Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
Proses pengantar konseling adalah suatu proses bersifat sistematis yang dilakukan oleh
konselor dan klien untuk memecahkan masalah klien . Ada tahapan-tahapan yang harus
dilalui untuk sampai pada pencapaian konseling yang sukses. Tetapi sebelum memasuki
tahapan tersebut, sebaiknya konselor memperoleh data mengenai diri klien melalui
1
wawancara pendahuluan (intake interview). Gunarsa (1996) mengatakan bahwa manfaat
dari intake interview adalah memperoleh data pribadi atau hasil pemeriksaan klien.
Setelah itu, konselor dapat memulai langkah selanjutnya.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Manusia dilahirkan didunia ini dibekali akal, pikiran dan perasaan. Dengan bekal itulah
manusia disebut sebagai makluk yang paling sempurna dan diberi amanat oleh SangPencipta
sebagai pemimpin di muka bumi. Akan tetapi seiring dengan bekal akal, pikiran dan perasaan itu,
manusia diselimuti berbagai macam masalah, bahkan ada yang mengatakan bahwa manusia
merupakan makhluk dengan segudang masalah (human with multiproblem). Dengan berbagai
masalah tersebut ada yang bisa mereka atasi dengan sendirinya atau mereka memerlukan bantuan
orang lain (konselor), pemberian bantuan dari orang yang ahli (konselor) kepada individu yang
membutuhkan (klien) itulah yang dinamakan konseling.
Dalam memecahkan masalahnya, manusia memiliki banyak pilihan cara, salah satunya adalah
dengan cara Islam. Mengapa demikian? Karena Islam mengatur seluruh aspek kehidupan manusia
tak terkecuali berkenaan dengan bimbingan dan konseling.Perlu kita ketahui bahwa kesuksesan
penyelesaian masalah yang dihadapi oleh klien salah satunya sangat bergantung dari bagaimana ahli
konseling itu dalam proses mengkonsultasi kliennya dan proses tersebut tidak dapat dilakukan
sesaat, karena membutuhkan proses waktu dalam membantu klien memecahkan masalahnya, dan
bukan terjadi hanya dalam satu pertemuan, bahkan permasalahan klien yang kompleks dan cukup
berat, konseling dapat dilakukan beberapa kali dalam pertemuan secara berkelanjutan.
Oleh karena itu, dari pernyataan yang menunjukkan pentingnya proses dalam konseling, maka
penulis mengangkat judul “Proses Pengantar Konseling” agar berbagai hal terkait dengan
bimbingan konseling terkhusus bagaimana tahap dalam mengkonsultasi klien
dapat diimplementasikan dalam kehidupan.
3
BAB III
PEMBAHASAN
Konseling merupakan suatu proses pelayanan yang melibatkan kemampuan profesional pada
pemberi layanan.Konseling sebagai helping: upaya pemberian bantuan,selanjutnya disebut
helping,adalah yang profesional sifatnya. Menurut McCully,suatu profesi helping dimaknakan
sebagai adanya seseorang,didasarkan pengetahuan khasnya, menerapkan suatu teknik intelektual
dalam suatu pertemuan khusus (existencial affairs) dengan orang lain dengan maksud agar orang
lain tadi memungkinkan lebih efektif mengahadapi dilema-dilema,pertentangan,yang merupakan cir
khas kondisi manusia. Konselingpada dasarnya merupakan suatu hubungan helping, helping
relationship.
Konseling sebagai ilmu dan seni: Lawrence M.Brammer (1985) melihat sisi ilmu helping,termasuk
konseling,adalah keterlibatan penelitian dan teori terinci didalamnya. Aspek ilmiah kegiatan
konseling berkenaan dengan pemerian (pendeskripsian) data,peramalan,perampakan terhadap
tingkah laku. Sedangkan sisi srtistik helping/konseling,menurut Brammer,lebih mengacu pada
unsur-unsur intuitif dan perasaan jalinan hubungan antar pribadi (interpersonal relationship) yang
berlandaskan terutama pada kemanusiaan dan daya cipta seni.
Konseling dan higiologi: Higiologi (hygiology),secara harfiah dapat dikatakan sama dengan ilmu
kesehatan mental. S. Narayana Rao mendefinisikan higiologi sebagai studi tentang masalah-
masalah orang normal dan pencegahan terhadap terjadinya kesukaran-kesukaran emosional yang
serius. Kemudian dilanjutkannya bahwa konseling lebih cocok berurusan dengan higiologi daripada
dengan psikologi tingkah laku.
Latar belakang terkaitnya konseling Menurut Shertzer dan Stone konseling mulai ada pada tahun
1898 melalui ungkapan, “Counseling may have begun in 1898 whwn Jesse B. Davis begun work as
a counselor at Central High School in Detroit, Michigan.”Kemudian konseling berkembang di
berbagai negara termasuk Indonesia yang lekat dalam upaya pengembangan bimbingan sekolah di
Indonesia sejak 1960.
