Anda di halaman 1dari 11

Bertemu

Maudy

Disini diambang pintu


Menanti malam melebur
Mengusik angin berpacu
Melirik senja meluruh

Ingat rupanya datang


Menyirat embun pandang
Merasuk pelita pulang
Menyisihkan rindu berulang

Satu lustrum berakhir


Dan sorotanku meremang
Membuat jiwaku berulir
Kedepan sana menerobos bintang.
Nur Nativa

Birama ini langsung tak terkendali


Saat kau bersanding dengan diri ini
Seketika ingin sekali senja tak segera hadir
Membiarkan saat ini tertulis dengan rapi
Takkan diri ini biarkan setitik pun mengusik
Perasaan indah ini untuk melangit

Lidah ini terasa kelu untuk berucap


Hanya kepingan keberanian yang tersisa
Namun mata ini berucap ribuan kata
Untuk menjadi sebuah rangkaian kata
Perpisahan panjang yang akan tiba
Cermin yang Retak

Kutatap dalam cermin


Sosok retak yang tak indah
Sorot sesak di dalam mata
Jeritan yang tak bersuara

Apa yang salah dariku?


Kutanyakan pada langit sore
Pada angin Januari
Yang membawa pergi awanku

Mulutku terjahit benang tak tampak


Tanganku terikat tali tak berwujud
Teriakku menggema
Bergaung di ruang hampa

Aku sekarang berteman gelap


Yang mengurung dalam bisikan
Putihku habis dimakan hitam
Sendirian dalam cermin yang retak
Semestaku
Rosmayanti

Saat dirimu tertawa itu bahagiaku


Senangku melihat senyummu
Hatiku tak karuan menatap matamu
Walau seseorang telah menjadikanmu semestanya

Apa kau menjadikannya semestamu juga?

Jujur saja, aku tak mempersalahkan hal itu


Yang jelas bahagiaku ada padamu
Yang jelas kau semestaku
Dan aku mencintaimu

Sungguh egois diri ini


Mencintaimu dengan lancang
Menginginkanmu dengan sangat
Memangnya siapa aku?

Aku seseorang yang melangitkan namamu


Berharap tuhan akan mendengarku
Semoga aku menjadi semestamu
Dan kamu menjadi semestaku
Panggung Sandiwara
Kusmayanti

Kehidupan panggung sandiwara


Berperan elok di depan khalayak ramai
Bermainkan peran dengan sangat apik
Terlihat bahagia di atas panggung
Entah dengan di balik layar
Siapa yang tahu?

Mimik palsu penting digunakan


Memanipulasi para penikmat nya
Wajah suram dibalik topeng kebahagiaan
Kebohongan menjadi senjata
Demi pertahanan diri tanpa arti.

Biarlah mereka melihat apa yang di atas panggung


Tidak perlu melihat apa yang ada di balik layar
Mahkota hati dalam kesendirian
Melihat segala kehidupan dalam kemunafikan
Historia Petang
Ita Yulianingsih

Ku terawang jalan itu jauh-jauh ke depan


Memandang biru yang yaman dipandang mata
Aku terhanyut dalam ombak angin petang itu
Ku telusuri jejak cerita itu kembali
Kembali ku telaah rasa itu

Sendu, menanti derap langkah yang tak mungkin kembali


Sudah cukup, sudah seharusnya semuanya berhenti
Kenyataannya tak selaras dengan prasangka
Ini hanya historia penulis yang mahir mengarang

Tak ada kisah yang benar terjadi


Itu hanya halusinasi dan imajinasi
Seharusnya tak mudah untuk dipercaya
Seharusmya sudah tidak asing untuk tahu
Kisah itu akan berakhir sama dengan kisah sebelumnya
Suryakanta Nusantara (Soneta Anak Indonesia)
Ajeng Sri Retno

(I)
Senandikaku terdengarlah jauh
Melambai pada sang anggara bayu
Menyapu retak jadilah beradu
Berlimbak-limbak gana tak separuh

Jika ditilik batinku terenyuh


Berpandang selaras menampak satu
Pancarona elok anggun berpadu
Dibuai semesta berpayung teduh

