Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kehamilan adalah suatu hal yang dinantikan oleh setiap pasangan yang telah
menikah, namun tidak semua kehamilan dapat berjalan dengan lancar, terdapat
beberapa penyulit yang terjadi selama kehamilan sehingga dapat mengancam jiwa
ibu maupun janin
Salah satu komplikasi yang sering terjadi adalah hipertensi pada kehamilan.
Penyakit ini menyebabkan angka mortalitas dan morbiditas yang tinggi, sehingga
merupakan masalah kesehatan pada masyarakat. Hipertensi kehamilan adalah
kelainan yang belum diketahui penyebabnya secara pasti yang terjadi dalam masa
kehamilan dan dimanefestasikan dengan meningkatnya tekanan darah (tekanan
sistolik naik 30 mmHg per tekanan diastolik naik 15 mmHg diatas nilai dasar)
disertai protein uria, edema (preeklamsia) yang berlanjut pada kejang dan koma
(eklamsia) (Marrilyn E, Doenges 2001 : 178).
Beberapa komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh hipertensi pada kehamilan
antara lain: kekurangan cairan plasma akibat gangguan pembuluh darah,
gangguan ginjal, gangguan hematologis, gangguankardiovaskular, gangguan hati,
gangguan pernafasan, sindrom HELLP (hemolysis, elevated liver enzymes, low
platelet count), serta gangguan pada janin seperti pertumbuhan terhambat,
prematuritas hingga kematian dalam rahim.
Yang paling ditakutkan dari hipertensi pada kehamilan adalah preeklamsia
dan eklamsia atau keracunan pada kehamilan yang sangat membahayakan ibu
maupun janinnya. Namun jika bentuk-bentuk hipertensi diketahui sejak dini dan
ditangani secara tepat maka penyebab morbiditas dan mortalitas akibat hipertensi
dapat dikurangi.

B. Tujuan
1. Mengetahui definisi dan klasifikasi hipertensi pada ibu hamil

2. Mengetahui etiologi hipertensi pada ibu hamil

3. Mengetahui patofisiologi hipertensi pada ibu hamil

4. Mengetahui manifestasi klinis hipertensi pada ibu hamil

5. Mengetahui penatalaksanaan hipertensi pada ibu hamil

6. Mengetahui komplikasi hipertensi pada ibu hamil

7. Mengetahui hipertensi kronik pada ibu hamil

8. Mampu memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan hipertensi pada


kehamilan
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Hipertensi pada ibu hamil

Hipertensi kehamilan adalah kelainan yang belum diketahui penyebabnya


secara pasti yang terjadi dalam masa kehamilan dan dimanefestasikan dengan
meningkatnya tekanan darah (tekanan sistolik naik 30 mmHg per tekanan diastolik
naik 15 mmHg diatas nilai dasar) disertai protein uria, edema (preeklamsia) yang
berlanjut pada kejang dan koma (eklamsia) (Marrilyn E, Doenges 2001 : 178).

Penyakit hipertensi dalam kehamilan merupakan kelainan vaskuler yang


terjadi sebelum kehamilan atau timbul dalam kehamilan atau pada permulaan nifas.
Golongan penyakit ini ditandai dengan hipertensi dan kadang-kadang disertai
proteinuria, oedema, convulsi, coma, atau gejala-gejala lain.

Klasifikasi menurut American Committee and Maternal Welfare:

1. Hipertensi yang hanya khas dan hanya terjadi pada kehamilan adalah
preeklamsi dan eklamsia. Diagnosa dibuat atas dasar hipertensi dengan
proteinuri atau oedema atau kedua-duanya pada wanita hamil setelah minggu
20.
2. Hypertensi yang kronis.

Diagnosa dibuat atas adanya hipertensi sebelum kehamilan atau penemuan


hipertensi sebelum minggu ke 20 dari kehamilan dan hipertensi ini tetap
setelah kehamilan berakhir.

3. Preklamsi dan eklamsi yang terjadi atas dasar hipertensi yang kronis. Pasien
dengan hipertensi yang kronis sering memberat penyakitnya dengan kehamilan,
dengan gejala-gejala hipertensi naik, proteinuri, oedem dan kelainan retina.
4. Transient hypertension.
Diagnosa dibuat kalau timbul hipertensi dalam kehamilan atau dalam 24
jam pertama dari nifas pada wanita yang tadinya normotensif dan yang hilang
dalam 10 hari post partum. Hipertensi pada saat kehamilan yang dibahas dalam
makalah ini adalah hipertensi akut, karena hanya muncul pada saat hamil, dan
sebagian besar tidak memiliki riwayat hipertensi sebelumnya.

