Anda di halaman 1dari 5

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang masalah


Banyaknya permasalahan besar pada masa orde baru memunculkan banyak tuntutan
agar Presiden Soeharto turun dari jabatan. Puncaknya tuntutan terjadi pada tanggal 12 Mei
1998 di Kampus Trisakti yang dikenal dengan Insiden Trisakti. Situasi ini membuat
Soeharto memutuskan untuk berhenti karena desakan masyarakat yang menuntut beliau
mundur sangatlah besar dan secara politik dukungan sudah tidak ada. Pada tanggal 21 Mei
1998 pukul 09.00 WIB di ruang Jepara, Istana Merdeka Jakarta, Presiden Soeharto
menyatakan dirinya berhenti dari jabatan Presiden RI lewat pidatonya dihadapan
wartawan dalam dan luar negeri. Setelah itu, B.J. Habibie sebagai Wapres langsung
diangkat sumpahnya menjadi Presiden RI ketiga dihadapan Pimpinan Mahkamah Agung,
yang disaksikan oleh Ketua DPR dan Wakil-Wakil Ketua DPR.
Mundurnya Soeharto dari jabatannya pada tahun 1998 dapat dikatakan sebagai tanda
akhirnya Orde Baru, untuk kemudian digantikan "Era Reformasi". Masih adanya tokoh-
tokoh penting pada masa Orde Baru di jajaran pemerintahan pada masa Reformasi ini
sering membuat beberapa orang mengatakan bahwa Orde Baru masih belum berakhir.
Oleh karena itu Era Reformasi atau Orde Reformasi sering disebut sebagai "Era Pasca
Orde Baru".
Meski diliputi oleh kerusuhan etnis dan lepasnya Timor-Timur, transformasi dari Orde
Baru ke Era Reformasi berjalan relatif lancar dibandingkan negara lain seperti Uni
Soviet dan Yugoslavia. Hal ini tak lepas dari peran Habibie yang berhasil meletakkan
pondasi baru yang terbukti lebih kokoh dan kuat menghadapi perubahan zaman.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana proses pengalihan kepala pemerintahan ke B.J Habibie?
1.2.2 Apa saja kebijakan-kebijakan dalam bidang ekonomi dan politik pada masa
pemerintahan Habibie?
1.2.3 Apa saja keberhasilan yang kegagalan program kerja kabinet B.J Habibie?
1.2.4 Bagaimana jatuhnya pemerintahan B.J Habibie?
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Proses pengalihan kepala pemerintahan ke B.J Habibie


Usai Presiden Soeharto mengucapkan pidato pemunduran dirinya, B.J. Habibie sebagai
Wapres langsung diangkat sumpahnya menjadi Presiden RI ketiga dihadapan Pimpinan
Mahkamah Agung, yang disaksikan oleh Ketua DPR dan Wakil-Wakil Ketua DPR.
Presiden Habibie pada saat itu diwarisi keadaan negara yang sangat kacau secara ekonomi
maupun politik. Belum lagi, saat itu ia tidak dibantu oleh seorang pun dari kursi Wakil
Presiden. Naiknya B.J. Habibie menggantikan Soeharto sebagai Presiden RI ketiga
mengundang perdebatan hukum dan kontroversial, karena Mantan Presiden Soeharto
menyerahkan secara sepihak kekuasaan kepada Habibie. Dikalangan mahasiswa, sikap
atas pelantikan Habibie sebagai presiden terbagi atas tiga kelompok, yaitu: pertama,
menolak Habibie karena merupakan produk Orde Baru; kedua, bersikap netral karena pada
saat itu tidak ada pemimpin negara yang diterima semua kalangan sementara jabatan
presiden tidak boleh kosong; ketiga, mahasiswa berpendapat bahwa pengalihan kekuasaan
ke Habibie adalah sah dan konstitusional.
Pada tanggal 23 Mei 1998, Presiden B.J. Habibie mengumumkan susunan kabinet baru,
yaitu Kabinet Reformasi Pembangunan dengan tugas pokok melakukan Reformasi total di
bidang ekonomi, politik dan hukum. Seiring dengan diumumkannya susunan kabinet yang
baru, berarti presiden harus membubarkan Kabinet Pembangunan VII.

2.2 Kebijakan-kebijakan pada masa pemerintahan Habibie


Kebijakan-kebijakan untuk mengembalikan roda pembangunan :
 Bidang ekonomi:
Presiden Habibie melakukan Reformasi besar-besaran di bidang ekonomi,
seperti merekapitulasi perbankan, merekonstruksi perekonomian nasional,
melikuidasi (pembubaran) beberapa bank bermasalah, menaikkan nilai tukar rupiah
terhadap dolar Amerika hingga di bawah Rp10.000, membentuk Badan Penyehatan
Perbankan Nasional, dan mengimplementasi reformasi ekonomi yang disyaratkan
oleh IMF.
Otonomi yang luas kemudian diberikan kepada daerah dan tidak lagi dikuasai
sepenuhnya oleh pemerintah pusat (desentralisasi). Dasar transisi ini dirumuskan
dalam UU yang disetujui parlemen dan disahkan oleh presiden Indonesia tahun 1999,
yang menyerukan transfer kekuasaan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah.
 Bidang sosial politik:
 Presiden Habibie membebaskan para tahanan politik di masa Orde Baru. Amnesti
diberikan kepada Mohammad Sanusi dan orang-orang lain yang ditahan setelah
Insiden Tanjung Priok. Dr. Sri Bintang Pamungkas, ketua Partai PUDI dan Dr.
Mochatar Pakpahan ketua Serikat Buruh Sejahtera Indonesia dan K. H
Abdurrahman Wahid merupakan segelintir dari tokoh-tokoh yang dibebaskan
Habibie. Selain itu Habibie mencabut Undang-Undang Subversi dan menyatakan
mendukung budaya oposisi serta melakukan pendekatan kepada mereka yang
selama ini menentang Orde Baru.
 Peningkatan kebebasan pers, pembentukan parpol serta percepatan pemilu dari
tahu 2003 ke tahun 1999.
 Terkait Dwifungsi ABRI, Presiden Habibie langsung mengurangi kursi ABRI di
parlemen, dari semula 75 orang menjadi 38 orang. Pada 5 Mei 1999, Presiden
Habibie memecah komponen ABRI ke bentuk semula, yaitu Tentara Nasional
Indonesia (TNI) dan Kepolisian Reoublik Indonesia (POLRI).

