Anda di halaman 1dari 45

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Ginjal

1. Ginjal
Ginjal merupakan organ yang terpenting dalam mempertahankan
homeostasis cairan tubuh. Berbagai fungsi ginjal untuk mempertahankan
homeostasis dengan mengatur volume cairan, keseimbangan osmotik, asam-
basa, ekskresi sisa metabolisme, dan sistem pengaturan hormonal dan
metabolisme.Ginjal terletak dalam rongga abdomen retroperitoneal kiri dan
kanan kolumna vertebralis, dikelilingi oleh lemak dan jaringan ikat
dibelakang peritoneum. Batas atas ginjal kiri setinggi iga ke-11 dan ginjal
kanan setinggi iga ke-12, sedangkan batas bawah setinggi vertebralis lumbalis
ke-3.
2. Struktur ginjal
Ginjal terdiri atas:
a. Medulla (bagiandalam): substansi medularis terdiri atas pyramid renalis,
jumlahnya antara 8-16 buah yang mempunyai basis sepanjang ginjal,
sedangkan apeknya menghadap kesinus renalis.
b. Korteks (bagian luar): subtansi kortekalis berwarna coklat merah,
konsistensi lunak, dan bergranula. Subtansi tepat dibawah fibrosa,
melengkung sepanjang basis piramid yang berdekatan dengan sinus
renalis. Bagian dalam diantara piramid dinamakan kolumna renalis.
3. Pembungkus ginjal
Ginjal dibungkus oleh massa jaringan lemak yang disebut kapsula
adiposa (peritonel feet). Bagian yang paling tebal terdapat pada tepi ginjal
memanjang melalui hilus renalis. Ginjal dan kapsula adipose tertutup oleh
lamina khusus dari fasia subserosa yang disebut fasiarenalis yang terdapat
diantara lapisan dalam dari fasia profunda dan stratum fasia subserosa
internus. Fasia fibrosa terpecah menjadi dua.
a. Lamella anterior atau fasia prerenalis.
b. Lamella posterior atau fasia retrorenalis.
4. Struktur makroskopis ginjal
Satuan fungsional ginjal disebut juga dengan nefron, mempunyai + 1,
3juta. Selama 24 jam nefron dapat menyaring 170 liter darah. Arteri renalis
membawa darah murni dari aorta keginjal. Lubang-lubang yang terdapat pada
renal piramid masing-masing membentuk simpul yang terdiri atas satu badan
malpigi yang disebut glomerulus
5. Bagian-bagian dari nefron
a. Glomerulus
Bagian ini merupakan gulungan atau anyaman kapiler yang terletak
didalam kapsula bowman menerima darah dari arteriole aferen dan
meneruskan kesistem vena melalui arteriol aferen. Natrium secara bebas
difiltrasi kedalam glomerulus sesuai dengan kosentrasi dalam plasma. Kalium
juga difiltrasi secara bebas, diperkirakan 10-20% dari kalium plasma terikat
oleh protein dalam keadaan normal.
b. Tubulus proksimal konvulta
Tubulus ginjal yang langsung berhubungan dengan kapsula bowman
dengan panjang 15 mm dan diameter 55 .Bentuknya berkelok-kelok berjalan
dari korteks kebagian medulla lalu kembali kekorteks, sekitar 2/3 dari natrium
yang terfiltrasi akan diabsorbsi secara isotonik bersama klorida. Proses ini
melibatkan transport aktif natrium. Peningkatan reabsorbsi natrium akan
mengurangi pengeluaran air dan natrium.
c. Lengkung Henle (ansahenle)
Bentuknya lurus dan tebal diteruskan kesegmen tipis selanjutnya
kesegmen tebal, panjangnya 12 mm, total panjangnya ansahenle 2-14 mm.
Klorida secara aktif diserap kembali pada cabang asendens gelunghenle dan
natrium bergerak secara pasif untuk mempertahankan kenetralan listrik.
d. Tubulus distal konvulta
Bagian ini adalah bagian tubulus ginjal yang berkelok-kelok dan
letaknya jauh dari kapsula bowman, panjangnya 5 mm. Tubulus distal
dimasing-masing nefron bermuara keduktus kolingetis yang panjangnya 20
mm.
e. Duktus kolingetis medulla
Saluran yang secara metabolik tidak aktif. Pengaturan secara halus
ekskresi natrium urin terjadi disini dengan aldosteron yang paling berperan
terhadap rearbsopsi natrium. Duktus ini memiliki kemampuan untuk
mereabsorpsi dan menyekresi kalium. Ekskresi aktif kalium dilakukan pada
duktus kolingen kortikal dan dikendalikan oleh aldosteron.
B.Konsep Dasar
1. Pengertian
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan
tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit, menyebabkan uremia ( Smaltzer, 2009:1448).
Gagal ginjal kronik merupakan kegagalan fungsi ginjal (unit nefron)
yang berlangsung perlahan-lahan karena penyebab berlangsung lama dan
menetap yang mengakibatkan penumpukan sisa metabolik (toksik uremik)
sehingga ginjal tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan biasa lagi dan
menimbulkan gejala sakit (Hudak & Gallo).
Gagal ginjal kronis (chronic renal failure) adalah kerusakan ginjal
progresif yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah
nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak
dilakukan dialisasi atau transplantasi ginjal).
Gagal ginjal kronis bisa berkembang melalui stadium - stadium berikut ini:
 Cadangan ginjal berkurang (tingkat filtrasi glomerular [glomerular
filtration rate - GFR] sebesar 45% sampai 50% dari normal)
 Insufisiensi ginjal (GFR sebesar 20% sampai 35% dari normal)
 Gagal ginjal (GFR sebesar 20% sampai 35% dari normal )
 Penyakit ginjal stadium-akhir (GFR sebesar kurang dari 20% dari
normal). (Williams dan Wilkins. 2011: 508).
Gagal ginjal terjadi ketika ginjal tidak mampu mengangkut sampah
metabolik tubuh atau melakukan fungsi regulernya. Suatu bahan yang
biasanya dieliminasi diurin menumpuk dalam cairan tubuh akibat
gangguan ekskresi renal dan menyebabkan gangguan fungsi endokrin
dan metabolik, cairan, elektrolit, serta asam basa (Toto Suharyo Dan
Abdul Madjid. 2009; 183)
2. Klasifikasi/Stadium GGK
Berikut tahap-tahap perkembangan penyakit gagal ginjal kronis
selengkapnya:
a. Stadium I (Penurunan Cadangan Ginjal/Faal Ginjal antara 40-75%)
Pada tahap ini, ada beberapa hal yang terjadi dalam tubuh penderita,
diantaranya:
1) Sekitar 40-75% nefron tidak berfungsi.
2) Laju flitrasi glomerulus 40-50% normal.
3) BUN dan Kreatinin serum masih normal.
4) Pasien asimtomatik.
Tahap ini merupakan tahap perkembangan penyakit ginjal yang
paling ringan, karena faal ginjal masih dalam kondisi baik. Oleh karena itu,
penderita juga belum merasakan gejala apapun. Bahkan, hasil pemeriksaan
laboraturium menunjukan bahwa faal ginjal masih berada dalam batas
normal.
Selain itu, kreatinin serum dan kadar BUN (Blood urea nitrogen)
masih berada dalam batas normal dan penderita asimtomatik. Gangguan
fungsi ginjal baru diketahui setelah pasien diberi beban kerja yang berat,
seperti tes pemekatan kemih dalam waktu lama atau melalui tes GFR
dengan teliti.
b. Stadium II (Indufisiensi Ginjal/Faal Ginjal antara 20-50%)
Pada tahap ini, beberapa hal yang terjadi dalam tubuh penderita,
diantaranya:
1) Sekitar 75-80% nefron tidak berfungsi.
2) Laju filtrasi glomerulus 20-40% normal.
3) BUN dan kreatinin serum mulai meningkat.
4) Anemia dan azotemia ringan
