Anda di halaman 1dari 29

1

A. Latar Belakang

Dalam Pasal 18 ayat (1) UUD NKRI 1945 disebutkan bahwa Negara Kesatuan
Republik Indonesia dibagi atas daerah – daerah Provinsi dan daerah Provinsi dibagi atas
Kabupaten dan Kota, yang tiap – tiap daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota itu mempunyai
pemerintahan daerah yang diatur dengan undang – undang. Dengan luas wilayah yang ada
di Indonesia dan juga karakter yang berbeda – beda, maka pelaksanaan segala urusan yang
terpusat tidak akan dapat berlangsung secara efektif dan efisien. Salah satunya adalah
kewenangan di bidang perizinan di sejumlah daerah di Indonesia salah satunya di Propinsi
Bali dituangkan dalam bentuk Perda.
Dalam memanfaatkan ruang di Provinsi Bali sudah diatur secara tegas dalam Peraturan
Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi
(RTRWP) Bali Tahun 2009 – 2029 (selanjutnya disebut Perda No 16 Tahun 2009 Tentang
RTRWP Bali Tahun 2009-2029). Dengan mengacu pada Perda RTRWP Bali ini diharapkan
dapat menjadi payung hukum bagi peraturan lain dibawahnya khususnya peraturan
mengenai pemanfaatan ruang di Kabupaten Badung. Saat ini Kabupaten Badung mengacu
pada Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 26 Tahun 2013 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten Badung Tahun 2013-2033 (selanjutnya disebut Perda No 26
Tahun 2013 Tentang RTRWK Badung Tahun 2013-2033). Dalam Perda ini, obyeknya
mencakup wilayah administrasi Kabupaten terdiri atas 6 (enam) wilayah kecamatan,
meliputi Kecamatan Petang, Abiansemal, Mengwi, Kuta Utara, Kuta dan Kuta Selatan
dengan luas seluruhnya 41.852 Ha (7,43%) dari luas wilayah Provinsi Bali. Dengan Perda
ini, pejabat pemerintah daerah bisa melaksanakan tugasnya baik yang bersifat mengatur dan
mengurus secara bertanggung jawab sesuai dengan kewenangan yang diberikan termasuk
dalam hal pemanfaatan ruang di Kabupaten Badung secara optimal. Pembuatan dan
penerbitan izin merupakan tindakan hukum pemerintah sehingga harus berdasarkan
wewenang yang diberikan dan sesuai dengan peraturan perundang – undangan. Perda
RTRWK ini memungkinkan diterbitkannya Izin Pemanfaatan Ruang (IPR). Pasal 1 angka
78 Perda No 26 Tahun 2013 Tentang RTRWK Badung Tahun 2013-2033 menentukan Izin
Pemanfaatan Ruang yang selanjutnya disebut IPR adalah izin yang dipersyaratkan dalam
kegiatan Pemanfaatan Ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan.
Penyelenggarakan pembangunan di daerah khususnya di bidang kepariwisataan
memerlukan perencanaan yang matang baik dari segi potensi sumber daya alam, kualitas
sumber daya manusia maupun dari segi penataan ruang yang serasi dan seimbang agar tidak
merusak lingkungan yang ada. Dukungan dari masyarakat, pemerintah maupun pihak
swasta lainnya sangat diperlukan didalam melaksanakan pembangunan di suatu wilayah
khususnya pemerintah daerah Provinsi Bali tepatnya di Kabupaten Badung yang mengalami
2

perkembangan pesat di bidang pariwisata harus mampu memanfaatkan ruang yang ada
secara bijaksana.
Dalam memanfaatkan ruang di Kabupaten Badung harus diatur secara tegas melalui
perangkat hukum yang jelas agar mampu meningkatkan kualitas ruang yang ada. Untuk
mengantisipasi terjadinya perubahan struktur dan pemanfaatan ruang maka diperlukan
adanya Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi(RTRWP) Bali dengan berlandaskan budaya
Bali dan juga diperlukan pengaturan secara khusus mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten(RTRWK) Badung agar mampu memanfaatkan ruang secara optimal tanpa
merusak lingkungan sekitarnya. Dengan adanya Perda RTRWK di Kabupaten Badung
memungkinkan diterbitkannya Izin Pemanfaatan Ruang (IPR). Bupati Badung selaku
Kepala Daerah berkewajiban menata pemanfaatan ruang dengan dilandasi perangkat hukum
yang jelas. Kepala Daerah memiliki kewenangan kebebasan bertindak didasarkan atas
suatu pertimbangan tertentu untuk mengeluarkan izin.
Salah satu contoh kasus yang lagi marak saat ini adalah berkaitan dengan IPR
beroperasinya Usaha SPA Ilegal Di Kabupaten Badung yang dianggap melanggar batas
radius kesucian Pura sebagai tempat suci Agama Hindu berdasarkan putusan Bhisama.
Namun disisi lain, pemerintah pelaku usaha SPA berdalih bahwa pembangunan SPA ersebut
telah mengikuti prosedur yang benar dan telah memperoleh izin berdasarkan pada peraturan
perundang – undangan yang berlaku.
Dalam Perda Nomor 26 Tahun 2013 Tentang RTRWK Badung Pasal 1 angka 24
menentukan “Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan yang mencakup sumber daya alam, dan sumber daya
buatan”. Pasal 23 ayat (1) Perda Nomor 26 Tahun 2013 Tentang RTRWK Badung
menentukan Rencana Pola Ruang Wilayah Kabupaten terdiri atas kawasan lindung dan
kawasan budidaya. Ayat (2) menentukan Kawasan lindung (non budidaya) di kabupaten
Badung terdiri dari: a. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan
bawahannya; b. Kawasan perlindungan setempat; c. Kawasan suaka alam dan cagar
budaya; d. Kawasan rawan bencana alam; e. Kawasan lindung geologi; dan
f. Kawasan lindung lainnya.

Kawasan lindung tidak boleh diubah peruntukannya karena berfungsi utama melindungi
kelestarian lingkungan hidup. Kawasan lindung hanya boleh dikelola dan dimanfaatkan
sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Keppres Nomor 32 Tahun 1990 Tentang
Pengelolaan Kawasan Lindung. Pengelolaan kawasan lindung bertujuan untuk mencegah
kerusakan fungsi lingkungan hidup sehingga pemanfaatannya hanya digunakan untuk
kepentingan pendidikan, penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan teknologi serta
ekowisata sepanjang tidak mengganggu fungsi lindung.
3

Terkait dengan pembangunan SPA illegal di sejumlah kawasan di Kabupaten Badung


tentu harus sesuai dengan aturan yang ada agar tidak membangun SPA di kawasan lindung
karena hal ini akan berdampak negatif terhadap kelestarian dan kesucian lingkungan
disekitarnya. Pasal 3 ayat (3) Keputusan Bupati Badung Nomor 79 Tahun 2000 Tentang
Rencana Detail Penataan Lingkungan Pura Luhur Uluwatu di Kecamatan Kuta Kabupaten
Badung menentukan bahwa “peruntukan ruang tiap-tiap radius perwilayahan adalah sebagai
berikut: a. Radius I : Peruntukan sebagai kawasan penghijauan /hutan dan fasilitas terbatas
wilayah tujuan wisata, parkir dan perbelanjaan; b. Radius II : Peruntukan sebagai kawasan
penghijauan/hutan, kebun, pertanian dan fasilitas wilayah tujuan wisata tanpa penginapan;
c. Radius III : Peruntukan sebagai kawasan penghijauan/hutan, kebun pertanian, wilayah
tujuan wisata, lot dharma sala, lot SPA ilegal, pengembangan desa lama, desa budaya, desa
migrant (desa dunungan) dan desa wisata serta hotel berbintang lima diluar radius 3 (tiga).
Mengacu pada ketentuan Perda Nomor 26 Tahun 2013 Tentang RTRWK Badung, Perda
Nomor 16 Tahun 2009 Tentang RTRWP Bali dan UU Nomor 26 Tahun 2007 jo PP Nomor
26 Tahun 2008 maka pembangunan SPA ilegal di Uluwatu tidak tepat dan tidak sesuai
dengan peruntukan wilayahnya karena sudah menyentuh kawasan lindung yang mencakup
kawasan suci umat Hindu. Rencana tata ruang wilayah kabupaten merupakan penjabaran
Tata Ruang wilayah Provinsi, sehingga dalam merencanakan pemanfaatan ruang di
Kabupaten Badung khususnya pembangunan SPA ilegal di Uluwatu harus mengacu pada
Perda Nomor 26 Tahun 2013 Tentang RTRWK Badung dan mengacu pada Perda Nomor 16
Tahun 2009 Tentang RTRWP Bali. Keppres Nomor 32 Tahun 1990 Tentang Pengelolaan
Kawasan Lindung berupaya untuk mencegah kerusakan fungsi lingkungan hidup, namun
dengan dibangunnya SPA ilegal dikawasan lindung tentu akan menyebabkan terjadinya
perubahan fungsi lingkungan.
Keberadaan Spa di Kabupaten Badung merupakan salah satu produk pariwisata
alternatif yang diminati oleh wisatawan atau masyarakat lokal, karena Spa merupakan suatu
tempat yang menawarkan massage dan pijit. Bagi masyarakat di Kabupaten Badung
keberadaan Spa sanggat cocok untuk dikunjungi untuk orang yang merasa stress dari
kegiatan sehari-hari. Selain massage yang sanggat popular seperti facial (perawatan muka)
dan bodytreatment (perawatan tubuh atau badan) seperti body wrap dan salt glow (diakses
pada www.venania.weeebly.com pada tanggal 8 November tahun 2017).
Selain hal tersebut keberadaan Spa yang berada di Kabupaten Badung

merupakan suatu daya tarik Wisatawan dimana Kabupaten Badung merupakan daerah

pariwisata yang berada di Bali sehingga keberadaan Spa sangat menguntungkan karena

dapat menambah perekonomian di daerah disana. Namun hal tersebut di mamfaatkan


4

oleh Oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab untuk membuat suatu usaha

prostitusi terselubung yang berkedok Spa

Banyaknya tempat prostitusi yang berkedok Spa yang berada di Kabupaten

Badung sanggat tidak berefek positif bagi masyarakat Kabupaten Badung itu sendiri,

karena tempat tersebut yang tersedia hanyalah tempat prostitusi yang terselubung yang

membawa ke efek negatif bahkan tempat tersebut tidak pantas berada di daerah seperti

itu sebab hal tersebut sanggat melanggar norma-norma yang berada di tengah-tengah

masyarakat Kabupaten Badung oleh sebab itu banyaknya masyarakat yang tidak merasa

nyaman dengan adanya tempat prostitusi yang berkedok Spa tersebut. Banyaknya usaha

Spa yang melakukan pelanggaran izin usaha yang terjadi bahkan ada juga yang tidak

memiliki izin samasekali. Karena pemilik usaha menganggap pemerintah tidak

mengontrol tempat usaha tersebut. Sehingga pemilik tempat usaha tersebut tidak perlu

melakukan izin usaha atau memperpanjang izin usaha. Dengan demikian menimbulkan

banyaknya terjadi pelanggaran yang timbul dan tidak sesuai dengan aturan-aturan yang

ada.

Usaha Spa yang tidak memiliki izin usaha tersebut sudah melanggar peraturan

tentang pendirian usah karena izin usaha tersebut bersifat normative untuk mendapatkan

sebuah izin usaha baik itu Rumah pijet ataupun Spa ada persyaratan yang harus di

penuhi karena Spa menyangkut kesehatan, oleh karena itu harus ada rekomendasi dari

dinas Kesehatan. Keterlibatan dinas Kesehatan untuk menghindari dari penyalah gunaan

izin usaha Spa, Karena esensi Rumah pijet atau spa adalah tempat untuk kesehatan atau

kebugaran. Dalam mendirikan sebuah usaha Spa harus sesuai dengan SOP (standar

operasional presedur) (diakses pada https://www.jawapos.com pada tanggal 8 maret) hal

tersebut sudah tertera di dalam aturan standar Usaha Spa sesuai Permen Parekraf No

24/2014 oleh Dinas Kabupaten Badung yang dasar hukumnya adalah UU No 10 Tahun

2009 tentang Kepariwisataan pasal 15 Ayat ( 1) dan ( 2) yang berbunyi :


5

1) Untuk dapat menyelenggarakan usaha pariwisata sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 14, pengusaha pariwisata wajib mendaftarkan usahanya

terlebih dahulu kepada Pemerintah atau Pemerintah Daerah.


2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pendaftaran sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. (di akses pada

http://www.balispawellness-association.org pada tanggal 9 maret 2018)

Suatu usaha Spa yang menyediakan layanan prostitusi biasanya tempatnya terkesan

tertutup dan biasasnya kaca di depan tidak tembus pandang, pelang yang terpajang di

depan usaha spa tersebut biasanya bertuliskan Massage dan Lulur, ketika pelanggan

masuk ke Spa tersebut akan di sambut oleh resepsionis atau kasir dimana seorang

resepsionis tersebut menawarkan foto-foto untuk memilih terafis yang diinginkan oleh

pelanggan. Setelah itu pelanggan akan diajak ke kamar yang di sediakan oleh Spa

tersebut, setelah terapisnya datang pelanggan akan disuruh membukan pakiannya, disini

lah kuncinya jika disuruh membukan seluruh pakian di pastikan tempat tersebut

merupakan Spa yang menyediakan jasa prostitusi. Terapis spa tersebut memijit sambil

melakukan negosiasi kepada pelanggan tapi ada juga pada saat memijit biasanya

terapisnya sering menggoda pelanggannya, tapi ada juga yang terang-terangan

menawarkan diri kepada pelangannya disana. setelah pelanggan menyetujui tawaran

terafis Spa tersebut maka akan di lanjutkan dengan proses esek-esek, setelah selesai

pelanggan disuruh membayar sesuai harga yang ditentukan saat bernogoisasi dengan

terapis Spa tersebut selain itu pelanggan juga harus membayar ke resepsionis Spa

tersebut,

Dalam usaha prostitusi yang berkedok Spa yang berada di Kabupaten Badung

sudah jelas melanggar peraturan daerah Kabupaten Badung nomor 6 tahun 2001 tentang

pemberantasan pelacuran. Di dalam peraturan daerah Kabupaten Badung tersebut

adanya larangan tertulis seperti pada pasal 2 yang berbunyi Setiap orang dilarang

melakukan Perbuatan Tuna Susila dan atau Pelacuran dalam Daerah Kabupaten
6

Badung, dan juga tertulis pada pasal 3 yang berbunyi setiap orang atau badan hukum

dilarang :

a) Menyediakan tempat Kegiatan Perbuatan Tuna Susila dan atau

Pelacuran.
b) Menjadi Tuna Susila dan atau Pelacur dalam Daerah.
c) Mendatangkan Tuna Susila dan atau Pelacur dari luar Daerah.
d) melindungi atau menjadi pelindung Perbuatan Tuna Susila dan atau

