Hand Out PGSD
Hand Out PGSD
Pengantar :
Komitmen yang kuat dan konsisten terhadap prinsip dan semangat kebangsaan dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945, perlu ditingkatkan secara terus menerus untuk memberikan pemahaman yang
mendalam tentang Negara Kesatuan Republik Indonesia. Secara historis, negara Indonesia telah
diciptakan sebagai Negara Kesatuan dengan bentuk Republik.
Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang berkedaulatan rakyat dengan
berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan
Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. [Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945].
Indonesia harus menghindari sistem pemerintahan otoriter yang memasung hak-hak warga
negara untuk menjalankan prinsip-prinsip demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara. Kehidupan yang demokratis di dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan keluarga,
sekolah, masyarakat, pemerintahan, dan organisasi-organisasi non-pemerintahan perlu dikenal,
dipahami, diinternalisasi, dan diterapkan demi terwujudnya pelaksanaan prinsip-prinsip demokrasi.
Selain itu, perlu pula ditanamkan kesadaran bela negara, penghargaan terhadap hak azasi manusia,
kemajemukan bangsa, pelestarian lingkungan hidup, tanggung jawab sosial, ketaatan pada hukum,
ketaatan membayar pajak, serta sikap dan perilaku anti korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Mengembangkan kerangka berpikir baru yang dapat dijadikan landasan yang rasional untuk
menyusun PKn baru sebagai pendidikan intelektual ke arah pembentukan warga negara
yang demokratis; misi tersebut dilakukan melalui penetapan kemampuandasar pkn sebagai
landasanpenyusunan standar kemampuan serta standar minimun yang ditetapkan secara
nasional
Menyusun substansi pkn baru sebagai pendidikan demokrasi yang berlandaskan pada latar
belakang sosial budaya serta dalam konteks politik, kenegaraan dan landasan konstitusi
yang dituangkan dalam pilar-pilar demokrasi indonesia; misi tersebut dilakukan melalui
penyusunan uraian materi pada masing-masing standar materi pkn yang dapat
memfasilitasi berkembangnya pendidikan demokrasi.
Kompetensi
a. Menguasai pengetahuan kewarganegaraan,
1) memahami tujuan pemerintahan dan prinsip-prinsip dasar konstitusi pemerintahan
republik Indonesia
2) mengetahui struktur, fungsi dan tugas pemerintahan daerah dan nasional serta
bagaimana keterlibatan warga negara membentuk kebijaksanaan publik
3) mengetahui hubungan negara dan bangsa Indonesia dengan negara-negara dan
bangsa-bangsa lain beserta masalah-masalah dunia dan/atau internasional
2
c. Menguasai karakter kewarganegaraan
1) memberdayakan dirinya sebagai warganegara yang independen, aktif, kritis, well-
informed, dan bertanggungjawab untuk berpartisipasi secara efektif dan efisien dalam
berbagai aktivitas masyarakat, politik, dan pemerintahan pada semua tingkatan (
daerah dan nasional ).
2) Memahami bagaimana warganegara melaksanakan peranan, hak dan tanggung jawab
personal untuk berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat pada semua tingkatan (
daerah dan nasional ).
3) Memahami, menghayati, dan menerapkan nilai-nilai budi pekerti, demokrasi, hak asasi
manusia dan nasionalisme dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara
4) Memahami dan menerapkan prinsip-prinsip hak asasi manusia dalam kehidupan
sehari-hari.
3
Paradigma Baru PKn
PKn merupakan bidang kajian ilmiah dan program pendidikan di sekolah dan diterima sebagai
wahana utama serta esensi pendidikan demokrasi di Indonesia yang dilaksanakan melalui :Civic
Intellegence, yaitu kecerdasan dan daya nalar warga negara baik dalam dimensi spiritual,
rasional, emosional, maupun sosial.Civic Responsibility, yaitu kesadaran akan hak dan kewajiban
sebagai warga negara yang bertanggung jawab DAN Civic Participation, yaitu kemampuan
berpartisipasi warga negara atas dasar tanggungjawabnya, baik secara individual, sosial, maupun
sebagai pemimpin hari depan.
Arah Pengembangan
Standar kompetensi dan kompetensi dasar menjadi arah dan landasan untuk
mengembangkan materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian
kompetensi untuk penilaian. Dalam merancang kegiatan pembelajaran dan penilaian
perlu memperhatikan Standar Proses dan Standar Penilaian.
4
HAND OUT : 03 & 04
1. Pengertian Nilai
Nilai atau dalam bahasa Inggris disebut value yang biasa diartikan sebagai harga, penghargan,
atau taksiran. Maksudnya adalah harga atau penghargaan yang melekat pada objek. Objek yang
dimaksudkan di sini dapat berupa barang, keadaan, perbuatan, peristiwa dan lain-lain. Dengan
demikian seseorang dapat berbicara tentang nilai sebuah bangunan rumah, nilai dari sebuah tanda
penghargaan, nilai dari kehadiran seorang pemimpin di tengah-tengah warganya, nilai dari
peristiwa penyerangan para pejuang di markas tentara kolonial dan lain-lain. Bambang Daroeso
(1986: 20) mengemukakan bahwa nilai adalah kualitas atau penghargaan terhadap sesuatu, yang
dapat menjadi dasar penentu tingkah laku seseorang. Sementara itu Widjaja (1985: 155)
mengemukakan bahwa menilai berarti menimbang, yaitu kegiatan menghubungkan antara sesuatu
dengan sesuatu yang lain (sebagai standar), untuk selanjutnya mengambil keputusan. Keputusan
itu dapat berupa baik atau buruk, benar atau salah, indah atau tidak indah, berguna atau tidak
berguna dan sebagainya.
Nilai adalah sesuatu yang abstrak, bukan sesuatu yang kongkrit, yang hanya bisa difikirkan,
dipahami, dan dihayati. Nilai berkaitan dengan cita-cita, harapan, keyakinan dan hal-hal lain yang
bersifat batiniah. Nilai adalah suatu kualitas, bukan kuantitas. Nilai adalah sesuatu yang bersifat
ideal, bukan faktual. Dalam bahasa filsafat, nilai berkaitan dengan das sollen (apa yang
seharusnya), bukan das sein (apa yang senyatanya). Karena sifatnya yang abstrak dan ideal,
maka pemahaman terhadap nilai lebih sulit dibanding dengan pemahaman terhadap hal-hal yang
kongkrit dan faktual, misalnya pemahaman terhadap phisik manusia, barang, kejadian-kejadian
nyata dan lain-lain. Nilai bukan sesuatu yang kongkrit dan faktual, tetapi yang berada “di balik” hal-
hal yang kongkrit dan faktual itu.
Pandangan tentang nilai terdapat kontroversi, yakni adanya perbedaan pandangan yang
menganggap nilai itu bersifat subjektif dengan pandangan yang menganggap nilai itu bersifat
objektif. Pandangan yang menyatakan bahwa nilai itu bersifat subjektif menganggap bahwa nilai
dari sesuatu itu tergantung pada subjek yang menilainya. Suatu objek yang sama dapat
mempunyai nilai yang berbeda atau bahkan bertentangan bagi orang yang satu dengan yang lain.
Suatu objek yang sama dapat dinilai baik atau buruk, benar atau salah, serta berguna atau tidak
berguna, tergantung pada subjek yang menilainya. Sebagai ilustrasi, sebuah bangunan kuno
warisan zaman dulu yang sudah lapuk sangat mungkin dianggap memiliki nilai yang sangat
berharga bagi para sejarawan, tetapi tidak demikian bagi orang lain. Menurut pandangan ini,
sesuatu itu baru akan mempunyai nilai apabila ada subjek yang menilainya, sebaliknya sesuatu itu
tidak mempunyai nilai apapun tanpa ada subjek yang menilainya.
Pandangan yang menyatakan bahwa nilai itu bersifat objektif menganggap bahwa nilai suatu
objek itu melekat pada objeknya dan tidak tergantung pada subjek yang menilai. Setiap objek itu
mempunyai nilainya sendiri, tanpa diberi nilai oleh subjek. Para filsuf Yunani Kuno pada umumnya
berpendapat demikian. Dalam hubungan ini Plato menyatakan bahwa dunia nilai dan dunia ide
merupakan dunia yang senyatanya dan bersifat tetap. Sedangkan pemahaman maupun penilaian
seseorang terhadap suatu objek hanyalah merupakan bagian dari dunia pengalamannya, yang
tidak jarang bersifat subjektif, berubah-ubah atau bahkan saling bertentangan.
Meskipun memerlukan proses yang tidak mudah, akan tetapi pemahaman dan penghargaan
terhadap nilai-nilai perlu dimiliki oleh setiap orang. Proses ini akan lebih efektif apabila ditempuh
melalui jalur pendidikan, melalui proses penalaran dan pencerahan. Pemahaman terhadap hal-hal
yang bersifat wujud, kongkrit, dan faktual itu masih bersifat dangkal dan perlu dipahami lebih
mendalam tentang nilai, makna, atau hakikat yang terkandung di dalamnya. Sebagai contoh,
5
pemahaman terhadap fakta “Pertempuran 10 November 1945” di Surabaya merupakan sesuatu
yang penting, akan tetapi lebih penting lagi adalah pemahaman dan penghargaan terhadap nilai-
nilai, makna, atau hakikat yang terkandung di dalam peristiwa tersebut.
