan kelenjar tiroid
• Dada
• Paru I: simetris kiri dan kanan
P: fremitus kiri=kanan
P: sonor kiri dan kanan
A: vesikuler kiri dan kanan, wheezing -/-, rhonki -/-
• Jantung
I: ictus cords tidak terlihat
P: ictus cordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V
P: bja: RIC II sinistra, bjk: LSD, bjk: 1 JM RIC V
LMCS
A: S1-S2 reguler, bising (-), gallop (-)
• Abdomen
I: tidak tampak membuncit, tidak tampak
pembesaran massa
P: NTE (+) NLE (+)
P: timpani
A: BU (+) N
• Alat Kelamin : tidak diperiksa
• Ekstremitas : edema -/- , rf fisiologis +/+, rf patologis -/-
Akral dingin, CRT<2 dtk

11
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Darah
 Hb : 12,7 g/dL
 Eritrosit : 4.290.000/mm3
 Leukosit : 2.100/mm3
 Trombosit : 94.000/mm3
 Ht : 37 %
 LED : 40 mm
 B/N/Nb/Ns/L/M : 0/0/0/58/39/3
 Gula darah Sewaktu : 70 mg/dl
 Ur / Cr : 18 / 0,7
 SGOT / SGPT : 53 / 27
Urinalisa
 Warna : kuning muda
 PH : 6,5
 Protein : + (positif satu)
 Reduksi :-
 Bilirubin :-
 Urobilin : normal
 Sedimen :-
Kesan : LED ↑ , SGOT ↑, leukositopenia, trombositopenia
Proteinuria

Tes Rumple Leed:


Interpretasi : ptekie > 10 , pada volar
Kesan : uji positif

EKG
Interpretasi : SR, QRS rate 79x/mnt, axis N, P wave N, PR int
0,16, QRS duration 0,08 , ST-T change (-), RVH (-
), LVH (-)
Kesan : EKG normal

12
DIAGNOSIS KERJA
Dengue High Fever
Sindrom Dyspepsia

DIAGNOSIS BANDING
-

TATALAKSANA
Terapi:
IVFD NaCl 0,9 % 6jam/kolf
Diet makan lambung II
Inj. Ranitidin 2x1amp
Inj. Metoklorpramid 3x1 amp
Sucralfat Syr 3x cthII

PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad Fungtionam : bonam
Quo ad Sanationam : bonam

FOLLOW UP
Senin, 10 April 2017
S : Mual (+), Muntah (-), nafsu makan (-), demam (-)
O : KU Kes TD HR RR T
Sdg CMC 100/70 88x/i 18x/i af
Abd: NTE (+) NLE (+)
A : DBD + Sindrom Dispepsia
P : IVFD RL 6jam/kolf
Diet makan lambung II
Inj. Ranitidin 2x1amp
Inj. Metoklorpramid 3x1 amp
Sucralfat Syr 3x cthII

13
Selasa, 11 April 2017 (pasien pindah ke VIP)
O : KU Kes TD
Sdg CMC 110/70
Hb : 12 g/dl; Ht: 36; Trombosit: 50.000; Leukosit: 2900
A : DBD + Sindrom Dispepsia
P : IVFD RL 6jam/kolf
Diet makan lambung II
Inj. Ranitidin 2x1amp
Inj. Metoklorpramid 3x1 amp
Sucralfat Syr 3x cthII
Neurodex 1x1 tab
Paracetamol 3x 500mg (p.r.n)

Rabu, 12 April 2017


O : KU Kes TD
Sdg CMC 120/70
Hb : 12,9 g/dl; Ht: 38; Trombosit: 94.000; Leukosit: 4100
A : DBD + Sindrom Dispepsia
P : IVFD RL 6jam/kolf
Diet makan lambung II
Inj. Ranitidin 2x1amp
Inj. Metoklorpramid 3x1 amp
Sucralfat Syr 3x cthII
Neurodex 1x1 tab
Paracetamol 3x 500mg (p.r.n)
(pasien boleh pulang)

