A. Anatomi Ginjal
1. Ginjal
Ginjal merupakan organ yang terpenting dalam mempertahankan
homeostasis cairan tubuh. Berbagai fungsi ginjal untuk mempertahankan
homeostasis dengan mengatur volume cairan, keseimbangan osmotik, asam-
basa, ekskresi sisa metabolisme, dan sistem pengaturan hormonal dan
metabolisme.Ginjal terletak dalam rongga abdomen retroperitoneal kiri dan
kanan kolumna vertebralis, dikelilingi oleh lemak dan jaringan ikat
dibelakang peritoneum. Batas atas ginjal kiri setinggi iga ke-11 dan ginjal
kanan setinggi iga ke-12, sedangkan batas bawah setinggi vertebralis lumbalis
ke-3.
2. Struktur ginjal
Ginjal terdiri atas:
a. Medulla (bagiandalam): substansi medularis terdiri atas pyramid renalis,
jumlahnya antara 8-16 buah yang mempunyai basis sepanjang ginjal,
sedangkan apeknya menghadap kesinus renalis.
b. Korteks (bagian luar): subtansi kortekalis berwarna coklat merah,
konsistensi lunak, dan bergranula. Subtansi tepat dibawah fibrosa,
melengkung sepanjang basis piramid yang berdekatan dengan sinus
renalis. Bagian dalam diantara piramid dinamakan kolumna renalis.
3. Pembungkus ginjal
Ginjal dibungkus oleh massa jaringan lemak yang disebut kapsula
adiposa (peritonel feet). Bagian yang paling tebal terdapat pada tepi ginjal
memanjang melalui hilus renalis. Ginjal dan kapsula adipose tertutup oleh
lamina khusus dari fasia subserosa yang disebut fasiarenalis yang terdapat
diantara lapisan dalam dari fasia profunda dan stratum fasia subserosa
internus. Fasia fibrosa terpecah menjadi dua.
a. Lamella anterior atau fasia prerenalis.
b. Lamella posterior atau fasia retrorenalis.
4. Struktur makroskopis ginjal
Satuan fungsional ginjal disebut juga dengan nefron, mempunyai + 1,
3juta. Selama 24 jam nefron dapat menyaring 170 liter darah. Arteri renalis
membawa darah murni dari aorta keginjal. Lubang-lubang yang terdapat pada
renal piramid masing-masing membentuk simpul yang terdiri atas satu badan
malpigi yang disebut glomerulus
5. Bagian-bagian dari nefron
a. Glomerulus
Bagian ini merupakan gulungan atau anyaman kapiler yang terletak
didalam kapsula bowman menerima darah dari arteriole aferen dan
meneruskan kesistem vena melalui arteriol aferen. Natrium secara bebas
difiltrasi kedalam glomerulus sesuai dengan kosentrasi dalam plasma. Kalium
juga difiltrasi secara bebas, diperkirakan 10-20% dari kalium plasma terikat
oleh protein dalam keadaan normal.
b. Tubulus proksimal konvulta
Tubulus ginjal yang langsung berhubungan dengan kapsula bowman
dengan panjang 15 mm dan diameter 55 .Bentuknya berkelok-kelok berjalan
dari korteks kebagian medulla lalu kembali kekorteks, sekitar 2/3 dari natrium
yang terfiltrasi akan diabsorbsi secara isotonik bersama klorida. Proses ini
melibatkan transport aktif natrium. Peningkatan reabsorbsi natrium akan
mengurangi pengeluaran air dan natrium.
c. Lengkung Henle (ansahenle)
Bentuknya lurus dan tebal diteruskan kesegmen tipis selanjutnya
kesegmen tebal, panjangnya 12 mm, total panjangnya ansahenle 2-14 mm.