2.3 Keberhasilan dan kegagalan program kerja kabinet B.J Habibie


 Keberhasilan:
 Berhasil menaikkan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika mejadi Rp10.000
 Dilahirkan UU No. 5 tahun 1999 tentang larangan praktik monopoli atau
persaingan tidak sehat, mengesahkan UU No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan
konsumen dan UU otonomi daerah.
 Memberi kebebasan pada rakyat untuk menyalurkan aspirasinya sehingga banyak
bermunculan partai-partai politik baru yakni sebanyak 48 partai politik.
 Kegagalan:
 Diakhir pemerintahan nilai tukar rupiah memburuk
 Tidak dapat meyakinkan investor untuk tetap berinvestasi di Indonesia
 Korupsi, Kolusi serta Nepotisme masih menjalar (mengenai pengusutan
kekayaan milik Soeharto)
 Masalah HAM belum juga berkesudahan
 Lepasnya Timor-Timur tahun 1999
2.4 Jatuhnya pemerintahan
Menurut pihak oposisi, salah satu kesalahan terbesar yang B.J Habibie lakukan saat
menjabat sebagai Presiden ialah memperbolehkan diadakannya referendum provinsi
Timor-Timur (sekarang Timor Leste). Ia mengajukan hal yang cukup menggemparkan
publik saat itu, yaitu mengadakan jajak pendapat bagi warga Timor-Timur untuk memilih
merdeka atau masih tetap menjadi bagian dari Indonesia. Pada masa
kepresidenannya, Timor-Timur lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dan
menjadi negara terpisah yang berdaulat pada tanggal 30 Agustus 1999.
Kasus inilah yang mendorong pihak oposisi yang tidak puas dengan latar belakang
Habibie semakin giat menjatuhkannya. Upaya ini akhirnya berhasil saat Sidang Umum
1999, pada 20 Oktober 1999 ia memutuskan untuk tidak mencalonkan diri lagi setelah
laporan pertanggungjawabannya ditolak oleh MPR dan setelah 512 hari kekuasaan B.J
Habibie akhirnya berhenti.
Pandangan terhadap pemerintahan Habibie pada era awal reformasi cenderung bersifat
negatif, tapi sejalan dengan perkembangan waktu banyak yang menilai positif
pemerintahan Habibie.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pada tanggal 21 Mei 1998 pukul 09.00 WIB di ruang Jepara, Istana Merdeka Jakarta,
Presiden Soeharto menyatakan dirinya berhenti dari jabatan Presiden RI, lewat pidatonya
dihadapan wartawan dalam dan luar negeri. Setelah itu, B.J. Habibie sebagai Wapres
langsung diangkat sumpahnya menjadi Presiden RI ketiga dihadapan Pimpinan
Mahkamah Agung, yang disaksikan oleh Ketua DPR dan Wakil-Wakil Ketua DPR.
Pada tanggal 23 Mei 1998, Presiden B.J. Habibie mengumumkan susunan kabinet baru,
yaitu Kabinet Reformasi Pembangunan dan membehentikan dengan hormat pada menteri
Kabinet Pembangunan lalu B.J Habibie memimpin Indonesia yang saat itu memiliki
kondisi yang kurang baik.
Ada berbagai kebijakan yang dilaksanakan saat pemerintahan Habibie diantaranya
merekapitulasi perbankan, merekonstruksi perekonomian nasional, melikuidasi
(pembubaran) beberapa bank bermasalah, menaikkan nilai tukar rupiah terhadap dolar
Amerika hingga di bawah Rp10.000 dalam bidang ekonomi dan pembebasan para tahanan
Orde Baru, peningkatan kebijakan pers, pembentukan parpol dalam bidang sosial politik.
Di tengah-tengah masa pemerintahannya, B.J Habibie dituduh melalukan tindakan
yang bertentangan dengan kesepakatan MPR mengenai Timor-Timur. Pada tanggal 14
Oktober 1999, Presiden Habibie menyampaikan pidato pertanggungjawaban di depan
pimpinan sidang umum MPR, namun terjadi penolakan terhadap pertanggungjawaban
presiden, sehingga pada 20 Oktober 1999 Presiden Habibie mengatakan bahwa dirinya
mengundurkan diri dan menolak pencalonan presiden di pemilu 1999

Anda mungkin juga menyukai