14
BAB 3
DISKUSI
Telah dilaporkan kasus seorang pasien perempuan berumur 55 tahun yang
dirawat di bangsal interne RSUD Lubuk Basung sejak tanggal 9 April 2017
dengan diagnosis kerja Dengue Hemorrhagic Fever/ Demam berdarah.
Awalnya pasien datang dengan keluhan utama mual muntah sejak 4 hari
SMRS. Riwayat penyakit pasien sekarang ialah muntah yang selalu dialami
pasien setelah makan dan minum, dengan konsistensi dan jumlah sesuai makanan
dan minuman yang masuk. Mual juga dirasakan sejak 4 hari SMRS. Mual
dirasakan sebelum muntah. Pasien juga menyatakan nyeri ulu hati dirasakan sejak
4 hari yll. Nyeri dirasakan hilang timbul dengan intensitas menetap. Pasien
memiliki riwayat maag sejak muda. Berdasarkan penjelasan pasien, keluhan
pasien mengarah ke dispepsia. Dispepsia merupakan istilah yang digunakan untuk
sindrom atau kumpulan gejala/keluhan yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak
nyaman di ulu hati, kembung, mual, muntah, sendawa, rasa cepat kenyang, perut
rasa penuh/begah. Keluhan tersebut tidak harus ada dalam satu waktu.
Berdasarkan kriteria Rome II tahun 2000, dispepsia merujuk kepada rasa nyeri
atau rasa tidak nyaman pada epigastrium. Dispepsia bukanlah suatu penyakit
tetapi suatu sindrom yang harus dicari penyebabnya.10
Pasien juga mengeluhkan demam yang dirasakan sejak 4 hari yll. Namun,
demam turun dengan obat penurun panas dan saat di RSUD pasien tidak demam.
Pasien menyangkal ada keluarga dan tetangga yang juga sedang menderita
demam. Kemudian pasien menyatakan badan terasa lemah dan lesu serta
penurunan nafsu makan sejak demam. Pasien merasa tidak ada gangguan dalam
BAK dan BAB. Keluhan demam dapat mengarahkan ke berbagai penyakit infeksi.
Demam merupakan proyeksi dari adanya peningkatan suhu tubuh. Suhu tubuh
normal berkisar antara 36,5o- 37,2oC. Demam pada umumnya diartikan suhu
tubuh diatas 37,2oC.11
Sebelumnya pasien telah berobat ke klinik untuk menghilangkan keluhan.
Pasien mendapat obat spasminal, metoclorpramid 10mg, biogastron, dan ranitidin
150 mg. Namun keluhan tidak berkurang.

15
Berdasarkan pemeriksaan fisik, kelainan hanya didapatkan saat
pemeriksaan abdomen berupa adanya nyeri tekan dan nyeri lepas di epigastrium.
Berdasarkan pemeriksaan laboratorium darah ditemukan terdapat leukopenia dan
trombositopenia. Kondisi tersebut dapat terjadi pada infeksi dengue. Kemudian
dilakukan uji Rumple Leed dan didapatkan hasil positif.
Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
dapat ditegakkan diagnosa demam berdarah disertai sindrom dispepsia. Demam
berdarah pada pasien ini ditegakkan karena terdapat demam, trombositopenia dan
uji rumple leed positif. Kondisi pasien ini termasuk pada DBD derajat I.3 Pada
pasien ini sindrom dispepsia merupakan diagnosa sekunder pada pasien ini oleh
karena pasien mengeluh mual muntah yang terjadi setiap makan dan minum serta
adanya riwayat maag sejak muda.
Penatalaksanaan pasien ini dapat mengikuti protokol dari tatalaksana
DBD. Penanganan utama pasien DBD ialah pemeliharaan cairan sirkulasi. Sesuai
protokol II, pasien dapat diberikan infus kristaloid yaitu infus NaCl 0,9% 6
jam/kolf serta pengecekan rutin Hb, Ht, dan trombosit setiap 24 jam.3 Selanjutnya
terapi untuk sindrom dispepsia diberikan perencanaan diet makan lambung II
dengan medikamentosa injeksi IV ranitidin 2x1amp, injeksi IV metoklorpramid
3x1 amp, dan Sucralfat Syr 3x cthII. Sesuai protokol I, pasien DBD dewasa tanpa
syok dengan Hb dan HT normal serta trombositopenia diindikasikan untuk di
rawat maka kemudian pasien diputuskan untuk dirawat.
Berdasarkan hasil follow up, pada hari kedua ditambahkan medikamentosa
berupa neurodex 1x1 tab, dan PCT 3x500mg bila perlu. Hasil pemeriksaan darah
rutin didapatkan perbaikan jumlah leukosit dan trombosit. Pada hari keempat,
kondisi pasien membaik dan pasien diperbolehkan untuk pulang.

DAFTAR PUSTAKA

16
1. Depkes RI. Data Kasus DBD per Bulan di Indonesia Tahun 2010, 2009 dan 2008.
Jakarta: Depkes RI. 2010
2. Suhendro, Leonard N, Khle C, Herdlman TP. Demam Berdarah Dengue.
Dalam: Ilmu penyakit dalam, ed 6, jilid 1. Jakarta: Interna Publishing.
2014;539-48.
3. Depkes RI, 2012a
4. World Health Organization-Dengue and Severe Dengue Fact Sheet, 2012
5. Soedarmo, 2010
6. Sudjana, 2010
7. Kementerian Kesehatan RI. Modul Pengendalian Demam Berdarah
Dengue. Jakarta:Kemenkes RI.2011
8. WHO, 2004
9. Dharmika D. Pendekatan Klinis Penyakit Gastriontestinal. Dalam Ilmu
penyakit dalam, Ed 6, Jilid II. Jakarta: Interna Publishing. 2014;1729-36.
10. Nelwan. Demam : Tipe dan Pendekatan. Dalam: Ilmu penyakit dalam, ed
6, jilid 1. Jakarta: Interna Publishing. 2014;533-8.

17

Anda mungkin juga menyukai