2.1 Pendahuluan
Sektor industri dan sektor lingkungan selalu seolah dipertentangkan. Penyelarasan antara
keduanya hingga saat ini masih belum memperoleh cara yang paling pas. Di satu sisi, kemajuan
teknologi telah menggiring manusia untuk mengeksplorasi bumi tanpa henti. Akibatnya,
keharmonisan alam yang sebenarnya telah memiliki sistem sendiri, menjadi terganggu. Namun
menghentikan laju industri begitu saja, bukanlah solusi. Pada sisi lain, selama berabad-abad,
kehidupan manusia telah bergantung pada kemajuan teknologi dan sumber daya alam. Idealnya,
teknologi yang dapat membantu manusia menikmati kemudahan yang disediakan bumi, sembari
tetap menjaga kelestarianlingkungan.
Minyak bumi, sampai saat ini masih menjadi sumber energi terbesar bagi dunia. Tampaknya,
sebelum alternatif sumber energi lain pengganti minyak bumi ditemukan, maka usaha
pertambangan minyak bumi akan terus memainkan peran yang penting bagi kehidupan manusia.
Permasalahannya, proses pengeboran dan produksi minyak bumi juga mengandung risiko bagi
kelestarian lingkungan.
Perkembangan industri minyak berkembang begitu pesat, produksi minyak bumi di dunia lebih
dari tiga miliar ton per tahun. Perairan menjadi rawan timbulnya pencemaran minyak karena
separuh dari seluruh produksi tersebut diangkut melalui laut oleh kapal tanker sehingga
kecelakaan-kecelakaan yang mengakibatkan tercecernya minyak di laut hampir tidak dapat
dielakkan. Pencemaran minyak di laut bukan hanya akibat dari kecelakaan kapal, tetapi
pencemaran itu juga bersumber dari kegiatan pengeboran, produksi, pengilangan, transportasi
minyak, perembesan dari reservoirnya, serta kegiatan pemuatan dan pembongkaran di
pelabuhan. Meningkatnya frekuensi pencemaran akan mengancam kebersihan lingkungan
perairan. Bila hal tersebut tidak segera ditanggulangi, pada waktu singkat laju pencemaran laut
akan menjadi tidak terkendali (Fahruddin 2004:1). Karena sifat-sifatnya yang berkaitan dengan
B3, maka minyak bumi termasuk B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) berdasarkan PP 18 tahun
1999. Karena termasuk B3, maka limbah yang mengandung minyak bumi harus diolah. Berbagai
penelitian dan upaya terus dilakukan untuk menemukan cara paling efektif mengatasi masalah
limbah minyak bumi ini. Salah satu teknologi yang memberi harapan dan sedang diuji coba saat
ini adalah teknologi bioremediasi (bioremediation). Bioremediasi merupakan alternatif yang
dilakukan dimana laut yang tercemar dibersihkan dengan memanfaatkan kemampuan
mikroorganisme untuk mendegradasi kontaminan.
B. Minyak Bumi
Minyak bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan
temperatur atmosfer berupa fasa cair atau padat, termasuk aspal, lilin mineral atau ozokerit, dan
bitumin yang diperoleh dari proses penambangan tetapi tidak termasuk batu bara atau endapan
hidrokarbon lain yang berbentuk pada yang diperoleh dari kegiatan yang tidak berkaitan dengan
kegiatan usaha dan minyak bumi (KepMen LH 128/Juli 2003).
Minyak bumi kasar (baru keluar dari sumur eksplorasi) mengandung ribuan macam zat kimia
yang berbeda baik dalam bentuk gas, cair maupun padatan. Bahan utama yang terkandung di
dalam minyak bumi adalah hidrokarbon alifatik dan aromatik. Minyak bumi mengandung senyawa
nitrogen antara 0-0,5%, belerang 0-6%, dan oksigen 0-3,5%. Terdapat sedikitnya empat seri
hidrokarbon yang terkandung di dalam minyak bumi, yaitu seri n-paraffin (n-alkana) yang terdiri
atas metana (CH4) sampai aspal yang memiliki atom karbon (C) lebih dari 25 pada rantainya, seri
iso-paraffin (isoalkana) yang terdapat hanya sedikit dalam minyak bumi, seri neptena (sikloalkana)
yang merupakan komponen kedua terbanyak setelah n-alkana, dan seri aromatik (benzenoid)
(Hadi 2003: 1).