Klorida secara aktif diserap kembali pada cabang asendens gelunghenle dan
natrium bergerak secara pasif untuk mempertahankan kenetralan listrik.
d. Tubulus distal konvulta
Bagian ini adalah bagian tubulus ginjal yang berkelok-kelok dan
letaknya jauh dari kapsula bowman, panjangnya 5 mm. Tubulus distal
dimasing-masing nefron bermuara keduktus kolingetis yang panjangnya 20
mm.
e. Duktus kolingetis medulla
Saluran yang secara metabolik tidak aktif. Pengaturan secara halus
ekskresi natrium urin terjadi disini dengan aldosteron yang paling berperan
terhadap rearbsopsi natrium. Duktus ini memiliki kemampuan untuk
mereabsorpsi dan menyekresi kalium. Ekskresi aktif kalium dilakukan pada
duktus kolingen kortikal dan dikendalikan oleh aldosteron.
B.Konsep Dasar
1. Pengertian
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan
tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit, menyebabkan uremia ( Smaltzer, 2009:1448).
Gagal ginjal kronik merupakan kegagalan fungsi ginjal (unit nefron)
yang berlangsung perlahan-lahan karena penyebab berlangsung lama dan
menetap yang mengakibatkan penumpukan sisa metabolik (toksik uremik)
sehingga ginjal tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan biasa lagi dan
menimbulkan gejala sakit (Hudak & Gallo).
Gagal ginjal kronis (chronic renal failure) adalah kerusakan ginjal
progresif yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah
nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak
dilakukan dialisasi atau transplantasi ginjal).
Gagal ginjal kronis bisa berkembang melalui stadium - stadium berikut ini:
Cadangan ginjal berkurang (tingkat filtrasi glomerular [glomerular
filtration rate - GFR] sebesar 45% sampai 50% dari normal)
Insufisiensi ginjal (GFR sebesar 20% sampai 35% dari normal)
Gagal ginjal (GFR sebesar 20% sampai 35% dari normal )
Penyakit ginjal stadium-akhir (GFR sebesar kurang dari 20% dari
normal). (Williams dan Wilkins. 2011: 508).
Gagal ginjal terjadi ketika ginjal tidak mampu mengangkut sampah
metabolik tubuh atau melakukan fungsi regulernya. Suatu bahan yang
biasanya dieliminasi diurin menumpuk dalam cairan tubuh akibat
gangguan ekskresi renal dan menyebabkan gangguan fungsi endokrin
dan metabolik, cairan, elektrolit, serta asam basa (Toto Suharyo Dan
Abdul Madjid. 2009; 183)
2. Klasifikasi/Stadium GGK
Berikut tahap-tahap perkembangan penyakit gagal ginjal kronis
selengkapnya:
a. Stadium I (Penurunan Cadangan Ginjal/Faal Ginjal antara 40-75%)
Pada tahap ini, ada beberapa hal yang terjadi dalam tubuh penderita,
diantaranya:
1) Sekitar 40-75% nefron tidak berfungsi.
2) Laju flitrasi glomerulus 40-50% normal.
3) BUN dan Kreatinin serum masih normal.
4) Pasien asimtomatik.
Tahap ini merupakan tahap perkembangan penyakit ginjal yang
paling ringan, karena faal ginjal masih dalam kondisi baik. Oleh karena itu,
penderita juga belum merasakan gejala apapun. Bahkan, hasil pemeriksaan
laboraturium menunjukan bahwa faal ginjal masih berada dalam batas
normal.
Selain itu, kreatinin serum dan kadar BUN (Blood urea nitrogen)
masih berada dalam batas normal dan penderita asimtomatik. Gangguan
fungsi ginjal baru diketahui setelah pasien diberi beban kerja yang berat,
seperti tes pemekatan kemih dalam waktu lama atau melalui tes GFR
dengan teliti.
b. Stadium II (Indufisiensi Ginjal/Faal Ginjal antara 20-50%)
Pada tahap ini, beberapa hal yang terjadi dalam tubuh penderita,
diantaranya:
1) Sekitar 75-80% nefron tidak berfungsi.
2) Laju filtrasi glomerulus 20-40% normal.