Amatlah pokta sang ibu pertiwi


Menentramkan atma tuan
Mendamaikan netra sanubari

Atmaku kasdu menyaksikan


Namun ketika daku meloka lagi
Tertampak retak tak terbantahkan

(II)
Laksana retaknya cermin
Berusaha untuk direkatkan
Sangat tajam, namun diabaikan
Bebaslah candala dingin

Inca binca meruntuhkan yakin


Dergamalah mengeruhkan
Setitik noda tak dihiraukan
Di negeri bawah angin

Bentala tercemar kepalsuan


Ibu pertiwi kini hasai
Janabijana lir kusut kelindan

Pancarona tercerai berai


Meruntuhkan angan
Bersatu aksa tak tergapai
(III)
Kita mengumandangkan elegi
Bagi rasa keadilan
Bagi rasa kemanusiaan
Disepenjuru ibu pertiwi

Kita menyanyikan tak berseri


Bagi rasa kehilangan
Bagi rasa ketakutan
Di ujung relung hati

Kita butuh gebrakan


Kembalikan utuhku yang malang
Kembalikan tanahku yang kini kasihan

Kita bertaruh menantang


Kembalikan atma memperhatikan
Kembalikan suci bentalaku sayang
Tentangmu
Ajeng Sri Retno

Aku akan berbagi


Tentang luasnya padang imaji
Imaji tentangmu
Tentang waktu yang membeku

Aku akan bercerita


Tentang kisah lama
Yang terus akan kekal
Dikenang waktu dan bahagia

Mengapa harus aku?


Tanyaku padamu kala itu
Kau istimewa
Jawabmu tersenyum semu

Kupikir aku tak cukup indah


Kupikir aku terlalu biasa
Namun kau berkata sebaliknya
Meyakinkanku semua baik saja

Aku bisa tegar menahan badai


Aku tetap membisu diterkam pahit
Aku bisa terus bercerita mengenang masa
Bersama hadapi dunia

Aku dulu terbelenggu


Mimpi mimpi menahanku
Lalu kau datang
Membawakanku kebebasan

Kau membawaku pergi


Pada impian yang dulu hanya kulamuni
Pada khayal yang dulu hanya kurenungi
Pada rasa yang dulu kututupi
Hantu Tawamu
Ajeng Sri Retno

Tawamu kini bukan candu,


Melainkan semengerikan hantu.

Datang menyusup tiba tiba,


Mengejutkanku yang tengah gundah gulana.

Tawamu menakutiku,
Membawakanku kenangan sepahit rindu.

Kau bukan candu,


Aku sudah memastikan itu.

Kau hanya hal indah yang tak sengaja kualami,


Saat aku jauh dari orang yang kucintai.
Memeluk Bayang Semu
Ajeng Sri Retno

Aku terdiam di heningnya malam


Detak jam menemaniku beriringan
Benakku memutar sebuah kenangan
Bernapaskan hadirmu di dalamnya.

Kabut rindu menikamku sejak tadi


Kejam sekali
Tak memberi hatiku ruang lain
Selain untuk bertanya tanya tentangmu.

Sedang apa kau?

Sedang tidur kah?

Atau kau malah bertanya tanya juga,

Tentang aku disini.

Engkau disana
Bergelut dengan benakmu sendiri
Aku disini
Bergelut dengan sisa bayangmu.

Puisi vodka
Aku harap bisa mendengarnya lagi
Suatu hari
Saat kau dan aku bisa bebas.

Puisi vodka
Kau bilang aku vodka bagimu
Aku hanya tertawa
Dan sial, kau juga vodka bagiku.

Aku kesepian
Tak lagi dihangatkan oleh candamu
Aku kesepian
Tak lagi dipandangi oleh mata indahmu itu.

Aku tak bermaksud menaruh rasa


Hanya dia datang tanpa bicara
Menelusup lembut membelah kalbu
Menuntut untuk kupupuk dalam diam.

Dirimu membuatku candu


Padahal kita baru bertemu
Salahkah aku menyukaimu?
Yang hanya sebatas bayang semu

Anda mungkin juga menyukai