A. Latar Belakang
Dalam Pasal 18 ayat (1) UUD NKRI 1945 disebutkan bahwa Negara Kesatuan
Republik Indonesia dibagi atas daerah – daerah Provinsi dan daerah Provinsi dibagi atas
Kabupaten dan Kota, yang tiap – tiap daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota itu mempunyai
pemerintahan daerah yang diatur dengan undang – undang. Dengan luas wilayah yang ada
di Indonesia dan juga karakter yang berbeda – beda, maka pelaksanaan segala urusan yang
terpusat tidak akan dapat berlangsung secara efektif dan efisien. Salah satunya adalah
kewenangan di bidang perizinan di sejumlah daerah di Indonesia salah satunya di Propinsi
Bali dituangkan dalam bentuk Perda.
Dalam memanfaatkan ruang di Provinsi Bali sudah diatur secara tegas dalam Peraturan
Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi
(RTRWP) Bali Tahun 2009 – 2029 (selanjutnya disebut Perda No 16 Tahun 2009 Tentang
RTRWP Bali Tahun 2009-2029). Dengan mengacu pada Perda RTRWP Bali ini diharapkan
dapat menjadi payung hukum bagi peraturan lain dibawahnya khususnya peraturan
mengenai pemanfaatan ruang di Kabupaten Badung. Saat ini Kabupaten Badung mengacu
pada Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 26 Tahun 2013 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten Badung Tahun 2013-2033 (selanjutnya disebut Perda No 26
Tahun 2013 Tentang RTRWK Badung Tahun 2013-2033). Dalam Perda ini, obyeknya
mencakup wilayah administrasi Kabupaten terdiri atas 6 (enam) wilayah kecamatan,
meliputi Kecamatan Petang, Abiansemal, Mengwi, Kuta Utara, Kuta dan Kuta Selatan
dengan luas seluruhnya 41.852 Ha (7,43%) dari luas wilayah Provinsi Bali. Dengan Perda
ini, pejabat pemerintah daerah bisa melaksanakan tugasnya baik yang bersifat mengatur dan
mengurus secara bertanggung jawab sesuai dengan kewenangan yang diberikan termasuk
dalam hal pemanfaatan ruang di Kabupaten Badung secara optimal. Pembuatan dan
penerbitan izin merupakan tindakan hukum pemerintah sehingga harus berdasarkan
wewenang yang diberikan dan sesuai dengan peraturan perundang – undangan. Perda
RTRWK ini memungkinkan diterbitkannya Izin Pemanfaatan Ruang (IPR). Pasal 1 angka
78 Perda No 26 Tahun 2013 Tentang RTRWK Badung Tahun 2013-2033 menentukan Izin
Pemanfaatan Ruang yang selanjutnya disebut IPR adalah izin yang dipersyaratkan dalam
kegiatan Pemanfaatan Ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan.
Penyelenggarakan pembangunan di daerah khususnya di bidang kepariwisataan
memerlukan perencanaan yang matang baik dari segi potensi sumber daya alam, kualitas
sumber daya manusia maupun dari segi penataan ruang yang serasi dan seimbang agar tidak
merusak lingkungan yang ada. Dukungan dari masyarakat, pemerintah maupun pihak
swasta lainnya sangat diperlukan didalam melaksanakan pembangunan di suatu wilayah
khususnya pemerintah daerah Provinsi Bali tepatnya di Kabupaten Badung yang mengalami
2
perkembangan pesat di bidang pariwisata harus mampu memanfaatkan ruang yang ada
secara bijaksana.
Dalam memanfaatkan ruang di Kabupaten Badung harus diatur secara tegas melalui
perangkat hukum yang jelas agar mampu meningkatkan kualitas ruang yang ada. Untuk
mengantisipasi terjadinya perubahan struktur dan pemanfaatan ruang maka diperlukan
adanya Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi(RTRWP) Bali dengan berlandaskan budaya
Bali dan juga diperlukan pengaturan secara khusus mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten(RTRWK) Badung agar mampu memanfaatkan ruang secara optimal tanpa
merusak lingkungan sekitarnya. Dengan adanya Perda RTRWK di Kabupaten Badung
memungkinkan diterbitkannya Izin Pemanfaatan Ruang (IPR). Bupati Badung selaku
Kepala Daerah berkewajiban menata pemanfaatan ruang dengan dilandasi perangkat hukum
yang jelas. Kepala Daerah memiliki kewenangan kebebasan bertindak didasarkan atas
suatu pertimbangan tertentu untuk mengeluarkan izin.