3) BUN dan kreatinin serum mulai meningkat.
4) Anemia dan azotemia ringan
5) Nokturia dan poliuria
Pada tahap ini, penderita masih dapat melakukan tugas-tugas seperti biasa,
walaupun daya dan konsentrasi ginjal menurun. Pengobatan harus dilakukan
dengan cepat untuk mengatasi kekurangan cairan, kekurangan garam, dan
gangguan jantung. Selain itu, penderita juga harus diberi obat untuk
mencegah gangguan faal ginjal. Apabila langkah-langkah ini dilakukan
dengan cepat dan tepat, perkembangan penyakit ginjal yang lebih berat pun
dapat dicegah.
Pada stadium ini, lebih dari 75% jaringan ginjal yang berfungsi telah
rusak. Selain itu, kadar BUN dan kreatinin serum juga mulai meningkat
melampaui batas normal
c. Stadium III (Gagal Ginjal/Faal Ginjal Kurang dari 10%)
Pada tahap ini, beberapa hal yang terjadi dalam tubuh penderita,
diantaranya:
1) Laju filtrasi glomerulus 10-20% normal.
2) BUN dan kreatinin serum meningkat.
3) Anemia, azotemia, dan asidosis metabolik.
4) Poliuria dan nokturia.
5) Gejala gagal ginjal.
Pada tahap ini, penderita merasakan beberapa gejalan, antara lain
mual, muntah, nafsu makan berkurang, sesak napas, pusing, sakit kepala, air
kemih berkurang, kurang tidur, kejang-kejang, dan mengalami penurunan
kesadaran hingga koma. Oleh karena itu, penderita tidak dapat melakukan
tugas sehari-hari.
d. Stadium IV (End-stage Renal Disease/ESRD)
Pada tahap ini, beberapa hal yang terjadi dalam tubuh penderita,
diantaranya:
1) Lebih dari 85% nefron tidak berfungsi.
2) Laju filtrasi glomerulus kurang dari 10% normal.
3) BUN dan kreatinin tinggi.
4) Anemia, azotemia, dan asidosis metabolik.
5) Berat jenis urine tetap 1,010.
6) Oliguria.
7) Gejala gagal ginjal.
Stadium akhir kurang lebih 90% massa nefron telah hancur. Nilai
GFR 10% dibawah batas normal dan kadar kreatinin hanya 5-10 ml/menit,
bahkan kurang dari jumlah tersebut. Selain itu, peningkatan kreatinin serum
dan kadar BUN juga meningkat secara mencolok.Pada stadium akhir gagal
ginjal, penderita tidak sanggup mempertahankan homeostatis cairan dan
elektrolit didalam tubuh. Biasanya, penderita menjadi oliguria (Pengeluaran
kemih kurang dari 500 ml/hari karena kegagalan glomerulus). Pada stadium
akhir gagal ginjal, penderita harus mendapatkan pengobatan dalam bentuk
transplantasi ginjal atau dialisis.
Berdasarkan kemampuan filtrasinya, gagal ginjal dapat dibagi menjadi
5 stadium. Stadium ini dibedakan berdasarkan perkiraan GFR (Glomerular
Filtration Rate). Pada stadium 1, fungsi ginjal masih relatif baik dan terdapat
penurunan minimal pada stadium 2. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat di
bawah ini:
1) Stadium 1 (GFR > 90)
Pada gagal ginjal stadium 1 fungsi ginjal dalam batas normal, namun
terdapat kelainan pada pemeriksaan urine rutin, pemeriksaan struktur ginjal,
atau terdapat faktor genetik. Tidak ada pengobatan khusus pada stadium ini,
target tekanan darah harus dicapai sesegera mungkin.
2) Stadium 2 (GFR 60-89)
Pada gagal ginjal stadium 2 terdapat penurunan minimal fungsi ginjal
selain ditemukannya kelainan pada pemeriksaan urin rutin, pemeriksaan
struktur ginjal, atau adanya faktor genetik. Sama seperti pada stadium 1, tidak
ada pengobatan khusus, faktor risiko terjadinya progresifitas penyakit ginjal
perlu ditelaah dan diintervensi segera.
