Anda di halaman 1dari 11

e-Journal Komunitas YustisiaUniversitas Pendidikan Ganesha

Jurusan Ilmu Hukum (Volume 1 No. 1 tahun 2018)

ANALISIS TINDAK KEJAHATAN GENOSIDA OLEH MYANMAR


KEPADA ETNIS ROHINGNYA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM
PIDANA INTERNASIONAL
Ketut Alit Putra, Ni Putu Rai Yuliartini, Dewa Gede Sudika Mangku
Jurusan Ilmu Hukum, Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial, Univeritas Pendidikan
Ganesha Singaraja, Indonesia
e-mail: alitputra1993@yahoo.com, raiyuliartini@gmail.com,
dewamangku.undiksha@gmail.com,
Abstrak
Masyarakat rohingya telah mengalami berbagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia
yang termasuk pada kejahatan genosida terutama sejak tahun 1978. Hak kebebasan untuk
bergerak bagi orang-orang rohingya dibatasi secara ketat dan dikeluarkannya Undang-Undang
Citizhenship Law yang mengakibatkan Myanmar dengan bebas melakukan diskriminasi kepada
masyarakat yang tidak memiliki status kewarganegaraan. Permasalahan yang diangkat pada
penelitian ini yaitu tindakan yang dilakukan oleh Myanmar merupakan sebuah kejahatan genosida,
serta upaya penyelesaian sengketa antara Myanmar dengan etnis rohingnya. Jenis penelitian ini
menggunakan jenis penelitian hukum normatif yaitu dengan studi kepustakaan dan literatur-
literatur yang berkaitan dengan genosida, serta menggunakan pendekatan sejarah, pendekatan
perundang-undangan, pendekatan konsep dan pendekatan kasus. Hasil dari penelitian ini
menyatakan bahwa tindakan yang dilakukan oleh Myanmar kepada etnis muslim rohingnya
memang benar merupakan suatu kejahatan genosida, yang didasari dari beberapa unsur sesuai
dengan Pasal 6 Statuta Roma 1998. Upaya Penyelesaian Sengketa dilakukan secara litigasi,
karena penyelesaian secara non litigasi tidak dapat menemukan titik terang dari sengketa tersebut,
dan yang menangani kasus tersebut adalah Mahkamah Pidana Internasional dengan pengadilan
ICC. Kesimpulannya bahwa Myanmar telah melakukan tindak kejahatan genosida terhadap etnis
rohingnya serta diskriminasi terhadap kaum minoritas. Selanjutnya upaya dari penyelesaian
sengketa tersebut dilakukan dengan cara litigasi atau melalui mekanisme hukum dan ditangani
oleh ICC (International Criminal Court).

Kata Kunci: Rohingnya, Genosida, International Criminal Court

Abstract

Rohingya community has experienced various forms of human rights violations that include
genocide crimes, especially since 1978. The right to freedom of movement for the spirits is tightly
restricted and the issuance of the Citizenship Law Act which resulted in Myanmar freely discriminating
against people who are not has a citizenship status. The issues raised in this study are the actions
undertaken by Myanmar is a crime of genocide, as well as efforts to resolve disputes between
Myanmar and ethnic spirits. This type of research uses the type of normative legal research that is by
literature studies and literature related to genocide, and using historical approaches, statutory
approaches, concept approaches and case approaches. The results of this study indicate that the
actions taken by Myanmar to the spirits of the Muslim community are indeed a genocide crime, based
on some elements in accordance with Article 6 of the Rome Statute 1998. The Dispute Resolution is
litigated, as non-litigation settlements can not find the bright spot of the dispute, and who handles the
case is the International Criminal Court with the ICC tribunal. The conclusion is that Myanmar has
committed genocide crimes against its ethnic spirits and discrimination against minorities.
Furthermore, the efforts of dispute settlement are conducted by litigation or through legal mechanism
and handled by ICC (International Criminal Court).

Keywords: Rohingnya, Genocide, International Criminal Court


e-Journal Komunitas Yustitia Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Ilmu Hukum (Volume 1 No. 1 Tahun 2018)