Pemahaman dan penghargaan terhadap nilai-nilai mungkin merupakan sesuatu yang agak
“asing” di kalangan siswa atau bahkan di kalangan masyarakat pada umumnya. Ada beberapa
sebab yang mengakibatkan rendahnya pemahaman dan penghargaan terhadap nilai-nilai, yang
pada pokoknya disebabkan oleh sistem yang melingkupi para siswa atau masyarakat. Pertama,
sistem pendidikan nasional yang kurang memberi perhatian terhadap nilai-nilai, sekaligus lebih
banyak memberikan perhatian terhadap konsep-konsep dan fakta-fakta. Arah dan kecenderungan
sistem pendidikan nasional yang demikian tentu tidak dapat dipisahkan dengan sistem politik dan
kebijakan pembangunan yang dilakukan selama ini. Kebijakan pembangunan nasional dalam kurun
waktu lebih dari 30 tahun masa Orde Baru lebih menekankan pembangunan phisik materiil,
meskipun dalam konsepnya dinyatakan sebagai Pembangunan Manusia Indonesia Seutuhnya,
yang memberikan keseimbangan antara aspek-aspek phisik materiil dan mental spiritual. Kedua,
sistem sosial masyarakat juga kurang memberi perhatian terhadap nilai-nilai, bahkan sebagaimana
telah sering menjadi sorotan publik, masyarakat telah dilanda oleh krisis nilai. Kondisi semacam ini
tentu juga tidak dapat dipisahkan atau bahkan merupakan akibat dari sistem politik dan kebijakan
pembangunan seperti yang telah dikemukakan maupun kecenderungan masyarakat global. Ketiga,
sistem yang lebih luas, yakni masyarakat global yang juga merupakan masyarakat “modern”,
cenderung berorientasi pada hal-hal yang bersifat materialistik (kebendaan), pragmatik
(mengutamakan kemanfaatan praktis), dan hedonistik (berorientasi pada kesenangan atau
kepuasan). Dengan demikian, persoalan nilai yang lebih bersifat immateriil dan spiritual kurang
memperoleh tempat dalam pandangan masyarakat “modern”. Sesuatu dianggap bernilai apabila
dapat memberikan kemanfaatan praktis, sesuai dengan tuntutan kebutuhan nyata, dan
memberikan kepuasan atas tuntutan kebutuhan itu.
2. Pengertian Norma
Norma adalah kaidah atau aturan-aturan, yang berisi petunjuk tentang tingkah laku yang wajib
dilakukan atau tidak boleh dilakukan oleh manusia dan bersifat mengikat. Kata “mengikat” di sini
berarti bahwa setiap orang dalam lingkungan berlakunya norma itu wajib menaatinya. Kepada para
pelanggar norma itu akan dikenai sanksi tertentu. Tujuan dari diberlakukannya suatu norma pada
dasarnya adalah untuk menjamin terciptanya ketertiban masyarakat.
Norma itu pada umumnya berlaku dalam suatu lingkungan masyarakat tertentu, seperti dalam
lingkungan etnis tertentu, di suatu wilayah atau negara tertentu. Namun demikian, ada pula norma-
norma yang bersifat universal, yang berlaku bagi seluruh umat manusia, misalnya larangan
menipu, mencuri, menganiaya, membunuh dan lain-lain. Dalam kehidupan manusia dikenal adanya
beberapa macam norma, yaitu norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, dan norma
hukum.
Norma agama adalah aturan-aturan yang oleh para pemeluknya diyakini bersumber dari Tuhan
Yang Maha Kuasa. Meskipun ajaran agama hanya akan diimani oleh pemeluknya masing-masing,
akan tetapi dalam hubungannya dengan sesama manusia dan lingkungannya, agama-agama itu
mengajarkan hal-hal yang pada umumnya sama, misalnya perintah agar jangan membunuh,
jangan mencuri, jangan berdusta, jangan berkhianat, berbakti kepada kedua orang tua, mencintai
sesama manusia, menyantuni fakir miskin dan sebagainya.
Norma kesusilaan adalah aturan-aturan tentang tingkah laku yang baik dan tidak baik, yang
bersumber dari hati nurani manusia. Sesuai dengan kodratnya, manusia adalah makhluk yang
berbudi, yakni unsur batin yang merupakan perpaduan antara akal dan perasaan, yang mampu
membedakan antara perbuatan yang baik dan buruk. Apabila manusia tidak mengingkari hati
nuraninya, niscaya ia akan mampu membedakan hal-hal yang baik dan yang buruk menurut
kesusilaan. Norma ini bersifat universal, artinya berlaku di manapun dan kapanpun dalam
6
kehidupan umat manusia. Dalam bahasa fisika, universal itu dapat dimaknai bebas dari dimensi
ruang dan waktu. Sebagai contoh, pelecehan seksual merupakan perbuatan yang melanggar
norma kesusilaan, yang bertentangan dengan budi dan nurani manusia, di manapun dan
kapanpun juga. Norma kesusilaan juga sering disebut sebagai norma moral.
Norma kesopanan adalah aturan-aturan tentang tingkah laku yang berlaku dalam suatu
lingkungan kelompok masyarakat tertentu, yang bersumber dari adat istiadat, budaya, atau tradisi
setempat. Norma kesopanan juga sering digolongkan sebagai norma moral. Akan tetapi berbeda
dengan norma kesusilaan yang bersifat universal, norma kesopanan itu bersifat lokal, kultural,
tradisional, atau kontekstual. Artinya, norma kesopanan itu berlaku di suatu wilayah tertentu, dalam
lingkungan budaya tertentu, berdasar tradisi tertentu, atau dikaitkan dengan kontek tertentu. Apa
yang dianggap sopan di suatu daerah mungkin dianggap tidak sopan di daerah lain. Demikian juga
apa yang dianggap tidak sopan pada masa lalu mungkin dianggap sopan pada masa sekarang.
Sebagai contoh, dalam lingkungan masyarakat Jawa, seorang anak yang berbicara dengan orang
tua sebaiknya menggunakan bahasa Jawa krama inggil (suatu strata bahasa Jawa yang halus dan
tinggi). Dengan demikian norma kesopanan itu terikat pada ruang dan waktu.
Norma hukum adalah aturan-aturan yang bersumber atau dibuat oleh lembaga negara yang
berwenang, yang bersifat mengikat dan memaksa. Negara berkuasa untuk memaksakan aturan-
aturan hukum agar dipatuhi dan bagi siapa saja yang bertindak melawan hukum dapat diancam
dan dijatuhi hukuman tertentu. Sifat “memaksa” dengan sanksi hukumannya yang tegas dan nyata
inilah kelebihan norma hukum dibanding dengan norma-norma yang lain. Demi tegaknya hukum,
negara mempunyai lembaga beserta aparat-aparatnya di bidang penegakan hukum, yakni hakim,
jaksa, dan polisi.
Tidak sedikit bentuk-bentuk perbuatan atau tingkah laku yang sama-sama dianjurkan atau
dilarang oleh berbagai norma itu. Sebagai contoh, berbakti kepada kedua orang tua adalah sikap
atau perbuatan yang dianjurkan oleh norma agama, norma kesusilaan, maupun norma kesopanan
atau norma sosial. Perbuatan menipu adalah perbuatan yang dilarang oleh norma agama, norma
kesusilaan, norma kesopanan atau norma sosial, maupun norma hukum. Sedangkan perbuatan
mengendarai motor tanpa memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) adalah perbuatan yang melanggar
norma hukum, tetapi tidak melanggar norma agama, kesusilaan, maupun kesopanan.
3. Pengertian Moral
Secara etimologis, moral berasal dari kata mos dan bentuk jamaknya mores, kosa kata dalam
bahasa Latin yang berarti tata cara atau adat istiadat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(1989: 592), moral disinonimkan dengan akhlak, budi pekerti, atau susila. Menurut Wijaya (1985:
154), moral adalah ajaran baik dan buruk tentang perbuatan atau kelakuan (akhlak). Sementara itu
menurut al- Ghazali (1994: 31), akhlak (sebagai padanan kata moral) adalah perangai, watak, atau
tabiat yang menetap kuat dalam jiwa manusia dan merupakan sumber timbulnya perbuatan
tertentu secara mudah dan ringan, tanpa dipikirkan atau direncanakan sebelumnya. Dalam kontek
lain yang tidak dimaksudkan dalam uraian ini, kata moral juga sering digunakan sebagai pengganti
kata mental atau spirit. Sebagai contoh adalah dalam ungkapan “kehadiran pelatih di tengah-
tengah para pemain itu memberikan kekuatan moral yang sangat berarti”. Memang tidak mudah
untuk mendifinisikan moral dengan batasan pengertian yang ketat, sehingga banyak terminologi
yang digunakan sebagai padanan kata moral, meskipun dari semua itu pengertiannya tidak
sepenuhnya sama (identik).
Dari hal-hal yang telah dikemukan dapat diperoleh pengertian bahwa moral itu pada pokoknya
membicarakan tentang tingkah laku atau perbuatan yang baik dan tidak baik. Secara akademis
perlu dijelaskan bahwa moral dapat diposisikan pada tataran ide/ajaran, aturan, atau sudah berupa
perbuatan. Dengan demikian terdapat moral dalam tataran ide atau ajaran, yang hal ini dapat
diklasifikasikan sebagai nilai-nilai moral, terdapat moral dalam tataran aturan-aturan, yang dalam
7
hal ini dapat diklasifikasikan sebagai norma-norma moral, dan terdapat moral dalam tataran
perbuatan-perbuatan nyata, yakni berupa perbuatan yang bermoral dan tidak bermoral (immoral).
Kata moral juga sering disinonimkan dengan etika, yang berasal dari kata ethos dalam bahasa
Yunani, yang berati kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, atau cara berfikir. Dalam
memahami etika juga terdapat penggolongan yang cukup rumit, ada yang memahami etika sebagai
nilai-nilai atau norma-norma, sebagai ilmu, dan sebagai sistem nilai yang dianut oleh sekelompok
orang (misalnya etika yang berlaku dalam berbagai profesi). Selain itu juga perlu dipahami bahwa
etika memiliki unsur apriori dan empris. Unsur apriori itu tidak membutuhkan pengalaman empiris.
Menurut Immanuel Kant, etika yang murni atau filsafat moral itu justru yang bersifat apriori itu.
Artinya bahwa persoalan moral, baik atau buruk itu lebih didasarkan pada hasil renungan yang
kritis, mendalam, rasional, dan prinsip-prinsip berfikir kefilsafatan lainnya. Sebagai contoh, apakah
aborsi itu secara moral baik atau buruk, jawabannya dapat direnungkan secara kritis, mendalam,
dan rasional, tidak perlu melihat kenyataan empirisnya membawa kebaikan atau kejelekan.
Setelah dipahami pengertian nilai, norma, dan moral, maka perlu pula dipahami hubungan
antara ketiga konsep tersebut. Tidak jarang kita mendengarkan penuturan atau uraian yang
menggambarkan ketidakjelasan batasan pengertian, batasan pengertian yang tumpang-tindih,
serta ketidakjelasan hubungan hirarkhis antara ketiganya.
Dari ketiga konsep itu, nilai merupakan sesuatu yang paling dasar, sesuatu yang bersifat
hakiki, esensi, intisari, atau makna yang terdalam. Sebagaimana telah dikemukakan, nilai adalah
sesuatu yang abstrak, yang berkaitan dengan cita-cita, harapan, keyakinan, dan hal-hal yang
bersifat ideal. Agar hal-hal yang bersifat abstrak itu menjadi kongkrit dan apa yang menjadi
harapan itu menjadi kenyataan, maka perlu diperlukan formulasi yang lebih kongkrit. Formulasi
yang lebih kongkrit dari nilai itu berwujud norma.