3) Stadium 3 (GFR 30-59)
Pada gagal ginjal stadium 3 terdapat penurunan fungsi ginjal yang
bermakna. Penyakit gagal ginjal merupakan penyakit yang perjalanannya
progresif, dalam artian terus berlangsung sehingga perlu dilakukan tindakan
yang dapat menghambat lajunya kerusakan ginjal. Faktor risiko harus dapat
ditekan dan penyebab terjadinya gagal ginjal perlu dievaluasi dengan
seksama.
4) Stadium 4 (GFR 15-29)
Pada gagal ginjal stadium 4, penurunan fungsi ginjal sudah berat dan
perlu dipertimbangkan untuk dilakukan tindakan hemodialisis atau tindakan
cuci darah. Hemodialisis rutin perlu ditelaah lebih baik dari segi medis
maupun dari segi ekonomi.
5) Stadium 5 (GFR < 15 atau menjalani tindakan hemodialisis rutin)
Pada gagal ginjal stadium ini, dapat dikatakan ginjal tidak berfungsi lagi
sehingga tindakan hemodialisis dianjurkan sesegera mungkin sebelum
muncul gangguan yang mengancam jiwa
Menurut Brunner & Suddarth stadium GGK dibagi menjadi 5 stadium
1) Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten
dan LFG yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2
2) Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG
antara 60-89 mL/menit/1,73 m2
3) Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2
4) Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2
5) Stadium5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15mL/menit/1,73m2 atau gagal
ginjal terminal
3. Etiologi
Gagal ginjal kronik dapat timbul dari hamper semua penyakit. Apapun
sebabnya, dapat menimbulkan perburukan fungsi ginjal secara progresif.
Dibawah ini terdapat beberapa penyebab gagal ginjal kronik:
a. Tekanan Darah Tinggi
Hipertensi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan perubahan
perubahan stuktur pada arteriol diseluruh tubuh, ditandai dengan fibrosis dan
hialinisasi (sklerosis) didingding pembuluh darah. Organ sasaran utama organ
ini adalah jantung, otak, ginjal dan mata.
Pada ginjal adalah akibat aterosklerosis ginjal akibat hipertensi lama
menyebabkan nefrosklerosis begina. Gangguan ini merupakan akibat
langsung dari iskemia renal. Ginjal mengecil, biasanya simetris dan
permukaan berlubang – lubang dan berglanula. Secara histology lesi yang
esensial adalah sklerosis arteri arteri kecilserta arteriol yang paling nyata pada
arteriol eferen. Penyumbatan arteri dan arteriol akan menyebabkan kerusakan
glomerulusdan atrofi tubulus, sehingga seluruh nefron rusak (price,
2008:933).
b. Glomerulonefritis
Glomerulonefritis terjadi karena adanya peradangan pada glomerulus
yang diakibatkan karena adanya pengendapan kompleks antigen antibody.
Reaksi peradangan diglomerulus menyebabkan pengaktifan komplemen,
sehingga terjadi peningkatan aliran darah dan peningkatan permeabilitas
kapiler glomerulus dan filtrasi glomerulus. Protein-protein plasma dan sel
darah merah bocor melalui glomerulus. Glomerulonefritis dibagi menjadi dua
yaitu:
1) Gomerulonefritis Akut Glomerulonefritis akut adalah peradangan
glomerulus secara mendadak.
2) Glomerulonefritis Kronik Glomerulonefritis kronik adalah pradangan
yang lama dari sel-sel glomerulus. (Price, 2009. 924)
c. Lupus Eritematosus Sistemik (SLE)
Nefritis lupus disbabkan oleh kompleks imun dalam sirkulasi yang
terperangkap dalam membrane basalis glomerulus dan menimbulkan
kerusakan. Perubahan yang paling dini sering kali hanya mengenai sebagian
rumbai glomerulus atau hanya mengenai beberapaglomerulus yang tersebar.
3) Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah respon individu pada masalah kesehatan
baik yang aktual maupun potensial (Mubaraq, 2006:81). Menurut Smeltzer,
(2001:1451-1456) pasien gagal ginjal kronis memerlukan asuhan keperawatan
yang tepat untuk menghindari komplikasi akibat menurunnya fungsi renal dan
stress serta cemas dalam menghadapi penyakit yang mengancam jiwa ini.
Diagnosa keperawatan potensial untuk pasien-pasien ini mencakup yang
berikut:
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin, diet
berlebih dan retensi cairan serta natrium.
2. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual dan muntah, pembatasan diet, dan perubahan membran
mukosa mulut.
3. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan program penanganan.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk
sampah dan prosedur dialisis.
4) Intervensi
Perencanaan keperawatan adalah penyusunan rencana tindakan
keperawatan yang akan dilaksanakan untuk mengatasi masalah sesuai dengan
diagnosis keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan terpenuhinya
kebutuhan pasien (Mubaraq, 2006:84). Menurut Smeltzer, (2001:1452-1454)
perencanaan keperawatan dari diagnosa diatas adalah:
1) Diagnosa keperawatan: Kelebihan volume cairan berhubungan dengan
penurunan haluaran urin, diet berlebih dan retensi cairan serta natrium.
Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan.
Kriteria hasil:
Klien tidak sesak napas, edema ekstrimitas berkurang, produksi urine >600
ml/hari.
Intervensi:
1. Kaji status cairan:
1) Timbang berat badan harian.
2) Keseimbangan masukan dan haluaran.
3) Turgor kulit dan adanya edema.
4) Distensi vena leher.
5) Tekanan darah, denyut dan irama nadi.
Rasional: Pengkajian merupakan dasar dan data dasar berkelanjutan
untuk memantau perubahan dan mengevaluasi intervensi.
2. Batasi masukan cairan.
Rasional: Pembatasan cairan akan menentukan berat badan ideal,
haluaranurin, dan respon terhadap alergi.
3. Identifikasi sumber potensial cairan:
1) Medikasi dan cairan yang di gunakan.
2) Makanan
Rasional: Sumber kelebihan cairan yang tidak diketahui dapat
diidentifikasi.
4. Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan.
Rasional: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga
dalam pembatasan cairan.
5. Bantu pasien dalam menghadapi ketidaknyamanan akibat pembatasan
cairan.
Rasional: Kenyamanan pasien meningkatkan kepatuhan terhadap
pembatasan diet.
6. Tingkatkan dan dorong higiene oral dengan sering.
Rasional: Hygiene oral mengurangi kekeringan mebran mukosa mulut.
2) Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual dan muntah, pembatasan diet, dan perubahan membran
mukosa mulut.
Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat.
Kriteria hasil:
Asupan nutrisi tubuh pasien terpenuhi dengan baik. .
Intervensi:
1. Kaji status nutrisi:
1) Perubahan berat badan.
2) Pengukuran antropometrik.
3) Nilai laboratorium (elektrolit serum,BUN, kreatinin, protein, tranferin,
dan kadar besi).
Rasional: Menyediakan data dasar untuk memantau perubahan dan
mengevaluasi intervensi.
2. Kaji pola diet nutrisi pasien:
1) Riwayat diet.
2) Makanan kesukaaan.
3) Hitung kalori.
Rasional: Pola diet dahulu dan sekarang dapat dipertimbangkan dalam
menyusun menu.
3. Kaji faktor yang berperan dalam merubahmasukan nutrisi:
1) Anoreksia, mual atau muntah.
2) Diet yang tidak menyenangkan bagi pasien.
3) Depresi.
4) Kurang memahami pembatasan diet.
5) Stomatitis.
Rasional: Menyediakan informasi mengenal faktor lain yang dapat diubah
atau dihilangkan untuk meningkatkan masukan diet.