PENDAHULUAN pembunuhan dengan sengaja,


Istilah hukum pidana internasional penghancuran atau pemusnahan kelompok
semula diperkenalkan dan dikembangkan atau anggota kelompok tersebut, pertama
oleh pakar-pakar hukum internasional dari kali dipertimbangkan sebagai subkatagori
Eropa daratan seperti Freiderich Meili pada dari kejahatan terhadap kemanusiaan
tahun 1910 dari Swiss, Georg (Effendi, 2014 : 111).
Schwarzenberger pada tahun 1950 dari Pengaturan terkait dengan genosida
Jerman, Gerhard Mueller pada tahun 1965 antara lain, piagam mahkamah militer
dari Jerman, J.P Francois pada ta hun internasional Nurnberg, Konvensi Genosida
1967, Rolling dan Van Bemmelen pada 1948, Statuta ICTY, Statuta ICTR, Statuta
tahun 1979 dari Belanda, kemudian diikuti Roma 1998. Sedangkan lembaga
oleh pakar hukum dari Amerika Serikat pemidanaan genosida antara lain,
seperti Edmund Wise pada tahun 1965 dan Pemidanaan oleh Pengadilan Nasional,
Cherif Bassiouni pada tahun 1986 (Efendi, Pemidanaan oleh Pengadilan Hibrida, dan
2014 : 37). Pemidanaan oleh Mahkamah Pidana
Pidana Internasional menunjukkan Internasional. Mahkamah Militer
adanya suatu peristiwa kejahatan yang Internasional Nurnberg dan Mahkamah
sifatnya internasional, yaitu kejahatan- Militer Internasional Tokyo merupakan titik
kejahatan yang diatur dalam konvensi- dasar bagi pembentukan mahkamah
konvensi internasional sebagai tindak kejahatan internasional pada masa
pidana internasional. Adapun yang berikutnya yaitu, Mahkamah Militer
dimaksud dengan hukum pidana Internasional Nurnberg, International
internasional adalah hukum yang Criminal Tribunal for the Former Yugoslovia
menentukan hukum pidana nasional yang (ICTY), International Criminal Tribunal for
akan diterapkan terhadap kejahatan- Rwanda (ICTR), International Criminal
kejahatan yang nyata-nyata telah dilakukan Court (ICC) (Siswanto, 2015 : 83). Data dari
bilamana terdapat unsur-unsur Amnesty International 2011-2017, setelah
internasional didalamnya antara lain konflik ini mulai berkecamuk, orang-orang
individu, negara, dan badan swasta. Hukum Rohingnya telah mengalami penderitaan
pidana internasional sebagai cabang ilmu yang cukup panjang akibat pelanggaran
baru dalam sejarah perkembangannya tidak Hak Asasi Manusia yang dilakukan oleh
terlepas dan bahkan berkaitan erat dengan Pemerintah Junta Myanmar. Kebebasan
sejarah perkembangan Hak Asasi Manusia bergerak orang Rohingnya sangat terbatas,
(Effendi, 2014 : 34). mereka juga mengalami berbagai bentuk
ICC adalah pengadilan permanen dan pemerasan dan dikenakan pajak secara
independen yang mampu melakukan sewenang-wenang, perampasan tanah,
penyelidikan dan mengadili setiap orang pengusiran paksa, dan penghancuran
yang melakukan pelanggaran berat rumah dan pengenaan biaya administrasi
terhadap kejahatan internasional. Hukum yang tinggi pada pernikahan. Sebenarnya
pidana internasional memiliki sumber utama perselisihan antara etnis Rohingnya dan
yaitu Statuta Roma. Statuta Roma 1998 pemerintah Myanmar bukanlah konflik
tentang pendirian International Criminal tentang agama, yakni berdasarkan Pasal 3
Court, Mahkamah Pidana Inernasional yang Burma Citizenship Law tahun 1982
bersifat permanen merupakan dasar hukum menyatakan bahwa rohingnya hanya
bagi pembentukan dan keberlakuan dari merupakan warga pendatang yang
Pengadilan Pidana Internasional atau ditempatkan oleh kolonial Inggris dari
International Criminal Court (ICC). Sejak Bhanglades hal tersebut ditegaskan
disahkan tanggal 17 Juli 1998, Statuta kembali oleh pernyataan Menteri Luar
Roma telah mengalami perubahan melalui Negeri Myanmar pada 21 Februari 1992.
review conference yang diadakan di Etnis muslim rohingnya merupakan imigran
Kampala dari tanggal 21 Mei-11 Juni 2010. gelap dan belum mendapat status
Genosida yang diartikan sebagai kewarganegaraan dari pemerintah
e-Journal Komunitas Yustitia Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Ilmu Hukum (Volume 1 No. 1 Tahun 2018)

Myanmar. Oleh karena hal tersebut Myanmar kepada etnis rohingnya


sehingga pemerintah Myanmar melakukan merupakan tindak kejahatan genosida.
diskriminasi terhadap etnis muslim Tujuan yang selanjutnya yaitu bertujuan
rohingnya tersebut. untuk mengetahui upaya penyelesaian
Mereka telah dipekerjakan sebagai sengketa antara Pemerintah Myanmar
buruh paksa di jalan dan di kamp-kamp dengan etnis rohingnya ditinjau dari
militer, meskipun jumlah tenaga kerja paksa perspektif hukum pidana internasional. Dari
di Rakhaing utara telah menurun selama latar belakang diatas, peneliti mendapat
beberapa tahun terkhir. Perlakuan dua rumusan maslah yaitu, apakah
diskriminatif tersebut telah memaksa tindakan kejahatan yang dilakukan oleh
mereka memilih untuk menjadi manusia Myanmar merupakan tindak kejahatan
perahu dan meninggalkan Myanmar untuk genosida, serta bagamana upaya
mencari keamanan di negara lain. Negara- penyelesaian sengketa yang terjadi antara
negara yang menjadi tempat transit dan Myanmar dengan etnis rohingnya ditinjau
tujuan mereka antara lain adalah dari perspektif hukum pidana internasional.
Bangladesh, Malaisya, Pakistan, Saudi
Arabia, Thailand, Indonesia, dan Australia METODE PENELITIAN
(Faniati, 2102 : 8). Sebenarnya perselisihan Peneletian adalah suatu sarana pokok
antara etnis Rohingnya dan pemerintah dalam pengembangan ilmu pengetahuan
Myanmar bukanlah konflik tentang agama, maupun teknologi. Karena penelitian
yakni berdasarkan Pasal 3 Burma merupakan suatu sarana bagi
Citizenship Law tahun 1982 menyatakan pengembangan ilmu pengetahuan dan
bahwa rohingnya hanya merupakan warga teknologi, maka metodologi penelitian yang
pendatang yang ditempatkan oleh kolonial diterapkan harus senantiasa disesuaikan
Inggris dari Bhanglades hal tersebut dengan ilmu pengetahuan yang menjadi
ditegaskan kembali oleh pernyataan induknya. Hal ini tidaklah selalu berarti
Menteri Luar Negeri Myanmar pada 21 metodologi penelitian yang dipergunakan
Februari 1992. berbagai ilmu pengetahuan pasti akan
Etnis muslim rohingnya merupakan berbeda secara utuh. Akan tetapi setiap
imigran gelap dan belum mendapat status ilmu pengetahuan mempunyai identitas
kewarganegaraan dari pemerintah masing-masing, sehingga pasti aka nada
Myanmar. Oleh karena hal tersebut berbagai perbedaan (Soekanto dan Mamuji,
sehingga pemerintah Myanmar melakukan 2015 : 1). Jenis penelitian yang digunakan
diskriminasi terhadap etnis muslim peneliti dalam penelitian ini merupakan
rohingnya tersebut. Masyarakat rohingya jenis penelitian hukum normatif, penelitian
telah mengalami berbagai bentuk hukum normatif yaitu penelitian yang
pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan dengan cara mengkaji peraturan
termasuk pada tindakan genosida terutama perundang-undangan yang berlaku atau
sejak tahun 1978. Hak kebebasan untuk diterapkan terhadap suatu permasalahan
bergerak bagi orang-orang rohingya hukum tertentu. Penelitian normatif
dibatasi secara ketat dan sebagian besar seringkali disebut dengan penelitian
dari mereka tidak diakui sebagai warga doktrinal, yaitu penelitian yang objek
negara Myanmar. Tujuan dari penelitian ini kajiannya adalah dokumen peraturan
terdiri dari tujuan yang pertama tujuan perundang-undangan dan bahan pustaka
umum dan kedua tujuan khusus yaitu, (Soejono dan Abdurahman, 2003:56).
tujuan umum dari penelitian ini bertujuan Dikatakan bahwa pendekatan perundang-
untuk mengetahui sejarah mengenai etnis undangan berupa legislasi dan regulasi
Rohingya di Myanmar. Untuk menambah yang dibentuk oleh lembaga negara atau
ilmu pengetahuan terutama dibidang hukum pejabat yang berwenang dan mengikat
pidana Internasional mengenai Genosida, secara umum (Geraldi, 2013: 18).
dan Peradilan Pidana Internasional. Tujuan Sumber Hukum Primer: yaitu bahan
khusus dari penelitian ini yaitu yang hukum yang bersifat autoritatif artinya
pertama bertujuan untuk menganalisa dan mempunyai otoritas. Dalam hal ini aturan-
mengetahui tindakan yang dilakukan oleh aturan seperti Statuta Roma 1998, Statuta
e-Journal Komunitas Yustitia Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Ilmu Hukum (Volume 1 No. 1 Tahun 2018)