Norma yang berisi perintah atau larangan itu didasarkan pada suatu nilai, yang dihargai atau
dijunjung tinggi, karena dianggap baik, benar, atau bermanfaat bagi umat manusia atau lingkungan
masyarakat tertentu. Dengan demikian, hubungan antara nilai dengan norma dapat dinyatakan
bahwa nilai itu merupakan sumber dari suatu norma. Norma merupakan aturan-aturan atau
standard penuntun tingkah laku agar harapan-harapan itu menjadi kenyataan. Agar lebih jelas
dapat dicontohkan bahwa kejujuran merupakan suatu nilai dan larangan menipu merupakan suatu
norma. Demikian pula halnya dengan kebersihan yang merupakan suatu nilai dan larangan
membuang sampah di sembarang tempat merupakan suatu norma.
Adapun moral dalam pengertian sikap, tingkah laku, atau perbuatan yang baik yang dilakukan
oleh seseorang adalah merupakan perwujudan dari suatu norma dan nilai yang dijunjung tinggi
oleh orang tersebut. Perlu dikemukakan kembali bahwa moral juga dapat dipahami dalam tataran
nilai, sehingga disebut nilai moral, serta dapat pula dipahami dalam tataran norma, sehingga
disebut norma moral. Sebagai contoh, orang yang senantiasa menunjukkan sikap dan perbuatan
yang jujur dapat disimpulkan bahwa ia mematuhi norma-norma kejujuran, baik yang ada dalam
norma agama, norma kesusilaan, maupun norma hukum. Lebih dari yang bersifat normatif, ia juga
mengapresiasi dan menjunjung tinggi nilai-nilai kejujujuran. Dengan demikian secara hirakhis dapat
dikemukakan bahwa nilai merupakan landasan dari norma, selanjutnya norma menjadi dasar
penuntun dari moralitas manusia, yakni sikap dan perbuatan yang baik.
8
HAND OUT : 05 & 07
Pendidikan merupakan proses interaksi manusiawi yang ditandai adanya keseimbangan peran
antara pendidik dengan kedaulatan peserta didik, sedangkan hakekat belajar-mengajar adalah
peristiwa belajar yang terjadi apabila subjek didik secara aktif berinteraksi dengan lingkungan belajar
yang di tata guru melalui pola komunikasi yang diterapkannya.
Untuk melaksanakan tugas mulianya guru harus memiliki 4 (empat) kompetensi dasar, yaitu (1)
kompetensi kepribadian, (2) kompetensi pedagogik, (3) kompetensi profesional, dan (4) kompetensi
sosial. Salah satu indikator dari kompetensi pedagogik yang harus dikuasai guru adalah mampu
menerapkan teori belajar dan pembelajaran berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi yang
ingin dicapai, dan materi ajar. Konsep yang berkaitan dengan indikator ini adalah pendekatan, strategi,
dan model pembelajaran.
9
Pengertian Pendekatan, Strategi, dan Model Pembelajaran
Raka Joni (1980) berpendapat bahwa strategi adalah pola umum perbuatan guru-siswa di
dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar. Hal ini mengandung arti bahwa interaksi belajar
mengajar berlangsung dalam suatu pola yang digunakan bersama oleh guru dan siswa. Dalam pola
tersebut tentu terkandung bentuk-bentuk rangkaian perbuatan atau kegiatan guru dan siswa yang
mengarah pada tercapainya tujuan-tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya.
Pendapat lain mengenai istilah tersebut dikemukakan oleh Gerlach dan Ely (1980). Mereka
mengungkapkan bahwa strategi instruksional adalah pendekatan yang digunakan guru dalam
menggunakan informasi, memilih sumber-sumber, dan mendefinisikan peranan siswa-siswa. Mereka
juga menyatakan bahwa strategi instruksional tersebut mencakup praktik-praktik khusus yang
digunakan untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran. Dalam konteks pendekatan sistem
pembelajaran, strategi berkaitan dengan cara penyajian materi dalam lingkungan pembelajaran yang
meliputi sifat, ruang lingkup, dan urutan peristiwa yang memberikan pengalaman-pengalaman
pendidikan. Strategi instruksional tersebut tersusun atas metode-metode dan teknik-teknik (atau
prosedur-prosedur) yang akan memungkinkan pembelajar untuk mencapai tujuan-tujuan belajar.
Berdasarkan kedua pendapat tersebut, strategi pembelajaran dapat dirumuskan sebagai suatu
pola umum pembelajaran subyek didik atau pembelajar yang tersusun secara sistematis berdasarkan
prinsip-prinsip pendidikan, psikologi, didaktik, dan komunikasi dengan mengintegrasikan struktur
(urutan kegiatan/ langkah) pembelajaran, metode pembelajaran, media pembelajaran/alat peraga,
pengelolaan kelas, evaluasi, dan waktu yang diperlukan agar subyek didik/pembelajar dapat mencapai
tujuan-tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien.
Sementara itu model pembelajaran yang dimaksudkan dalam tuisan ini yaitu contoh pola atau
struktur pembelajaran siswa yang didesain, diterapkan dan dievaluasi secara sistematis dalam rangka
mencapai tujuan-tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien. Model pembelajaran yang satu
dengan yang lainmempunyai karakteristik yang berbeda-beda, yang dapat mempengaruhi kualitas
proses dan hasil belajar siswa.
Kelima komponen strategi pembelajaran tersebut berbeda dari apa yang dikemukakan oleh
ahli lainnya. Sebagai contoh, Atwi Suparman berpendapat bahwa strategi instruksional meliputi
komponen-komponen:
Urutan kegiatan instruksional, yaitu urutan kegiatan guru dan siswa dalam proses pembelajaran
aktual yang terentang dari tahap Pendahuluan ke tahap Penyajian/ Kegiatan Inti, terus sampai
dengan tahap Penutup.
10
Metode instruksional, yaitu cara-cara guru mengorganisir dan menyajikan isi pelajaran dan cara
guru mengorganisir siswa atau kelas, dan penggunaan media instruksional pada setiap tahap
pembelajaran.
Media instruksional, yaitu peralatan dan bahan instruksional yang digunakan guru dan siswa pada
setiap tahap kegiatan pembelajaran.
Waktu, yakni alokasi waktu yang digunakan bersama oleh guru dan siswa dalam menyelesaikan
kegiatan pada setiap tahap pembelajaran.
Media Pembelajaran
Proses Belajar Mengajar pada hakekatnya merupakan proses komunikasi, yaitu proses
penyampaian materi pelajaran baik yang berupa fakta, data, konsep, generalisasi, teori atau dalil yang
dilakukan pendidik kepada peserta didiknya. Pesan-pesan komunikasi yang dituangkan pendidik
melalui simbol-simbol komunikasi ,baik yang berbentuk verbal, non verbal atau visual dinamakan
encoding, sedangkan proses penafsiran pesan-pesan komunikasi yang dilakukan peserta didik
dinamakan decoding.
Dalam proses komunikasi pada peristiwa belajar mengajar di kelas tidak jarang dijumpai
kegagalan-kegagalan, hal ini dikarenakan materi yang disampaikan pendidik kepada peserta didik tidak
dapat sepenuhnya diteri dengan baik, bahkan mungkin saja tidak ada seorang peserta didikpun yang
dapat menerima materi pelajaran tersebut. Oleh karena itu agar pola komunikasi yang dilakukan
pendidik dapat berhasil dengan baik dan efektif, salah satu jalannya adalah dibantu dengan media
pembelajaran.
Model-model pola komunikasi dalam proses bel;ajar mengajar di kelas, bisa berbentuk 1 arah,
di mana pendidik amat dominan dalam pelaksanaan proses belajar mengajar di kelas. Bentuk kedua
adalah model komunikasi 2 arah, di mana pendidik melibatkan peserta didik secara aktif dalam proses
belajar mengajar di kelas, dan pola ketiga adalah multy komunikasi, di mana pendidik bukan hanya
sekedar memberikan kesempatan untuk memberikan pertanyaan, pernyataan, ataupun sanggahan
kepada peserta didiknya, akan tetapi juga dalam menjawab pertanyaan, sanggahan dan juga
pendapat-pendapat peserta didik lainnya dilemparkan ke kelas untuk ditanggapi bersama-sama.
Dalam pengajaran PKN yang berupaya mengembangkan potensi kognitif, afektif dan perilaku
siswa diperlukan pola komunikasi yang bersifat multy, dalam arti pola komunikasi yang sesuai untuk
kepentingan pengajaran PKN di SD adalah multy komunikasi. Oleh karena itulah untuk terciptanya
kondisi yang demikian diperlukan pendidik yang mempunyai syarat fleksibel, terbuka, peka dan
humanis dalam melaksanakan proses pembelajaran di kelas.
Pada hakekatnya media pelajaran adalah merupakan alat bantu yang dipergunakan pendidik
untuk menyampaikan pesan-pesan lewat simbol-simbil komunikasi baik secara verbal , non verbal
ataupun visual dengan tujuan untuk lebih mempermudah dan meningkatkan penerimaan materi
pelajaran bagi peserta didik, selain itu juga untuk mengindari terjadinya kejenuhan. Dengan
menggunakan media ,pelajaran akan jauh lebih menarik, karena : dapat menumbuhkan motivasi
belajar peserta didik; bahan pelajaran akan lebih jelas dan kongkrit; metoda yang dikembangkan akan
lebih bervariasi dan peserta didik akan lebih banyak kesempatan melakukan analisis melalui berbagai
aktivitas.
Model adalah tiruan atau jiplakan yang dirancang dan dibuat sedemikian rupa sehingga
menyerupai bentuk aslinya atau paling tidak mendekati kepada bentuk aslinya. Model dikembangkan
dengan ukuran yang sama besarnya dengan aslinya, atau bisa juga lebih besar atau bahkan bisa lebih
kecil. Namun harus dijelaskan kepada peserta didik bagaimana ukuran benda sebenarnya yang
dijadikan model tersebut. Untuk mengembangkan suatu model, pertama-tama harus dilakukan analisis
terhadap pesan nilai moral apa yang ada dalam Pokok Bahasan tersebut, kemudian alat-alat bantu apa
yang diperlukan untuk mengembangkan model itu, kemudian wujudkan dalam bentuk model apakah
ukurannya mau sama, lebih besar atau lebih kecil.
Dalam pengajaran PKN di SD, maka yang dapat dijadikan model media adalah : Buku Wajib
dan sumber formal lainnya; Kaset lagu-lagu nasional dan daerah, bila perlu lagu-lagu nasional negara
12
tetangga; Bendera Pusaka merah Putih dan bendera negara-negara tetangga (ASEAN); Lambang
Negara ; Baju-baju kebesaran daerah; Bagan-bagan, Foto-foto, gambar guntingan yang diperlukan
dalam PB/SPB dan Himpunan model-model , seperti contoh kasus, ceritera untuk media PVCT.
Kerucut Pengalaman yang dikemukakan oleh Edgar Dale dalam kaitannya dengan model-
model media dapat dirinci sebagai berikut : simbol-simbol verbal; simbol-simbol visual; Radio dan Tape;
Still Picture; Motion Picture; Educational Television; Exhibition; Demonstration; Dramatized
Experiences; Contrived Experiences dan Direct Purposeful. Dari kesemuanya tersebut, maka
pengalaman melalui kehidupan riil secara langsung adalah yang mempunyai nilai tertinggi, sementara
simbol-simbol verbal dan visual mempunyai nilai yang paling rendah.
13
HAND OUT : 09 & 11
14
b. Creative Thinking Model (Model Berpikir Kreatif)
Model ini dirancang untuk meningkatkan kefasihan, fleksibilitas, dan orisinilitas yang
digunakan siswa-siswa untuk mendekati benda-benda, peristiwa-peristiwa, konsep-
konsep, dan perasaan-perasaan. Hal ini berdasarkan asumsi bahwa siswa-siswa dapat
dan harus mempelajari teknik-teknik yang menstimulasi kreativitas mereka. Suasana kelas
harus kondusif bagi adanya respons-respons yang berbeda agar respons yang berbeda-
beda tersebut dihargai dan diberi imbalan (reward). Siswa-siswa yang mempelajari teknik-
teknik kreatif diharapkan akan dapat memanfaatkannya secara efektif untuk mengatasi
masalah-masalah yang dihadapinya dalam mata pelajaran tertentu.
Agar guru-guru berhasil dalam menggunakan model ini, maka mereka harus mampu:
1) membangun suasana yang memungkinkan bagi diterimanya semua ide atau
pendapat, yang tidak hanya karena bermanfaat untuk saat itu saja, tetapi juga karena
keaslian ide-ide dari siswa-siswa serta potensi mereka untuk menuju ke ide-ide dan
arah baru;
2) membantu siswa-siswa agar menyadari kekurangan-kekurangan dan kesenjangan-
kesenjangan pada penjelasan-penjelasan dan keyakinan-keyakinan yang biasa terjadi;
3) membantu siswa-siswa agar menjadi lebih terbuka dan lebih peka terhadap lingkungan
mereka;
4) menjamin tiadanya suasana yang formal atau seperti sedang dites, yang biasanya
dapat mengganggu kreativitas dan berpikir orisinil siswa; dan
5) memberikan stimuli (rangsang) yang akan menawarkan praktik untuk berpikir yang
jernih.
Langkah-langkah pokok dalam menggunakan model ini sebagai berikut.
1) membangun suatu suasana yang dapat membina berpikir kreatif;
2) mengajar siswa-siswa untuk menggunakan teknik-teknik yang menuju ke arah ide-ide
dan produk-produk baru; dan
3) mengevaluasi dan mengetes ide-ide yang telah ditawarkan.
Selanjutnya perlu dicatat bahwa model ini menitikberatkan pada pemprosesan informasi
dan keterampilan-keterampilan pertumbuhan pribadi. Model ini paling sesuai untuk IPA,
IPS, dan Seni Bahasa, akan tetapi dapat diterapkan pula untuk mata pelajaran lainnya.
Model ini paling cocok untuk siswa-siswa kelas III SD hingga SLTP.
c. Experiential Learning Model (Model Belajar melalui Pengalaman)
Model ini memberikan kesempatan kepada siswa-siswa untuk memperlakukan lingkungan
mereka dengan keterampilan-keterampilan berpikir yang tidak berhubungan dengan suatu
bidang studi atau mata pelajaran khusus. Model ini didasarkan pada temuan-temuan
Piaget bahwa perkembangan kognitif terjadi ketika anak-anak berinteraksi dengan aspek-
aspek lingkungan mereka yang membingungkan atau nampak bertentangan. Oleh sebab
itu, apabila model ini digunakan, waktu belajar harus diisi dengan kegiatan-kegiatan yang
dapat menumbuhkembangkan rasa ingin tahu siswa-siswa, dan yang mampu menyedot
seluruh perhatian mereka. Hal ini misalnya berupa kegiatan bermain dengan atau
melakukan suatu terhadap benda-benda konkrit atau bahan-bahan yang memungkinkan
mereka melihat apa yang terjadi pada benda atau bahan tersebut.
15
Sementara itu agar guru dapat menggunakan model ini secara efektif, ia harus mampu:
1) menyediakan benda-benda atau bahan-bahan konkrit untuk digunakan, ditelaah, atau
diteliti oleh siswa-siswa;
2) menyediakan serangkaian kegiatan yang cukup luas sehingga menjamin pemenuhan
minat siswa dan menumbuhkan rasa keterlibatan mereka;
3) mengatur kegiatan-kegiatan sehingga siswa-siswa yang berbeda tingkat
perkembangan kognitifnya akan belajar satu sama lain;
4) mengembangkan teknik-teknik bertanya untuk mengungkap alasan-alasan siswa yang
mendasari respons-respons mereka; dan
5) menciptakan lingkungan kelas yang dapat meningkatkan perkembangan proses-
proses kognitif.
Demikianlah 5 (lima) model pembelajaran yang dikemukakan oleh ketiga ahli tersebut di atas.
Model-model tersebut hanya diuraikan secara sekilas dalam tuisan ini, sekedar untuk
memperluas wawasan Pembaca mengenai pembelajaran. Erat hubungannya dengan hal ini,
ada satu lagi model pembelajaran yang relatif baru yaitu Quantum Teaching.
Quantum berarti interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya. Dengan demikian, Quantum
Teaching berarti suatu orkestrasi dari berbagai macam interaksi yang terjadi di dalam dan di
sekitar momen atau peristiwa belajar. Interaksi-interaksi ini membangun landasan dan
kerangka untuk belajar yang dapat mengubah kemampuan dan bakat siswa menjadi cahaya
yang bermanfaat bagi mereka sendiri dan orang lain. Quantum Teaching ini juga menerapkan
percepatan belajar dengan menyingkirkan hambatan-hambatan yang menghalangi proses
belajar alamiah dengan menggunakan musik, mewarnai lingkungan sekeliling, menyusun
bahan pengajaran yang sesuai, cara penyajian yang efektif, dan keterlibatan siswa secara aktif
dalam proses belajar. Di samping itu, Quantum Teaching juga memudahkan segala hal untuk
menyingkirkan hambatan belajar dan mengembalikan proses belajar ke keadaannya yang
mudah dan alami.
Quantum Teaching memiliki asas utama yang dijadikan landasan yaitu “Bawalah Dunia
Mereka ke Dunia Kita,
dan Antarkan Dunia Kita ke Dunia Mereka.”
17
Di samping itu, ada beberapa prinsip yang dijadikan pedoman baginya, yaitu sebagai berikut.
a. Segalanya berbicara
Maksudnya, bahwa segala sesuatu yang ada di lingkungan kelas mengandung dan
menyampaikan pesan tentang belajar.
b. Segalanya bertujuan
Hal ini mengandung arti bahwa semua kreasi Anda terutama mengenai belajar mempunyai
tujuan yang terukur.
c. Pengalaman sebelum pemberian nama
Prinsip ini menghendaki agar siswa belajar dengan mengalami sesuatu yang terkait
dengan informasi yang sedang dipelajarinya sebelum mereka memperoleh nama tentang
apa yang mereka pelajari atau dengan perkataan lain, sebelum mereka menemukan dan
merumuskan konsep atau prinsip.
d. Akui setiap usaha
Belajar merupakan suatu rangkaian usaha siswa dalam mencapai tujuan-tujuan belajar,
dan usaha itu sendiri mengandung risiko. Oleh sebab itu, siswa-siswa patut memperoleh
pengakuan terutama dari guru atas usaha, kerja keras, kecakapan, dan kepercayaan diri
mereka.
e. Jika layak dipelajari, maka layak pula untuk dirayakan
“Perayaan” ini dimaksudkan sebagai ungkapan pengakuan atas partisipasi, penyelesaian
tugas, dan prestasi siswa-siswa.
Dengan demikian, proses belajar yang digubah melalui Quantum Teaching akan melahirkan
suasana yang meriah dan menyenangkan (joyful). Dengan demikian, yang akan terjadi
adalah sebuah momen Quantum Learning yang dipraktikkan di kelas melalui Quantum
Teaching.
Pengembangkan model pembelajaran berbasis portofolio untuk pembelajaran PKn. Model ini
secara adaptif menerapkan konsep dan prinsip pedagogis Problem Solving dan Project (Dewey: 1920)
Inquiry-oriented citizenship transmission (Barr, Barth, dan Shermis:1978), social involvement
(Newmann:1977), yang bersifat fasilitatif, empirik dan simulatif.
Peserta didik mampu melaksanakan nilai-nilai nilai-nilai yang terkandung atau melekat dalam
hak, kewajiban dan tanggung jawab sebagai anggota masyarakat, seperti peka, tanggap,
terbuka, demokratis, kooperatif, kompetetif untuk kebaikan, empatik, argumentatif dan
prospektif dalam konteks kehidupan bermasyarakat atas dasar keyakinan yang didukung oleh
pemahaman dan pengenalannya secara utuh, dalam praksis kehidupan sehari-hari di
lingkungannya.
b. Sintaksmatik
Langkah 1. Pendahuluan
18
Pada langkah ini guru membuka pelajaran dan memberi ilustrasi mengenai nilai-nilai yang
terkandung sebagai hak, kewajiban dan tanggung jawab sebagai anggota masyarakat, seperti
peka, tanggap, terbuka, demokratis, kooperatif, kompetetif untuk kebaikan, empatik,
argumentatif dan prospektif dalam konteks kehidupan bermasyarakat dengan memberi ilustrasi
empirik mengenai berbagai isu dan trend dalam kehidupan masyarakat saat ini, khsusunya
dalam proses pembangunan masyarakat. Sebagai triger kegiatan lebih lanjut, selanjutnya guru
mengajak siswa untuk merenungkan sebuang pertanyaan ”Bagaimana seharusnya kita
sebagai anggota masyarakat memahami dan menjalankan nilai, konsep dan prinsip kehidupan
bermasyarakat yang baik dalam konteks pembangunan masyarakat Indonesia?”