4. Menyediakan makanan kesukaan pasien dalam batas-batas diet.
Rasional: Mendorong peningkatan masukan diet.
5. Tingkatkan masukan protein yang mengandung nilai biologis tinggi: telur,
produk susu, daging.
Rasional: Protein lengkap di berikan untuk mencapai keseimbangan
nitrogen yang di perlukan untuk pertumbuhan dan penyembuhan.
6. Anjurkan camilan tinggi kalori, rendah protein, rendah natrium diantara
waktu makan.
Rasional: Mengurangi makanan dari protein yang dibatasi dan
menyediakan kalori untuk energi, membagi protein untuk
pertumbuhan dan penyembuhan jaringan.
7. Ubah jadwal medikasi sehingga medikasi ini tidak segera diberikan
sebelum makan.
Rasional: Ingesti medikasi sebelum makan menyebabkan anoreksia dan
rasa kenyang.
8. Jelaskan rasional pembatasan diet dan hubungannya dengan penyakit
ginjal dan peningkatan urea dan kadar kreatinin.
Rasional: Meningkatkan pemahaman pasien tentang hubungan antara diet,
urea, kadar kreatinin dengan penyakit renal.
9. Sediakan daftar makanan yang dianjurkan secara tertulis dan anjuran untuk
memperbaiki rasa tanpa menggunakan natrium dan kalium.
Rasional: Daftar yang dibuat menyediakan pendekatan positif terhadap
pembatasan diet dan merupakan referensi untuk pasien dan
keluarga yang dapat digunakan dirumah.
10. Ciptakan lingkungan yang menyenangkan selama waktu makan.
Rasional: Faktor yang tidak menyenangkan yang berperan dalam
menimbulkan anoreksia dihilangkan.
11. Timbang berat badan harian.
Rasional: Untuk memantau status cairan dan nutrisi.
3.1.2 Keluhan Utama: Pasien mengatakan sesak nafas saat berbaring maupun
beraktifitas
3.1.3 Diagnosa Medis: CKD ST V+anemia
3.1.4 Data Primer
1. Airway: pasien dapat berbicara dengan jelas, tidak ada darah, tidak ada
bunyi nafas tambahan, pasien tampak menggunakan otot bantu nafas.
2. Breathing: RR: 32x/menit, irama nafas tidak teratur, tidak ada bunyi
nafas tambahan, pasien tampak menggunakan otot bantu nafas.
3. Circulation: TD: 200/100 mmHg, Nadi: 88x/menit, S: 37,5oC, CRT 3
detik, akral klien hangat, tidak ada edema, turgor kulit cukup baik,
spo2 98%.
4. Disability: Keadaan umum klien lemah, kesadaran compos menthis
dengan nilai GCS: E(4), V(5), M(6) = 15. Respon pupil +/+, reflek
cahaya +/+, uji kekuatan otot ekstermitas atas 5/5 dan bawah 2/2.
5. Exposure: pasien menggunakan baju berwarna coklat dan celana warna
hitam klien memakai kaos oblong, clana panjang ada luka dimata kaki
klien, tidak ada indikasi pendarahan.
6. Triase : prioritas ke dua (kuning)
3.1.5 Data Sekunder
Pemeriksaan Fisik
B1-B6
1. B1 (Breathing)
Pola nafas tidak efektif, RR: 32x/menit, irama nafas tidak teratur,
bunyi nafas tambahan ronchi.
2. B2 (Blood)
Konjungtiva pucat, sklera putih, CRT 3 detik, TD: 200/100mmHg,
Nadi: 88x/menit, Suhu: 37,5oC, akral hangat.