Faktor pendorong perkembangan konseling sekolah secara umum di Indonesia antara lain adalah:
adanya masa kritis dalam tiap masa perkembangan individu; kondisi teknologi yang berkembang
4
pesat, kondisi nilai-nilai demokratis, nilai humanitis versus nilai pragmatis, nilai-nilai etika
pergaulan; kondisi struktural dan kebidangan dan lapangan kerja.
Faktor-faktor pendorong lain perkembangan konseling, khusus konseling sekolah adalah adanya
kebutuhan nyata dan kebutuhan potensial para siswa pad beberapa jenjang pendidikan, yaitu: dalam
menghadapi saat-saat krisis; dalam menghadapi kesulitan dan kemungkinan kesulitan pemahaman
diri dan lingkungan untuk arah diri dan pengambilan keputusan dalam karir, akademik, dan
pergaulan sosial; mencegah sedapat mungkin kesulitan yang dihadapi dalam pergaulan, pilihan
karir; dan dalam menopang kelancaran perkembangan individual siswa.
5
C. Langkah-Langkah Konseling Gizi
Konseling gizi pada berbagai diet merupakan bagian yang tidak teroisahkan dalam proses asuhan
gizi terstandar (PAGT) atau nutrition care process (NCP). Merujuk pada proses tersebut maka tata
laksana konseling gizi harus mengikuti langkah-langkah PAGT untuk menjawab atau mengatasi
masalah gizi yang ada pada klien berdasarkan hasil pengkajian dan diagnosis gizi.
PAGT merupakan siklus dari serangkaian langkah-langkah yang saling berkaitan, berlangsung
terus-menerus, dan berulang.
PAGT terdiri dari empat langkah, yaitu pengkajian gizi (nutrition assesment), diagnosis gizi
(nutrition diagnosis), intervensi gizi (nutrition intervention), monitoring dan evaluasi gizi (nutrition
monitoring and evaluation). Agar proses ini dapat berlangsung dengan optimal maka keterampilan
komunikasi dan konseling yang baik sangat dibutuhkan.
Berikut ini adalah langkah-langkah konseling gizi yang mengikuti langkah-langkah PAGT:
Pada umumnya, klien datang ke pelayanan konseling gizi karena membutuhkan dukungan
gizi sehubungan dengan upaya penyembuhan penyakitnya, misalnya seperti diabetes
mellitus, hipertensi, arthritis gout, hiperkolesterolnemia, dan lain-lain. Sasaran utama dari
langkah ini agar klien dapat menjelaskan masalahnya, keprihatinan yang dimiliki, serta
alasan berkunjung. Hubungan terapeutik dibangun pada langkah pertama ini.
Pasa saat bertemu klien gunakanlah keterampilan komunikasi dan konseling. Sambutlah
klien dengan ramah, tersenyum, dan berikan salam. Salah satu cara untuk menyambut klien
dapat dilakukan dengan bersalaman atau berjabat tangan. Namun, adakalanya sentuhan
tangan antara laki-laki dan perempuan merupakan hal yang tidak lazim atau tabu maka
berjabat tangan tidak perlu dilakukan. Cukup dengan berdiri sambil tersenyum atau
menganggukan kepala dan dilanjutkan dengan memberi salam.
6
Selanjutnya, persilahkan klien untuk duduk dan upayakan klien merasa nyaman. Upayakan
posisi sama tinggi (misalnya, sama-sama duduk dikursi) dan singkirkan penghalang yang ada
dihadapan, yang dapat menganggu proses konseling. Perkenalkan nama Anda sebagai
konselor dan beri waktu klien untuk menceritakan identitas dirinya (catat bila belum ada
status), seperti nsms, umur, alamat, pekerjaan dan lai-lain.
Ciptakan hubungan yang positif berdasarkan rasa percaya, keterbukaan dan kejujuran
berekspresi. Konselor harus dapat menunjukkan bahwa dirinya dapat dipercaya dan ia adalah
seorang yang kompeten untuk membantu kliennya.
SampaikN tujuan konseling, yaitu untuk membantu klien memahami masalah gizi
sehubungan dengan penyakitnya dan memahami masalah gizi sehubungan dengan
penyakitnya dan membantu klien mengambil keputusan untuk mengatasi masalah.
Konseling gizi merupakan suatu proses yang di dalamnya terdapat kegiatan pengumpulan,
vertifikasi, dan interpretasi data yang sistematis dalam upaya mengidentifikasi masalah gizi serta
penyebabnya. Kegiatan ini tidak Cuma hanya mengumpulkan data awal, tetapi bisa juga melakukan
kajian data ulang serta menganalisis interventasi gizi yang telah di berikan sebelumnya. Tujuan
kegiatan ini adalah untuk mendapat informasi atau data yang lengkap dan sesuai dalam upaya
mengidentifikasi masalah gizi terkait dengan masalah asupan gizi atau factor lain yang dapat
menimbulkan masalah gizi.
