Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN AKHIR

PRAKTIKUM KIMIA FISIKA


“KROMATOGRAFI KERTAS DAN KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS”

Hari/Jam Praktikum : Senin, 11 November 2019 (07.00-10.00)


Asisten Lab : 1. Hanifa Rifdah Aiman
2. Maria Elvina Tresia Butarbutar
3. Rizqa Nurul Aulia

SHIFT A 2019
AISYAH SAFIRA MULIA
260110190027

LABORATORIUM KIMIA FISIKA


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2019
I. TUJUAN
1.1. Mengenal dan memahami prinsip pemisahan dan alat-alat yang digunakan
dalam kromatografi kertas
1.2. Menerapkan metode ini dalam identifikasi dan pemisahan campuran obat
1.3. Mengenal dan memahami prinsip kromatografi lapis tipis
1.4. Menerapkannya dalam identifikasi dan pemisahan senyawa dari
campurannya.

II. PRINSIP
2.1. Adsorpsi
Penyerapan suatu zat pada zat lain atau pengambilan komponen dari
gas/cairan dengan penyerapan oleh suatu padatan (Soekardjo, 2002).
2.2. Kapilaritas
Gejala kenaikan air di dalam pipa kapiler karena gaya kohesi dan adhesi
(Gandjar dan Rohman, 2007).
2.3. Like Dissolved Like
Suatu senyawa akan larut pada senyawa yang memiliki struktur kritis yang
sama. Polar akan larut dalam polar, begitupun sebaliknya (Arsyad, 2001).

III. REAKSI
-
IV. DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
4.1. Data Perlakuan
NO PROSEDUR HASIL FOTO
1. Dibuat batas 1 cm dengan Telah dibuat batas 1 cm
pensil pada tepi pipa kapiler dengan pensil pada tepi
pipa kapiler
2. Dimasukkan n-butanol, etil Telah dimasukkan n-
asetat, dan air dengan butanol, etil asetat, dan air
perbandingan 8:2:10 dengan perbandingan
4:1:5

3. Dimasukkan larutan ke Telah dimasukkan larutan


dalam bejana dan tunggu ke dalam bejana dan
jenuh tunggu jenuh dengan
memasukkan tisu ke dalam
bejana kemudia ditutup
dan tunggu sampai uap
larutan membasahi tisu
4. Dilarutkan jamu dengan Telah dilarutkan jamu
etanol dengan etanol

5. Ditotolkan jamu pada pipa Telah ditotolkan jamu


kapiler pada pipa kapiler
6. Digerus dexamethasone Telah digerus
menggunakan mortar dan alu dexamethasone
menggunakan mortar dan
alu

7. Dilarutkan dexamethasone Telah dilarutkan


dengan etanol dexamethasone dengan
etanol
8. Ditotolkan larutan Telah ditotolkan larutan
dexamethasone dexamethasone
menggunakan pipa kapiler menggunakan pipa kapiler
ke atas silica gel GF254 ke atas silica gel GF254
dengan posisi totolan
dexamethasone berada di
sebelah totolan jamu
9. Dimasukkan silica gel ke Telah dimasukkan silica
dalam bejana, tutp kembali, gel ke dalam bejana,
dan tunggu larutan naik bejanan ditutup kembali,
dan tunggu larutan naik
sampai batas pada ujung
yang berlawanan
10. Dikeluarkan silica gel dari Telah dikeluarkan silica
bejana dan tunggu kering, gel dari bejana dan tunggu
setelah itu amati silica gel kering, setelah itu amati
dibawah sinar uv silica gel dibawah sinar uv
11. Dihitung Rf Jarak Rf tidak dihitung
karena tidak terlihat jelas
jarak totolan yang nampak
di sinar uv

IV. PERHITUNGAN
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑠𝑒𝑛𝑦𝑎𝑤𝑎
Rumus Rf =
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡

V. PEMBAHASAN
Praktikum ini bertujuan untuk mengenal, memahami prinsip
kromatografi lapis tipis, dan menerapkannya dalam identifikasi dan
pemisahan senyawa dari campurannya. Adapun dalam praktikum ini didapati
beberapa prinsip, antara lain adalah adsorbsi, kapilaritas, dan like dissolve
like. Kromatografi merupakan istilah yang sering digunakan dalam
pemisahan zat. Secara teori, kromatografi adalah suatu teknik pemisahan
yang dilakukan berdasarkan perbedaan kelarutan suatu zat pada dua fase
yang berbeda. Dua fase yang dimaksud adalah fase gerak dan fase diam. Zat
yang merupakan fase gerak dapat berupa cairan ataupun padatan bahkan gas.
Adapun kromatografi lapis tipis adalah salah satu analisis kualitatif dari suatu
sampel yang ingin dideteksi dengan memisahkan komponen- komponen
sampel berdasarkan perbedaan kepolaran antara sampel dengan pelarut yang
digunakan. Teknik ini biasanya menggunakan fase diam, dari bentuk plat
silika dan fase geraknya disesuaikan dengan jenis sampel yang ingin
dipisahkan. Larutan atau campuran larutan yang digunakan dinamakan eluen.
Kromatografi lapis tipis ini fasa diamnya merupakan lapisan uniform
bidang datar yang didukung oleh plat kaca, alumunium atau plat selulosa
dalam kromatografi kertas, sedangkan fasa gerak yang sering juga disebut
sebagai pelarut pengembang akan bergerak sepanjang fasa diam dibawah
pengaruh kapiler, pengaruh gravitasi atau pengaruh potensial listrik.
Dibanding dengan jenis lain kromatografi lapis tipis ini lebih mudah
pelaksanaannya.
Untuk melakukan kromatografi ada beberapa prosedur yang harus
dilakukan. Pertama-tama praktikan menggerus bahan-bahan yang akan
dipakai yaitu tablet dexamethasone menggunakan motir dan menyiapkan
jamu, jamu yang dipakai praktikan dalam praktikum ini ialah tolak angin
jamu pegal linu cair. Dexamethasone ditimbang sebesar 300 mg. Kemudian
kedua sampel dilarutkan dalam etanol. Dexamethason dilarutkan dalam 20
mL etanol dan jamu pegal linu dilarutkan dalam 15 mL etanol. Keduanya
dibuat dalam beaker glass yang terpisah dan kemudian diberi label.
Prosedur kedua yang dilakukan adalah pembuatan fase gerak. Fase gerak
dibuat dengan mencampurkan n-butanol, etil asetat, dan akuades dengan
perbandingan 4:1:5. Pada dasarnya, n-butanol dan air tidak dapat bercampur
dengan baik. Oleh karena itu, ke dalam larutan ditambahkan etil asetat yang
dapat membantu melarutkan kedua buah senyawa. Setelah itu, fase gerak
dimasukkan ke dalam bejana kromatografi. Adapun fase diam yang
digunakan pada praktikum ini adalah silica gel. Namun, pada praktikum ini
kami tidak menggunakan bejana kromatografi melainkan menggunakan gelas
bening, dikarenakan alat tidak tersedia. Fase gerak ini tidak dapat langsung
digunakan, melainkan harus ditutup rapat dan ditunggu hingga jenuh terlebih
dahulu. Untuk mengetahui apakah fase gerak tersebut sudah jenuh atau
belum dapat ditaruh tisu di sisi beaker glass tanpa menyentuh permukaan air.
Apabila fase gerak telah jenuh, maka tisu akan terbasahkan dengan
sendirinya. Selama menunggu fase gerak menjadi jenuh, gelas bening tidak
boleh tersenggol atau terguncang.
Selagi menunggu fase gerak menjadi jenuh, praktikan mempersiapkan
silica gel yang akan digunakan. Pertama, praktikan membuat garis batas
sepanjang 1 cm dari bagian atas dan bawah silica gel dengan menggunakan
pensil dan tipis. Apabila terlalu tebal maka akan ada kemungkinan karbon
yang ada pada pensil akan ikut terserap dalam silica gel dan nantinya akan
berpengaruh kepada hasil KLT. Setelah fase gerak yang sebelumnya telah
dibuat sudah jenuh yang ditunjukkan oleh tisu yang terbasahkan dengan
sendirinya, jamu pegal linu dan dexamethasone kemudian ditotolkan ke silica
gel sesuai titik yang telah ditentukan. Usahakan penotolan jangan terlalu
keras karena akan memengaruhi perjalanan atau jalur fase gerak sepanjang
silica gel, dan ada kemungkinan kedua senyawa yang ditotolkan mencampur.