3. B3 (Brain)
a. Olfaktorius : pasien dapat mencium bau
b. Optikus : pasien dapat membuka mata secara spontan
c. Okulomotorius : Pasien dapat menggerakkan mata ke kiri dan ke
kanan, kelopak mata membuka ke kiri dan kanan.
d. Troklear : pasien dapat menggerakkan mata ke atas dan ke bawah
e. Trigeminus : pasien dapat mengunyah makanan
f. Abdusen : pasien dapat menggerakkan mata ke kiri dan kanan
g. Fasial : pasien dapat mengerutkan wajah
h. Akustikus : pasien dapat mendengar dengan jelas
i. Glosofaringeal : pasien dapat menelan dengan baik
j. Vagus : pasien dapat berbicara dengan jelas
k. Asesoris : pasien dapat menggerakkan bahu dan kepala
l. Hipoglosus : pasien dapat menggerakkan lidah
4. B4 (Bladder)
Frekuensi urin 2-3 kali/hari, warna kuning jernih
5. B5 (Bowel)
Mual dan muntah tidak ada, tidak ada nyeri tekan, perut kembung tidak
ada, BB sebelum: 58 kg, BB sekarang: - kg, TB: 161 cm.
6. B6 (Bone)
Ekstermitas atas 5/5 dan bawah 2/2 , tidak ada edema, akral hangat,
ekstermitas pucat.
Anemia
DS : Suplai O2 kejaringan Intoleransi aktivitas
menurun
Pasien mengatakan badan
nya terasa lemas dan aktivitas
Metabolisme aneorob
nya dibantu oleh istrinya
meningkat
DO :
- ADL klien dibantu
Penimbunan asam laktat
- Pasien tampak lemas meningkat
- Pasien terbaring di
tempat tidur Fatigue
- Skala aktivitas 3
- Kekuatan otot bawah Nyeri sendi
2/2,
- Tanda tanda vital Kelemahan
TD :200/100mm/hg
RR : 32x/menit
N : 88x/menit
S : 37,5oC
PRIORITAS MASALAH
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kelemahan otot bantu nafas
ditandai dengan pasien tampak sesak nafas RR 32x/menit , spo2 98%, fase
ekspirasi memanjang, tampak menggunakan otot bantu nafas
2. Perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi
Hb dan darah, suplai oksigen berkurang ditandai dengan pasien tampak
pucat CRT 3 detik akral hangat, kongjutiva anemis Hemoglobin 4,0.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, ditandai
dengan pasien mengatakan badannya terasa lemas kekuatan otot bawah
2/2, skala aktivitas 3, pasien hanya berbaring di tempat tidur.
RENCANA KEPERAWATAN
Nama Pasien : Tn. S
Ruang Rawat : IGD
O:
19.40 wib 3. Mengajarkan kepada keluarga dalam
- Sesak nafas berkurang
melakukan tekhnik napas dalam dan batuk Devi Novia
- Suara nafas tambahan ronchi
efektif. Ners Muda
- Pasien tampak menggunakan otot
bantu nafas
19.45wib 4. Menciptakan dan mempertahankan jalan
- Irama pernafasan tidak teratur
napas yang bebas.
- Pasien menggunakan oksigen nasal
kanul 3 lpm
5. Mengobservasi tipe pernapasan pasien.
- Posisi pasien semifowler
19.50 wib
- Tanda tanda vital
6. Observasi tanda-tanda vital. TD :180/90mm/hg
19.55 wib
RR : 26x/menit
7. Berkolaborasi dengan tim medis dalam: N : 72x/menit
20.00 wib
a. Pemberian oksigen 4lpm S : 36,8oC
b. Pemberian obat :
- Infus nacl 0,9 % iv : mengembalikan A:
keseimbangan cairan dan eletrolit Masalah teratasi sebagian
- Inj furosemide 20mg iv : untuk
mengurangi cairan berlebih dalam P:
tubuh Hentikan intervensi
- Telmisartan 80mg iv: obat untuk
membantu menurunkan tekanan darah.
- Bisoprolol 3x1 oral : obat untuk
hipertensi angina dan gagal jantung
- Asam folat 3x1 oral: digunakan untuk
mengobati kekurangan asam folat
didalam tubuh
- Antacyd oral 3x1 oral: untuk
menurunkan asam lambung
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN