Oleh :
Defina Sofi Amalia
21704101069
Dosen Pembimbing
dr. Nuryatien Husna, Sp.KFR
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
taufik dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus tentang “Osteoarthritis
Genu Bilateral + Low Back Pain (LBP) et causa Suspect Spondylolisthesis”. Penulis juga
berterima kasih kepada dr. Nuryatien Husna, Sp.KFR selaku Dosen Pembimbing dan
Dosen Penguji lapangan yang telah memberikan saran pada pembuatan laporan kasus ini.
Penulis berharap laporan kasus ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan mengenai “Osteoarthritis Genu Bilateral + Low Back Pain (LBP) et
causa Suspect Spondylolisthesis”. Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam
laporan kasus ini terdapat banyak kekurangan. Oleh sebab itu, penulis berharap adanya
kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada
sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga laporan kasus ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya
laporan kasus yang telah disusun ini dapat berguna bagi penulis maupun orang yang
membacanya.
Penulis
ii
iii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .............................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ............................................................................................................ ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................................... iii
iii
1
BAB I
PENDAHULUAN
simptomatik di tangan juga terjadi pada 10% orang tua dan sering menghasilkan
keterbatasan fungsi gerak sendi.2,3
Prevalensi OA meningkat berbanding lurus dengan usia. Terlepas dari hal
tersebut, OA jarang terjadi pada orang dewasa di bawah usia 40 tahun dan sangat
lazim terjadi pada orang di atas usia 60 tahun. Penyakit ini juga lebih sering terjadi
pada wanita dibandingkan pria.3
Osteoartritis dapat menyebabkan disfungsi dan disabilitas yang dapat
menghambat atau menganggu aktifitas sehari-hari bahkan dapat menimbulkan
kecacatan fisik bagi penderitanya. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis ingin
mengetahui tentang penyakit OA dan tatalaksananya, khususnya di bidang rehabilitasi
medik.
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui cara penegakan diagnosa OA genu.
2. Untuk mengetahui tatalaksana dari OA genu.
1.4 Manfaat
1. Agar mampu menegakan diagnosa pada kasus OA genu.
2. Agar mampu memberi tatalaksana yang tepat pada kasus OA genu.
3
BAB II
LAPORAN KASUS
2.2 Anamnesis
1. Keluhan Utama
Nyeri kedua lutut
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Ny. D datang ke poliklinik rehabilitasi medik RSUD Syamrabu dengan keluhan
nyeri pada kedua lututnya sejak 5 tahun yang lalu. Nyeri terlokalisasi di lutut, tidak
menjalar. Nyeri yang dirasakan hilang timbul namun memberat sejak 3 minggu
terakhir. Nyeri bertambah berat ketika pasien beraktivitas seperti berpindah posisi
dari duduk ke berdiri, berdiri lama, jalan jauh (±20m), dan jongkok. Nyeri
berkurang saat pasien beristirahat kemudian meluruskan kakinya. Nyeri lutut
disertai kekakuan dirasakan terutama saat bangun di pagi hari ±10-15 menit,
kemudian hilang dengan sendirinya. Pasien juga mengatakan adanya rasa
gemeretak ketika lutut digerakkan. Selain itu, pasien juga mengeluh nyeri pada
punggung bawah sejak 5 tahun setelah jatuh dari sepeda motor. Nyeri dirasakan
hilang timbul. Nyeri muncul terutama saat berganti posisi dari tidur ke duduk,
berdiri lama dan berjalan jauh. Nyeri juga disertai dengan kesemutan pada kedua
telapak kaki. Nyeri berkurang saat pasien membungkuk atau menundukkan badan.
4
Pasien tidak merasakan nyeri ketika batuk, bersin maupun ketika mengejan.
Keluhan tersebut tidak disertai dengan demam.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat penyakit serupa : disangkal
- Riwayat hipertensi : (+) tidak terkontrol
- Riwayat DM : (-)
- Riwayat kolesterol : disangkal
- Riwayat asam urat : disangkal
- Riwayat penyakit jantung : disangkal
- Riwayat stroke : disangkal
- Riwayat trauma : jatuh dari sepeda motor 5 tahun yang lalu dengan
posisi setengah duduk.
- Riwayat operasi : section caesaria ±30 tahun yang lalu.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat penyakit serupa : disangkal
- Riwayat hipertensi : disangkal
- Riwayat DM : disangkal
- Riwayat kolesterol : disangkal
- Riwayat asam urat : disangkal
5. Riwayat Alergi
Disangkal
6. Riwayat Pengobatan
Sebelumnya pasien berobat ke poli orthopedi RSUD Syamrabu dan didiagnosa OA.
Pasien diberikan obat, tetapi pasien lupa nama obat tersebut. Keluhan dirasakan
membaik setelah mengkonsumsi obat tersebut.
7. Riwayat Kebiasaan
Merokok (-), alkohol (-), aktivitas sehari-hari di rumah, seperti memasak, menyapu,
mencuci baju. Pasien pernah bekerja di Jakarta sebagai penjual sayur keliling
menggunakan sepeda motor selama ±20 tahun dan setiap hari jalan lama di pasar.
8. Riwayat Sosial Ekonomi
Sosial
Hubungan pasien dengan keluarga dan tetangga baik.
5
Ekonomi
Pasien tinggal di rumah bersama anak, menantu, dan cucunya. Rumah berlantai
satu dengan toilet jongkok.
9. Riwayat Psikologi
Pasien merasa cemas dan terganggu karena terbatas melakukan kegiatan sehari-hari
akibat penyakit yang dialami.
- Lumbal
Vertebra
Organ/Pemeriksaan
Dekstra Sinistra
Lingkar Quadriseps
43,5 cm 42,5 cm
c. Status Sensorik
Sensibilitas
Ekstremitas Inferior
Pemeriksaan
Dekstra Sinistra
Rasa raba Normal Normal
Rasa nyeri Normal Normal
d. Fungsi Lumbal
Miotom Dermatom
level
Dekstra Sinistra Dekstra Sinistra
L2 5 5 2 2
L3 5 5 2 2
L4 5 5 2 2
L5 5 5 2 2
S1 5 5 2 2
e. Refleks Fisiologis
Refleks Fisiologis
Deep Tendon Reflex (DTR) Dekstra Sinistra
Knee Pess Reflex (KPR) + +
Achilles Pess Reflex (ACR) + +
f. Refleks Patologis
Refleks Patologis Dekstra Sinistra
Babinski refleks - -
Chaddock refleks - -
Oppenheim refleks - -
Gordon refleks - -
Rossolimo refleks - -
8
g. Special Test
Knee Special Test
Pemeriksaan Dekstra Sinistra
Varus test - -
Valgus test - -
Anterior drawer test - -
Posterior drawer test - -
Mc Murray test - -
Patellar femoral grinding test - -
2.8 Diagnosa
Diagnosa kerja:
- OA genu bilateral
- Low back pain et causa suspect spondylolisthesis
- Hipertensi grade I
- Obese class II
Diagnosa fungsional:
Impairment : - Nyeri kedua lutut
- Nyeri punggung bawah
- Kesemutan pada kedua telapak kaki
Disability : Keterbatasan aktivitas untuk berjalan jauh dan berpindah posisi
dari duduk ke berdiri.
Handicap : (-)
10
2.9 Tujuan
a. Tujuan jangka pendek:
o Mengurangi nyeri lutut dan punggung bawah
o Mengoptimalkan luas gerak sendi lutut dan punggung bawah
b. Tujuan jangka panjang:
o Mencegah terjadinya komplikasi
o Meningkatkan kualitas hidup pasien
o Menghambat progresivitas penyakit
2.10 Planning
1. Medical
a) Planning diagnosa : Konsul ke poli jantung terkait hipertensi
b) Planning terapi : PO meloxicam 1 x 15 mg, setelah makan
c) Planning monitoring :
- Gejala klinis
- VAS lutut dan VAS paralumbal
- Tanda-tanda vital
d) Planning Edukasi
- Memberikan edukasi tentang penyakit yang sedang diderita pasien
- Membatasi konsumsi garam (maksimal 2 gram/hari)
- Menurunkan berat badan dengan mengurangi asupan kalori dan
meningkatkan aktivitas fisik
- Lebih banyak konsumsi buah, sayur, dan produk susu rendah lemak.
- Rutin kontrol ke poli penyakit jantung untuk evaluasi hipertensi
2. Rehabilitasi Medis
a) Planning diagnosa :
- X-ray genu bilateral AP/Lateral posisi berdiri
- X-ray lumbosakral AP/lateral
b) Planning terapi :
Modalitas Fisik
- Icing genu bilateral dan paralumbal
- TENS genu bilateral dan paralumbal
Terapi Latihan
- Latihan ROM aktif genu bilateral sesuai toleransi pasien
11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.2 Osteoartritis
3.2.1 Definisi
Osteoartrosis atau osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif
yang berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi. Sendi vertebra, panggul, lutut, dan
pergelangan kaki merupakan sendi yang sering terkena OA.6
Osteoartritis merupakan kelainan sendi non inflamasi dan mengenai sendi-
sendi penumpu berat badan dengan gambaran patologis yang berupa rusaknya tulang
rawan sendi akibat dari perubahan biokimiawi, metabolisme fisiologis maupun
patologis yang terjadi pada persendian.6
3.2.2 Epidemiologi
Osteoartritis merupakan penyakit sendi yang banyak mengenai orang-orang
diatas umur 50 tahun. Orang dengan usia 65 tahun ditemukan gambaran OA pada
foto x-ray sebanyak 85%, meskipun hanya 35%-50% yang mengalami gejala. Pada
umur di bawah 45 tahun, prevalensi terjadinya OA lebih banyak terjadi pada pria
sedangkan pada umur 55 tahun lebih banyak terjadi pada wanita. Pada beberapa
penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan terjadinya OA pada obesitas,
pada sendi penahan beban tubuh.6
Di Indonesia, prevalensi OA mencapai 5% pada usia <40 tahun, 30% pada
usia 40-60 tahun, dan 65% pada usia >61 tahun.5 Untuk OA lutut prevalensinya
cukup tinggi yaitu 15,5% pada pria dan 12,7% pada wanita. Pasien OA biasanya
mengeluh nyeri ketika melakukan aktivitas atau jika ada pembebanan pada sendi
yang terkena. Osteoartritis dengan derajat nyeri yang berat dan terus menerus dapat
mengganggu mobilitas. Diperkirakan 1 sampai 2 juta orang lanjut usia di Indonesia
menderita cacat karena OA.6
3.2.3 Etiologi dan Faktor Resiko
Berdasarkan etiopatogenesisnya, OA dibedakan menjadi dua yaitu OA primer
dan OA sekunder. Osteoartritis primer disebut juga OA idiopatik yaitu OA yang
kausanya tidak diketahui dan tidak ada hubungannya dengan penyakit sistemik
maupun proses perubahan lokal pada sendi. Osteoartritis sekunder adalah OA yang
16
sendi, adanya sintesis yang buruk tidak mampu lagi mengatasi proses destruksi sendi
yang cepat. Hal ini terlihat dari menurunya produksi proteoglikan yang ditandai
dengan menurunnya fungsi khondrosit.9
Perubahan patologik pada OA ditandai oleh kapsul sendi yang menebal dan
mengalami fibrosis serta distorsi. Pada rawan sendi pasien OA juga terjadi proses
peningkatan aktivitas fibrinogenik dan penurunan aktivitas fibrinolitik. Proses ini
menyebabkan terjadinya penumpukan trombus dan komplek lipid pada pembuluh
darah subkondral yang menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan
subkondral tersebut. Ini mengakibatkan dilepaskannya mediator kimiawi seperti
prostaglandin dan interleukin yang selanjutnya menimbulkan bone angina lewat
subkondral yang diketahui mengandung ujung saraf sensibel yang dapat
menghantarkan rasa sakit. Penyebab rasa sakit itu dapat juga berupa akibat dari
dilepasnya mediator kimiawi seperti kinin dan prostaglandin yang menyebabkan
radang sendi, peregangan tendon atau ligamentum serta spasmus otot-otot
ekstraartikuler akibat kerja yang berlebihan.9
Sakit pada sendi juga diakibatkan oleh adanya osteofit yang menekan
periosteum dan radiks saraf yang berasal dari medulla spinalis serta kenaikan tekanan
vena intrameduler akibat stasis vena intrameduler karena proses remodelling pada
trabekula dan subkondral. Sinovium mengalami keradangan dan akan memicu
terjadinya efusi serta proses keradangan kronik sendi yang terkena. Permukaan rawan
sendi akan retak dan terjadi fibrilasi serta fisura yang lama-kelamaan akan menipis
dan tampak kehilangan rawan sendi fokal. Selanjutnya akan tampak respon dari
tulang subkhondral berupa penebalan tulang, sklerotik dan pembentukkan kista. Pada
ujung tulang dapat dijumpai pembentukan osteofit serta penebalan jaringan ikat
sekitarnya. Oleh sebab itu pembesaran tepi tulang ini memberikan gambaran seolah
persendian yang terkena itu bengkak.9
Gambar 3. Osteoartritis.9
19
Peran makrofag di dalam cairan sendi juga penting, yaitu apabila dirangsang
oleh jejas mekanis, material asing hasil nekrosis jaringan atau CSFs, akan
memproduksi sitokin aktivator plasminogen (PA) yang disebut katabolin. Sitokin
tersebut adalah IL-1, IL-6, TNF α dan β, dan interferon (IFN) α dan . Interleukin-1
mempunyai efek multiple pada sel cairan sendi, yaitu meningkatkan sintesis enzim
yang mendegradasi rawan sendi yaitu stromelisin dan kolagenosa, menghambat
proses sintesis dan perbaikan normal khondrosit.8
Faktor pertumbuhan dan sitokin mempunyai pengaruh yang berlawanan dengan
perkembangan OA. Sitokin cenderung merangsang degradasi komponen matriks
rawan sendi, sebaliknya faktor pertumbuhan merangsang sintesis, padahal IGF-1
pasien OA lebih rendah dibandingkan individu normal pada umur yang sama.
Percobaan pada kelinci membuktikan bahwa puncak aktivitas sintesis terjadi setelah
10 hari perangsangan dan kembali normal setelah 3-4 minggu.9
3.2.4 Patofisiologi
Osteoartritis terjadi karena degradasi pada rawan sendi, remodelling tulang,
dan inflamasi. Terdapat 4 fase penting dalam proses pembentukan OA yaitu fase
inisiasi, fase inflamasi, fase nyeri, dan fase degradasi. Pada fase inisiasi terjadi
degradasi pada rawan sendi sehingga kondrosit mengalami replikasi dan
memproduksi matriks baru untuk memperbaiki kerusakan yang dibantu oleh Insulin-
like growth factor (IGF-1), growth hormon, transforming growth factor b (TGF-b)
dan coloni stimulating factors (CSFs).9
Pada fase inflamasi, sel menjadi kurang sensitif terhadap IGF-1 sehingga
meningkatnya sitokin pro-inflamasi dan jumlah leukosit. IL-1 dan TNF-α
mengaktifasi enzim degradasi seperti collagenase dan gelatinase untuk membuat
produk inflamasi pada OA. Selanjutnya pada fase nyeri, terjadi penumpukan trombus
dan komplek lipid pada pembuluh darah subkondral sehingga menyebabkan
terjadinya iskemik dan nekrosis jaringan. Hal ini mengakibatkan lepasnya mediator
kimia seperti prostaglandin dan interleukin yang dapat menghantarkan rasa nyeri,
mediator kimia seperti kinin yang dapat menyebabkan peregangan tendo, ligamen
serta spasme otot-otot. Nyeri juga diakibatkan oleh adanya osteofit yang menekan
periosteum dan radiks saraf yang berasal dari medulla spinalis serta kenaikan
tekanan vena intramedular akibat stasis vena pada pada proses remodelling trabekula
dan subkondrial.9
20
Fase yang terakhir yaitu fase degradasi, terjadi peningkatan IL-1 yang
mempunyai efek yaitu meningkatkan sintesis enzim yang mendegradasi rawan sendi.
Faktor pertumbuhan dan sitokin membawa pengaruh yang berlawanan selama
perkembangan OA. Sitokin cenderung merangsang degradasi komponen matriks
rawan sendi sedangkan faktor pertumbuhan merangsang sintesis.9
3.2.5 Klasifikasi
Seperti telah dijelaskan di atas OA dapat terjadi secara primer (idiopatik)
maupun sekunder, seperti yang tercantum di bawah ini:10
Tabel 1. Osteoartritis idiopatik dan sekunder.10
IDIOPATIK SEKUNDER
Setempat Trauma
Tangan: − akut
- nodus Heberden dan Bouchard (nodal) − kronik (okupasional, port)
- artritis erosif interfalang Kongenital atau developmental:
- karpal-metakarpal I Gangguan setempat:
− Penyakit Leg-Calve-Perthes
− Dislokasi koksa kongenital
Kaki: − Slipped epiphysis
- haluks valgus
- haluks rigidus
- jari kontraktur (hammer/cock-up toes) Faktor mekanik
- talonavikulare − Panjang tungkai tidak sama
− Deformitas valgus / varus
− Sindroma hipermobilitas
Coxa
- eksentrik (superior)
- konsentrik (aksial, medial) Metabolik
- difus (koksa senilis) − Okronosis (alkaptonuria)
21
− Hemokromatosis
− Penyakit Wilson
Vertebra − Penyakit Gaucher
- sendi apofiseal
- sendi intervertebral
- spondilosis (osteofit) Endokrin
- ligamentum (hiperostosis, penyakit Forestier, − Akromegali
diffuse idiopathic skeletal hyperostosis=DISH) − Hiperparatiroidisme
− Diabetes melitus
Tempat lainnya: − Obesitas
- glenohumeral − Hipotiroidisme
- akromioklavikular
- tibiotalar
- sakroiliaka Penyakit Deposit Kalsium
- temporomandibular − deposit kalsium pirofosfat dihidrat
− artropati hidroksiapatit
Menyeluruh: Penyakit Tulang dan Sendi lainnya
Meliputi 3 atau lebih daerah yang tersebut diatas Setempat:
(Kellgren-Moore) Fraktur
Nekrosis avaskuler
reumatologi ringkas berdasarkan prinsip GALS (Gait, arms, legs, spine) dengan
memperhatikan gejala-gejala dan tanda-tanda sebagai berikut:
1. Nyeri sendi
Nyeri sendi merupakan hal yang paling sering dikeluhkan. Nyeri sendi pada OA
merupakan nyeri dalam yang terlokalisir, nyeri akan bertambah jika ada
pergerakan dari sendi yang terserang dan sedikit berkurang dengan istirahat. Nyeri
juga dapat menjalar (radikulopati) misalnya pada OA servikal dan lumbal.
Claudicatio intermitten merupakan nyeri menjalar ke arah betis pada OA lumbal
yang telah mengalami stenosis spinal. Predileksi OA pada sendi-sendi;
carpometacarpal I (CMC I), metatarsophalangeal I (MTP I), sendi apofiseal
tulang belakang, lutut, dan paha).
2. Kaku pada pagi hari (morning stiffness)
Kekakuan pada sendi yang terserang terjadi setelah imobilisasi misalnya karena
duduk di kursi atau mengendarai mobil dalam waktu yang sukup lama, bahkan
sering disebutkan kaku muncul pada pagi hari setelah bangun tidur (morning
stiffness).
3. Hambatan pergerakan sendi
Hambatan pergerakan sendi ini bersifat progresif lambat, bertambah berat secara
perlahan sejalan dengan bertambahnya nyeri pada sendi
4. Krepitasi
Rasa gemeretak (seringkali sampai terdengar) yang terjadi pada sendi yang sakit.
5. Perubahan bentuk sendi
Sendi yang mengalami OA biasanya mengalami perubahan berupa perubahan
bentuk dan penyempitan pada celah sendi. Perubahan ini dapat timbul karena
kontraktur sendi yang lama, perubahan permukaan sendi, berbagai kecacatan dan
gaya berjalan dan perubahan pada tulang dan permukaan sendi. Seringkali pada
lutut atau tangan mengalami perubahan bentuk membesar secara perlahan-lahan.13
6. Perubahan gaya berjalan
Hal yang paling meresahkan pasien adalah perubahan gaya berjalan, hampir
semua pasien OA pada pergelangan kaki, lutut dan panggul mengalami perubahan
gaya berjalan (pincang). Keadaan ini selalu berhubungan dengan nyeri.14
23
3.2.7 Diagnosis
Diagnosis pada OA didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis akan didapatkan gejala-gejala yang sudah
berlangsung lama, tetapi berkembang secara perlahan-lahan. Gejala utama adalah
nyeri pada sendi yang terkena, terutama pada waktu bergerak. Awal mula terasa
kaku, kemudian timbul rasa nyeri yang berkurang dengan istirahat. Terdapat
hambatan pada gerak sendi, biasanya semakin bertambah berat sejalan dengan
bertambahnya rasa nyeri. Kaku pada pagi hari dapat timbul setelah imobilisasi,
seperti duduk dalam waktu yang cukup lama atau setelah bangun tidur. Krepitasi
atau rasa gemeretak pada sendi yang sakit juga menjadi keluhan dari penderita OA.
Pemeriksaan pada pasien OA antara lain :15
a) Range of Motion (ROM)
Pada pemeriksaan ROM dapat dilakukan secara aktif maupun pasif dengan cara
genu difleksikan, ekstensi, dan rotasi internal maupun eksternal. Normal fleksi
rata-rata 1350 dan ekstensi 00 sedangkan rotasi internal dan eksternal yaitu 1000.
b) Pemeriksaan Neurologi
Manual Muscle testing
Tabel 2. Knee MMT.15
ROM Otot Inervasi Cara
Ekstensi Ekstensor primer : Paha distabilisasi
quadriseps Saraf femoralis, L2, dengan satu
L3, L4 tangan pemeriksa
dan tangan yang
lain di atas genu
lalu pasien
diminta ekstensi
maksimal dan
pemeriksa
memberikan
tahanan lalu
rasakan otot
quadrisep pada
tangan yang
berada di paha
Fleksi Fleksor primer : Pasien berbaring
Harmstring pada posisi
- Semimembranosu Saraf skiatik tibial, terlentang lalu
s L5 diminta untuk
- Semitendinosus Saraf skiatik tibial, fleksi dan
- Biseps femoris L5 pemeriksa
Saraf skiatik tibial, memberikan
24
S1 tahanan dengan
tangan berada di
atas paha bawah
lalu tangan yang
lain memegang
sendi ankle
kemudian rasakan
otot harmstring
Sensoric testing
Tabel 3. Tes Sensorik Lutut.15
Saraf Inervasi Bagian
L4 Saraf safena cabang saraf Lutut anterior ke medial kaki
femoralis
L3 Saraf femoralis Anterior paha dan atas sendi lutut
L2 Saraf femoralis Medial paha
S2 Saraf kutaneus femoralis Bagian tengah posterior paha dan
posterior fossa popliteal
Reflex testing
Pemeriksa mengetuk tendon infrapatellar.
dan kedua kaki sejajar. Caranya dengan menggerakan tulang tibia ke atas maka
akan terjadi gerakan hiperekstresi sendi lutut dan sendi lutut akan terasa kendor.
Posisi pemeriksa di depan kaki penderita. Jika terdorong lebih dari normal, artinya
tes drawer positif.
b. Foto X-ray
Pada sebagian besar kasus, radiografi pada sendi yang terkena osteoarthritis sudah
cukup memberikan gambaran diagnostik. Gambaran radiologis yang dapat
mendukung diagnosa OA meliputi:16
- Penyempitan celah sendi yang sering kali asimetris (lebih berat pada bagian
yang menanggung beban)
- Peningkatan densitas tulang subkondral
- Kista tulang
- Osteofit pada tepi sendi
- Perubahan struktur anatomi sendi
Derajat kerusakan sendi berdasarkan gambaran radiologis kriteria Kellgren &
Lawrence:
Tabel 4. Gambaran radiologis OA menurut Kellgren & Lawrence.16
30
c. MRI
Pemeriksaan MRI dapat dilakukan untuk melihat kondisi tulang dan cartilago.
MRI dapat mendeteksi adanya kehilangan dari kartilago sendi.18
a b c
Gambar 15. Gambaran MRI OA. a. Kartilago femoral dan tibia. b. Lesi lateral femoral
bone marrow. c. Efusi sendi.18
31
3.2.8 Tatalaksana
a. Konservatif
- Farmakologi
Untuk OA dengan gejala nyeri ringan hingga sedang, dapat diberikan salah satu
obat berikut ini:
• Acetaminophen (kurang dari 4 gram per hari).
• Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS).
Untuk OA dengan gejala nyeri ringan hingga sedang, yang memiliki risiko pada
sistem pencernaan (usia >60 tahun, disertai penyakit komorbid dengan polifarmaka,
riwayat ulkus peptikum, riwayat perdarahan saluran cerna, mengkonsumsi obat
kortikosteroid dan atau antikoagulan), dapat diberikan salah satu obat berikut ini:
• Acetaminophen (kurang dari 4 gram per hari).
• Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS) topikal
• Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS) non selektif, dengan pemberian obat
pelindung gaster (gastro-protective agent).
Untuk nyeri sedang hingga berat, dan disertai pembengkakan sendi dapat
dilakukan aspirasi dan tindakan injeksi glukokortikoid intraartikular (misalnya
triamsinolone hexatonide 40 mg) untuk penanganan nyeri jangka pendek (satu sampai
tiga minggu) dapat diberikan, selain pemberian obat anti-inflamasi nonsteroid per oral
(OAINS).19
- Rehabilitasi Medik
1. Modalitas Fisik
a. Terapi Panas
Suhu antara 40-45 °C bertujuan meningkatkan aliran darah lokal dan
metabolisme dengan suhu diantara, vasodilatasi superfisial, meningkatkan
ambang nyeri sehingga berefek analgesik, relaksasi, menurunkan spasme otot
dan meningkatkan fleksibilitas otot. Umumnya dikombinasikan dengan exercise.
Terapi panas dapat menggunakan radiasi (cahaya), konduksi (hot pack, parafin,
air), atau konversi (diatermi, ultrasound). Ultrasound diketahui efektif untuk
meringankan nyeri lutut pada OA.19,20
Kontraindikasi pemberian terapi panas yaitu kondisi inflamasi, karena
dapat meningkatkan reaksi inflamasi dan enzim degradasi.19
32
b. Terapi Dingin
Terapi dingin berefek pada vasokonstriksi, menurunkan metabolisme dan
memperlambat konduksi saraf. Terapi dingin dapat menjadi analgesik lokal dan
mengurangi inflamasi pada jaringan yang trauma pada kondisi akut. Terapi
dingin meliputi pengaplikasian cold packs, ice massage, immersion, vapocoolant
sprays. Terapi dingin juga dapat menurunkan perdarahan, edema, nyeri dan
spasme otot saat terjadi injury. Cold pack dapat diaplikasikan 3 kali/hari pada
pasien OA.19,20
c. LASER (Light Amplification Stimulated Emission of Radiation)
Laser dapat menghasilkan efek biologi melalui panas dan digunakan
pada prosedur bedah. Low-power (cold laser) digunakan untuk kontrol nyeri dan
penyembuhan jaringan. Terapi ini dapat secara efektif mengurangi nyeri dan
meningkatkan ROM pada pasien OA.19,20
d. Transcutaneus Electrostimulation (TENS)
Direkomendasikan pada pasien dengan nyeri kronis sedang hingga berat
yang tidak dapat dilakukan arthroplasty. Pengurangan nyeri melalui mekanisme
peningkatan ambang rangsang nyeri. Menurut penelitian, TENS efektif dalam
menurunkan inflamasi dan nyeri traumatik pada sendi.19
2. Latihan (Exercise)
Hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan program latihan fisik
adalah memahami masalah fungsional yang paling mengganggu pasien. Pada tahap
awal, lebih diutamakan untuk mengatasi nyeri, keterbatasan ruang gerak sendi, atau
kelemahan otot21.
Tujuan latihan fisik adalah untuk memperbaiki fungsi sendi, proteksi sendi
dari kerusakan dengan mengurangi stress pada sendi, meningkatkan kekuatan sendi,
mencegah disabilitas dan meningkatkan kebugaran jasmani. Latihan fisik yang
dapat diberikan pada pasien OA meliputi21:
a. Latihan fleksibilitas (ROM)
Mobilisasi sendi sangat penting untuk memaksimalkan ruang gerak sendi,
meningkatkan kinerja otot dan mengurangi resiko cedera. Untuk pasien OA, latihan
fleksibilitas ditujukan untuk mengurangi kekakuan, meningkatkan mobilitas sendi
dan mencegah kontraktur jaringan lunak. Latihan peregangan dilakukan untuk
memperbaiki ruang gerak sendi. Latihan peregangan ini dilakukan dengan
menggerakkan otot-otot, sendi-sendi dan jaringan sekitar sendi. Latihan
33
fleksibilitas dapat dimulai dari latihan peregangan tiap kelompok otot, setidaknya 3
kali seminggu. Apabila sudah terbiasa, latihan ditingkatkan repetisinya per
kelompok otot secara bertahap. Latihan harus melibatkan kelompok otot dan
tendon utama pada ekstremitas atas dan bawah21,22.
BAB IV
PEMBAHASAN
tekan daerah lumbal setinggi L4-L5. Hal ini merupakan gejala Low Back Pain
(LBP). Namun Low back pain (LBP) merupakan gejala klinis dan bukan diagnosa
pasti sehingga harus dicari diagnosa penyebab dari LBP. Penulis menduga
spondilolisthesis sebagai penyebab LBP pasien.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan, Ny. D, 68 tahun,
didiagnosa dengan Osteoartritis (OA) genu bilateral+Low Back Pain (LBP) et causa
suspek spondilolisthesis+Hipertensi grade I+Obese class II. Diagnosis OA pada pasien
ditegakkan berdasarkan kriteria klasifikasi The American College of Rheumatology yaitu
adanya nyeri lutut, umur >50 tahun, kaku sendi <30 menit, serta krepitasi. Tujuan
pengobatan OA adalah untuk mengurangi gejala dan mencegah atrofi otot maupun
kontraktur. Tatalaksana yang diberikan adalah terapi konservatif meliputi farmakologi
berupa pemberian analgetik dan rehabilitasi medis berupa modalitas fisik (icing dan
TENS), terapi latihan. Pasien juga diberikan edukasi agar faktor-faktor resiko progesivitas
dari penyakitnya dapat berkurang sehingga dapat membantu perbaikan klinis.
5.2 Saran
Pada pasien ini perlu dilakukan pemeriksaan penunjang X-ray Genu bilateral A/P
lateral untuk menegakan diagnosa serta mengetahui derajat OA. Selain itu juga
diusulkan untuk melakukan x-ray lumbosacral AP/lateral terkait keluhan nyeri
punggung bawah.
Edukasi kepada keluarga pasien tentang pentingnya dukungan keluarga terhadap
keberhasilan terapi dan kepatuhan pasien dalam program rehabilitasi dan
pengobatannya.
40
DAFTAR PUSTAKA
16. Altman, R., Asch, E., Bloch, D., et al. 1986. Development of Criteria for the
Classification and Reporting of Osteoarthritis. Classification of osteoarthritis of the
knee. Diagnostic and Therapeutic Criteria Committee of the American Rheumatism
Association. Arthritis Rheum 29:1039. In: Salehi-Abari, I. 2016. 2016 ACR Revised
Criteria for Early Diagnosis of Knee Osteoarthritis. Autoimmune Dis Ther Approaches
2016,3:1
17. Sinusas, K. 2012. Osteoarthritis: Diagnosis and Treatment. Am Fam Physician. Vol
85(1):49-56
18. Petersson I. F., Boegard T., Saxne T., Silman A. J., Scensson B. Radiographic
osteoarthritis of the knee classified by the Ahlback and Kellgren & Lawrence system
for the tibiofemoral joint in people aged 35-54 years with chronic knee pain. Annals of
the Rheumatic Diseases; 2014. Vol 56:493–496. Dipublikkan oleh group.bmj.com
19. Marc C. Hochberg et al. Recommendations for the use of nonpharmacologic and
pharmacologic in osteoarthritis of the hand, hip, and knee. Arthritis Care & Research.
2012; 64(4):465-474
20. Prntice, William dkk. 2005. Therapeutic modalities in Rehabilitation Third edition.
Department of Exercise and Sport Science, University of North Carolina, Chapel Hill,
North Carolina
21. Rachmah LA. 2011. Peran latihan fisik dalam manajemen terpadu osteoartritis.
Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta
22. DiNubile,N.A. 1997. Osteoarthritis: How to make exercise part of your treatment plan.
The phycisian & sportmedicine. Vol.25.No7: 1-10.
23. PAPDI. 2014. Diagnosis dan penatalaksanaan osteoartritis. EGC:Jakarta.