5) Nokturia dan poliuria
Pada tahap ini, penderita masih dapat melakukan tugas-tugas seperti biasa,
walaupun daya dan konsentrasi ginjal menurun. Pengobatan harus dilakukan
dengan cepat untuk mengatasi kekurangan cairan, kekurangan garam, dan
gangguan jantung. Selain itu, penderita juga harus diberi obat untuk
mencegah gangguan faal ginjal. Apabila langkah-langkah ini dilakukan
dengan cepat dan tepat, perkembangan penyakit ginjal yang lebih berat pun
dapat dicegah.
Pada stadium ini, lebih dari 75% jaringan ginjal yang berfungsi telah
rusak. Selain itu, kadar BUN dan kreatinin serum juga mulai meningkat
melampaui batas normal
c. Stadium III (Gagal Ginjal/Faal Ginjal Kurang dari 10%)
Pada tahap ini, beberapa hal yang terjadi dalam tubuh penderita,
diantaranya:
1) Laju filtrasi glomerulus 10-20% normal.
2) BUN dan kreatinin serum meningkat.
3) Anemia, azotemia, dan asidosis metabolik.
4) Poliuria dan nokturia.
5) Gejala gagal ginjal.
Pada tahap ini, penderita merasakan beberapa gejalan, antara lain
mual, muntah, nafsu makan berkurang, sesak napas, pusing, sakit kepala, air
kemih berkurang, kurang tidur, kejang-kejang, dan mengalami penurunan
kesadaran hingga koma. Oleh karena itu, penderita tidak dapat melakukan
tugas sehari-hari.
d. Stadium IV (End-stage Renal Disease/ESRD)
Pada tahap ini, beberapa hal yang terjadi dalam tubuh penderita,
diantaranya:
1) Lebih dari 85% nefron tidak berfungsi.
2) Laju filtrasi glomerulus kurang dari 10% normal.
3) BUN dan kreatinin tinggi.
4) Anemia, azotemia, dan asidosis metabolik.
5) Berat jenis urine tetap 1,010.
6) Oliguria.
7) Gejala gagal ginjal.
Stadium akhir kurang lebih 90% massa nefron telah hancur. Nilai
GFR 10% dibawah batas normal dan kadar kreatinin hanya 5-10 ml/menit,
bahkan kurang dari jumlah tersebut. Selain itu, peningkatan kreatinin serum
dan kadar BUN juga meningkat secara mencolok.Pada stadium akhir gagal
ginjal, penderita tidak sanggup mempertahankan homeostatis cairan dan
elektrolit didalam tubuh. Biasanya, penderita menjadi oliguria (Pengeluaran
kemih kurang dari 500 ml/hari karena kegagalan glomerulus). Pada stadium
akhir gagal ginjal, penderita harus mendapatkan pengobatan dalam bentuk
transplantasi ginjal atau dialisis.
Berdasarkan kemampuan filtrasinya, gagal ginjal dapat dibagi menjadi
5 stadium. Stadium ini dibedakan berdasarkan perkiraan GFR (Glomerular
Filtration Rate). Pada stadium 1, fungsi ginjal masih relatif baik dan terdapat
penurunan minimal pada stadium 2. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat di
bawah ini:
1) Stadium 1 (GFR > 90)
Pada gagal ginjal stadium 1 fungsi ginjal dalam batas normal, namun
terdapat kelainan pada pemeriksaan urine rutin, pemeriksaan struktur ginjal,
atau terdapat faktor genetik. Tidak ada pengobatan khusus pada stadium ini,
target tekanan darah harus dicapai sesegera mungkin.
2) Stadium 2 (GFR 60-89)
Pada gagal ginjal stadium 2 terdapat penurunan minimal fungsi ginjal
selain ditemukannya kelainan pada pemeriksaan urin rutin, pemeriksaan
struktur ginjal, atau adanya faktor genetik. Sama seperti pada stadium 1, tidak
ada pengobatan khusus, faktor risiko terjadinya progresifitas penyakit ginjal
perlu ditelaah dan diintervensi segera.
3) Stadium 3 (GFR 30-59)
Pada gagal ginjal stadium 3 terdapat penurunan fungsi ginjal yang
bermakna. Penyakit gagal ginjal merupakan penyakit yang perjalanannya
progresif, dalam artian terus berlangsung sehingga perlu dilakukan tindakan
yang dapat menghambat lajunya kerusakan ginjal. Faktor risiko harus dapat
ditekan dan penyebab terjadinya gagal ginjal perlu dievaluasi dengan
seksama.
4) Stadium 4 (GFR 15-29)
Pada gagal ginjal stadium 4, penurunan fungsi ginjal sudah berat dan
perlu dipertimbangkan untuk dilakukan tindakan hemodialisis atau tindakan
cuci darah. Hemodialisis rutin perlu ditelaah lebih baik dari segi medis
maupun dari segi ekonomi.
5) Stadium 5 (GFR < 15 atau menjalani tindakan hemodialisis rutin)
Pada gagal ginjal stadium ini, dapat dikatakan ginjal tidak berfungsi lagi
sehingga tindakan hemodialisis dianjurkan sesegera mungkin sebelum
muncul gangguan yang mengancam jiwa
Menurut Brunner & Suddarth stadium GGK dibagi menjadi 5 stadium
1) Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten
dan LFG yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2
2) Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG
antara 60-89 mL/menit/1,73 m2
3) Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2
4) Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2
5) Stadium5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15mL/menit/1,73m2 atau gagal
ginjal terminal
3. Etiologi
Gagal ginjal kronik dapat timbul dari hamper semua penyakit. Apapun
sebabnya, dapat menimbulkan perburukan fungsi ginjal secara progresif.
Dibawah ini terdapat beberapa penyebab gagal ginjal kronik:
a. Tekanan Darah Tinggi
Hipertensi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan perubahan
perubahan stuktur pada arteriol diseluruh tubuh, ditandai dengan fibrosis dan
hialinisasi (sklerosis) didingding pembuluh darah. Organ sasaran utama organ
ini adalah jantung, otak, ginjal dan mata.
Pada ginjal adalah akibat aterosklerosis ginjal akibat hipertensi lama
menyebabkan nefrosklerosis begina. Gangguan ini merupakan akibat
langsung dari iskemia renal. Ginjal mengecil, biasanya simetris dan
permukaan berlubang – lubang dan berglanula. Secara histology lesi yang
esensial adalah sklerosis arteri arteri kecilserta arteriol yang paling nyata pada
arteriol eferen. Penyumbatan arteri dan arteriol akan menyebabkan kerusakan
glomerulusdan atrofi tubulus, sehingga seluruh nefron rusak (price,
2008:933).
b. Glomerulonefritis
Glomerulonefritis terjadi karena adanya peradangan pada glomerulus
yang diakibatkan karena adanya pengendapan kompleks antigen antibody.
Reaksi peradangan diglomerulus menyebabkan pengaktifan komplemen,
sehingga terjadi peningkatan aliran darah dan peningkatan permeabilitas
kapiler glomerulus dan filtrasi glomerulus. Protein-protein plasma dan sel
darah merah bocor melalui glomerulus. Glomerulonefritis dibagi menjadi dua
yaitu:
1) Gomerulonefritis Akut Glomerulonefritis akut adalah peradangan
glomerulus secara mendadak.
2) Glomerulonefritis Kronik Glomerulonefritis kronik adalah pradangan
yang lama dari sel-sel glomerulus. (Price, 2009. 924)
c. Lupus Eritematosus Sistemik (SLE)
Nefritis lupus disbabkan oleh kompleks imun dalam sirkulasi yang
terperangkap dalam membrane basalis glomerulus dan menimbulkan
kerusakan. Perubahan yang paling dini sering kali hanya mengenai sebagian
rumbai glomerulus atau hanya mengenai beberapaglomerulus yang tersebar.

d. Penyakit Ginjal Polikistik


Penyakit ginjal polikistik (PKD) ditandai dengan kista-kista multiple,
bilateral,dan berekspansi yang lambat laun mengganggu dan menghancurkan
parenkim ginjal normal akibat penekanan.semakin lama ginjal tidak mampu
mempertahankan fungsi ginjal, sehingga ginjal akan menjadi rusak (GGK)
(Price, 2009:937)
e. Pielonefritis
Pielonefritis adalah infeksi yang terjadi pada ginjal itu sendiri.
Pielonefritis itu sendiri dapat bersifat akut atau kronik. Pielonefritis akut juga
bias terjadi melalui infeksi hematogen. Pielonefritis kronik dapat terjadi
akibat infeksi berulang-ulang dan biasanya dijumpai pada individu yang
mengidap batu, obstruksi lain, atau repluks vesikoureter. (Price, 2009: 938)
f. Diabetes Melitus
Diabetes mellitus adalah penyebab tunggal ESRD yang tersering,
berjumlah 30% hingga 40% dari semua kasus. Diabetes mellitus menyerang
struktur dan fungsi ginjal dalam bentuk. Nefropati diabetic adalah istilah yang
mencakup semua lesi yang terjadi diginjal pada diabetes mellitus (Price,
2005:941). Riwayat perjalanan nefropati diabetikum dari awitan hingga
ESRD dapat dibagi menjadi lima fase atau stadium:
1). Stadium 1 (fase perubahan fungsional dini) ditandai dengan hifertropi dan
hiperfentilasi ginjal, pada stadium ini sering terjadi peningkatan GFR yang
disebabkan oleh banyak factor yaitu, kadar gula dalam darah yang tinggi,
glucagon yang abnormal hormone pertumbuhan, efek rennin, angiotensin
II danprostaglandin.
2) Stadium 2 (fase perubahan struktur dini) ditandai dengan penebalan
membrane basalis kapiler glomerulus dan penumpukan sedikit demi
sedikit penumpukan matriks mesangial.
3) Stadium 3 (Nefropati insipient)
4) Stadium 4 (nefropati klinis atau menetap)
5) Stadium 5 (Insufisiensi atau gagal ginjal progresif)
Menurut brenner dan lazarus dalam price dan wilson penyebab penyakit ginjal
stadium terminal yang paling banyak di New England adalah sebagai berikut :
1) Glomerulonefritis kronik ( 24 %)
2) Nefropati diabetik ( 15 %)
3) Nefrosklerosis hipertensif ( 9%)
4) Panyakit ginjal polikstik ( 8%)
5) Pielnefritis kronis dan nefritis intertisal lain ( 8%)
(Toto Suharyo Dan Abdul Madjid. 2009; 183).
4.Patofisiologi
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah,
maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah
dialisis.
Gangguan Klirens Renal. Banyak masalah muncul pada gagal ginjal
sebagai akibat dari penurunan jumlah glomeruli yang berfungsi, yang
menyebabkan penurunan klirens substansi darah yang seharusnya dibersihkan
oleh ginjal.
Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan
mendapatkan urine 24-jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurunnya
filtrasi glomerulus (akibat tidak tidak berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin
akan menurun dan kadar kreatinin serum akan meningkat. Selain itu, kadar
nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan
indikator yang paling sensitif dari fungsi renal karena substansi ini diproduksi
secara konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal,
tetapi juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme (jaringan dan luka
RBC), dan medikasi seperti steroid.
Retensi Cairan dan Natrium. Ginjal juga tidak mampu untuk
mengkonsentrasikan atau mengencerkan urin secara normal pada penyakit
ginjal tahap-akhir; respons ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan
cairan dan elektrolit sehari-hari, tidak terjadi. Pasien sering menahan natrium
dan cairan, meningkatkan risiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif, dan
hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis reninangiotensin
dan kerjasama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain
mempunyai kecendrungan untuk kehilangan garam; mencetuskan risiko
hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan
air dan natrium, yang semakin memperburuk status uremik.
Asidosis. Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis
metabolik seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan
asam (H+) yang berlebihan. Penurunan sekresi asam terutama akibat
ketidakmampuan tubulus ginjal untuk menyekresi amonia (NH³) dan
mengabsorpsi natrium bikarbornat (HCO³). Penurunan ekskresi fosfat dan
asam organik lain juga terjadi.
Anemia.Anemia terjadi sebagai akibat dari reproduksi eritropoentin yang
tidak adekuat, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan
kecendrungan untuk mengalami perdarahan akibat status uremik pasien,
terutama dari saluran gastrointestinal. Eritropoetin, suatu substansi normal
yang diproduksi oleh ginjal, menstimulasi sum-sum tulang untuk menghasilkan
sel darah merah. Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin menurun dan anemia
berat terjadi, disertai keletihan, angina dan nafas sesak.
Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat. Abnormalitas utama yang lain
pada gagal ginjal kronis adalah gangguan metabolisme kalsium dan fosfat.
Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan saling timbal balik;
jika salah satunya meningkat, yang lain akan turun. Dengan menurunnya
filtrasi melalui glomerulus ginjal, terdapat peningkatan kadar fosfat serum
sebaliknya penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum
menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun demikian,
pada gagal ginjal, tubuh tidak berespons secara normal terhadap peningkatan
sekresi parathormon, dan akibatnya, kalsium di tulang menurun, menyebabkan
perubahan pada tulang dan penyakit tulang. Selain itu, metabolit aktif vitamin
D (1,25-dihidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat di ginjal menurun
seiring dengan berkembangnya gagal ginjal.
Penyakit tulang uremik, seiring disebut osteodistrofi Renal, terjadi dari
perubahan kompleks kalsium, fosfat, dan kesimbangan parathormon.Laju
penurunan fungsi ginjal dan perkembangan gagal ginjal kronis berkaitan
dengan gangguan yang mendasari, ekskresi protein dalam urin, dan adanya
hipertensi. Pasien yang mengeksresikan secara signifikan sejumlah protein atau
mengalami peningkatan tekanan darah cenderung akan cepat memburuk dari
pada mereka yang tidak mengalami kondisi ini. (Suzzane C. Smeltzer Brenda
G. 2007; 1448
5 Manifestasi klinis
a) Kardiovaskular : kardiomiopati, gagal jantung, hipertensi dan aritmia,
termasuk takikardi atau fibrilasi ventrukiler yang bisa membahayakan
jiwa, efusi perikardial, edema periferal dan perikarditis.
b) Kutaneus : rambut keriting dan rapuh yang bisa berubah warna dan rontok
dengan mudah , peteksia, purpura, gatal parah, kuku jari tipis dan rapuh
dengan garis khas, beku uremik
c) Perubahan endokrin : amenorea dan mens berhenti ( pada Wanita ),
kerusakan metabolisme karbohidrat, impotensi dan produksi sperma
berkurang (pada Pria), sekresi aldostrone meningkat, infertilitas dan libido
menurun, pertumbuahn kerdil (pada anak-anak)
d) Gastro intestinal : anoreksia, mual, muntah, inflamasi dan ulserasi mukosa
GI yang menyebabkan stomatitis, ulserasi dan pendarahan gusi dan
kemungkinan parotitis, esofagitis, gastritis, ulser duodenul, lesi disus kecil
dan besar, kolitis uremik, pankreatitis dan proktiti, rasa seperti logam
didalam mulut, fetor uremik.
e) Perubahan hemotopoitik : anemia, kehilangan darah akibat dialisis dan
perdarahan GI, waktu bertahan hidup sel darah merah (red blood count-
RBC) berkurang, pendarahan yang semakin parah dan gangguan
pengumpulan, yang ditunjukan oleh purpura, hemoragi daro orifikum
tubuh, mudah memar, ekimosis, peteksia, trombositopenia ringan dan
kelainan kepeing darah
f) Neurologis : apati : koma. Konfusi, rasa kantuk, perubahan EEC yang
mengidikasikan ensefalopati metabolik, iritabilat, otot kram dan kejang ,
sindrom kaki gelisah, sawan, jangkauan memori dan perahtian memendek.
g) Renal dan urologis : output urin berkurang; urin sangat encer dan
mengandung warna lain dan kristal . kelebihan cairan dan asidosis
metabolik, awalnya hipotensi, mulut kering , kekencangan kulit hilang,
tidak bergairah, letih dan mual; kemudian timbul rasa kantuk dan konfusi,
iritabilitas otot dan kemudian otot melemah saat kadar kalium naik, retensi
dan kelinhan natrium.
h) Respiratorik : dispnea akibat gagal jantung, respirasi kussmaul akibat
asidosis, geseka friksi dan efusi pleural, nyeri pleuritik, edema pulmoner,
pleritis uremik dan paru-paru uremik.
i) Perubahan skeletal : klasifikasi arteri yang bisa menyebabkan penyakit
arteri koroner, ketidak seimbangan kalsium-fosforus yang menyebabkan
nyeri otot dan tulang, demineralisasi skeletal, fraktur patologis, dan
klasifikasi diotak, mata, gusi, sendi, miokardium dan embuluh darah ,
osteodistrofi renal pada anak-anak (Williams dan Wilkins. 2011; 509-510)
6. komplikasi
1) Pada gagal ginjal progersif, terjadi beban volume, ketidak seimbangan
elektrolit, asidosis metabolik, azotemia, dan uremia.
2) Pada gagal ginjal stadium 5 (penyakit stadium akhir), terjadi azotemia dan
uremia berat, asidosis metabolik memburuk.
3) Hipertensi, anemia, osteodistrofi, hiperkalemia, ensafalopati uremik, dan
pruiritus adalah komplikasi yang sering terjadi.
4) Penurunan pembentukan eritropoiten dapat menyebakan sindrom anemia
kardiorenal, suatu trias anemia yang lama,penyakit kardiovaskular, dan
penyakit ginjal yang akhirnya menyebakan peningkatan morbiditas dan
mortalitas.
5) Dapat terjadi gagal jantung kongestif.
6) Tanpa pengobatan terjadi koma dan kematian (Elizabeth J.Corwin. 2007;
730-731)
7. Penatalaksanaan gagal ginjal kronik
Pengobatan gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi 2 (dua) tahap, yaitu
tindakan konservatif dan dialisis atau transplantasi ginjal.
1. Tindakan konservatif
Tujuan pengobatan pada tahap ini adalah untuk meredekan atau
memperlambat gangguan fungsi ginjal progresif.
Pengobatan:
a) Pengaturan diet protein, kalsium, natrium, dan cairan
1) Pembatasan protein.
Pembatasan protein tidak hanya mengurangi kadar BUN, tetapi juga
mengurangi asupan kalium dan fosfat, serta mengurangi produksi ion
hidrogen yang berasal dari protein. Pembatasan asupan protein telah
terbukti menormalkan kembali kelainan ini dan memperlambat terjadinya
gagalm ginjal.

Pembatasan protein berdasarkan pada GFR:


GFR (ml/menit) pembatasan protein (g)
10 40
5 25-30
3 atau kurang 20 20

Jumlah kebutuhan protein biasanya dilonggarkan sampai 60-80 g/hari, apabila


penderita mendapatkan pengobatan dialisis teratur.
2) Diet rendah kalium
Hiperkalemia biasanya merupakan masalah pada gagal ginjal lanjut. Asupan
kalium dikurangi. Diet yang dianjurkan adalah 40-80 mEq/hari. Penggunaan
makanan dan obat-obatan yang tinggi kadar kaliumnya dapat menyebabkan
hiperkalemia.
3) Diet rendah natrium
Diet Na yang dianjurkan hadala 40-90 mEq/hari (1-2 g Na). Asupan natrium
yang terlalu longgar dapat mengakibatkan retensi cairan, edema perifer,
edema paru, hipertensi dan gagal jantung kongestif.
4) Pengaturan cairan
Cairan yang diminum penderita gagal ginjal tahap lanjut harus diawasi
dengan seksama. Parameter yang tepat untuk diikuti selain data asupan dan
pengeluaran cairan yang dicatat dengan tepat adalah pengukuran berat
badan harian.Asupan yang bebas dapat menyebabkan beban sirkulasi
menjadi berlebihan, dan edema. Sedangkan asupan yang terlalu rendah
mengakibatkan dehidrasi, hipotensi dan gangguan fungsi ginjal.
Aturan yang dipakai untuk menentukan banyaknya asupan cairan adalah:
Jumlah uirn yang dikeluarkan selama 24 jam terakhir + 500 ml (IWL)
Misalnya: jika jumlah urin yang dikeluarkan dalam waktu 24 jam 400 ml,
maka asupan cairan total dalam sehari adalah 400 ml, maka asupan cairan
total dalam sehari adalah 400 + 500 ml = 900 ml.
b) Pencegahan dan pengobatan komplikasi
(1)Hipertensi
 Hipertensi dapat dikontrol dengan pembatasan natrium dan cairan.
 Pemberian obat antihipertensi: metildopa (aldomert), propranol, klonidin
(catapres).
 Apabila penderita sedang mengalami terapi hemodialisa, pemberian
antihipertensi dihentikan karena dapat mengakibatkan hipotensi dan syok
yang diakibatkan oleh keluarnya cairan intravaskuler melalui ultrafiltrasi.
 Pemberian diuretik: furosemid (lasix)
(2) Hiperkalemia,
Hiperkalemia merupakan komplikasi yang paling serius, karena bila K+
serum mencapai sekitar 7 mEq/L, dapat mengakibatkan aritmia dan juga
henti jantung. Hiperkalemia dapat diobati dengan pemberian glukosa dan
insulin intervena, yang akan memasukkan K+ ke dalam sel, atau dengan
pemberian kalsium Glukonat 10% .
(3) Anemia
Anemia pada gagal ginjal kronik diakibatkan penurunan sekresi eritropoeitin
oleh ginjal, pengobatannya adalah pemberian hormon eritropoeitin, yaitu
rekombinan eritropoeitin (r-EPO) (Esch bach et al, 1987), selain dengan
pemberian vitamin dan asam folat, besi dan tranfusi darah.
(4)Asidosis
Asidosis ginjal biasanya tidak diobati kecuali HCO3 plasma turun dibawah
angka 15 mEq/L. Bila asidosis berat akan dikoreksi dengan pemberian Na
HCO3 (Natrium Bikarbonat) parental. Koreksi pH darah yang berlebihan
dapat mempercepat timbulnya tetani, maka harus dimonitori dengan
seksama.
(5) Diet rendah fosfat
Diet rendah fosfat dengan pemberian gel yang dapat mengikat fosfat di
dalam usus. Gel yang dapat mengikat fosfat harus dimakan bersama dengan
makanan.
(6) Pengobatan hiperurisemia
Obat pilihan untuk mengobati hiperurisemia pada penyakit ginjal lanjut
adalah pemberian alopurinol. Obat ini mengurangi kadar asam urat dengan
menghambat biosintesis sebagian asam urat total yang dihasilkan tubuh.
2) Dialisis dan transplantasi
Pengobatan gagal ginjal stadium akhir adalah dengan dialisis dan
transplantasi ginjal. Dialisis dapat digunakan untuk mempertahankan
penderita dalam keadaan klinis yang optimal sampai tersedia donor
ginjal.Dialisis dilakukan apabila kadar kreatinin serum biasanya diatas 6
mg/100 ml pada laki-laki atau 4 ml/100 ml pada wanita, dan GFR kurang dari
4 ml/menit (Toto Suharyo Dan Abdul Madjid. 2009; 189-192).
8. Manajemen Keperawatan
1) Pengkajian Primer (primary survey)
Pengkajian cepat untuk mengidentifikasi dengan segera masalah
aktual/potensial dari kondisi life threatning (berdampak terhadap
kemampuan pasien untuk mempertahankan hidup). Pengkajian tetap
berpedoman pada inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi jika hal
tersebutmemungkinkan.
Prioritas penilaian dilakukan berdasarkan :
A = Airway dengan kontrol servikal
Kaji :
- Bersihan jalan nafas
- Adanya/tidaknya sumbatan jalan nafas
- Distress pernafasan
- Tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema laring
B = Breathing dan ventilasi
Kaji :
- Frekuensi nafas, usaha dan pergerakan dinding dada
- Suara pernafasan melalui hidung atau mulut
- Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas
C = Circulation
Kaji :
- Denyut nadi karotis
- Tekanan darah
- Warna kulit, kelembaban kulit
- Tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal
D = Disability
Kaji :
- Tingkat kesadaran
- Gerakan ekstremitas
- GCS atau pada anak tentukan respon A = alert, V = verbal, P =
pain/respon nyeri, U = unresponsive.
- Ukuran pupil dan respon pupil terhadap cahaya.
E = Eksposure
Kaji :
- Tanda-tanda trauma yang ada
2) Pengkajian sekunder (secondary survey)
Pengkajian sekunder dilakukan setelah masalah ABC yang ditemukan
pada pengkajian primer diatasi. Pengkajian sekunder meliputi pengkajian
obyektif dan subyektif dari riwayat keperawatan (riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit terdahulu, riwayat pengobatan, riwayat
keluarga) dan pengkajian dari kepala sampai kaki.
1) Aktivitas/Istirahat
Gejala: Kelelahan ekstrem, kelemahan,malaise, Gangguan
tidur(Insomnia/gelisah atau somnolen)
Tanda: Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
2) Sirkulasi
Gejala: Riwayat hipertensi lama atau berat
Palpitasi : nyeri dada (Angina)
Tanda: Hipertensi: nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada kaki,
telapak, tangan, Disritmia jantung, Nadi lemah halus, hipertensi ortostatik
menunjukkan hipovolemia, yang jarang pada penyakit tahap akhir, Friction
rub pericardial (Respons terhadap akumulasi sisa), Pucat;kulit coklat
kehijauan, kuning. Kecenderungan perdarahan.
3) Integritas Ego
Gejala: Faktor stres, contoh finansial, hubungan, dan sebagainya
Perasaantak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan
Tanda: Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan
kepribadian.
4) Eliminasi
Gejala: Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (Gagal tahap lanjut).
Abdomen kembung, diare, atau konstipasi.
Tanda: Perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat,
berawan. Oliguria, dapat menjadi anuria.
5) Makanan/Cairan
Gejala: Peningkatan berat badan cepat (Edema), penurunan berat badan
(Malnutrisi) Anoreksia. Nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap
pada mulut (Pernapasan amonia), Penggunaan diuretik
Tanda: Distensi abdomen/asites, pembesaran hati (Tahap akhir), Perubahan
turgor kulit/kelembaban.Edema (Umum, tergantung), Ulserasi gusi,
perdarahan gusi/lidah, Penurunan otot, penurunan lemak subkutan,
penampilan tak bertenaga.
6) Neurosensori
Gejala: Sakit kepala, penglihatan kabur.
Tanda: Gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian.
7) Nyeri/Kenyamanan
Gejala: Nyeri panggul, sakit kepala;kram otot/nyeri kaki (Memburuk saat
malam hari)
Tanda: Perilaku berhati-hati/distraksi,gelisah
8) Pernapasan
Gejala: Napas pendek; dispnea noktural paroksimal; batuk dengan/tanpa
sputum kental dan banyak
Tanda: Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi/kedalaman (Pernapasan
kusmaul), Batuk produktif dengan sputum merah muda encer (Edema paru)

3) Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah respon individu pada masalah kesehatan
baik yang aktual maupun potensial (Mubaraq, 2006:81). Menurut Smeltzer,
(2001:1451-1456) pasien gagal ginjal kronis memerlukan asuhan keperawatan
yang tepat untuk menghindari komplikasi akibat menurunnya fungsi renal dan
stress serta cemas dalam menghadapi penyakit yang mengancam jiwa ini.
Diagnosa keperawatan potensial untuk pasien-pasien ini mencakup yang
berikut:
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin, diet
berlebih dan retensi cairan serta natrium.
2. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual dan muntah, pembatasan diet, dan perubahan membran
mukosa mulut.
3. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan program penanganan.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk
sampah dan prosedur dialisis.
4) Intervensi
Perencanaan keperawatan adalah penyusunan rencana tindakan
keperawatan yang akan dilaksanakan untuk mengatasi masalah sesuai dengan
diagnosis keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan terpenuhinya
kebutuhan pasien (Mubaraq, 2006:84). Menurut Smeltzer, (2001:1452-1454)
perencanaan keperawatan dari diagnosa diatas adalah:
1) Diagnosa keperawatan: Kelebihan volume cairan berhubungan dengan
penurunan haluaran urin, diet berlebih dan retensi cairan serta natrium.
Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan.
Kriteria hasil:
Klien tidak sesak napas, edema ekstrimitas berkurang, produksi urine >600
ml/hari.
Intervensi:
1. Kaji status cairan:
1) Timbang berat badan harian.
2) Keseimbangan masukan dan haluaran.
3) Turgor kulit dan adanya edema.
4) Distensi vena leher.
5) Tekanan darah, denyut dan irama nadi.
Rasional: Pengkajian merupakan dasar dan data dasar berkelanjutan
untuk memantau perubahan dan mengevaluasi intervensi.
2. Batasi masukan cairan.
Rasional: Pembatasan cairan akan menentukan berat badan ideal,
haluaranurin, dan respon terhadap alergi.
3. Identifikasi sumber potensial cairan:
1) Medikasi dan cairan yang di gunakan.
2) Makanan
Rasional: Sumber kelebihan cairan yang tidak diketahui dapat
diidentifikasi.
4. Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan.
Rasional: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga
dalam pembatasan cairan.
5. Bantu pasien dalam menghadapi ketidaknyamanan akibat pembatasan
cairan.
Rasional: Kenyamanan pasien meningkatkan kepatuhan terhadap
pembatasan diet.
6. Tingkatkan dan dorong higiene oral dengan sering.
Rasional: Hygiene oral mengurangi kekeringan mebran mukosa mulut.
2) Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual dan muntah, pembatasan diet, dan perubahan membran
mukosa mulut.
Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat.
Kriteria hasil:
Asupan nutrisi tubuh pasien terpenuhi dengan baik. .
Intervensi:
1. Kaji status nutrisi:
1) Perubahan berat badan.
2) Pengukuran antropometrik.
3) Nilai laboratorium (elektrolit serum,BUN, kreatinin, protein, tranferin,
dan kadar besi).
Rasional: Menyediakan data dasar untuk memantau perubahan dan
mengevaluasi intervensi.
2. Kaji pola diet nutrisi pasien:
1) Riwayat diet.
2) Makanan kesukaaan.
3) Hitung kalori.
Rasional: Pola diet dahulu dan sekarang dapat dipertimbangkan dalam
menyusun menu.
3. Kaji faktor yang berperan dalam merubahmasukan nutrisi:
1) Anoreksia, mual atau muntah.
2) Diet yang tidak menyenangkan bagi pasien.
3) Depresi.
4) Kurang memahami pembatasan diet.
5) Stomatitis.
Rasional: Menyediakan informasi mengenal faktor lain yang dapat diubah
atau dihilangkan untuk meningkatkan masukan diet.
4. Menyediakan makanan kesukaan pasien dalam batas-batas diet.
Rasional: Mendorong peningkatan masukan diet.
5. Tingkatkan masukan protein yang mengandung nilai biologis tinggi: telur,
produk susu, daging.
Rasional: Protein lengkap di berikan untuk mencapai keseimbangan
nitrogen yang di perlukan untuk pertumbuhan dan penyembuhan.
6. Anjurkan camilan tinggi kalori, rendah protein, rendah natrium diantara
waktu makan.
Rasional: Mengurangi makanan dari protein yang dibatasi dan
menyediakan kalori untuk energi, membagi protein untuk
pertumbuhan dan penyembuhan jaringan.
7. Ubah jadwal medikasi sehingga medikasi ini tidak segera diberikan
sebelum makan.
Rasional: Ingesti medikasi sebelum makan menyebabkan anoreksia dan
rasa kenyang.
8. Jelaskan rasional pembatasan diet dan hubungannya dengan penyakit
ginjal dan peningkatan urea dan kadar kreatinin.
Rasional: Meningkatkan pemahaman pasien tentang hubungan antara diet,
urea, kadar kreatinin dengan penyakit renal.
9. Sediakan daftar makanan yang dianjurkan secara tertulis dan anjuran untuk
memperbaiki rasa tanpa menggunakan natrium dan kalium.
Rasional: Daftar yang dibuat menyediakan pendekatan positif terhadap
pembatasan diet dan merupakan referensi untuk pasien dan
keluarga yang dapat digunakan dirumah.
10. Ciptakan lingkungan yang menyenangkan selama waktu makan.
Rasional: Faktor yang tidak menyenangkan yang berperan dalam
menimbulkan anoreksia dihilangkan.
11. Timbang berat badan harian.
Rasional: Untuk memantau status cairan dan nutrisi.

3) Kurang pengetahuan tentang kondisi dan penanganan.


Tujuan: Meningkatkan pengetahuan mengenal kondisi dan penanganan yang
bersangkutan.
Kriteria hasil:
Pasien mengetahui tentang kondisi dan penanganan yang diberikan dan
terpenuhinya informasi kesehatan.
Intervensi:
1. Kaji pemahaman mengenai penyebab gagal ginjal, konsekuensinya, dan
penanganannya:
1) Penyebab gagal ginjal pasien.
2) Pengertian gagal ginjal.
3) Pemahaman tentang fungsi renal.
4) Hubungan antara cairan, pembatasan diet dengan gagal ginjal.
5) Rasional penanganan (Hemodialisis, dialisis peritoneal, transplantasi).
Rasional: Merupakan instruksi dasar untuk penjelasan dan penyuluhan
lebih lanjut.
2. Jelaskan fungsi renal dan konsekuensi gagal ginjal sesuai dengan tingkat
pemahaman dan kesiapan pasien untuk belajar.
Rasional: Pasien dapat belajar tentang gagal ginjal dan penanganan
setelah mereka siap untuk memahami dan menerima
diagnosis dan konsekuensinya.
3. Bantu pasien untuk mengidentifikasi cara-cara untuk memahami berbagai
perubahan akibat penyakit dan penanganan yang mempengaruhi
hidupnya.
Rasional: Pasien dapat melihat bahwa kehidupannya tidak harus berubah
akibat penyakit.
4. Sediakan informasi baik tertulis maupun secara oral dengan tepat
tentang:
1) Fungsi dan kegagalan renal.
2) Pembatasan cairan dan diet.
3) Medikasi.
4) Melaporkan masalah, tanda dan gejala.
5) Jadwal tindak lanjut.
6) Sumber dikomunitas.
7) Pilihan terapi.
Rasional: Pasien memiliki informasi yang dapat digunakan untuk
klarifikasi selanjutnya di rumah.
4. Implementasi
Pelaksanaan merupakan tahap realisasi dari rencana asuhan keperawatan
yang telah disusun (Mubaraq, 2006:87).
1) Diagnosa keperawatan: Kelebihan volume cairan berhubungan dengan
penurunan haluaran urin, diet berlebih dan retensi cairan serta natrium.
Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan.
Kriteria hasil:
Klien tidak sesak napas, edema ekstrimitas berkurang, produksi urine >600
ml/hari.
Implementasi:
1. Mengkaji status cairan:
1) Timbang berat badan harian.
2) Keseimbangan masukan dan haluaran.
3) Turgor kulit dan adanya edema.
4) Distensi vena leher.
5) Tekanan darah, denyut dan irama nadi.
2. Membatasi masukan cairan.
3. Mengidentifikasi sumber potensial cairan:
1) Medikasi dan cairan yang digunakan.
2) Makanan
4. Menjelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan.
5. Membantu pasien dalam menghadapi ketidaknyamanan akibat
pembatasan cairan.
6. Tingkatkan dan dorong higiene oral dengan sering.
2) Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual dan muntah, pembatasan diet, dan perubahan membran
mukosa mulut.
Tujuan: mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat.
Kriteria hasil:
Asupan nutrisi tubuh pasien terpenuhi dengan baik.
Implementasi:
1. Mengkaji status nutrisi:
1) Perubahan berat badan.
2) Pengukuran antropometrik.
3) Nilai laboratorium (elektrolit serum,BUN, kreatinin, protein,
tranferin, dan kadar besi).
2. Mengkaji pola diet nutrisi pasien:
1) Riwayat diet.
2) Makanan kesukaaan.
3) Hitung kalori.
3. Mengkaji faktor yang berperan dalam merubahmasukan nutrisi:
1) Anoreksia, mual atau muntah.
2) Diet yang tidak menyenangkan bagi pasien.
3) Depresi.
4) Kurang memahami pembatasan diet.
5) Stomatitis.
4. Menyediakan makanan kesukaan pasien dalam batas-batas diet.
5. Meningkatkan masukan protein yang mengandung nilai biologis tinggi:
telur, produk susu, daging.
6. Menganjurkan camilan tinggi kalori, rendah protein, rendah natrium
diantara waktu makan.
7. Mengubah jadwal medikasi sehingga medikasi ini tidak segera diberikan
sebelum makan.
8. Menjelaskan rasional pembatasan diet dan hubungannya dengan penyakit
ginjal dan peningkatan urea dan kadar kreatinin.
9. Menyediakan daftar makanan yang dianjurkan secara tertulis dan anjuran
untuk memperbaiki rasa tanpa menggunakan natrium dan kalium.
10. Menciptakan lingkungan yang menyenangkan selama waktu makan.
11. Menimbang berat badan harian.
12. Mengkaji bukti adanya masukan protein yang tidak adekuat.
1) Pembentukan edema.
2) Penyembuhan yang lambat.
3) Penurunan kadar albumin serum.
3) Kurang pengetahuan tentang kondisi dan penanganan.
Tujuan: meningkatkan pengetahuan mengenal kondisi dan penanganan
yang bersangkutan.
Kriteria hasil:
Pasien mengetahui tentang kondisi dan penanganan yang diberikan dan
terpenuhinya informasi kesehatan.
Implementasi:
1. Mengkaji pemahaman mengenai penyebab gagal ginjal, konsekuensinya,
dan penanganannya:
1) Penyebab gagal ginjal pasien.
2) Pengertian gagal ginjal.
3) Pemahaman tentang fungsi renal.
4) Hubungan antara cairan, pembatasan diet dengan gagal ginjal.
5) Rasional penanganan (Hemodialisis, dialisis peritoneal,
transplantasi).
2. Menjelaskan fungsi renal dan konsekuensi gagal ginjal sesuai dengan
tingkat pemahaman dan kesiapan pasien untuk belajar.
3. Membantu pasien untuk mengidentifikasi cara-cara untuk memahami
berbagai perubahan akibat penyakit dan penanganan yang mempengaruhi
hidupnya.
4. Menyediakan informasi baik tertulis maupun secara oral dengan tepat
tentang:
1) Fungsi dan kegagalan renal.
2) Pembatasan cairan dan diet.
3) Medikasi.
4) Melaporkan masalah, tanda dan gejala.
5) Jadwal tindak lanjut.
6) Sumber di komunitas.
7) Pilihan terapi.
5. Evaluasi
Evaluasi memuat keberhasilan proses dan keberhasilan tindakan
keperawatan. Keberhasilan proses dapat dilihat dengan membandingkan antara
proses dengan pedoman atau rencana proses tersebut (Mubaraq, 2006:88).
1) Klien Tidak sesak napas, edema ekstremitas berkurang, produksi urine >600
ml/hari.
2) Masukan nutrisi dapat terpenuhi dengan baik.
3) Pasien mengetahui tentang kondisi dan penanganan yang diberikan dan
terpenuhinya informasi kesehatan.
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

3.1 Pengkajian Keperawatan


3.1.1 Identitas Pasien
Nama : Tn. S
Umur : 42 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
No. MR : 25. 99.12
Diagnosa Medis : CKD ST V+anemia

3.1.2 Keluhan Utama: Pasien mengatakan sesak nafas saat berbaring maupun
beraktifitas
3.1.3 Diagnosa Medis: CKD ST V+anemia
3.1.4 Data Primer
1. Airway: pasien dapat berbicara dengan jelas, tidak ada darah, tidak ada
bunyi nafas tambahan, pasien tampak menggunakan otot bantu nafas.
2. Breathing: RR: 32x/menit, irama nafas tidak teratur, tidak ada bunyi
nafas tambahan, pasien tampak menggunakan otot bantu nafas.
3. Circulation: TD: 200/100 mmHg, Nadi: 88x/menit, S: 37,5oC, CRT 3
detik, akral klien hangat, tidak ada edema, turgor kulit cukup baik,
spo2 98%.
4. Disability: Keadaan umum klien lemah, kesadaran compos menthis
dengan nilai GCS: E(4), V(5), M(6) = 15. Respon pupil +/+, reflek
cahaya +/+, uji kekuatan otot ekstermitas atas 5/5 dan bawah 2/2.
5. Exposure: pasien menggunakan baju berwarna coklat dan celana warna
hitam klien memakai kaos oblong, clana panjang ada luka dimata kaki
klien, tidak ada indikasi pendarahan.
6. Triase : prioritas ke dua (kuning)
3.1.5 Data Sekunder
Pemeriksaan Fisik
B1-B6
1. B1 (Breathing)
Pola nafas tidak efektif, RR: 32x/menit, irama nafas tidak teratur,
bunyi nafas tambahan ronchi.
2. B2 (Blood)
Konjungtiva pucat, sklera putih, CRT 3 detik, TD: 200/100mmHg,
Nadi: 88x/menit, Suhu: 37,5oC, akral hangat.
3. B3 (Brain)
a. Olfaktorius : pasien dapat mencium bau
b. Optikus : pasien dapat membuka mata secara spontan
c. Okulomotorius : Pasien dapat menggerakkan mata ke kiri dan ke
kanan, kelopak mata membuka ke kiri dan kanan.
d. Troklear : pasien dapat menggerakkan mata ke atas dan ke bawah
e. Trigeminus : pasien dapat mengunyah makanan
f. Abdusen : pasien dapat menggerakkan mata ke kiri dan kanan
g. Fasial : pasien dapat mengerutkan wajah
h. Akustikus : pasien dapat mendengar dengan jelas
i. Glosofaringeal : pasien dapat menelan dengan baik
j. Vagus : pasien dapat berbicara dengan jelas
k. Asesoris : pasien dapat menggerakkan bahu dan kepala
l. Hipoglosus : pasien dapat menggerakkan lidah
4. B4 (Bladder)
Frekuensi urin 2-3 kali/hari, warna kuning jernih
5. B5 (Bowel)
Mual dan muntah tidak ada, tidak ada nyeri tekan, perut kembung tidak
ada, BB sebelum: 58 kg, BB sekarang: - kg, TB: 161 cm.
6. B6 (Bone)
Ekstermitas atas 5/5 dan bawah 2/2 , tidak ada edema, akral hangat,
ekstermitas pucat.

3.1.6 Riwayat Penyakit


1. Riwayat Penyakit Sekarang
Tn. S dibawa ke RSUD RS dr. Doris Sylvanus Palangka Raya pada
tanggal 16 Mei 2017 pukul 14.00 WIB dengan keluhan sesak nafas
dan kakinya terasa kaku. Kemudian dilakukan pemeriksaan fisik dan
mengukur tanda-tanda vital dengan hasil: TD: 200/100mmHg, Nadi:
88x/menit, RR: 32x/menit, Suhu: 37,5oC. Pasien dibawa di IGD dalam
keadaan sadar dengan kesadaran compos menthis, kemudian pasien
diberikan terapi infuse Nacl 20 tpm, injeksi furosemide 20mg. Dan
pasien akan dirawat inap ke ruangan untuk mendapatkan perawatan
lebih lanjut.
2. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan tidak pernah dirawat di Rumah Sakit atau masuk
Rumah Sakit sebelumnya namun pasien memiliki riwayat tekanan
darah tinggi.
3. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan dikeluarganya tidak ada memiliki riwayat penyakit
hipertensi, dll.

3.1.7 Data Penunjang (Radiologis, Laboratorium, Penunjang Lainnya)


1. Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 16 Mei 2017
Pemeriksaan Laboratorium
No PARAMETER HASIL SATUAN NILAI
NORMAL
1 Hemoglobin 4,0 Mg/dl 0,17-1,5
2 RBC 1,34 Mg/dl 3,50-5,50
3 PLT 293 g/dl 150-400
4 WBC 7,99 Mg/dl 4.0 - 11.0 g/dl
5 Ureum 247 mg/dl 21-53
6 Creatinin 23.75 Mg/dl 0.17-1,3
7 Natrium (Na) 127 Mmol/L 135-148
8 Kalium (K) 5.2 Mmol/L 3,5-5,3
9 Calcium (Ca) 10.2 Mmol/L 0,98-1,2
2. Pemeriksaan Radiologi
- Pemeriksaan EKG normal dengan hasil gelombang P diikuti oleh
kompleks QRST. Jarak gelombang R dengan R berikutnya selalu
sama dan teratur.

3.1.8 Penatalaksanaan Medis


Tanggal Terapi Indikasi
17 Mei 2017 Infus nacl 0,9 % 20 tpm mengembalikan
iv keseimbangan cairan dan
eletrolit
Inj furosemide 20mg iv : untuk mengurangi cairan
berlebih dalam tubuh
Telmisartan 80 mg iv: obat untuk membantu
menurunkan tekanan
darah.
Bisoprolol 3x1 oral obat untuk pengobatan
hipertensi angina dan
gagal jantung
Asam folat 3x1 oral: digunakan untuk
mengobati kekurangan
asam folat didalam tubuh
Antacyd oral 3x1 oral: untuk menurunkan
sekresi asam lambung
yang meningkat
ANALISA DATA
DATA SUBJEKTIF DAN KEMUNGKINAN MASALAH
DATA OBJEKTIF PENYEBAB
DS : Payah jantung kiri pola nafas tidak
Pasien mengatakan nafas nya efektif
terasa sesak Bendungan atrium kiri
naik
DO
- Pasien tampak sesak nafas
Kapiler paru naik
- Pasien tampak
menggunakan okseigen
Kelemahan otot bantu
- Irama pernafasan tidak
nafas
teratur
- Tampak menggunakan
otot bantu nafas
- Fase ekspirasi memanjang
- Tanda tanda vital
TD :200/100mm/hg
RR : 32x/menit
N : 88x/menit
S : 37.5
Spo2 : 98%
DS : Sekresi protein Perfusi jaringan tidak
Pasien mengataknya terganggu
efektif
badannya terasa lemas
DO : Gangguan keseimbangan
asam basa
- Pasien tampak pucat
- CRT 3 detik
Produksi asam naik
- Akral hangat
- Kongjutiva anemis
asam lambung
- Hemoglobin 4,0 meningkat
- Tanda tanda vital
TD :200/100mm/hg Iritasi lambung
Perdarahan

Anemia
DS : Suplai O2 kejaringan Intoleransi aktivitas
menurun
Pasien mengatakan badan
nya terasa lemas dan aktivitas
Metabolisme aneorob
nya dibantu oleh istrinya
meningkat
DO :
- ADL klien dibantu
Penimbunan asam laktat
- Pasien tampak lemas meningkat
- Pasien terbaring di
tempat tidur Fatigue
- Skala aktivitas 3
- Kekuatan otot bawah Nyeri sendi
2/2,
- Tanda tanda vital Kelemahan
TD :200/100mm/hg
RR : 32x/menit
N : 88x/menit
S : 37,5oC
PRIORITAS MASALAH
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kelemahan otot bantu nafas
ditandai dengan pasien tampak sesak nafas RR 32x/menit , spo2 98%, fase
ekspirasi memanjang, tampak menggunakan otot bantu nafas
2. Perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi
Hb dan darah, suplai oksigen berkurang ditandai dengan pasien tampak
pucat CRT 3 detik akral hangat, kongjutiva anemis Hemoglobin 4,0.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, ditandai
dengan pasien mengatakan badannya terasa lemas kekuatan otot bawah
2/2, skala aktivitas 3, pasien hanya berbaring di tempat tidur.
RENCANA KEPERAWATAN
Nama Pasien : Tn. S
Ruang Rawat : IGD