Pelacuran di Daerah. (diakses pada http://jdih.badungkab.go.id pada

tanggal 8 maret 2018)

Salah satu penyelahgunaan izin usaha Spa yang berada di Kabupaten Badung

adalah penyalah gunaan Spa yang menjadi media prostitusi terselubung serta ada

yang mempunyai izin usah dan ada juga yang tidak mempunyai izin usaha. Ini dapat

dilihat di sekitaran di area Central Parkir, Jalan Raya Kuta, Badung yang berkedok

sebagai Usaha Spa tetapi menjalankan prostitusi terselubung bahkan ada yabg

menyebutnya sebagai Spa plus-plus. Dengan adanya seperti ini maka dalam

pengawasan pelaksanaan perizinan Usaha Spa di Kabupaten Badung harus di

perketat lagi agar tidak adanya Spa-spa yang menjalankan usaha Spa yang menjadi

media prostitusi terselubung dan tempat pesebaran penyakit HIV dan AIDS. Dengan

hal tersebut masyarakat jelas merasa resah dan terganggu dengan keberadaan

tempat-tempat Usaha Spa yang melayani prostitusi terselubung.

Dengan banyaknya tempat-tempat prostitusi yang berkedok spa dan


menyalahgunakan perizinan usaha yang berada di tengah-tengah masyarakat di
Kabupaten Badung yang berefek negative dan menjadi tempat penyebaran penyakit
HIV dan AIDS maka penulis mengangkat judul “PENYALAHGUNAAN IZIN
PEMANFAATAN RUANG (IPR) DENGAN BEROPRASINYA USAHA SPA
ILEGAL DI KABUPATEN BADUNG DI TINJAU DARI PERDA 26 TAHUN
2013 TENTANG RTRW KABUPATEN BADUNG”
A. Identifikasi Masalah
Permasalahan penelitian yang penulis akan ajukan ini dapat diidentifikasi permasalahan
sebagai berikut :
1. Perkembangan ekonomi yang semakin pesat,membuat banyak masyarakat
membuat usaha sendiri, salah satunya usaha di bidang spa. Untuk
7

memberikan pelayanan refleksi kepada masyarakat. Dari sekian usaha spa


yang ada di Kabupaten Badung, banyak spa belum memiliki izin usaha.
2. Di Indonesia izin usaha telah di lindungi dan di atur dalam Undang-undang
Nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan, namun pemahaman terhadap
pentingnya izin usaha masih kurang.
B. Pembatasan masalah
Guna membahas masalah di atas maka penulis membatasi ruang lingkup
permasalah yaitu pada Pengawsan izin usaha spa di Kabupaten Badung, dan Faktor
penghambar didalam pengawasan pelaksanaan izin usaha spa di Kabupaten Badung.
C. Rumusan Masalah

Adapun beberapa rumusan masalah yang saya angkat adalah:

1. Bagaimana pengawasan izin tempat spa di Kabupaten Badung?


2. Apakah faktor-faktor penghambat didalam pengawasan pelaksanaan izin tempat spa
di Kabupaten Badung?

D. Tujuan Penelitian.

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui Pengawasan izin usaha spa di Kabupaten Badung, dan


Faktor penghambat didalam pengawasan pelaksanaan izin usaha spa di Kabupaten
Badung.
2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus yang ingin dicapai adalah sebagai berikut:


1. Untuk mengatahui bagaimana pengawasan pelaksanaan izin tempat usaha Spa yang
berada di Kabupaten Badung.
2. Untuk mengatahui apa saja faktor-faktor penghambat dalam pengawasan
pelaksanaan izin usaha Spa yang berada di Kabupaten Badung.

E. Manfaat Penelitian.

1. Manfaat Teoritis
a. Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang didapat dalam perkuliahan dan
melakukan perbandingannya dengan praktek yang terjadi di lapangan.
b. Mengetahui secara mendalam mengenai perizinan usaha pariwisata terhadap usaha .
Agar nantinya masyarakat paham terhadap pentingnya mengajukan izin usaha .
c. Memberikan informasi agar pemilik usaha spa agar segera mengajukan izin usaha
spa sesuai dengan aturan yang ada.
2. Manfaat Praktis
8

a. Bagi peneliti-peneliti lain memberikan sumbangan pemikiran di bidang hukum pada


umumnya dan pada khususnya mengenai PENYALAHGUNAAN IZIN USAHA SPA
DI KABUPATEN BADUNG
b. Bagi Masyarakat khususnya masyarakat pemilik usaha spa penelitian ini diharapkan

memberikan masukan dan informasi tentang pentingnya izin usaha spa


F. Tinjauan Pustaka
A. Kewenangan Pemerintah
1. Asas legalitas dan Kewenangan Pemerintah
a. Asas legalitas
Asas legalitas merupakan salah satu prinsip yang dijadikan sebagai dasar dalam
setiap penyelenggaraan pemerintahan dan kenegaraan di setiap negara hukum
terutama bagi negara-negara hukum dalam sistem kontinental. Kemudian asas
legalitas ini di gunakan dalam bidang Hukum Administrasi Negara yang memiliki
makna , “Det het bestuur aan de wet is onderworpen” (bahwa pemerintah tunduk
kepada undang-undang) atau ”Het legaliteitsbeginsel houdt in dat alle (algemene) de
burgers bindende bepalingen op de wet moeten berusten” (asas legalitas
menentukan bahwa semua ketentuan yang mengikat warga negara harus didasarkan
pada undang-undang). H. D. Stout, dengan mengutip pendapat Verhey,
mengemukakan bahwa hetbeginsel van wetmatigheid van bestuur mengandung tiga
aspek yakni aspek negatif, aspen formal-positif, dan aspek materil-positif. Aspek
negatif menentukan bahwa tindakan pemerintahan tidak boleh bertentangan dengan
undang-undang.

Aspek formal-positif menentukan bahwa pemerintah hanya memiliki


kewenangan tertentu sepanjang diberikan atau berdasarkan undang-undang.
( Ridwan, 2014) Aspek materil-positif menetukan bahwa undang-undang memuat
aturan umum yang mengikat tindakan pemerintahan. Secara historis, asas
pemerintahan berdasarkan undang-undang itu berasal dari pemikiran hukum abad
ke-19 yang berjalan seiring berjalan dengan keberadaan negara hukum klasik atau
negara hukum liberal dan dikuasai oleh berkembangnya pemikiran hukum
legalistik-positivistik, terutama pengaruh aliran hukum legisme yang menganggap
hukum hanya apa yang tertulis dalam undang-undang. Secara normatif prinsip
bahwa setiap tindakan pemerintah harus berdasarkan peraturan perundang-undangan
atau berdasarkan pada kewenangan ini memang dianut di setiap negara hukum,
namun dalam praktiknya penerapan prinsip ini berbeda antara satu negara degan
negara lain. Penyelenggaraan pemerintah yang didasarkan pada asas legalitas, yang
berarti didasarkan undang-undang, dalam praktiknya tidak memadai apalagi di
tengah masyarakat yang memiliki tingkat dinamika yang tinggi. Hal ini karena
9

hukum tertulis senantiasa mengandung kelemahan-kelemahan. Beberapa


persyaratan yang harus dipenuhi dalam penyelenggaran pemerintah yaitu :
evektivitas, artinya kegiatannya harus mengenai sasaran yang telah di tetapkan
1. Legitimasi, artinya kegiatan administrasi negara jangan sampai menimbulkan
heboh oleh karena tidak dapat diterima oleh masyarakat setempat atau
lingkungan yang bersangkutan;
2. Yuridikitas, adalah syarat yang menyatakan bahwa perbuatan para pejabat
administrasi negara tidak boleh melanggar hukum dalam arti luas;
3. Legalitas, syarat yang menyatakan bahwa perbuatan atau keputusan
administrasi negara yang tidak boleh di lakukan tanpa dasar undang undang
(tertulis) dalam arti luas; bila sesuatu dijalankan dengan keadaan darurat, maka
keadaan daturatan itu wajib di buktikan kemudian; jika kemudian tidak terbukti,
maka perbuatan tersebut dapat digugat di pengadilan;
4. Moralitas, salah satu syarat yang paling diperhatikan oleh masyarakat; moral
dan etnik umum maupun kedinasan wajib dijunjung tinggi; perbuatan tidak
senonoh, sikap kasar, kurang ajar, tidak sopan, kata kata yang tidak pantas, dan
sebagainya wajib dihindarkan;
5. Efisiensi, wajib dikejar seoptimal mungkin, kehematan biaya dan produktivitas
wajib diusahan setinggi-tingginya
6. Teknik dan Teknologi, yang setinggi-tingginya wajib dipakai untuk
mengembangkan atau mempertahankan mutu prestasi yang sebaik baiknya.
( Prajudi, 2010)

b. Wewenang Pemerintah

Salah satu prinsip dalam negara hukum adalah wermatigheid van bestuur atau
pemerintahan berdasarkan peraturan perundang undangan. Dengan kata lain, setiap
tindakan hukum pemerintah, baik daalam menjalankan fungsi pengaturan maupun
fungsi pelayanan, harus didasarkan pada wewenang yang diberikan oleh peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

2. Sumber Dan Cara Memperoleh Kewenangan


Seiring dengan pilar utama negara hukum, yaitu asas legalitas, maka berdasarkan
prinsip inintersirat bahwa wewenang pemerintah berasal dari peraturan perundang-
undangan, artinya sumber wewenang bagi pemerintah adalah peraturan perundang-
undangan. Secara teoritik kewenangan yang bersumber dari peraturan perundang-
undangan tersebut melalui tiga cara yaitu atribusi, delegasi, dan mandat. Mengenai
atribusi, delegasi dan mandat ini H.D. van Wijk/Willem Konijnenbelt mendefinisikan
sebagai berikut :
10

a. Attributie : atribusi adalah pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat


undang-undang kepada organ pemerintahan.
b. Delegatie : delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari satu
organ pemerintahan kepda organ pemerintahan lainnya.
c. Mandat : mandat terjadi ketika organ pemerintahan mengizinkan
kewenangannya dijalankan oleh organ lain atas namanya. (Andrian,2015)

B. Pengawasan

1. Pengertian Pengawasan
Mengenai definisi pengawasan dari segi tata bahasa , istilah pengawasan dalam
bahasa Indonesia asal katanya adalah awas sehingga pengawasan merupakan kegiatan
mengawasi saja, dalam arti melihat sesuatu dengan seksama. Dalam memberikan defnisi
atau batasan tentang pengawasan tidaklah mudah. Menurut S.P.Siagian, pengawasan
merupakan proses pengamatan pada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk
menjamin agar semua pekerjaan dilakukan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan
kegiatan manajer yang mengusahakan agar semua pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan
rencana yang ditentukan sebelumnya.

2. Macam-macam Pengawasan

Adapun macam-macam pengawasan berdasarkan sifatnya yaitu :


1. Pengawasan langsung dan pengawasan tidak langsung
a. Pengawasan langsung adalah pengawasan yang dilakukan
secara pribadi oleh pimpinan atau pengawas dengan
mengamati, meneliti, memeriksa, mengecek sendiri ditempat
pekerjaan dan menerima laporan-laporan secara langsung pula
dari pelaksanaan, hal ini dilakukan dengan inspeksi.
b. Pengawasan tidak langsung diadakan dengan mempelajari
laporan-laporan yang diterima dari pelaksanaan baik lisan
maupun tertulis, mempelajari pendapat-pendapat masyarakat
sebagainya.
2. Pengawasan Preventif dan Pengawasan Repesif
a. Pengawasan Preventif dilakukan melalui preaudit sebelum
pekerjaan dimulai misalnya dengan mengadakan pengawasan
11

terhadap persiapan-persiapan, rencana kerja, rencana


anggaran,rencana penggunaan tenaga dan sumber-sumber
lain.
b. Pengawasan Represif dilakukan melalui post-audit, dengan
pemeriksaan terhadap pelaksanaan di tempat(inspeksi),
meminta laporan pelaksanaan dan sebagainya.
3. Pengawasan Intern dan Pengawasan Ekstern
a. Pengawasan intern adalah pengawasan yang dilakukan
oleh aparat dalam organisasi itu sendiri.
b. Pengawasan ekstern adalah pengawasan yang dilakukan
oleh aparat diluar organisasi itu sendiri.

Dari berbagai definisi dan macam-macam pengawasan dapat disimpulkan


bahwa pengawasan pada prinsipnya sangat penting dan berpengaruh besar dalam
jalannya suatu organisasi atau pemerintah, apa lagi untuk suatu negara yang sedang
berkembang atau membangun .
3. Maksud dan Tujuan Pengawasan

Adapun maksud pengawasan menurut Leonard D.White bahwa untuk


menjamin kekuasaan tu digunakan untuk tujuan yang diperintah dan
mndapat dukungan serta persetujuan dari rakyat, untuk melindungi hak asasi
manusia yang telah dijamin oleh undang-undang dari pada tindakan
penyalahgunaan kekuasaan, disisi lain menurut Arifin Abdul Racman
maksud pengawasan adalah :
a. Untuk mengetahui apakah segala sesuatu berjalan sesuai dengan rencana
yang telah ditetapkan.
b. Untuk mengetahui apakah segala sesuatu telah berjalan sesuai dengan
instruksi serta prinsip-prinsip yang telah ditetapkan.
c. Untuk mengetahui apakah kelemahan-kelemahan serta kesulitan
kesulitan dan kegagalan-kegagalannya, sehingga dapat diadakan
perubahan-perubahan untuk memperbaiki serta mencegah pengulangan
kegiatan-kegiatan yang salah
d. Untuk mengetahui apakah segala sesuatu berjalan efesien dan apakah
tidak dapat diadakan perbaikan-perbaikan lebih lanjut sehingga mendapat
efesiensi yang lebih benar
Sebelum terlalu jauh kembali ditekankan bahwa istilah pengawasan biasanya
digunakan untuk menunjuk kepada apa yang hendak dicapai oleh pengawasan. Dapat
12

di tarik kesimpulan bahwa pengawasan adalah setiap usaha atau tindakan serta
kegiatan untuk mengukur sejauh mana pelaksanaan tugas yang di berikan atau
dibebankan dapat sesuai tujuan dan sasarannya.

4. Perizinan

Pengertian Perizinan Izin (Verguning) adalah suatu persutujuan dari


penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah untuk
dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan
peraturan perundang-undangan. Izin dapat juga diartikan sebagai dispensasi
atau pelepasan/pembebasan dari suatu larangan. Sebelum menyampaikan
beberapa pengertian izin dari para ahli terlebih dulu dikemukakan istilah
yang banyak memiliki kesejajaran dengan izin yaitu dispensasi, konsesi, dan
lisensi.
Dispensasi adalah keputusan administrasi negara yang membebaskan suatu
perbuatan dari kekuasaan peraturan yang menolak perbuatan tersebut.
Dispensasi bertujuan untuk menembus rintangan yang sebetulnya secara
normal tidak diizinkan, jadi dispensasi berarti menyisihkan pelanggaran
dalam hal khusus. Lisensi adalah suatu izin yang memberikan hak untuk
menyelenggarakan suatu perusahaan. Lisensi digunakan untuk menyatakan
suatu izin yang memperkenankan seseorang unuk menjalankan suatu
perusahaan dengan izin khusus atau istimewa. Konsesi merupakan suatu izin
yang berhubungan dengan pekerjaan yang besar dimana kepentingan umum
terlibat erat sekali sehingga sebenarnya pekerjaan itu menjadi tugas
pemerintah, tetapi oleh pemerintah diberikan hak penyelenggaraannya
kepada pemegang izin (konsesionaris) yang bukan pejabat pemerintah.
Sesudah mengetahui pengertian dispensasi,konsesi dan lisensi di bawah ini
akan di sampaikan beberapa difenisi izin menurut para ahli.
a. Ateng Syafruddin menyatakan bahwa : izin bertujuan dan
berarti menghilangkan halangan, hal ini dilarang menjadi
boleh, atau sebagai peniadaan ketentuan larangan umum
dalam peristiwa konkret.
13

b. Sjachran Basah menyatakan bahwa: “izin adalah perbuatan


hukum administrasi negara bersegi satu yang
mengaplikasikan peraturan dalm hal konkret berdasarkan
persyaratan dan prosedur sebagaimana ditetapkan oleh
ketentuan peraturan perundang-undangan.

c. Utrecht menyatakan bahwa: Bila pembuat peraturan


umumnya tidak melarang suatu perbuatan, tetapi masih juga
memperkenankannya asal saja diadakan secara yang
ditentukan untuk masing-masing hal konkret, keputusan
administrasi negara yang memperkenankan perbuatan tersebut
bersifat suatu izin (vergunning)
d. Bagir Manan menyatakan bahwa: izin dalm arti luas berarti
suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan peraturan
perundang-undangan untuk memperoleh melakukan tindakan
atau perbuatan tertentu yang secara umum dilarang.
(Ridwan,2006)
N.M. Spelt dan J.B.J.M ten Berge membagi pengertian izin dalam arti luas
dan sempit, yaitu izin merupakan salah satu instrumenyang paling banyak digunakan
dalam hukum administrasi. Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana yuridis
untuk mengemudikan tingkah laku para warga. Izin ialah suatu persetujuan dari
penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah untuk dalam
keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan peraturan
perundang-undangan. Dengan memberi izin, penguasa memperkenankan orang yang
memohonnya untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu yang sebenarnya dilarang.
Ini menyangkut perkenan bagi suatu tindakan yang demi kepetingan umum
mengharuskan pengawasan khusus atasnya. Ini adalah paparan luas, dari penegertian
izin. Sedangkan izin dalam arti sempit yakni pengikatan-pengikatan pada suatu
peraturan izin pada umumnya didasarkan pada keinginan pembuat undang-undang
untuk mencapai suatu tatanan tertentu atau untuk menghalangi keadaan-keadaan
buruk. Tujuannya ialah mengatur tindakan tindakan yang oleh pembuat undang-
undangt tidak seluruhnya dianggap tercela, namun di mana ia menginginkan dapat
melakukan pengawasan sekadarnya. Hal yang pokok pada izin ( dalam arti sempit)
ialah bahwa suatu tindakan yang dilarang, terkecuali diperkenankan dengan tujuan
14

agar dalam ketentuan-ketentuan yang di sangkutkan dengan perkenan dapat dengan


teliti diberikan batas-batas tertentu bagi tiap kasus. Jadi persoalannya bukanlah untuk
hanya memberi perkenan dalam keadaan keadaan yang sangat khusus, tetapi agar
tindakan-tindakan yang diperkenankan dilakukan dengan cara tertentu (dicantumkan
dalam ketentuan-ketentuan).

Berdasarkan pemaparan pendapat para pakar tersebut , dapat disebutkan


bahwa izin adalah perbuatan pemerintah bersegi satu berdasarkan peraturan
perundang-undangan untuk diterapkan pada peristiwa konkret menurut prosedur dan
persyaratan tertentu. Dari pengertian ini ada beberapa unsur dalam perizinan yaitu,
instrumen yuridis, peraturan perundang-undangan, organ pemerintah, peristiwa
konkret, dan prosedur dan persyaratan

5. Sifat Izin

Pada Dasarnya izin merupakan keputusan pejabat/badan tata usaha


negara yang berwenang, yang isinya atau substansinya mempunyai sifat sebagai
berikut :
a. Izin bersifat bebas, adalah izin sebagai keputusan tata usaha negara
yang penerbitannya tidak terikat pada aturan dan hukum tertulis serta
organ yang berwenang dalam izin memiliki kadar kebebasan yang
besar dalam memutuskan pemberian izin.

b. Izin bersifat terikat, adalah izin sebagai keputusan tata usaha negara
yang penerbitannya terikat pada atuan dan hukum tertulis dan tidak
tertulis serta organ yang berwenang dalam izin kadar kebebasannya
dan wewenangnya tergantung pada kadar sejauh mana peraturan
perundang-undangan mengaturnya,
c. Izin yang bersifat menguntungkan, merupakan izin yang isinya
mempunyai sifat menguntungkan pada yang bersangkutan. Izin yang
bersifat menguntungkan isi nyata keputusan merupakan titik pusat
yang memberi anugerah kepada yang bersangkutan.
d. Izin yang bersifat memberatkan, merupakan izin yang isinya
mengandung unsur-unsur memberatkan dalam bentuk ketentuan
ketentuan yang berkaitan kepadanya. Di samping itu izin yang
15

berisifat memberatkan merupakan pula izin yang memberi beban


kepada orang lain atau masyarakat sekitarnya.
e. Izin yang segera berakhir, merupakan izin yang menyangkut tindakan
tindakan yang akan segera berakhir atau izin yang masa berlakunya
relatif pendek, misalnya izin mendirikan bangunan (IMB), yang hanya
berlaku untuk mendirikan bangunan dan berakhir saat bangunan
selesai didirikan.
f. Izin yang berlangsung lama, merupakan izin yang menyangkut
tindakan-tindakan yang berakhirnya atau masa berlakunya relatif
lama, misalnya izin usaha industri dan izin yang berhubungan dengan
lingkungan.
g. Izin yang bersifat pribadi, merupakan izin yang isinya tergantung pada
sifat atau kualitas pribadi dan pemohon izin. Misalnya izin
mengemudi (SIM).

h. Izin yang bersifat kebendaan, merupakan izin yang isinya tergantung


pada sifat dan objek izin.
6. Fungsi dan Tujuan Izin

Ketentuan tentang perizinan mempunyai fungsi yaitu sebagai fungsi

penertib dan sebagai fungsi pengatur. Sebagai fungsi penertib, dimaksudkan

agar izin atau setiap izin atau tempat-tempat usaha, bangunan dan bentuk

kegiatan masyarakat lainnya tidak bertentangan satu sama lain, sehingga

ketertiban dalam setiap segi kehidupan masyarakat dapat terwujud. Adapun

mengenai fungsi perizinan, hal ini tergantung pada kenyataan konkret yang

dihadapi. Keragaman peristiwa konkret menyebabkan

keragaman pula dari fungsi izin ini, yang secara umum dapat disebutkan sebagai
berikut :
a. Keinginan mengarahkan (mengendalikan “sturen”) aktivitas-aktivitas
tertentu, misalnya izin pembangunan.
b. Mencegah bahaya bagi linkungan (izin-izin lingkungan).
c. Keinginan melindungi objek-objek tertentu (izin terbang, izin
membongkar pada monumen-monumen)
d. Hendak membagi benda-benda yang sedikit (izin penghuni di daerah
padat penduduk)
16

e. Pengarahan dengan menyeleksi orang-orang dan aktvitas-aktivitas


(izin berdasarlan “drank en horecawet”. Dimana pengurus harus
memenuhi syarat-syarat tertentu).

Kegiatan perizinan yang dilaksanakan oleh pemerintah pada intinya


adalah untuk menciptakan kondisi bahwa kegiatan pembangunan sesuai
peruntukan, di samping itu agar lebih berdaya guna dan berhasil guna dalam
rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pembangunan. Lebih jauh lagi
melalui sistem perizinan diharapkan dapat tercapainya tujuan tertentu di
antaranya :

a. Adanya suatu kepastian hukum


b. Perlindungan kepentingan hukum
c. Pencegahan kerusakan atau pencemaran lingkungan
d. Pemerataan distribusi barang tetentu.
Selaku instrumen pemerintah izin berfungsi sebagai ujung tombak instrumen
hukum sebagai pengarah, perekayasa, dan perancang masyarakat. Selain itu fungsi
dari perizinan fungsi izin adalah sebagai instrumen yuridis yang digunakan oleh
pemerintah untuk mempengaruhi warga agar mau mengikuti cara yang dianjurkannya
guna mencapai suatu tujuan konkret.
Tujuan Pemerintah dapat di lihat dari dua sisi yaitu :
1. Dari sisi pemerintah

a. Dari sisi pemerintah, tujuan pemberian izin itu adalah sebagai berikut:
untuk melaksanakan peraturan apakah ketentuan ketentuan yang
termuat dalam peraturan tersebut sesuai dengan kenyataan dalam
praktiknya atau tidak, dan sekaligus untuk mengatur ketertiban.
b. Sebagai sumber pendapatan daerah, dengan adanya permohonan izin,
maka secara langsung pendapatan pemerintah akan karena setiap izin
yang dikeluarkan, pemohon harus retribusi yang tujuan akhirnya
adalah untuk biaya pembangunan.
2. Bentuk dan Isi Perizinan

Unsur-unsur tertentu dapat ditemukan dalam hampir semua izin. Demikianlah

dalam izin di nyatakan organ pemerintahan mana yang memberikannya dan


17

siapa yang memperoleh izin tersebut. Selanjutnya dinyatakan untuk apa izin

diberikan dan alasan-alasan apa yang mendasari pemberiannya.

Kalau izin diberikan dengan syarat, syarat-syarat ini dicantumkan pula

dalam ketetapan perizinan.

Sesuai dengan sifatnya, yang merupakan bagian dari keputusan

tertulis, secara umum izin memuat hal-hal sebagai berikut :

a. Organ yang berwewenang Dalam izin dinyatakan siapa yang

memberikan biasanya dari kepala surat dan penandatanganan

izin akan nyata organ mana yang memberikan izin.

b. Yang dialamatkan Izin ditujukan pada pihak yang

berkepentingan, biasanya izin lahir setelah yang

berkepentingan mengajukan permohonan, oleh karena itu

keputusan yang memuat izin akan dialamatkan pula kepada

pihak yang memohon izin.

c. Dictum Keputusan yang memuat izin, demi alasan kepastia

hukum memuat uraian sejelas mungkin untuk apa izin itu

diberikan. Bagian keputusan ini, dimana akibat-akibat hukum

yang ditimbulkan oleh keputusan dinamakan dictum, yang

merupakan inti dari keputusan, memuat hak-hak dan

kewajiban yang dituju oleh keputusan itu.

d. Ketentuan-ketentuan Pembatasan-pembatasan, dan syarat-

syarat. Ketentuan ialah kewajiban-kewajiban yang dapat

dikaitkan pada keputusan yang menguntungkan. Pembatasan-

pembatasan dalam izin memberi kememungkinkan untuk

secara praktis melingkari lebih lanjut tindakan yang di

bolehkan, pembatsan ini merujuk batas-batas dalam waktu,


18

tempat, dan cara lain.

Terdapat syarat, dengan menetapkan syarat akibat-akibat

hukum tertentu digantungkan pada timbulnya suatu peristiwa

dikemudian hari yang belum pasti, dapat dimuat syarat

penghapusan dan syarat penangguhan.

e. Pemberi alasan dapat memuat hal-hal seperti penyebutan

ketentuan undang-undang, pertimbangan-pertimbangan

hukum dan penepatan fakta.

f. Pemberitahuan-pemberitahuan tambahan Pemberitahuan

tambahan dapat berisi bahwa kepada yang dialamatkan

ditunjukkan akibat-akibat dari pelanggaran ketentuan dalam

izin, seperti sanksi-sanksi yang mungkin diberikan pada

ketidakpatuhan mungkin saja juga mrupakan petunjuk-

petunjuk bagaimana sebaiknya bertindak dalam mengajukan

permohonan permohonan berikutnya atau informasi umum

dari organ pemerintahan yang berhubungan dengan

kebijaksanannya sekarang atau di kemudian hari.

Dari uraian di atas jelas bahwa, inti dari regulasi dan deregulasi proses
perizinan adalah pada tata cara dan prosedur perizinan. Untuk itu maka isi
regulasi dan deregulasi haruslah memenuhi nilai-nilai :
a. Sederhana.

b. Jelas.

c. Tidak melibatkan banyak pihak

d. Menimalkan kontrak fisik antar pihak yang melayani dengan pihak yang

dilayani.

e. Memiliki prosedur operasional standar , dan wajib dikomunikasikan secara


19

luas.

Dibentuk suatu hubungan hukum tertentu. Dalam hubungan hukum ini oleh organ

pemerintahan diciptakan hak-hak (izin) dan kewajiban kewajiban tertentu bagi yang

berhak.

5. Dasar hukum perizinan

Undang-undang nomor 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan.


Pasal 1
“usaha pariwisata adalah usaha yang menyediakan barang dan /atau jasa bagi
pemenuhan kebutuhan wisatawan dan penyelenggaraan pariwisata.”
Pasal 14
(1) Usaha pariwisata meliputi, antara lain :
a. Daya tarik wisata;
b. Kawasan pariwisata;
c. Jasa transportasi;
d. Jasa perjalanan wisata;
e. Jasa makanan dan minuman;
f. Penyediakan akomodasi;
g. Penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi;
h. Penyelenggaran perteman, perjalan insentif, konfrensi, dan pameran;
i. Jasa informasi pariwisata;
j. Jasa konsultan pariwisata;
k. Wisata tirta; dan
l. Spa
(2) Usaha pariwisata selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Menteri.
Pasal 15
(1) Untuk dapat menyelenggarakan usaha pariwisata sebagaimana
dimaksud dalam pasal 14, pengusaha pariwisata wajib mendaftarkan
usahanya terlebih dahulu kepada Pemerintah atau Pemerintah Daerah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pendaftaran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
20

Pasal 16
Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat menunda atau meninjau kembali
pendaftaran usaha pariwisata apabila tidak sesuai dengan ketentuan tata cara
sebagaimana dimaksud dalam pasal 15.
Pasal 17
Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib mengembangkan dan melindungi
usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi dalam bidang usaha pariwisata dengan
cara :
a. Membuat kebijakan percadanagan usaha pariwisata untuk usaha
mikro, kecil, menengah dan koperasi; dan
b. Memfasilitasi kemitraan usaha mikro, kecil, menengah dan koprasi
dengan usaha skala besar.
Pasal 26
Setiap pengusaha pariwisata berkewajiban :
a. Menjaga dan menghormati norma agama, adat istiadat, budaya dan
nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat setempat;
b. Memberikan informasi yang akurat dan bertanggung jawab;
c. Memberikan pelayanan yang tidak diskriminatif;
d. Memberikan kenyamanan, keramahan, perlindungan keamanan, dan
keselamatan wisatawan;
e. Memberikan perlindungan asuransi pada usaha pariwisata dengan
kegiatan yang berisiko tinggi;
f. Mengembangkan kemitraan dengan usaha mikro, kecil, dan koperasi
setempat yang aling memerlukan, memperkuat, dan menguntngkan;
g. Mengutamakan penggunaan produk masyarakat setempat, produk
dalam negeri,dan memberikan kesempatan kepada tenaga kerja lokal;

h. Meningkatkan kompetensi tenaga kerja melalui pelatihan dan


pendidikan;
i. Berperan aktif dalam upaya pengembangan prasarana dan program
pemberdayaan masyarakat.
j. Turut serta mencegah segala bentuk perbuatan yang melanggar
21

kesusilaan dan kegiatan yang melanggar hukum di lingkungan tempat


usahanya;

k. Memelihara lingkungan yang sehat;


l. Memelihara kelestarian lingkungan alam dan budaya;
m. Menjaga citra Negara dan Bangsa Indonesia melalui kegiatan usaha
kepariwisataan secara bertanggung jawab; dan
n. Menerapkan standar usaha dan standar kompetensi dengan ketentuan
perundang-undangan.
Pasal 63
(sanksi administratif)
(1) Setiap pengusaha pariwisata yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 15 da/atau pasal 26 dikenai sanksi administratif.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. Teguran tertulis;
b. Pembatasankegiatan usaha;
c. Pembekuan sementara kegiatan usaha.

(3) Teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dikenakan
kepada pengusaha paling banyak 3 (tiga) kali,
(4) Sanksi pembatasan kegiatan usaha dinekanakan kepada pengusaha yang tidak
mematuhi teguran sebagaiman dimaksud pada ayat (3).
(5) Sanksi pembekuan sementara kegiatan usaha dikenakan kepda pengusaha
yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan
ayat (4).
Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 9
(3) Urusan pemerintah konkuren sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
urusan pemerintahan yang dibagi antara pemerintah pusat dan daerah provinsi dan
daerah kabupaten/kota.
Pasal 11
(1) Urusan pemerintahan konkuren sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat
(3) yang menjadi kewenangan daerah trdiri atas urusan pemerintahan wajib dan
urusan pemerintahab pilihan.
Pasal 12
(3 ) Urusan pemerintah pilihan sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 ayat (1)
22

meliputi :
a. Kelautan dan perikanan;

b. Pariwisata;
c. Pertanian;
d. Kehutanan;
e. Energi dan sumber daya mineral;
f. Perdagangan;
g. Perindustrian;
h. Transmigrasi.
Peraturan menteri kebudayaan dan pariwisata nomor PM.91/HK.501/MKP/2010
Tentang tata cara pendaftaran usaha penyelengaraan kegiatan hiburan dan rekreasi.
Pasal 13
Daftar usaha pariwisata berisi:

a. Nomor pendaftaran usaha pariwisata ;


b. Tanggal pendaftaran usaha pariwisata;
c. Nama pengusaha;
d. Alamat pengusaha;
e. Nama pengurus badan usaha untuk pengusaha yang berbentuk badan
usaha;
f. Jenis usaha penyelenggaraan kegiatan hiburan atau rekreasi;
g. Merek usaha apabila ada;
h. Alamat penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi;
i. Nomor akta pendirian badan usaha dan perubahannya, apabila ada,
untuk pengusaha yang berbentuk badan usaha atau nomor kartu tanda
penduduk untuk pengusaha atau perseorangan;
j. Nama izin dan nomor izin teknis, serta nama dan nomor dokumen
lingkungan hidup yang dimiliki pengusaha;
k. Keterangan apabila dikemudian hari terdapat pemutakhiran terhadap
hal sebagaimana dimaksud dalam ketentuan huruf a sampai dengan
huruf j; dan
l. Keterangan apabila di kemudian hari terdapat pembekuan sementara
pendaftaran usaha pariwisata, pengaktifan kembali pendaftaran usaha
pariwisata dan/atau pembatalan pendaftaran usaha pariwisata
23

Pasal 14
Daftar usaha pariwisata dibuat dalam bentuk dokumen tertulis dan/atau dokumen
elektronik.
pengawasan Pasal 22
(1) Bupati, Walikota, dan / atau Gubernur melakukan pengawasan dalam rangka
pendaftaran usaha pariwisata.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat meliputi pemeriksaan
sewaktu-waktu ke lapangan untuk memastikan kesesuaian kegiatan usaha dengan
daftar usaha pariwisata.
24

G. METODE PENELITIAN

1. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian digunakan adalah jenis penelitian yuridis empiris, penelitian

terhadap efektivitas hukum tertulis maupun hukum kebiasaan yang tercatat yang pada

dasarnya merupakan kensenjangan antara norma (das sollen) dengan realitas hukum (das

sein). Faktor-faktor yang mempengaruhi hukum itu berfungsi dalam masyarakat seperti

halnya perbedaan penerapan undang-undang dengan kenyataan yang terjadi di masyarakat.

Penelitian ini mengkaji penerapan Undang-Undang No 10 tahun 2009 tentang

Kepariwisataan yang ada di Kabupaten Badung.

2. Sifat Penelitian

Penelitian ini menggunakan sifat deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian

deskriptif adalah menghasilkan gambaran akurat tentang sebuah kelompok,

menggambarkan mekanisme sebuah proses atau hubungan, memberikan gambaran

lengkap baik dalam bentuk verbal atau numerikal, menyajikan informasi dasar akan

suatu hubungan, menciptakan seperangkat kategori dan mengklasifikasikan subjek

penelitian, menjelaskan seperangkat tahapan atau proses, serta untuk menyimpan

informasi bersifat kontradiktif mengenai subjek penelitian. Penelitian ini bertujuaan

untuk mengetahui Bagaimana pengawasan izin tempat spa di Kabupaten Badung

dan faktor-faktor penghambat didalam pengawasan pelaksanaan izin tempat spa di

Kabupaten Badung.
25

3. Data dan sumber data

Data yang digunakan dalam penulisan sikripsi ini bersumber dari :

a. Data primer adalah data yang bersumber dari penelitian langsung di lapangan,yaitu

suatu data yang di peroleh langsung dari sumber pertama di lapangan yaitu baik dari

responden maupun informan. Dalam Hal ini lokasi penelitian akan di lakukan pada

beberapa pemilik usaha spa di Kabupaten Badung

b. Data Sekunder (Library Research) adalah mencakup dokumen-dokumen resmi,

buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan dan sebagainya (Amirudin

dan Zainal Azikin, 2014 : 30). Yang terdiri dari :

1. Bahan Hukum Primer adalah bahan hukum yang mempunyai otoritas

( autoritatif ). Bahan hukum tersebut terdiri dari : UUD tahun 1945, UU No

10 tahun 2009 tentang kepariwisataan.

2. Bahan Hukum Sekunder adalah bahan hukum yang yang erat hubungannya

dengan bahan hukum primer, dan dapat membantu menganalisis dan

memahami bahan hukum primer.

3. Bahan Hukum Tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk

maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder

4. Teknik Pengumpulan Data

a. Teknik Studi Dokumen adalah teknik awal yang digunakan dalam setiap penelitian

hukum normatif maupun penelitian hukum empiris. Karena dalam teknik studi

dokumen meskipun aspeknya berbeda namun keduanya merupakan penelitian ilmu

hukum. Studi dokumen dilakukan atas bahan-bahan hukum yang relevan dengan

Implementasi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan


26

b. Teknik Wawancara (Interview) adalah pengumpulan data dengan mengajukan

pertanyaan secara langsung oleh pewawancara kepada responden, dan jawaban-

jawaban responden dicatat atau direkam dengan alat perekam.yakni melakukan

wawancara langsung dengan para pemilik usaha spa mengenai izin usaha.

No. Pertanyaan Penelitian Informan


1 Bagaimana pengawasan izin tempat spa di Pemilik Usaha spa di

Kabupaten Badung? Kabupaten Badung,

Dinas Perizinan,
2 Apakah faktor-faktor penghambat didalam Pemilik Usaha spa di

pengawasan pelaksanaan izin tempat spa di Kabupaten Badung,

Kabupaten Badung? Dinas Perizinan

c. Teknik obsevasi langsung adalah penelitian yang mengamati secara langsung

terhadap kondisi sebenarnya dalam suatu masyarakat dan mengetahui secara

langsung kondisi sebenarnya di masyarakat tentang izin usaha

5. Teknik penentuan sampel penelitian

Teknik yang di gunakan dalam penelitian ini adalah teknik non probability sampling

yang memberikan peran yang sangat besar dalam penelitian untuk penentuan pengambilan

sampel. Dalam hal ini tidak ada ketentuan pasti berapa sampel yang harus diambil agar

dapat mewakili populasinya.


27

Teknik cara sampel ini diterapkan apabila data tentang populasinya sedikit. (Suratman dan

Philips Dillah, 2015:121). Pengambilan sampel dalam sikripsi ini dilakukan di beberapa

pemilik usaha spa di Kabupaten Badung

Bentuk dari non probability sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah

purposive sampling yang sampelnya dipilih atau di tentukan sendiri, yang mana penunjukan

dan pemilihan sampel didasarkan pertimbangan bahwa sampel telah memenuhi ciri-ciri dan

sifat-sifat atau karakteristik tertentu. Berdasarkan pertimbangan kebutuhan data penelitian,

subyek dari penelitian ini terdiri dari :

a. Pemilik usaha spa

b. Dinas Perizinan

6. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data merupakan tahap dimana data dikerjakan dan di manfaatkan

sehingga berhasil mendapatkan kebenaran - kebenaran yang dapat digunakan untuk

menjawab permasalahan yang timbul dalam sikripsi ini.Pengolahan data dilakukan dengan

modelanalisis data secara kualitatif, yaitu Segala sesuatu yang dinyatakan responden, baik

secara tertulis maupun lisan serta perilaku nyata yang dipelajari dan diteliti sebagai sesuatu

yang utuh. dengan mengambil kesimpulan berdasarkan pemikiran yang logis dari hasil

wawancara dengan para informan maupun dari data yang di peroleh dari studi kepustakaan

dan analisis dalam bentuk deskriptif .Deskriptif analisis yakni penyajian dengan

menggambarkan asepek – aspek tertentu yang berkaitan dengan masalah yang di hadapi dan

kemudian di analisa untuk mendapatkan kebenaran serta berusaha memahami kebenaran

tersebut dengan memperhatikan fenomena hukum yang terjadi di masyarakat.

Langkah-langkah Pengelolaan Data Kualitatif


28

Pengumpulan Data Penyajian Data

Reduksi Data Pengambilan Keputusaan

Penjelasan Pengelolaan Data Kualitatif

Adapun alur pengolahan data kualitatif diawali dengan adanya pengumpulan data

baik yang dilakukan dengan menggunakan teknik studi dokumen, teknik wawancara, teknik

observasi. Setelah data terkumpul maka data akan direduksi, yaitu data yang telah dikumpul

di rangkum dan yang diseleksi yang didasarkan pada fokus, kategori, maupun pokok

permasalahan tertentu yang telah ditetapkan dan di rumuskan sebelumnya, dan pada akhir

tahap ini semua data yang relevan diharapkan telah tersusun dan terorganisir sesuai dengan

kebutuhan. Langkah selanjutnya adalah, setelah data terkumpul dan direduksi maka data

akan disajikan , karena penyajian data merupakan tahap penampilan data dengan cara

memasukkan data dalam sejumlah matriks yang diinginkan. Proses ini hanya bisa

dilaksanakan setelah adanya proses reduksi data atas data yang direduksi dan disajikan tadi.

Jadi berdasarkan hasil pemahaman dan pengertian, kemudian peneliti menarik kesimpulan

sebagai jawaban atas permasalahan yang peneliti cantumkan.

Penelitian ini mengunakan teknik analisis data melalui 4 (Empat) tahapan, keempat

tahapan itu adalah dapat dijelaskan sebagai berikut, yaitu

1. Data yang dikumpulkan baik data primer maupun data sekunder diolah terlebih dahulu

berdasarkan pola dan tema.

2. Selanjutnya diklasifikasikan antara data yang satu dengan data yang lain.
29

3. Melakukan interprestasi dilakukan penafsiran menurut peneliti, untuk memahami isi data

keseluruhan.

4. Disajikan secara deskriptif kualitatif dan sistematis.

I. Jadwal Penelitian

Tahun 2018
No. Keterangan
Okt Nov Mar Apl Mei Jun

1 Tahapan Persiapan Penelitian

a. Penyusunan dan Pengajuan

Judul
b. Pengajuan Proposal

c. Perijinan Penelitian

2 Tahap Pelaksanaan

a. Pengumpulan Data

b. Analisis Data

3 Tahap Penyusunan Laporan

Anda mungkin juga menyukai