Anda di halaman 1dari 75

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.

DENGAN SIROSIS HEPATITIS DI RUANG MELATI RSUD CURUP

TAHUN 2019

DISUSUN OLEH :

1. GHISCA NAFALITA ANJANI


2. ROSYIKHAH KHILMI
3. YUSTIKA PUPENSI TAHER

KELAS KONVERSI KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


STIKES TRI MANDIRI SAKTI
PROVINSI BENGKULU
TAHUN 2019/2020
Kata Pengantar

Segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa.
sehingga kami dapat menyelesaikan asuhan keperawatan pada tn. S dengan
Sirosis Hepatitis Dalam penyusunannya, kami memperoleh banyak bantuan dari
berbagai pihak, karena itu kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya.

Meskipun kami berharap isi dari asuhan keperawatan ini bebas dari
kekurangan dan kesalahan, namun selalu ada yang kurang. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar asuhan keperawatan ini
dapat lebih baik lagi. Akhir kata kami berharap agar makalah ini bermanfaat bagi
semua pembaca.

Curup , 29 November 2019

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang

Sirosis hepatis merupakan penyakit hati kronik dengan distensi


struktur hepar dan hilangnya fungsi hepar yang menyebabkan fibrosis hepar,
dimana jaringan hati yang normal digantikan jaringan parut yang terbentuk
melalui proses bertahap, yang dapat mempengaruhi regenerasi sel-sel dan
struktur normal hati dan dapat merusaknya sehingga secara bertahap dapat
menghilangkan fungsinya, dapat juga didefinisikan secara histopalogis
mempunyai beragam penyulit dan manifestasi klinis, sebagian diantaranya
beresiko mengancam nyawa manusia (Sulaiman, 2012).
Menurut World Health Organization (2015), ada 71 juta orang di
seluruh dunia hidup dengan salah satu dari enam genotipe utama virus
hepatitis C (HCV) dan 399.000 orang meninggal akibat infeksi tersebut.
South East Asia Regional Office (SEARO) pada tahun 2011, mendapatkan
data sekitar 5,7 juta orang memiliki virus hepatitis B dan sekitar 480 ribu
orang asia memiliki virus hepatitis C. Sirosis hepatis di indonesia banyak
dihubungkan dengan infeksi virus hepatitis B dan C sekitar 57% pasien
sirosis hepati yang terkena hepatitis B dan C (Widjaja, 2011).
Sirosis hati ditandai dengan peradangan, nekrosis sel hati, fibrosis
difus dan nodul-nodul regenerasi sel hati (Tasnif & Hebert, 2013). Ketika sel-
sel hati sudah mengalamai sirosis, maka akan timbul berbagai kemungkinan
komplikasi antara lain hipertensi portal, ascites, Spontaneous Bacterial
Peritonitis (SBP), varises esofagus, dan ensefalopati hepatik. Antara
komplikasi satu dengan yang lain saling terkait. Ascites hanya akan muncul
jika pasien mengalami hipertensi portal (European Association for the study
of the liver, 2010). Pasien yang mengalami varises esofagus akan berisiko
terjadi perdarahan karena ruptur esofagus, pada keadaan perdarahan akan
menjadi salah satu faktor pemicu terjadinya ensefalopati hepatik (Tasnif &
Hebert, 2013).
Komplikasi dari sirosis hepatis antara lain adalah peritonitis
bakterial, asites, hipertensi portal dan varises esofagus. Pasien dengan sirosis
hepatis, 20-40% mengalami varises esofagus pecah yang menimbulkan
perdarahan. Angka kematian sangat tinggi, dua pertiga meninggal dalam
waktu satu tahun walaupun dilakukan tindakan untuk menanggulangi varises
dengan berbagai cara (Nurdjanah, 2006). Tanda dan gejala penyakit sirosis
hepatis karena virus dan alkoholisme dari keduanya tersebut dapat
menyebabkan nekrosis parenkim hati yang menyebabkan terbentuknya
jaringan ikat sehingga dapat mengakibatkan kegagalan parenkim hati yang
dapat menyebabkan mual, muntah, nafsu makan menurun, kelemahan otot,
lemes, sesak dan mudah lelah.
Angka kejadian di indonesia menunjukkan penderita sirosis hepatis
paling banyak ditemukan pada kaum laki-laki dibandingkan kaum wanita
dengan perbandingan 2-4 : 1 dengan umur rata-rata paling banyak antara
golongan 30-59 tahun dengan puncaknya sekitar 40-49. Diperkirakan
prevalensi sirosis hepatis di indonesia adalah 3,5% dari seluruh proporsi
penyakit dalam atau rata-rata proporsi 47,4% dari seluruh penyakit hati yang
di rawat. Prevalensi penyakit sirosis hepatis pada tahun 2007 di indonesia
berkisar antara 1-2,4%. Dari rata-rata prevalensi (1,7%), di perkirakan lebih
dari 7 juta penduduk indonesia mengidap sirosis hepatis.
Masalah keperawatan utama dapat terjadi adalah kelebihan volme
cairan pada rongga peritonium (asites) sebagai akibat dari hipoalbumin.
Tindakan keperawatan yang bisa digunakan sebagai efek dari terapi diuretik
seperti furosemid adalah pemantauan nilai elektrolit dan pengontrolan intake
dan output karena terjadi pengeluaran cairan dan elektrolit. Implementai yang
penting dalam melihat keefektifan terapi diuretik dan melihat perkembangan
asites dan edema adalah penimbangan berat badan dan pengukuran lingkar
abdomen setiap hari (Lee & Grap, 2008)
Menurut Riskesdas 2018, terjadi peningkatan dua kali lebih tinggi
dibandingkan tahun 2007, prevalensi tertingi di indonesia yang terserang
adalah Nusa Tenggara Timur 4,3%, Papua 2,0%, Sulawesi Selatan 2,2%,
Sulawesi Tengah 2,3%, dan Maluku 2,3%, di Jawa Tengah hanya memiliki
prevalensi sebesar 1%. Prevalensipada provinsiBengkulujugamengalami
peningkatanpada tahun2007berkisar0,7%pada tahun2013menjadi0,9%
(Kemenkes RI, 2018).
Peran perawat sangat diperlukan dalam membantu pasien dengan
penyakit sirosis hepatis, peran perawat yaitu perawat sebagai promotif,
kuratif, rehabilitative. Selain perawat, keluarga sangat dibutuhkan untuk
memenuhi kebutuhan klien, karena keluarga adalah orang yang terdekat klien
dan sangat bertanggung jawab terhadap perawatan anggota keluarga yang
menderita cedera kepala (Mutaqqin, 2008).
Penatalaksanaanpasien sirosis hati sangat tergantung dengan
etiologi maupun keadaan klinis. Terapi ditujukan untuk mengurangi progresi
penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang dapat menambah kerusakan hati,
pencegahan dan penanganan komplikasi (Doubatty,2009). Vitamin dan
suplemen nutrisi akan meningkatkan proses kesembuhan pada sel-sel hati
yang rusak dan memperbaiki status gizi pasien. Pemberian preparat diuretik
yang mempertahankan kalium (spironolaktin) mungkin diperlukan untuk
mengurangi asietas jika gejala ini terdapat dan meminimalkan perubahan
cairan serta elektrolit yang umum terjadi pada penggunaan jenis diuretik
lainnya. Penanganan penyakit sirosis hepatis memiliki tujuan yaitu untuk
mencegah terjadinya pembentukan jaringan parut baru (Bromberger & Xu
EtAl,2014).
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana penerapan Asuhan Keperawatan pada klien yang mengalami

Sirosis Hepatitis melalui proses keperawatan dari proses pengkajian, intervensi,

implementasi, dan evaluasi ? ”.

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi sirosis hepatitis

2. Untuk mengetahui definisi sirosis hepatitis

3. Untuk mengetahui Etiologi pada sirosis hepatitis

4. Untuk mengetahui Klasifikasi pada sirosis hepatitis

5. Untuk mengetahui Patofisiologi pada sirosis hepatitis

6.Untuk mengetahui Web of Caution pada sirosis hepatitis

7. Untuk mengetahui Penatalaksaan medis pada sirosis hepatitis

8. Untuk mengetahui Konsep dasar asuhan keperawatan teoritis pada sirosis

hepatitis

9. Untuk Mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan

sirosis Hepatitis
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Anatomi Fisiologi

1. Anatomi

Tabel 2.1 Gambar Anatomi Hati

Sumber : Pearce, 2008

Hati adalah organ yang terbesar yang terletak di sebelah kanan atas

rongga perut di bawah diafragma. Beratnya 1.500 gram atau 2,5 % dari

berat badan orang dewasa normal. Pada kondisi hidup berwarna merah tua

karena kaya akan persendiaan darah. Hati terbagi menjadi lobus kiri dan

lobus kanan yang dipisahkan oleh ligamentum falciforme, di inferior oleh

fissure dinamakan dengan ligamentum teres dan di posterior oleh fissure

dinamakan dengan ligamentum venosum. Lobus kanan hati enam kali lebih

besar dari lobus kirinya dan mempunyai 3 bagian utama yaitu : lobus kanan

atas, lobus caudatus, dan lobus quadrates. Hati dikelilingi oleh kapsula
61

fibrosa yang dinamakan kapsul glisson dan dibungkus peritonium pada

sebagian besar keseluruhan permukaannya (Pearce, 2008).

Hati disuplai oleh kedua pembuluh darah yaitu :

a. Vena porta hepatica yang berasal dari lambung dan usus, yang kaya

akan nutrien seperti asam amino, monosakarida, vitamin yang larut

dalam air, dan mineral.

b. Arteri hepatica, cabang dari arteri kuliaka yang kaya akan oksigen.

Hati, saluran empedu, dan pankreas, semuanya berkembang hari

menjadi duo denum; semuanya berhubungan erat dengan fisiologi

pencernaan.

Pembuluh darah pada hati ialah : arteri hepatika, yang keluar dari

aorta dan memberikan seperlima darahnya kepada hati; darah ini

mempunyai kejenuhan oksigen 95-100%. Vena porta yang terbentuk dari

vena lienalis dan vena mesenterika superior, mengantarkan empat perlima

darahnya ke hati; darah ini mempunyai kejenuhan oksigen hanya 70%

sebab beberapa O2 telah diambil oleh limpa dan usus. Darah vena porta ini

membawa kepada hati zat makanan yang telah diabsorbsi oleh mukosa

usus halus. Vena hepatika mengembalikan darah dari hati ke vena kava

inferior. Di dalam vena hepatika tidak terdapat katup.Saluran empedu

terbentuk dari penyatuan kapiler-kapiler empedu yang mengumpulkan

empedu dari sel hati, maka terdapat empat pembuluh utama yang

menjelajahi seluruh hati dua yang masuk yaitu arteri hepatika dan vena
62

porta, dan dua yang keluar yaitu vena hepatika dan saluran empedu

(Pearce, 2008).