ICTY, Statuta ICTR, Statuta Tokyo dan kejahatan terhadap kemanusiaan (Effendi,
Statuta Nurnberg. Sumber Hukum 2014 : 111).
Sekunder: yaitu semua publikasi tentang Istilah ini tercatat pertama kali
hukum yang bukan merupakan dokumen- dipopulerkan oleh Raphael Lemkin pada
dokumen resmi, Sumber bahan hukum tahun 1944 untuk menunjuk pada peristiwa
tersier yaitu bahan yang memberikan pembantaian secara sistematis dan luas
petunjuk atau penjelasan tambahan terhadap kaum Yahudi di Eropa. Oleh
terhadap bahan hukum primer dan karena itu, sangat tepat sekali apa yang
sekunder yang terdapat dalam penelitian. dikemukakan oleh sosiolog Leo Kuper
Teknik pengumpulan bahan hukum bahwa meskipun genosida adalah sebuah
yang dilakukan adalah dengan cara istilah yang baru, namun apa yang
menggali kerangka normatif menggunakan terkandung didalam istilah tersebut
bahan hukum yang membahas tentang sesungguhnya merupakan sebuah konsep
teori-teori hukum, perlindungan hak asasi yang lama (Siswanto, 2015 : 27).
manusia terhadap kaum muslim Rohingya. Faktor-faktor penyebab terjadinya
Baik bahan hukum primer maupun bahan Genosida antara lain disebabkan oleh :
hukum sekunder dikumpulkan berdasarkan a) Faktor Ras
topik permasalahan yang telah dirumuskan Faktor yang petama tentang perbedaan
berdasarkan sistem kartu dan diklasifikasi ras oleh beberapa kelompok di dunia
menurut sumber dan hierarkinya untuk mengakibatkan penyebab terjadinya
dikaji secara kompeherensif. kejahatan genosida seperti yang pernah
terjadi di Afrika Selatan pada abad ke-17,
HASIL DAN PEMBAHASAN yaitu bermula dari kasus mengenai
Tindakan yang dilakukan oleh Myanmar Apartheid. Peristiwa ini muncul karena
terhadap etnis rohingnya merupakan setelah kemerdekaan bangsa Afrika
kejahatan Genosida Selatan dari penjajahan oleh Inggris dan
Genosida menurut pasal 6 Statuta Belanda, pada saat itu telah terbentuk dua
Roma 1998 merupakan kejahatan yang kelompok yang akan menguasai Afrika
dilakukan secara sistematis dengan tujuan Selatan. Diantara kelompok-kelompok
untuk menghancurkan seluruh atau yang ingin menguasai Negara Afrika
sebagian etnis, ras, suku, dan agama Selatan maka salah satu Partai Nasionalis
seperti : yang telah memenangkan dan
(a). Membunuh suatu kelompok; menguasainya. Taktik dan strategi Partai
(b). Menyebabkan luka parah atau merusak Nasionalis dalam menjalankan
mental suatu kelompok; kekuasaannya salah satunya menciptakan
(c). Dengansengaja mengancam jiwa suatu konflik Apartheid sebagai suatu cara untuk
kelompok yang menyebabkan luka fisik mempererat control mereka atas bentuk
baik sebagian maupun keseluruhan; sistem ekonomi dan sosial (Widyawati,
(d). Melakukan tindakan yang dimaksudkan 2014 : 64).
untuk mencegah kelahiran dalam b) Faktor Suku
kelompok; Penyebab yang dapat menimbulkan
(e). Memindahkan anak-anak secara paksa terjadinya kejahatan genosida selanjutnya
dari satu kelompok-ke kelompok lain. ialah karena latar belakang suku dari suatu
Secara etimologis, istilah genosida kelompok. Permasalahan yang timbul
berasal dari bahasa Yunani, „Geno’, yang karena diskriminasi suku (etnis),
berarti „ras‟ dan kata Latin „cidium‟ yang pelanggaran-pelanggaran hak yang
berarti „membunuh‟. Dengan demikian dilakukan kepada kelompok minoritas.
secara harfiah, genosida diartikan sebagai Menurut Colier, menyatakan bahwasannya
pembunuhan terhadap rasa atau konflik etnis bukan hanya disebabkan
pemusnahan ras. Genosida yang diartikan karena perbedaan etnis secara umum,
sebagai pembunuhan dengan sengaja, agama, politik, dan perkembangan
penghancuran atau pemusnahan rasa atau ekonomi, tetapi melainkan juga karena
anggota kelompok tersebut, pertama kali dapat disebabkan oleh masyarakat sipil di
dipertimbangkan sebagai subkatagori dari
e-Journal Komunitas Yustitia Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Ilmu Hukum (Volume 1 No. 1 Tahun 2018)

suatu tempat itu sendiri (Widyawati, 2014 : menetapdi wilayah Chitaggong. Banyak
65). anggapan mengatakan bahwa Muslim
c) Faktor Agama Bengali di Arakan saat ini datang
Faktor yang dapat menyebabkan bersamaan dengan kolonial Inggris abad
kejahatan genosida selanjutnya adalah ke-19 dan ke-20. Rohingnya sering
agama, seperti dengan faktor-faktor pemicu dikaitkan dengan imigran gelap akibat
sebelumnya bahwa latar belakang agama perang kemerdekaan dan bencana topan
sangat mendasar timbulnya perpecahan pada tahun 1978 dan 1991. Ada juga
antar satu kelompok dengan kelompok penilaian bahwa mereka ingin
lainnya. Dimana agama yang minoritas mengukuhkan statuts kewarganegaraan
akan selalu ditindas oleh agama yang sebagaimana etnis pribumi lainnya,
tergolong mayoritas di suatu tempat yang diantaranya seperti Shan, Karen, Kachin,
terdapat kekerasan terhadap kemanusiaan. dan Chin (Bustamam, 2013 : 312)
Konflik yang ditimbulkan karena faktor Secara umum, baik versi pemerintahan,
agama memang lebih ekstrim untuk sejarawan, maupun akademisi lebih
terjadinya kekerasan bahkan penyerangan cendrung mempublikasikan bahwa di
terhadap masyarakat yang beragama lain Burma terdapat 135 suku, yang terbesar
(Widyawati, 2014 : 66). Perpecahan yang antara lain suku Burman, Chin, Kachin,
timbul karena faktor agama akan terus Shan, Arakan, Kayah, Karen, dan Mon.
berkelanjutan terjadi apabila dalam suatu Meskipun pemerintah mengklaim terdapat
kelompok tidak mempunyai inisiatif 135 etnis, tidak ditemukan data resmi
melakukan penyelesaian masalah yang terkait jumlah etnis minoritas di Burma.
menjadi penyebab dari konflik itu sendiri. Kachin, Karen, Kareni, Shan, Chin, Mon
Peran utama terletak pada para pemuka dan Arakan merupakan etnis yang dapat
agama, sesepuh dan tokoh pada suatu dilacak garis keturunannya dan
agama yang mempunyai otoritas dan menegosiasikan batas-batas wilayahnya
kepercayaan dalam membina dan dengan pemerintah.
mengarahkan kelompoknya untuk tidak Populasi etnis di Burma terdiri dari etnis
melakukan kekerasan terhadap sesame Burman yang merupakan mayoritas
manusia (Widyawati, 2014 : 66). sebanyak 50 juta orang (50-75%).
Myanmar merupakan salah satu Negara Kelompok minoritas terbesar berikutnya
di Asia Tenggara, jadi penulisan sejarah adalah Shan (9%) dan Karen (7%).
lengkap tentang Burma (sekarang Sedangkan etnis Mon, Arakan, Chin,
Myanmar), khususnya di wilayah Arakan Kachin, Karen, Rohingnya, Kayan, Cina,
belum mampu diperjelas oleh para India, Danu, Akha, Kokang, Lahu, Naga,
sejarawan secara objektif. Sejauh ini telah Palaung, Pao, Tavoyan, dan Wa
terbit berbagai tulisan sejarawan modern populasinya hanya sekitar 5% atau dibawah
tentang peristiwa yang relevan dengan angka itu (Bustamam, 2013 : 317).
sejarah di Arakan. Sumber lama tentang Rohingnya merupakan oaring-orang
sejarah Arakan juga telah tersedia, baik muslim yang tinggal di kawasan Arakan di
berupa kronik, buku sejarah, maupun artikel barat Myanmar. Menurut Persatuan
yang ditulis dalam bahasa Burma oleh Bangsa-Bangsa, rohingnya merupakan
beberapa peneliti, namun masih salah satu minoritas yang paling dianiaya di
memunculkan kontroversi dan distorsi dunia. Banyak masyarakat Rohingnya telah
karena adanya bias kepentingan kelompok melarikan diri ke tempat aman dan kam-
yang kuat (Bustamam, 2013 : 311) kam pelarian di Bangladesh jiran, dan
Beberapa bulan terakhir, Burma telah kawasan di sepanjang sepadan Thai-
menjadi berita utama terkait pelanggaran Myanmar. Sudah kita ketahui bersama
Hak Asasi Manusia, khususnya kasus bahwasannya kejahatan genosida
diskriminasi terhadap etnis minoritas merupakan kejahatan yang paling serius
muslim. Istilah Rohingnya kemudian yang dibicarakan oleh dunia pada saat ini,
menjadi sangat kontroversial. Etnis dikarenakan genosida merupakan suatu
Rohingnya juga sering dikaitkan dengan kejahatan yang berniat untuk
etnis, bahasa, dan agama dari Bengali yang
e-Journal Komunitas Yustitia Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Ilmu Hukum (Volume 1 No. 1 Tahun 2018)

memusnahkan etnis, ras dan agama pada Keadaan semakin memburuk dan
kelompok tertentu. menyedihkan ketika wanita muslim
Kejahatan genosida yang dilakukan rohingnya dilarang untuk mengenakan
oleh pemerintah Myanmar terhadap etnis hijab, banyak diantara mereka yang
rohingnya adalah suatu tindakan yang ditindas, mengalami diskriminasi, dan
sudah melanggar Hak Asasi Manusia kekerasan-kekerasan lainnya. Masyarakat
masyarakat rohingnya. Pelanggaran HAM rohingnya juga mendapat diskriminasi pada
yang cukup berat terjadi, terdapat dua bidang kesehatan, masyarakat rohingnya
reaksi umum yang timbul dari masyarakat tidak mendapat perlakuan sama di rumah
rohingnya, yakni tetap tinggal di Myanmar sakit maupun klinik-klinik di Myanmar.
atau memilih menjadi pengungsi di negara Masyarakat rohingnya dipaksa untuk
lain (Soetjipto, 2015 : 132). Masyarakat membayar harga pengobatan dan biaya
rohingnya yang bertahan mengalami rumah sakit sangat mahal dibandingkan
perlakuan yang tidak manusiawi dan dengan masyarakat Myanmar (Karuniawan,
semakin tertindas dengan tidak diakuinya 2012 : 11).
mereka sebagai warga negara Myanmar, Tindakan genosida yang dialami etnis
tidak diakuinya rohingnya sebagai warga rohingnya terjadi dalam berbagai bentuk
negara Myanmar menyebabkan seperti pemerkosan, pembunuhan
masyarakat rohingnya menjadi stateless penindasan terhadap anak-anak,
person. Konflik besar yang mempengaruhi perampasan rumah, tanah, pemusnahan
pihak-pihak yang terlibat, dalam hal ini dan dilarang untuk memperbaiki masjid,
pemerintah Myanmar dengan etnis muslim penggantian masjid dengan pagoda
rohingnya (Soetjipto, 2015 : 132). Buddha, pergerakan dan perkawinan
Genosida di Myanmar ditandai dengan mereka dibatasi, penangkapan dan
pembunuhan muslim rohingnya oleh penyiksaan tanpa bicara, serta pemaksaan
penduduk Myanmar penganut Buddha pada keluar dari islam dan menganut Buddha
tahun 1938, penangkapan besar-besaran (Karuniawan, 2012 : 12).
tahun 1970, dan pemberlakuan undang- Tindakan genosida yang dilakukan
undang kewarganegaraan tahun 1982 yang Myanmar terhadap etnis rohingnya
secara structural membuat eksistensi merupakan tindakan yang sangat kejam
masyarakat rohingnya illegal di mata hukum karena sudah menghilangkan Hak Asasi
(Soetjipto, 2015 : 133). Manusia masyarakat etnis rohingnya.
Tindakan diskriminasi yang diterima Tindakan yang dilakukan seperti
oleh masyarakat rohingnya telah terjadi membunuh, memperkosa, memusnahkan,
semenjak tahun 1938 dan sebanyak 30.000 membakar, tidak memberikan untuk
muslim rohingnya telah dibunuh pada 26 menganut agamanya masing-masing,
Juli 1938. Kejadian yang sama telah terjadi berencana untuk memusnahkan etnis
berulang pada tahun 1942, 1968, 1992, dan rohingnya merupakan kejahatan genosida
memuncak pada tahun 2012 (Froyoplus, yang sangat serius. Di harapkan
2012). Pada tahun 1982 pemerintah Perserikatan Bangsa-Bangsa harus
Myanmar dengan resmi menerbitkan bertindak dalam hal ini agar kasus ini
undang-undang “Burma Citizenship Law secepatnya selesai serta tidak
1982” yang bersifat diskriminasi kepada ditemukannya lagi kasus serupa yang
etnis rohingnya (Karuniawan, 2012 : 11). terjadi di Negara lain.
Sejak diterbitkannya undang-undang Dari pemaparan di atas, peneliti dapat
tersebut anak-anak etnis rohingnya tidak menarik hasil terkait dengan tindakan yang
mendapatkan hak pelajaran mereka dan dilakukan oleh Pemerintah Myanmar
mengakibatkan anak-anak tersebut tidak terhadap etnis rohingnya sudah memenuhi
menyambung pelajarannya serta mendapat unsur bahwa tindakan tersebut dapat
berbagai tekanan seperti ekonomi, dikatagorikan sebagai tindakan kejahatan
penangkapan, penyiksaan, dan jenis genosida. Syarat dari sebuah tindakan
diskriminasi lainnya (Karuniawan, 2012 : tersebut dapat dikatakan sebagai tindakan
11). genosida, apabila sudah memenuhi unsur-
unsur seperti pembunuhan masal,
e-Journal Komunitas Yustitia Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Ilmu Hukum (Volume 1 No. 1 Tahun 2018)

dilakukan secara sistematis, diskriminasi b. Mediasi, adalah cara penyelesaian


terhadap suatu agama, dan bertujuan sengketa melalui pihak ketiga atau
melenyapkan suatu etnis atau golongan seorang mediator. Mediator tersebut
tertentu yang jumlahnya minoritas. Maka bisa berasal dari Negara, organisasi
dari hal tersebut dapat peneliti uraikan internasional seperti PBB, politikus, ahli
bahwasannya tindakan yang dilakukan oleh hukum, dan seorang ilmuan. Mediator
pemerintah Myanmar tersebut sudah tersebut ikut serta secara aktif dalam
memenuhi unsur-unsur diatas, bahkan proses mediasi tersebut, biasanya
melebihi dari unsur pokok yang ada, seorang mediator dengan kapasitasnya
sehingga dapat disimpulkan bahwa sebagai pihak yang netral berupaya
tindakan yang dilakukan oleh pemerintah mendamaikan para pihak dengan
Myanmar terhadap etnis muslim rohingnya memberikan saran untuk
merupakan tindak kejahatan internasional menyelesaikan sengketa tersebut
genosida. (Winarwati, 2017 : 79).
c. Konsiliasi adalah cara penyelesaian
Upaya Penyelesaian Sengketa Antara sengketa yang sifatnya lebih formal
Pemerintah Myanmar Dengan Etnis disbanding mediasi. konsiliasi
Rohingnya Ditinjau Dari Perspektif merupakan suatu cara penyelesaian
Hukum Pidana Internasional sengketa oleh pihak ketiga atau oleh
Penyelesaian sengketa internasional suatu komisi yang dibentuk oleh para
merupakan cara yang digunakan untuk pihak, komisi ini disebut komisi
menyelesaikan masalah yang dihadapi konsiliasi. komisi ini berfungsi untuk
negara-negara yang sedang bersengketa. menetapkanpersyaratan penyelesaian
Secara umum penyelesaian sengketa yang sengketa yang diterima oleh para pihak,
sudah kita ketahui bersama antara lain tetapi putusannya tidak mengikat kedua
penyelesaian sengketa melalui pengadilan belah pihak (Winarwati, 2017 : 80).
dan di luar pengadilan atau litigasi dan non Pada tahun 1994, Majelis Umum PBB
litigasi. memutuskan untuk berusaha mewujudkan
Upaya Penyelesaian sengketa berdirinya Mahkamah Pidana Internasional,
internasional merupakan cara yang dengan membawa rancangan statuta dari
digunakan untuk menyelesaikan masalah Komisi Hukum Internasional sebagai
yang dihadapi negara-negara yang sedang sebuah dasar rancangan tersebut dibahas
bersengketa. Secara umum penyelesaian di Komisi Ad Hoc yang bertemu sebanyak
sengketa yang sudah kita ketahui bersama dua kali sepanjang tahun 1995 (Effendi,
antara lain penyelesaian sengketa melalui 2014 : 240). Setelah rancangan tersebut
pengadilan dan di luar pengadilan atau selesai dibahas oleh Komisi Ad Hoc,
litigasi dan non litigasi. Penyelesaian Majelis Umum PBB berdasarkan Resolusi
Sengketa di luar pengadilan merupakan Majelis Umum nomor 5216 (LII) yang
penyelesaian sengketa yang dilakukan diadopsi tahun 1996 dan 1997 membentuk
tidak didepan hakim melainkan di depan Komisi Persiapan untuk menindaklanjuti
mediator atau orang ketiga yang sudah hasil dari Komisi Ad Hoc. Pada tanggal 15
ditunjuk sebelumnya, penyelesaian sampai dengan 17 Juli 1998 diadakan
sengketa di luar pengadilan meliputi : suatu konfrensi diplomatik yang diadakan di
a. Negosiasi, merupakan cara Roma dan dihadiri oleh wakil dari Negara-
penyelesaian sengketa yang paling negara di dunia, organisasi-organisasi
dasar yang digunakan oleh masyarakat, pemerintah, dan organisasi-organisasi non-
banyak sengketa yang diselesaikan pemerintah.
setiap harinya dengan cara ini alasan Setelah naskah berhasil dipersiapkan
utamanya yaitu bahwa dengan cara ini, dari tahun 1994 oleh Komisi Hukum
para pihak dapat mengawasi prosedur Internasional, kemudian diserahkan kepada
penyelesaian sengketanya dan setiap Majelis Umum PBB dan ditahun yang sama
penyelesaiannya didasarkan pada Majelis Umum membentuk Komisi ad hoc
kesepakatan-kesepakatan dari kedua untuk meninjau aspek-aspek substantif,
belah pihak (Winarwati, 2017 : 78). administratif, dan prosedural (Parthiana,
e-Journal Komunitas Yustitia Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Ilmu Hukum (Volume 1 No. 1 Tahun 2018)

2015 : 357). Pada tahun 1994 naskah korban tindak pidana internasional berat,
diserahkan untuk ditindaklanjuti dan bahwa para pelaku tindak pidana tidak bisa
dibahas oleh Majelis Umum yang sudah lepas dari pertanggungjawaban pidana atas
membentuk Komisi Persiapan untuk perbuatannya (Effendi, 2014 : 239).
membahasnya secara lebih mendalam dari Upaya penyelesaian sengketa
tahun 1995-1997 dan pada bulan April merupakan cara untuk suatu pengadilan
tahun 1998 Komisi Persiapan berhasil dalam rangka menyelesaiakan suatu
merampungkan tugasnya yang kemudian sengketa yang terjadi di suatu Negara.
menghasilkan naskah final dan autentik Dalam hal ini yaitu upaya penyelesaian
tentang Statuta Mahkamah Pidana sengketa yang terjadi di Negara Myanmar
Internasional. Naskah final ini kemudian antara pemerintah Myanmar dengan etnis
dibawa dan dibahas pada Konfrensi pada muslim rohingnya. Dalam rangka
tanggal 15-17 Juli 1998 di Roma kemudian menyelesaiakan sengketa yang terjadi
naskah tersebut ditandatangani oleh para antara pemerintah Myanmar dan etnis
wakil Negara-negara, dan semua wakil muslim rohingnya, sesuai dengan Pasal 33
undangan yang hadir pada saat Konfrensi Piagam PBB terlebih dahulu sebaiknya
Diplomatik tersebut (Parthiana, 2015 : 357). menggunakan cara diplomasi, apabila tidak
Semenjak naskah yang sudah menemukan titik terang dalam
diautentikasi serta ditandatangani oleh permasalahan ini maka baru beralih dengan
semua perwakilan yang hadir pada menggunakan cara hukum yakni melalui
Konfrensi tersebut, maka pada saat itu pula peradilan (Susanti, 2014 : 16).
tanggal 17 Juli 1998 Mahkamah Pidana Dalam Pasal 31 Piagam Perserikatan
Internasional telah sah dibentuk sebagai Bangsa-Bangsa dijelaskan dalam dua ayat
suatu badan pengadilan pidana yakni;
internasional yang bersifat permanen ayat (1) : Pihak-pihak yang termasuk dalam
namun baru sah berdiri pada tahun 2002 pertikaian yang jika berlangsung secara
setelah syarat 60 negara meratifikasi terus menerus mungkin akan
Statuta Roma 1998 tersebut terpenuhi. membahayakan perdamaian dan
Berkedudukan di Den Haag Belanda, keamanan nasional, pertama-tama harus
Statuta secara keseluruhan terdiri dari 13 mencari penyelesaian sengketa dengan
bagian dan terdiri dari 128 Pasal jalan perundingan, penyelidikan, mediasi,
(Parthiana, 2015 : 358). konsiliasi, arbitrasi, penyelesaian sengketa
Kejahatan-kejahatan yang terjadi dalam menurut hukum melalui badan-badan atau
lingkup internasional harus diselesaikan peraturan-peraturan regional, atau dengan
melalui badan peradilan apabila secara cara damai lainnya yang dipilih kedua belah
perdamaian tidak bisa menyelesaikannya. pihak.
Kejahatan-kejahatan seperti genosida, ayat (2) : Bila dianggap perlu, Dewan
kejahatan perang, kejahatan terhadap Keamanan PBB meminta kepada pihak-
kemanusiaan, dan kejahatan agresi yang pihak bersangkutan untuk menyelesaikan
menyangkut maslah internasional secara pertikaiannya dengan cara-cara yang
keseluruhan, dapat dihukum. Dengan serupa itu.
demikian pendirian Mahkamah Pidana Kejahatan yang dilakukan oleh
Internasional yang permanen dinilai penting pemerintah Myanmar terhadap etnis muslim
bagi penuntutan kejahatan internasional di rohingnya merupakan kasus kejahatan
masa yang akan datang (Iswadi, 2014 : 2). genosida, karena sesuai dengan pengertian
Pengaturan Mahkamah Pidana genosida Pasal 6 Statuta Roma genosida
Internasional di dalam Statuta Roma yaitu merupakan kejahatan yang bertujuan untuk
tertuang pada Pasal 125 ayat 2 dan 3, menghapuskan etnis, ras, dan agama baik
Pasal 126 ayat 1, Pasal 4 ayat 1, Pasal 4 secara menyeluruh atau sebagian. Untuk
ayat 2, Pasal 3 ayat 2 (Siswanto, 2015 : menyikapi kasus tersebut yang terjadi di
358). Statuta Roma 1998 merupakan dasar Myanmar terhadap etnis muslim rohingnya,
bagi terbentuknya Mahkamah Pidana PBB memang telah mengecam keras
Internasional yang bertujuan untuk dapat kepada pemerintah Myanmar untuk segera
memberikan sebuah kepastian bagi para mengakhiri kekerasan yang terjadi dan
e-Journal Komunitas Yustitia Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Ilmu Hukum (Volume 1 No. 1 Tahun 2018)

sudah berlangsung sangat lama. Namun, terjadi setelah berlakunya Mahkamah


hal tersebut tidak ditanggapi dengan baik Pidana Internasional yakni pada 1 Juli
oleh pemerintah Myanmar dan hingga saat 2002 (Widyawati, 2014 : 152).
ini masih belum ada upaya dalam Berkaitan dengan kasus yang terjadi di
penyelesaian sengketa tersebut. Myanmar bahwa kejahatan tersebut
Dalam sengketa ini cara diluar jalur sudah terjadi setelah Mahkamah
hukum, seperti mediasi, konsiliasi, dan Pidana Internasional resmi berlaku.
negosiasi sudah pernah dipakai untuk Walaupun Myanmar bukan merupakan
upaya penyelesaian sengketa namun Negara peserta yang ikut meratifikasi
belum juga menemukan titik terang dalam Mahkamah Pidana Internasional, akan
sengketa tersebut. Jika dalam tetapi bukan menjadi alasan kejahatan yang
menggunakan cara diluar pengadilan sudah terjadi terhadap etnis rohingnya tidak dapat
pernah digunakan oleh Negara dalam diadili melalui Mahkamah Pidana
mengakhiri sengketa yang terjadi, namun Internasional. Karena semua warga Negara
masih belum menemukan titik temu, maka berada dibawah yurisdiksi Mahkamah
dalam kasus ini dapat diambil alih oleh Pidana Internasional dalam kondisi seperti;
Dewan Keamanan PBB untuk diselesaikan Negara tempat terjadi sengketa telah
menggunakan cara melalui Mahkamah meratifikasi Statuta Mahkamah Pidana
Pidana Internasional (Susanti, 2014 : 17). Internasional. Negara tersebut telah
Didalam yurisdiksi Mahkamah Pidana mengakui yurisdiksi Mahkamah Pidana
Internasional terdapat empat yurisdiksi, Internasional dalam dasar ad hoc. Dewan
yaitu : Keamanan PBB menyampaikan sengketa
a. Yurisdiksi Material : Mahkamah pidana ini ke Mahkamah Pidana Internasional,
internasional berwenang untuk sehingga kasus ini dapat diadili
mengadili kejahatan-kejahatan yang menggunakan Mahkamah Pidana
diatur didalam Statuta Roma 1998 Internasional (Susanti, 2014 : 19).
yaitu dalam Pasal 6 samapai dengan Dari pemaparan di atas peneliti dapat
Pasal 8 antara lain, genosida, menarik hasil terkait dengan upaya
kejahatan kemanusiaan, agresi, dan penyelesaian sengketa tindak kejahatan
kejahatan perang (Parthiana, 2015 : genosida ditinjau dari perspektif hukum
361). Berkaitan dengan kasus yang pidana internasional. Sengketa yang terjadi
terjadi di Myanmar kejahatan yang di Myanmar merupakan sebuah kejahatan
terjadi yaitu kejahatan genosida. internasional genosida, maka upaya
b. Yurisdiksi Personal : Dalam Pasal 25 penyelesaiannya dapat dilakukan dengan
Mahkamah Pidana Internasional hanya berbagai cara selain secara hukum pidana
mengadili individu tanpa memandang internasional penyelesaian sengketa juga
status sosial dari individu tersebut, dapat dilakukan dengan cara di luar
apakah seorang pejabat Negara atau pengadilan seperti mediasi dan negoisasi.
sebagainya (Susanti, 2014 : 18). Tetapi dari cara penyelesaian sengketa
Berkaitan dengan kasus di Myanmar secara pidana internasional, terkait dengan
yang bertanggung jawab adalah sengketa yang terjadi tersebut maka
individu. penyelesaiannya dapat ditangani oleh
c. Yurisdiksi Teritorial : Mahkamah Mahkamah Pidana Internasional meskipun
Pidana Internasional dapat mengadili Myanmar bukan merupakan Negara
kasus-kasus yang terjadi di Negara peserta yang ikut meratifikasi Mahkamah
peserta dimana menjadi atau Pidana Internasional namun semua orang
terjadinya kejahatan. Hal ini diatur berada dibawah yurisdiksi Mahkamah
dalam pasal 12 Statuta Roma 1998 Pidana Internasional.
(Effendi, 2014 : 245). Semua warga Negara berada dibawah
d. Yurisdiksi Temporal : Sesuai dengan yurisdiksi Mahkamah Pidana Internasional
Pasal 11 ayat (1) dan (2) Statuta Roma karena pertama, negara tersebut ikut
1998, bahwa Mahkamah Pidana meratifikasi Statuta Mahkamah Pidana
Internasional hanya berwenang untuk Internasional, kedua, negara tersebut
mengadili kejahatan-kejahatan yang mengakui yurisdiksi dari Mahkamah Pidana
e-Journal Komunitas Yustitia Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Ilmu Hukum (Volume 1 No. 1 Tahun 2018)

Internasional dalam dasar ad hoc, ketiga, dapat menambah ilmu dibidang hukum
Dewan Keamanan PBB menyampaikan khususnya yang terkait dengan kejahatan
sengketa ini ke Mahkamah Pidana yang bersifat internasional serta peradilan-
Internasional, sehingga kasus ini dapat peradilan yang ada di dunia.
diadili menggunakan Mahkamah Pidana
Internasional (Susanti, 2014 : 19). DAFTAR PUSTAKA
Bustamam Ridwan, 2013. Jejak Komunitas
SIMPULAN DAN SARAN Muslim di Burma (Fakta Sejarah Yang
Simpulan Terabaikan), Badan Litbang dan Diklat
Tindak kejahatan yang dilakukan oleh Kementrian Agama
pemerintah Myanmar terhadap etnis muslim Effendi, Tolib. 2014. Hukum Pidana
rohingnya dapat dikatakan sebagai tindak Internasional. Yogyakarta : Penerbit
kejahatan internasional genosida, karena Pustaka Yustisia
sudah memenuhi beberapa unsur pokok Geraldi Aldo Rico. 2013. Penyiksaan Falun
yaitu pembunuhan masal, diskriminasi Gong Oleh Pemerintah Republik
terhadap agama yang minoritas, dilakukan Rakyat China Terkait Konvensi Anti
secara sitematis, dan bertujuan untuk Penyiksaan Tahun 1984. Skripsi.
melenyapkan suatu etnis dan golongan Jurusan Ilmu Hukum, Universitas
tertentu, maka dari hal tersebut peneliti Udayana.
menganalisis bahwa kejahatan tersebut Kurniawan Indra Yogie, Penegakan Hukum
dikatagorikan sebagai kejahatan Terhadap Pelaku Pelanggaran HAM
internasional genosida. Berat Dalam Konflik Bersenjata
Terkait dengan penyelesaian sengketa Antara Serbia Dengan Bosnia-
yang terjadi tersebut maka peneliti Herzegovina Tahun 1992-1995.
memberikan analisis terkait dengan Fakultas Hukum Universitas Sebelas
penyelesaian sengketa yang terjadi di Maret Surakarta, 2017
Myanmar, sengketa tersebut dapat Kewarganegaraan: Study Kasus Etnis
diselesaikan dengan cara di luar pengadilan Rohingnya, Myanmar. 2012
dan di dalam pengadilan. Apabila di luar Kurniawan Indra Yogie, Penegakan Hukum
pengadilan penyelesaian sengketa dapat Terhadap Pelaku Pelanggaran HAM
dilakukan dengan cara mediasi dan Berat Dalam Konflik Bersenjata
negosiasi, tetapi apabila dilakukan di dalam Antara Serbia Dengan Bosnia-
pengadilan yang dalam hal ini adalah Herzegovina Tahun 1992-1995.
berlaku pengadilan internasional maka Fakultas Hukum Universitas Sebelas
sengketa tersebut dapat ditangani oleh Maret Surakarta, 2017.
Mahkamah Pidana Internasional. Karena Parthiana, Wayan. 2015. Hukum Pidana
semua warga Negara berada dibawah Internasional. Bandung : CV. Yrama
yurisdiksi Mahkamah Pidana Internasional. Widya
Winarwati, Indien. 2017. Hukum Pidana
Saran Internasional. Malang : Setara Pres
Diharapkan dengan adanya penelitian Susanti Aviantina. 2014. Penyelesaian
ini dapat memberikan gambaran khususnya Kasus Pelanggaran HAM Berat
terhadap pemerintah Myanmar, Terhadap Etnis Rohingnya Di
bahwasannya tindakan yang dilakukan Myanmar Berdasarkan Hukum
tersebut merupakan tindak kejahatan Internasional
internasional genosida yang sudah Siswanto, Arie. 2015. Hukum Pidana
menyebabkan penderitaan terhadap Internasional. Yogyakarta : C.V Andi
masyarakat etnis rohingnya. Diharapkan Offset
dengan adanya penelitian ini khususnya Tamia Dian Ayu Faniati, Tinjauan Hukum
terhadap masyarakat muslim rohingnya Internasional Terhadap Etnis Yang
agar selalu melakukan upaya damai agar Tidak Memiliki
kekerasan yang terjadi bisa segera Widyawati, Anis. 2014. Hukum Pidana
terselesaikan. Diharapkan dengan adanya Internasional. Jakarta : Sinar Grafika
penelitian ini khususnya terhadap pembaca
e-Journal Komunitas Yustitia Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Ilmu Hukum (Volume 1 No. 1 Tahun 2018)

Soetjipto, Ani. 2015. Ham dan Politik


Internasional. Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia

Anda mungkin juga menyukai