Perubahan status dapat terdeteksi dengan menggunakan komponen pengkajian gizi, meliputi
pengukuran antropometri, pemeriksaan klinis dan fisisk, biokimia, riwayat makanan, serta riwayat
personal. Data yang di peroeh kemudian dibandingkan dengan standar baku (nilai normal) sehingga
dapat di kaji dan diidentifikasi berapa besar masalahnya.
Pengukuran dan pengkajian data antropometri merupakan hasil pengukuran fisik pada individu.
Pengukuran yang umum dilakukan antara lain tinggi badan (TB) atau panjang badan ( PB), berat
badan (BB), tinggi lutu, lingkar lengan atas, tebal lemak,lingkar pinggang, lingkar pinggul dll.
Pemeriksaan dan pengkajian data biokimi meliputi hasil pemeriksaan laboratorium yang
berhubungan dengan keadaan gizi, seperti analisis darah, urin, dan jaringan tubuh lainnya.
7
c) Pemeriksaan dan pengkajian data pemeriksaan klinis dan fisik
Pengumpulan serta pengkajian data pemeriksaan fisik dan klinis meliputi kondisi kesehatan gigi dan
mulut, penampilan fisik dan klinis meliputi kondisi kesehatan gigi dan mulut, penampilan fisik
secara umum.
d) Riwayat makan
Kajian data riwayat makanan, yaitu pengkajian kebiasaan makan klien secara kualitatif dan
kuantitatif. Secara kualitatif, diukur menggunakan formulir food frequenscy (FFQ). Dari hasilnya
dapat diketahui seberapa sering seseorang mengkonsumsi bahan makanan sumber zat gizi tertentu.
e) Riwayat personal
Pengkajian data riwayat personal meliputi ada tidaknya alergi pada makanan dan pantangan
makanan, keadaan social ekonomi, padaaktifitas, riwayat penyakit klien, riwayat penyakit
keluarga yang berkaitan denganpenyakit klien,serta masalah psikologis yang berkaitan
dengan masalah gizi klien.
Pengumpulan data pengkajian data riwayat pasien meliputi empat area yaitu riwayat obat
serta suplemen yang di konsumsi, social budaya riwayat penyakit, dan data umum pasien.
Pengkajian gizi ini merupakan dasar untuk menegakkan diagnosis gizi. Data-
datayangdikumpulkan untuk dilakukan pengkajia gizi sampai ditemukannya permasalahan
harus benar-benar tepat sumber data di peroleh dari rujukan tenaga kesehatan, melakukan
observasi dan pengukuran, wawancara langsung dengan klien, hasil rekam medis atau
pemeriksaan laboratorium, serta data administrasi lainnya.
Data riwayat makan dan riwayat personal diperoleh langsung melalui wawancara dengan
klien. Oleh sebab tu, seseorang konselor perlu meahami cara bertanya yang tepat dengan
menggunakan keterangan konseling mendengarkan dan mempelajari diharapkan informasi
yang di peroleh akan akurat atau mendekati informasi yang sesungguhnya.
Langkah ini merupakan langkah kritis yang menjembatani pengkajian gizi dan intervensi gizi,
diagnosis gizi adalah kegiatan mengidentifikasi dan memberi nama masalah gizi yang actual, dan
atau beresiko menyebabkan masalah gizi. Diagnosis gizi diuraikan berdasarkan komponen masalah
8
gizi ( problem ), penyebab masalah gizi ( etiology ), dan tanda serta gejala adanya masalah gizi (
sign and symptom ).
Fungsional, seperti pertumbuhan fisik atau fungsi mekanis yang berkalitan dengan
penjegahan akibat dari masalah gizi meliputi kesulitan menelan, kesulitan mengunyah,
kesulitan dalam memberi ASI, dan perubahan fungsi saluran pencernaan.
Biokimiawi, seperti perubahan kemampuan metabolism zat gizi akibat obat-obatan,
operasi, dan ditunjukan dari perubahan nilai-nilai laboratorium.
Berat badan, seperti penurunan berat badan dan kronis dan kelebihan berat badan
dibandingkan dengan berat bada biasanya ( berat badan ideal.
9
Domain perilaku meliputi sebagai berikut ;
Pengetahuan dan keyakinan, seperti pengetahuan dan kepercayaan yang salah tentang
pangan dan gizi, perubahan gaya hidup, kurang kemampuan untuk mengendalikan diri,
pola makan yang salah, serta ketidaksesuaian pemilihan bahan makanan.
Aktivitas fisik dan fungsi, seperti ketidakmampuan dalam mengatur diri , tidak
melakukan aktivitas fisik, kelebihan aktivitas, ketidakmampuan menyiapkan makanan (
hidangan ), dan kualitas gizi yang buruk karena kesulitan dalam memberi makanan.