Senyawa hidrokarbon yang terkandung dalam minyak bumi berupa benzena, toluena,
ethylbenzena, dan isomer xylena, dikenal sebagai BTEX, merupakan komponen utama dalam
minyak bumi, bersifat mutagenik dan karsinogenik pada manusia. Senyawa ini bersifat rekalsitran,
yang artinya sulit mengalami perombakan di alam, baik di air maupun di darat, sehingga hal ini
dapat mengalami proses biomagnition pada ikan ataupun pada biota laut yang lain. Bila senyawa
aromatik tersebut masuk ke dalam darah, akan diserap oleh jaringan lemak dan mengalami
oksidasi dalam hati membentuk phenol, kemudian pada proses berikutnya terjadi reaksi konjugasi
membentuk senyawa glucuride yang larut dalam air, kemudian masuk ke ginjal (Fahruddin
2004:1).
Komposisi senyawa hidrokarbon pada minyak bumi tidak sama, bergantung pada sumber
penghasil minyak bumi tersebut. Misalnya, minyak bumi Amerika komponen utamanya ialah
hidrokarbon jenuh, yang digali di Rusia banyak mengandung hidrokarbon siklik, sedangkan yang
terdapat di Indonesia banyak mengandung senyawa aromatik dan kadar belerangnya sangat
rendah (Hadi 2003: 1).
konsentrasi rendah dapat terurai biologis secara cometabolisme (Leahy and Colwell, 1990: 309;
Mangkoedihardjo 2005: 5).
E. Pengisolasian Bakteri
Prosedur isolasi bakteri yang lazim dilakukan biasanya hanya dapat mengisolasi bakteri
pendegradasi minyak bumi yang mendominasi kultur, yaitu bakteri yang mula-mula
menggunakan komponen minyak yang mudah terdegradasi sehingga mampu mencapai
konsentrasi sel tinggi dengan cepat. Isolat tersebut biasanya merupakan pengoksidasi alkana
normal karena komponen tersebut mendominasi kebanyakan minyak bumi, lebih mudah larut
dalam air, dan terdifusi ke dalam membran sel bakteri. Bakteri pendegradasi komponen minyak
yang lebih sulit didegradasi berjumlah lebih sedikit dan tumbuh lebih lambat karena kalah
bersaing dengan pendegradasi alkana yang memiliki substrat lebih banyak dan lebih mudah
didegradasi, sehingga bakteri ini sulit terisolasi. Peran bakteri tersebut penting dalam
melaksanakan degradasi komponen minyak lain yang sulit didegradasi (Horowitz dkk. 1975: 1).
Bakteri pendegradasi komponen minyak yang sulit didegradasi ini dapat diperoleh dengan
memanfaatkan komponen minyak bumi yang masih ada setelah pertumbuhan yang lengkap
bakteri pendegradasi awal. Oleh karena itu, untuk memperoleh isolat bakteri yang lebih lengkap
untuk menghasilkan degradasi total minyak bumi yang lebih besar, isolasi bakteri pendegradasi
minyak bumi dilakukan secara bertahap (Horowitz dkk. 1975: 1).
Prosesnya, sebelum makan minyak, bakteri menghasilkan surfactan. Yaitu sejenis enzimyang
dapat menyatukan minyak dengan air. Setelah minyak dan air menyatu, mulailah bakteri makan
minyak. Ditandai dengan terpecah-pecahnya gumpalan minyak menjadikecil-kecil. Akhirnya
minyak diubah menjadi senyawa lain yang tidak berbahaya.
* Jenis-jenis bioremediasi adalah sebagai berikut:
Biostimulasi
Nutrien dan oksigen, dalam bentuk cair atau gas, ditambahkan ke dalam air atau tanah yang
tercemar untuk memperkuat pertumbuhan dan aktivitas bakteri remediasi yang telah ada di
dalam air atau tanah tersebut.
Bioaugmentasi
Mikroorganisme yang dapat membantu membersihkan kontaminan tertentu ditambahkan ke
dalam air atau tanah yang tercemar. Cara ini yang paling sering digunakan dalam menghilangkan
kontaminasi di suatu tempat. Namun ada beberapa hambatan yang ditemui ketika cara ini
digunakan. Sangat sulit untuk mengontrol kondisi situs yang tercemar agar mikroorganisme dapat
berkembang dengan optimal. Para ilmuwan belum sepenuhnya mengerti seluruh mekanisme
yang terkait dalam bioremediasi, dan mikroorganisme yang dilepaskan ke lingkungan yang asing
kemungkinan sulit untuk beradaptasi.
Bioremediasi Intrinsik
Bioremediasi jenis ini terjadi secara alami di dalam air atau tanah yang tercemar.
Di masa yang akan datang, mikroorganisme rekombinan dapat menyediakan cara yang efektif
untuk mengurangi senyawa-senyawa kimiawi yang berbahaya di lingkungan kita. Bagaimanapun,
pendekatan itu membutuhkan penelitian yang hati-hati berkaitan dengan mikroorganisme
rekombinan tersebut, apakah efektif dalam mengurangi polutan, dan apakah aman saat
mikroorganisme itu dilepaskan ke lingkungan.