Namun, penotolan juga sebaiknya tidak terlalu sedikit karena akan sulit
mengidentifikasi zat-zat yang tertinggal. Penotolan umumnya menggunakan
pipa kapiler, agar tidak ada bercak yang menyebar. Kemudian silica gel yang
telah ditotolkan oleh dexamethasone dan jamu pegal linu dimasukkan ke
dalam bejana atau gelas bening berisi fase gerak.
Ketika dimasukkan ke dalam fase gerak, pastikan garis batas 1 cm dari
bagian atas dan bawah tidak ikut tercelup ke dalam fase gerak. Hal tersebut
dilakukan agar zat yang telah ditotolkan tidak tercelup dan ikut larut dalam
fase gerak. Pada tahap ini, praktikan tidak memerhatikan tinggi dari fase
gerak dan saat dimasukkan silica gel ke dalam bejana, batas yang telah
ditotolkan bahan-bahan ikut terendam fase gerak. Sehingga, tahap
selanjutnya pun tidak dapat diamati dikarenakan zat sudah larut dalam
larutan jenuh.
Setelah itu, silica gel dikeluarkan dari bejana setelah fase gerak
mencapai batas 1 cm dari atas silica gel pada ujung lain dari silka gel, dan
pastikan agar fase gerak tidak melebihi batas tersebut. Bila fase gerak telah
mencapai batas atas, silica gel dikeluarkan dari bejana dan dikeringkan
sebelum dilakukan pengamatan si sinar UV.
Saat dilakukan pengamatan menggunakan sinar UV, senyawa akan
mengalami fluoroesensi. Panjang gelombang UV yang sering digunakan
berkisar antara 200-400nm. Namun untuk penggunaan panjang gelombang
yang paling rendah umumnya digunakan 254 nm dan 366 nm. Pada teorinya,
ketika digunakan panjang gelombang 254nm, plat KLT (silica gel)
memancarkan warna hijau-kekuningan dan noda yang tertinggal tampak
sebagai warna hitam, yang disebabkan oleh adanya interaksi antara sinar UV
dengan indicator fluoroesensi yang terdapat dalam lempeng. Namun
dikarenakan percobaan sebelumnya zat terendam pada larutan jenuh, saat
diamati dalam sinar UV 254nm tidak terlihat corak apapun, begitupun pada
sinar UV 366nm.
Sementara itu, bila digunakan panjang gelombang 366 nm yang
mengalami fluoroesensi adalah noda itu sendiri dan lempeng akan tampak
berwarna gelap (ungu/biru). Hal ini disebabkan oleh adanya interaksi antara
sinar UV dengan kromofor yang terikat oleh ausokrom pada noda. Bercak
yang terlihat ditandai dengan pensil tipis, agar dapat dihitung jarak serta Rf
zat tersebut.
Perbedaan jarak yang ditempuh zat terlarut disebabkan karena
dipengaruhi oleh kepolaran masing-masing tinta tersebut sehingga harga Rf
yang dihasilkan juga bebeda. Larutan yang bersifat non-polar akan
memperlambat proses kromatografi komponennya, karena komponennya
bersifat polar, sehingga akan mempengaruhi harga Rf, karena perbedaan
kelarutan serta sifat dari campuran tersebut.
Harga Rf dapat diketahui dengan membandingkan jarak antara titik
pusat bercak dari titik awal dengan jarak garis depan dari titik awal. Jika
keadaan luar misalnya sifat penyerap yang agak menyimpang, menghasilkan
kromatogram yang agak menyimpang, menghasilkan kromatogram yang
secara umum menunjukkan angka Rf lebih rendah atau lebih tinggi, maka
sistem pelarut harus diganti dengan yang lebih sesuai. Jika angka hRf lebih
tinggi dari hRf yang dinyatakan, kepolaran pelarut harus dikurangi, jika hRf
lebih rendah maka komponen polar pelarut harus dinaikkan.

VI. Simpulan
5.1. Telah dikenal dan dipahami prinsip pemisahan dan alat-alat yang digunakan
dalam kromatografi kertas.
5.2. Telah diterapkan metode ini dalam identifikasi dan pemisahan campuran
obat.
5.3. Telah dikenal dan dipahami prinsip kromatografi lapis tipis.
5.4. Telah diterapkan dalam identifikasi dan pemisahan senyawa dari
campurannya.
DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, M. 2001. Kamus Kimia: Arti dan Penjelas Istilah. Jakarta: Gramedia.

Gandjar, G. dan Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar.

Soekardjo. 2002. Kimia Anorganik. Jakarta: Rineka Utama.

Anda mungkin juga menyukai