2. Fisiologi Hati

Menurut Guyton dan Hall (2008), hati mempunyai beberapa fungsi yaitu :

1) Metabolisme karbohidrat

Fungsi hati dalam metabolisme karbohidrat adalah

menyimpan glikogen dalam jumlah besar, mengkonversi galaktosa

dan fruktosa menjadi glukosa, glukoneogenesis, dan membentuk

banyak senyawa kimia yang penting dari hasil perantara metabolisme

karbohidrat.

2) Metabolisme lemak

Fungsi hati yang berkaitan dengan metabolisme lemak, antara

lain : mengoksidasi asam lemak untuk menyuplai energi bagi fungsi

tubuh yang lain, membentuk sebagian besar kolestrol, fosfolipid dan

lipoprotein, membentuk lemak dari protein dan karbohidrat.

3) Metabolisme protein

Fungsi hati dalam metabolisme protein adalah deaminasi

asam amino, pembentukan ureum untuk mengeluarkan amonia dari

cairan tubuh, pembentukan protein plasma, dan interkonversi beragam

asam amino dan membentuk senyawa lain dari asam amino.

4) Metabolisme glukosa

Setelah makan glukosa diambil dari vena porta oleh hati dan

diubah menjadi glikogen yang disimpan dalam hepatosit. Selanjutnya


63

glikogen diubah kembali menjadi glukosa dan jika diperlukan

dilepaskan ke dalam aliran darah untuk mempertahankan kadar

glukosa yang normal. Glukosa tambahan dapat disintesis oleh hati

lewat proses yang dinamakan glukoneogenesis. Untuk prose ini hati

menggunakan asam-asam amino hasil pemecahan protein atau laktat

yang diproduksi oleh otot yang bekerja.

5) Metabolisme obat

Metabolisme umumnya menghilangkan aktivitas obat

tersebut meskipun pada sebagian kasus, aktivitasi obat dapat terjadi.

Salah satu lintasan penting untuk metabolisme obat meliputi konjugasi

(pengikatan) obat tersebut dengan jumlah senyawa, untuk membentuk

substansi yang lebih larut. Hasil konjugasi tersebut dapat

diekskresikan ke dalam feses atau urin seperti ekskresi bilirubin.

2.2 Definisi

Istilah sirosis hati diberikan oleh laence tahun 1819, yang berasal

dari kata khirros yang berarti kuning orange (orange yellow), karena

perubahan warna pada nodul-nodul yang bentuk. Pengertian sirosis hati

dapat dikatakan sebagai berikut, yaitu suatu keadaan disorganisasi yang

difusi dari struktur hati yang normal akibat nodul regeneratif yang

dikelilingi jaringan mengalami fibrosis.

Sirosis hepatis merupakan penyakit hati kronik dengan distensi

struktur hepar dan hilangnya fungsi hepar yang menyebabkan fibrosis

hepar dimana jaringan hati yang normal digantikan jaringan parut yang
64

terbentuk melalui proses bertahap, yang dapat mempengaruhi regenerasi

sel-sel dan struktur normal hati dan dapat merusaknya sehingga secara

bertahap dapat menghilangkan fungsinya, dapat juga didefinisikan secara

histopalogis mempunyai beragam penyulit dan manifestasi klinis, sebagian

diantaranya beresiko mengancam nyawa manusia (Sulaiman, 2012).

Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai

dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. biasanya dimulai

dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas,

pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. distorsi arsitektur

hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi

tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut

(Nurdjanah,2009).

Berdasarkan berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa

sirosis hepatis itu adalah penyakit yang disebabkan oleh virus hepatitis B

dan C yang menyebabkan jaringan parut yang terbentuk regenerasi sel-sel

dan disertai regenerasi nodul, akan menimbulkan perubahan sirkulasi

makro dan mikro akibat penambahan jaringan ikat.

2.3 Etiologi

Etiologi yang diketahui penyebabnya, yaitu :

a. Hepatitis virus B dan C

b. Alkohol

c. Metabolik

d. Kolestasis kronik/sirosis siliar sekunder intra dan ekstra hepatik


65

e. Obstruktif aliran vena hepatik, seperti penyakit vena oklusif, sindrom

budd chiari, perikarditis konstriktiva.

f. Gangguan imunologis, seperti : hepatitis lupoid, hepatitis kronik aktif

g. Toksik dan obat, seperti : INH, metildopa

h. Operasi pintas usus halus pada obesitas

i. Malnutrisi, infeksi seperti malaria

j. Etiologi tanpa diketahui penyebabnya

k. Sirosis yang tidak diketahui penyebabnya dinamakan sirosis

kriptogenik/heterogenous

l. Virus hepatitis

m. Kegagalan jantung yang menyebabkan bendungan vena hepatika

(Nurdjanah,2009)

2.4 Klasifikasi

Menurut (Smeltzer, 2002), Ada tipe sirosis hepatis atau pembentukan parut

dalam hati :

a. Sirosis portal laennec (alkoholik nutrisional), dimana jaringan parut

secara khas mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh

alkoholis kronis. Sirosis jenis ini merupakan 50% atau lebih dari

seluruh kasus sirosis. Perubahan pertama pada hati ditunjukkan

dengan adanya akumulasi lemak di dalam sel-sel hati, disebut juga

dengan fatty liver. Akumulasi lemak tersebut dikarenakan adanya

kemungkinan bahwa individu yang mengkonsumsi alkohol secara


66

berlebihan, tidak makan secara layak dan gagal mengkonsumsi protein

dalam jumlah cukup (Price & Wilson, 2006).

b. Sirosis pascanekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar

sebagai akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya,

biasanya hepatitis B dan hepatitis C (Black & Hawks, 2009). Sirosis

jenis ini memiliki persentase sebesar 20% dari seluruh kasus sirosis.

Pasien HbsAg positif menunjukkan hepatitis kronik aktif dan

mengarah ke sirosis hepatis (Price & Wilson, 2006).

c. Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di

sekitar saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan

infeksi (kolangitis). Bagian hati yang terlibat terdiri atas ruangan

portal dan periportal tempat kanalikulus biliaris dari masing-masing

lobulus hati bergabung untuk membentuk saluran empedu baru.

Dengan demikian akan terjadi pertumbuhan jaringan yang berlebihan,

terutama terdiri atas saluran empedu yang baru dan tidak berhubungan

yang dikelilingi oleh jaringan parut.

2.5 Patofisiologi

Sirosis hepatis dibagi menjadi tiga jenis ,yaitu sirosis laennec, sirosis

pasca nekrotik, dan sirosis biliaris. Sirosis portal laennec (alkoholik

nutrisional), dimana jaringan parut secara khas mengelilingi daerah portal.

Sering disebabkan oleh alkoholis kronis. Akumulasi lemak tersebut

dikarenakan adanya kemungkinan bahwa individu yang mengkonsumsi

alkohol secara berlebihan, tidak makan secara layak dan gagal


67

mengkonsumsi protein dalam jumlah cukup (Price & Wilson, 2006).

Sirosis pascanekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar

sebagai akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya,

biasanya hepatitis B dan hepatitis C (Black & Hawks, 2009). Sirosis bilier,

dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di sekitar saluran

empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi

(kolangitis). Bagian hati yang terlibat terdiri atas ruangan portal dan

periportal tempat kanalikulus biliaris dari masing-masing lobulus hati

bergabung untuk membentuk saluran empedu baru.

Meskipun ada beberapa faktor yang terlibat dalam etiologi sirosis,

konsumsi minuman beralkohol dianggap sebagai faktor penyebab yang

utama. Sirosis terjadi dengan frekuensi paling tinggi pada peminum

minuman keras. Meskipun defisiensi gizi dengan penurunan asupan

protein turut menimbulkan kerusakan hati pada sirosis, namun asupan

alkohol yang berlebihan merupakan faktor penyebab yang utama pada

perlemakan hati dan konsekuensi yang ditimbulkannya. Namun demikian,

sirosis juga pernah terjadi pada individu yang tidak memiliki kebiasaan

minum minuman keras dan pada individu yang dietnya normal tetapi

dengan konsumsi alkohol yang tinggi (Smeltzer & Bare, 2001).

Sebagian individu tampaknya lebih rentan terhadap penyakit ini

dibanding individu lain tanpa ditentukan apakah individu tersebut

memiliki kebiasaan meminum minuman keras ataukah menderita

malnutrisi. Faktor lainnya dapat memainkan peranan, termasuk pajanan


68

dengan zat kimia tertentu (karbon tetraklorida, naftalen terklorinasi, asen

atau fosfor) atau infeksi skistosomiasis yang menular. Jumlah laki-laki

penderita sirosis adalah dua kali lebih banyak daripada wanita, dan

mayoritas pasien sirosis berusia 40-60 tahun (Smeltzer & Bare, 2001).
2.6 WOC Sirosis Hepatis
Hepatitis Virus B dan C Alkohol Metabolik DM Kolestatis Kronik Toksis dari Obat : INH Malnutrisi

Sirosis Hepatis

Fungsi Hati Terganggu


Kelainan jaringan Inflamasi Akut
parenkim hati

Gangguan sirkulasi hati Gangguan metabolisme Gangguan metabolisme Protein Gangguan Metabolisme
kronis Mk : Gangguan
lemak dan karbohidrat bilirubin
rasa nyaman
Hipertensi Portal Aliran darah balik vena portal Sintesa albumin menurun
Penurunan Energi Bilirubin tak terkonjugasi
terganggu
Tekanan Osmotik menurun
Asites
Ikterik
Peningkatn tekanan vena Keletihan,
portal Kelemahan Perpindahan cairan intravaskuler ke
Ekspansi Paru
intersial Penumpukan garam empedu
Terganggu
dibawah kulit
Peningkatan tekanan Mk : Intoleransi
hidrostatis Aktivitas
Mk : Pola Nafas Asites Pruritus
Tidak efektif

Perpindahan cairan ke Penekanan lambung Mk : Gangguan integritas kulit


ekstraselular

Mk : Hipervolemia Mual Muntah

Mk : Defisit Nutrisi

Bagan 2.1 WOC Sirosis Hepatis


Sumber : Guyston & Hall, 2008: Nurdjanah, 2009 : Smeltzer, 2002,& Bare, 2001
2.7 Manifestasi Klinis

Menurut Smeltzer & Bare (2001) manifestasi klinis dari sirosis hepatis antara

lain:

1. Pembesaran Hati

Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari pembesaran

hati yang cepat dan baru saja terjadi sehingga mengakibatkan

regangan pada selubung fibrosa hati (kapsula Glissoni). Pada

perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang

setelah jaringan parut menyebabkan pengerutan jaringan hati.

Apabila dapat dipalpasi, permukaan hati akan teraba berbenjol-benjol

(noduler).

2. Obstruksi Portal dan Asites

Manifestasi lanjut sebagian disebabkan oleh kegagalan fungsi

hati yang kronis dan sebagian lagi oleh obstruksi sirkulasi portal.

Semua darah dari organ-organ digestif praktis akan berkumpul dalam

vena porta dan dibawa ke hati. Karena hati yang sirotik tidak

memungkinkan perlintasan darah yang bebas, maka aliran darah

tersebut akan kembali ke dalam limpa dan traktus gastrointestinal

dengan konsekuensi bahwa organ-organ ini menjadi tempat kongesti

pasif yang kronis; dengan kata lain, kedua organ tersebut akan

dipenuhi oleh darah dan dengan demikian tidak dapat bekerja dengan

baik. Pasien dengan keadaan semacam ini cenderung menderita


dyspepsia kronis dan konstipasi atau diare. Berat badan pasien secara

berangsur-angsur mengalami penurunan.

Cairan yang kaya protein dan menumpuk dirongga peritoneal

akan menyebabkan asites. Hal ini ditunjukkan melalui perfusi akan

adanya shifting dullness atau gelombang cairan.

3. Varises Gastrointestinal

Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat

perubahan fibrotik juga mengakibatkan pembentukan pembuluh darah

kolateral dalam sistem gastrointestinal dan pemintasan (shunting)

darah dari pembuluh portal ke dalam pembuluh darah dengan tekanan

yang lebih rendah. Sebagai akibatnya, penderita sirosis sering

memperlihatkan distensi pembuluh darah abdomen yang mencolok

serta terlihat pada inspeksi abdomen (kaput medusae), dan distensi

pembuluh darah diseluruh traktus gastrointestinal. Esofagus, lambung

dan rektum bagian bawah merupakan daerah yang sering mengalami

pembentukan pembuluh darah kolateral.

Distensi pembuluh darah ini akan membentuk varises atau

hemoroid tergantung pada lokasinya. Karena fungsinya bukan untuk

menanggung volume darah dan tekanan yang tinggi akibat sirosis,

maka pembuluh darah ini dapat mengalami ruptur dan menimbulkan

perdarahan. Karena itu, pengkajian harus mencakup observasi untuk

mengetahui perdarahan yang nyata dan tersembunyi dari traktus

gastrointestinal. Kurang lebih 25% pasien akan mengalami


hematemesis ringan; sisanya akan mengalami hemoragi masif dari

ruptur varises pada lambung dan esofagus.

4. Edema

Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh

gagal hati yang kronis. Konsentrasi albumin plasma menurun

sehingga menjadi predisposisi untuk terjadinya edema. Produksi

aldosteron yang berlebihan akan menyebabkan retensi natrium serta

air dan ekskresi kalium.

5. Defisiensi Vitamin dan Anemia

Karena pembentukan, penggunaan dan penyimpanan vitamin

tertentu yang tidak memadai (terutama vitamin A, C dan K), maka

tanda-tanda defisiensi vitamin tersebut sering dijumpai, khususnya

sebagai fenomena hemoragik yang berkaitan dengan defisiensi

vitamin K. Gastritis kronis dan gangguan fungsi gastrointestinal

bersama-sama asupan diet yang tidak adekuat dan gangguan fungsi

hati turut menimbulkan anemia yang sering menyertai sirosis hepatis.

Gejala anemia dan status nutrisi serta kesehatan pasien yang buruk

akan mengakibatkan kelelahan hebat yang mengganggu kemampuan

untuk melakukan aktivitas rutin sehari-hari.

2.8 Komplikasi

Morbiditas dan mortalitas Sirosis hati tinggi akibat komplikasinya. Kualitas

hidup pasien Sirosis hati diperbaiki dengan pencegahan dan penanganan


komplikasinya. Menurut Price & Wilson, Nurdjanah, dan Sudoyo

komplikasi yang sering dijumpai antara lain:

a) Peritonitis bakterial spontan

Peritonitis bakterial spontan merupakan komplikasi yang

umum dan berat pada asites (penimbunan cairan secara abnormal di

rongga peritoneum) dan ditandai oleh infeksi spontan cairan asites

tanpa sumber intra-abdomen. Biasanya pasien ini tanpa gejala, namun

dapat timbul demam dan nyeri (Sudoyo, 2007).

b) Sindrom hepatorenal

Kerusakan hati lanjut menyebabkan penurunan perfusi ginjal

yang mengakibatkan penurunan fungsi glomerulus. Pada sindrom

hepatorenal terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa peningkatan

ureum, kretinin tanpa adanya kelainan organik ginjal (Sudoyo, 2007).

c) Ensefalopati hepatik

Ensefalopatik hepatik yaitu perubahan status mental dan

fungsi kognitif yang terjadi pada pasien akibat Sirosis hati. Mula-mula

ada gangguan tidur (insomnia dan hipersomnia), selanjutnya dapat

timbul gangguan kesadaran yang berlanjut sampai koma.

d) Varises esofagus

Sekitar sepertiga pasien dengan Sirosis hati telah dipastikan

mengidap varises Esofagus. Sekitar 5-15% pasien Sirosis hati akan

mengalami varises per tahun, dan diperkirakan bahwa sebagian besar

pasien dengan Sirosis hati akan 15 mengalami varises selama hidup


mereka. Sekitar 20%-40% pasien Sirosis hati dengan varises esofagus

akan mengalami pendarahan. Angka kematiannya sangat tinggi,

sebanyak dua per tiga nya akan meninggal dalam waktu satu tahun

walaupun dilakukan tindakan untuk menanggulangi varises ini dengan

beberapa cara.

e) Malnutrisi pada Sirosis hati

Karena hati terutama berperan dalam mengatur metabolisme

protein dan energi di tubuh maka tidaklah mengejutkan bahwa pasien

dengan penyakit hati stadium lanjut sering mengalami malnutrisi. Jika

pasien telah mengalami Sirosis hati maka metabolisme mereka

menjadi lebih katabolik dan protein otot mengalami metabolisasi.

Terdapat banyak faktor yang berperan menyebabkan malnutrisi pada

Sirosis hati, termasuk asupan diet yang kurang, perubahan dalam

penyerapan nutrien si usus, dan perubahan dalam metabolisme

protein.

f) Asites

Asites adalah penimbunan cairan serosa dalam rongga

peritoneum. Asites adalah manifestasi kardinal Sirosis hati dan bentuk

berat lain dari penyakit hati. Beberapa faktor yang terlibat dalam

patogenesis Asites pada Sirosis hati adalah Hipertensi porta,

Hipoalbuminemia, meningkatnya pembentukan dan aliran limfe hati,

retensi natrium, dan gangguan ekskresi air. Mekanisme primer

penginduksi Hipertensi porta adalah resistensi terhadap aliran darah


melalui hati. Hal ini menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik

dalam jaringan pembuluh darah intestinal. Hipoalbiminemia terjadi

karena menurunnya sintesis yang dihasilkan oleh sel-sel hati yang

terganggu. Hipoalbuminemia menyebabkan menurunnya tekanan

osmotik koloid. Kombinasi antara tekanan hidrostatik yang meningkat

dengan tekanan osmotik yang menurun dalam jaringan pembuluh

darah intestinal menyebabkan terjadinya transudasi cairan dari ruang

intravaskular ke ruang interstial sesuai dengan hukum gaya Starling

(ruang peritoneum dalam kasus Asites). Hipertensi porta kemudian

meningkatkan pembentukan limfe hepatik, yang menyeka dari hati ke

dalam rongga peritoneum. Mekanisme ini dapat menyebabkan

tingginya kandungan protein dalam cairan Asites, sehingga

meningkatkan tekanan osmotik koloid dalam cairan peritoneum dan

memicu terjadinya transudasi cairan dari rongga intravaskular ke

ruang peritoneum. Kemudian, retensi natrium dan gangguan ekskresi

air merupakan faktor penting dalam berlanjutnya Asites retensi air dan

natrium disebabkan oleh Hipertensi aldosteronisme sekunder

(penurunan volume efektif dalam sirkulasi mengaktifkan mekanisme

renin-angiotensi-aldosteron). Penurunan inaktivasi aldosteron sirkulasi

oleh hati juga dapat terjadi akibat kegagalan hepatoselular. Suatu

tanda Asites adalah meningkatnya lingkar abdomen. Penimbunan

cairan tersebut dapat menyebabkan napas pendek karena diafragma

meningkat. Dengan semakin banyaknya penimbunan cairan


peritoneum, dapat dijumpai cairan lebih dari 500 mL pada saat

pemeriksaan fisik

2.9 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium

a. Darah : anemia bisa akibat hipersplenisme dengan leukopenia dan

trombosistopenia. Kolesterol darah yang selalu rendah mempunyai

prognosis yang kurang baik. Kenaikan kadar enzim

transaminase/SGOT, SGPT bukan merupakan petunjuk tentang

berat dan luasnya kerusakan parenkim hati. Kenaikan kadarnya

dalam serum timbul akibat kebocoran dari sel yang mengalami

kerusakan. Peninggian kadar gamma GT sama dengan

transaminase, ini lebih sensitif tetapi kurang spesifik. Pemeriksaan

laboratorium bilirubin, transaminase dan gamma GT tidak

meningkat pada sirosis inaktif.

b. Albumin : kadar albumin yang merendah merupakan cerminan

kemampuan sel hati yang kurang. Penurunan kadar albumin dan

peningkatan kadar globulin merupakan tanda kurangnya daya tahan

hati dalam menghadapi stress seperti tindakan operasi.

c. Pemeriksaan CHE (Kolinesterase) : penting dalam menilai sel hati.

Bila terjadi kerusakan sel hati, kadar CHE akan turun, pada

perbaikan terjadi kenaikan CHE menuju nilai normal. Nilai CHE


yang bertahan di bawah nilai normal, mempunyai prognosis yang

jelek.

d. Pemeriksaan kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretik

dan pembatasan garam dalam diet. Dalam hal ensefalopati, kadar

Na 500-1000, mempunyai nilai diagnostik suatu kanker hati primer.

2.10 Pemeriksaan fisik

Perkiraan besar hati, biasa hati membesar pada awal sirosis, bila hati

mengecil artinya prognosis kurang baik. Besar hati normal selebar

telapak tangannya sendiri (7-10 cm). Pada sirosis hati, konsistensi hati

biasanya kenyal, pinggir hati biasanya tumpul dan ada sakit pada

perabaan hati. Pembesaran limpa diukur dengan dua cara, yaitu :

a. Schuffner adalah hati membesar ke medial dan kebawah menuju

umbilikus dan dari umbilikus ke SIAS kanan.

b. Hacket adalah limpa membesar ke arah bawah saja. Perut dan

ekstra abdomen, pada perut diperhatikan vena kolateral dan

ascites. Manifestasi di luar perut, perhatikan adanya spider nevi

pada tubuh bagian atas, bahu, leher, dada, pinggang, dan tubuh

bagian bawah. Perlu diperhatikan adanya eritema palmaris,

ginekomastia, dan atrofi testis pada pria. Bisa juga dijumpai

hemoroid.

2.11 Tindakan Medis


Menurut Tarigan (2001), adalah :

a. Asites

Tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam

sebanyak 5,2 gram/ hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-

obatan diuretik. Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan

dosis 100-200 mg sekali sehari. Respons diuretik bisa dimonitor

dengan penurunan berat badan 0,5 kg/ hari, tanpa adanya edema kaki

atau 1 kg/ hari dengan adanya edema kaki. Bilamana pemberian

spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasi dengan furosemid

dengan dosis 20-40 mg/ hari. Pemberian furosemid bisa ditambah

dosisnya bila tidak ada respons, maksimal dosisnya 160 mg/ hari.

Parasentesis dilakukan bila asites sangat besar. Pengeluaran asites bisa

hingga 4-6 liter dan dilindungi dengan pemberian albumin.

b. Perdarahan varises esofagus (hematemesis, dengan melena)

1. Lakukan aspirasi cairan lambung yang berisi darah untuk

mengetahui apakah perdarahan sudah berhenti atau masih

berlangsung.

2. Bila perdarahan banyak, tekanan sistolik dibawah 100 mmHg, nadi

diatas 100 x/menit atau Hb dibawah 99% dilakukan pemberian

IVFD dengan pemberian dextrose/ salin dan tranfusi darah

secukupnya.

3. Diberikan vasopresin 2 amp 0,1 gr dalam 500cc D5% atau normal

salin pemberian selama 4 jam dapat diulang 3 kali.


c. Ensefalopati

1. Dilakukan koreksi faktor pencetus seperti pemberian KCL pada

hipokalemia

2. Mengurangi pemasukan protein makanan dengan memberi diet

sesuai.

3. Aspirasi cairan lambung pasien yang mengalami perdarahan pada

varises.

4. Pemberian antibiotik campisilin/sefalosporin pada keadaan infeksi

sistemik.

5. Transplantasi hati.

d. Peritonitis bakterial spontan

Diberikan antibiotik pilihan seperti cefotaksim, amoxicillin,

aminoglikosida.

e. Sindrom hepatorenal/ nefropatik hepatik

Mengatur keseimbangan cairan dan garam.

2.12 Penatalaksanaan

Penalaksanaan sirosis disesuaikan dengan tanda dan gejala yang ada.

Penatalaksanaan yang dilakukan adalah (Smeltzer & Bare, 2002) sebagai

berikut :

a. Pemberian antasida untuk mengurangi distres lambung dan

meminimalkan kemungkinan perdarahan.

b. Vitamin dan suplemen nutrisi untuk memperbaiki status nutrisi pasien.


c. Pemberian preparat diuretik (furosemide dan spironolactone) untuk

mengurangi asites.

d. Asupan kalori dan protein yang adekuat.

e. Fungsi asites bila asites menyebabkan gangguan pernapasan ataupun

pasien tidak berespon dengan pemberian diuretik.

f. Pengobatan berdasarkan etiologi, misalnya sirosis hepatis akibat

infeksi virus hepatitis B dan hepatitis C diberikan terapi kombinasi

interferon dan ribavirin, terapi induksi interferon, atau terapi dosis

interferon setiap hari. Dasar pemberian interferon 3 juta sampai 5 juta

unit tiap hari sampai HCV RNA/HBV DNA negatif di serum dan

jaringan hati (Sudoyo, 2009)

g. Ligasi varises, biasanya di esofagus.

2. 13 Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada pasien sirosis adalah sebagai

berikut (Smeltzer &Bare, 2002) :

a. Pemeriksaan laboratorium fungsi hati, yang biasanya ditemukan

adalah kadar albumin serum yang cenderung menurun, kadar serum

glutamik oksaloaseik transaminase (SGOT) dan serum glutamik

piruvik transaminase (SGPT) yang meningkat, dan kadar bilirubin

yang cenderung meningkat pula.

b. USG abdomen untuk melihat densitas sel-sel parenkim hati dan

jaringan parut.
c. MRI dan CT scan abdomen untuk mengetahui besar hati dan aliran

darah hepatik, serta adanya obstruksi pada aliran tersebut.

2.14 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Sirosis Hepatis

1. Pengkajian

Pengkajian Keperawatan pada pasien dengn Sirosis Hepatis menurut (Doenges,

Moorhouse & Geissler, 2002)

a. Identitas

1) Identitas pasien berisi biodata pasien yaitu nama, umur, jenis

kelamin, tempat tanggal lahir, pendidikan terkahir, agama, suku,

status perkawinan, pekerjaan, alamat.

2) Identitas penanggung jawab yaitu nama, umur, jenis kelamin,

agama, suku, hubungan dengan klien, pendidikan terakhir,

pekerjaan, alamat.

b. Keluhan Utama

Terasa sesak pada saat bernafas, mual, tidak nafsu makan, perut terasa tidak

nyaman, perut membesar.

c. Riwayat Kesehatan

1) Riwayat Kesehatan Sekarang

Biasanya pasien adanya perubahan pola makan, sesak nafas, terasa tidak

nyaman di daerah abdomen, merasa cepat lelah, keluhan perut

terasa semakin membesar.

2) Riwayat Kesehatan Dahulu


Apakah pasien pernah menderita riwayat penyakityang sama atau

penyakit lain yang berhubungan dengan penyakit hati, riwayat

pengguna alkohol dalam jangka waktu yang lama ,riwayat alergi

dan obat-obatan.

3) Riwayat Kesehatan Keluarga

Apakah keluarga mempunyai riwayat penyakit sirosis hepatis atau

hepatitis.

d. Pola Fungsional

1) Aktivitas/Istirahat

Gejala : Kelemahan, kelelahan, terlalu lelah.

Tanda : Latergi. Penurunan masa otot/tonus.

2) Sirkulasi

Gejala : Distensi vena jugularis, kanker (malnutrisi hati

menimbulkan gagal hati).

Tanda : Akral hangat, CRF > 3 detik.

3) Eliminasi

Gejala : Flatus

Tanda : Distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali, asites),

penurunan/tak adanya bising usus, feses warna kecoklatan, melena,

urine gelap pekat.

4) Makanan/Cairan
Gejala : Anoreksia, tidak toleran terhadap makanan/tak dapat

mencerna, mual muntah.

Tanda : Penurunan berat badan atau peningkatan (cairan),

penggunaan jaringan, edema umum pada jaringan, kulit kering,

turgor buruk, ikterik, angioma spider, napas berbau.

e. Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan Umum :Tampak lemah, gelisah

2) Kesadaran : Compos mentis sampai Koma

3) Tanda-tandaVital:

a) Tekanan darah : Biasanya meningkat

b) Suhu : Demam tidak terlalu tinggi akibat proses nekrosis

hati

c) Nadi : Adanya peningkatan nadi

d) Pernapasan : Adanya perubahan pola napas akibat

penekanan pada paru akibat asites dan frekuensi.

4) Antropometri : biasanya berat badan pasien meningkat akibat

asites.

5) Wajah :Terdapat bintik-bintik merah, ukuran 5-20

mm, ditengahnya tampak pembuluh darah, suatu arteri kecil

yang kadang-kadang dapat teraba berdenyut disebut spider nevy

(angiolaba-laba), kuning, ikterik dan udema.

6) Mata :Konjungtiva tampak pucat, sclera ikterik.


7) Mulut :Bau napas khas disebabkan karena peningkatan

konsentrasi dimetil sulfide akibat pintasan porto sistemik yang

berat. Membran mukosa kering dan ikterus. Bibir tampak pucat.

8) Hidung: Terdapat pernapasan cuping hidung

9) Thorax

a. Jantung

1) Inspeksi : biasanya pergerakan apeks kordis

tidak terlihat

2) Palpasi : biasanya apeks kordis tidak teraba

3) Perkusi : biasanya tidak terdapat pembesaran

jantung

4) Auskultasi : biasanya normal, tidak ada bunyi suara

ketiga

b. Paru-paru

1) Inspeksi : biasanya pasien menggunakan otot

bantu pernapasan

2) Palpasi : biasanya vremitus kiri dan kanan sama

3) Perkusi : biasanya resonance, bila terdapat efusi

pleura bunyinya redup

4) Auskultasi : biasanya vesikuler

10) Abdomen
1) Inspeksi : umbilicusmenonjol, bentuk abdomen

cembung, tegang, distensi abdomen, dilatasi vena, kulit

kering, ukuran lingkar perut membesar.

2) Palpasi : sebagian besar penderita hati mudah teraba

dan terasa keras, nyeri tumpul atau perasaan berat pada

epigastrium atau kuadran kanan atas, kontur abdomen tidak

supel atau kaku, kadang ditemukan nyeri tekan pada hepar.

3) Perkusi : shifting dullness.

4) Auskultasi : biasanya bising usus cepat atau normal

11) Ekstremitas :Pada ekstremitas atas telapak tangan menjadi

hiperemesis (erithemapalmare) .Pada ekstremitas bawah

ditemukan edema. cavilari revil lebihdari 2 detik.

12) Kulit : Karena fungsi hati terganggu mengakibat bilirubin tidak

terkonjugasi sehingga Kulit tampak ikterus. Turgor kulit jelek .

f. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium menurut Smeltzer & Bare (2001)

yaitu :

a) Darah lengkap : Hb/Ht dan SDM mungkin menurun karena

perdarahan. Kerusakan SDM dan anemia terlihat dengan

hipersplenisme dan defisiensi besi. Leukopenia mungkin ada

sebagai akibat hiperplenisme.

b) Kenaikan kadar SGOT, SGPT

c) Albumin serum : Menurun


d) Pemeriksaan kadar elektrolit : Hipokalemia

e) Masa protombin : memanjang

f) Glukosa serum : Hipoglikemi

g) Fibrinogen : Biasanya menurun

h) BUN : Biasanya meningkat

2. Pemeriksaan diagnostik Menurut Smeltzer & Bare (2002), yaitu :

a) Radiologi : Melihat adanya varises esofagus untuk

konfirmasi hipertensi portal.

b) Esofagoskopi : Menunjukkan adanya varises esofagus.

c) USG

d) Angiografi : Mengukur tekanan vena portal.

e) Skan/biopsi hati : Mendeteksi infiltrat lemak, fibrosis,

kerusakan jaringan hati.

f) Partografi transhepatik perkutaneus : Memperlihatkan

sirkulasi sistem vena portal.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang dapat ditemukan pada klien sirosis hepatis , yaitu :

a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan posisi tubuh yang

menghambat ekspansi paru

b. Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi

c. Defisit nutrisi berhubungan dengan peningkatan tekanan

intraabdominal
d. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gangguan stimulus

lingkungan

e. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan pigmentasi


3. Intervensi keperawatan

No Diagnosa Luaran Intervensi


1 Pola napas tidak efektif Pola nafas manajemen jalan nafas :
berhubungan dengan posisi tubuh Setelah diberikan tindakan keperawatan ... x24 jam Observasi :
yang menghambat ekspansi paru pola nafas klien membaik dengan kriteria hasil : 1. monitor pola nafas ( frekuensi , kedalaman, usahan
Gejala dan tanda mayor : 1. ventilasi semenit meningkat nafas )
Subjektif : 2. tekanan ekspirasi meningkat 2. monitor bunyi nafas tambahan (mis. grurgling, mengi,
1. dispnea 3. tekanan inspirasi meningkat whezing, ronki)
Objektif : 4. penggunaan otot bantu nafas menurun 3. monitor sputum
1. penggunaan otot bantu napas 5. pemanjangan fase ekspirasi menurun Terapeutik :
2. fase ekspirasi memanjang 1. pertahankan kepatenan jalan nafas
3. pola nafas abormal 2. posisikan semifowler atau fowler
Gejala dan tanda minor : 3. berikan oksigen bila perlu
Subjektif : Edukasi :
1. ortopnea 1. anjarkan teknik batuk efektif
Objektif : Kolaborasi
1. pernafasan cuping hidung 1. kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran jika
2. ventilasi menurun perlu.
3. tekanan ekspasi menurun
2 Hipervolemia berhubungan Keseimbangan cairan Manajemen hipervolemia
dengan Gangguan aliran balik Setelah diberikan tindakan keperawatan ... x 24 jam Observasi :
vena keseimbangan cairan meningkat dengan kriteria 1. periksa tanda dan gejala hipervolemia
Gejala dan tanda mayor : hasil : 2. identifikasi penyebab hipervolemia
Subjektif : 1. haluaran cairan meningkat 3. monitor status hemodinamik
1. ortopnea 2. asupan makanan meningkat 4. monitor intake dan output cairan
2. dispnea 3. edema menurun 5. monitor kecepatan infus secara ketat
Objektif : 4. asites menurun 6. monitor efeksamping deuretik
1. edema dan atau edema perifer 5. tekanan darah membaik Terapeutik :
2. BB meingkat dalam waktu 6. berat badan membaik 1. timbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama
singkat 2. batasi asupan cairan dan garam
3. JVP meningkat Edukasi :
1. anjurka melaporan jika haluaran urine <0,5 mL/kg/jam
Gejala dan tanda minor : dalam 6 jam
Subjektif : 2. anjurkan melapor jika BB bertambah > 1 kg dalam
Tidak tersedia sehari
Objektif 3. ajarkan cara mengukur dan mencatat asupan dan
1. distensi vena jugularis haluaran cairan
2. terdengar suara nafas tambahan Kaloborasi :
3. hepatomegali 1. kolaborasi pemberian deuretik
4. kabar Hb / Ht menurun 2. kolaborasi pengantian kehilangan kalium akibat
5. oliguria deuretik

3 Defisit nutrisi berhubungan dengan Defisit nutrisi Manajemen mual


peningkatan tekanan Setelah diberikan tindakan keperawatan ...x 24 jam Observasi :
intraabdominal tingkat nausea menurun dengan kriteria hasil : 1. identifikasi pengalaman mual
Gejala dan tanda mayor : 1. kemampuan menuntaskan aktivitas meningkat 2. identifikasi faktor penyebab mual
Subjektif : 2. keluhan nyeri menurun 3. identifikasi antiemetik untuk pencegah mual
1. mengeluh mual 3. meringis menurun 4. monitor mual
2. merasa ingin muntah 4. frekuensi nadi membaik 5. monitor asupan nutrisi dan kalori
3. tidak minat makan 5. nafsu makan membaik Terapeutik :
Objektif : 1. kendaliakn faktor lingkungan penyebab mual
Tidak tersedia 2. berikan makanan dalam jumlah kecil atau menarik
Gejala dan tanda minor : Edukasi :
Subjektif : 1. anjurkan istirahatyang cukup
1. merasa asam dimulut 2. anjurkan sering membersihkan mulut , kecuali jika
2. sensasi panas/dingin merangsang mual
3. tidak berminat makan 3. anjurkan makan tinggi karbohidrat dan rendah protein
Objektif : 4. anjurkan menggunakan teknik nonfarmakologi untuk
1. saliva meningkat mengatasi mual
2. pucat Kolaborasi :
3. diaforesis 1. kolaborasi dalam pemberian antiemetik bila perlu
4. takikardia
4. pupil dilatasi
4 Gangguan rasa nyaman Status kenyamanan Manajemen nyeri :
berhubungan dengan gangguan Setalah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 Observasi :
stimulus lingkungan x 24 jam status kenyamanan meningkat 1. identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi
Gejala dan tanda mayor : Dengan kriteria hasil status kenyamanan : kualitas dan intensitas nyeri
Subjektif : 1.keluhan tidak nyaman menurun
1. mengeluh tidak nyaman 2. gelisah menurun 2. identifikasi skala nyeri
Objektif : 3.keluhan sulit tidur menurun
1. gelisah 4. mual menurun 3. identifikasi faktor yang memperberat nyeri
Gejala dan tanda minor : 5.merintih menurun Terapeutik :
Subjektif : 1. berikan teknik non farmakologi untuk megurangi
1. mengeluh sulit tidur nyeri
2. tidak mampu rileks
3. mengeluh kedinginan/kepanasan 2. kontrol lingkungan yang memperberat nyeri
4. mengeluh mual dan muntah Edukasi :
Objektif : 1. jelaskan
1. menunjukkan gejala distres penyebab
2. tampak merintih/ menangis nyeri
3. pola eliminasi berubah
4. postur tubuh berubah 2. anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
5. iritabilitas
Kolaborasi :
1. kolaborasi dalam pemberian analgetik

5 Gangguan integritas kulit Integritas kulit dan jaringan Perawatan integritas kulit
berhubungan dengan perubahan Setelah diberikan tindakan keperawatan ... x 24 jam Observasi :
pigmentasi intergritas kulit dan jaringan meningkat dengan 1. identifikasi penyebab gangguan kulit misalnya
Gejala dan tanda mayor : kriteria hasil : perubahan sirkulasi,perubahan status nutrisi, penurunan
Subjektif : 1. kerusakan jaringan menurun kelembaban, penurunan mobilitas
Teidak tersedia 2. kerusakan lapisan kulit menurun Terapeutik :
Objektif : 3. nyeri menurun 1. ubah posisi 2 jam sekali
1. kerusakan jaringan kulit dan atau 4. pigmentasi abnormal menurun 2. gunakan produk berbahan ringan/ alami dan
lapisan kulit hipoalergik untuk kulit sensitif
Gejala dan tanda minor Edukasi :
Subjektif : 1.anjurkan tingkatkan asupan nutrisi
Tidak tersedia 2. anjurkan menigkatkan asupan buah dan sayur
Objektif : 3. anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya.
1. nyeri
2. peradarahan
3. kemerahan
4. hematoma
BAB III

TINJAUAN KASUS

Ruangan/RSU : Melati

TanggalMasuk RS : 26 November 2019

TanggalPengkajian : 26 November 2019

No MR/Registrasi : 200474

3.1 Pengkajian

3.1.1 Biodata

1. IdentitasKlien

Nama : Tn. J

Usia : 46 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Air Dingin

Status Perkawinan : Menikah

Agama : Islam

Suku : Rejang

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Petani

Sumber Informasi : Klien

Diagnosa Medis : Sirosis Hepatis

2. Identitas Penanggung Jawab


Nama : Tn.H

Usia : 48 thn

Hubungan : Kakak Kandung

Alamat : Air Dingin

3.1.2 Riwayat Keperawatan

1. Riwayat Kesehatan Sekarang

a. Keluhan utama saat masuk RS

Pasien masuk kerumah sakit diantar oleh keluarganya pada

tanggal 26 November 2019 pukul 09:45 Wib rujukan puskesmas

air dingin melalui ruang IGD, pada saat dikaji oleh perawat dan

dokter diruang IGD tersebut pasien mengeluh sakit perut, perut

terasa semakin membesar sejak ± 10 bulan yang lalu, kaki udem,

setelah diberi perawatan di IGD pasien dipindahkan ke ruang

interne pada pukul 08:00 Wib untuk dirawat lebih lanjut.

b. Keluhan saat pengkajian

Pada saat dikaji diruangan Interne (Melati) pada Hari Selasa

Tanggal 26 November 2019 pukul 12.30 WIB Pasien

mengatakan badan terasa panas,mual dan rasa ingi muntah sejak

4 hari yang lalu ,perut terasa penuh dan besar, Tn.J merasa sesak

setelah makan, nyeri seperti ditusuk-tusuk, skala nyeri : 7 pasien

tampak meringis kesakitan,pasien mengatakan takut makan dan

minum banyak karena takut perutnya bertambah membesar dan


tidak selera makan hanya menghabiskan makanan 2 sendok aja,

pola tidur klien terganggu.

c. Kronologis keluhan

1) Faktor pencetus: klien memiliki riwayat sering minum

alkohol pada usia 25 tahun atau persisnya saat klien masih

bujangan. Kemudian klien terdiagnosa mengalami penyakit

hepatitis pada tahun 2012 Klien tidak pernah

mengontrol/berkonsultasi tentang penyakit nya ke dokter ±

7 tahun yang lalu hal ini dikarenakan klien takut jika

penyakit yang di idapnya merupakan penyakit yang parah.

2) Lamanya: klien mengatakan keluhan yang dirasakan nya

sejak 10 bulan yang lalu.

3) Upaya mengatasi: klien mengatakan upaya untuk mengatasi

keluhan yang dirasakan olehnya dengan cara berobat ketika

sakit saja dan istirahat yang cukup.

2. Riwayat Kesehatan Masa Lalu

a. Riwayat alergi : Klien mengatakan tidak ada riwayat alergi

Terhadap obat-obatan dan makanan

b. Riwayat dirawat : Klien mengatakan pernah dirawat dirumah

di Rumah sakit sakit umum daerah Curup, tapi klien lupa

persisnya pada tanggal berapa dan tahun

berapa di rawat tapi kira-kira pada tahun


2012 dengan diagnose hepatitis tapi belum

terasa parah seperti yang sekarang.

c. Riwayat operasi : Klien mengatakan tidak pernah di operasi

sebelumnya.

d. Riwayat Klien mengatakan tidak mengkonsumsi obat

pemakaianobat apapun sebelumnya

3. Riwayat rokok dan alkohol: Klien mengatakan klien merokok dan

pernah minum alkohol beberapa tahun yang lalu pada usia 25 tahun

tapi untuk sekarang sudah tidak lagi.

4. Riwayat Kesehatan Keluarga (Genogram)

Skema 3.1 Genogram

Keterangan:

: Laki-Laki

: Perempuan

: Meninggal
: Klien

…….. : TinggalSerumah

5. Penyakit Yang Pernah Diderita oleh Keluarga yang Menjadi Faktor Resiko

Keluarga mengatakan tidak ada keluarga sebelumnya yang mengalami

penyakit yang sama seperti klien

6. Riwayat Psikososial dan Spiritual

a. Adakah orang yang terdekat dengan pasien :

Klien selalu didampingi oleh anggota keluarganya, khususnya anak dan

kakak kandungnya.

b. Dampak penyakit pasien terhadap keluarga

Pasien mengatakan keluarga menjadi repot dikarenakan harus

mengurusi dirinya dan merasa cemas dengan kondisinya.

c. Masalah yang mempengaruhi pasien

Klien mengatakan cemas dengan penyakit yang dideritanya pada saat

ini dan takut penyakitnya tidak akan sembuh

d. Mekanisme koping terhadap stress

Pasien mengatakan bila ia stress atau ada masalah ia selalu berdoa dan

sholat, terus berusaha mencari jalan keluar terhadap masalah yang

dihadapinya, pasien sering menceritakan masalah yang dialami kepada

anak-anaknya.

e. Persepsi pasien terhadap penyakitnya

1) Hal yang sangat dipikirkan saat ini :


Klien mengatakan khawatir sakitnya tambah parah, klien takut

merepotkan keluarga atau anak-anaknya dengan penyakitnya.

2) Harapan setelah menjalani perawatan :

Harapan klien setelah menjalani perawatan adalah ingin cepat

sembuh dan ingin beraktivitas seperti biasanya dan penyakitnya

tidak kambuh lagi.

3) Perubahan yang dirasakan setelah jatuh sakit :

Pasien mengatakan perubahan yang ia rasakan adalah ia lebih bisa

bersabar, lebih mendekat diri dengan Allah, dan hanya bisa berbaring

ditempat tidur.

f. Sistem nilai kepercayaan

1) Nilai-nilai yang bertentangan dengan kesehatan :

Pasien mengatakan tidak ada nilai-nilai yang bertentangan dengan

kesehatan.

2) Aktivitas agama atau kepercayaan yang dilakukan :

Klien mengatakan ia beragama islam, dan selama dirawat ia

melakukan ibadah, sholat di tempat tidur.

7. Kondisi lingkungan rumah

Lingkungan rumah pasien tidak mempengaruhi penyakit yang diderita

pasien saat ini, lingkungan rumah cukup bersih, tidak berada ditempat

yang kumuh.

8. Pola kebiasaan
No Hal yang di kaji Sebelum Sakit Setelah Sakit

a. Pola Nutrisi
1. Frekuensi: 1. 3-4x/hari 1. 2x/hari

2. Nafsu makan: 2. Baik 2. tidak nafsu


makan

3. Porsi makan yang 3. 1 porsi makan 3. 2 sendok


dihabiskan: makan dalam 1
porsi makan

4. Alergi makanan: 4. Tidak ada 4. Tidak ada


5. Makanan 5. Tidak ada 5. Tidak ada
pantangan
6. Makanan diet 6. Tidak ada 6. Tidak ada
7. Konsumsi obat 7. Tidak ada 7. Tidak ada
sebelum makan
8. Penggunaan alat 8. Tidak ada 8. Tidak ada
bantu (NGT,dll)

b. Eliminasi BAB
1. Frekuensi 1. 1-2 x/ hari 1. 1 x/hari

2. Waktu 2. Pagi dan sore 2. Pagi

3. Warna 3. Kuning 3. Kuning


kecoklatan kecoklatan
4. Konsistensi 4. Lunak 4. Keras

5. Keluhan 5. Tidak ada 5. Tidak ada

6. Penggunaan laxatif 6. Tidak ada 6. Tidak ada

c. Eliminasi BAK
1. Frekuensi 1. 5-7 x/ hari 1. 4-5 x/hari

2. Warna 2. Kuning 2. Kuning pekat


seperti teh

3. Keluhan 3. Tidak ada


4. Penggunaan alat 4. Tidak ada 3. Tidak ada
bantu (kateter, dll) 4. Tidak ada
d. Istirahat dan Tidur
1. Lama tidur siang 1. 1 -2 jam/hari 1. Tidak tidur

2. Lama tidur malam 2. 6-8 jam/hari 2. 3 jam/hari

3. Kebiasaan sebelum 3. Tidak ada 3. Tidak ada


tidur

4. Keluhan 4. Tidak ada 4. Tidak ada

e. Kebiasaan yang
mempengaruhi
kesehatan
1. Merokok 1. Merokok 1. Tidak

2. Minuman keras : 2. ada 2. Tidak ada

3.1.3 Pengkajian Fisik

1. Pemeriksaan umum

a. Kesadaran : Compos mentis

b. Berat Badan : 50 Kg (setelah di rawat) 55 Kg (Sebelum)

c. Tinggi Badan : 170 Cm

d. Tekanan darah : 80/60 mmHg

e. Frekuensi Nafas : 22 x/menit

f. Nadi : 88 x/menit

g. Suhu Tubuh : 36,8 ºC

h. Keadaan Umum : Lemah

2. Sistem Penglihatan

a. Posisi mata : Simetris antara kiri dan kanan

b. Kelopak mata : Tidak ada nyeri tekan, dan tidak adajaringan

parutantara kiri dan kanan


c. Pergerakan bola mata : Tidak ada kelainan

d. Konjungtiva : Anemis kiri dan kanan

e. Kornea : Tidak ada kelainan

f. Sclera : Ikterik kiri dan kanan

g. Pupil : Isokor.

h. Otot-otot mata : 8 otot mata kiri dan kanan berfungsi

dengan baik

i. Fungsi penglihatan : Mata kiri dan kanan pasien dapat melihat

jarak 30 cm, pasien mengatakan sedikit

kabur ketika melihat pandangan yang jauh

j. Tanda-tanda radang : Tidak terdapat tanda-tanda radang pada

mata kiri dan kanan

k. Pemakaian kaca mata : Tidak memakai kaca mata

l. Pemakaian lensa kontak : Tidak memakai lensa kontak mata baik kiri

maupun kanan

m. Reaksi terhadap cahaya : Pupil mata kiri dan kanan mengecil disaat

diberikan rangsangan cahaya

3. Sistem pendengaran

a. Daun telinga : Normal, tidak ada lesi dan jaringan parut

b. Kondisi telinga tengah : Tidak ada tanda peradangan

c. Cairan dari telinga : Tidak ada cairan yang keluar

d. Perasaan penuh di telinga : Tidak ada perasaan penuh ditelinga


e. Fungsi pendengaran : Tidak dilakukan

f. Gangguan keseimbangan : Tidak dilakukan


g. Pemakaian alat bantu : Tidak ada memakai alat bantu

Pendengaran

4. Sistem pernafasan

a. Jalan nafas : Bersih tidak ada sumbatan

b. Penggunaan otot bantu pernafasan : Tidak menggunakan otot bantu

pernafasan

c. Frekuensi : 20x/m

d. Irama : Reguler

e. Jenis pernafasan : Normal

f. Kedalaman : Normal

g. Batuk : Tidak ada batuk

h. Sputum : Tidak ada sputum

i. Terdapat darah : Tidak terdapat darah

j. Suara nafas : Vesikuler

5. Sistem Kardiovaskuler

a. Sirkulasi perifer

1) Frekuensi Nadi : 88x/m

2) Irama : Reguler

3) Kekuatan : Normal

4) Tekanan darah : 80/60 mmHg

5) Distensi Vena Jugularis : Kanan /Kiri : Tidak ada distensi

vena jugularis
6) Temperatur kulit : Akral Hangat

7) Warna kulit : Ikterik

8) Edema : Terdapat edema pada tungkai

Kaki kanan , dan asites pada

daerahabdomen

9) Capillary Refill Time (CRT) : 3 detik

6. Sistem Hematologi

a) Kulit pucat : Tidak ada pucat

b) Perdarahan : Tidak ada pendarahan

7. Sistem Syaraf Pusat

a. Keluhan sakit kepala : Tidak ada merasa sakit kepala

b. Tingkat kesadaran : Composmentis

c. Glasgow coma scale : E: 4M: 6V: 5 (15)

d. Tanda-tanda peningkatan TIK :

Kesadaran : Compos Mentis

e. Gangguan sistem persyarafan : Tidak ada

8. Sistem Pencernaan

a. Keadaan mulut : Mukosa bibir kering

1. Gigi : Gigi lengkap

2. Penggunaan gigi palsu : Tidak ada penggunaan gigi palsu

3. Stomatitis : Tidak ada

4. Lidah kotor : Lidah bersih

b. Muntah/mual : terdapat mual dan muntah


c. Nyeri daerah perut : Klien mengatakan terdapat nyeri

pada bagian perut

P : Pasien mengatakan nyeri, lebih terasa ketika ditekan

Q : Pasien mengatakan nyeri seperti di tusuk-tusuk

R : Nyeri dirasakan disekitar perut bagian kuadran kanan atas

S : Skala nyeri : 7

T : Nyeri dirasakan sekitar 45 menit

d. Bising usus : 10x/menit

e. Konsistensi feses : Keras

f. Konstipasi : Tidak

g. Hepar : Pada saat palpasi dibagian hati di

kuadran kanan atas , hati teraba agak keras sekitar tiga jari sampai 4

jari.

h. Abdomen :

Pada saat pengkajian abdomen membesar seluruh kulit abdomen

terlihat mengencang tidak terdapat jaringan parut dan bekas operasi.

Bising usus terdengar 10 x/menit. Pada saat perkusi horizontal dimulai

dari tengah abdomen yakni umbilikus menuju kearah samping

abdomen didapatkan hasil pada bagian tengah abdomen berbunyi

timpani tetapi makin kesamping dilakukan perkusi didapatkan bunyi

redup.
9. Sistem Endokrin

a. Pembesaran kelenjar tiroid : Tidak ada pembesaran kelenjar

tiroid

b. Nafas berbau keton : Nafas tidak bau keton

c. Luka ganggren : Tidak ada luka ganggren

d. Luka lainya : Tidak ada

10. Sistem Urogenital

a. Perubahan pola kemih :tidak terdapat perubahan

b. B.A.K : 6-7x/hari (±250 cc/ BAK)

c. Warna : Kuning pekat seperti teh

d. Distensi kandung kemih : tidak ada

e. Keluhan sakit pinggang : Tidak ada

f. Skala nyeri : Tidak ada

g. Pemasangankateter : Tidak ada

11. Sistem Integumen

a. Turgor kulit : Elastis

b. Warna kulit : Ikterik

c. Luka, lokasi :Tidak ada

d. Insisi operasi, lokasi : Tidak ada

e. Gatal-gatal : Tidak ada

f. Kelainan pigmen : Tidak ada

g. Decubitus, lokasi : Tidak ada

h. Kondisi kulitdaerah pemasangan infus:


Infus terpasang infus Aminoleban 15 tetes / menit ditangan kiri dan

tidak ada tanda peradangan di daerah pemasangan infus

12. Keadaan rambut : Distribusi rambut tidak merata dan

13. Sistem Muskuloskeletal

a. Sakit pada tulang, sendi, kulit :Tidak ada

b. Fraktur : Tidak ada

c. Keadaan tonus otot : Baik

d. Kekuatan otot : 5 5

5 5

14. Ekstremitas Atas : Terdapat infuse Aminoleban padatangan kanan

tetesan 15x/menit dan tidak ada pembengkakan pada tempat

pemasangan infuse telapak tangan tidak pucat.

15. Ekstremitas Bawah : Terdapat edema pada tungkai bawah.


3.1.4 Data Penunjang

26 November 2019

Kimia Darah Hasil Nilai normal

Hemoglobin 11,4 13,2-17,3


Jumlah leukosit 3.700 3.800-10.600
Jumlah Trombosit 56.000 150.000-440.000
Laju Endap Darah 5 0-10
Diff count 1/8/0/54/31/8 0-1/2-4/3-5/50-70/25-
40/2-8
Ureum 19 17-43
Kreatinin 1,00 0,62-1,10
SGOT (AST) 107 (duplo) <40
SGPT (ALT) 49 <50
Hbsag Positif Negatif
HBs Negatif Negatif
Hcv Negatif Negatif

3.1.5 Terapi Pengobatan

Tanggal Jenis Terapi Pemberian

Terapi :
26 November 2019 1.IVFD NACL 1. 10 tetes/menit
2.IV.Ceftriaxone 2. 2x1 hari
3. PO. Lactulac srp 3. 3x1 hari
3.2 Analisa Data

Nama : Tn. S No.req : 200474

Umur : 44 tahun Ruangan : Melati

No Data Etiologi Masalah


1. DS: Riwayat penyalah Nyeri kronis
- Pasien mengatakan nyeri gunaan obat atau
pada abdomen di zat
(kuadran kanan atas)
nyeri dirasakan sekitar 1
jam
- Pasien mengatakan nyeri
terutama sering dimalam
hari
- Pasien mengatakan nyeri
seperti ditusuk-tusuk
- pasien mengatakan
pernah memiliki riwayat
minum minuman keras
- pasien mengatakan
pernah memiliki riwayat
merokok
DO:
- Pasien tampak meringis
kesakitan
- Pasien terkadang tampak
memegang daerah perut
- Skala nyeri 5
- Tanda-tanda vital:
TD: 80/60mmhg
P : 85x/menit
RR: 22x/menit
T : 36,8o C
- Hbsag : positif
2. DS : Gangguan aliran Hipervolemia
- Pasien mengatakan balik vena
perutnya terasa penuh
- Pasien mengatakan
perutnya membesar ±10
bulan yang lalu
- Pasien mengatakan susah
untuk bergerak
DO :
- Terdapat asites pada
abdomen
- Tampak edema pada
bagian abdomen
- Tampak edema pada
ekstremitas bawah

3 DS : Kurangnya asupan Defisit Nutrisi


- klien mengatakan mual makanan
sejak ± 2 hari yang lalu
- pasien mengatakan tidak
nafsu makan
DO :
- pasien mual setelah
makan
- BB sebelum sakit : 55
Kg
- BB setelah sakit : 50 Kg
- Pasien tidak
menghabiskan
makanannya
- Hanya menghabiskan 2
sendok makan
- Diet rendah lemak,
tinggi protein
3.3 Diagnosa Keperawatan

Nama : Tn. J No.req : 200474

Umur : 46 Tahun Ruangan : Melati

No Diagnosa Tanggal masalah Tanggal masalah Paraf


Keperawatan muncul teratasi

1. Nyeri kronis 26 November 2019 perawat


berhubungan dengan
Riwayat penyalah
gunaan obat atau zat

2. Hipervolemia 26 November 2019 perawat


berhubungan dengan
Gangguan aliran
balik vena

3, Defisit nutrisi 26 November 2019 perawat


berhubungan dengan
kurangnya asupan
makanan
3. 4 Intervensi Keperawatan

Nama : Tn. J No.req : 200474

Umur : 46 Tahun Ruangan : Melati

Data pendukung Kode Diagnosa Kode Luaran Kode Intervensi


Pada klien dengan
sirosis hepatitis
- Pasien D0078 Nyeri kronis L08066 Tingkat nyeri I08238 Manajemen nyeri :
Setelah diberikan asuhan Observasi :
mengatakan berhubungan 4. identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
keperawatan 1x 24 jam diharapkan frekuensi kualitas dan intensitas nyeri
nyeri pada dengan tingkat nyeri menurun dengan 5. identifikasi skala nyeri dengan
kriteria hasil : menggunakan visual analog scale
abdomen di Riwayat (VAS), verbal rating scale (VRS),
1. keluhan nyeri menurun
(kuadran penyalah 2.meringis menurun numeric rating scale (NRS), wong baker
rating scale
3.gelisah menurun 6. identifikasi faktor yang memperberat
kanan atas) gunaan obat
4. kesulitan tidur menurun nyeri yang akan menstimulis nyeri pada
nyeri atau zat klien dengan cara menyakan kepada
klien perasaan atau kegiatan apa yang
dirasakan Dibuktikan dapat mencetuskan nyeri
Terapeutik :
sekitar 1 dengan klien 1. berikan teknik non farmakologi untuk
jam mengeluh megurangi nyeri misalnya hipnotis,
akupupresur, terapi musik, teknik
- Pasien nyeri, tampak imajinasi terbimbing, kompres dingin
atau hangat, terapi bermain
mengatakan meringis, 2. kontrol lingkungan yang memperberat
nyeri seperti suhu ruangan,
nyeri gelisah, pencahayaan, kebisingan.

terutama anoreksia. Edukasi :


1. 1. jelaskan penyebab nyeri seperti adanya
sering suatu peradangan pada bagian organ
tertentu.
dimalam 2. anjurkan memonitor nyeri secara
hari mandiri dengan cara menggungkapkan
kepada perawat jika nyeri sudah tidak
- Pasien dapat diatasi dengan sendiri seperti nyeri
dengan skala sedang hingga berat
mengatakan Kolaborasi :
1. kolaborasi dalam pemberian analgetik
nyeri seperti misalnya ketorolac injeksi, tramadol
injeksi , obat ini diberikan jika klien
ditusuk- sudah mengalami nyeri sedang hingga
tusuk berat

- pasien
mengatakan
pernah
memiliki
riwayat
minum
minuman
keras
- pasien
mengatakan
pernah
memiliki
riwayat
merokok
- Pasien
tampak
meringis
kesakitan
- Pasien
terkadang
tampak
memegang
daerah perut
- Skala nyeri
5
- Tanda-
tanda vital:
TD:
80/60mmhg
P :
85x/menit
RR:
22x/menit
T : 36,8o C

Hbsag : positif

- Pasien D0022 Hipervolemia L03020 Keseimbangan cairan I03114 Manajemen hipervolemia


mengatakan berhubungan
Setelah diberikan asuhan Observasi :
perutnya dengan
keperawatan 1 x 24 jam 1. Periksa tanda dan gejala
terasa gangguan
penuh mekanisme keseimbangan cairan meningkat hypervolemia ( seperti pembengkakan
- Pasien regulasi
dengan kriteria hasil : pada lengan dan kaki, bengkak sekitar
mengatakan
1. haluaran cairan meningkat area perut)
perutnya
membesar 2. asupan makanan meningkat 2. Identifikasi penyebab hipervolemia
±1 bulan
yang lalu 3. edema menurun ( melihat adanya penumpukan garam
- Terdapat
4. asites menurun sodium)
asites pada
5. tekanan darah membaik 3. Monitor status hemodinamik
abdomen
- Tampak 6. berat badan membaik 4. monitor intake dan output cairan
edema pada
(balance antara intake dan output)
bagian
5. Monitor kecepatan infus secara
abdomen
- Tampak ketat (menggunakan infus mikro atau
edema pada
makro)
ekstremitas
6. monitor efek samping deuretik
bawah
(klien merasakan pusing atau sakit

kepala, sering merasa haus)

Terapeutik :

1. Timbang berat badan setiap hari

pada waktu yang sama ( mengetahui


perbedaan BB setiap harinya)

2. Batasi asupan cairan dan garam

Edukasi :

1. anjurka melaporan jika haluaran

urine <0,5 mL/kg/jam dalam 6 jam

2. anjurkan melapor jika BB

bertambah > 1 kg dalam sehari

3. ajarkan cara mengukur dan

mencatat asupan dan haluaran cairan

Kaloborasi :

1. kolaborasi pemberian deuretik

2. kolaborasi pengantian kehilangan

kalium akibat deuretik


- klien D0019 Defisit nutrisi L08066 Status nutrisi I03117 Manajemen nutrisi
mengatakan berhubungan
Setelah diberikan asuhan Observasi :
mual sejak dengan
keperawatan 1 x 24 jam status 1. Identifikasi status nutrisi
± 2 hari kurangnya
yang lalu asupan nutrisi membaik dengan kriteria 2. Identifikasi makanan yang disukai
- pasien makanan
hasil : 3. Monitor asupan makanan
mengatakan
1. Porsi makanan yang dihabiskan 4. Monitor berat badan
tidak nafsu
makan meningkat Terapeutik :
- pasien mual
2. Berat badan meningkat 1. Sajikan makanan secara menarik
setelah
3. nafsu makan membaik dan suhu yang sesuai
makan
- BB sebelum 2. Berikan makanan tinggi serat
sakit : 55
untuk mencegah konstipasi ( mis
Kg
sayur-sayuran, buah)
- BB setelah
sakit : 53 3..Berikan makanan tinggi kalori dan
Kg
tinggi protein (mis dada ayam, sayur
- Pasien tidak
menghabisk brokoli)
an
Edukasi :
makananny
1. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
a
- Hanya 2. Anjurkan diet yang diprogramkan
menghabisk
Kolaborasi :
an 3 sendok
1. kolaborasi pemberian medikasi
makan
Diet makan sebelum makan. (mis, pereda
rendah
nyeri antiemetik)
lemak,
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
tinggi
protein menentukan jumlah kalori, dan

jenis nutrien yang dibutuhkan, jika

perlu
3. 5 Catatan Perkembangan

Nama : Tn. S No.req : 200474

Umur : 44 Tahun Ruangan : Melati

No Hari/Tgl Diagnosa Implementasi Evaluasi


1 28 Nyeri akut Nyeri Manajemen nyeri : S : Tn. S mengatakan nyeri berkurang
November akut berhubungan Observasi :
2019 dengan 1. identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi kualitas dan intensitas O: Tn. S meringis menahan nyeri
pembengkakan nyeri
hepar d.b nyeri R/ lokasi nyeri di kuadran atas, duarasi 1 jam, nyeri seperti tertusuk-tusuk
abdomen, nyeri 2. identifikasi skala nyeri
dirasakan pada R/ skala nyeri 5 A: masalah teratasi
malam hari, nyeri 3. identifikasi faktor yang memperberat nyeri
seperti tertusuk- R/ pembengkakan hepar
tusuk, mengiris, Terapeutik : P: intervensi dihentikan
skala nyeri 5 1. berikan teknik non farmakologi untuk megurangi nyeri
R/ klien di ajarkan teknik relaksasi
2. kontrol lingkungan yang memperberat nyeri
R/ pengunjung dibatasi
Edukasi :
1. jelaskan penyebab nyeri
R/ klien jelas dengan penjelasan penyebab nyeri yang dirasakan
2. anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
R/ klien sudah mengerti cara monitor nyeri
Kolaborasi :
1. kolaborasi dalam pemberian analgetik
R/
2. 28 Hipervolemia Manajemen hipervolemia S : Tn. S mengatakan perut masih membesar dan
November berhubungan Observasi :
2019 penuh
dengan 1. periksa tanda dan gejala hipervolemia
gangguan R/ Perut terasa penuh, asites, terdapat edema pada O: Terdapat edema di bagian ekstremitas bawah,
mekanisme ekstremitas bawah
asites
regulasi b.d 2. identifikasi penyebab hipervolemia
perut terasa R/ pembengkakan hepar A: masalah teratasi
penuh, perut 3. monitor status hemodinamik
membesar ±1 R/ TD : 80/60 mmHg
bulan yang 4. monitor intake dan output cairan P: intervensi dihentikan
lalu, asites, R/ Intake : 2112 Output : 1478
edema pada 5. monitor kecepatan infus secara ketat
ekstremitas R/ tetesan infus 10 x/mnt
bawah 6. monitor efek samping deuretik
R/ belum ada efek samping pada Tn. S
Terapeutik :
1. timbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama
R/ BB 53
2. batasi asupan cairan dan garam
R/ cairan pasien dan garam sudah di batasi
Edukasi :
1. anjurkan melaporan jika haluaran urine <0,5 mL/kg/jam
dalam 6 jam
R/ klien mengerti dengan edukasi yg diberikan
2. anjurkan melapor jika BB bertambah > 1 kg dalam sehari
R/ klien mengerti dengan edukasi yg diberikan
3. ajarkan cara mengukur dan mencatat asupan dan haluaran
cairan
R/ klien mengerti dengan edukasi yg diberikan
Kaloborasi :
1. kolaborasi pemberian deuretik
R/ Spironolactan

3. 18 Nausea Manajemen mual S: Tn. S masih merasa mual dan tidak selera
November berhubungan Observasi :
2019 makan
dengan 1. identifikasi pengalaman mual
peningkatan R/ mual sejak ± 2 hari yang lalu, O: makan habis 1 porsi
tekanan 2. identifikasi faktor penyebab mual
A: masalah teratasi
intraabdominal R/ penyakit yang diderita
b.d mual sejak 3. monitor mual P: intervensi dihentikan
± 2 hari yang R/ Tn. S masih merasakan mual
lalu, tidak 4. monitor asupan nutrisi dan kalori
nafsu makan, R/ makanan habis 1 porsi
mual setelah Terapeutik :
makan, BB 1. kendaliakn faktor lingkungan penyebab mual
menurun, R/ membuat lingkungan klien nyaman
makan tidak 2. berikan makanan dalam jumlah kecil atau menarik
habis R/ klien diberikan makanan sering tapi sedikit
Edukasi :
1. anjurkan istirahat yang cukup
R/ istirahat 8 jam perhari
2. anjurkan sering membersihkan mulut , kecuali jika
merangsang mual
R/ klien melakukan anjuran perawat
3. anjurkan makan tinggi karbohidrat dan rendah protein
R/ klien melakukan anjuran perawat dan diberikan makan
tinggi karbohidrat rendah protein
4. anjurkan menggunakan teknik nonfarmakologi untuk
mengatasi mual
R/ minum air bila merasa mual
Kolaborasi :
1. kolaborasi dalam pemberian antiemetik bila perlu
R/
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Sirosis hepatis merupakan penyakit hati kronik dengan distensi

struktur hepar dan hilangnya fungsi hepar yang menyebabkan fibrosis

hepar dimana jaringan hati yang normal digantikan jaringan parut yang

terbentuk melalui proses bertahap, yang dapat mempengaruhi regenerasi

sel-sel dan struktur normal hati dan dapat merusaknya sehingga secara

bertahap dapat menghilangkan fungsinya, dapat juga didefinisikan secara

histopalogis mempunyai beragam penyulit dan manifestasi klinis, sebagian

diantaranya beresiko mengancam nyawa manusia (Sulaiman, 2012).

Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan

adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. biasanya dimulai dengan

adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan

jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. distorsi arsitektur hati akan

menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur

akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Nurdjanah,2009).

B. SARAN
Setelah membaca makalah ini, penulis berharap pembaca
mendapatkan pengetahuan, sehingga pembaca dapat memahami dengan
baik, dan penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca agar dalam
penyusunan makalah selanjutnya dapat lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA

Black, M. J. & Hawks, H. (2009). Medical Surgical Nursing : Clinical

Management for Continuity of Care. Philadephia : W.B. Saunders Company

Doengoes.M.E. Mounhause & M. F. Geisser. A. C. (2000). Rencana Asuhan

Keperawatan :Pedomanuntuk Rencana Pendokumentasian. Jakarta : EGC

Evelyn C. Pearce. (2008). Anatomi dan Fisiologi untuk para medis. Jakarta : PT

Gramedia

Guyton C, Hall E. (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC

Nurdjanah, S. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta : Pusat

Muttaqin. (2008). Buku Ajar Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem

Persyarafan. Jakarta : Salemba Medika

Perry, Potter (Ed).(2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep Proses

Dan Praktik. Edisi 4. (Vol.2). Jakarta : EGC.

PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator

Diagnostik, (Edisi 1). Jakarta: DPP PPNI

Prince, S. & Wilson, L. (2005). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses - Proses

Penyakit . (Edisi 6). Jakarta: EGC.

Ruang Melati 2017


Smeltzer, S. C. & Bare, B. G. (2001). Keperawatan Medikal Medah Brunner &

Suddarth Edisi 8 (Vol 3). Jakarta

Sulaiman, (2012). Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati. Jakarta : EGC

Sudoyo. Aru W, . (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta :

Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Tim pokja SDKI DPP PPNI. (2017) Standar Luaran Keperawatan Indonesia

Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta : Dewan pengurus pusat

Tim pokja SDKI DPP PPNI.(2017) Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia

Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta : Dewan pengurus pusat

Tim pokja SDKI DPP PPNI.(2017) Standar Intervensi Keperawatan Indonesia

Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta : Dewan pengurus pusat

Taringan, (2001). Sirosis Hati. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia.

Tasnif & Hebert, (2013). Complications of End-stage Liver Disease, dalam :

Applied Therapeutic The Clinical Use of Drugs. Wolter Kluwers Lippincott

Widjaja, (2011). Peritonitis Bakterialis Spontan dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit

Hati (Ed. 1). Jakarta : Jayabadi

Anda mungkin juga menyukai