Anda di halaman 1dari 27

A.

Latar Belakang

Petambangan emas tanpa izin (PETI) merupakan kegiatan yang

dilakukan perorangan, kelompok dll yang tidak memiliki izin resmi dari

pemerintah. PETI diawali oleh keberadaan para penambang tradisional, yang

kemudian berkembang kearah pengunaan alat berat yang semua ini terjadi

karena berbagai faktor salah satunya lemahnya pengawasan pemerintah dan

penegakan hukum. Kegiatan yang terus berjalan merubah topografi daerah

mengakibatkan terjadinya pencemaran lingkungan dan bencana alam.

Penambangan emas merupakan suatu kegiatan yang dapat

meningkatkan pendapatan masyarakat, namun demikian penambangan emas

juga dapat merugikan apabila dalam pelaksanaannya tanpa diikuti dengan

proses pengolahan limbah hasil pengolahan biji emas secara baik seperti

menggunakan air raksa dalam pengolahan biji emas tersebut. Akibat yang

ditiimbulkan dari terbuangnya air raksa pada air tanah maupun aliran sungai,

akan masuk kedalam rantai makanan baik melalui tumbuhan maupun hewan,

yang pada gilirannya akan sampai pada tubuh manusia.

Air raksa termasuk salah satu logam berat, dengan berat molekul

tinggi. Dalam kadar rendah, logam berat ini umumnya sudah beracun bagi

tumbuhan dan hewan, termasuk manusia. Beberapa logam berat lainnya

adalah magnesium (Mg), timbal (Pb), tembaga (Cu), kromium (Cr), dan besi

(Fe). Air raksa (Hg) diperlukan untuk pertumbuhan kehidupan biologis,

tetapi dalam jumlah berlebihan akan bersifat racun. Oleh karena itu,
56
keberadaan logam berat perlu mendapat pengawasan, terutama dari segi

jumlah kandungannya di dalam air (Noviardi drr., 2007). Air raksa dalam

kondisi temperatur kamar berbentuk zat cair, bila terjadi kontak dengan

logam emas akan membentuk larutan padat (Sevruykov drr., 1960). Larutan

padat biasa disebut amalgam, yaitu merupakan paduan antara air raksa

dengan beberapa logam (emas, perak, tembaga, timah, dan seng).

Keberadaan air raksa di lingkungan berdampak secara langsung

kepada manusia. Pada proses pemisahan biji emas dengan melalui proses

inhalasi, maupun berdampak tidak langsung yaitu baik pada tumbuhan

maupun hewan akibat dari pembuangan limbah baik limbah cair maupun

limbah padat.

Berdasarkan informasi yang penulis dapatkan saat acara kegiatan

mahasiswa baru di lokasi yang terletak di wilayah kota Painan Kampung

Lubuk Rasan, Kanagarian Tambang, Kecamatan IV Jurai, Kabupaten Pesisir

Selatan, Provinsi Sumatera Barat, lokasi penyelidikan pada jalur gunung api

dan tempat satu sungai yang besar yaitu Sungai Salido Kecil yang merupakan

anak sungai dari Sungai Batang Salido, Kesampaian area kerja yang berada

di daerah Kanagarian Tambang, Kecamatan IV Jurai, Kabupaten Pesisir

Selatan, Provinsi Sumatra Barat.

Pada daerah tersebut, pemisahan bahan galian emas dengan mineral

pengikutnya (mineral gangue) mengunakan air raksa (Hg) dengan alat yang

disebut gerondong. Namun, masyarakat tidak tahu dampak dari pengolahan


emas mengunakan air raksa tersebut yang akan mengakibatkan pencemaran

air tanah yang mereka pakai sehari-hari. Hal tersebut dikarenakan dampak

dari pengolahan tersebut belum timbul untuk saat ini yang tidak tergangunya

ekosistem sekitar masyarakat. Menurut penulis, memang dampak dari

pengolahan emas menggunakan air raksa tidak muncul dalam waktu jangka

pendek. Karena itu, masyarakat disekitar belum menyadari dampak

pencemaran tersebut dan tidak mengangu ekosistem sekitarnya.

Dengan adanya kondisi diatas, penulis mencoba mengkaji

permasalahan tersebut dan mengangkatnya enjadi studi kasus dengan judul

“Analisis Penanganan Limbah Air Raksa (Hg) dari Hasil Pengolahan Emas

dengan menggunakan Enceng Gondok (Eichomia Crassipes) di Kota Painan

Kampung Lubuk Rasan, Kanagarian Tambang, Kecamatan IV Jurai,

Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat”.

B. Identifikasi Masalah

1. Belum adanya kesadaran warga atas dampak yang ditimbulkan dari

pembuangan limbah pengolahan.

2. Pengolahan emas menggunakan alat yang disebut gerondong dan

pemisahan emas dari mineral pengikut dengan menggunakan air raksa

(Hg).

3. Limbah air raksa (Hg) setelah pemisahan emas akan dibuang atau

dialirkan ke sungai di sekitar daerah tersebut.


C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah diatas , pembatas masalah yang

dapat diambil adalah sebagai berikut:

1. Penelitian dilakukan pada penambangan emas di wilayah kota

Painan Kampung Lubuk Rasan, Kanagarian Tambang, Kecamatan

IV Jurai, Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat

2. Sampel yang diambil meliputi sampel air hasil pemisahan emas

untuk mengetahui kadar air raksa (Hg) pada pembuangan

pengolahan limbah tersebut.

3. Menggunakan enceng gondok dalam penanganan limbah air raksa

(Hg).

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah dan batasan masalah yang telah

diuraikan diatas,maka perumusan masalah dari penelitian ini adalah:

1. Berapakah kadar air raksa yang terkandung pada limbah pengolahan

emas di Kampung Lubuk Rasan, Kanagarian Tambang, Kecamatan IV

Jurai, Kabupaten Pesisir Selatan?

2. Berapakah kadar air raksa (Hg) yang dapat diserap oleh tanaman

enceng gondok?
E. Tujuan Penelitian

Penelitian dilakukan dengan tujuan antara lain, sebagai berikut:

1. Mengetahui kadar air raksa (Hg) yang terkandung pada limbah

pengolahan emas.

2. Mengetahui kadar air raksa (Hg) yang dapat diserap oleh tanaman

enceng gondok.

F. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang didapat antara lain, sebagai berikut:

1. Untuk mencegahnya terjadinya pencemaran limbah air raksa (Hg)

terhadap sungai pada daerah tersebut.

2. Dapat dijadikan acuan oleh masyarakat sekitar dalam penanganan

limbah air raksa pasca pengolahan emas.

3. Menambah pengetahuan bagi penulis dan pembaca terhadap

penanganan limbah air raksa (Hg).

G. Landasan Teori

1. Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI)

PETI adalah usaha pertambangan yang dilakukan oleh

perseorangan, sekelompok orang, atau perusahaan/ yayasan berbadan

hukum yang dalam operasinya tidak memilki izin dari instansi

pemerintah sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.


Dengan demikian, izin, rekomendasi, atau bentuk apapun yang

diberikan kepada perseorangan, sekelompok orang, atau perusahaan/

yayasan oleh instansi pemerintah di luar ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku, dapat dikategorikan sebagai PETI

(Surbakti , 2011).

Kegiatan PETI baik yang dilakukan masif terstruktur maupun

tidak memberikan dampak yang sangat besar akan tidak terpenuhinya

kaidah-kaidah penambangan yang baik sehingga faktor-faktor

keselamatan kerja, kerusakan lingkungan, hilangnya penerimaan

negara dll merupakan efek domino yang ditimbulkan. Masih banyak

dampak negatif dari penyerobotan prosedur sehingga keterawasinya

oleh pemerintah sangat minim tentu meresahkan bagi masyarakat

karena timbulnya ketidak teraturan lain salah satu nya pencurian,

tindak asusila dll. Belum lagi soal kerugian potensi ekonomi dari

masyarakat dan pemerintah dari akibat kegiatan ini.

Pendekatan penanganan PETI harus dimulai dari akarnya

dimana peran pemerintah dan masyarakat harus ditingkatkan.


7
Pemerintah sebagai pemilik payung hukum harus bisa tegas

menerapkan peraturan yang telah dibuat dan begitu juga masyarakat

harus taat akan peraturan. Disamping itu peran pengawasan harus

dioptimalkan. Masyarakat diberikan perlindungan hukum apabila

memberikan laporan mengenai penambangan ini.


Penanggulangan masalah PETI selalu saja dihadapkan kepada

persoalan dilematis. Hal ini disebabkan PETI identik dengan

kehidupan masyarakat bawah yang tidak memiliki akses kepada

sumber daya ekonomi lain karena keterbatasan pendidikan, keahlian,

dan ketrampilan yang dimilikinya. Penutupan kegiatan usaha berarti

menambah panjang daftar angka pengangguran dan kemiskinan,

sementara membiarkan mereka tetap beroperasi berarti menginjak-

injak peraturan perundang-undangan yang berlaku. Meski

memberikan dampak yang berbeda, keduanya membawa resiko bagi

Pemerintah.

Di sisi lain, upaya untuk mewadahi masyarakat miskin (rakyat

kecil) melalui pola Pertambangan Rakyat dan Pertambangan Skala

Kecil belum memberikan hasil optimal. Disamping dihadapkan

masalah internal, kekurang berhasilan kedua pola ini juga diakibatkan

oleh keberadaan “cukong” di tengah-tengah masyarakat miskin yang

terus meracuni kehidupan mereka. Para cukong tersebut, mampu

berperan sebagai dewa penyelamat dengan iming-iming uang, meski

dalam prakteknya menerapkan sistem “rentenir”, sehingga masyarakat

miskin terjerat dan tidak dapat lagi melepaskan diri dari cengkeraman

cukong. Bertitik tolak dari kenyataan tersebut, maka perlu pendekatan

baru dalam menanggulangi masalah PETI, yaitu bersifat manusiawi,

arif, adil dan mengedepankan pendekatan sosial kemasyarakatan


dengan tetap memberikan kesempatan kepada rakyat untuk berperan

langsung secara proporsional pada kegiatan usaha pertambangan,

tanpa mengabaikan prinsip-prinsip pertambangan yang baik dan benar.

2. Dampak Negatif PETI

a. Kehilangan Penerimaan Negara

Dimana setiap kegiatan tanpa izin tentu tidak melakukan

kewajibannya kepada pemerintah termasuk masalah retribusi

berupa pendapatan bagi hasil dan sabagainya. Hal ini tentusaja

merugikan negara. Negara di rugikan karen sewajarnya

mendapakan hak atas segala pengesplotasian hasil bumi sesuai

amanat UUD 1945 pasal 33 ayat 3 bumi, air dan kekayaan alam

yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan

dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

b. Kerusakan Lingkungan Hidup

Perusahaan tambang berizin diberikan kewajiban

mengurus program pengelolaan lingkungan melalui AMDAl.

AMDAL (Analisi Mengenai Dampak linkungan ) merupakan

dokumen yang berizi prosedur pengwasasn, kesepakatan dan

cara mengurus lingkungan baik sebelum tahap eksplotasi sampai

tahap reklamasi. Dengan kegiatan PETI yang nyaris tanpa

pengawasan hampir psti menyebabkan kerusakan lingkugan.

Terlebih lagi, para pelaku PETI praktis tidak mengerti sama


sekali tentang pentingnya pengelolaan lingkungan hidup,

sehingga lahan suburpun berubah menjadi hamparan padang

pasir yang tidak dapat ditanami akibat tertimbun limbah

penambangan dan pengolahan.

c. Kecelakaan Tambang

Dari aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3),

kegiatan PETI dilapangan mengabaikan semua nya. Tidak

jarang ditemui dilapangan banyak kecelakaan meskipun data nya

sangat sedikit dirilis tapi di sinyalir ditiap kegiatan PETI terjadi

kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja yang mengakibatkan

terjadinya luka-luka, bahkan ada yang sampai kehilangan

nyawa.

d. Iklim Investasi Tidak Kondusif

Dimasa globalisasi saat ini dengan revolusi industri 4.0

mengakibatkan semua aspek pembangunan maju pesat.

Kemajuan ini mengakibatkan investor dari dalam dan luar

negeri tertarik untuk berinvestasi di dunia pertambangan.

Namun dengan adanya ketidakpastian perizinan mengakibatkan

investor urung untuk berinvestasi. Salah satu faktor yaitu

investor takut berinvestasi jikaa kelak lahan yang mereka

konsensi berbatasan dengan PETI.


e. Pemborosan Sumber Daya Mineral dan lain-lain

Penambangan emas tanpa izin (PETI) secara umum

menggunakan teknologi sederhana. Kebanyakan penambangan dan

pengolahan dilakukan dengan peralatan tidak lengkap. Sehingga

pendapatan bijih emas tidak maksimal masih banyak yang tersisa.

Kemudian dalam PETI kebanyakan mengambil emas berkadar

tinggi. Sedangkan, emas didaerah PETI biasanya disertai emas

berkadar rendah. Karena tidak lengkap nya teknologi emas kadear

rendah tidak diambil mengakibatkan terjadi pemborosan

sumberdaya mineral. Sebab daerah nya sama-sama dieksplotasi tapi

masih ada bijih emas yang tidak diambil. Sehingga pada masa

depan akan sulit lagi diulangi eksplotasi daerah tersebut karena

biaya pengambilan bijih tidak sesuai dengan hasil yang diharapkan.

3. Air Raksa / Merkuri (Hg)

a. Pengertian Merkuri

Merkuri merupakan salah satu dari unsur kimia yang mempunyai

nama Hydragyrum yang berarti perak cair. Nomoratom raksa ialah 80

dengan bobot atom (BA 200,59) dan simbolnya dalam sistem periodik

adalah "Hg" (dariHydrargyrum). Logam ini berat, berwarna

keperakan yang cair pada suhu normal. Merkuri dihasilkan dari

bijiCinnabar (HgS) yang mengandung unsur merkuri antara 0,1% - 4%.


Mercury siap dengan bentuk alloys logamlainnya, dan ini akan bermanfaat

dalam pengolahan emas dan perak. Hal ini pula yang mendorong

untukmengembangkan raksa dari cinnabar di Amerika setelah penemuan

emas dan perak di California dan negara baratlainnya di tahun 1800an.

Merkuri telah di temukan di Mesir pada makam kuno peniggalan

abad ke 1500 SM, dan mungkin digunakan untukkeperluan kosmetik dan

obat. Sekitar 350 SM, filsuf dan ilmuwan Yunani Aristotel menjelaskan

bagaimana caramengambil air raksa dengan memanaskan batuan cinnabar

untuk upacara keagamaan. Di Roma, air raksa digunakanuntuk berbagai

keperluan dan memberikannya nama hydrargyrum, yang berarti perak cair

menjadi asal symbol kimia Hg untuk air raksa. Tindakan percampuran

Mercury pertama kali untuk mengolah ores perak dengan proses patio

1557 di Meksiko membuat permintaan air raksa sangat meningkat.

Barometer raksa ditemukan oleh Torricellidi 1643, diikuti oleh penemuan

yang raksa termometer oleh Fahrenheit di 1714. Namun kini, dengan

alasankesehatan dan keamanan karena sifat toksik yang dimilikinya.

penggunaannya untuk bahan pengisi termometer telah digantikan (oleh

termometer alkohol, digital, atau termistor).

Merkuri adalah logam yang ada secara alami dan satu-satunya

logam yang berwujud cair pada suhu kamar. Logam murninya berwarna

keperakan, cairan tak berbau, dan mengkilap. Bila dipanaskan sampai suhu

357 oC, air raksa akan menguap dan akan meleleh pada suhu -38,9 oC.
Bentuk-bentuk lain dari merkuri secara alami dapat ditemukan dalam

elemen-elemen yang dapat dijumpai di udara, air, dan tanah yang dapat

berbentuk elemen atau logam merkuri, senyawa-senyawa merkuri

anorganik dan merkuri organik. Logam merkuri banyak digunakan dalam

industri produksi gas khlor dan soda kaustik, termometer, tambal gigi,

baterai, lampu neon, dan lampu mobil. Khusus untuk termometer, merkuri

jauh lebih akurat daripada yang menggunakan alkohol karena mudah sekali

dipengaruhi oleh perubahan suhu meskipun harus dilakukan pewarnaan

terlebih dahulu.

Selain digunakan dalam industri pabrik, merkuri juga banyak

digunakan untuk kegiatan penambangan emas tradisional tidak berizin

(PETI)—biasa disebut “air kuik” oleh penambang tradisional—untuk

mengekstrak logam emas.

Di samping senyawa-senyawa merkuri dalam bentuk senyawa

dasar yang meluruh/lepas dari batuan alam yang terlepas dari batuan-

batuan kerak bumi, senyawa-senyawa merkuri lainnnya diproduksi oleh

industri-industri dalam jumlah kecil untuk kegunaan khusus seperti bahan-

bahan kimia maupun farmasi. Sedangkan, jumlah besar dari senyawa-

senyawa merkuri ini dihasilkan dari hasil sampingan pada penambangan

emas dan aktivitas pengolahan limbah penambangan emas.

Pengelolaan buangan hasil samping penambangan emas dan

pengendalian limbah penambangan emas yang tidak benar dan tidak


semestinya, baik penambangan emas besar (berijin) maupun penambangan

emas tradisional tidak berijin (PETI), yang menyebabkan terdapatnya

merkuri pada lingkungan di sekitar kita dikarenakan pembuangan limbah

cair (tailing) pada lingkungan perairan di sekitar kita. Demikian juga

dengan senyawa-senyawa merkuri, juga dapat memasuki lingkungan udara

melalui pembakaran senyawa amalgam merkuri yang mengandung emas

(gebosan/emposan) di mana merkuri akan menguap ke udara dan logam

emas tertinggal sebagai residu. Uap merkuri tidak berwarna dan bisa

terhirup oleh pernafasan memasuki tubuh manusia maupun hewan.

b. Sifat Merkuri

Beberapa sifat merkuri adalah sebagai berikut:

1. Merkuri merupakan satu-satunya logam yang berbentuk cair pada

suhu kamar (250C) dan mempunyai titik beku terendah dari semua

logam, yaitu -390C.

2. Merkuri mempunyai volatilitas yang tertinggi dari semua logam.

3. Ketahanan listrik merkuri sangat rendah sehingga merupakan

konduktor yang terbaik dari semua logam.

4. Banyak logam yang dapat larut di dalam merkuri membentuk

komponen yang disebut amalgam (alloy).

5. Merkuri dan komponen-komponennya bersifat racun terhadap

semua makhluk hidup .


Merkuri terdapat sebagai komponen renik dari banyak

mineral, dengan bantuan continental yang rata-rata mengandung

sekitar 80 ppb atau lebih kecil lagi. Sinabor, merkuri sulfida,

HgS, yang berwarna merah merupakan bijih merkuri utama

yang diperdagangkan. Bahan bakar batu bara fosil dan lignit

sering mencapai 100 ppb merkuri, bahkan lebih (Achmad,

2004:100).

Hampir semua merkuri diproduksi dengan cara

pembakaran merkuri sulfida (HgS) di udara, dengan reaksi

berikut:

HgS + O2 ==> Hg + SO2

c. Bahaya Air Raksa

1. Air raksa atau merkuri sangat beracun. Dalam kadar rendah, logam

berat ini umumnya sudah beracun bagi tumbuhan dan hewan,

termasuk manusia. Merkuri dapat menyebabkan kerusakan pada

sistem saraf meskipun hanya terpapar dalam tingkat yang relatif

rendah. Hal ini terutama berbahaya bagi ibu yang sedang hamil.

Perkembangan anak-anak karena senyawa merkuri dapat

menyebabkan cacat fisik maupun mental pada kelahiran janin.

2. Air raksa atau Merkuri terkumpul/terakumulasi dalam tubuh

manusia dan hewan melalui siklus (daur) rantai makanan, terutama


dalam beberapa jenis ikan dan kerang-kerangan karena lingkungan

perairan mereka telah tercemar dengan senyawa merkuri.

3. Senyawa air raksa atau merkuri yang terikat dengan satu senyawa

karbon, akan membentuk senyawa merkuri organik, contohnya

metil merkuri. Senyawa merkuri organik dianggap lebih berbahaya

dan dapat larut dalam lapisan lemak pada kulit yang menyelimuti

inti saraf.

4. Metil merkuri merupakan merkuri organik yang selalu menjadi

perhatian serius dalam toksikologi (ilmu pengetahuan tentang

racun). Hal ini karena metil merkuri dapat diserap secara langsung

melalui pencernaan ikan, hewan, dan manusia dan akan

berakumulasi di dalam tubuh ikan, hewan dan manusia, mengikuti

pola rantai makanan.

5. Senyawa merkuri dapat memasuki tubuh melalui pernapasan

dengan kadar penyerapan 80%. Uapnya dapat menembus membran

paru-paru dan apabila terserap ke tubuh, senyawa merkuri akan

terikat dengan protein sulfurhidril seperti sistein dan glutamine. Di

dalam darah, 90% dari metil merkuri diserap ke dalam sel darah

merah. Metil merkuri juga dijumpai dalam rambut.

6. Toksisitas atau tingkat racun merkuri pada manusia dibedakan

menurut bentuk senyawa Hg, yaitu anorganik dan organik.


Keracunan anorganik Hg sudah dikenal sejak abad ke-18 dan ke-19

dengan gejala tremor pada orang dewasa.

7. Gejala tremor telah dikenal sejak abad ke-18 yang disebut “hatter’s

shakes” (topi bergoyang), karena pada saat itu banyak pekerja di

pabrik topi dan wol menderita gejala tersebut.

8. Perubahan pada hilangnya daya ingatan dapat juga terjadi pada

kasus keracunan Hg dan keracunan kronis akan menyebabkan

kematian.

9. Selain keracunan Hg anorganik, bentuk Hg organik juga

menimbulkan keracunan yang sangat berbahaya. Kasus keracunan

metil merkuri pada orang, baik anak maupun orang dewasa,

diberitakan besar-besaran pasca Perang Dunia II di Jepang, yang

disebut “Minamata Disease” atau Penyakit Minamata.

4. Emas (Au)

Emas merupakan logam yang bersifat lunak dan mudah ditempa,

kekerasannya berkisar antara 2,5-3 (skala Mohs), serta berat jenisnya

tergantung pada jenis dan kandungan logam lain yang berpadu dengannya

sekitar ± 19,32 gram/cm3. Mineral pembawa emas biasanya berasosiasi

dengan mineral ikutan (gangue minerals). Mineral ikutan tersebut

umumnya kuarsa, karbonat, turmalin, flourpar, dan sejumlah kecil mineral

non logam.
Mineral pembawa emas juga berasosiasi dengan endapan sulfida

yang telah teroksidasi. Mineral pembawa emas terdiri dari emas nativ,

elektrum, emas telurida, sejumlah paduan dan senyawa emas dengan unsur-

unsur belerang, antimon, dan selenium. Emas terbentuk dari proses

magmatisme atau pengkonsentrasian di permukaan. Beberapa endapan

terbentuk karena proses metasomatisme kontak dan larutan hidrotermal,

sedangkan pengonsentrasian secara mekanis menghasilkan endapan letakan

(placer). Genesa emas dikatagorikan menjadi dua yaitu endapan primer dan

endapan plaser.

Sumber: Google

Gambar 1. Emas

Emas banyak digunakan sebagai barang perhiasan, cadangan

devisa, dll. Potensi endapan emas terdapat hampir setiap daerah di

Indonesia, seperti di Pulau Sumatera, Kepulauan Riau, Pulau Kalimantan,

Pulau Jawa, Pulau Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. Emas
digunakan sebagai standar keuangan di banyak negara dan juga digunakan

sebagai perhiasan, dan elektronik. Penggunaan emas dalam bidang moneter

dan keuangan berdasarkan nilai moneter absolut dari emas itu sendiri

terhadap berbagai mata uang di seluruh dunia, meskipun secara resmi di

bursa komoditas dunia, harga emas dicantumkan dalam mata uang dolar

Amerika. Bentuk penggunaan emas dalam bidang moneter lazimnya berupa

batangan emas dalam berbagai satuan berat gram sampai kilogram.

5. Penelitian Sejenis dan Relevan

a. Penelitian yang dilakukan oleh Ermita Wahyuni pada tahun 2016

dengan judul ”Pengaruh Kegiatan Penambangan Emas Tradisional

terhadap Kualitas Air Sungai Sangir (SS, DS, Ph, Besi (Fe), Mangan

(Mn) dan Merkuri (Hg) di Nagari X Kabupaten Solok Selatan Tahun

2016”. Latar belakang pengangkatan judul karena indikasi kualitas Air

Sungai Sangir tercemar. Metode penelitian kuantitatif dan deskriptif .

Hasil penelitian Indeks pencemaran perairan Sungai Sangir pada tahun

2016 adalah -15. Hal ini menunjukkan status mutu air Sungai Sangir

di salah satu Nagari di Solok Selatan diperuntukkan untuk air kelas 2

pada tahun 2016 adalah termasuk kedalam klasifikasi kelas C dengan

kategori sedang atau cemar sedang.

b. Penelitian yang dilakukan oleh Shelga Sapta Lahendra, Ellyke,

Khoirun pada tahun 2015 dengan judul “Pemanfaatan Enceng Gondok


Terhadap Penurunan Kadar Merkuri (Hg) Limbah Cair Pada

Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI).” latar belakang penelitian

yaitu indikasi tumbuhan eceng gondok dapat menyerap kadar merkuri.

Metode penelitian eksperimen dengan bentuk Rancangan Acak

Lengkap (RAL). Hasil penelitian tumbuhan eceng gondok dapat

menyerap kadar Hg lebih efektif dengan berat 500 gr/L selama 9 hari.

c. Penelitian yang dilakukan oleh Putri Indah Hartanti, Alexander

Tunggul Sutan Haji, dan Ruslan Wirosoedarmo pada tahun dengan

judul “ Pengaruh Kerapatan Tanaman Eceng Gondok ( Eichornia

Crassipes) Terhadap Penurunan logam Chromium Pada Limbah Cair

Penyamakan Kulit.” Latar belakang penelitian yaitu industri

penyamakan kulit merupakan salah satu industri mengahsilkan limbah

berbahaya berupa chromium untuk penangulangan nya dibutuhkan

metode. Metode penelitian yaitu esperimen dengan rancangan acak

lengkap. Hasil penelitian berupa fitoremediasi menggunakan tanaman

eceng gondok mampu menurunkan kadar logam chromium pada

limbah penyamakan kulit.

d. Penelitian yang dilakukan oleh Emi Erawati dan Harjuna Mukti

Saputra pada tahun 2017 dengan judul “ Pengaruh Kosentrasi

Terhadap Fitoremidiasi Limbah Zn Menggunakan Eceng Gondok (

Eichornia Crassipes).” Latar belakang penelitian yaitu limbah yang

dihasilkan pabrik mencemari lingkungan salah satunya limbah Zn


maka perlu diadakan perlakuan. Metode penelitian yang digunakan

esperimen dengan rancangan acak lengkap. Hasil dari penelitian

diketahui pengaruh kosentrasi limbah Zn semakin tinggi maka

semakin cepat terserap eceng gondok.


6. Kerangka Konseptual

Analisis Penanganan Limbah Air Raksa (Hg) dari Hasil


Pengolahan Emas Menggunakan Enceng Gondok (Eichomia
Crassipes) di Kota Painan Lubuk Rasan, Kanagarian Tambang,
Kecamatan IV Jurai, Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera
Barat

1. INPUT PROSES
Data Primer : a. Ujilaboratorium kadar
- Pengujian Kadar Air Raksa yang Merkuri (Hg)
Terkandung, b. Mengambil sampel air
- Volume kolam penampungan air sebanyak 9 liter.
limbah pengolahan emas. c. Membagi sampel air
menjadi 2 perlakuan.
Data Sekunder : d. Perlakuan pertama
- Referensi Buku dimana sampel air
- Jurnal tidak diberikan eceng
- Data pendukung dar iDinas gondok disebut
PERUMKIM LH Pesisir Selatan kelompok kontrol (K).
- Data pendukung dari Dinas PU e. Perlakuan kedua
PR Pesisir Selatan dimana sampel air
diberikan eceng
gondok disebut
kelompok perlakuan
(X) .
OUTPUT f. Kelompok perlakuan
(X) masing-masing
- Mengetahui kelompok diberikan eceng
perlakuan yang paling efektif gondok 600 gr.
dalam menurunkan (Hg) g. Diamati 3,6 dan 9 hari.
selama 9 hari.

- Mendapatkan gambaran
penanganan air limbah
Merkuri (Hg) dari
penampungan air dengan
memperkirakan komposisi
eceng gondok dengan luas area.
H. METODOLOGI PENELITIAN

1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode eksperimen

dengan pengujian K sampel bebas (Uji Kruskal- Walliss H) dimana

yang menjadi objek penelitian adalah eceng gondok dalam menyerap

logam berat merkuri. Kemudian dilakukan pengamatan secara langsung

pada objek yang diteliti, dan di ukur berdasarkan lama waktu kontak

yaitu 0,3,6, dan 9 hari dengan 4 kali pengulangan dimana 0 hari sebagai

control tanpa Eceng Gondok.

2. Tahapan Penelitian

Adapun tahapan penelitian yang dilakukan oleh peneliti sebagai berikut:

a. Studi literatur

Studi literatur dilakukan dengan mencari bahan-bahan pustaka

yang menunjang, yang diperoleh dari penelitian terdahulu,

perpustakaan (literatur), brosur-brosur (spesifikasi alat).

b. Observasi di lapangan

Dilakukan dengan melakukan peninjauan lapangan

untuk melakukan pengamatan langsung terhadap kondisi daerah

penelitiaan.
c. Penentuan titik pengamatan di lapangan

Data yang diambil harus benar, akurat dan lengkap serta

relevan dengan permasalahan yang ada.

Penetapan titik pengamatan di lapangan berdasarkan

SNI nomor 6989.59:2008 tentang Metoda Pengambilan Contoh

Air Limbah. Pengambilan sampel dilapangan berguna untuk

keperluan pengendalian pencemaran air dengan mengambil

sampel air pada penampungan air yang ada pada rumah-rumah

warga.

d. Pengambilan sampel air di lapangan

Pengambilan sampel air di lapangan dilakukan secara

langsung menggunakan botol HDPE berukuran 2 liter yang

terbuat dari bahan gelas atau plastic polietilen (PE) atau poli

propilen (PP) atau teflon (Poli Tetra Fluoro Etilen, PTFE) yang

telah steril dan bebas dari zat-zat lain yang akan mempengaruhi

hasil pengukuran di laboratorium. Pengambilan sample di

lapangan berdasarkan SNI nomor 6989.59:2008 tentang Metoda

Pengambilan Contoh Air Limbah seperti berikut:


1. Peralatan pengambilan sampel harus terbuat dari bahan yang tidak

mempengaruhi sifat sampel, mudah dicuci dari bekas sampel

sebelumnya, sampel air mudah dipindah kan kedalam botol

penampung tanpa ada sisa bahan tersuspensi di dalamnya, mudah dan

aman dibawa, serta mempunyai kapasitas alat tergantung dari tujuan

penelitian.

2. Jenis alat pengambilan sampel menggunakan alat sederhana, bias

menggunakan ember plastik yang dilengkapi dengan tali atau gayung

plastik yang bertangkai panjang atau botol biasa yang digunakan

secara langsung atau yang diberi pemberat untuk digunakan pada

kedalaman tertentu.

3. Wadah sampel terbuat dari bahan gelas atau plastik polietilen atau

polipropilen atau Teflon yang dapat ditutup dengan kuat dan rapat,

bersih dari kontaminan, tidak mudah pecah dan tidak berinteraksi

dengan contoh.

4. Untuk persiapan wadah sampel di lapangan, wadah sampel harus

benar-benar bersih di laboratorium. Wadah sampel disiapkan harus

selalu dilebihkan dari yang dibutuhkan, untuk jaminan mutu,

pengendalian mutu dan cadangan.

5. Untuk pengambilan air dilapangan, sampel dapat diambil pada

pinggiran danau air limbah sebelum keperairan penerima .


e. Pengolahan data

Setelah data didapatkan maka selanjutnya adalah

pengelompokan dan pengolahan data, dikarenakan penelitian

terdiri dari beberapa variabel, maka data harus dikelompokkan

sesuai dengan tahapan pengerjaannya. Adapun yang dilakukan

pada tahapan ini adalah:

Menghitung kadar merkuri di Laboratorium Kimia FMIPA UNP

f. Evaluasi dan analisa hasil pengolahan data

Teknik yang dilakukandalam análisis data yaitu dengan

menggabungkan antara teori dengan data-data lapangan,

sehingga keduanya di dapat pendekatan penyelesaian masalah.

Hasil pengolahan data akan dianalisa untuk selanjutnya dapat

dihasilkan suatu rekomendasi.

g. Kesimpulan dan rekomendasi

Kesimpulan diperoleh setelah dilakukan koreksi antara

hasil pengolahan data yang telah dilakukan dengan

permasalahan yang diteliti. Kesimpulan ini merupakan suatu

hasil akhir dari semua aspek dari semua yang telah dibahas.

Sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan dan rekomendasi yang

dapat digunakan oleh masyarakat/ pemerintah setempat.


h. Diagram Alir Penelitian

Analisis Penanganan Limbah Air Raksa (Hg) dari Hasil Pengolahan Emas
Menggunakan Enceng Gondok (Eichomia Crassipes) di Kota Painan Lubuk
Rasan, Kanagarian Tambang, Kecamatan IV Jurai, Kabupaten Pesisir Selatan,
Provinsi Sumatera Barat

Persiapan

Studi Literatur

Orientasi Lapangan

Pengumpulan Data

DATA SKUNDER
DATA PRIMER Data Sekunder :
Data Primer :
- Referensi Buku
- Pengujian Kadar Air Raksa yang
- Jurnal
Terkandung.
- Data pendukung dar iDinas
- Volume kolam penampungan air
PERUMKIM LH Pesisir Selatan
limbah pengolahan emas.
- Data pendukung dari Dinas PU PR
Pesisir Selatan

Pengolahan Data

Analisis Penanganan Limbah Air Raksa (Hg) dari Hasil


Pengolahan Emas Menggunakan Enceng Gondok
(Eichomia Crassipes) di Kota Painan Lubuk Rasan,
Kanagarian Tambang, Kecamatan IV Jurai, Kabupaten
Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat

Diagram Alir Penelitian


DAFTAR PUSTAKA

Ermita Wahyuni. 2016. ”Pengaruh Kegiatan Penambangan Emas Tradisional


Terhadap Kualitas Air Sungai Sangir (TSS, TDS, Mangan, Besi, pH dan
Merkuri) Di Nagari X Kabupaten Solok Selatan Tahun 2016”. Strata satu.
Universitas Negeri Padang.
Shelga, S, Ellyke & Khoiron. 2015.”Pemanfaatan Eceng Gondok Terhadap
Penurunan Kadar Merkuri (Hg) Limbah Cair Pada Pertambangan Emas Tanpa
Izin (PETI).”www.portalgaruda.org, di akses 10 Desember 2017.
Mochammad Aziz. 2014. “Model Pertambangan Emas Rakyat dan Pengelolaan
Lingkungan Tambang di Wilayah Desa Paningkaban, Kecamatan Gumelar,
Kabupaten Banyumas.”www.portalgaruda.org di akses 10 Desember 2017.
Putri, I, Alexander, T & Ruslan, W. 2017. “ Pengaruh Kerapatan Tanaman Eceng
Gondok (Eichornia Crassipes) Terhadap Penurunan Logam Chromium Pada
Limbah Cair Penyamakan Kulit.” www.portalgaruda.org diakses 10 Desember
2017.
Mega, M, Ani,I & Farida, N.2015. “Efektivitas Eceng Gondok Terhadap Penurunan
Kadar COD dan BOD pada Limbah Cair Industri Kembang Gula Lunak.”
www.portalgaruda.org diakses 17 April 2018.
Nurandani, H & Suparni, S. 2006. “ Fitoremediasi Phospat dengan Pemanfaatan
Eceng Gondok (Eichornia Crassipes) Studi Kasus Pada Limbah Cair Industri
Kecil Laundry.” www.portalgaruda.org diakses 17 April 2018.
Lutfiana, S, Boedi, H & Prijadi, S. 2014. “Kemampuan Eceng Gondok (Eichornia
sp.), Kangkung Air ( Ipomea sp.), dan Kayu Apu ( Pistia sp.) dalam
Menurunkan Bahan Organik Limbah Industri Tahu (Skala Laboratorium).
“www.portalgaruda.org diakses 17 April 2018.
Sudjana. (2005). “Metode Statistika”. Bandung: Tarsito
Ronald E. Walpole. (1992).”Pengantar Statistika”. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka
Utama

Anda mungkin juga menyukai