Pada keseluruhan Langkah ini guru mengorganisasikan kelas ke dalam sejumlah kelompok
kecil 3-5 dan 2 kelompok besar sekitar 20 orang yang masing-masing terdiri atas 4
subkelompok yang masing-masing sekitar 5 orang. Setiap kelompok ditugasi untuk mencari
jawaban atas pertanyaan tersebut dengan cara mempelajari sumber kepustakaan yang ada,
mengamati masyarakat sekitar, bertanya kepada nara sumber. Informasi yang diperoleh dari
semua sumber didiskusikan dalam kelompok kecil itu. Kesimpulan diskusi kelompok kecil
dituliskan dalam buku kerja siswa masing-masing dan selembar kertas koran atau manila
karton siap dipajang di depan kelas pada saat pertemuan tatap muka untuk diskusi kelas
stelah masing-masing kelompok kecil menyelesaikan tugasnya dan siap memasuki diskusi
kelas.
Di dalam setiap langkah siswa belajar secara mandiri dalam kelompok kecil dengan fasilitasi
dari guru dan menggunakan aneka ragam sumber belajar di sekolah dan di luar sekolah
(masyarakat, bahan tertulis, bahan terrekam, bahan tersiar, alam sekitar, artifak, situs sejarah,
dll). Di situlah berbagai keterampilan dikembangkan seperti: membaca, mendengar pendapat
orang lain, mencatat, bertanya, menjelaskan, memilih, merumuskan, menimbang, mengkaji,
merancang perwajahan, menyepakati, memilih pimpinan, membagi tugas, menarik perhatian,
berargumentasi, dll.
Portofolio adalah tampilan visual yang disusun secara sistimatis yang melukiskan proses
berfikir yang didukung oleh seluruh data yang relevan, yang secara utuh melukiskan
“integrated learning experiences” atau pengalaman belajar yang terpadu yang dialami oleh
siswa dalam kelas sebagai suatu kesaatuan.
Portofolio terbagi dalam dua bagian yakni “Portofolio tampilan”, dan “Portofolio dokumentasi”
Portofolio Tampilan berbentuk papan empat muka berlipat yang secara berurutan menyajikan:
1. Rangkuman Permasalahan yang dikaji
2. Berbagai alternatif Kebijakan Pemecahan Masalah
19
3. Usulan Kebijakan untuk Memecahkan Masalah
4. Pengembangan Rencana Kerja/Tindakan
Sedangkan Portofolio Dokumentasi dikemas dalam Map Ordner atau sejenisnya yang disusun
secara sistematis mengikuti urutan Portofolio Tampilan.
Portofolio tampilan dan Dokumentasi selanjutnya disajikan dalam suatu simulasi “Public
Hearing” atau dengar pendapat yang menghadirkan pejabat setempat yang terkait dengan
masalah portofolio tersebut. Acara dengar pendapat dapat dilakukan di masing-masing kelas
atau dalam suatu acara “Show Case” atau “Gelar Kemampuan” bersama dalam suatu acara
sekolah, misalnya di akhir semester. Bila dikehendaki arena “Show case” tersebut dapat pula
dijadikan arena “contest” atau kompetisi untuk memilih kelas portofolio terbaik untuk
selanjutnya dikirim ke dalam “Show case and Contest” antar sekolah dalam lingkungan
Kabupaten/Kota atau malah untuk acara regional propinsi atau nasional. Tujuan semua itu
antara lain untuk saling berbagi ide dan pengalam belajar antar “young citizens” yang secara
psiko-sosial dan sosial-kultural pada gilirannya akan dapat menumbuhkembangkan “ethos”
demokrasi dalam konteks “harmony in diversity”.
Setelah acara dengan pendapat, dengan fasilitasi guru diadakan kegiatan “refleksi” yang
bertujuan untuk secara individual dan bersama merenungkan dan mengendapkan dampak
perjalanan panjang proses belajar bagi perkembangan pribadi siswa sebagai warganegara.
Ajaklah siswa untuk menjawab pertanyaan Apa yang kalian peroleh dari keterlibatan dalam
keselutuhan proses pembelajaran itu? Topik Inti yang dapat dikembangkan dalam model
tersebut adalah “Kebijakan Publik” sebagai suatu konsep politik yang bersifat “generik” yang
didalamnya “embedded” sejumlah nilai, konsep, dan prinsip demokrasi.
Langkah 3. Penutup
Sepuluh menit dari pertemuan tatap muka kedua digunakan oleh guru untuk memberi
debriefing atau penegasan dan penguatan terhadap nilai yang implisit melekat dalam
pertanyaan triger, yakni nilai-nilai yang terkandung dalam hak, kewajiban dan tanggung jawab
sebagai anggota masyarakat, seperti peka, tanggap, terbuka, demokratis, kooperatif,
kompetetif untuk kebaikan, empatik, argumentatif dan prospektif dalam konteks kehidupan
bermasyarakat atas dasar keyakinan yang didukung oleh pemahaman dan pengenalannya
secara utuh, dalam praksis kehidupan sehari-hari di lingkungannya.
Model Tematik
Di lihat dari perkembangan psikologisnya seperti diteorikan oleh Piaget peserta didik SD/MI
dengan rentang usia 6 s.d 12 tahun berada pada tingkat operasi konkrit (concrete operation) dan
awal dari operasi formal (formal operation) yang ditandai dengan mulai berkembangnya abstraksi
dalam pemikiran. Dilihat dari lingkungan kehidupannya seperti dikonsepsikan oleh Paul R. Hanna
dalam model lingkup kehidupan semakin meluas (expanding environment), peserta didik di SD/MI
berada dalam lingkup komunitas dan sosial budaya, rumah, sekolah dan lingkungan sekitar (lingkungan
desa sampai dengan lingkungan negara).
Dengan mempertimbangkan perkembangan psikologis dan lingkup interaksi sosial budaya
peserta didik telah ditetapkan bahwa pelaksanaan kegiatan kurikuler di SD/MI dibagi dalam 2
penggalan. Penggalan pertama terdiri atas kelas-kelas rendah (I, II dan III), dan penggal kedua terdiri
atas kelas-kelas yang lebih tinggi (IV, V dan VI). Untuk kelas-kelas rendah kegiatan kurikuler
diorganisasikan dalam bentuk pembelajaran tematis, sedangkan untuk kelas-kelas yang lebih tinggi
diorganisasikan dalam bentuk pembelajaran berbasis mata pelajaran.
20
Pembelajaran tematik adalah model pembelajaran yang menggunakan tema tertentu sebagai titik
sentral pembelajaran yang mengakomodasikan berbagai kompetensi dasar yang harus dicapai dari
satu mata pelajaran atau beberapa mata pelajaran. Sedangkan pembelajaran terpadu adalah proses
pembelajaran yang mengkaitkan atau menghubungkan tema atau topik yang berkaitan dalam satu
mata pelajaran atau antarmata pelajaran pada suatu kurikulum sekolah.
Karakteristik model pembelajaran terpadu adalah holistik, bermakna, otentik, dan aktif. Oleh
karena itu, pembelajaran terpadu sangat diperlukan terutama untuk Sekolah Dasar, karena pada
jenjang ini siswa dalam menghayati pengalamannya masih secara totalitas serta masih sulit
menghadapi pemilahan yang artificial
Pemaduan dalam pembelajaran terpadu didasarkan pada pertimbangan rasional antara lain: 1)
kebanyakan masalah dan pengalaman termasuk di dalamnya pengalaman belajar bersifat
interdisipliner; 2) untuk memahami, mempelajari, dan memecahkannya diperlukan multiskill; 3) adanya
tuntutan interaksi kolaboratif yang tinggi dalam pemecahan masalah; 4) memudahkan siswa membuat
hubungan antarskematika dan transfer pemahaman antarkonteks; 5) demi efisiensi; 6) adanya tuntutan
keterlibatan siswa yang lebih tinggi dalam proses pembelajaran.
Pembelajaran tematis adalah bentuk pengorganisasian pembelajaran terpadu. Dalam
pembelajaran bentuk ini peserta didik belajar melalui pemahaman dan pembiasaan perilaku yang
terkait pada kehidupannya. Peserta didik belum secara formal diperkenalkan pada mata pelajaran.
Tujuan akhir dari pembelajaran tematik adalah berkembangnya potensi peserta didik secara alami
sesuai dengan usia dan lingkungannya. Dalam pembelajaran berbasis mata pelajaran peserta didik
sudah secara formal diperkenalkan kepada mata pelajaran yang ada dalam kurikulum SD/MI.
Dalam pembelajaran tematik terdapat beberapa hal yang perlu mendapat perhatian yaitu:
1) pembelajaran tematik dimaksudkan agar pelaksanaan kegiatan pembelajaran menjadi lebih
bermakna dan utuh;
2) dalam pelaksanaan pembelajaran tematik perlu mempertimbangkan antara lain alokasi waktu
setiap tema, memperhitungkan banyak dan sedikitnya bahan yang ada di lingkungan;
3) usahakan pilihan tema yang terdekat dengan anak;
4) lebih mengutamakan kompetensi dasar yang akan dicapai daripada tema (Ahman, Dkk, 2004).
Pembelajaran tematik memiliki kekuatan/keunggulan antara lain:
1) pengalaman dan kegiatan belajar relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan
siswa;
2) menyenangkan karena bertolak dari minat dan kebutuhan siswa;
3) hasil belajar akan bertahan lebih lama karena lebih berkesan dan bermakna;
4) mengembangkan keterampilan berpikir siswa dengan permasalahannya yang dihadapi;
5) menumbuhkan keterampilan sosial dalam bekerja sama, toleransi, komunikasi dan tanggap
terhadap gagasan porang lain.
Secara umum langkah-langkah menyusun pembelajaran tematik antarmata pelajaran sebagai
berikut.
a. mempelajari kompetensi dasar pada kelas dan semester yang sama dari setiap mata
pelajaran;
b. membuat/memilih tema yang dapat mempersatukan kompetensi-kompetensi tersebut
untuk setiap kelas dan semester;
c. membuat matrik atau bagan hubungan kompetensi dasar dengan tema/topik;
d. membuat pemetaan pembelajaran tematik dalam bentuk matrik atau jaringan tema;
e. menyusun silabus berdasarkan matrik/jaringan tema pembelajaran tematik;
f. menyusun rencana pembelajaran tematik
21
Matrik 1. Contoh Jaringan Indikator
Bahasa Indonesia:
PKn
menceritakan peristiwa
mencintai kekayaan alam
alam yang pernah
Indonesia
dilihat,dialami, di dengar
bangga memiliki alam
Menjelaskan isi gambar
Indonesia
seri tentang peristiwa alam
bangga sebagai anak Indonesia
Matematika:
Memecahkan masalah sehari- BANGGA
hari yang melibatkan pen- BERTANAH Kertakes:
menyanyikan lagu-lagu
jumlahan dan pengurangan AIR
kecintaan pada tanah air dengan
INDONESIA benar
Pengetahuan Alam: membuat kolase dari berbagai
membedakan lingkungan objek dan bahan dari alam
sehat dan tidak sehat
mengidentifikasi penyebab
pencemaran lingkungan Mata pelajaran lainnya
menjelaskan pengaruh ling-
kungan terhadap kesehatan
Gambar/ matrik di atas menunjukkan contoh hubungan tema dari mata pelajaran PKn dengan
indikator-indikator mata pelajaran bahasa Indonesia, matematika, IPA, Kertakes, dan PKn. Setelah
membuat jaringan Indikator, kemudian buatlah pemetaan pembelajaran tematik dalam bentuk jaringan
tema model jaring laba-laba (webbed) sesuai dengan jaringan indikator tersebut di atas.
menyimak
membuat kk Sikap
Cerita Perilaku
Dst A
pendek Cinta
E tanah air Dst
Peristiwa
alam
melukis
Bangga alam
B Menjumlah/ Bertanah
Mengurang
air
Karya
Indonesia seni
D
rupa
Gunung, Dst lagu
pantai
wisata Dst membuat
Pulau kolase
C Pence-
maran
Dst
Penyebab
Dampak
22
Matrik 2
Jaringan Laba-laba tema Bangga bertanah air Indonesia
(Kelas III SD)
Matrik di atas menggambarkan jaringan tema Bangga bertanah air Indonesia dengan
sub tema (anak tema) mata pelajaran lain. Kode ”A” yaitu cerita pendek tentang alam atau
peristiwa alam Indonesia merupakan anak tema yang diambil dari mata pelajaran bahasa
Indonesia. Anak tema tersebut dibagi menjadi beberapa anak tema diantaranya menyimak
dan membuat cerita pendek tentang peristiwa alam yang pernah terjadi di daerahnya.
Kode ”B” yaitu menjumlah merupakan anak tema yang diambil dari mata pelajaran
matematika yang kemudian dapat dibagi menjadi beberapa anak tema diantaranya menjumlah
peristiwa alam di daerahnya seperti longsor atau gunung meletus yang pembelajarannya
diarahkan kepada kesadaran menjaga kelestarian lingkungan.
Kode ”C” yaitu pencemaran merupakan anak tema yang diambil dari mata pelajaran
IPA, yang kemudian memiliki anak tema faktor penyebab dan dampak pencemaran
lingkungan yang dapat mengakibatkan kerugian bagi manusia dan lingkungan alam sekitar.
Dalam hal ini target hasil belajarnya adalah kesadaran untuk mencintai lingkungan alam di
daerahnya seperti tidak membuang sampah sembarangan, tidak mencemari hutan, dan
sebagainya.
Kode” D” yaitu karya seni rupa merupakan anak tema mata pelajaran kerajinan
tangan dan kesenian, yang memiliki anak tema diantaranya membuat lukisan keindahan alam
Indonesia dan membuat kolase yang dikembangkan dari obyek dan bahan di alam sekitar.
Terakhir kode ”E” yaitu cinta tanah air merupakan anak tema yang diambil dari mata
pelajaran PKn dengan harapan siswa memiliki sikap dan perilaku cinta dan bangga terhadap
kekayaan dan keindahan alam Indonesia.
Dalam mengimplementasikan model pembelajaran tematik ini ada beberapa tahapan
kegiatan yang mesti dilakukan guru yaitu tahap perencanaan, Pelaksanaan, dan Penilaian.
Tahap perencanaan meliputi langkah-langkah perencanaan pembelajaran terpadu
sebagaimana telah diuraikan di atas atau kegiatan belajar 1 yaitu: menetapkan pembelajaran
yang akan dipadukan, mempelajari kompetensi dasar setiap mata pelajaran;
membuat/memilih tema; membuat matrik atau bagan hubungan kompetensi dasar dengan
tema/topik; membuat pemetaan pembelajaran tematik dalam bentuk matrik atau jaringan
tema; menyusun silabus, dan menyusun rencana pembelajaran tematik.
Tahap pelaksanaan merupakan kegiatan guru dalam membelajarkan siswa dengan
menggunakan pendekatan, metode, dan pola pembelajaran tertentu yang dapat dipilah
menjadi kegiatan persiapan, pembukaan, kegiatan inti, dan penutup. Tahap penilaian
merupakan kegiatan guru untuk menilai proses dan hasil belajar siswa yang meliputi
prosedur, jenis, bentuk, dan alat penilaian.
Kegiatan guru dalam tahap pelaksanaan dan penilaian biasanya sudah dirumuskan
secara rinci dalam Rencana Pembelajaran. Oleh karena itu, untuk mengetahui kegiatan-
kegiatan guru dalam pembelajaran tematis dapat Anda lihat dalam rencana pembelajaran
yang akan ditampilkan pada uraian berikut.
23
HAND OUT 13 DAN 14
B. Pengembang Silabus
Pengembangan silabus dapat dilakukan oleh para guru secara mandiri atau berkelompok dalam
sebuah sekolah atau beberapa sekolah, kelompok Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), dan
Dinas Pendidikan.
2. Kelompok Sekolah
Apabila guru kelas atau guru mata pelajaran karena sesuatu hal belum dapat melaksanakan
pengembangan silabus secara mandiri, maka pihak sekolah dapat mengusahakan untuk
membentuk kelompok guru kelas atau guru mata pelajaran untuk mengembangkan silabus
yang akan dipergunakan oleh sekolah tersebut
4 Dinas Pendidikan
Dinas Pendidikan setempat dapat memfasilitasi penyusunan silabus dengan membentuk
sebuah tim yang terdiri atas para guru berpengalaman di bidangnya masing-masing. Bila
24
dirasakan perlu ada nara sumber, diharapkan dapat berkoordinasi dengan pihak-pihak lain
yang relevan dan peduli dengan upaya peningkatan kualitas pendidikan.
Dalam pengembangan silabus, sekolah, kelompok kerja guru, atau dinas pendidikan dapat
meminta bantuan/bimbingan teknis dari perguruan tinggi, LPMP, atau lembaga terkait yang ada,
baik di dalam maupun di luar Departemen Pendidikan Nasional
2. Relevan
Cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran, dan urutan penyajian materi dalam silabus sesuai
dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosional, dan spiritual peserta didik.
3. Sistematis
Komponen-komponen silabus saling berhubungan secara fungsional (korelasi) dalam
mencapai kompetensi.
4. Konsisten
Ada hubungan yang konsisten (ajeg, taat asas) antara kompetensi dasar, indikator, materi
pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber belajar, dan sistem penilaian. Untuk
memudahkan melihat konsistensi, silabus dapat ditampilkan dalam suatu matriks.
5. Memadai
Cakupan indikator, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber belajar, dan
sistem penilaian cukup untuk menunjang pencapain kompetensi dasar.
7. Fleksibel
Keseluruhan komponen silabus dapat mengakomodasi variasi peserta didik, pendidikan, serta
dinamika perubahan yang terjadi di sekolah dan tuntutan masyarakat. Sementara itu, materi
ajar ditentukan berdasarkan dan atau memperhatikan kultur daerah masing-masing. Hal ini
dimaksudkan agar kehidupan peserta didik tidak asing atau tidak jauh dari lingkungannya.
8. Menyeluruh
Komponen silabus mencakup keseluruhan ranah kompetensi (kognitif, afektif, psikomotor).
A. Komponen silabus
Silabus memuat sekurang-kurangnya komponen-komponen berikut ini.
1. Identitas Silabus
2. Standar Kompentensi
3. Kompetensi Dasar
4. Materi Pokok/Pembelajaran
5. Kegiatan Pembelajaran
6. Indikator
7. Penilaian
8. Alokasi Waktu
9. Sumber Belajar
Komponen-komponen silabus di atas, selanjutnya dapat disajikan dalam contoh format silabus,
baik secara horisontal atau vertikal sebagai berikut.
SILABUS
Catatan:
* Kegiatan Pembelajaran: kegiatan-kegiatan yang spesifik yang dilakukan siswa untuk mencapai
SK dan KD
* Alokasi waktu: termasuk alokasi penilaian yang terintegrasi dengan pembelajaran (n x 40
menit)
* Sumber belajar: buku teks, alat, bahan, nara sumber, dan atau lainnya.
26
B. Langkah-langkah Pengembangan Silabus
27
5. Mengembangkan Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan
proses mental dan fisik melalui interaksi antarpeserta didik, peserta didik dengan guru,
lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi dasar. Kegiatan
pembelajaran yang dimaksud dapat terwujud melalui penggunaan pendekatan pembelajaran
yang bervariasi dan berpusat pada peserta didik. Kegiatan pembelajaran memuat kecakapan
hidup yang perlu dikuasai peserta didik.
6. Merumuskan Indikator
Untuk mengembangkan instrumen penilaian, terlebih dahulu diperhatikan indikator. Oleh
karena itu, di dalam penentuan indikator diperlukan kriteria-kriteria berikut ini.
Kriteria indikator adalah sebagai berikut.
a. Sesuai tingkat perkembangan berpikir siswa.
b. Berkaitan dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar.
c. Memperhatikan aspek manfaat dalam kehidupan sehari-hari (life skills).
d. Harus dapat menunjukkan pencapaian hasil belajar siswa secara utuh (kognitif, afektif, dan
psikomotor).
e. Memperhatikan sumber-sumber belajar yang relevan.
f. Dapat diukur/dapat dikuantifikasikan/dapat diamati.
g. Menggunakan kata kerja operasional.
28
7. Penilaian
Penilaian pencapaian kompetensi dasar peserta didik dilakukan berdasarkan indikator. Di
dalam kegiatan penilaian ini terdapat tiga komponen penting, yang meliputi: (a) teknik
penilaian, (b) bentuk instrumen, dan (c) contoh instrumen.
a. Teknik Penilaian
Penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis dan
menafsirkan proses dan hasil belajar siswa yang dilakukan secara sistematis dan
berkesinambungan sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan
keputusan pendidikan untuk menentukan tingkat keberhasilan pencapaian kompetensi
yang telah ditentukan. Adapun yang dimaksud dengan teknik penilaian adalah cara-cara
pengukuran yang ditempuh untuk memperoleh informasi mengenai proses dan produk
yang dihasilkan pembelajaran yang dilakukan oleh peserta didik.
Ada beberapa teknik yang dapat dilakukan dalam rangka pengukuran, yang secara garis
besar dapat dikategorikan sebagai teknik tes dan teknik nontes.Teknik tes merupakan cara
untuk memperoleh informasi melalui serangkaian pertanyaan dan penugasan yang
memerlukan jawaban. Alat yang digunakan dalam pengukuran tes dapat berupa soal dan
atau tugas. Sedangkan teknik pengukuran nontes merupakan suatu cara untuk
memperoleh data/informasi melalui pedoman observasi.
29
11) Penilaian berorientasi pada Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar dan Indikator.
Dengan demikian, hasilnya akan memberikan gambaran mengenai perkembangan
pencapaian kompetensi.
12) Penilaian dilakukan secara berkelanjutan (direncanakan dan dilakukan terus menerus)
guna mendapatkan gambaran yang utuh mengenai perkembangan penguasaan
kompetensi siswa, baik sebagai efek langsung (main effect) maupun efek pengiring
(nurturant effect) dari proses pembelajaran.
13) Sistem penilaian harus disesuaikan dengan kegiatan pembelajaran yang ditempuh
dalam proses pembelajaran. Misalnya, jika pembelajaran menggunakan pendekatan
tugas observasi lapangan, penilaian harus diberikan baik pada proses (keterampilan
proses) misalnya teknik wawancara, maupun produk/hasil dengan melakukan
observasi lapangan yang berupa informasi yang dibutuhkan.
b. Bentuk Alat/Instrumen
Bentuk instrumen yang dipilih harus disesuaikan dengan teknik penilaiannya. Oleh karena
itu, bentuk instrumen yang dikembangkan dapat berupa tehnik :
1) Tes tulis, dapat berupa tes esai/uraian, pilihan ganda, isian, menjodohkan dsb
2) Tes lisan, yaitu berbentuk daftar pertanyaan.
3) Tes unjuk kerja, dapat berupa tes identifikasi, tes simulasi, dan uji petik kerja produk,
uji petik kerja prosedur, atau uji petik kerja prosedur dan produk.
4) Penugasan, seperti tugas proyek atau tugas rumah.
5) Observasi yaitu dengan menggunakan lembar observasi.
6) Wawancara yaitu dengan menggunakan pedoman wawancara
7) Portofolio dengan menggunakan dokumen pekerjaan, karya, dan atau prestasi siswa.
8) Penilaian diri dengan menggunakan lembar penilaian diri
Sesudah penentuan instrumen tes dipandang tepat, selanjutnya instrumen itu dituliskan di
dalam kolom matriks silabus yang tersedia. Berikut ini disajikan contoh ragam teknik
penilaian beserta bentuk instrumen yang dapat digunakan.
30
c. Contoh Instrumen
Setelah ditetapkan bentuk instrumennya, selanjutnya dibuat contohnya. Contoh instrumen
dapat dituliskan di dalam kolom matriks silabus yang tersedia. Namun, apabila dipandang
hal itu menyulitkan karena kolom yang tersedia tidak mencukupi, contoh instrumen
penilaian dapat diletakkan pada lampiran.
Pengembangan RPP
PANDUAN PENGEMBANGAN
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)
I. Pendahuluan
Dalam rangka mengimplementasikan pogram pembelajaran yang sudah dituangkan di dalam
silabus, guru harus menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). RPP merupakan
pegangan bagi guru dalam melaksanakan pembelajaran baik di kelas, laboratorium, dan/atau
lapangan untuk setiap Kompetensi dasar. Oleh karena itu, apa yang tertuang di dalam RPP
memuat hal-hal yang langsung berkait dengan aktivitas pembelajaran dalam upaya
pencapaian penguasaan suatu Kompetensi Dasar.
Dalam menyusun RPP guru harus mencantumkan Standar Kompetensi yang memayungi
Kompetensi Dasar yang akan disusun dalam RPP-nya. Di dalam RPP secara rinci harus
dimuat Tujuan Pembelajaran,Materi Pembelajaran, Metode Pembelajaran, Langkah-langkah
Kegiatan pembelajaran, Sumber Belajar, dan Penilaian
A. Mencantumkan identitas
Nama sekolah
Mata Pelajaran
Kelas/Semester
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Indikator
Alokasi Waktu
31
Catatan:
RPP disusun untuk satu Kompetensi Dasar.
Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, dan Indikator dikutip dari silabus yang disusun
oleh satuan pendidikan
Alokasi waktu diperhitungkan untuk pencapaian satu kompetensi dasar yang
bersangkutan, yang dinyatakan dalam jam pelajaran dan banyaknya pertemuan. Oleh
karena itu, waktu untuk mencapai suatu kompetensi dasar dapat diperhitungkan dalam
satu atau beberapa kali pertemuan bergantung pada karakteristik kompetensi dasarnya.
G. Mencantumkan Penilaian
Penilaian dijabarkan atas teknik penilaian, bentuk instrumen, dan instrumen yang dipakai untuk
mengumpulkan data. Dalam sajiannya dapat ituangkan dalam bentuk matrik horisontal atau
vertikal. Apabila penilaian menggunakan teknik tes tertulis uraian, tes unjuk kerja, dan tugas
rumah yang berupa proyek harus disertai rubrik penilaian.
32
III. Format Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
SMP/MTs. : ...................................
Mata Pelajaran : ...................................
Kelas/Semester : ...................................
Standar Kompetensi : ...................................
Kompetensi Dasar : ...................................
Indikator : ...................................
Alokasi Waktu : ..... x 40 menit (… pertemuan)
A. Tujuan Pembelajaran
B. Materi Pembelajaran
C. Metode Pembelajaran
D. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran
Pertemuan 1
Pertemuan 2
dst
E. Sumber Belajar
F. Penilaian
33
HAND OUT 15 DAN 16
35
e) Informasi semua aspek kemajuan setiap siswa dan pada gilirannya guru dapat
membantu pertumbuhannya secara efektif untuk menjadi anggota masyarakat dan
pribadi yang utuh.
f) Bimbingan yang tepat untuk memilih sekolah atau jabatan yang sesuai dengan
keterampilan, minat, dan kemampuannya.
4. Prinsip-prinsip
Sebagaimana penilaian pada umumnya, secara umum prinsip-prinsip penilaian berbasis
kelas adalah sebagai berikut:
a. Valid; penilaian berbasis kelas harus mengukur apa yang seharusnya diukur dengan
menggunakan alat yang dapat dipercaya, tepat atau sahih. Sebagai contoh apabila dalam
pelaksanaan kurikulum digunakan pendekatan salah satu obyek yang dinilai. Ketika
merencanakan penilaian, guru memerlukan jaminan bahwa semua kegiatan telah berorientasi
pada usaha untuk menyediakan informasi yang relevan dengan kompetensi dasar..
b. Mendidik; penilaian harus memberik sumbangan positif terhadap pencapaian hasil belajar
siswa. Oleh karena itu penilaian harus dinyatakan dan dapat dirasakan sebagai penghargaan
yang memotivasi bagi siswa yang berhasil dan sebagai pemicu semangat untuk meningkatkan
hasil belajar bagi yang kurang berhasil.
c. Berorientasi pada kompetensi; penalaian harus menilai pencapaian kompetensi dasar yang
dimaksud dalam kurikulum.
d. Adil dan obyektif; penilaian harus adil terhadap semua siswa dan tidak membeda-bedakan
latar belakang siswa yang tidak berkaitan dengan pencapaian hasil belajar. Obyektivitas
penilaian tergantung dan dipengaruhi oleh faktor-faktor pelaksana, kriteria untuk skoring dan
pembuatan keputusan pencapaian hasil belajar. Suatu tugas harus adil dan obyektif untuk laki-
laki dan perempuan, siswa dengan atar belakang budaya yang berbeda, menggunakan bahasa
yang dapat dipahami serta mempunyai kriteria yang jelas dalam mebuat keputusan atau
menerapkan angka atau nilai.
e. Terbuka; kriteria penilaian hendaknya terbuka bagi berbagai kalangan sehingga keputusan
tentang keberhasilan siswa jelas bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
f. Berkesinambungan; penilaian dilakukan secara berencana, bertahap, teratur, terus menerus,
dan berkesinambungan untuk memperoleh gambaran tentang perkembangan kemajuan
belajar siswa. Hasil penilaian perlu dianalisis dan ditindaklanjuti. Penilaian hendaknya
merupakan bagian integral dari proses pembelajaran.
g. Menyeluruh; oenilaian terhadap hasil belajar siswa harus dilaksanakan menyeluruh, utuh, dan
tuntas yang mencakkup aspek kognitif, psikomotor, dan afektif serta berdasarkan pada
berbagai teknik dan prosedur penilaian dengan berbagai bukti hasil belajar siswa. Penilaian
terhadap hasil belajar siswa meliputi aspek penegtahuan, sikap dan nilai danketerampilan,
serta materi secara representatif sehingga hasilnya dapat diintegrasikan sengan baik.
h. Bermakna; penilaian hendaknya mudah dipahami dan dapat ditindaklanjuti oleh pihak-pihak
yang berkepentingan. Hasil penilaian mencerminkan gambaran yang utuh tentang prestasi
siswa yang mengandung informasi keunggulan dankelemahan, minat, dan tingkat penguasaan
siswa dalam pencapaian kompetensi yang ditetapkan.