Keamanan serta akses makanan , seperti masalah actual keamanan akses makanan yang
meliputi asupan makanan yang tidak aman ( berbahaya ), pembatas terhadap makanan ,
dan lain-lain.
c) Penulisan diagnosis gizi
Penulisan diagnosis gizi merupakan rangkaian kalimat yang saling berkaitan antara
komponen problem dengan etiology, dan etiology sengan sign and symptom. Problem
dan etiology dihubungkan dengan kata ‘’ berkaitan dengan ‘’ . adapun etiology dengan
sign and symptom dihubungkan dengan kata ‘’ ditandai dengan ‘’.
Setelah penetapan prioritas diagnosis gizi barulah dilakuan intervensi gizi yang terdiri
dari dua komponen yaitu menetapkan rencana diet dan komitmen untuk melaksanakan
rencana diet dan komitmen untuk melaksanakan rencana diet sehingga dapat terjadi
perubahan perilaku makanan klien.
Intervensi gizi dalam konseling gizi merupakan serangkaian aktivitas atau tindakan yang terencana
secara khusus dengan tujuan untuk mengatasi masalah gizi melalui perubahan perilaku makan guna
memenuhi kebutuhan gizi klien sehingga mendaptkan kesehatan yang optimal. Intervensi gizi
terdiri dari 2 komponen, yaitu memilih rencana diet serta mendapat komitmen untuk melaksanakan
diet yang telah disepakati bersama antara konselor dan klien.
Berdasarkan hasil pengkajian dari identifikasi masalah gizi, konselor dapat membantu klien
membuat rencana dietnya. Konselor membantu klien dengan memberikan berbagai rekomendasi
yang dapat dilakukan sesuai dengan situasi dan kondisi yang dialami klien.
Langkah-langkah dalam memilih rencana diet yang baik adalah sebagai berikuit :
Membuat rencana diet, dimulai dengan menetapkan tujuan diet dan preskripsi diet.
10
Merencanakan kebutuhan energi dan zat gizi lain.
Merencanakan contoh menu sesuai kebutuhan.
Menyampaikan perubahan pola makan dan alternatif rencana diet yang dapat dilakukan ,
serta membantu klien untuk menentukan rencana diet mana yang dipilih dengan melihat
faktor yang mendukung dan menghambat. Faktor yang mendukung misalnya keluarga
sangat perhatian, di pekarangan rumah banyak tanaman buah dan sayur, kondisi ekonomi
yang mendukung, dan lain-lain.
Sebagai dasar dalam menetapkan tujuan diet digunakan komponen problem (P) dan penyebab atau
etiology (E) pada diagnosis gizi. Penyebab dalam diagnosis gizi merupakan komponen yang
mengarahkan intervensi gizi. Bila penyebab tidak dapat dikoreksi melalui intervensi gizi maka
intervensi gizi direncanakan berdasarkan komponen tanda (sign) dan gejala (symptom) yang
ada.Tujuan diet dibuat secara realistis ,dapat diukur, dan dapat dicapai dalam waktu tertentu.
Menurunkan asupan energi ±500 kkal per hari dari kebiasaan klien.
Menurunkan berat badan secara bertahap ±0,5 kg perminggu dengan menurunkan asupan
yang berlebih di imbangi dengan aktivitas fisik.
Preskripsi diet atau disebut dengan batasan pengaturan makanan mencakup kebutuhan energi dan
zat-zat gizi serta zat makanan lainnya disusun berdasarkan diagnosis gizi dan penyakit yangh dpat
dibuat oleh dokter atau dietesien.
Preskripsi diet memberikan arahan khusus kepada klien untuk mengubah perilaku makan
meliput uraiansebagai berikut.
Jenis diet, misalnya diet rendah garam, rendah purin, diabetes melitus, dan lain-lain.
Bentuk makanan, sesuai dengan kondisi pasien (klien) mulai dari makan cair, lumak,lunak,
dan seterusnya.
Makanan yang boleh dan tidak boleh dimakan.
Jumlah yang dikonsumsi dan kandungan zat gizi makro serta mikro disesuaikan dengan
kebutuhan gizi dan penyakitnya.
11
Perhitungan kebutuhan energi adalah perhitungan jumlah energi yang dibutuhkan seseorang untuk
berbagai kegiatan selama 24 jam untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal. Ada beberapa
cara untuk menetapkan perkiraan kebutuhan energi seseorang. Cara yang dipilih disesuaikan
dengan kebutuhan klien berdasarkan aktivitas penyakit yang diderita. Hal penting yang perlu
dilakukan adalah memonitor dan mengevaluasi apakah konsumsinya sudah seimbang.
Kebutuhan protein, lemak, dan karbohidrat dihitung berdasarkan proporsi energi terhadap
zat gizi tersebut. Adapun kebutuhan vitamin dan mineral dihitung berdasarkan angka kecukupan
gizi yang dianjurkan. Namun untuk kondisi tertentu vitamin dan mineral diberikan dalam jumlah
yang lebih tinggi atau lebih rendah dibandingkan dengan angka kecukupan gizi yang di anjurkan,
sesuai dengan kondisi dan penyakitnya. Cara perhitungan kebutuhan energi dan zat gizi lain.
Menu adalah serangkaian hidangan yag disusun berdasarkan pola makan dalam kombinasi dan
variasi yang sesuai untuk jenis konsumen tertentu. Berdasarkan preskripsi diet dan kondisi klien
dilakukan penyusunan cotoh menu sau hari meliputi tiga kali makanan utama (pagi,siang dan
malam)dan 2 kali camilan (diantara waktu makan pagi dengan siang serta diantara waktu makan
siang dengan malam).
Mengubah perilaku makan bukan hal yang mudah. Oleh karena itu, membangun hubungan yang
baik antara konselor dan klien sejak awal pertemuan. Hubungan dan pemahaman yang baik akan
memudahkan terjadinya proses perubahan perilaku makan (diet) sesuai kesepakatan bersama.
Beberapa perlu informasi yang perlu disampaikan dan didiskusikan dengan klien meliputi
berikut ini.
Hasil pengkajian data sesuai gizi (antropometri), biokimia, dan klinis yang berkaitan dengan
masalah kesehatan serta gizi klien.
Kebiasaan makan, asupan energi, dan zat gizi klien serta hasil diagnosis gizi.
Alternatif perubahan pola makan yang dapat dilakukan oleh klien.
Membantu klien untuk menentukan rencana diet yang mana dipilih dengan melihat faktor
yang mendukung dan menghambat. Faktor yang mendukung, misalnya keluarga sangat
perhatian,dipekarangan rumah banyak tanaman sayur dan buah,kondisi ekonomi yang
mendukung,serta lain-lain. Faktor yang menghambat, yaitu pantangan makan, ekonomi yang
tidak menunjang, perhatian keluarga yang kurang, dan lain-lain.
12
Pola perubahan perilaku berkaitan dengan pola aktivitas dan gaya hidup yang dapat
dilakukan oleh klien.
Catatan medik atau catatan konseling gizi lainnya.
Konseling tidak akan berhasil tanpa adanya kesediaan dan komitmen dari klien. Proses melakukan
perubahan kebiasaan makan merupakan proses yang tidak menyenangkan, sehinggga konselor perlu
membantu klien untuk mengatasinya. Berikan pemahaman dan dukungan serta bangun rasa percaya
diri klien untuk melakukan perubahan diet sesuai dengan anjuran yang telah disepakati bersama.
Cek pemahaman klien tentang rencana diet yang sudah disepakati dan yakinkan bahwa klien
mampu untuk melakukan diet tersebut.
Langkah terakhir evaluasi gizi, yaitu melakukan penilaian kembali terhadap kemajuan konselor
maupun kliennya. Langkah ini dilakukan untuk mengetahui respon klien terhadap intervensi dan
tingkat keberhasilannya. Sebagai besar pertanyaan pada tahap pengkajian dapat digunakan lagi pada
tahap ini, tetapi difokuskan pada tujuan yang ingin digunakan lagi pada tahap ini, tetapi difokuskan
pada tujuan yangingin diingin kan dan apakah tujuan tersebut dapat dicapai. Seringkali penilaian
dari konselor tidak berlangsung karena keterbatasan waktu. Hal ini yang penting adalah meninjau
ulan apa yang terjadi saat diskusi kemudian tentukan apa yang membuat berhasil atau tidak dan
apakah ada yang mungkin untuk ditingkatkan. Komponen monitoring dan evaluasi ada empat
langkah kegiatan, yaitu sebagai berikut.
a) Monitoring Perkembangan
Kegiatan yang berkaitan dengan monitor perkembangan adalah sebagai berikut.
13
Pengukuran hasil intervensi akan lebih terarah dan tepat bila kita mengetahui apa yang harus
di ukur. Dalam proses asuhan gizi terstandar, hal yang harus diukur jelas tergambar pada
komponen tanda dan gejala dari diagnosis gizi. Kegiatan ini mengarahkan kita memilih
indikator sesuai dengan tanda atau gejala, tujuan intervensi, dan diagnosis medis.
Evaluasi hasil merupakan kegiatan membandingkan hasil antara data terbaru dengan data
sebelumnya. Melalui kegiatan ini dapat diketahui keberhasilan atau bahkan kegagalan dari
intervensi gizi yang dilakukan. Evaluasi ini bertujuan untuk menilai keberhasilan pelaksanaan
konseling gizi sesuai langkah-langkah yang telah ditetapkan.
Pendokumentasian merupakan suatu proses berkelanjutan yang mendukung semua langkah proses
asyhan gizi dan merupakan bagian integral yang sangat penting dalam kegiatan monitoring dan
evaluasi.
Pencatatan dan pelaporan konseling gizi adalah serangkaian kegiatan pengumpulan dan pengolahan
data untuk menghasilkan bahan bagi penilaian kegiatan konseling gizi. Pecatatan dilakukan pada
setiap langkah kegiatan konseling, sedangkan pelaporan dilakukan berkala sesuai dengan waktu dan
kebutuhan yang diperlukan.
14
KONSELING GIZI SAAT INI DI INDONESIA (POLI GIZI)
Di Indonesia saat ini berkembang langkah-langkah konseling gizi yang sesuai dengan Proses
Asuhan Gizi Terstandar (PAGT) atau Nutrition Care Proses (NCP). Proses PGAT adalah
serangkaian langkah-langkah yang saling berkaitan satu sama lainnya. PAGT terdiri dari empat
langkah yaitu : Pengkajian Gizi (Nutrition Assessment), Diagnosis Gizi (Nutrition Diagnosis),
Intervensi Gizi (Nutrition Intervention), Monitoring dan Evaluasi Gizi (Nutrition Monitoring and
Evaluating). Keempat langkah tersebut disingkat dengan ADIME (Assessment, Diagnosis,
Intervention, Monitoring and Evaluating). Menurut Persatuan Ahli Gizi Indonesia, sesuai dengan
yang tercantum dalam Buku Penuntun Konseling Gizi tahun 2010 keempat langkah PAGT
tersebut dikembangkan menjadi enam langkah koseling gizi. Ke enam langkah konseling yaitu 1)
membangun dasar-dasar konseling, 2) menggali permasalahan, 3) memilih solusi dengan
menegakkan diagnosis, 4) memilih rencana/merencanakan intervensi, 5) memperoleh komitmen
dan 6) monitoring dan evaluasi. Untuk memahami lebih rinci, mari kita simak satu persatu enam
langkah konseling tersebut:
Langkah ini bertujuan untuk mengali permasalahan yang dihadapi klien. Pada langkah ini
dilakukan pengumpulan data yang bisa dilakukan dengan wawancara atau mencatat dokumen yang
dibawa klien. Setelah data terkumpul pada langkah ini dilakukan verifikasi , interpretasi,
15
penentuan masalah dan penentuan penyebab masalah. Tujuan utama pengumpulan data adalah
mengidentifikasi masalah gizi dan faktor-faktor yang menyebabkan masalah tersebut. Data pokok
yang harus dikumpulkan adalah data antropometri, data biokimia, data klinis, data riwayat makan
dan data riwayat personal. Data-data tersebut dibandingkan dengan standar baku atau standar
normal sehingga dapat dianalisis permasalahannya.
a. Data Antropometri
Data Antropometri yang umum dikumpulkan adalah Berat Badan (BB), Tinggi Badan (TB),
Panjang Badan (PB), Tinggi Lutut, Lingkar Lengan Atas (LILA), Tebal lemak, Lingkar Pinggang
dan lingkar Panggul. Ukuran tersebut biasanya dapat dibandingkan antara satu dengan lainnya
menjadi suatu Indeks Antropometri seperti Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB). Indeks ini
kemudian diinterpretasikan ke dalam status gizi dengan membandingkan dengan standar
antropometri.
Indeks Massa tubuh (IMT) Indeks Massa Tubuh adalah salah satu indikator yang dipergunakan
untuk mengukur status gizi dengan menggunakan parameter berat badan menurut tinggi badan
Lipatan Trisep Mengukur lipatan tricep salah satu dari banyak cara mengukur lemak tubuh.
Lemak tubuh juga dapat diukur melalui pengukuran lemak pada dada, subskapula, midaksila,
suprailiaka, abdominall, paha, betis, bisep. Namun pengukuran lemak tubuh tricep yang paling
sering digunakan. Alat yang digunakan untuk mengukuran lemak pada lipatan kulit adalah “skin
fold caliper” Hasil pengukuran tricep. Hasil pengukuran tricep dapat dikategorikan menjadi obes
dan tidak obes menurut jenis kelamin
Lingkar Lengan Atas (LILA) Salah satu cara mengukur status gizi adalah pengukuran lingkar
lengan atas (LILA), khususnya pada wanita hamil dan wanita menyusui. Menurut Departemen Kes
(1994) pengukuran LILA pada wanita usia subur (WUS), adalah salah satu cara deteksi dini yang
mudah dan dapat dilakukan oleh masyarakat awam untuk mengetahui kelompok berisiko
Kekurangan Energi Kronik (KEK). Wanita Usia Subur adalah wanita usia 15-45 tahun. Ambang
batas LILA WUS dengan risiko KEK di Indonesia adalah 22,5 cm. Apabila ukuran LILA kurang
dari 23,5 cm atau bagian merah pita LILA artinya wanita tersebut mempunyai risiko KEK dan
diperkirakan akan melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR).
Lingkar Otot Lengan Atas (LOLA) LOLA adalah salah cara digunakan untuk mengetahui
status gizi seseorang dengan mengukur protein otot. Dalam menghitung LOLA diperlukan dua
pengukuran yaitu LILA dan lipatan trisep
16
Rasio Pinggang dan Pinggul Lemak perut merupakan salah satu indikator status gizi seseorang.
Salah satu cara mengukur lemak perut seseorang adalah dengan menghitung ratio lingkar pinggang
dan lingkar pinggul, sehingga diketahui apakah lemak perut berlebih atau tidak. Hasil
pengukurannya merupakan indikator seseorang mengalami kelebihan lemak perut atau tidak. Cara
mengukur lingkar pinggang adalah dengan mengukur lingkaran terkecil di atas umbilicus.
Sedangkan mengukur lingkar pinggul adalah dengan mengukur tonjolan gluteus yang paling
maksimal. Adapun rumusnya seperti di bawah ini.
Lingkar Perut Mengukur lingkar perut merupakan salah satu cara untuk menentukan status gizi
seseorang. Lingkar perut dapat dipergunakan sebagai indikator obesitas sentral. Klasifikasi lingkar
perut dikatakan obesitas sentral untuk laki-laki >=90 cm dan perempuan >= 80 cm. Kondisi yang
harus diperhatikan pada saat mengukur adalah pakaian harus seringan mungkin dan pada malam
hari sebelum pemeriksaan harus berpuasa. Pengukuran dilakukan dalam proses berdiri tegak,
dengan kedua tangan di samping dan kaki rapat. Tepi tulang terendah dan krista maka pada garis
aksila tengah (mid axillary line) diberi tanda dengan pena. Pita pengukur diletakkan melintang di
pertengahan antara kedua tanda tersebut melingkari perut secara horizontal. Ukurannya yang
digunakan adalah sentimeter (cm).
b. Data Biokimia
Data Biokimia merupakan salah satu indikator yang penting dalam langkah konseling gizi. Data
biokimia yang biasa digunakan dalam pemeriksaan kesehatan antara lain hasil pemeriksaan darah
yang terkait dengan keadaan gizi klien. Hal ini sangat penting terutama dalam hal memperkuat
penegakkan diagnose keadaan gizi seseorang klien.
Selain data biokimia, data klinis juga sangat diperlukan dalam menegakkan diagnose keadaan gizi
klien. Data klinis yang sering diperlukan dalam diagnosis gizi klien ditekankan pada data klinis
yang erat kaitannya dengan masalah gizi seperti defisiensi gizi, kelebihan gizi seperti kegemukan
dan obesitas. Data klinis dan fisik diperoleh dengan mengkaji berbagai keadaan fisik organ tubu
Data Riwayat makan klien dapat dikumpulkan dengan metode kualitatif dan metode kuantitatif.
Metode kualitatif dilakukan dengan menggunakan formulir FFQ (Food Frequensy Quisionare).
Dari hasil FFQ dapat diketahui pola makanan klien, kebiasaan mengonsumsi makanan dan
seberapa sering klien mengonsumsi jenis makanan/bahan makanan tertentu. Sedangkan metode
17
kuantitatif yang sering digunakan adalah “metode recall”. Dari Food Recall dapat diketahui
seberapa banyak jumlah makanan/bahan makanan (dalam gram) yang dikonsumsi oleh klien,
sehingga pada akhirnya diketahui seberapa banyak asupan energi, protein, lemak dan zat gizi
lainnya dari klien. Jika dibandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) atau kebutuhan gizi
klien akan diketahui tingkat konsumsi zat gizi/tingkat capaian asupan gizi klien. Tingkat
konsumsi/asupan gizi kemungkinan kurang, cukup atau lebih dari AKG atau kebutuhannya.
Data Riwayat Personal yang dimaksud di sini adalah riwayat personal yang terkait dengan masalah
konsumsi makanan seperti ada tidaknya alergi makanan, ada tidaknya pantangan/tabu, keadaan
sosial ekonomi, pola aktivitas, riwayat penyakit, riwayat penyakit keluarga, masalah psikologi yang
berhubungan dengan masalah gizi klien. Pengkajian riwayat personal klien meliputi empat area
yaitu: riwayat obat dan suplemen yang dikonsumsi, sosial budaya, riwayat penyakit, dan data umum
klien.
Langkah selanjutnya adalah menegakkan diagnosis. Menegakkan diagnosis gizi klien dilakukan
berdasarkan pengkajian masalah yang dilakukan pada langkah 2. Tujuan dari langkah ini adalah
menentukan masalah gizi yang dihadapi klien (problem), menentukan etiologi (penyebab
masalah), menentukan tanda dan gejala masalah tersebut. Hal tersebut sering dikenal dengan PES
yaitu meliputi Problem (masalah), Etiology (penyebab), Signs dan Symtoms (tanda dan gejala).
Dalam menetapkan diagnosis gizi ada tiga domain yang harus diperhatikan oleh konselor. Ketiga
domain tersebut meliputi
Domain asupan zat gizi, domain klinik dan domain perilaku. Mari kita simak satu persatu dari
ketiga domain tersebut: Domain Asupan Zat Gizi. Menentukan asupan zat gizi klien, konselor
dapat menggunakan hasil kajian riwayat makan pada langkah2 terutama hasil dari pengkajian food
recall. Asupan zat gizi meliputi:
a. Keseimbangan energi, seperti kelebihan asupan energi, kekurangan asupan energi, peningkatan
kebutuhan energi, hiper-metabolisme.
b. Asupan oral, seperti apakah klien kekurangan asupan makanan dan minuman atau kelebihan
asupan makanan.
c. Asupan cairan , seperti kelebihan asupan cairan atau kekurangan asupan cairan.
18
d. Substansi Bioaktif, seperti kelebihan asupan bioaktif, kekurangan asupan bioaktif atau kelebihan
asupan alkohol.
e. Zat-zat gizi tertentu seperti peningkatan kebutuhan zat gizi dan kekurangan/kelebihan energi
dan protein.
Domain Klinik.
Konselor mengumpulkan data klinik yang terkait dengan penyakit yang dikeluhkan (dikumpulkan
pada pengkajian biokimia di langkah 2). Domain klinik meliputi:
.b. Biokimia, dengan melihat hasil pemeriksaan laboratorium meliputi gangguan penggunaan zat
gizi, perubahan nilai laboratorium. Perubahan dapat terjadi akibat konsumsi obat-obatan dan
pembedahan.
Domain Perilaku
Domain perilaku merupakan hal yang sangat penting dalam status kesehatan seseorang, karena
peranannya dalam kesehatan seseorang merupakan faktor terbesar nomor dua setelah lingkungan.
Dalam konseling gizi ada tiga hal domain perilaku seperti:
a. Pengetahuan dan keyakinan, seperti pengetahuan tentang pangan dan gizi, kepercayaan,
pantangan/tabu tentang makanan, gaya hidup dan masalah perubahan pola makan. Misalnya pada
kasus anemia pada remaja putri. Bagaimanakah pengetahuan remaja putri tentang zat besi dan
anemia.
b. Aktivitas fisik dan fungsi, seperti ketidakmampuan dalam melakukan aktivitas fisik,
kemampuan dalam mengatur diri dan ketidakmampuan dalam menyiapkan makanan yang sehat.
c. Akses dan keamanan pangan, seperti asupan makanan yang tidak aman dan akses untuk
mendapatkan makanan sehat yang relatif sulit. Misalnya pada masyarakat perkotaan dimana banyak
tersedia banyak makanan siap saji dan kesibukan masyarakat yang cenderung mengonsumsi
makanan siap saji.
19
LANGKAH KONSELING GIZI YANG DILAKUKAN DI RAWAT INAP (BEDSIDE
TEACHING)
3. Konseling gizi yang dilakukan di rawat inap (Bedside teaching) bertujuan untuk memotivasi
pasien untuk mau mengikuti anjuran dan menghabiskan makanannya sehingga pasien cepat
sembuh.
4. Bisa beberapa kunjungan, karena konselor akan memonitor perkembangan pasien setiap hari
5. Ketika pasien akan pulang maka pasien baru dibekali dengan informasi yg lebih kompleks,
untuk diterapkan saat dirumah, dan dilanjutkan konseling gizi rawat jalan.
20
Hambatan Pelaksanaan Bedside teaching
1. Gangguan (misalnya Panggilan telpon)
2. Ruangan yang kecil sehingga padat dan sesak
3. Pasien merasa tidak nyaman
4. Pasien salah pengertian dalam diskusi
5. Pasien tidak terbuka
6. Pasien tidak kooperatif atau marah
21
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Proses konseling adalah suatu aktifitas pemberian nasihat atau berupa anjuran-
anjuran/saran-saran dalam bentuk pembicaraan /wawancara antara konselor dan klien
dengan beberapa tahapan sesuai dengan metode metode konseling.
Adapun tahap-tahap dalam konseling, dibagi menjadi tiga tahapan yaitu tahap awal konseling,
pada tahap ini diawali dengan membangun hubungan konseling yang melibatkan klien dan
diakhiri dengan menegosiasi kontrak. Selanjutnya tahaap pertengahan, tahap ini konselor dan
klien menjelajahi dan mengeksplorasi masalah, isu, dan kepedulian klien lebih jauh.
Selanjutnya, tahap akhir konseling, pada tahap ini konselor memutuskan perubahan sikap dan
perilaku yang memadai.
Dalam contoh kasus pembaca dapat lebih memahami bagaimana proses dan penanganan
dalam konseling itu sendiri.
4.2 Saran
Berdasarkan isi makalah ini, penulis menyarankan agar dalam proses konseling, konselor
menjalankan tugasnya sesuai dengan proses/tahapan dengan metode konseling yang sebenarnya
dan dalam mengatasi masalah klien, konselor sebaiknya menyimak problem klien dengan baik.
22
DAFTAR PUSTAKA
23