Salah satu contoh kasus yang lagi marak saat ini adalah berkaitan dengan IPR
beroperasinya Usaha SPA Ilegal Di Kabupaten Badung yang dianggap melanggar batas
radius kesucian Pura sebagai tempat suci Agama Hindu berdasarkan putusan Bhisama.
Namun disisi lain, pemerintah pelaku usaha SPA berdalih bahwa pembangunan SPA ersebut
telah mengikuti prosedur yang benar dan telah memperoleh izin berdasarkan pada peraturan
perundang – undangan yang berlaku.
Dalam Perda Nomor 26 Tahun 2013 Tentang RTRWK Badung Pasal 1 angka 24
menentukan “Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan yang mencakup sumber daya alam, dan sumber daya
buatan”. Pasal 23 ayat (1) Perda Nomor 26 Tahun 2013 Tentang RTRWK Badung
menentukan Rencana Pola Ruang Wilayah Kabupaten terdiri atas kawasan lindung dan
kawasan budidaya. Ayat (2) menentukan Kawasan lindung (non budidaya) di kabupaten
Badung terdiri dari: a. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan
bawahannya; b. Kawasan perlindungan setempat; c. Kawasan suaka alam dan cagar
budaya; d. Kawasan rawan bencana alam; e. Kawasan lindung geologi; dan
f. Kawasan lindung lainnya.
Kawasan lindung tidak boleh diubah peruntukannya karena berfungsi utama melindungi
kelestarian lingkungan hidup. Kawasan lindung hanya boleh dikelola dan dimanfaatkan
sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Keppres Nomor 32 Tahun 1990 Tentang
Pengelolaan Kawasan Lindung. Pengelolaan kawasan lindung bertujuan untuk mencegah
kerusakan fungsi lingkungan hidup sehingga pemanfaatannya hanya digunakan untuk
kepentingan pendidikan, penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan teknologi serta
ekowisata sepanjang tidak mengganggu fungsi lindung.
3
merupakan suatu daya tarik Wisatawan dimana Kabupaten Badung merupakan daerah
pariwisata yang berada di Bali sehingga keberadaan Spa sangat menguntungkan karena
oleh Oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab untuk membuat suatu usaha
Badung sanggat tidak berefek positif bagi masyarakat Kabupaten Badung itu sendiri,
karena tempat tersebut yang tersedia hanyalah tempat prostitusi yang terselubung yang
membawa ke efek negatif bahkan tempat tersebut tidak pantas berada di daerah seperti
itu sebab hal tersebut sanggat melanggar norma-norma yang berada di tengah-tengah
masyarakat Kabupaten Badung oleh sebab itu banyaknya masyarakat yang tidak merasa
nyaman dengan adanya tempat prostitusi yang berkedok Spa tersebut. Banyaknya usaha
Spa yang melakukan pelanggaran izin usaha yang terjadi bahkan ada juga yang tidak
mengontrol tempat usaha tersebut. Sehingga pemilik tempat usaha tersebut tidak perlu
melakukan izin usaha atau memperpanjang izin usaha. Dengan demikian menimbulkan
banyaknya terjadi pelanggaran yang timbul dan tidak sesuai dengan aturan-aturan yang
ada.
Usaha Spa yang tidak memiliki izin usaha tersebut sudah melanggar peraturan
tentang pendirian usah karena izin usaha tersebut bersifat normative untuk mendapatkan
sebuah izin usaha baik itu Rumah pijet ataupun Spa ada persyaratan yang harus di
penuhi karena Spa menyangkut kesehatan, oleh karena itu harus ada rekomendasi dari
dinas Kesehatan. Keterlibatan dinas Kesehatan untuk menghindari dari penyalah gunaan
izin usaha Spa, Karena esensi Rumah pijet atau spa adalah tempat untuk kesehatan atau
kebugaran. Dalam mendirikan sebuah usaha Spa harus sesuai dengan SOP (standar
tersebut sudah tertera di dalam aturan standar Usaha Spa sesuai Permen Parekraf No
24/2014 oleh Dinas Kabupaten Badung yang dasar hukumnya adalah UU No 10 Tahun
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. (di akses pada
Suatu usaha Spa yang menyediakan layanan prostitusi biasanya tempatnya terkesan
tertutup dan biasasnya kaca di depan tidak tembus pandang, pelang yang terpajang di
depan usaha spa tersebut biasanya bertuliskan Massage dan Lulur, ketika pelanggan
masuk ke Spa tersebut akan di sambut oleh resepsionis atau kasir dimana seorang
resepsionis tersebut menawarkan foto-foto untuk memilih terafis yang diinginkan oleh
pelanggan. Setelah itu pelanggan akan diajak ke kamar yang di sediakan oleh Spa
tersebut, setelah terapisnya datang pelanggan akan disuruh membukan pakiannya, disini
lah kuncinya jika disuruh membukan seluruh pakian di pastikan tempat tersebut
merupakan Spa yang menyediakan jasa prostitusi. Terapis spa tersebut memijit sambil
melakukan negosiasi kepada pelanggan tapi ada juga pada saat memijit biasanya
terafis Spa tersebut maka akan di lanjutkan dengan proses esek-esek, setelah selesai
pelanggan disuruh membayar sesuai harga yang ditentukan saat bernogoisasi dengan
terapis Spa tersebut selain itu pelanggan juga harus membayar ke resepsionis Spa
tersebut,
Dalam usaha prostitusi yang berkedok Spa yang berada di Kabupaten Badung
sudah jelas melanggar peraturan daerah Kabupaten Badung nomor 6 tahun 2001 tentang
adanya larangan tertulis seperti pada pasal 2 yang berbunyi Setiap orang dilarang
melakukan Perbuatan Tuna Susila dan atau Pelacuran dalam Daerah Kabupaten
6
Badung, dan juga tertulis pada pasal 3 yang berbunyi setiap orang atau badan hukum
dilarang :
Pelacuran.
b) Menjadi Tuna Susila dan atau Pelacur dalam Daerah.
c) Mendatangkan Tuna Susila dan atau Pelacur dari luar Daerah.
d) melindungi atau menjadi pelindung Perbuatan Tuna Susila dan atau
Salah satu penyelahgunaan izin usaha Spa yang berada di Kabupaten Badung
adalah penyalah gunaan Spa yang menjadi media prostitusi terselubung serta ada
yang mempunyai izin usah dan ada juga yang tidak mempunyai izin usaha. Ini dapat
dilihat di sekitaran di area Central Parkir, Jalan Raya Kuta, Badung yang berkedok
sebagai Usaha Spa tetapi menjalankan prostitusi terselubung bahkan ada yabg
menyebutnya sebagai Spa plus-plus. Dengan adanya seperti ini maka dalam
perketat lagi agar tidak adanya Spa-spa yang menjalankan usaha Spa yang menjadi
media prostitusi terselubung dan tempat pesebaran penyakit HIV dan AIDS. Dengan
hal tersebut masyarakat jelas merasa resah dan terganggu dengan keberadaan
D. Tujuan Penelitian.
1. Tujuan Umum
E. Manfaat Penelitian.
1. Manfaat Teoritis
a. Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang didapat dalam perkuliahan dan
melakukan perbandingannya dengan praktek yang terjadi di lapangan.
b. Mengetahui secara mendalam mengenai perizinan usaha pariwisata terhadap usaha .
Agar nantinya masyarakat paham terhadap pentingnya mengajukan izin usaha .
c. Memberikan informasi agar pemilik usaha spa agar segera mengajukan izin usaha
spa sesuai dengan aturan yang ada.
2. Manfaat Praktis
8
b. Wewenang Pemerintah
Salah satu prinsip dalam negara hukum adalah wermatigheid van bestuur atau
pemerintahan berdasarkan peraturan perundang undangan. Dengan kata lain, setiap
tindakan hukum pemerintah, baik daalam menjalankan fungsi pengaturan maupun
fungsi pelayanan, harus didasarkan pada wewenang yang diberikan oleh peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
B. Pengawasan
1. Pengertian Pengawasan
Mengenai definisi pengawasan dari segi tata bahasa , istilah pengawasan dalam
bahasa Indonesia asal katanya adalah awas sehingga pengawasan merupakan kegiatan
mengawasi saja, dalam arti melihat sesuatu dengan seksama. Dalam memberikan defnisi
atau batasan tentang pengawasan tidaklah mudah. Menurut S.P.Siagian, pengawasan
merupakan proses pengamatan pada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk
menjamin agar semua pekerjaan dilakukan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan
kegiatan manajer yang mengusahakan agar semua pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan
rencana yang ditentukan sebelumnya.
2. Macam-macam Pengawasan
di tarik kesimpulan bahwa pengawasan adalah setiap usaha atau tindakan serta
kegiatan untuk mengukur sejauh mana pelaksanaan tugas yang di berikan atau
dibebankan dapat sesuai tujuan dan sasarannya.
4. Perizinan
5. Sifat Izin
b. Izin bersifat terikat, adalah izin sebagai keputusan tata usaha negara
yang penerbitannya terikat pada atuan dan hukum tertulis dan tidak
tertulis serta organ yang berwenang dalam izin kadar kebebasannya
dan wewenangnya tergantung pada kadar sejauh mana peraturan
perundang-undangan mengaturnya,
c. Izin yang bersifat menguntungkan, merupakan izin yang isinya
mempunyai sifat menguntungkan pada yang bersangkutan. Izin yang
bersifat menguntungkan isi nyata keputusan merupakan titik pusat
yang memberi anugerah kepada yang bersangkutan.
d. Izin yang bersifat memberatkan, merupakan izin yang isinya
mengandung unsur-unsur memberatkan dalam bentuk ketentuan
ketentuan yang berkaitan kepadanya. Di samping itu izin yang
15
agar izin atau setiap izin atau tempat-tempat usaha, bangunan dan bentuk
mengenai fungsi perizinan, hal ini tergantung pada kenyataan konkret yang
keragaman pula dari fungsi izin ini, yang secara umum dapat disebutkan sebagai
berikut :
a. Keinginan mengarahkan (mengendalikan “sturen”) aktivitas-aktivitas
tertentu, misalnya izin pembangunan.
b. Mencegah bahaya bagi linkungan (izin-izin lingkungan).
c. Keinginan melindungi objek-objek tertentu (izin terbang, izin
membongkar pada monumen-monumen)
d. Hendak membagi benda-benda yang sedikit (izin penghuni di daerah
padat penduduk)
16
a. Dari sisi pemerintah, tujuan pemberian izin itu adalah sebagai berikut:
untuk melaksanakan peraturan apakah ketentuan ketentuan yang
termuat dalam peraturan tersebut sesuai dengan kenyataan dalam
praktiknya atau tidak, dan sekaligus untuk mengatur ketertiban.
b. Sebagai sumber pendapatan daerah, dengan adanya permohonan izin,
maka secara langsung pendapatan pemerintah akan karena setiap izin
yang dikeluarkan, pemohon harus retribusi yang tujuan akhirnya
adalah untuk biaya pembangunan.
2. Bentuk dan Isi Perizinan
siapa yang memperoleh izin tersebut. Selanjutnya dinyatakan untuk apa izin
Dari uraian di atas jelas bahwa, inti dari regulasi dan deregulasi proses
perizinan adalah pada tata cara dan prosedur perizinan. Untuk itu maka isi
regulasi dan deregulasi haruslah memenuhi nilai-nilai :
a. Sederhana.
b. Jelas.
d. Menimalkan kontrak fisik antar pihak yang melayani dengan pihak yang
dilayani.
luas.
Dibentuk suatu hubungan hukum tertentu. Dalam hubungan hukum ini oleh organ
pemerintahan diciptakan hak-hak (izin) dan kewajiban kewajiban tertentu bagi yang
berhak.
Pasal 16
Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat menunda atau meninjau kembali
pendaftaran usaha pariwisata apabila tidak sesuai dengan ketentuan tata cara
sebagaimana dimaksud dalam pasal 15.
Pasal 17
Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib mengembangkan dan melindungi
usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi dalam bidang usaha pariwisata dengan
cara :
a. Membuat kebijakan percadanagan usaha pariwisata untuk usaha
mikro, kecil, menengah dan koperasi; dan
b. Memfasilitasi kemitraan usaha mikro, kecil, menengah dan koprasi
dengan usaha skala besar.
Pasal 26
Setiap pengusaha pariwisata berkewajiban :
a. Menjaga dan menghormati norma agama, adat istiadat, budaya dan
nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat setempat;
b. Memberikan informasi yang akurat dan bertanggung jawab;
c. Memberikan pelayanan yang tidak diskriminatif;
d. Memberikan kenyamanan, keramahan, perlindungan keamanan, dan
keselamatan wisatawan;
e. Memberikan perlindungan asuransi pada usaha pariwisata dengan
kegiatan yang berisiko tinggi;
f. Mengembangkan kemitraan dengan usaha mikro, kecil, dan koperasi
setempat yang aling memerlukan, memperkuat, dan menguntngkan;
g. Mengutamakan penggunaan produk masyarakat setempat, produk
dalam negeri,dan memberikan kesempatan kepada tenaga kerja lokal;
(3) Teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dikenakan
kepada pengusaha paling banyak 3 (tiga) kali,
(4) Sanksi pembatasan kegiatan usaha dinekanakan kepada pengusaha yang tidak
mematuhi teguran sebagaiman dimaksud pada ayat (3).
(5) Sanksi pembekuan sementara kegiatan usaha dikenakan kepda pengusaha
yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan
ayat (4).
Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 9
(3) Urusan pemerintah konkuren sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
urusan pemerintahan yang dibagi antara pemerintah pusat dan daerah provinsi dan
daerah kabupaten/kota.
Pasal 11
(1) Urusan pemerintahan konkuren sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat
(3) yang menjadi kewenangan daerah trdiri atas urusan pemerintahan wajib dan
urusan pemerintahab pilihan.
Pasal 12
(3 ) Urusan pemerintah pilihan sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 ayat (1)
22
meliputi :
a. Kelautan dan perikanan;
b. Pariwisata;
c. Pertanian;
d. Kehutanan;
e. Energi dan sumber daya mineral;
f. Perdagangan;
g. Perindustrian;
h. Transmigrasi.
Peraturan menteri kebudayaan dan pariwisata nomor PM.91/HK.501/MKP/2010
Tentang tata cara pendaftaran usaha penyelengaraan kegiatan hiburan dan rekreasi.
Pasal 13
Daftar usaha pariwisata berisi:
Pasal 14
Daftar usaha pariwisata dibuat dalam bentuk dokumen tertulis dan/atau dokumen
elektronik.
pengawasan Pasal 22
(1) Bupati, Walikota, dan / atau Gubernur melakukan pengawasan dalam rangka
pendaftaran usaha pariwisata.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat meliputi pemeriksaan
sewaktu-waktu ke lapangan untuk memastikan kesesuaian kegiatan usaha dengan
daftar usaha pariwisata.
24
G. METODE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
terhadap efektivitas hukum tertulis maupun hukum kebiasaan yang tercatat yang pada
dasarnya merupakan kensenjangan antara norma (das sollen) dengan realitas hukum (das
sein). Faktor-faktor yang mempengaruhi hukum itu berfungsi dalam masyarakat seperti
2. Sifat Penelitian
lengkap baik dalam bentuk verbal atau numerikal, menyajikan informasi dasar akan
Kabupaten Badung.
25
a. Data primer adalah data yang bersumber dari penelitian langsung di lapangan,yaitu
suatu data yang di peroleh langsung dari sumber pertama di lapangan yaitu baik dari
responden maupun informan. Dalam Hal ini lokasi penelitian akan di lakukan pada
2. Bahan Hukum Sekunder adalah bahan hukum yang yang erat hubungannya
sekunder
a. Teknik Studi Dokumen adalah teknik awal yang digunakan dalam setiap penelitian
hukum normatif maupun penelitian hukum empiris. Karena dalam teknik studi
hukum. Studi dokumen dilakukan atas bahan-bahan hukum yang relevan dengan
wawancara langsung dengan para pemilik usaha spa mengenai izin usaha.
Dinas Perizinan,
2 Apakah faktor-faktor penghambat didalam Pemilik Usaha spa di
Teknik yang di gunakan dalam penelitian ini adalah teknik non probability sampling
yang memberikan peran yang sangat besar dalam penelitian untuk penentuan pengambilan
sampel. Dalam hal ini tidak ada ketentuan pasti berapa sampel yang harus diambil agar
Teknik cara sampel ini diterapkan apabila data tentang populasinya sedikit. (Suratman dan
Philips Dillah, 2015:121). Pengambilan sampel dalam sikripsi ini dilakukan di beberapa
Bentuk dari non probability sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah
purposive sampling yang sampelnya dipilih atau di tentukan sendiri, yang mana penunjukan
dan pemilihan sampel didasarkan pertimbangan bahwa sampel telah memenuhi ciri-ciri dan
b. Dinas Perizinan
menjawab permasalahan yang timbul dalam sikripsi ini.Pengolahan data dilakukan dengan
modelanalisis data secara kualitatif, yaitu Segala sesuatu yang dinyatakan responden, baik
secara tertulis maupun lisan serta perilaku nyata yang dipelajari dan diteliti sebagai sesuatu
yang utuh. dengan mengambil kesimpulan berdasarkan pemikiran yang logis dari hasil
wawancara dengan para informan maupun dari data yang di peroleh dari studi kepustakaan
dan analisis dalam bentuk deskriptif .Deskriptif analisis yakni penyajian dengan
menggambarkan asepek – aspek tertentu yang berkaitan dengan masalah yang di hadapi dan
Adapun alur pengolahan data kualitatif diawali dengan adanya pengumpulan data
baik yang dilakukan dengan menggunakan teknik studi dokumen, teknik wawancara, teknik
observasi. Setelah data terkumpul maka data akan direduksi, yaitu data yang telah dikumpul
di rangkum dan yang diseleksi yang didasarkan pada fokus, kategori, maupun pokok
permasalahan tertentu yang telah ditetapkan dan di rumuskan sebelumnya, dan pada akhir
tahap ini semua data yang relevan diharapkan telah tersusun dan terorganisir sesuai dengan
kebutuhan. Langkah selanjutnya adalah, setelah data terkumpul dan direduksi maka data
akan disajikan , karena penyajian data merupakan tahap penampilan data dengan cara
memasukkan data dalam sejumlah matriks yang diinginkan. Proses ini hanya bisa
dilaksanakan setelah adanya proses reduksi data atas data yang direduksi dan disajikan tadi.
Jadi berdasarkan hasil pemahaman dan pengertian, kemudian peneliti menarik kesimpulan
Penelitian ini mengunakan teknik analisis data melalui 4 (Empat) tahapan, keempat
1. Data yang dikumpulkan baik data primer maupun data sekunder diolah terlebih dahulu
2. Selanjutnya diklasifikasikan antara data yang satu dengan data yang lain.
29
3. Melakukan interprestasi dilakukan penafsiran menurut peneliti, untuk memahami isi data
keseluruhan.
I. Jadwal Penelitian
Tahun 2018
No. Keterangan
Okt Nov Mar Apl Mei Jun
Judul
b. Pengajuan Proposal
c. Perijinan Penelitian
2 Tahap Pelaksanaan
a. Pengumpulan Data
b. Analisis Data