Diagnosa Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional


Keperawatan
Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan 1. Ajarkan kepada pasien dalam 1. Membantu pasien untuk
berhubungan dengan keperawatan selama ± 1 x 2 melakukan tekhnik napas dalam dan mengeluarkan dahak tanpa energi
kelemahan otot bantu jam, maka diharapkan batuk efektif. berlebihan dan membuat pasien lebih
nafas ditandai dengan bersihan jalan nafas kembali rileks serta membantu meningkatkan
pasien tampak sesak nafas normal dengan kriteria hasil: 2. Berikan posisi yang nyaman pada asupan oksigen.
RR 32x/menit , spo2 98%, - Pasien tampak sudah tidak klien. 2. Pasien Semi fowler dapat
fase ekspirasi memanjang sesak lagi meningkatkan ekspansi paru dan
tampak menggunakan otot - Bunyi napas vesikuler. 3. Dengarkan bunyi napas. memperbaiki ventilasi
bantu nafas - Ekspresi wajah rileks 3. Ronchi menandakan adanya
- Frekuensi nafas 18-22 gangguan pada jalan napas.
4. Observasi tanda-tanda vital.
x/menit 4. Sebagai dasar dalam menentukan
. intervensi selanjutnya.
5. Observasi tipe pernapasan pasien
5. Untuk mengetahui pola pernapasan
6. Ciptakan dan pertahankan jalan napas
yang bebas. pasien.
7. Kolaborasi dengan tim medis dalam: 6. Untuk memperbaiki ventilasi.
a. Pemberian oksigen 4 lpm
b. Pemberian obat 7. Pemberian oksigen untuk memenuhi
- Infus nacl 0,9 % 20tpm iv: kebutuhan oksigen
mengembalikan keseimbangan
cairan dan eletrolit
- Inj furosemide 20mg iv : untuk
mengurangi cairan berlebih dalam
tubuh
- Telmisartan 80mg iv: obat untuk
membantu menurunkan tekanan
darah.
- Bisoprolol 3x1 oral : obat untuk
hipertensi angina dan gagal jantung
- Asam folat 3x1 oral: digunakan
untuk mengobati kekurangan asam
folat didalam tubuh
RENCANA KEPERAWATAN
Nama Pasien : Tn. S
Ruang Rawat : IGD

Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria Hasil) Intervensi Rasional


Perfusi jaringan tidak Setelah dilakukan tindakan 1. Tinggikan kepala tempat tidur 1. Meningkatkan ekspansi paru dan
efektif berhubungan keperawatan selama 3x24 sesuai toleransi. memaksimalkan oksigenasi untuk
dengan penurunan jam diharapkan perfusi 2. Anjurkan untuk Hindari kebutuhan seluler. Catatan:
konsentrasi Hb dan jaringan efektif. penggunaan botol penghangat kontraindikasi bila ada hipotensi
darah, suplai oksigen kriteria hasil: atau botol air panas 2. Termoreseptor jaringan dermal
berkurang ditandai - Membran mukosa merah 3. Berikan oksigen tambahan sesuai dangkal karena gangguan oksigen
dengan pasien tampak - Konjungtiva tidak indikasi.
pucat CRT 3 detik akral anemis 4. Kolaborasi pengawasan hasil 3. Memaksimalkan transport oksigen ke
hangat, konjungtiva - Akral hangat pemeriksaan laboraturium. jaringan.
anemis, Hemoglobin 4,0. - Tanda-tanda vital dalam Berikan sel darah merah 4. Mengidentifikasi defisiensi dan
rentang normal lengkap/packed produk darah kebutuhan pengobatan /respons
sesuai indikasi terhadap terapi.
5. Observasi tanda vital kaji
pengisian kapiler, warna
kulit/membrane mukosa, dasar 5. Memberikan informasi tentang
kuku derajat/keadekuatan perfusi jaringan
dan membantu menetukan kebutuhan
intervensi
RENCANA KEPERAWATAN

Nama Pasien : Tn. S


Ruang Rawat : IGD

Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria Hasil) Intervensi Rasional


Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji skala aktivitas 1. Respon klien terhadap aktivitas
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 dapat mengindikasikan adanya
keletihan, anemia, jam diharapkan intolerasi penurunan oksigen miokard
ditandai dengan pasien aktivitas dapat teratasi.
mengatakan badannya kriteria hasil: 2. Kaji hal-hal yang mampu atau yang 2. Untuk mengetahui tingkat aktivitas
terasa lemas kekuatan - Skala aktivitas 1 tidak mampu dilakukan klien klien
otot bawah 2/2, skala - Klien dapat sehubungan dengan kelemahan
aktivitas 3, pasien hanya beraktivitas sendiri fisiknya.
berbaring di tempat tidur - Klien tidak lemah
- TTV dalam batas 3. Anjurkan keluarga klien untuk 3. Untuk mengidentifikasi keluhan
normal meletakkan barang-barang seperti klien dan untuk mengetahui tingkat
minuman dan makanan yang mudah ketergantungan klien dalam
dijangkau memenuhi kebutuhannya.
4. Pertahankan klien dalam posisi tirah
4. Membantu klien memenuhi
baring
kebutuhn tanpa bantuan orang lain.

5. Diskusikan dengan klien tentang


5. Untuk mengurangi beban kerja
tingkat istirahat dan berikan
jantung
aktivitas senggang.
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Hari/Tanggal, Tanda tangan dan


Implementasi Evaluasi (SOAP)
Jam Nama Perawat
Selasa 17 Mei 2017 Jam 21.15 wib
S:
19.30 wib 1. Memberikan posisi yang nyaman pada
Klien mengatakan sesak nafasnya
19.35 wib klien.
sudah berkurang
2. Mendengarkan bunyi napas.

O:
19.40 wib 3. Mengajarkan kepada keluarga dalam
- Sesak nafas berkurang
melakukan tekhnik napas dalam dan batuk Devi Novia
- Suara nafas tambahan ronchi
efektif. Ners Muda
- Pasien tampak menggunakan otot
bantu nafas
19.45wib 4. Menciptakan dan mempertahankan jalan
- Irama pernafasan tidak teratur
napas yang bebas.
- Pasien menggunakan oksigen nasal
kanul 3 lpm
5. Mengobservasi tipe pernapasan pasien.
- Posisi pasien semifowler
19.50 wib
- Tanda tanda vital
6. Observasi tanda-tanda vital. TD :180/90mm/hg
19.55 wib
RR : 26x/menit
7. Berkolaborasi dengan tim medis dalam: N : 72x/menit
20.00 wib
a. Pemberian oksigen 4lpm S : 36,8oC
b. Pemberian obat :
- Infus nacl 0,9 % iv : mengembalikan A:
keseimbangan cairan dan eletrolit Masalah teratasi sebagian
- Inj furosemide 20mg iv : untuk
mengurangi cairan berlebih dalam P:
tubuh Hentikan intervensi
- Telmisartan 80mg iv: obat untuk
membantu menurunkan tekanan darah.
- Bisoprolol 3x1 oral : obat untuk
hipertensi angina dan gagal jantung
- Asam folat 3x1 oral: digunakan untuk
mengobati kekurangan asam folat
didalam tubuh
- Antacyd oral 3x1 oral: untuk
menurunkan asam lambung
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Hari/Tanggal, Tanda tangan dan


Implementasi Evaluasi (SOAP)
Jam Nama Perawat
Selasa 17 Mei 2017 Jam 21.15 wib
S:
20:05 Wib 1. Mengkaji skala aktivitas
Klien mengatakan badan nya terasa lemas
20.10 wib 2. Mengkaji hal-hal yang mampu atau yang
tidak mampu dilakukan klien sehubungan O :
dengan kelemahan fisiknya. - ADL klien dibantu
20.15 wib 3. Menganjurkan keluarga klien untuk - Pasien tampak lemas
meletakkan barang-barang seperti Devi Novia
- Pasien terbaring di tempat tidur
Ners Muda
minuman dan makanan yang mudah - Skala aktivitas 3
dijangkau - Kekuatan otot bawah 2/2
20.20 wib 4. Mempertahankan klien dalam posisi tirah A :
baring Masalah belum teratasi
20.25 wib 5. Mendiskusikan dengan klien
tentang P :
tingkat istirahat dan berikan aktivitas Hentikan intervensi
senggang
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Hari/Tanggal, Tanda tangan dan


Implementasi Evaluasi (SOAP)
Jam Nama Perawat
Selasa 17 Mei 2017 Jam 21.15 wib
S:
20:30 wib 1. Meninggikan kepala tempat tidur sesuai
Klien mengatakan badan nya terasa lemas
toleransi.
O:
20.35 wib 2. Menghindari penggunaan botol - Pasien tampak pucat
penghangat atau botol air panas - CRT 3 detik
20.40 wib 3. Berkolaborasi pengawasan hasil - Akral hangat
Devi Novia
pemeriksaan laboraturium. Berikan sel - Kongjutiva anemis
Ners Muda
darah merah lengkap/packed produk darah - Hemoglobin 4,0
sesuai indikasi - Tanda tanda vital
20.45 wib 4. Memberikan oksigen tambahan sesuai TD :180/90 mm/hg
indikasi. A:
Masalah belum teratasi
P:
Hentikan intervensi

Anda mungkin juga menyukai