B. Etiologi

Hipertensi pada kehamilan jauh lebih besar kemungkinannya timbul pada wanita
yang :

1. Terpajan ke vilus korion untuk pertama kali


2. Terpajan ke vilus korion dalam jumlah sangat besar, seperti pada kehamilan
kembar atau mola hidatiosa
3. Sudah mengidap penyakit vaskular
4. Secara genetis rentan terhadap hipertensi yang timbul saat hamil

C. Patofisiologi

Vasospasme adalah dasar patofisiologi hipertensi. Konsep ini yang pertama


kali dianjurkan oleh volhard (1918), didasarkan pada pengamatan langsung
pembulh-pembuluh darah halus dibawah kuku, fundus okuli dan konjungtiva
bulbar, serta dapat diperkirakan dari perubahan-perubahan histologis yang tampak
di berbagai organ yang terkena. Konstriksi vaskular menyebabkan resistensi
terhadap aliran darah dan menjadi penyebab hipertensi arterial. Besar kemungkinan
bahwa vasospasme itu sendiri menimbulkan kerusakan pada pembuluh darah.

Selain itu, angiotensin II menyebabkan sel endotel berkonstraksi.


Perubahan-perubahan ini mungkin menyebabkan kerusakan sel endotel dan
kebocoran di celah antara sel-sel endotel. Kebocoran ini menyebabkan konstituen
darah, termasuk trombosit dan fibrinogen, mengendap di subendotel.
Perubahan-perubahan vaskular ini, bersama dengan hipoksia jaringan di sekitarnya,
diperkirakan menyebabkan perdarahan, nekrosis, dan kerusakan organ lain yang
kadang-kadang dijumpai dalam hipertensi yang berat.

D. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis untuk Hipertensi ringan dalam kehamilan antara lain :

1. Tekanan darah diastolik < 100 mmHg


2. Proteinuria samar sampai +1
3. Peningkatan enzim hati minimal

Manifestasi klinis untuk Hipertensi berat dalam kehamilan antara lain:

1. Tekanan darah diastolik 110 mmHg atau lebih


2. Proteinuria + 2 persisten atau lebih
3. Nyeri kepala
4. Gangguan penglihatan
5. Nyeri abdomen atas
6. Oliguria
7. Kejang
8. Kreatinin meningkat
9. Trombositopenia
10. Peningkatan enzim hati
11. Pertumbuhan janin terhambat
12. Edema paru

E. Penatalaksanaan
Adapun penatalaksanaannya antara lain, deteksi prenatal dini dilakukan waktu
pemeriksaan pranatal (ANC) dijadwalkan setiap 4 minggu sampai usia kehamilan
28 minggu, kemudian setiap 2 minggu hingga usia kehamilan 36 minggu, setelah
itu setiap minggu hal ini dilakukan untuk memantau perkembangan hipertensi dan
perkembangan fetus.

Penatalaksanaan di rumah sakit dilakukan evaluasi sistematik yang mencakup


pemeriksaan terinci diikuti oleh pemantauan setiap hari untuk mencari
temuan-temuan klinis seperti nyeri kepala, gangguan penglihatan, nyeri
epigastrium, dan pertambahan berat yang pesat

Berat badan saat masuk dan penambahan setiap hari didokumentasikan untuk
dibandingkan dengan penambahan berat badan ibu hamil normal sesuai usia
kehamilan, analisis proteinuria saat masuk dan dipantau setiap 2 hari. Pengukuran
tekanan darah dalam posisi duduk setiap 4 jam, kecuali antara tengah malam dan
pagi hari. Pengukuran kreatinin plasma atau serum, gematokrit, trombosit, dan
enzim hati dalam serum, dan frekuensi yang ditentukan oleh keparahan hipertensi,
evaluasi terhadap ukuran janin dan volume cairan amnion baik secara klinis
maupun USG

Terminasi kehamilan perlu dipertimbangkan pada hipertensi sedang atau berat


yang tidak membaik setelah rawat inap biasanya dianjurkan pelahiran janin demi
keselamatan ibu dan janin. Persalinan sebaiknya diinduksi dengan oksitosin
intravena. Apabila tampaknya induksi persalinan hampir pasti gagal atau upaya
induksi gagal, diindikasikan seksio sesaria untuk kasus-kasus yang lebih parah.

Terapi obat antihipertensi sebagai upaya memperlama kehamilan atau


memodifikasi prognosis perinatal pada kehamilan dengan penyulit hipertensi
dalam berbagai tipe dan keparahan telah lama menjadi perhatian. Penundaan
pelahiran pada hiperetensi berat biasanya harus segera menjalani kelahiran.

Pada tahun-tahun terakhir, berbagai penelitian diseluruh dunia menganjurkan


pendekatan yang berbeda dalam penatalaksanaan wanita dengan hiperetensi berat
yang jauh dari aterm. Pendekatan ini menganjurkan penatalaksanaan konservatif
atau “menunggu” terhadap kelompok tertentu wanita dengan tujuan memperbaiki
prognosis janin tanpa mengurangi keselamatan ibu.

F. Komplikasi

Perubahan Kardiovaskuler pada dasarnya berkaitan dengan meningkatnya


afterload jantung akibat hipertensi, preload jantung yang secara nyata
dipengaruhioleh berkurangnya secara patologis hipervolemia kehamilan akibat
perubahan hematologis, gangguan fungsi ginjal dan edema paru.

Prognosis selalu dipengaruhi oleh komplikasi yang menyertai penyakit


tersebut. Prognosis untuk hipertensi dalam kehamilan selalu serius. Penyakit ini
adalah penyakit paling berbahaya yang dapat mengenai wanita hamil dan janinnya.
Angka kematian ibu akibat hipertensi ini telah menurun selama 3 dekade terakhir
ini dari 5% -10% menadi kurang dari 3% kasus.

G. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Pada asuhan keperawatan pada klien dengan pregnancy Induced Hypertensi


(PIH) data-data yang perlu dikaji meliputi:

1) Identitas pasien

Pada wanita hamil primigrafida berusia kurang dari 25 tahun insidennya tiga
kali lebih tinggi dibanding dengan usia yang sama dengan multigrafida. Pada
wanita hamil berusia lebih dari 35 tahun dapat terjadi hipertensi laten. Meskipun
proporsi kehamilan dengan hipertensi kehamilan di Amerika Serikat pada
dasawarsa yang lalu meningkat hampir sepertiga. Peningkatan ini sebagian
diakibatkan oleh peningkatan jumlah ibu yang lebih tua dan kelahiran kembar.

Sebagai contoh, pada tahun 1998 tingkat kelahiran di kalangan wanita usia
30-44 dan jumlah kelahiran untuk wanita usia 45 dan lebih tua berada pada tingkat
tertinggi dalam 3 dekade, menurut National Center for Health Statistics. Lebih jauh
lagi, antara 1980 dan 1998, tingkat kelahiran kembar meningkat sekitar 50 persen
secara keseluruhan dan 1.000 persen di kalangan wanita usia 45-49; tingkat triplet
dan orde yang lebih tinggi kelahiran kembar melompat lebih dari 400 persen secara
keseluruhan, dan 1.000 persen di kalangan wanita di mereka 40-an.

2) Keluhan utama

Pasien dengan hipertensi pada kehamilan didapatkan keluhan berupa seperti


sakit kepala terutama area kuduk bahkan mata dapat berkunang-kunang, pandangan
mata kabur, proteinuria (protein dalam urin), peka terhadap cahaya, nyeri ulu hati.

3) Riwayat Penyakit Sekarang

Pada pasien jantung hipertensi dalam kehamilan, biasanya akan diawali


dengan tanda-tanda mudah letih, nyeri kepala (tidak hilang dengan analgesik biasa ),
diplopia, nyeri abdomen atas (epigastrium), oliguria (<400 ml/ 24 jam)serta
nokturia dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan apakah klien menderita diabetes,
penyakit ginjal, rheumatoid arthritis, lupus atau skleroderma, perlu ditanyakan juga
mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk
menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhan tersebut.

4) Riwayat Penyakit Dahulu

Perlu ditanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit seperti kronis


hipertensi (tekanan darah tinggi sebelum hamil), Obesitas, ansietas, angina, dispnea,
ortopnea, hematuria, nokturia dan sebagainya. Ibu beresiko dua kali lebih besar bila
hamil dari pasangan yang sebelumnya menjadi bapak dari satu kehamilan yang
menderita penyakit ini. Pasangan suami baru mengembalikan resiko ibu sama
seperti primigravida. Hal ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya
faktor predisposisi.

5) Riwayat Penyakit Keluarga

Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita


penyakit-penyakit yang disinyalir sebagai penyebab jantung hipertensi dalam
kehamilannya. Ada hubungan genetik yang telah diteliti. Riwayat keluarga ibu atau
saudara perempuan meningkatkan resiko empat sampai delapan kali.

6) Riwayat Psikososial

Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya


serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap
dirinya.

7) Riwayat Maternal

Kehamilan ganda memiliki resiko lebih dari dua kali lipat.

8) Pengkajian Sistem Tubuh

B1 (Breathing)

Pernafasan meliputi sesak nafas sehabis aktifitas, batuk dengan atau tanpa
sputum, riwayat merokok, penggunaan obat bantu pernafasan, bunyi nafas
tambahan, sianosis.

B2 (Blood)
Gangguan fungsi kardiovaskular pada dasarnya berkaitan dengan
meningkatnya afterload jantung akibat hipertensi. Selain itu terdapat perubahan
hemodinamik, perubahan volume darah berupa hemokonsentrasi. Pembekuan
darah terganggu waktu trombin menjadi memanjang.

Yang paling khas adalah trombositopenia dan gangguan faktor pembekuan lain
seperti menurunnya kadar antitrombin III. Sirkulasi meliputi adanya riwayat
hipertensi, penyakit jantung coroner, episodepalpitasi, kenaikan tekanan darah,
tachicardia, kadang bunyi jantung terdengar S2 pada dasar , S3 dan S4, kenaikan
TD, nadi denyutan jelas dari karotis, jugularis, radialis, tachicardia, murmur
stenosis valvular, distensi vena jugularis, kulit pucat, sianosis, suhu dingin.

B3 (Brain)

Lesi ini sering karena pecahnya pembuluh darah otak akibat hipertensi.
Kelainan radiologis otak dapat diperlihatkan dengan CT-Scan atau MRI. Otak
dapat mengalami edema vasogenik dan hipoperfusi. Pemeriksaan EEG juga
memperlihatkan adanya kelainan EEG terutama setelah kejang yang dapat bertahan
dalam jangka waktu seminggu.

Integritas ego meliputi cemas, depresi, euphoria, mudah marah, otot muka
tegang, gelisah, pernafasan menghela, peningkatan pola bicara. Neurosensori
meliputi keluhan kepala pusing, berdenyut , sakit kepala sub oksipital, kelemahan
pada salah satu sisi tubuh, gangguan penglihatan (diplopia, pandangan kabur),
epitaksis, kenaikan terkanan pada pembuluh darah cerebral.

B4 (Bladder)

Riwayat penyakit ginjal dan diabetes mellitus, riwayat penggunaan obat


diuretic juga perlu dikaji. Seperti pada glomerulopati lainnya terdapat peningkatan
permeabilitas terhadap sebagian besar protein dengan berat molekul tinggi.
Sebagian besar penelitian biopsy ginjal menunjukkan pembengkakan endotel
kapiler glomerulus yang disebut endoteliosis kapiler glomerulus. Nekrosis
hemoragik periporta dibagian perifer lobulus hepar kemungkinan besar merupakan
penyebab meningkatnya kadar enzim hati dalam serum.

B5 (Bowel)

Makanan/cairan meliputi makanan yang disukai terutama yang mengandung


tinggi garam, protein, tinggi lemak, dan kolesterol, mual, muntah, perubahan berat
badan, adanya edema.

B6 (Bone)

Nyeri/ketidaknyamanan meliputi nyeri hilang timbul pada tungkai,sakit kepala


sub oksipital berat, nyeri abdomen, nyeri dada, nyeri ulu hati. Keamanan meliputi
gangguan cara berjalan, parestesia, hipotensi postural

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan ditegakkan melalui analisis cermat terhadap hasil


pengkajian. Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada Pregnancy Induced
Hypertensi (PIH) meliputi hal-hal berikut:

1) Gangguan perfusi jaringan atau organ, menurun hipertensi atau kerusakan


vaskuler, vasospasme siklik, edema serebral atau perdarahan.

a) Tujuan

Dengan intervensi keperawatan mandiri dan kolaborasi (pemberian MgSO4 50


ml gram dalam 1000 cc D5%) perparentral dengan tetesan 12 tts / menit dalam
waktu 24 jam hipertensi akan terkontrol sampai ambang batas toleransi untuk
ibu dan janin dengan kriteria hasil:

i. Tekanan darah 130/90 mmHg.


ii. Ibu tidak merasa pusing.
iii. Pandangan tidak kabur.
iv. DJJ 130-140x/menit.
v. Urin output sesuai dengan berat badan ibu.

b) Intervensi dan rasionalisasi

NO Intervensi Rasional
1 Berikan tirah baring total dengan posisi Tirah baring dalam posisi
miring secara selang-seling miring menyebabkan
sirkulasi darah feto
maternal tidak mengalami
gangguan dan ibu
terbebas dari bahaya
hipotensi supinasi
2 Pantau pemberian infus MgSO4 50 mg + MgSO4 adalah obat anti
D5% 1000 cc agar habis dalam 24 jam. kejang yang bekerja pada
sinap mioneural dan
merelaksasi vasospasme
sehingga menyebabkan
peningkatan perfusi
ginjal, mobilisasi cairan
ekstra seluler (edema dan
dieresis)
3 Pantau urin output Pemberian infus D5% +
MgSO4 akan
meningkatkan GFR
ginjal, sehingga urine 24
jam sebagai acuan untuk
rehidrasi
4 Monitor tanda-tanda vital Tanda-tanda vital
menggambarkan keadaan
umum ibu dan status
hemodinamik

2) Resiko tinggi cedera pada ibu dan janin, Infusiensi uteroplasenta atau kelahiran
prematur atau solusio plasenta atau intoksikasi MgSO4.

a) Tujuan

Gawat janin dan intosikasi MgSO4 dapat diantisipasi dengan intervensi


keperawatan selama 24 jam pemberian MgSO4 dengan ktiteria hasil:

i. Tanda-tanda vital ibu dalam rentang normal


ii. Urine output ibu dalam rentang normal
iii. Ibu tidak merasakan adanya kontraksi uterus dan nyeri abdomen
iv. DJJ dalam rentang 120-160x/menit
v. Ibu merasakan adanya gerakan janin

b) Intervensi dan rasionalisasi

NO Intervensi Rasionalisasi
1 Pantau tanda-tanda vital ibu Tanda-tanda vital
menggambarkan keadaan
umum ibu dan status
hemodinamik
2 Kaji adanya protein uria setiap hari selama Kehilangan banyak
pemberian MgSO4 dan selama hipertensi protein mengakibatkan
moderat penurunan tekanan
onkotik kolod dan
peningkatan tekanan
hidrostatik yang
mengakibatkan udema
anasarka
3 Pantau pemberia IV MgSO4 Pemberian MgSO4 yang
berlebihan dapay
mengakibatkan
intoksikasi pada ibu
4 Periksa refleks profunda pada ibu Hasil pemeriksaan refleks
profunda (-) selama
pemberian MgSO4
merupakan tanda ibu
mengalami intoksikasi
MgSO4
5 Monitor DJJ setiap jam selama ibu Denyut jantung janin
mengalami hipertensi moderat 120-160x/menit
merupakan indikasi
bahwa janin dalam
keadaan sejahtera
6 Tanyakan pada ibu kapan merasakan Janin yang sehat
adanya gerakan janin yang terakhir sediktnya ibu akan
merasakan gerakan
bayinya 10x dalam sehari
7 Berikan lingkungan yang tenang dan Lingkungan yang tenang
menempatkan ibu dalam ruang isolasi mengurangi stimulasi dan
ibu dapat istirahat dengan
tenang

3) Asietas : ringan, sedang, berat, panik pada ibu. Ancaman keselamatan pada
bayi sebelum lahir.

a) Tujuan

Kecemasan ibu dapat diturunkan sampai ambang batas adaptif dengan


intervensi keperawatan 15 menit dengan kriteria hasil:
i. Ibu mampu mengekspresikan rasa kecemasannya secara konstruktif
ii. Ibu dapat memahami dan menerima dampak dari hipertensi kehamilan
iii. Tanda-tanda vital ibu dalam rentang normal
iv. Ekspresi wajah rileks

b) Intervensi dan rasionalisasi

NO Intervensi Rasionalisasi
1 Kaji tingkat ansietas pasien, perhatika Memahami tingkat
tanda depresi dan pengingkaran ansietas klien merupakan
modal dasar mengatasi
masalah ansietas
2 Dorong dan berikan kesempatan klien Mengekspresikan
untuk mengekspresikan perasaannya masalah merupakan cara
mengurangi beban
psikologis dan membuat
perasaan terbuka untuk
bekerja sama memberikan
informasi yang akan
membantu mengatasi
masalah
3 Temani klien untuk beberapa saat dan Ditemani dan
dengarkan keluhan klien dengan empati didengarkan keluhannya
membuat merasa dihargai
dan membangkitkan
kepercayaan diri
4 Jelaskan pada ibu bahwa ibu ditangani Pemahaman klien yang
oleh para profesional dibidangnya positif terhadap
orang-orang yang
menangani menambah
kepercayaan diri dan
meningkatkan motivasi
ibu untuk sembuh
5 Kaji tanda-tanda vital ibu Tanda-tanda vital dalam
rentang normal
menggambarkan kondisi
fisik dan psikis dalam
keadaan baik

H. Hipertensi kronik pada ibu hamil

Hipertensi adalah peningkatan tekanan dalam arteri yang berlanjut dan


menetap. Hipertensi bukan berarti syaraf yang tegang seperti umumnya yang
dikatakan orang. Tekanan darah dinyatakan tinggi bila tekanan sistolik adalah 140
mmhg atau lebih secara terus menerus, tekanan diastolik 90 mmhg atau lebih
secara terus menerus atau keduanya.

Diagnosis hipertensi kronik yang menjadi penyulit kehamilan dibuat jika


hipertensi terjadi sebelum kehamilan atau terjadi sebelum usia gestasi 20 minggu.

Tabel 1. klasifikasi dan penanganan tekanan darah pada dewasa

Klasifikasi Tekanan darah Penanganan

Modifikasi Terapi obat


gaya hidup
Sistolik Diastolik Tanpa Dengan
(mmHg) (mmHg) indikasi indikasi
memaksa memaksa

Normal <120 Dan <80 Dianjurkan Pengobatan Penyakit


tidak ginjal kronik
diindikasikan atau diabetes
Prehipertensi 120-139 Atau Ya Sebagian Penyakit
80-90 besar ginjal kronik
diuretiktipe atau diabetes
thiazide

Hipertensi 140-159 Atau Ya Obat lain


derajat 1 90-99 jika perlu:
diuretik,
inhibitor
ACE, ARB,
penyekat β,
CCB

Hipertensi  160 Atau  Ya Sebagian


derajat 2 100 besar
kombinasi
dua obat
biasanya
diuretik tipe
thiazide dan
ACEI, atau
ARB, atau
penyekat β,
atau CCB

Tabel diatas memperlihatkan nilai ambang tekanan darah untuk diagnosis


hipertensi pada orang dewasa. Pada sebagian wanita dengan hipertensi kronik,
peningkatan tekanan darah adalah satu-satunya temuan beberapa wanita memiliki
komplikasi yang telah ada sebelumnya yang membuat kehamilan menjadi
beresiko, termasuk penyakit jantung hipertensi atau iskemik, insufisiensi ginjal,
atau riwayat stoke. Faktor-faktor predisposisi hipertensi kronik mencangkup
obesitas dan hereditas. Wanita penderita hipertensi kronik memiliki peningkatan
resiko bermakna terhadap preeklamsia superimposed, yang nantinya sangat
meningkatkan resiko kelahiran prematur dan komplikasi kehamilan lainnya
seperti solusio plasenta dan retriksi pertumbuhan janin

1. Efek hipertensi pada kehamilan

a. Efek maternal

Sebagian besar wanita yang minum obat antihipertensi, hipertensi nya


terkontrol dengan baik sebelum kehamilan, meskipun masih beresiko mengalami
solusio plasenta dari preeklamsia superimposed. Resiko mortalitas ibu meningkat
dari 10 dari 100.000 menjadi 230 dari 100.000 kelahiran hidup pada wanita yang
menderita hipertensi kronik.

b. Solusioplasenta

Insiden solusio meningkat dari 1 dari 200-300 pada wanita non hipertensi
menjadi 1 dari 50 pada wanita dengan hipertensi kronik ringan dan 1 dari 12
wanita yang hipertensi berat. Merokok semakin meningkatkan resiko ini.

c. Preeklamsia superimposed

Telah umum diterima bahwa wanita dengan hipertensi kronik memiliki


peningkatan resiko terhadap preeklamsia superimposed dan komplikasi ini pada
setidaknya 1 dari 25% wanita.

d. Efek pada janin neonatus

Kelahiran prematur paksa akibat preeklamsia superimposed berat dan


restriksi pertumbuhan janin akibat penyakit vaskuler hipertensi yang melibatkan
plasenta merupakan penyebab utama mortlalitas dan morbilitas perinatal pada
wanita penderita hipertensi kronik.

Tabel 2. hasil akhir pada wanita dengan hipertensi kronik, preeklamsia


superimposed, atau yang memerlukan pengobatan antihipertensi pada awal
kehamilan
2. Evalusi prakonsepsi dan awal kehamilan

Wanita penderita hipertensi kronik idealnya harus berkonsultasi dan di


evaluasi sebelum kehamilan. Durasi hipertensi kronik, tingkat pengendalian
tekanan darah, dan terapi antihipertensi harus diketahui. Kesehatan umum,
aktivitas harian, diet, dan perilaku individu harus ditentukan. Efek yang
merugikan seperti gangguan serebrovaskuler, infark miokardium. Gagal jantung ,
atau disfungsi ginjal sangatlah terkait.

Evaluasi juga mencangkup penilaian fungsi ginjal, hati, dan jantung.


Penilaian jantung harus ditujukan untuk mengetahui adanya setiap disritmia atau
bukti adanya hipertropi ventrikel kiri, yang menunjukan hipertensi kronik atau
tidak terkontrol dengan baik atau keduanya. Wanita penderita hipertropi ventrikel
kiri bermakna memiliki peningkatan resiko disfungsi jantung dan gagal jantung
kongestif selama kehamilan. Pada wanita dengan riwayat penyakit sebelumnya
atau hipertensi jangka panjang, diindikasikan dengan ekokardiografi.

Fungsi ginjal dinilai dengan kreatinin serum dan perhitungan proteinuria. Jika
salah satunya abnormal, wanita ini memiliki peningkatan resiko efek merugikan
pada kehamilan namun, efek kehamilan dapat sulit dibedakan dengan progresi
penyakit ginjal yang pasti terjadi. Sebagai prinsip umum, meskipun tidak tepat
linear, insufisiensi ginjal berbanding terbalik secara proposional dengan
peningkatan resiko komplikasi hipertensi pada hasil akhir kehamilan. Kehamilan
merupakan kontraindikasi relatif pada wanita yang, meskipun diterapi, tetap
bertekanan darah diastolik persisten 110 mmhg atau lebih, memerlukan anti
hipertensi multipel, atau yang kreatinin serumnya lebih dari 2 Mg/dL.
Kontraindikasi yang lebih kuat mencangkup wanita yang memiliki riwayat
trombosis atau perdarahan serebrovaskuler, infarck miokardium atau gagal
jantung.

3. Penangganan selama kehamilan


Tujuan wanita yang kehamilan disertai dengan penyulit hipertensi kronik
adalah memperkecil atau mencegah setiap efek buruk maternal atau perinatal
sepertu yang telah dijelaskan. Secara umum, penanganan ditujukan pada
pencegahan hipertensi sedang atau berat serta pencegahan preeklamsia
superimposed. Modivikasi perilaku yang dianjurkan mencangkup konseling diet
dan mengurangi merokok, alkhohol, koain, atau penyalagunaan zat lainnya. Telah
diterima bahwa wanita penderita hiperttensi berat harus selalu diterapi
berdasarkan indikasi ibu terlepas dari apapun status kehamilannya. Ini
mencangkup wanita hamil dengan riwayat hasil akhir merugikan, termasuk
kejadian serebrovaskuler, infark miokardium, dan disfungsi jantung atau ginjal.
Kita setuju dengan filosofi memulai terapi antihipertensi pada wanita sehat
dengan tekanan darah diastolik persinten 100mmhg atau lebih.

a. Pengobatan antihipertensi selama kehamilan

Pengobatan antihipertensi yang dilanjutkan pada wanita hamil dengan


hipertensi kronik yang telah minum obat pada awal kehamilan diperdebatkan.
Meskipun bermaanfaat pada ibu untuk menurunkan tekanan darahnya, tekanan
lebih rendah secara teoritis dapat mengurangi perfusi uteroplasenta dan
membahayakan janin. Studi tentang pengobatan hipertensi kronik pada kehamilan
tidak menunjukan penurunan insiden terjadinya preeklamsia superimposed. Satu
pengamatannya yang penting pada studi tekini bahwa tidak ada efek buruk yang
ditemukan pada kelompok yang diobati. Oleh sebab itu, cukup beralasan untuk
mengobati wanita yang menderita hipertensi kronik ringan atau sedang tanpa
komplikasi yang jika ia tidak hamil pasti diresepkan obat antihipertensi.
Kehawatiran teoritis mengenai retriksi pertumbuhan janin akibat berkurangnya
perfusi plasenta dengan menurunkan tekanan darah maternal dikacaukan dengan
bahwa perburukan tekanan darah itu sendiri berkaitan dengan pertumbuhan janin
yang abnormal.

b. Pemilihan obat anti hipertensi


Beberapa kategori obat antihipertensi telah digunakan pada wanita hamil.
α-methildopa memberikan hasil yang baik , dan penggunaannya dalam kehamilan
dianggap aman. Obat-obat adrenergik , terutama Labetalol , juga digunakan ,
terutama di Eropa , tetapi tidak lebih bermanfaat dibandingkan α-methildopa.
Namun , Atenolol ternyata berkaitan dengan restriksi pertumbuhan dan harus
dihindari pada kehamilan. Penggunaan nifedipin juga telah dilaporkan , tetapi
datanya sangat terbatas untuk penggunaan secara rutin pada kehamilan. Diuretik
biasanya tidak digunakan sebagai terapi lini pertama selama kehamilan , terutama
setelah 20 minggu , karena kekhawatiran tentang obat ini secara teoritis.
Kekhawatiran tersebut adalah bahwa diuretik akan mengurangi volume darah
sehingga rentan menimbulkan insufisiensi plasenta. Inhibitor enzim pengonfersi
angiotensin berkaitan dengan malformasi janin dan tidak digunakan selama
kehamilan.

c. Penilaian Janin

Wanita dengan hipertensi kronik yang terkontrol baik dan tanpa faktor
penyulit umumnya dapat diharapkan memiliki hasil kehamilan yang baik. Karena
wanita sehat dengan hipertensi ringan saja dapat memiliki peningkatan resiko
solusio plasenta , preeklamsia superimposed , kelahiran prematur , dan retriksi
pertumbuhan janin , biasanya dianjurkan seragkaian penilaian kesejahteraan janin
antepartum. Usia gestasional saat dimulainya penilaian ini bervariasi sesuai
dengan keparahan penyakit dan perjalanan klinis keseluruhan.

d. Diagnosis Preeklamsia Superimposed

Diagnosis ini dapat sulit ditegakkan pada wanita dengan hipertensi kronis.
Kriteria yang mendukung diagnosis preeklamsia superimposed mencakup adanya
proteinuria , perburukan proteinuria yang sudah ada , gejala neurologis , termasuk
sakit kepala berat dan gangguan penglihatan , oligouria , dan kejang atau edema
paru. Kelainan laboratorium yang menunjang diagnosis mencakup peningkatan
kadar kreatinin serum , trombositopenia ( <100.000 trombosit / mml3) atau
peningkatan bermakna kadar transaminase hati di serum.
e. Pelahiran

Praktek pada institusi kita selalu menunggu persalinan saat aterm pada wanita
dengan hipertensi kronik yang terkontrol baik dan tanpa komplikasi , dengan
perjalanan kehamilan normal , dan dengan pertumbuhan janin dan volume cairan
amnion normal. Induksi persalinan dipertimbangkan pada wanita dengan
komplikasi atau yang hasil uji janinnya abnormal. Umumnya , diupayakan
pelahiran pervagina. Ini mencakup wanita dengan preeklamsia superimposed
prematur berat.

4. Pertimbangan Pasca Partum

Banyak wanita dengan hipertensi kronik dan preeklamsia superimposed berat


memiliki volume darah yang lebih sedikit daripada wanita dengan kehamilan
normal. Wanita ini mengalami vasokonstriksi berat dan secara umum mengalami
kehilangan darah banyak , yang dapat menyebabkan oligouria pasca partum. Pada
wanita ini , akan sulit atau berbahaya untuk mengupayakan mempertahankan
volume intravaskular dan perfusi ginjal dengan hanya memberikan larutan
klistaloid atau koloid intravena. Transfusi darah , mungkin diperlukan untuk
mempertahankan volume intravaskular agar perfusi jaringan terjaga baik. Beban
kerja ventrikel kiri pada wanita ini mungkin meningkat ketika cairan intertisial
dipindahkan untuk diekskresikan selama periode pasca partum. Edema serebral ,
gagal jantung , edema paru , dan disfungsi ginjal merupakan komplikasi yang
dapat terjadi pada keadaan ini.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

Anda mungkin juga menyukai