36
Secara khusus dalam pelaksanaan penilaian berbasis kelas senantiasa harus
memegang prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Apapun jenis penilaiannya harus memungkinkan adanya kesempatan yang terbaik bagi siswa
untuk menunjukkan apa yang mereka ketahui danpahami, serta mendemonstrasikan
kemampuannya. Implikasi dari prinsip ini adalah sebagai berikut:
1) pelaksanaan penilaian berbasis kelas hendaknya dalam suasana yang bersahabat dan
tidak mengancam
2) semua siswa mempunyai kesempatan dan perlakuan yang sama dalam menerima
program pembelajaran sebelumnya yang sama dalam menerima program pembelajaran
sebelumnya dan selama proses penilaian
3) siswa memahami secara jelas apa yang dimaksud dalam penilaian berbasis kelas
4) kriteria untuk membuat keputusan atas hasil [enilaian berbasis kelas hendaknya disepakati
dengan siswa dan orang tua/wali.
b. Setiap guru harus mampu melaksanakan prosedur penilaian berbasis kelas dan pencatatan
secara tepat. Implikasi dari prinsip ini adalah:
1)prosedur penilaian berbasis kelas harus dapat diterima oleh guru dan dipahami secara jelas
2)prosedur penilaian berbasis kelas dan catatan haria hasil belajar siswa hendaknya mudah
dilaksanakan sebagai bagian dari kegiatan belajar mengajar dan tidak harus mengambil
waktu yang berlebihan
3)catatan harian harus mudah dibuat, jelas, mudah dipahami, dan bermanfaat untuk
perencanaan pembelajaran
4)informasi yang diperoleh untuk menilai semua pencapaian belajar siswa dengan berbagai
cara harus digunakan sebagaimana mestinya
5)penilaian pencapaian belajar siswa yang bersifat positif untuk pembelajaran selanjtunya
perlu direncanakan oleh guru dan sisw
6)klasifikasi dan kesulitan belajar harus ditentukan sehingga siswa mendapatkan bimbingan
dan bantuan belajar yang sewajarnya
7)hasil penilaian hendaknya menunjukkan kemajuan dan keberlanjutan pencapaian belajar
siswa
8)penilaian semua aspek yang berkaitan dengan pembelajaran misalnya efektifitas kegiatan
belajar mengajar dan kurikulum perlu dilaksanakan
9)peningkatan keahlian guru sebagai konsekuensi dari diskusi pengalaman dan
membandingkan metode dan hasil penilaian perlu dipertimbangkan
10) pelaporan penampilan siswa kepada orang tua/wali dan atasannya (kepala sekolah, kepala
dinas, dan instansi lain yang terkait) harus dlaksanakan.
2) Hasil penilaian PKn bukan merupakan sesuatu yang final, akan tetapi hanya bersifat
sementara
Sebagaimana lajimnya dalam suatu pelaksanaan penilaian ada siswa yang telah siap
benar-benar untuk melaksanakan penilaian, namun ada kalanya ada siswa yang karena
sesuatu hal tidak siap, sehingga dapat dipastikan hasil yang diperolehnya tidak akan
37
memuaskan. Oleh karena itu jangan sekali-kali setelah selesai melaksanakan pemeriksaan
terhadap hasil penilaian, kemudian kita mendapatkan siswa yang nilanya kurang bagus,
kemudian kita simpulkan, bahwa siswa tersebut anak bodoh.
6. Manfaat Penilaian
Penilaian merupakan suatu pernyataan berdasarkan sejumlah fakta unuk menjelaskan
karakteristik seseorang atau sesuatu. Dalam kerangka penilaian berbasis kelas merupakan suatu
proses pengumpulan, pelaporan dan penggunaan informasi tentang hasil belajar siswa dengan
menerapkan prinsip-prinsip penilaian, pelaksanaan berkelanjutan, bukti-bukti otentik, akurat dan
konsisten sebagai akuntabilitas publik. Lalu apa manfaat dari penilaian tersebut?
38
a. Umpan balik bagi siswa dalam mengetahui kemampuan dan kekurangan sehingga
menimbulkan motivasi untuk memperbaiki hasil belajarnya.
b. Memantau kemajuan dan mendiagnosis kemampuan belajar siswa sehingga memungkinkan
dilakukannya pengayaan dan remediasi untuk memenuhi kebutuhan siswa sesuai dengan
kemajuan dan kemampuannya.
c. Memberikan masukan kepada guru untuk memperbaiki program pembelajarannya di kelas.
d. Memungkinkan siswa mencapai kompetensi yang telah ditentukan walaupun dengan
kecepatan belajar yang berbeda-beda.
e. Memberikan informasi yang lebih komunikatif kepada masyarakat tentang efektivitas
pendidikan sehingga mereka dapat meningkatkan partisipasinya di bidang pendidikan.
Lebih jauh lagi penilaian bermanfaat untuk:
a. Diagnosis hasil belajar siswa; siswa yang membutuhkan waktu lebih lama dibandingkan
dengan siswa normal dalam mencapai kemampuan dasar yang telah ditetapkan
dalamkurikulum harus diberi bantuan untuk mencapai kemampuan dasar tersebut. Penilaian
berguna untuk mendeteksi kebutuhan siswa yang membutuhkan bantuan remediasi atau pun
pengayaan.
b. Prediksi masa depan siswa; penilaian dapat dimanfaatkan guru untuk mengetahui aspek-aspek
mana siswa menonjol, berbakat, dengan melihat indikator keunggulannya. Kemajuan hasil
belajar siswa dari guru mata pelajaran dikirim ke guru bimbingan dan penyuluhan untuk
dianalisis leih lanjut bakat dan minatnya yang dapat dijadikan dasar untuk pengembngan siswa
dalam meilih jenjang profesi/karir di masa depan.
c. Seleksi dan sertifikasi; penilaian berguna sebagai dasar untuk penentuan promosi (kenaikan
kelas) dan sertifikasi bagi siswa yang menamatkan pendidikannya. Penentuan promosi
(kenaikan kelas) didasarkan pada kriteria kenaikan kelas. Komponen kreteria kenaikan kelas
berdasarkan aspek ketercapaian kompetensi dasar mata pelajaran yang telah ditetapkan
dalam kurikulum. Siswa yang dinyatakan naik kelas adalah siswa yang memiliki pengetahuan,
keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang memadai pada tingkatan kelas itu yang direfleksikan
dalamkebiasaan berpikir dan bertindak setelah menyelesaikan aspek atau subaspek mata-
mata pelajaran pada tingkatan kelas tertentu.
d. Umpan balik kegiatan belajar mengajar dan kurikulum sekolah; penilaian berupa catatan
kemajuan belajar siswa secara keseluruha dapat digunakan sebagai umpan balik bagi para
guru untuk mengevaluasi program-program pembelajaran yang telah disusun dan direvisi
untuk keperluan pembelajaran yang akan datang. Bagi sekolah atau penanggung jawab
kurikulum, catatan kemajuan dapat dijadikan dasar untuk mengevaluasi kurikulum sekolah
yang telah dilaksanakan dan menyempurnakannya agar lebih sesuai dengan kurikulum
nasional dan aspirasi masyarakatnya.
7. Fungsi Penilaian
A. Azis Wahab ( 1989 : 43-44 ) menyatakan, bahwa penilaian dalam PKn mempunyai
fungsi sebagai berikut :
a. Sebagai tolok ukur untuk mengetahui keberhasilan atau kekurangan siswa, guru ataupun
program pengajaran yang telah disampaikan dengan melalui kegiatan proses belajar
mengajar.
Mengacu kepada fungsi penilaian sebagaimana diuraikan tersebut jelas, bahwa
pelaksanaan penilaian pertama-tama berfungsi sebagai tolok ukur untuk mengukur
keberhasilan proses pembelajaran tersebut. Sudah barang tentu yang dijadikan indicator
disini bukan hanya keberhasilan atau kegagalan siswa dilihat dari nilai yang diperolehnya.
Tetapi juga sekaligus keberhasilan atau kegagalan guru dalam melaksanakan proses
pembelajaran di kelas, apakah materi yang disampaikan bias dimengerti dan difahami
oleh siswa atau sebaliknya, apakah penentuan metode, media dan pola evaluasi sudah
39
tepat dengan misi dan tujuan bahan pelajaran yang disajikannya. Kesemuanya itu
merupakan suatu sistem yang satu sama lain dsaling menunjang.
b. Sebagai media klarifikasi, identifikasi serta penalaran diri, nilai, moral dan masalah.
Penilaian juga berfungsi sebagai media klarifikasi, identifikasi serta penalaran diri,
nilai, moral dan masalah. Jadi melalui pelaksanaan evaluasi PPKn, guru dapat
mengklarifikasi dan mengidentifikasi berbagai nilai moral yang menjadi pesan pokok
bahasan tersebut.
c. Sebagai media edukasi ( re-edukasi ) nilai-nilai moral
Fungsi ketiga dari pelaksanaan penilaian adalah sebagai media reedukasi nilai-
nilai moral, dalam arti guru dapat melakukan penanaman kembali nilai moral apa yang
belum difahami oleh siswa.
PENILAIAN
Non-Tes Tes
Skala Sikap
Cek Lis Tes Lisan Tes Tertulis Tes Perbuatan
Kuesioner
Studi Kasus
Portofolio
40
Pendekatan Sistem Penilaian
1. Pengertian dan Tujuan
Penilaian merupakan suatu proses membandingkan antara skor yang diperoleh siswa
dengan acuan yang digunakan yang hasil berupa nilai dengan skala 0-10, 1-4, 1-5, dan
seterusnya. Proses inilah yang kita kenal dengan penilaian atau pemberian nilai. Proses
pemberian nilai akan tergantung pada jumlah skor yang diperoleh pada tes. Dengan
menggunakan beberapa acuan yang telah ditetapkan, skor yang diperoleh siswa selanjutnya
akan berubah menjadi suatu nilai yang dapat dijadikan acuan dalam keputusan apakah siswa
tersebut telah mencapai kompetensi dasar yang ditetapkan atau tidak.
Apakah yang digunakan sebagai bahan pembanding? Acuan yang digunakan dalam
penilaian berbasis kelas dapat menggunakan dua kriteria yaitu kriteria mutlak atau Penilaian
Acuan Patokan (PAP) dan kriteria relatif atau Penilaian Acuan Norma (PAN). Penilaian acuan
patokan sangat bermanfaat dalam upaya meningkatkan kualitas hasil belajar, sebab siswa
diusahakan untuk mencapai standar yang telah ditentukan. Dalam hal ini siswa diusahakan
untuk mencapai standar yang telah ditentukan dan hasil belajar siswa dapat diketahui derajat
pencapaiannya. Pada penilaian acuan norma keberhasilan siswa ditentukan oleh kelompoknya.
Contoh:
Tabel 8. Penilaian Acuan Patokan
Tingkat Penguasaan (%) Nilai
90 - 100 A
80 – 89 B
65 - 79 C
55 - 64 D
<55 E
Contoh:
Tabel 9. Penilaian Acuan Normatif dengan Rentang Nilai 1-10
42